akumulasi metabolit dan aktivitas enzim (kelapa sawit)

11
AKUMULASI METABOLIT DAN AKTIVITAS ENZIM SEBAGAI RESPONS TERHADAP CEKAMAN AIR PADA KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACQ.) Mata Kuliah : Metabolisme Tanaman Lanjut Rizka Amalia P2D214007

Upload: rizka-amalia-hrp

Post on 18-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

METABOLISME TANAMAN

TRANSCRIPT

AKUMULASI METABOLIT DAN AKTIVITAS ENZIM SEBAGAI RESPONS TERHADAP CEKAMAN AIR PADA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

AKUMULASI METABOLIT DAN AKTIVITAS ENZIM SEBAGAI RESPONS TERHADAP CEKAMAN AIR PADA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) Mata Kuliah : Metabolisme Tanaman Lanjut

Rizka AmaliaP2D214007PENDAHULUANLatar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomi tinggi di dunia Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada iklim tropis, dengan temperatur optimal berkisar antara 24-28 C dan curah hujan tahunan 1500-4000 mm (Kiswanto et al. 2008). Oleh sebab itu, suplai air yang cukup dan temperatur yang tepat adalah faktor yang sangat penting yang menentukan produktivitas tanaman kelapa sawit. Pemanasan global merupakan masalah yang serius di seluruh dunia yang mengakibatkan kondisi lingkungan ekstrim, seperti kekurangan air (cekaman kekeringan). Cekaman kekeringan akibat perubahan iklim global tersebut dapat memberikan potensi kerugian yang besar pada perusahaan kelapa sawit karena produktivitasnya menurun. Oleh karena itu, salah satu strategi perusahaan kelapa sawit adalah mempersiapkan tanaman yang dapat bertahan dalam kondisi tersebut.

Lanjutan..Cekaman air (kekeringan) dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produktivitas kelapa sawit. Toleransi kelapa sawit terhadap cekaman air dapat diamati berdasarkan respons morfologi, fisiologi, dan biokimia. Respons biokimia kelapa sawit terhadap cekaman air diantaranya adalah terjadinya akumulasi metabolit dan aktivitas enzim.

Intensitas pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman ditentukan oleh tingkat cekaman di antaranya jumlah air yang hilang, tingkat kerusakan, dan lama cekaman, jenis spesies dan genotipe, umur dan fase pertumbuhan/perkembangan tanaman saat mengalami cekaman. Dalam penelitian ini akan dilakukan perlakuan cekaman air pada fase bibit yang berumur 10-11 bulan dengan tujuan bisa mengetahui lebih dini karakter toleransinya terhadap cekaman kekeringan.

METODE PENELITIANBahan Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa bibit kelapa sawit yang berumur 10-11 bulan. Bahan tanam terdiri dari tiga jenis progeni, yaitu progeni 1 (P1), progeni 2 (P2), dan progeni 3 (P3) yang merupakan hasil persilangan antara Dura (tetua jantan) x Pisifera (tetua betina). Persiapan bahan tanam dimulai dengan melakukan persilangan antara kedua tetua yang telah direkomendasikan dari penelitian sebelumnya (Purwanti et al. 2009 dan Budinarta et al. 2012). Persilangan (polinasi) dilakukan pada bulan April 2012. Proses persilangan hingga terbentuk kecambah siap tanam membutuhkan waktu 9 bulan. Penanaman kecambah dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga menjadi tanaman (bibit) berumur 4 bulan. Tahapan pekerjaan dalam penanaman kecambah dilakukan menurut Standard Operational Procedure (SOP) PT. SMART Tbk. Bibit kemudian dipindahkan ke rumah plastik, dan dilanjutkan dengan proses aklimatisasi hingga bibit berumur 10-11 bulan. Kadar prolin, aktivitas enzim P5CS dan PDH dianalisis dengan spektrofotometer U-2900 merek Hitachi. Kadar ABA dianalisis dengan kromatografi cair (Ultra High Performance Liquid Chromatography, UPLC) merek Waters, detektor PDA dan kolom Acquity UPLC BEH C18 1.7 m (2.1 x 50 mm).Tempat dan Waktu Penelitian Perlakuan cekaman air dilakukan di dalam rumah plastik di PT SMART Tbk., Sentul, Jawa Barat pada bulan Januari - Februari 2014. Analisis fisiologi dan biokimia dilakuan di Laboratorium Proteomic & Metabolomic, Plant Biotechnology Department, Plant Production Division, PT. SMART Tbk., Sentul, Jawa Barat.

Kadar ABA, prolin, aktivitas enzim P5CS dan PDH lebih tinggi pada bagian daun dibandingkan dengan akar, baik pada perlakuan disiram maupun tidak disiram (Gambar 6). Peningkatan level ABA di daun menginduksi dan mengatur penutupan stomata, sedangkan peningkatan level ABA di akar meningkatkan konduktivitas hidrolik yang meningkatkan pengambilan dan transportasi air (Parent et al. 2009)Kadar prolin umumnya lebih tinggi pada organ reproduktif dibandingkan dengan organ vegetatif. Konsentrasi prolin yang tinggi telah dilaporkan pada organ tanaman seperti biji dan polen yang merupakan organ reproduktif. Pada penelitian ini, tanaman yang digunakan berumur 10-11 bulan dan masih dalam fase vegetatif. Prolin merupakan salah satu senyawa osmotik yang dibiosintesis dan diakumulasi pada berbagai jaringan tanaman yang dicekam kekeringan, terutama pada bagian daun.

HASIL DAN PEMBAHASAN1. Akumulasi metabolit dan aktivitas enzim pada daun dan akar 2.Nilai koefisien variasi (CV%) hasil analisis akar dan daun

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 1) menunjukkan bahwa nilai CV lebih tinggi pada sampel akar dibandingkan dengan daun. Adanya pengotor yang menempel di akar bisa mempengaruhi hasil analisis di laboratorium. Pengaruh tersebut dapat menyebabkan nilai CV semakin tinggi. Konsistensi sampling pada daun bisa dilakukan dengan menggunakan sampel misalnya daun ke-0 s.d. ke-2 dari ujung. Namun kalau pada akar, sampling dilakukan secara acak.

3.Akumulasi metabolit dan aktivitas enzim pada selang waktu pengamatan yang berbeda

Kadar ABA, prolin, aktivitas enzim P5CS, dan PDH pada perlakuan kontrol (disiram) relatif konstan. Tanaman yang tidak disiram memiliki kadar ABA, prolin, dan aktivitas enzim P5CS yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang disiram. Enzim P5CS merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam biosintesis prolin. Meningkatnya aktivitas enzim P5CS diikuti dengan meningkatnya akumulasi prolin. Sebaliknya, aktivitas enzim PDH lebih tinggi pada tanaman yang disiram dibandingkan dengan tanaman yang tidak disiram. Enzim PDH merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam katabolisme prolin. Ketika tanaman tidak disiram maka aktivitas enzim PDH dihambat sehingga akumulasi prolin meningkat. Kadar ABA, prolin, dan aktivitas enzim P5CS cenderung meningkat seiring dengan lamanya waktu cekaman, sedangkan aktivitas enzim PDH cenderung menurun. Meningkatnya aktivitas enzim P5CS di bagian daun kelapa sawit diikuti dengan meningkatnya akumulasi prolin. Pada kondisi normal, kadar prolin di setiap organ tanaman diatur oleh aktivitas enzim P5CS dan PDH. Enzim P5CS merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam biosintesis prolin.4.Perbedaan akumulasi metabolit dan aktvitas enzim pada progeni uji

Kadar ABA, prolin, aktivitas enzim P5CS dan PDH pada P3 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan P1 dan P2, namun tidak signifikan. P1 merupakan progeni standar (progeni kontrol) yang selalu digunakan untuk setiap percobaan yang dilakukan di PT. SMART Tbk. P2 merupakan progeni hasil persilangan antara induk jantan (Pisifera) yang diduga toleran dengan induk betina (Dura) yang diduga peka, sedangkan P3 merupakan progeni hasil persilangan antara kedua induk (Pisifera x Dura) yang diduga toleran berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Purwanti et al. 2009 dan Budinarta et al. 2012). Tanaman yang mempunyai level peningkatan osmotikum yang lebih tinggi diduga lebih toleran dibandingkan dengan tanaman yang level peningkatan osmotikumnya lebih rendah. Jika terjadi penurunan, maka penurunan yang lebih sedikit dianggap yang lebih toleran.KESIMPULAN (i) akumulasi prolin, ABA, dan aktivitas enzim P5CS semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu cekaman, sebaliknya aktivitas enzim PDH semakin menurun(ii) akumulasi prolin, asam absisat (ABA), aktivitas enzim P5CS dan PDH lebih tinggi pada bagian daun dibandingkan akar baik perlakuan disiram maupun tidak disiram (iii) akumulasi metabolit dan aktivitas enzim tertinggi pada progeni 3 dan ketiga progeni tidak berbeda secara signifikan.

TERIMA KASIH