aktivasi reseptor h2

5
Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Selain itu juga berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan flushing. Histamin menstimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan kadar cAMP dan menurunkan kadar cGMP, sedangkan antihistamin H2 memblokade efek tersebut. Pada otot polos bronkus aktivasi reseptor H1 oleh histamin menyebabkan bronkokonstriksi sedangkan aktivasi reseptor H2 oleh agonis reseptor H2 akan menyebabkan relaksasi. Setelah itu telah ditemukan pula reseptor H3, berfungsi menghambat saraf kolinergik dan non kolinergik yang merangsang sauran nafas. Blokade terhadap reseptor ini membatasi terjadinya bronkokonstiksi yang diinduksi oleh histamin. Anthistamin Penghambat Reseptor H2 (AH2) Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung, perangsangan jantung. Beberapa jaringan otot polos pembuluh darah mempunyai kedua reseptor yaitu H1 dan H2. Sejak tahun 1978 di Amerika Serikat telah diteliti peran potensial H2cemitidine untuk penyakit kulit. Pada tahun 1983, ranitidine ditemukan pula sebagai antihistamin H2. Baik simetidine dan ratidine diberikan dalam bentuk oral untuk mengobati penyakit kulit -Struktur Antihistamin H2 secara struktur hampir mirip dengan histamin. Simetidin mengandung komponen imidazole, dan ranitidin mengandung komponen aminomethylfuran moiety.

Upload: phephe-pamungkas

Post on 07-Dec-2014

129 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aktivasi reseptor H2

  Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Selain itu juga berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan flushing. Histamin menstimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan kadar cAMP dan menurunkan kadar cGMP, sedangkan antihistamin H2 memblokade efek tersebut. Pada otot polos bronkus aktivasi reseptor H1 oleh histamin menyebabkan bronkokonstriksi sedangkan aktivasi reseptor H2 oleh agonis reseptor H2 akan menyebabkan relaksasi.        Setelah itu telah ditemukan pula reseptor H3, berfungsi menghambat saraf kolinergik dan non kolinergik yang merangsang sauran nafas. Blokade terhadap reseptor ini membatasi terjadinya bronkokonstiksi yang diinduksi oleh histamin.

Anthistamin Penghambat Reseptor H2 (AH2)Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung, perangsangan jantung. Beberapa jaringan otot polos pembuluh darah mempunyai kedua reseptor yaitu H1 dan H2.Sejak tahun 1978 di Amerika Serikat telah diteliti peran potensial H2cemitidine untuk penyakit kulit. Pada tahun 1983, ranitidine ditemukan pula sebagai antihistamin H2. Baik simetidine dan ratidine diberikan dalam bentuk oral untuk mengobati penyakit kulit

-Struktur Antihistamin H2 secara struktur hampir mirip dengan histamin. Simetidin mengandung komponen imidazole, dan ranitidin mengandung komponen aminomethylfuran moiety.

FarmakodinamikSimetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan lambung dihambat.

Farmakokinetik

Page 2: Aktivasi reseptor H2

Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan. Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam. Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya 15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin. 

Mekanisme aksiWalaupun simetidin dan ranitidin berfungsi sama yaitu menghambat reseptor H2, namun ranitidin lebih poten. Simetidin juga menghambat histamin N-methyl  transferase, suatu enzim yang berperan dalam degrasi histamin. Tidak seperti ranitidin, simetidin menunjukkan aktivitas antiandrogen, suatu efek yang diketahui tidak berhubungan dengan kemampuan menghambat raseptor H2. Simetidin tampak meningkatkan sistem imun dengan menghambat aktivitas sel T supresor. Hal ini disebabkan oleh blokade resptor H2 yang dapat dilihat dari supresor limfosit T. Imunitas humoral dan sel dapat dipengaruhi.

Penggunaan klinisIndikasi : Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Antihistamin H2 sama efektif dengan pengobatan itensif dengan antasid  untuk penyembuhan awal tukak lambung dan duodenum. Antihistamin H2 juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison.Penggunaan antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali digunakan ranitidin atau simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik, sperti urtikaria dan pruritus. Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis tinggi.

Page 3: Aktivasi reseptor H2

Efek sampingInsiden efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan dengan pemhambatan terhadap reseptor H2, beberapa efek samping lain tidak berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain :1. Nyeri kepala2. Pusing3. Malaise4. Mialgia5. Mual6. Diare7. Konstipasi8. Ruam kulit9. Pruritus10. Kehilangan libido11. ImpotenKontraindikasi1. Kehamilan2. Ibu menyusui  Kesimpulan         Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, histamin dibagi menjadi antagonis reseptor H1, reseptor H2, dan reseptor H3. Penghambat reseptor H1 digunakan pada terapi alergi yang diperantai IgE. Obat-obatan tersebut telah tersedia tetapi penggunaan generasi antihistamin pertama (klorfeniramin, bomfeniramin, difenhidramin, klemastin, hidroksizin) terbatas, karena adanya efek samping sedasi primer dan menyebabkan keringnya membran mukosa. Antihistamin generasi

Page 4: Aktivasi reseptor H2

kedua (loratadin, cetirizin) dan ketiga (feksofenadin, desloratadin) bekerja menghambat reseptor histamin H1 disamping efek antiinflamasi.         Pemakaian diklinik hendaknya mempertimbangkan cara kerja obat, farmakokinetik dan farmakodinamik, indikasi dan kontra indikasi, cara pemberian, serta efek samping obat dan interaksi obat lain. Beberapa antihistamin mempunyai efek samping yang serius jika dikonsumsi bersamaan dengan obat lain atau menggunakan antihistamin tanpa alasan yang jelas.

Sumber Refrensi1.Rengganis Iris : Alergi Merupakan Penyakit Sistematik : Cermin Dunia Kedokteran 2004; 142 : 42-452. Sjabana Dripa : Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta, 2005, p.467-487