akhlak bernegara ivc

17
Pemerintah Indonesia Ulil Amri kah? Disusun oleh: Dina Rahmawati R. 1300023131 Anis Soleha 1300023145 Dwi Annisa A. 1300023146 Yeni Fatimah 1300023160 Faiza Chusnuni A. 1300023164 Revamia Putri Anugrah R. 1300023165 Dwi Nurfitriah K. 1300023172

Upload: dwi-annisa-amaliasari

Post on 04-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: akhlak bernegara IVC

Pemerintah Indonesia

Ulil Amri kah?

Disusun oleh:

Dina Rahmawati R. 1300023131

Anis Soleha 1300023145

Dwi Annisa A. 1300023146

Yeni Fatimah 1300023160

Faiza Chusnuni A. 1300023164

Revamia Putri Anugrah R. 1300023165

Dwi Nurfitriah K. 1300023172

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA2013

Page 2: akhlak bernegara IVC

1

Page 3: akhlak bernegara IVC

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di

bawah suatu pemerintahan yang sama, dimana di dalamnya tedapat peraturan-peraturan yang

mengikat baik yang tersurat maupun tersirat. Agar segala sistem pemerintahan di dalam

suatu negara dapat berjalan dengan lancar, maka diperlukan adanya tanggung jawab oleh

setiap unsur pembentuknya yaitu rakyat dan pemerintah yang berdaulat sebagai pihak yang

dipimpin dan pihak yang mempimpin.

Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menuntut manusia

untuk memahami akhlak secara esensial. Dalam arti bahwa manusia memahami akhlak

bukan hanya sebagai sikap atau perilaku saja, melainkan akhlak tersebut diimplentasikan

dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah akhlak dalam bernegara, akhlak ini perlu

untuk disadari oleh kita sebagai rakyat agar menjadi lebih sensitif mengenai persoalan yang

terjadi di negara yang kita tinggali.

Bukan hanya karena kecenderungan masyarakat yang seringkali lebih mengidam-

idamkan negara lain, tetapi juga perilaku-perilaku para pimpinan bangsa yang terkadang

menyebabkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan. Hal-hal merugikan seperti itu sangat

sering dijumpai di negara kita ini, kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan

akhlak terhadap negara sehingga rasa cinta terhadap negara berkurang secara perlahan-lahan.

Ulil amri adalah seorang pemimpin atau pemerintah yang harus ditaati oleh rakyatnya.

Ulil amri yang wajib ditaati adalah ulil amri dari kalangan orang-orang beriman dan

memerintah dengan adil. Ketaatan kepada ulil amri tidak mutlak, namun bersyarat. Yaitu

selama bukan dalam perkara maksiat. Ulil amri yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai

hukum dalam pemerintahannya tidak wajib ditaati secara mutlak, baik ketika hukumnya

bersesuaian dengan hukum syar’i ataupun menyelisihi.

Dalam karya tulis ini, akan dibahas beberapa masalah mengenai ketaatan masyarakat

kepada pemerintah negara sebagai ulil amri dan hal-hal yang terjadi di dalam sistem

pemerintahan negara kita dan keterkaitannya dengan ketentuan Islam sebagai pedoman hidup

mayoritas.

2

Page 4: akhlak bernegara IVC

B. Permasalahan

Pemerintahan negara kita yang sedang berkembang ini kadang terlihat baik-baik saja

jika dipandang dari luar. Namun tak jarang dijumpai pertanyaan-pertanyaan “bagaimanakah

kondisi pemerintahan indonesia dalam konteks ulil amri?” apakah kegiatan yang mereka

lakukan sudah sesuai dengan syariat dan hukum Islam atau belum, lalu “bagaimana

hukumnya jika pemimpin adalah seorang wanita?” melihat sekarang ini banyak wanita yang

terjun ke dunia kepemimpinan. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan dijawab dalam karya

tulis ini.

3

Page 5: akhlak bernegara IVC

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori-teori Ulil Amri

Secara bahasa ulil adalah bentuk jamak dari wali yang berarti pemilik atau yang

mengurus dan menguasai. Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukkan bahwa mereka itu

banyak. Sedangkan kata al-amr adalah perintah atau urusan. Dengan demikian ulil amri

adalah orang-orang yang berwewenang mengurus urusan kaum muslim. Mereka adalah

orang-orang yang diandalkan dalam menangani persoalan-persoalan kemasyarakan.

Ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW setelah beliau meninggal

dunia. Sebagai Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad SAW tidak bisa digantikan, tapi sebagai

kepala negara, pemimpin, ulil amri tugas beliau dapat digantikan.

Dalam Al-Quran sesungguhnya telah dijelaskan mengenai pemimpin umat. Diantaranya

adalah dalam QS. Al-Maidah: 55 dan QS. An-Nisa’: 59. Namun dalam kedua ayat tersebut,

pemimpin umat diungkapkan dengan kata yang berbeda.

Dalam QS. Al-Maidah: 55 misalnya:

Artinya : “Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang

beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk

(kepada Allah).” (QS. Al-Maidah: 55)

Dalam ayat diatas pemimpin umat diistilahkan dengan waliy. Sedangkan, dalam QS. An-

4

Page 6: akhlak bernegara IVC

Nisa’: 59 disebut dengan ulil amri

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,

maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu

benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)

Ibnul Jauzi menyatakan: “Mengenai ulil amri terdapat empat pendapat.

Pendapat pertama, ulil amri adalah para pemimpin (umara’). Pendapat tersebut

diungkapkan oleh Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas -dalam sebuah riwayat-, Zaid bin Aslam,

as-Sudi dan Muqatil. Yang kedua, mereka adalah para ulama. Pendapat ini diriwayatkan

oleh Abu Thalhah dari Ibnu ‘Abbas. Ini juga merupakan pendapat Jabir bin Abdullah,

al-Hasan, Abu ‘Aliyah, ‘Atha’, an-Nakha’i, adl-Dlahak, Khushaif juga meriwayatkannya dari

Mujahid. Yang ketiga, mereka adalah para shahabat Nabi radliyallahu ‘anhum. Ibnu Abi

Najih meriwayatkannya dari Mujahid. Abu Bakar bin Abdullah al-Muzani juga berpendapat

demikian. Keempat, mereka adalah Abu Bakar, Umar. Ini merupakan pendapat ‘Ikrimah.”

(Ibnul Jauzi, Zadul Masir fii ‘Ilmit Tafsir Dar Ibni Hazm: 2002,295)

Tafsir at-Thabari, sebuah kitab tafsir klasik yang ditulis oleh ulama besar

Abu Jafar Muhammad bin Jarir at-Thabari dan banyak dirujuk oleh para mufassir berikutnya,

menyebutkan bahwa para ahli ta'wil berbeda pandangan mengenai arti ulil amri. Satu ulama

menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah umara. Berkata sebagian ulama

lain, masih dalam kitab tafsir yang sama, bahwa ulil amri itu adalah ahlul ilmi wal fiqh

(mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain

berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah-lah yang dimaksud dengan ulil amri.

Sebagian lainnya berpendapat ulil amri itu adalah Abu Bakar dan Umar. (Tafsir at-Thabari,

juz 5 : 147-149)

Orang-orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus

memenuhi empat kriteria sebagaimana yang disebutkan dalam pendapat-pendapat di atas.

1. Beriman kepada Allah SWT.

Karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW, sedangkan Rasulullah

sendiri adalah pelaksana kepemimpinan Allah SWT, maka tentu saja yang pertama sekali

harus dimiliki oleh ulil amri adalah keimanan. Tanpa keimanan kepada Allah dan Rasul-

5

Page 7: akhlak bernegara IVC

Nya bagaimana seorang pemimpin dapat diharapka untuk mengarahkan umat ke jalan

yang benar.

2. Mendirikan Shalat

Shalat adalah ibadah vertikal langsung kepada Allah SWT. Seorang pemimpin yang

mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertikal yang baik dengan sang

Pencipta, sehingga nilai-nilai kemuliaan dan kebaikan yang terdapat di dalam shalat

dapat tercermin dalam kepemimpinannya.

3. Membayarkan Zakat

Zakat adalah ibadah mahdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedualian sosial.

Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu berusaha mensucikan hati dan

hartanya. Dia tidak akan mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal. Dan

lebih daripada itu dia memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap kaum yang

kekurangan dan menjadi pembela bagi mereka-mereka yang lemah.

4. Selalu Tunduk Patuh Kepada Allah SWT

Pemimpin haruslah orang-orang yang selalu ruku’. Ruku’ adalah simbol kepatuham

secara mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya yang secara konkret dimanifestasikan dengan

menjadi seorang muslim yang kafah, baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq maupun

muamalat. Aqidahnya benar, ibadahnya tertib dan sesuai tuntutan Nabi, Akhlaqnya

terpuji dan mu’amalatnya tidak bertentangan dengan syariat Islam.

B. Analisis Teori

a. Pemerintah dan Ulil Amri

Berdasarkan kriteria pemimpin yang bisa menggantikan kepemimpian Rasulullah

SAW yang telah disebutkan di atas, maka dengan demikian seharusnya pemimpin di

Indonesia pun bisa mencontoh kepemimpinan pada zaman Nabi SAW dahulu. Akan

tetapi jika sekarang kita melihat sistem kepemimpinan di Indonesia sangat jauh berbeda

dengan yang ada pada zaman Nabi SAW. Pemimpin-pemimpin di Indonesia saat ini

masih banyak yang belum benar-benar memenuhi kriteria ulil amri menurut Islam.

Banyak di antara mereka yang melakukan hal-hal yang merugikan negara dan rakyat.

Meskipun tidak semua pemimpin-pemimpin yang ada di Indonesia tidak bertakwa

kepada Allah SWT. Keimanan kepada Allah SWT sangat dibutuhkan dalam jiwa

pemimpin suatu negara utamanya negara kita, Indonesia.

Sebagai seorang pemimpin, hendaknya memiliki mental dan kepribadian yang

baik, sehat rohani dan jasmani. Menurut survei berbagai penelitian dan ahli kriteria

seorang pemimpin ideal yang utama adalah jujur, kemudian disiplin, adil dan sifat-sifat

6

Page 8: akhlak bernegara IVC

terpuji lainnya. Memiliki intelektual yang tinggi saja tidak cukup bagi seorang untuk

dapat dikategorikan sebagai ulil amri. Mereka juga harus mempunyai emosional dan

spiritual yang baik. Dengan memiliki sifat-sifat terpuji di atas, seorang pemimpin akan

dapat menjalankan tugasnya untuk memimpin bangsa dan negara dengan baik, sehingga

menimbulkan respon yang baik dari masyarakat. Dengan hal itu akan menimbulkan

ketaatan warga.

Tidak hanya memberikan janji-janji tetapi harus ada realisasi yang memiliki arti,

karena telah diberi kepercayaan untuk dapat mengarahkan umat sehingga mendapat

kesejahteraan, baik di dunia maupun di akhirat.

Jika kita kaji, aturan hukum yang dibuat oleh pemimpin Indonesia belum benar-

benar berdasarkan Islam, karena masih menggunakan Pancasila dan UUD 1945 yang

bersifat sekuler. Hukum yang berlaku bukan hukum Islam, undang-undang yang berlaku

merupakan undang-undang kolonial. Contohnya saja, tindakan pembunuhan, menurut

Islam, si pembunuh dibalas bunuh, namun karena pemimpin masih setuju menerapkan

undang-undang kolonial, jadi balasan bagi pembunuh bukan dibunuh, melainkan ada

aturan tersendiri menurut undang-undang.

Ketaatan pada pemimpin bisa dengan mematuhi peraturan pemerintahan,selagi

peraturan yang dibuat pemimpin tidak menyimpang dari aturan Islam, karena kita

sebagai masyarakat Islam yang mayoritas. Beberapa sikap warga dalam mentaati

kepemimpinan yaitu:

Satu, dalam berpolitik menegakkan kejujuran. Tidak boleh apatis dalam kehidupan

berpolitik.

Dua, mendahulukan kepentingan khalayak ramai sebagai wujud ibadah kepada

Allah SWT dan kepada sesama manusia. Jangan mengorbankan kepentingan yang lebih

luas dan utama demi kepentingan pribadi atau kelompok

Tiga, menggalang silaturahim dan ukuwah antar politisi dan kekuatan politik

secara cedas dan dewasa.

b. Wanita sebagai pemimpin

Setelah adanya emansipasi wanita, kini perempuan di Indonesia memiliki

kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya, mengenyam pendidikan dan ikut serta

dalam suatu keorganisasian. Saat ini tidak sedikit wanita yang ikut terjun ke dalam dunia

politik dan menjabat sebagai menteri, pemimpin legislatif, wali kota dan bahkan sudah

ada yang menjadi seorang presiden. Hingga saat ini kepemimpinan perempuan masih

7

Page 9: akhlak bernegara IVC

menjadi kontroversi dalam tinjauan syariah Islam kareana ada perbedaan pendapat dari

para ulama.

Di dalam QS at-Taubah ayat 71 Allah berfirman yang artinya: “Dan orang-orang

yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi

sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang

mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan

Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha

Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS at-Taubah [9]: 71)

Pada ayat yang mulia tersebut Allah memberikan amanah kepada semua komunitas

dari kalangan mukmin dan mukminah yang memberikan penerangan. Allah juga

memberikan keduanya bertanggung jawab atasnya, baik dari kalangan laki-laki maupun

dari kalangan wanita.

Pertanggung jawaban menjadi menyeluruh bagi setiap jiwa, baik laki-laki maupun

perempuan kepada seluruh elemen komunitas politik, perekonomian, perkantoran,

pemikiran, dan perkumpulan.Bagi wanita-wanita yang di maksud di sini kewajibannya

terhadap parlemen-parlemen perwakilan dan organisasi-organisasi publik dengan syarat

berada pada kebudayaan dan pembentukannya secara ilmiah di atas tingkat yang baik

pemahamannya dalam perkara-perkara tersebut. Dia mengiringi dan mengikuti

perkembangan kejadian baru dengan berdaya upaya untuk mengkritik (memerintahkan

pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran).

Menguatkan pemahaman ini untuk ayat Qur’aniyyah, Rasulullah saw. Bersabda:

Barang siapa yang tidak memperhatikan permasalahan kaum muslimin maka dia bukan

termasuk dari kalangan mereka. (HR. Baihaqi dalam kitab Syi’bul Iman).

Inilah suatu hal yang dibenarkan juga bahwa wanita mengurusi wilayah-wilayah

khusus, seperti kantor-kantor sekolah, rumah sakit-rumah sakit, yayasan yayasan sosial,

bahkan perekonomian.

Riwayat dari Umar bin Al-Khaththab yang diriwayatkan oleh Ibnu Hazm

bahwasanya dia mewakilkan kepada Asy-Syifa’ [wanita dari kalangan kaumnya] sebagai

pengawas dan pengontrol pasar Madinah. (Mohamed Osman, 2013: 297)

8

Page 10: akhlak bernegara IVC

Jabatan sebagai pengawas dan pengontrol pasar pada masa itu mungkin disaat ini

dapat disetarakan dengan menteri perdagangan. Patut dicatat bahwa tugas seorang

menteri tidak seberat dan sebesar tanggung jawab tugas seorang kepala Negara. Di sisi

lain, menteri tetap bertanggung jawab kepada pemimpinnya, yaitu presiden. Itulah

contoh dan bentuk emansipasi wanita di dalam Islam.

Hadits yang menyatakan larangan mengurus suatu wilayah yang berkaitan dengan

wilayah besar, yaitu urusan kekhilafahan, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak aka ada

keberuntungan suatu kaum yang menyerahkan urusan kepada kaum wanita.” (HR

Bukhari, Turmudzi, Nasa’I, dan Ahmad). Hal ini khusus dengan wilayah secara umum,

maksudnya kepemimpinan Negara, bukan wilayah-wilayah khusus. Sebab, Rasulullah

saw. telah menyatakan sabda ini ketika mendengar orang Persia mengangkat Putri Kisra

sebagai raja. Adapun dalam suatu situasi riwayat dari Hakim dan Ibnu Hibban, beliau

mengatakannya ketika sampai berita kepadanya bahwa Raja Dzu Yazan meninggal

dunia, lalu mereka menyerahkan urusan kepada wanita(istri). Hal ini menunjukkan

bahwa larangan darinya hanya pada kekhilafahan yang besar. (Mohamed Osman, 2013:

298).

9

Page 11: akhlak bernegara IVC

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Negara adalah suatu wadah tempat masyarakat berlindung dan mengabdikan diri untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Agar sistem suatu negara dapat berjalan sebagaimana

mestinya maka diperlukan pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk mengelolanya. Selain

membutuhkan pemerintah, suatu negara juga membutuhkan rakyat sebagai pengawas tingkah

para pemimpin dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu penduduk dalam suatu negara perlu

untuk mempelajari akhlak dalam bernegara terutama mengenai ketaatan kepada ulil amri atau

pemimpin.

Seperti yang telah dipaparkan dalam kajian ini, bahwa ada 4 syarat minimal sehingga

seseorang atau sekelompok orang dapat disebut sebagain ulil amri. Dengan melihat batasan

tersebut, kita dapat menilai apakah pimpinan negara kita dapat dikategorikan sebagai ulil

amri atau tidak.

Pemerintahan di negara Indonesia masih memiliki banyak kekurangan dalam

menjalankan tugasnya menuntun masyarakat menjadi pribadi yang taqwa kepada pemiliki

semesta alam. Salah satunya dapat dilihat dari banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh

mereka seperti tidur ketika rapat dan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain

itu, tidak ada satupun di antara kita sebagai rakyat yang mengetahui keseharian mereka.

Apakah mereka rajin beribadah, apakah pekerjaan mereka sesuai syariat atau amlah

bertentangan dan hal-hal yang lain. Sehingga menurut kami, pemerintah indonesia belum bisa

disebut sebagai ulil amri yang baik. Namun, kita sebagai rakyat harus tetap menaati peraturan

yang dibuat selama hal itu tidak melanggar hak dan kewajiban muslim sebagai bentuk

pengabdian kita kepada negara.

Untuk permasalahan wanita sebagai seorang pemimpin, menurut penulis boleh-boleh

saja karena dalam 4 syarat tersebut di atas, tidak disebutkan bahwa seorang pemimpin harus

seorang laki-laki. Tetapi mungkin harus ada batasan bidang-bidang yang dikerjakan.

Terutama dalam proses menyejahterakan wanita di dalam negara tersebut.

10

Page 12: akhlak bernegara IVC

DAFTAR PUSTAKA

Yunahar Ilyas.1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI UMY.

Osman, Mohamed. 2013. Fiqh Wanita dari Klasik sampai Modern. Solo: PT tiga Serangkai

Pustaka Mandiri

Tafsir at-Thabari.

http://sulsel.muhammadiyah.or.id/berita-2823-detail-fiqh-ulil-amri--perspektif-

muhammadiyah.html

Ibnul Jauzi, Zadul Masir fii ‘Ilmit Tafsir Dar Ibni Hazm: 2002

11