akhlak belajar dan karakter guru (studi...

116
AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI PEMIKIRAN SYEKH AZ-ZARNUJI DALAM KITAB TA’LIM MUTA’ALLIM) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) Oleh MUZTABA NIM: 109011000096 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M

Upload: vodat

Post on 06-Mar-2019

274 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI

PEMIKIRAN SYEKH AZ-ZARNUJI DALAM KITAB

TA’LIM MUTA’ALLIM)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh

MUZTABA

NIM: 109011000096

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M

Page 2: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 3: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 4: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 5: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

iii

ABSTRAK

Muztaba, NIM 109011000096 “Akhlak Belajar dan Karakter Guru (Studi

Pemikiran Syekh Az-Zarnuji Dalam Kitab Ta’lim Al-Muta’allim”. Skripsi

Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini membahas tentang akhlak belajar dan karakter guru atas pemikiran

Syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya yaitu Ta’lim Muta’allim. Pembahasan skripsi

ini bertujuan untuk menyingkap ahlak belajar bagi pelajar dan karakter guru

dalam pandangan Az-Zarnûjî yang terdapat dalam karyanya Ta’lîm al-Muta’allim.

Untuk memperoleh ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu lainnya, sudah

barang tentu kita harus memperhatikan adab (tata krama) yang seharusnya kita

ikuti agar ilmu yang kita pelajari tersebut dapat bermanfaat bagi diri kita dan

orang lain. Akhlak mulia merupakan barometer terhadap kebahagiaan, keamanan,

ketertiban dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa ahklak

merupakan tiang berdirinya umat, sebagaimana shalat sebagai tiang agama Islam.

Dengan kata lain apabila rusak akhlak suatu umat maka rusaklah bangsanya Dan

salah satu unsur terpenting dalam proses pendidikan adalah guru. Eksistensi guru

memiliki peran yang amat penting dalam pendidikan.

Skripsi ini mencoba mennjawab persoalan tentang karakter guru agama Islam

yang telah digagaskan oleh Az-Zarnûjî. Metode yang dipakai dalam penelitian ini

adalah deskriptif analisis dengan memakai teknik content analisis yaitu teknik

analisis dari berbagai sumber informasi yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian.

Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh para pelajar

Islam adalah: pertama, niat saat belajar, kedua,memilih guru ketiga, menghormati

guru, keempat,keseriusan ketekunan dan cita-cita luhur, kelima metode belajar,

keenam tawakal dan ketujuh wara .

Sedangkan karakter atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh guru agama Islam

adalah: pertama, al-a’lam atau lebih alim (profesional), kedua, al-awra’ atau

lebih wara’ (yang dapat menjauhi diri dari perbuatan tercela) ketiga, al-asanna

atau lebih tua (lebih tua umur dan ilmunya), keempat, berwibawa, kelima, al-hilm

(santun) dan keenam, penyabar.

Page 6: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

iv

Abstract

Muztaba, NIM 109011000096 “ Behavior of learning and teacher’s

character (a study of Syekh Az-Zanruji’s idea in the book Ta’lim-

muta’lim)”, it is a skripsi – the major of Department of Islam Religion at Faculty

of Tarbiyah and teacher’s training of State Islamic University Syarif HIdayatulah

Jakarta.

This skripsi researches about behavior of learning and teacher’s character

which is Syekh Az-Zarnuji’s idea in the his book namely Ta’lim-Muta’lim. The

study of this skripsi aims to tell behavior of learning for students, and teachers in

Az-Zarnuji’s opinion being in his creation, Ta’lim-Muta’lim.

To get knowledge, both religion knowledge and others, of course we have to

pay attention which we had better to follow, so that knowledge studied can be

useful for ourselves and others. Good attitude is barometer to happiness, security,

and correctness in our life, it can be called that behavior is pillar of the members

of a religious community the same as Shalat as post of Islam religion, in otherwise

it is if behavior of members of a religious community was broken, would it’s the

nation be broken, and the one of element most important in education process is a

teacher. Teacher’s existence has vitally role in the education.

The skripsi tries to answer problems about teacher’s character of Islam

religion which was identified by Az-Zarnuji. The method used in this research is

analyses descriptive, content analyses, that analyses technic from various source

information which are related to problem of reseach.

Behavior or attitude learning which have to be have by all Islam’s students

are: the first, moment intention study, second choosing the teacher, third

respecting the teacher, fourth seriously, diligence, and good ambition, fifth start of

size measurement and discipline learning, sixth tawakal and wara’.

It is while character or attitude that have to be have by teacher’s Islam

religion are: firt al’a’lam, smartest, (professional), second al-awra’ –-most

wara’—which can avoid self from bad behavior, third al-asanna, older, both

knowledge and old, fourth authoritative, fifth al-hilm (good manners), sixth be

patient.

Page 7: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur tiada terhingga penulis sampaikan kehadirat Ilahi Rabbi Allah

SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, dan seluruh pengikutnya

yang telah mengenalkan Islam kepada seluruh umat manusia.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak

sedikit mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan baik yang berasal dari

penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan

pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. Selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Nurlena Rifa’i, Ph.d, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Majid Khon, M.Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Marhamah Saleh ,Lc, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Zaimuddin, M.A. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

bersedia dengan tulus memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada

peneliti selama menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

vi

6. Semua Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah dengan sabar dan tekun, rela mentransfer ilmunya kepada penulis

selama penulis menempuh studi di UIN Jakarta ini.

8. Untuk kedua orang tua tercinta H. Naseri dan Hj. Hayati, yang tiada henti-

hentinya mengucurkan semua pengorbanan baik materi, semangat, dan

yang terpenting do’a. Semoga beliau selalu diberkahkan hidupnya.

9. Ucapan terima kasih kepada H. Zainal Arifin S.Ag. H. Syamullah M.Pd.

Muhammad Ali S.pd.I. H. Rahman Hakim. Robiatul Adawiyah S.Pd.I.

Syarifah Mudaimah SS. Siti Wahdah. Selaku kakak-kakak dan adik-adik

ku yang telah membantu secara materil. Syahril Aziz S.Pd.I. Triana

Wiranti, Agil Syahrial, Ahmad Fauzi S.pd.I. teman-teman yang tiada

henti memberikan semangat, dan selalu mendo’akan penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi di UIN Jakarta.

10. Untuk teman-teman PAI C 2009 tercinta, yang selalu mengobarkan api

semangat dalam keputusasaan penulis dan telah memberikan bantuan baik

langsung maupun tidak langsung dengan penuh toleransi ikut serta

memberikan sumbangan yang amat berharga dalam penyelesaian skripsi

ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Bagi mereka semua, tiada untaian kata dan ungkapan hati selain ucapan terima

kasih penulis, semoga Allah SWT membalas semua amal baik mereka, dan

akhirnya peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti

dan umumnya kepada pembaca.

Jakarta, 27 Maret 2014

Penulis

Page 9: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ……………………………………………… i

SURAT PERNYATAAN ILMIAH …………………………………………………. ii

ABSTRAK …………………………………………………………………………... iii

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..v

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..…. .vii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………… . ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................. 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Akhlak Belajar ...................................................................................... 9

1. Akhlak ................................................................................................ 9

2. Belajar ............................................................................................... 13

B. Karakter Guru yang Diharapkan dalam Islam .................................. 17

C. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian ............................................. 22

B. Metodologi Penelitian ............................................................................. 22

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengelohan data...................................... 22

D. Pengecekan Keabsahan Data ................................................................. 23

E. Analisa Data ............................................................................................. 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ......................................................................................... 26

1. Riwayat Hidup Az-Zarnuji ................................................................ 26

Page 10: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

viii

2. Pendidikan Az-Zarnuji ...................................................................... 28

3. Karya-karya Az-Zarnuji ................................................................... 30

A. Latar Belakang Penyusunan Kitab Ta’limul Muta’allim .......... 31

B. Sistematika Penulisan Kitab ..................................................... 33

C. Urutan-Urutan Penjelasan ......................................................... 36

D. Komentar Para Ahli Tentang Kitab Ta’limul Muta’allim ........ 37

B. Pembahasan ............................................................................................. 39

1. Akhlak Belajar ......................................................................................... 39

a. Niat saat belajar .................................................................................. 41

b. Memilih Ilmu, Guru dan Teman ........................................................ 43

c. Menghormati Ilmu dan Ahli Ilmu ...................................................... 47

d. Keseriusan, Ketekunan dan Cita-Cita Luhur .................................... 52

e. Metode Belajar ................................................................................... 54

f. Tawakal .............................................................................................. 58

g. Wara ................................................................................................... 60

2. Karakter Guru ......................................................................................... 62

a. al-A’lam (lebih alim) .......................................................................... 64

b. al-Awra’ (Menjaga diri) ..................................................................... 68

c. al-Asanna (Kebapakan)...................................................................... 70

d. Berwibawa ......................................................................................... 72

e. al-Hilm (Santun) ................................................................................ 75

f. Penyabar ............................................................................................. 82

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................................. 89

B. Implikasi ................................................................................................. 89

C. Saran ....................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 91

Page 11: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 2. Surat Pernyataan Jurusan

Lampiran 3. Surat Uji Referensi

Page 12: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim dan muslimat.

Demikianlah sabda Rasulullah Saw. Mengenai pentingnya belajar, belajar tidak

bisa dilakukan dengan asal-asalan. Karena jika itu dilakukan, pencarian ilmu

menjadi aktivitas yang sia-sia karena tidak menghasilkan apa-apa. Kalau pun

mampu menguasai ilmu, ilmu tersebut tidak akan memberinya kemanfaatan. Ilmu

hanya sekedar wacana, ilmu menjadi fashion yang diperbincangkan dari mulut ke

mulut, ilmu tidak menjadi berguna sama sekali. Tidak untuk perkembangan

peradaban, tidak untuk kesejahteraan manusia, apalagi mengubah dunia. Ilmu

tidak mampu menolong pemiliknya untuk semakin mendekat kepada tuhan. Justru

sebaliknya, ilmu demikian bisa menjadi petaka.1

Untuk memperoleh ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu lainnya, sudah

barang tentu kita harus memperhatikan adab (tata krama) yang seharusnya kita

ikuti agar ilmu yang kita pelajari tersebut dapat bermanfaat bagi diri kita dan

orang lain. Dan usaha yang intens harus dilakukan agar kita dapat menjadikan

adab tersebut sebagai pakaian yang melekat dalam diri kita, keluarga kita saudara

kita dan di manapun kita berada. Akhlak harus diapresiasikan dalam bentuk riil,

baik itu di sarana pendidikan formal maupun informal.

Akhlak mulia merupakan barometer terhadap kebahagiaan, keamanan,

ketertiban dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa ahklak

merupakan tiang berdirinya umat, sebagaimana shalat sebagai tiang agama Islam.

Dengan kata lain apabila rusak akhlak suatu umat maka rusaklah bangsanya.

Penyair besar Syauqi pernah menulis:

1 Ahmad Mujib El-Shirazy dan Fahmi arief Al-Muniry, Landasan Etika Belajar Santri,

(Ciputat: Sukses Bersama, 2007), Cet. II h. 62. 2Umar Bin Ahmad Baraja, Akhlak lil Banin, (Surabaya: Ahmad Nabhan, tt), Juz II, h. 2.

Page 13: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

2

“Sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaknya selagi

mereka berakhlak/berbudi perangai utama, jika pada mereka telah hilang

akhlaknya, maka jatuhlah umat (bangsa) ini.”

Untuk mencapai akhlak yang baik, manusia bisa mencapainya melalui dua

cara. M. Yatimin Abdullah menjabarkannya sebagai berikut.

Pertama, melalui karunia Tuhan yang menciptakan manusia dengan fitrahnya

yang sempurna, akhlak yang baik, serta nafsu syahwat yang tunduk kepada

akal dan agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan

tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok

ini adalah para nabi dan rasul Allah. Kedua, melalui cara berjuang secara

bersungguh-sungguh (mujahadah) dan latihan (riyadhah), yakni

membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan

oleh manusia biasa, yaitu dengan belajar dan terus-menerus berlatih.3

Sejak manusia dilahirkan ke alam dunia, tak pernah luput dari dirinya hak dan

kewajiban yang selalu menyertainya dalam mengarungi kehidupan di dunia. Salah

satu hak dan sekaligus kewajiban yang manusia kerjakan adalah menuntut ilmu

(belajar). Belajar merupakan hak yang patut dimiliki oleh manusia, karena dengan

belajar manusia akan mendapatkan ilmu, dimana ilmu merupakan salah satu

bentuk nikmat yang dianugerahkan Allah swt kepada manusia. Adapun belajar

dikatakan suatu kewajiban bagi setiap manusia, karena tanpa belajar manusia

tidak akan pernah dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban lain yang harus dia

tunaikan di muka bumi ini. Bahkan bagi seorang muslim kewajiban belajar ini

sangat ditekankan sekali, karena ada Hadist yang menerangkan bahwa

“Menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar, menceritakan kepada kami

Hafsu bin Sulaiman, menceritakan kepada kami katsir bin Syindhir dari

Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik dia berkata: Rasulullah Saw. Telah

3M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur'an, (Jakarta: Amzah, 2007),

h. 21.

Page 14: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

3

bersabda: Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan orang yang

meletakkan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya (orang yang enggan untuk

menerimanya dan orang yang menertawakan ilmu agama) seperti orang yang

mengalungi beberapa babi dengan beberapa permata, dan emas. (HR. Ibnu

Majah). 4

Hadis itu wajib diamalkan oleh seluruh kaum muslimin, karena merupakan

suatu tuntutan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Yang patut kita turuti sebagai

suatu bentuk ketaatan kita terhadap rasul setelah ketaatan yang dilakukan kita

kepada Allah.

Islam sebagai agama samawi yang terakhir, dikenal sebagai agama yang

paling universal di antara agama-agama samawi lain yang ada sebelum Islam.

Keuniversalan Islam dikarenakan ajarannya yang bersifat universal terhadap

semua sendi-sendi kehidupan. Sehingga akhlak dalam menuntut ilmu (belajar)

pun ikut tercakup dalam ajaran Islam.

Sejak manusia mengenal peradaban, belajar adalah proses mengenai

peradaban itu sendiri. Dengan demikian, belajar menjadi sebuah aktivitas yang

harus dijalani oleh manusia yang menginginkan nilai peradaban dinamis, baik

untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungannya.

Dalam kaitannya dengan perkembangan manusia, belajar adalah merupakan

faktor penentu proses perkembangan; manusia memperoleh hasil perkembangan

berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, nilai, reaksi, keyakinan dan lain-lain

tingkah laku yang dimiliki menusia adalah diperoleh melalui belajar.5 Pendidikan

Islam sangat peduli terhadap hak dan kewajiban para murid (anak didik)

sebagaimana ia juga sangat peduli terhadap hak dan kewajiban para guru termasuk

di dalamnya etika-etika yang harus menjadi pedoman bagi para murid.6

Berangkat dari kesadaran ini, upaya menciptakan belajar yang mempercepat

dan menjamin kesuksesan belajar menjadi sebuah pemikiran tersendiri di

4Imam Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, (Riyadh:

Darussalam, 609-673), h.34. 5Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 2007), Cet. III, h.

54. 6Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, penerjemah:

Syamsuddin Asyrafi, dkk., (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), Cet. I, h. 72.

Page 15: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

4

kalangan para ilmuan. Sebut saja misalnya Socrates dengan konsep dialektikanya.

Begitu pula dengan tokoh-tokoh lainnya.

Dalam sejarah Islam terdapat seorang yang mempunyai kepedulian yang

tinggi terhadap proses belajar, syaikh Az-Zarnuji, demikian namanya,

menuangkan rangkaian pengalaman dan renungannya tentang bagaimana

seseorang mestinya sukses belajar dalam sebuah kitab. Kitab tersebut diberi nama

kitab Ta’lim Muta’allim. Apa yang beliau tuliskan kemudian menjadi referensi

dasar dari para santri (sebutan pelajar bagi siswa di lingkungan pondok pesantren)

hingga saat ini. Terutama di pondok pesantren salaf.

Salah satu unsur penting dari proses kependidikan adalah guru. Oleh karena

itu guru mempunyai tanggung jawab mengantarkan peserta didik untuk mencapai

tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan

tersebut, guru harus memenuhi kebutuhan peserta didik, baik spiritual, intelektual,

moral maupun kebutuhan fisik peserta didik.7

Keberhasilan pendidikan tergantung pada banyak faktor, namun yang

terpenting di antara faktor-faktor tersebut adalah sumber daya pontensial guru.

Pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi

personal-religius, sosial-religius, dan profesional religius. Kata religius selalu

dikaitkan dengan tiap-tiap kompetensi, karena menunjukan adanya komitmen

pendidik dengan ajaran Islam sebagai kriteria utama, sehingga segala masalah

pendidikan dihadapi, dipertimbangkan, dan dipecahkan, serta ditempatkan dalam

persfektif Islam.8

Guru agama Islam sebagai salah satu komponen proses belajar mengajar

memiliki multi peran, tidak terbatas hanya sebagai “pengajar” yang melakukan

transfer of knowledge tetapi juga bertanggung jawab atas pengelolaan (manager

of learning), pengarah (director of learning), fasilitator, dan perencanaan (the

planner of future society).9 Sebagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara: “Tut Wuri

7 Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,

2005), h. 41. 8 Abdul Mudjib dan Jusuf Mudzakir, ilmu pendidikan islam, (Jakarta: kencana, 2006), h.

95. 9 Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 88.

Page 16: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

5

Handayani, Ing Garso Sung Tolodo, Ing madyo mangun karso". Tidak cukup

dengan menguasai materi pelajaran akan tetapi mengayomi murid, menjadi contoh

atau teladan bagi murid serta selalu mendorong murid untuk lebih baik dan

maju.10

Bagi seorang guru agama, diperlukan syarat lain, di samping syarat-syarat

yang biasanya diperlukan bagi seorang guru, yang bukan pengajar agama. Guru

agama hendaknya mengetahui sekedarnya ciri perkembangan jiwa agama pada

anak dalam tiap tahap umur, serta mengetahui pula latar belakang dan pengaruh

pendidikan, serta lingkungan, dimana si anak lahir dan dibesarkan. Dan guru

agama hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama bukanlah sekedar

mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan anak dalam

melaksanakan ibadah. Akan tetapi pendidikan agama jauh lebih luas dari pada itu,

ia pertama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak sesuai dengan

pengajaran agama. Pembinaan sikap, mental, dan akhlak jauh lebih penting dari

pada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum agama, yang tidak diresapkan dan

dihayatinya dalam hidup. Oleh sebab itu pendidikan agama hendaknya diberikan

oleh guru yang benar-benar tercermin agama dalam hidupnya, atau dengan singkat

bahwa pendidikan agama sukses, apabila ajaran agama itu hidup dan tercermin

dalam pribadi guru agama itu.11

Bagaimanakah sosok guru yang diharapkan yang bisa diterima oleh setiap

pihak, baik dari sudut pandang siswa, pemerintah orang tua maupun masyarakat?

Dari sudut pandang siswa, guru idaman adalah guru yang memiliki

penampilan sedemikian rupa sebagai sumber motivasi belajar yang

menyenangkan. Pada umumnya siswa mengidamkan gurunya memiliki sifat-

sifat yang ideal sebagai sumber keteladanan, bersikap ramah dan penuh kasih

sayang, penyabar, menguasai materi ajar, mampu mengajar dengan suasana

menyenangkan. Dari sudut pandang orang tua murid, guru yang diharapkan

adalah guru yang dapat menjadi mitra pendidik bagi anak-anak yang

dititipkan untuk dididik. Dari sudut pandang pemerintah, menginginkan agar

guru itu mampu berperan secara profesional sebagai unsur penunjang dalam

kebijakan. Dari sudut pandang masyarakat luas, pada hakikatnya guru adalah

10

Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan Di Indonesia, ( Jakarta: Gaung Persada

Press, 2007), h. 23. 11

Zakiyah Daradzat, Ilmu Jiwa agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 106.

Page 17: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

6

wakil masyarakat di lembaga pendidikan, dan wakil lembaga pendidikan di

masyarakat”.12

Banyak para filosof muslim memberikan perhatian yang sangat besar lewat

berbagai tulisanya terhadap eksistensi guru, termasuk di dalamnya mengenai hak

dan kewajibannya. Mereka banyak menulis tentang beberapa sifat yang harus

dimiliki olehnya. Di antaranya adalah Burhanuddin Az-Zarnûjî yang hidup sekitar

akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13 M pada masa Bani Abbasiyah.

Az-Zarnûjî adalah sosok pemikir pendidikan Islam yang banyak menyoroti

tentang etika dan dimensi spiritual dalam pendidikan Islam. Dalam karyanya Az-

Zarnûjî lebih mengedepankan pendidikan tentang etika dalam proses pendidikan.

Beliau mengisyaratkan pendidikan yang penekanannya pada mengolah hati

sebagai asas sentral bagi pendidikan.

Az-Zarnûjî dalam muqaddimah kitabnya “Ta’lîm al-Muta’allim” menjelaskan

latar belakang penyusunan kitabnya. Yaitu diawali karena banyaknya para pencari

ilmu yang tidak mendapat ilmu atau dia mendapat ilmu tapi tidak mendapat

kemanfaatan dari ilmu tersebut. Itu disebabkan karena kurangnya akhlak atau

etika dalam mencari ilmu. Kemerosotan moral para pencari ilmu dan pendidik

yang dirasakan Az-Zarnuji pada saat itu, kini masih kita rasakan bahkan jauh

lebih mengkhawtirkan.

Kemerosotan moral banyak terjadi di dunia pendidikan bangsa ini. seperti

beberapa kasus oknum pendidik dan pelajar yang melakukan perilaku tidak

bermoral. Seperti kasus siswi SMK di Bandung yang menjadi korban pelecehan

kepala sekolah,13

kasus oknum guru SMA di Sanden yang melakukan tindak

asusila terhadap seorang siswa SMP di Bambangliporo,14

kasus mantan kepala

12

Mohamad Surya, Bunga Rampai Guru Dan Pendidikan, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004),

h. 21. 13

Oris Riswan, “Kisah Siswi SMK Korban Pelecehan Seksual Kepala Sekolah,” Artikel

diakses pada Senin, 03 Juni 2013 12:50 wib dari Okezone.com. 14

M. Nur Huda, “Guru Pelaku Asusila di Bantul Ditolak mengajar oleh Muridnya,”

Artikel diakses pada Jumat, 22 November 2013 11:57 wib. Dari Tribun News.com.

Page 18: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

7

sekolah SMKN 4 Bandung divonis 3 tahun penjara setelah mencabuli 5 siswinya15

dan kasus 7 siswa SD di Tulungagung yang mencabuli temanya di kelas.16

Dari beberapa kasus tidak bermoral oknum pendidik dan pelajar tersebut,

menurut hemat penulis akhlak belajar dan karakter guru yang ditawarkan oleh Az-

Zarnûjî perlu mendapat sorotan yang serius dan sungguh-sungguh. Hal itu

diharapkan bisa memberikan solusi alternatif bagi persoalan guru di Indonesia.

Oleh karena itu, untuk mengenal lebih jauh tentang karakter guru versi Az-Zarnûjî

dan diri pribadinya, maka penulis memberi judul “AKHLAK BELAJAR DAN

KARAKTER GURU (STUDI PEMIKIRAN SYEKH AZ-ZARNUZI

DALAM KITAB TA’LÎM AL-MUTA’ALLIM)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya murid yang kurang memiliki akhlak di dalam belajar.

2. Kurangnya kesadaran guru akan pentingnya akhlak yang mulia.

3. Kurangnya kepribadian guru Pendidikan Agama Islam yang mencakup aspek

jasmani, intelektual, sosial dan moral dilihat dari sudut pandang Islam.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Az-Zarnûjî adalah salah satu tokoh pendidikan Islam yang hidup pada zaman

pemerintahan Abbasiyah. Pemikirannya dituangkan dalam sebuah karyanya yang

diberi judul Ta’lîm al-Muta’allim yang memuat tentang adab atau etika murid

dalam mencari ilmu dan di dalamnya terdiri dari tiga belas pasal.

Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penelitian ini dibatasi hanya

pada seputar akhlak murid dan karakter guru Pendidikan Agama Islam menurut

Az-Zarnûjî yang terdapat dalam Kitab Ta’lîm al-Muta’allim. Karakter adalah

“sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti.”17

Adapun yang dimaksud karakter

dalam penelitian ini adalah sifat-sifat yang baik yang harus dimiliki oleh guru

15

Oris Riswan, “Cabuli 5 Siswi SMK, Mantan Kepsek Divonis 3 Tahun Penjara,” Artikel

diakses pada Selasa, 04 Maret 2014 15:43 wib. Dari Okezone.com. 16

M. Nur Huda, “7 Siswa SD di Tulungagung Cabuli Teman di Kelas,” Artikel diakses

pada Selasa, 10 Desember 2013 11:07 wib. Dari Tribun News.Com. 17

Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2008), Cet. IV, h. 628.

Page 19: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

8

Pendidikan Agama Islam dan kepribadian guru Pendidikan Agama Islam. Seperti

wara’, sabar, berwibawa, dan sebagainya.

Adapun perumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:

1. Bagaimana akhlak belajar siswa yang baik menurut Az-Zarnuji dalam

kitab Ta’lim al-Muta’allim?

2. Bagaimana karakter yang harus dimiliki oleh guru Pendidikan Agama

Islam yang baik menurut Az-Zarnûjî dalam kitab Ta’lîm al-

Muta’allim?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menyingkap akhlak belajar dalam pandangan Az-Zarnuji yang

terdapat dalam kitab Ta’lim al-muta’allim.

2. Untuk menyingkap karakter guru yang diharapkan Islam dalam pandangan

Az-Zarnûjî yang terdapat dalam kitab Ta’lîm al-muta’allim.

3. Untuk mengenal dan mengetahui lebih dalam pemikiran Az-Zarnûjî.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini sedikit banyaknya dapat menambah kontribusi dalam

ilmu pengetahuan khususnya dibidang pendidikan.

2. Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindaklanjuti oleh

penulis berikutnya.

3. Memberikan sumbangsih karya ilmiah yang bermanfaat untuk

dipersembahkan kepada para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi

penulis sendiri.

Page 20: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

9

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Akhlak Belajar

1. Akhlak

Rasulullah Saw. diutus di muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak.

Dalam pergaulan, akhlak sangatlah penting untuk menciptakan kehidupan

yang harmonis antar sesama. Untuk lebih memperjelas seyogyanya kita harus

mengerti apa itu akhlak. Adapun pengertian akhlak dari segi bahasa berasal

dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata khalaqa yang berarti

tabi‟at atau budi pekerti.1

Secara linguistik (kebahasaan) kata akhlak merupakan isim jamid atau

isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan

kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jama dari kata

khulqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah

disebutkan di atas. Baik kata akhlak atau khuluq kedua-duanya dijumpai

pemakaiannya dalam al-Qur‟an maupun Hadis, sebagaimana terlihat berikut

ini :

“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS.

al-Qalam/68: 4)

“(agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu”. (QS.

asy-Syu‟ara/26: 137)

1 A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progresif, 2002), cet. XXV, h. 364.

Page 21: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

10

“Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada

kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin Amer, telah menceritakan

kepada kami Abu Salamah dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah Saw.

bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang

yang sempurna budi pekertinya.” (H.R. Tirmiżî)

“Menceritakan kepada aku dari Malik bahwasannya benar-benar sampai

kepadanya sesungguhnya Rasulallah Saw. bersabda (Aku diutus untuk

memperbaiki kemuliaan akhlak).” (H.R. Malik bin Anas dari Anas bin

Malik).3

Bertitik tolak dari pengertian bahasa di atas, akhlak atau kelakuan manusia

sangat beragam, dan bahwa firman Allah berikut ini dapat menjadi salah satu

argumen keanekaragaman tersebut.4

“Sungguh, usahamu memang beraneka macam.”5 (Q.S. al-Lail/92: 4)

Ayat pertama di atas menggunakan khuluq dalam arti budi pekerti, ayat kedua

menggunakan kata akhlâq untuk arti adat kebiasaan. Selanjutnya hadis yang

pertama menggunakan kata khuluq untuk arti budi pekerti, dan hadis kedua

menggunakan kata akhlâq, juga untuk arti budi pekerti. Dengan demikian, kata

2 Sunan At-turmidji, Software Mausugul Hadits As-Syrief, (Kitab Rodho‟, No. Hadits

1082). 3Imam Jalaludin Abdurrahman as-Suyuti, Kitab al- Muwaththa, (Beirut: Dar al-Fikr, 95-

179), 756. 4M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1997), Cet. IV, h. 253-254.

5Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya…, h. 595.

Page 22: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

11

akhlâq dan khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan,

perangai, muru'ah, atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabiat atau tradisi.6

Akhlak dari segi bahasa ini membantu penulis dalam menjelaskan pengertian

akhlak dari segi istilah. Namun demikian, pengertian akhlak dari segi bahasa ini

sering digunakan untuk mengartikan akhlak secara umum. Akibatnya segala

sesuatu perbuatan yang sudah dibiasakan dalam masyarakat atau nilai-nilai

budaya yang berkembang dalam masyarakat disebut akhlak.

Demikian pula aturan baik buruk yang berasal dari pemikiran manusia,

seperti: etika, moral, dan adat kebiasaan juga dinamakan akhlak. Persepsi ini tidak

sepenuhnya tepat, sebab antara akhlak, moral, etika dan adat kebiasaan terdapat

perbedaan. Akhlak bersumber dari agama, sedangkan etika, moral, adat kebiasaan

berasal dari pemikiran manusia.

Perlu dijelaskan pengertian akhlak menurut istilah yang diberikan para ahli di

bidangnya. Ibnu Miskawih sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dalam

kitabnya Tahdzibul Akhlak. Dalam masalah ini, ia termasuk pemikir Islam yang

terkenal. Dalam setiap pembahasan akhlak dalam Islam, pemikirannnya selalu

menjadi perhatian orang. Hal ini karena pengalaman hidupnya sendiri yang ada

waktu usia muda sering dihabiskan pada perbuatan-perbuatan yang sia-sia, telah

menjadi dorongan kuat baginya untuk menulis kitab tentang akhlak sebagai

tuntunan bagi generasi berikutnya.7

“Sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan

perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.

Dalam konsepnya akhlak adalah suatu sikap mental (halun lin nafs) yang

mendorong untuk berbuat tanpa pikir dari pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa

ini terbagi dua: ada yang berasal dari watak (tempramen) dan ada yang berasal

dari kebiasaan dan latihan. Dengan kata lain tingkah laku manusia mengandung

dua unsur: unsur watak naluri dan unsur usaha lewat kebiasaan dan latihan.

6Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : CV. Karya Mulia,2005), Cet. II, h. 26.

7Ibid., h. 27.

Page 23: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

12

Sementara itu al-Ghazali yang bergelar sebagai Hujjatul Islam (pembela

Islam), karena kepiawaiannya membela Islam dari berbagai paham yang

menyesatkan, lebih luas lagi dengan dikemukakan oleh Ibnu Miskawih di atas.

Menurut Imâm al-Ġazâli, akhlak ialah:

“Sikap yang mengakar dalam jiwa manusia yang darinya lahir berbagai

perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan

pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan

terpuji, baik dari segi akal syara‟, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan

jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak

yang buruk.”

Akhlak dalam konsepsi al-Ghazali tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal

dengan teori “teori menengah” dalam keutamaan seperti yang disebut oleh

Aristoteles, dan pada sejumlah sifat keutamaan akali dan amali, perorangan dan

masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam suatu kerangka umum yang mengarah

kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Adapun M. Abdullah Diraz mendefinisikan “akhlak sebagai sesuatu kekuatan

dalam kehendak yang mantap, kekuatan berkombinasi membawa kecenderungan

dalam pemilihan pihak yang benar (akhlak baik) atau pihak yang jahat (akhlak

rendah)”.9

Sedangkan menurut Ahmad Amin sebagaimana yang dikutip oleh M. Yatim

mengatakan “bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila

8Abû Hâmid al-Ġazâlî, Ihyâ' „Ulûm ad-Dîn, Jilid III, (Beirut: Dâr al-kutub ilmiyah, 1987),

h. 73. 9 Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag. III,

(Jakarta: Grasindo, 2007), Cet. II, h. 21.

Page 24: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

13

kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut akhlaqul karimah dan bila

perbuatan itu tidak baik disebut akhlaqul madzmumah”.10

Menurut Farid Ma‟ruf sebagaimana yang dikutip oleh M. Yatim

mendefinisikan “akhlak sebagai kehendak jiwa manusia yang menimbulkan

perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan

pikiran terlebih dahulu”.11

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak

sebagaimana tersebut diatas tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi,

yaitu suatu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan

lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan

sudah menjadi kebiasaan.

2. Belajar

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan belajar, langkah awal harus

dipahami apa arti belajar itu sendiri.

Kata belajar secara leksikal berarti usaha memperoleh kepandaian atau

ilmu.12

Karena belajar merupakan sebuah usaha mencapai ilmu tertentu, maka

seseorang yang sedang belajar seharusnya rajin berlatih.

Sedangkan secara terminologis, belajar menurut B.F. Skinner sebagaimana

yang dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Belajar berpendapat

bahwa belajar adalah “… a process of progressive behavior adaption”, yaitu

suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara

progresif”.13

Pendapat Chaplin dalam Dictionary of Pschology sebagaimana yang dikutip

oleh Muhibbin Syah membatasi belajar dengan dua macam rumusan, yaitu “…

acquisition of any relatively permanent change in behavior is a result of practice

and experience (perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai

10

M. Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Quran, (Jakarta: Amzah 2007), h.

3. 11

Ibid., h. 4. 12

Pusat Bahasa Depeartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2008) edisi ke-IV, h. 23. 13

Muhibbin Syah, Psikolgi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. X,

h. 64.

Page 25: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

14

akibat latihan dan pengalaman) dan process of acquiring responses as a result of

special practice (proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan

khusus)”.14

Menurut James O. Wittaker sebagaimana yang dikutip oleh Wasty Soemanto,

“belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau

diubah melalui latihan atau pengalaman.”15

Muhibbin Syah mengutip Hintzman dalam bukunya the psychology of

learnning and memory berpendapat bahwa “ learning is a change in organism due

to experience whicc can effect the organism‟s behavior (belajar adalah suatu

perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan

oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut)”.16

Lain halnya dengan Wittig dalam bukunya Psychology of Learning

mendefinisikan belajar sebagai: “any relatively permanent change in an organism

behavioral repertoire that accurs as a result experince” (belajar ialah perubahan

yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku

suatu organisme sebagai hasil pengalaman).17

Sedangkan menurut Reber, dalam kamusnya Dictionary Psychology

membatasi belajar dengan dua definisi, yaitu: “The process of acquiring

knowledge (proses mempeeroleh pengetahuan)”, dan pengertian yang lain

menurut Reber adalah “A relatively permanent change in respons potentiality

which occurs as a result of reinporced practice (suatu perubahan kemampuan

bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat)”.18

Banyak sekali macam kegiatan yang dapat digolongkan sebagai kegiatan

belajar, seperti mencari arti sebuah kata dalam kamus, mengingat dan menghafal

puisi, mengoperasikan mesin ketik, membaca pelajaran, membuat latihan

pekerjaan rumah, mendengarkan penjelasan guru, menelaah ulang apa yang sudah

dipelajari di sekolah, meringkas, berdiskusi, dan lain sebagainya. Robert M.

14

Ibid., h. 65. 15

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan,

(Jakarta, Rineke Cipta 2006), Cet . V, h.104. 16

Muhibbin, loc.cit. 17

Muhibbin, Ibid., h. 66. 18

Muhibbin, Ibid.

Page 26: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

15

Gagne dalam bukunya “Essential of Learning for Instruction” memberikan

definisinya tentang belajar atau yang dikenal dalam istilah lain dengan Learning.

“Learning is a process of which certain kind of living organisms are capable-

many animals, including human beings, but not plants. It is a process which

enable these organisms to modify their behavior fairly rapidly in a more or less

permanent way, so that the same modification does not have to occur again and

again in each new situation”.19

Dari paparan Robert M. Gagne di atas, dapat dipahami bahwa belajar

merupakan suatu proses yang dilakukan oleh mahluk hidup, kecuali tumbuhan,

yang dengan proses itu diharapkan adanya perubahan pada perilaku dan tindakan

sehingga mereka siap untuk kehidupan yang baru.

Di dalam pendidikan Islam banyak sekali orang-orang yang berperan dalam

mengembangkan Pendidikan Islam. Al-Ghazali dan Al-Zarnuji merupakan salah

satu tokoh Islam yang peduli dan menyumbangkan pemikirannya tentang aktivitas

belajar. Menurut al-Ghazali, belajar adalah usaha orang untuk mencari ilmu20

.

Belajar sangat berkaitan dengan ilmu, karena dalam proses belajar ada tujuan

yang ingin dicapai oleh si-pembelajar dan tujuan itu adalah ilmu, lebih jauh al-

Ghazali menerangkan bahwa pendekatan belajar dalam mencari ilmu dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan ta‟lim insani dan ta‟lim rabbani.

Lebih lanjut al-Ghazali menerangkan bahwa ta‟lim insani adalah belajar dengan

bimbingan manusia21

, yaitu pendekatan yang umum dipakai dalam proses

pendidikan, baik di lingkungan pendidikan formal ataupun di lingkungan

pendidikan non-formal. Sedangkan ta‟lim rabbani yaitu proses belajar dengan

bimbingan Tuhan.22

Dalam proses ini dilakukan dengan Tafakkur, yaitu membaca

realitas dalam berbagai dimensi kehidupan spiritual.

Selain al-Ghazali yang banyak dikenal sebagai praktisi dan pemikir

pendidikan dalam Islam, dikenal juga Burhanuddin al-Islam Az-Zarnuji. Beliau

19

Robert M.Gagne, Essential of Learning for Instruction, (Dryden Press. 1974), h. 5. 20

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,(Jogjakarta: Ar-

Ruzz, 2009), cet.II, h. 42. 21

Baharuddin, Ibid., h. 44. 22

Baharuddin, Ibid., h. 48.

Page 27: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

16

adalah pengarang kitab “Ta‟lim al-Muta‟allim Thuruq al-Ta‟allum”. Di dalam

kitab tersebut, Az-Zarnuji membagi ilmu dalam empat kategori. Pertama, ilmu

fardu „ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari. Kedua, ilmu fardu kifayah, yaitu ilmu

yang dibutuhkan hanya pada saat-saat tertentu saja. Ketiga, ilmu haram, yaitu

ilmu yang tidak diperbolehkan untuk dipelajari, karena ditakutkan hanya dipakai

untuk menipu dan berbuat jahat. Keempat, ilmu jawaz, yaitu ilmu yang boleh

dipelajari karena bermanfaat bagi manusia23

.

Di dunia pendidikan barat kita banyak mengenal tokoh-tokoh yang berperan

di dalam pendidikan. Dari tokoh-tokoh inilah kemudian lahir berbagai definisi

dari belajar. Menurut teori kognitif, belajar menunjukan adanya jiwa yang sangat

aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya

saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif,

konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Sedangkan menurut teori

psikologi asosiasi atau koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal Thorndike.

Berangkat dari salah satu hukum belajarnya "law of exercise", ia mengemukakan

bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan

pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang

timbulnya respons benar. Seperti pepatah "latihan menjadikan sempurna".24

Lebih

jauh DR. Prayitno menafsirkan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku

individu yang diperoleh melalui pengalaman, melalui stimulus respon, melalui

pembiasaan, melalui peniruan, melalui pengalaman dan melalui penghayatan,

melalui aktivitas individu meraih sesuatu yang dikehendakinya.25

Berbagai definisi tentang belajar dari bermacam-macam tokoh dengan latar

belakang yang berbeda-beda. Tetapi ada beberapa ciri yang dapat

diidentifikasikan sebagai kegiatan belajar yaitu bahwa belajar itu adalah suatu

proses perubahan di dalam pribadi manusia, dan perubahan tersebut ditampakan

dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan

23

Baharuddin, Ibid., h. 53. 24

Dimyati Dan Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h.

44-47. 25

Prayitno, Dasar Teori Dan Praksis Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2009 ), h. 203.

Page 28: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

17

kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman keterampilan, daya pikir,

dan lain-lain26

.

Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah proses perubahan yang menetap dari tingkah laku individu sebagai hasil

pengalaman, ilmu pengetahuan, dan interaksi dengan lingkungan.

Dari pengertian belajar di atas, dan setelah melihat kembali pembahasan

akhlak pada bagian terdahulu tampaknya dapat ditarik satu garis merah bahwa

akhlak belajar merupakan sikap dan perilaku yang seharusnya dimiliki oleh setiap

pelajar dalam proses perubahan yang menetap dari tingah laku individu sebagai

hasil pengalaman dan lmu pengetahuan serta interaksi dengan lingkungan. Akhlak

belajar berarti juga serangkaian etika yang hendaknya menjadi „pakaian‟ bagi

seseorang yang sedang menuntut ilmu.

Setiap pelajar senyatanya menginginkan kesuksesan terhadap apa yang

sedang dipelajarinya. Aklak belajar tidak lain adalah sikap batin dalam diri sang

pelajar yang mendukungnya mencapai kesuksesan dalam belajar. Dengan

sendirinya akhlak belajar akan terwujud kedalam metode belajar.

B. Karakter Guru yang Diharapkan dalam Islam

Istilah karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul

pada abad 18, terminologi ini biasanya mengacu kepada sebuah pendekatan

idealis-spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan

normatif. Namun sebenarnya pendidikan karakter telah lama menjadi inti sejarah

pendidikan itu sendiri.27

Menurut Wyyne, istilah karakter berasal dari kata Yunani yang berarti "To

Mark" (menandai), yang lebih terfokus pada melihat tindakan atau tingkah laku.

Selanjutnya Wyyne mengatakan bahwa ada dua pengertian tentang karakter.

Pertama, ia menunjukan bagaimana seseorang bertingkah laku apabila seseorang

berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut

memanifestasikan perilaku buruk, sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur,

26

Thursan Hakim, Belajar Dan Prinsif belajar, (Jakarta: Puspa Suara, 2010), h. 1. 27

Dony Koesoema, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global,

(Jakarta: Grasindo, 2007), h. 9.

Page 29: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

18

suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua,

istilah karakter erat kaitannya dengan "personality" seseorang baru bisa disebut

orang berkarakter "a person of Character" apabila tingkah laku sesuai kaidah

moral.28

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter berarti “tabiat, watak; sifat-

sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang

lain. Berkarakter artinya berkepribadian: bertabiat dan berwatak.”29

Karakter memang sulit didefinisikan tetapi lebih mudah dipahami melalui

uraian-uraian (describe) berisikan pengertian. Berikut ini beberapa pengertian

karakter yang saling isi-mengisi dan memperjelas pemahaman kita tentang arti

karakter.

Menurut Sigmund Freud: "Character is a striving system which underly

behaviour". Karakter dapat diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud

dalam suatu sistem daya juang yang melandai pemikiran, sikap dan perilaku.30

Sedangkan karakter menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, karakter adalah

keseluruhan kehidupan psikis seseorang hasil interaksi antara faktor-faktor

endogin dan faktor eksogin atau pengalaman seluruh pengaruh lingkungan.

Pengertian karakter dalam agama Islam lebih dikenal dengan istilah akhlak,

seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali: akhlak adalah sifat yang tertanam

atau menghujam di dalam jiwa dan dengan sifat itu seseorang akan secara spontan

dapat dengan mudah memancarkan sikap, tindakan dan perbuatan.

Pengertian karakter menurut Webster New Word Dictionary adalah

distinctive trait (sikap yang jelas), distinctive quality (kualitas yang tinggi), moral

strength (kekuatan moral), the pattern of behaviour found in an individual or

group (pola perilaku yang ditemukan dalam individu maupun kelompok).31

28

Hernowo, Mengobrolkan Kegiatan Belajar Mengajar Berbasiskan Emosi, (Bandung:

MLC, 2005), Cet. I, h. 99 & 101. 29

Pusat Bahasa Depeartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), edisi ke-IV, h. 628. 30

Soemarno Soedarsono, Jati Diri Bangsa (Jakarta: Elex Media Komputindo,2007), h..

15. 31

Soedarsono, Ibid., h. 17.

Page 30: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

19

Di dalam bukunya Alisuf Sabri disebutkan bahwa “character is personality

evaluated. If by saying some one has “personality” you menat that he is friendly,

enthusiastic, moderate, honest, open or loving, you are really refering to

character”. Watak merupakan kepribadian yang bernilai (baik menurut standar

moral dan kode etik) seperti: ramah tamah, bersemangat, tabah, tulus hati,

terbuka, penyayang dan sebagainya.32

Menurut Ibnu Miskawaih, karakter (khuluq) merupakan suatu keadaan jiwa.

Keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir atau dipertimbangkan

secara mendalam.33

Dengan demikian dapat dikatakan juga bahwa karakter pendidik/guru adalah

kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti pendidik/guru yang

merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada pendidik. Seseorang

dapat dikatakan berkarakter apabila telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan

yang dikehendaki masyarakat, melekat sebagai perilakunya serta digunakan

sebagai kekuatan moral di dalam hidupnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Guru Agama

adalah “guru yang mengajarkan mata pelajaran agama.”34

Menurut Mohammad Natsir seorang guru agama Islam harus memahami

dasar dan tujuan pendidikan. Bahwa dasar dari pelaksanaan pendidikan adalah

tauhid, dan tujuannya adalah penghambaan kepada Allah li ya'buduni.35

.

Dalam hal pendidik Islam ini Al-Ghozali mewajibkan kepada para pendidik

Islam harus memiliki adab yang baik, karena anak didiknya selalu melihat

pendidiknya sebagai contoh yang harus diikuti.36

Dari pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa guru

pendidikan agama Islam adalah orang yang telah mengkhususkan dirinya untuk

melakukan kegiatan menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam terhadap peserta

32

Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1993), h. 92-93. 33

Abdullah, op. cit., h. 4. 34

Tim Penyusun Pusat Bahasa. op.cit., h. 377. 35

A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 123. 36

Zuhairini Dkk, Filsafat Pendidikan islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. V, h. 170.

Page 31: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

20

didiknya sebagai pelaksana dari sistem pendidikan untuk mencapai tujuan yang

telah ditentukan.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis mendapatkan kajian yang relevan

selama proses penelitian dan penulisan, yang membahas tentang Syekh Az-

Zarnuji dan karya satu-satunya yaitu kitab Ta‟limul Muta‟allim. Terdapat dalam

beberapa buku dan juga terdapat dalam Disertasi dan Skripsi, di antaranya

terdapat banyak terjamah kitab ini. Yaitu, buku karangan Drs. H. Aliy As‟ad yang

berjudul Terjemah Ta‟limul Muta‟allim, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu

Pengetahuan. Buku karangan Muhammad Thaifuri yang berjudul Pedoman

Belajar Bagi Penuntut Ilmu Secara Islami, buku karangan Drs. M. Ali Chasan

Umar yang berjudul Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim. Buku karangan

Ahmad Mudjib dan Fahmi Arief yang berjudul Landasan Etika Belajar Santri.

Buku-buku tersebut di samping menerjemahkan kitab Ta‟lim Muta‟allim,

juga banyak memuat informasi lain seperti biografi Syekh. Az-Zarnuji,

menjelaskan tentang kedudukan hadits yang terdapat di kitab Ta‟lim Muta‟allim

dan analisa dari masing-masing pendapat sang penerjemah.

Adapun skripsi dan tesis yang relevan dengan kajian penulis yaitu, skripsi

mahasiswa IAIN Semarang tahun 2008. M. Mahfuzh yang berjudul Nilai-nilai

Pendidikan Akhak dalam Syairan Kitab Ta‟lim Muta‟allim. Yang isinya menelaah

syair dalam kitab Ta‟lim Muta‟allim yang berkaitan dengan akhlak. Dalam kitab

Ta`lim al-Muta`allim terdapat beberapa syairan yang mempunyai nilai-nilai

mengajarkan proses pembelajaran yang baik dan syairan ini merupakan penguat

dari isi kitab Ta`lim al-Muta`allim. Reward and Punishment: Sebagai Metode

Pendidikan Anak (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih, Al-Ghozali dan Al-Zarnuji):

Tesis Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, 2001, yang ditulis oleh

Maemonah, yang mana dalam hubungannya dengan metode reward and

punishmemnt, dalam kitab ta‟lim menurutnya dapat dilihat melalui hubungan guru

dan murid. Skripsi Unun Zumairoh Asri Himsyah yang berjudul Konsep

Pendidikan Islam Menurut Perspektif Al-Zarnuji. Dalam skripsi tersebut hanya

membahas tentang konsep pendidikan al Zarnuji yang terdiri dari 13 fasal yang

Page 32: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

21

terpengaruhi dari budaya tempat dimana al Zarnuji tinggal dan menciptakan

tulisannya itu.

Adapun skripsi yang akan penulis ajukan ini adalah sebagai lanjutan dan

pengembangan dari penelitian yang telah ditulis oleh para peneliti sebelumnya,

dengan mencoba menelaah dan mencari tahu tentang signifikansi dari kitab Ta‟lim,

untuk mengungkap pemikiran pendidikan al-Zarnuji lebih spesifik tentang akhlak

belajar dan karakter guru yang tertuang dalam kitab Ta‟lim al-Muta‟allim.

Page 33: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Akhlak Belajar dan Karakter Guru (Studi Atas

Pemikiran Syekh Az-Zarnuji dalam Kitab Ta’limul Muta’allim)”. Penulisan

skripsi ini dilaksanakan dari bulan Mei 2013 sampai bulan Januari 2014

digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang

diperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang

mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan pemikiran Syekh Az-

Zarnuji tentang akhlak belajar dan karakter guru.

B. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dan metode

yang digunakan Metode Deskriptif. Yaitu penelitian yang bermaksud

menggambarkan tentang suatu variabel, gejala atau keadaan “apa adanya”, dan

tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu.1 Ditunjang oleh data-data

yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research). Karena

permasalahan yang akan diteliti mengkaji sejarah maka dari itu diperlukan

banyaknya literatur-literatur yang relevan dengan skripsi ini.

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Teknik pengumpulan data

Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang

mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan metode penelitian studi dokumentasi, yaitu

mengumpulkan data, fakta dan informasi berupa tulisan-tulisan dengan

bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan,2

misalnya berupa buku-buku, naskah, catatan kisah sejarah; internet dan

1Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Cet. 10, h.

234. 2Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: PT Alfabeta, 2008), h. 329.

Page 34: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

23

sumber lain, yang berhubungan dengan Syekh Az-Zarnuji dan pemikirannya

tentang akhlak belajar dan karakter guru.

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari literatur

yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan

data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer

dan buku-buku sekunder atau sumber sekunder lainnya.

Penelitian skripsi ini dilakukan melalui riset pustaka (library research).

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer

Data primer adalah literatur-literatur yang membahas secara

langsung objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu berupa karya dari

Az-Zarnûjî, yakni kitab Ta’lîm al-Muta’allim.

b. Data sekunder

Sumber data sekunder sebagai data pendukung yaitu berupa data-

data tertulis baik itu buku-buku maupun sumber lain yang memiliki

relevansi dengan masalah yang dibahas.

2. Teknik Pengelolahan data

Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan

adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi

data-data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk

selanjutnya penulis analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.

D. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data pada skripsi ini dapat dilakukan dengan empat

cara, yaitu:

1. Kredibilitas data

Kriteria kredibilitas melibatkan penetapan hasil penelitian kualitatif adalah

kredibel atau dapat dipercaya dari perspektif partisipan dalam penelitian

tersebut. Strateginya meliputi perpanjangan pengamatan, ketekunan

penelitian, triangulasi (mengecek keabsahan data dengan memanfaatkan

berbagai sumber dari luar data sebagi bahan perbandingan), diskusi teman

sejawat, analisis kasus negatif dan membercheking.

Page 35: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

24

2. Transferabilitas.

Dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada semua orang

untuk membaca laporan penelitian sementara yang telah dihasilkan oleh

peneliti, kemudian pembaca diminta untuk menilai substansi penelitian

tersebut dalam kaitannya dengan fokus penelitian. Peneliti dapat

meningkatkan transferabilitas dengan melakukan suatu pekerjaan

mendeskripsikan konteks penelitian dan asumsi yang menjadi sentral pada

penelitian tersebut. Dengan kata lain apakah hasil penelitian ini dapat

diterapkan pada situasi yang lain.

3. Dependabilitas Data

Apakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam

mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep

ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Artinya apakah

peneliti akan memperoleh hasil yang sama jika peneliti melakukan

pengamatan yang sama untuk kedua kalinya.3

4. Konfirmabilitas

Yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil

penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam

laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian

dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian

dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.4

E. Analisa Data

Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan

transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi yang lain yang telah

terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai materi-materi

tersebut dan untuk memungkinkan peneliti menyajikan apa yang sudah

ditemukannya kepada orang lain.5

3Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2011), Cet. 2, h. 79-80. 4Emzir, Ibid., h. 81.

5Emzir, Ibid., h. 85.

Page 36: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

25

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Analisis Isi (content

analysis) dalam bentuk deskriptif yaitu berupa catatan informasi faktual yang

menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup penggambaran secara

rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terkait dengan semua aspek yang

diteliti. Maka, di sini penulis menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan

mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan, kemudian

dianalisis, dipadukan, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.6

6Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. 3, h. 155-159.

Page 37: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

26

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Riwayat hidup Az-Zarnûjî

Kata Syaikh adalah panggilan kehormatan untuk pengarang kitab Ta'lim

Al-Muta'allim ini. Sedang Az-Zarnuji adalah nama marga yang diambil dari

nama kota tempat beliau berada, yaitu kota Zarnuj. Di antara dua kata itu ada

yang menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama), sehinnga

menjadi Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji.1 Namun demikian nama ini masih

diperdebatkan kebenarannya, karena masih belum ditemukan data yang valid

mengenai nama asli Az-Zarnûjî. Khairuddin al-Zarkeli menuliskan nama Az-

Zarnûjî dengan an-Nu‘mân bin Ibrâhim bin Khalîl al-Zarnûjî Tajuddin.2

Nama akhirnya dinisbahkan dari daerah tempat dia berasal, yakni Zarnûj,

yang akhirnya melekat sebagai nama panggilan. Plessner, dalam The

Encyclopedia of Islam mengatakan bahwa nama asli tokoh ini sampai

sekarang belum diketahui secara pasti, begitu pula karir dan kehidupannya.3

Menurut M. Plessner, Az-Zarnûjî hidup antara abad ke-12 dan ke-13. Dia

adalah seorang ulama fiqh bermadzhab Hanafiyah4, dan tinggal di wilayah

Persia.

Plessner memperkirakan tahun yang relatif lebih mendekati pasti

mengenai kehidupan Az-Zarnûjî. Dia juga merujuk pada data yang

dinyatakan oleh Ahlwardt dalam katalog perpustakaan Berlin, Nomor III,

bahwa Az-Zarnûjî hidup pada sekitar tahun 640 H (1243 M), perkiraan ini

1 Aliy As'ad, Terjemah Ta'limul Muta'allim, (Kudus: Menara Kudus, 2007), hal. ii

2Khairuddin al-Zarkeli, al-A‟lâm Qâmûs Tarâjum, Juz VIII, (Beirut: Dar al-Ilm), h. 35

3M. Plessner ―az-Zarnûjî‖ dalam A. J. Wensinck (Eds.), The Encyclopedia of Islam, Vol.

VIII (Leiden: E. J. Brill, 1913-1934), h. 1218 4Mazhab Hanafiyah adalah aliran mazhab fiqh yang disponsori oleh Imam Abu Hanifah.

Ciri utama mazhab ini adalah mengutamakan ra‘yu dan qiyas di samping al-Qur‘an dan al-Hadits

sebagai pedoman. Aliran ini berkembang di Khurasan dan Transoxiana. Lihat, Abû al-A‘la al-

Maudûdî, al-Khilâfah wa al-Mulk,Terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Mizan, 1990), Cet. III h.

285-303

Page 38: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

27

didasarkan pada informasi dari Mahmud bin Sulaiman al-Kafrawi dalam

kitabnya, al-A‟lâm al-Akhyâr min Fuqahâ' Mażhab al-Nu‟mân al-Mukhđar,

yang menempatkan Az-Zarnûjî dalam kelompok generasi ke-12 ulama

madzhab Hanafiyah.5 Kemudian, Plessner menguji perkiraan Ahlwardt

dengan mengumpulkan data kehidupan sejumlah ulama yang

diidentifikasikan sebagai guru Az-Zarnûjî, atau paling tidak, pernah

berhubungan langsung dengannya. Di antaranya adalah :

a. Imam Burhân al-Dîn ‗Alî bin Abî Bakr al- Farghinanî al-Marghinanî (w.

593 H/ 1195 M).

b. Imam Fakhr al-Islâm Hasan bin Manșûr al-Farghani Khadikan (w. 592

H/ 1196 M).

c. Imam Ẕahir al-Dîn al-Hasan bin ‗Alî al-Marghinanî (w. 600 H/ 1204 M).

d. Imam Fakhr al-Dîn al-Khasani (w. 587 H/ 1191 M).

e. Imam Rukn al-Dîn Muhammad bin Abî Bakr Imam Khawaharzada (573

H/ 1177).6

Berdasarkan data di atas, Plessner sampai pada kesimpulan bahwa waktu

kehidupan Az-Zarnûjî lebih awal dari waktu yang diperkirakan oleh

Ahlwardt. Namun, Plessner sendiri tidak menyebut tahun secara pasti, hal

lain yang disimpulkan secara lebih meyakinkan adalah bahwa kitab Ta‟lîm al-

Muta‟allim ditulis setelah tahun 593 H.7

Ahmad Fuad al-Ahwani memperkirakan bahwa Az-Zarnûjî wafat pada

tahun 591 H/ 1195M.8 Dengan demikian, belum diketahui hidupnya secara

pasti, namun jika diambil jalan tengah dari berbagai pendapat di atas, al-

Zarnûjî wafat sekitar tahun 620-an H.

5M. Plessner ―Az-Zarnûjî‖ dalam Ahmad al-Syantanawî, Dâ‟irât al-Ma‟ârif al-Islâmiyah,

Juz. 10, h.345 6M. Plessner ―Az-Zarnûjî‖ dalam A. J. Wensinck (Eds.), The Encyclopedia of Islam, Vol.

VIII, h. 1218 7Wensinck. Ibid., h

8Ahmad Fuad al-Ahwani, al-Tarbiyah fi al-Islam, (Kairo: Dar al-Ma‘arif), h. 238.

Page 39: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

28

2. Pendidikan Az-Zarnûjî

Mengenai riwayat pendidikannya bahwa Az-Zarnûjî menuntut ilmu di

Bukhara dan Samarkand. Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan,

pengajaran dan lain-lainnya. Sedangkan guru-gurunya adalah Burhanuddiin Ali

Bin Abu Bakar Al-Marghinani, ulama besar bermazhab Hanafi yang mengarang

kitab Al-Hidayah, Ruknul Islam Muhammad Bin Abu Bakarpopuler dengan

Imaam Zadeh. Beliau ulama besar ahli fikih bermazhab Hanafi, pujangga

sekaligus penyair, pernah menjadi mufti di Bukhoro dan sangat mashur fatwa-

fatwanya. Wafat tahun 573H/1177 M. Ruknuddin al-Firginanî, seorang ahli fiqih,

sastrawan dan penyair yang wafat tahun 594 H/ 1196 M; Hammâd bin Ibrâhim,

seorang ahli ilmu kalam di samping sebagai sastrawan dan penyair, yang wafat

tahun 594 H/ 1170 M. Syaikh Fakhrudi Al-Kasyani, pengarang kitab Bada-i 'us

shana'i wafat tahun 587 H/1191 M. Syaikh Fakhrudin Qadli Khan Al Ouzjandi.

Beliau wafat tahun 592 H/1196 M.9

Berdasarkan informasi tersebut, ada kemungkinan besar bahwa Az-Zarnûjî

selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, beliau juga menguasai bidang

ilmu pengetahuan yang lainnya, seperti sastra, fiqih, ilmu kalam dan lain

sebagainya, sekalipun belum diketahui dengan pasti bahwa untuk bidang tasawuf

ia memiliki seorang guru tasawuf yang masyhur. Namun dapat diduga bahwa

dengan memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang fiqih dan ilmu kalam

disertai jiwa sastra yang halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses

(peluang) yang tinggi untuk masuk ke dalam dunia tasawuf.

Dalam sejarah pendidikan kita mencatat, paling kurang ada lima tahap

pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama

pendidikan pada masa Nabi Muhammad saw. (571-632 M.), kedua pendidikan

pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M.), ketiga pendidikan pada masa Bani

Umayyah di Damsyik (661-750 M.), keempat pendidikan pada masa Kekuasaan

9 As'ad, op,cit., h. iii

Page 40: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

29

Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M.), dan kelima pendidikan pada masa jatuhnya

kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-sekarang).10

Jika melihat guru-guru Syaikh Zarnuji tersebut, dan dikaitkan dalam

periodisasi di atas, bahwa Az-Zarnûjî hidup sekitar akhir abad ke-12 dan awal

abad ke-13 (591-640 H./ 1195-1243 M.). Dari kurun waktu tersebut dapat

diketahui bahwa Az-Zarnûjî hidup pada masa keempat dari periode pertumbuhan

dan perkembangan pendidikan Islam sebagaimana disebutkan di atas, yaitu antara

tahun 750-1250 M. Dalam catatan sejarah, periode ini merupakan zaman

keemasan atau kejayaan Peradaban Islam pada umumnya, dan pendidikan Islam

pada khususnya.

Pada masa tersebut, kebudayaan Islam berkembang dengan pesat yang

ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar

sampai pendidikan dengan tingkat perguruan tinggi. Di antara lembaga-lembaga

tersebut adalah Madrasah Niẕamiyah yang didirikan oleh Niẕam al-Muluk

(457H./106M.), Madrasah al-Nuriyah al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin

Mahmud Zanki pada tahun 563H./1234M. di Damaskus dengan cabangnya yang

amat banyak di kota Damaskus, Madrasah al-Mustansiriyah Billah di Baghdad

pada tahun 631 H./1234 M.11

Sekolah yang disebut terakhir ini dilengkapi dengan

berbagai fasilitas yang memadai seperti setiap siswa dibuatkan kamar sendiri

(dalam komplek asrama dan diberikan beasiswa bulanan. Pada setiap madrasah,

dan di tempat-tempat umum, selalu didirikan perpustakaan. Sebagai contoh di

Marv saja, terdapat 10 perpustakaan, dan setiap perpustakaan terdapat 12.000 jilid

buku. Setiap peminjaman buku sudah dibatasi waktunya, serta denda

keterlambatannya. Guru-gurunya sudag terbagi atas Mudarris (Profesor) dan

Mu'ids (asistens). Pengajarnya dalammemberikan pelajaran sudah duduk di kursi.

10

Zuharini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. III, h. 7 11

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media, 2009), Cet. II, h. 51

Page 41: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

30

Sementara kurikulum pembelajaran diutamakan fikih, hadits, tafsir dan teori-teori

keilmuan (umum), matematika dan pengobatan.12

Di samping ketiga madrasah tersebut, masih banyak lagi lembaga-lembaga

pendidikan Islam lainnya yang tumbuh dan berkembang pesat pada zaman Az-

Zarnûjî hidup. Dengan memperhatikan infomasi tersebut di atas, tampak jelas,

bahwa Az-Zarnûjî hidup pada masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam

tengah mencapai puncak keemasan dan kejayaannya. Yaitu pada akhir masa

Abbasiyah yang ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir Islam ensiklopedik

yang sukar ditandingi oleh pemikir-pemikir yang datang kemudian.

Kondisi pertumbuhan dan perkembangan tersebut di atas amat

menguntungkan bagi pembentukan Az-Zarnûjî sebagai seorang ilmuan atau ulama

yang luas pengetahuannya. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Plessner,

seorang orientalist, menyebutkan dalam ensiklopedinya bahwa Az-Zarnûjî

termasuk seorang filosof Arab.13

3. Karya-karya Az-Zarnûjî

Kitab Talîm al-Muta‟allim, merupakan satu-satunya karya Az-Zarnûjî yang

sampai sekarang masih ada. Sebagaimana pendapat Haji Khalifah dalam bukunya

―Kasf al-Dzunûn „an Asmâ' al-Kitâb al-Funûn‖, dikatakan bahwa Ta‟lîm al-

Muta‟allim merupakan satu-satunya karya Imam al-Zarnûjî. Kitab ini telah diberi

catatan komentar (Syarah) oleh Ibnu Ismâ‘il.14

Dua alasan, paling tidak bisa diungkap untuk menjelaskan masalah ini.

Pertama, sang pengarang tidak begitu menonjol dalam dunia peradaban muslim,

tidak seperti Imam Ghazali, Ibnu Hajar atau Imam syafi‘I, membuat tidak adanya

orang yang tertarik untuk membukukan biografi tokoh ini. Kedua, masih

berkolerasi dengan alasan pertama, ketidak masyhuran sang pengarang sebagai

12

Muhammad Sholikhin, Menyatu diri dengan Ilahi, (Yogyakarta: Narasi, 2010), Cet. I,

h. 76 13

As'ad, op.cit., h. iv 14

Umar Rida Kahhalah, Mu‟jâm al-Muallifîn: Tarâjim Muannif al-Kutub al-Arâbiyah, Juz

III, (Beirut: Dar al-Ihya‘), h. 43. Lihat juga M. Plessner ―Al-Zarnûjî‖ dalam Ahmad al-Syantanawi,

Dâ‟irat al-Ma‟ârif al-Islâmiyah, Juz. 10, h.345

Page 42: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

31

alasan pertama, bisa juga disebabkan karena kurang produktifnya sang pengarang

dalam menelurkan karya-karyanya. Buktinya, di Indonesia sendiri kitab dengan

pengarang yang sama dengan Ta‟limul Muta‟allim tidak ditemukan.15

Kitab karya Az-Zarnûjî ini telah menarik banyak perhatian yang sangat besar

dari berbagai ulama dan peneliti baik dari Islam sendiri maupun dari non

Islam/Barat. Di antara ulama yang telah memberikan syarah atas kitab Ta‟lîm ini

adalah Ibrâhim ibn Ismâ‘il, Yahya ibn Ali Nașuh, Abdul Wahâb al-Sya‘ranî, al-

Qadhi, Zakaria al-Anșârî, Nau‘I, Ishâq Ibn Ibrâhim al-Anșârî, dan Osman Fazari.

16

Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa kitab karya Az-Zarnûjî ini telah

banyak menarik perhatian yang sangat besar dari para orientalis dan para penulis

barat. Di antara tulisan yang menyinggung kitab ini dapat dikemukakan antara

lain: G.E. Von Grunebaum dan T.M. Abel yang menulis Ta‟lîm al-Muta‟allim

Thurûq al-Ta‟allum: Instruction of the Students: The Method of Leaning; Carl

Brockelmann dengan bukunya Gescicte der Arabischem Litteratur; Mehdi

nakosten dengan tulisannya History of Islamic Origins of Western Education A.D.

800-1350, dan lain sebagainya.

Untuk lebih jelas dan lebih mengenal karya satu-satunya dari Az-Zarnuji ini,

penulis akan memaparkan tentang kitab Ta‘limul Muta‘allim ini.

A. Latar Belakang Penyusunan Kitab

15

Ahmad Mujib El-Shirazy dan Fahmi Arif El-Muniry, Landasan Etika Belajar Santri,

(Ciputat: Sukses Bersama, 2007), Cet. II, h, 65 16

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992), Cet.

VII, h.155

Page 43: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

32

Teks di atas pendahuluan dari kitab Ta'lim Al-Muta'allim, yang menjelaskan

latar belakang penulisan kitab ini, kitab ini ditulis bermula dari kegundahan

pengarangnya, Syaikh Az-Zarnûjî, saat melihat banyaknya para pencari ilmu pada

masanya yang gagal memperoleh apa yang mereka cari, sebagaimana yang beliau

ungkapkan dalam pendahuluannya bahwa ―Banyak para pencari ilmu yang

ternyata banyak di antara mereka yang mendapatkan ilmu, tetapi ternyata tidak

bisa mendapatkan manfaat dan buahnya ilmu, yaitu dapat mengamalkan dan

menyebarkan ilmu yang diperolehnya‖.17

Menurut Syekh Az-Zarnûjî hal tersebut bisa terjadi, karena mereka salah jalan

dalam mencari ilmu dan setiap orang yang salah jalan pastinya akan tersesat dan

tidak sampai pada tujuannya. Mereka tidak tahu syarat-syarat yang harus dipenuhi

dalam mencari ilmu sehingga mereka tidak mendapatkan ilmu pengetahuan

sebagaimana diharapakan.18

Jika dilihat dari latar belakang penulisan kitab Ta'lim al-Muta'allim ini, Syekh

Az-Zarnuji menggunakan penelitian eksploratif yaitu seorang peneliti ingin

menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi

terjadinya sesuatu.19

Belajar sebagai sarana untuk memperoleh ilmu, haruslah melalui jalan dan

persyaratan yang benar. Karena jalan yang benar dan persyaratan yang terpenuhi

dalam belajar adalah kunci untuk mencapai keberhasilan belajar. Maka dari itu

dalam kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim Az-Zarnûjî lebih memfokuskan

pembahasannya pada jalan atau persyaratan (metode) yang harus ditempuh guna

memperoleh keberhasilan belajar. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi para

pencari ilmu harus mengetahui dan memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi

17

Az-Zarnûjî, Ibid., h. 2 18

Az-Zarnûjî, Ibid. 19

Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2010), cet. XIV h. 14

Page 44: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

33

dalam mencari ilmu agar apa yang mereka harapkan bisa tercapai, yaitu

mendapakan ilmu yang bermanfaat dan bisa mengamalkannya.

Melihat kenyataan tersebut, terbesit dalam diri Az-Zarnûjî untuk menyusun

sebuah kitab yang diberi nama Ta‟lîm al-Muta‟allim untuk membantu para

pencari ilmu agar mereka mengetahui syarat-syarat yang harus mereka penuhi

sebagai penuntut ilmu. Harapan dari penulis, kitab tersebut dapat membantu

mengarahkan para penuntut ilmu melalui petunjuk-petunjuk praktis, seperti

bagaimana memilih ilmu, guru dan teman, waktu-waktu yang ideal untuk belajar,

bagaimana metode belajar yang baik dan sebaginya.

Kitab yang beliau tulis bukan semata-mata hasil renungan spekulatif belaka,

melainkan melalui penelitian terlebih dahulu terhadap para ulama sebelumnya

yang dianggapnya telah berhasil yang banyak beliau kisahkan di dalamnya.

Oleh karena itu kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim sebaiknya perlu kita kaji dan

pelajari kembali oleh para penuntut ilmu dan para guru karena isinya masih

relevan untuk pendidikan masa kini.

B. Sistematika Penulisan Kitab

Kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim adalah kitab yang menjelaskan tentang adab atau

etika pelajar dalam menuntut ilmu. Kitab ini merupakan karya penelitian atas

ulama-ulama sebelumnya yang dianggap berhasil. Dalam kitab Ta‘lîm

diterangkan tiga belas bab20

, agar berhasil dalam mencari ilmu. Adapun isi

kandungannya adalah sebagai berikut:

1. Bab tentang hakikat ilmu dan fiqih serta keutamaannya.

Dalam bab ini diterangkan panjang lebar tentang keutamaan orang yang

memiliki ilmu pengetahuan dibanding orang yang tidak memiliki ilmu.

Dalam konteks ke-Islaman mencari ilmu adalah kewajiban yang tidak bias

ditawar dimulai dari buaian sampai liang lahat. Mencari ilmu wajib bagi

muslim dan muslimat. Perlu digaris bawahi bahwa dalam bab ini kewajiban

20

Az-Zarnûjî, Ibid., h. 3

Page 45: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

34

yang paling utama mencari ilmu adalah ilmu agama. Kemudian setelah

meiliki ilmu diwajibkan orang tersebut memahami fiqh dengan mendalam.

2. Bab tentang niat di waktu belajar.

Dalam bab ini, mencari ilmu harus diniati dengan niat yang baik sebab

dengan niat itu dapat mengantarkan pada pencapaian keberhasilan. Niat yang

sungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan keridaan Allah akan mendapatkan

pahala. Dalam mencari ilmu tidak diperkenankan niat mendapatkan harta

banyak.

3. Bab tentang memilih ilmu, guru dan teman.

Dalam bab ini diterangkan bagaimana memilih ilmu, bagaimana cara

memilih guru, dan teman karena hal tersebut bisa mempengaruhi kehidupan

peserta didik.

4. Bab tentang menghormati ilmu dan ahlinya.

Bab ini menerangkan bahwa memuliakan guru adalah paling utama

dibanding memuliakan yang lain. Sebab dengan gurulah manusia dapat

memahami tentang hidup, dapat membedakan antara yang hak dan batil.

Memuliakan tidak terbatas pada sang guru namun seluruh keluarganya juga

harus dimuliakan.

5. Bab tentang tekun, kontinuitas dan minat (cita-cita).

Bab ini menerangkan bahwa orang yang mencari ilmu itu harus

bersungguh-sungguh dan kontinyu. Orang yang mencari ilmu tidak boleh

banyak tidur yang menyebabkan banyak waktu terbuang sia-sia, dan

dianjurkan banyak waktu malam yang digunakan belajar. Untuk memperoleh

ilmu yang berkah harus menjauhi maksiat.

6. Bab tentang permulaan, ukuran dan tata tertib belajar.

Dalam bab ini diterangkan bahwa permulaan dalam mencari ilmu yang

lebih utama adalah hari Rabu. Kemudian ukuran dalam belajar sesuai dengan

Page 46: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

35

kadar kemampuan seseorang dan dalam belajar harus tertib artinya harus

diulang kembali untuk mengingat pelajaran yang telah diajarkan.

7. Bab tentang tawakal.

Dalam bab ini diterangkan bahwa setiap pelajar hendaknya selalu

bertawakal selama dalam mencari ilmu. Selama dalam mencari ilmu jangan

sering disusahkan mengenai rezeki, hatinya jangan sampai direpotkan

memikirkan masalah rezeki. Dalam belajar harus diimbangi dengan tawakal

yang kuat.

8. Bab tentang masa belajar yang efektif.

Dalam bab ini diterangkan bahwa waktu menghasilkan ilmu tidak

terbatas, yaitu mulai masih dalam ayunan (bayi) sampai ke liang lahat

(kubur), dan waktu yang utama untuk belajar adalah waktu sahur (menjelang

subuh), dan antara magrib dan Isya‘.

9. Bab tentang kasih sayang dan nasihat.

Dalam bab ini diterangkan bahwa orang yang berilmu hendaklah

mempunyai sifat belas kasihan kalau sedang memberi ilmu. Tidak dibolehkan

mempunyai maksud jahat dan iri hati, sebab sifat itu adalah sifat yang

membahayakan dan tidak ada manfaatnya.

10. Bab tentang mencari faedah.

Dalam bab ini diterangkan bahwa dalam mencari ilmu dan mendapatkan

faedah adalah agar dalam setiap waktu dan kesempatan selalu membawa alat

tulis (pulpen dan kertas) untuk mencatat segala yang didengar, yang

berhubungan dengan faedah ilmu.

11. Bab tentang wara‟ ketika belajar.

Dalam bab ini diterangkan bahwa sebagian dari wara‟ adalah menjaga

diri dari kekenyangan, terlalu banyak tidur, terlalu banyak bicara

(membicarakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya) dan sedapat mungkin

menjaga jangan sampai memakan makanan pasar.

Page 47: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

36

12. Bab tentang faktor penyebab hafal dan lupa dalam belajar.

Dalam bab ini diterangkan bahwa yang menyebabkan mudah hafal

adalah bersungguh-sungguh dalam belajar, rajin, tetap, mengurangi makan

dan mengerjakan salat malam. Adapun yang menyebabkan mudah lupa

adalah maksiat, banyak dosa, susah, dan prihatin memikirkan perkara dunia.

13. Bab tentang faktor yang mendatangkan dan penghalang rezeki serta

faktor penyebab panjang dan pendek umur.

Dalam bab ini diterangkan bahwa sabda Rasulullah ―Tidak ada yang

mampu menolak takdir kecuali doa. Dan tidak ada yang bisa menambah

umur, kecuali berbuat kebaikan. Orang yang rezekinya sial (sempit),

disebabkan dia melakukan dosa‖. Kemudian yang menyebabkan kefakiran

adalah tidur telanjang, kencing telanjang, makan dalam keadaan junub, dan

sebagainya. Kemudian sesuatu yang dapat menambah umur adalah berbuat

kebaikan, tidak menyakiti hati orang lain, memuliakan orang tua.

C. Urutan-urutan Penjelasan

Penampilan materi kitab ini dikatakan baik, hal ini dapat dibuktikan dengan

urutannya sebagai berikut: setelah basmalah, hamdalah dan shalawat secukupnya,

kemudian menyebutkan judul kitab yang sesuai dengan isinya yang diabstraksikan

sebelumnya. Sebelum itu pula dikemukakan alasan penyusunannya. Kemudian

menampilkan keutamaan dan pengertian ilmu, hukum mempelajarinya sampai

kepada bagaimana cara mengagungkan ilmu. 21

Materi yang dibahas di dalam kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim mencakup semua

hal yang dibutuhkan oleh para santri dalam menuntut ilmu yang bermanfaat.

Ayat-ayat al-Qur‘an dan hadis-hadis Nabi saw yang menjelaskan tentang

pentingnya menuntut ilmu dipaparkan oleh Az-Zarnûjî dengan bahasa yang

mudah dipahami dan gamblang. Ujaran-ujaran sahabat dan petuah-petuah para

salaf saleh juga menghiasi lembaran-lembaran kitab ini sehingga dapat dijadikan

semacam catatan penting atau petunjuk bagi para santri agar meraih ilmu yang

21

Az-Zarnûjî, Ibid., h. 4

Page 48: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

37

bermanfaat. Tidak jarang Az-Zarnûjî juga menyampaikan saran-saran berharga

bagi para pelajar serta menyarikan nasihat-nasihat bijak dari para salaf saleh

tersebut.

Tampaknya Az-Zarnuji mencoba merumuskan methode belajar yang

komprehensif holistik; yaitu metodhe dengan perspektif teknis dan moral bahkan

spiritual sebagai paradigmanya. Suatu tantangan bagi kita untuk berkompeten di

bidang pendidikan untuk memahami dan merumuskan kembali apa yang selama

ini kita lakukan.22

D. Komentar Para Ahli tentang Kitab Ta’limul Muta’allim

Dalam kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim ini , ada disebutkan tidak kurang dari 21

matan hadits, semuanya hadits mu‟allaq, jika dilihat sanadnya yang ada di situ.

Kesemuaanya dikemukakan dalam konteks ke-adab-an, atau sebagai nasehat

biasa, bukan sebagai hujjah dalam hukum syar‘iy.23

Namun para ulama

sependapat bahwa hadits-hadits tidak shahih boleh dipegang untuk fadhoilul

A‟mal, termasuk tata adab dan akhlak, selama isinya tidak bertentangan dengan

Al-Qur‘an.24

Adapun satu hadits yang dicantumkan sebagai hujjah untuk menentukan

hukum syar‘I adalah ―Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, laki-laki

maupun perempuan”, hadits ini digunakan sebagai dalil untuk menentukan

hukum wajib dalam hal menuntut ilmu. Karena itu harus ditentukan status ke-

shahih-annya. Dan Al-Bazzar (215-292H) menyatakan perawi dalam hadits ini

semuanya shahih.25

Jadi Ta‟limul Muta‟allim ini adalah kitab adab bukan kitab hukum, artinya

penekanannya bukan pada masalah salah dan benar atau shahih dan dha‘if. Kitab

ini menjelaskan adab atau etika yang membawa kesuksesan orang menuntut ilmu.

22

As‘ad, op.cit., h. vii 23

As‘ad, Ibid. 24

As‘ad, Ibid., h. x 25

As‘ad, Ibid., h. viii

Page 49: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

38

Akan tetapi apa yang disampaikan oleh Az-Zarnûjî, selain mendapatkan apresiasi

yang tinggi juga tak dapat dipungkiri ada beberapa kritik dan saran yang diajukan

kepada kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim, antara lain: kitab tersebut kurang

menumbuhkan minat dan gairah belajar serta tidak memberikan ruang bagi

perbedaan pendapat antara guru dan murid. Dalam kitab tersebut, murid

sepertinya harus ikut kepada guru dan tidak boleh mengkritiknya.26

Kemudian kita bisa melihat, misalnya komentar Dr. Fuad al-Ahnawi sebagai

berikut:

Nilai buku kecil ini (Ta‟lîm al-Muta‟allim) menurut saya tidaklah tinggi.

Formatnya kecil menyerupai satu pasal tentang pendidikan dalam kitab-

kitab fiqih. Penulisnya tidak ada membawa soal-soal yang baru. Dia hanya

menulis hal-hal yang sudah umum diketahui, dan pendapatnya diselingi

dengan hikayat-hikayat, syair-syair dan matsal-matsal. Dia memberi

konsumsi kepada masyarakat awam mengenai masalah iktiqadiyah dengan

pemikiran-pemikiran imajinatif (waham-waham) yang tidak mempunyai

dasar ilmiyah. Mengenai hal-hal yang menghambat rezeki, penulis

mengatakan suatu yang tidak patut bagi seorang ulama. Di antara yang

menghambat rezeki itu dia mengatakan ―menyapu rumah di malam hari,

membakar kulit bawang, bersisir dengan sisir patah dan lain-lain.27

Kemudian komentar dari KH. Kholil Bishri, menurutnya:

Pada kurun masa segala aspek tata kehidupan sudah bergeser seperti

sekarang ini dan menjelang berlakunya era indrustrialisasi, saya kira konsep

yang ada pada kandungan Ta‟lîm al-Muta‟allim, sebaiknya didukung untuk

disosialisasikan dan dikembangkan secara adapatatif. Dengan melibatkan

para pakar disiplin ilmu tertentu dan penambahan tata nilai. Sebab dapat

saja saya mengatakan: untuk membentuk generasi penerus yang terdidik lagi

bertakwa kepada Allah swt belum ada pedoman khususnya selain kitab

Ta‟lîm al-Muta'alim.28

Terlepas dari pro dan kontra di atas, kita tetap harus memberikan apresiasi

yang tinggi terhadap Az-Zarnûjî lewat kitab Ta‟lîm-nya karena tujuan dari beliau

menulis kitab tersebut semata-mata karena ingin mengungkapkan bagaimana cara

26

Toto Edi, Dkk., Ensiklopedi Kitab Kuning, (Jakarta: Aulia Press, 2007), h.190 27

Ahmad Fuad al-Ahwani, al-Tarbiyah fi al-Islâm, (Kairo: Dar al-Ma‘arif), h. 238 28

Kholil Bisri, ―Konsep Pendidikan dalam Kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim dan Relevansinya

dengan Dunia Pendidikan Masa Kini,‖ artikel diakses pada 15 November 2010 dari

http://www.thohiriyyah.com/2010/09/kh-m-kholil-bisrikonsep-pendidikan.html

Page 50: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

39

yang sepantasnya bagi seorang pelajar dalam mencari ilmu. Akan tetapi hal ini

perlu kita kaji kembali dan disesuaikan dengan kontekas pendidikan masa kini

khususnya di Indonesia.

B. Pembahasan

1. Akhlak Belajar

Pencarian pengetahuan tidak bisa dilakukan dengan asal-asalan. Karena

jika itu dilakukan, pencarian ilmu menjadi aktivitas yang sia-sia karena tidak

menghasilkan apa-apa. Kalau pun mampu menguasi ilmu, ilmu tersebut tidak

akan memberinya kemanfaatan. Ilmu hanya sekedar wacana, ilmu menjadi

fashion yang diperbincangkan dari mulut ke mulut, ilmu tidak menjadi

berguna sama sekali. Tidak untuk perkembangan peradaban, tidak untuk

kesejahteraan manusia, apalagi mengubah dunia. Ilmu tidak mampu

menolong pemiliknya untuk semakin mendekat kepada tuhan. Justru

sebaliknya, ilmu demikian bisa menjadi petaka. Oleh sebab itu penulisan

kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim bermula dari kegundahan pengarangnya, yaitu

Syaikh Az-Zarnûjî, saat melihat banyaknya para pencari ilmu pada masanya

yang gagal memperoleh apa yang mereka cari atau di antara mereka yang

mendapatkan ilmu, tetapi ternyata tidak bisa mendapatkan manfaat dan

buahnya ilmu, yaitu dapat mengamalkan dan menyebarkan ilmu yang

diperolehnya.

Menurut Az-Zarnûjî hal tersebut bisa terjadi karena mereka salah jalan

dalam mencari ilmu dan setiap orang yang salah jalan pastinya akan tersesat

dan tidak sampai pada tujuannya. Mereka tidak tahu akhlak dan syarat-syarat

yang harus dipenuhi dalam mencari ilmu sehingga mereka tidak mendapatkan

ilmu pengetahuan sebagaimana yang mereka harapakan.29

Belajar sebagai sarana untuk memperoleh ilmu, haruslah melalui jalan

dan persyaratan yang benar. Karena jalan yang benar dan persyaratan yang

terpenuhi dalam belajar adalah kunci untuk mencapai keberhasilan belajar.

Maka dari itu dalam kitab Ta‟lîm al-Muta‟allim Az-Zarnûjî lebih

29

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 2

Page 51: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

40

memfokuskan pembahasannya pada jalan atau persyaratan (metode) yang

harus ditempuh guna memperoleh keberhasilan belajar. Oleh karena itu sudah

sepantasnya bagi para pencari ilmu harus mengetahui dan memahami syarat-

syarat yang harus dipenuhi dalam mencari ilmu agar apa yang mereka

harapkan bisa tercapai, yaitu mendapakan ilmu yang bermanfaat dan bisa

mengamalkannya.

Melihat kenyataan tersebut, terbesit dalam diri Az-Zarnûjî untuk

menyusun sebuah kitab yang diberi nama Ta‟lîm al-Muta‟allim untuk

membantu para pencari ilmu agar mereka mengetahui syarat-syarat yang

harus mereka penuhi sebagai penuntut ilmu. Harapan dari penulis, kitab

tersebut dapat membantu mengarahkan para penuntut ilmu melalui petunjuk-

petunjuk praktis, seperti bagaimana memilih ilmu, guru dan teman, waktu-

waktu yang ideal untuk belajar, bagaimana metode belajar yang baik dan

sebaginya.

Kitab yang beliau tulis bukan semata-mata hasil renungan spekulatif

belaka, melainkan melalui penelitian terlebih dahulu terhadap para ulama

sebelumnya yang dianggapnya telah berhasil yang banyak beliau kisahkan di

dalamnya.

Menurut Az-Zarnûjî akhlak belajar meliputi: Bagimana berniat dalam

belajar, bagaimana memilih ilmu, guru, teman, dan ketabahan di dalam

belajar, kemudian bagaimana penghormatan terhadap ilmu dan ulama,

bagaimana keseriusan, ketekunan, dan minat dalam belajar, permulaan

belajar, tata tertib belajar, tawakal dalam belajar, dan wara‟ dalam belajar.30

Itu semua adalah akhlak dan norma-norma serta tata urut belajar menurut Az-

Zarnûjî yang dijelaskan dalam kitabnya Ta‟lîm al-Muta‟allim.

Dari batasan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak

belajar adalah suatu proses dalam mendapatkan dan menerapkan ilmu

pengetahuan dalam kehidupan, sehingga ilmu itu bermanfaat bagi

kehidupannya, lingkungannya dan bangsanya. Yang merupakan pola belajar

yang didasarkan pada niat yang tulus dan ikhlas yang disesuaikan dengan

30

As‘ad, op.cit., h. 16

Page 52: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

41

minat dan bakatnya, yang disampaikan oleh guru yang cerdas dan profesional

dan teman-teman sebaya yang saling mendukung dalam proses belajar demi

tercapainya tujuan belajar. Adapun penjelasannya sebagai berikut;

a. Niat saat belajar

Menurut Az-Zarnûjî dalam kitab Ta‟lîm-nya menyatakan bahwa belajar harus

diniati untuk mencari ridha Allah, mengharap kebahagiaan di akhirat,

menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan dari segenap orang-orang

bodoh,31

menghidupkan agama dan melestarikan agama.32

Dan dalam menuntut ilmu hendaklah diniatkan juga untuk mensyukuri atas

karunia akal dan kebugaran badan, hendaklah tidak diniati untuk mencari

popularitas, tidak untuk kekayaan, juga tidak diniati untuk mencari jabatan dan

semacamnya.33

Menurut Az-Zarnûjî, seyogyanya bagi para pencari ilmu harus berpikir

dengan serius, supaya ilmu yang mereka cari tidaklah sia-sia. Jangan sampai ilmu

yang ia peroleh digunakan untuk tujuan duniawi yang hina.34

Dari pendapat beliau di atas, Az-Zarnûjî sangat mengecam bagi para penuntut

ilmu yang hanya bertujuan untuk keduniawiaan belaka. Beliau lebih menekankan

pada tujuan ukhrawi karena pada hakikatnya dunia adalah tempat singgah singgah

sementara dalam perjalanan menuju akhirat.

Namun demikian, Az-Zarnûjî memperbolehkan mencari jabatan dengan

pendidikannya dengan syarat hanya untuk menyeru kebaikan dan mencegah

31

Dengan kata lain, niat menuntut ilmu adalah untuk meningkatkan budaya hidup dan

membangun masyarakat yang berbudaya atau berperadaban tinggi. 32

As‘ad, op.cit., h. 17 33

As‘ad, Ibid., h. 19 34

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 19

Page 53: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

42

kemunkaran, menegakkan kebenaran dan mengagungkan agama bukan untuk

kepentingan hawa nafsunya.35

Pendapat Az-Zarnûjî di atas sejalan dengan pendapat para pakar pendidikan

Islam lainnya. Misalnya Muhammad Athiyah al-Abrasyi, mencari ilmu hendaknya

mengorientasikan belajarnya dalam rangka memperbaiki dan menghiasi jiwanya

dengan sifat-sifat yang mulia, dekat kepada Allah, dan bukan belajar dalam

rangka membangga-banggakan diri.36

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir

dari pendidikan Islam adalah membentuk insan kamil, manusia yang sempurna,

yaitu manusia yang dewasa jasmani dan rohaninya, baik secara intelektual, moral,

sosial dan sebagainya.

Akan tetapi jika dilihat secara kondisional di zaman sekarang ini, sepertinya

jauh dari yang diharapkan oleh para ahli pendidikan Islam tersebut. Karena

kebanyakan para pencari ilmu lebih mengutamakan kepentingan pribadi yang

bersifat duniawi. Hal ini sulit untuk dipungkiri, karena kebanyakan dari mereka

sudah terkontaminasi oleh gemerlap kehidupan dunia. Seperti kekayaan,

kehormatan, kedudukan dan sebagainya.

Pandangan ini tidak berarti menafikan orang-orang yang secara ikhlas

mencari ilmu. Akan tetapi jika dianalogikan maka tepatnya seperti ungkapan

―mencari jarum dalam tumpukan jerami‖. Karena sangat sulit membedakan mana

yang mencari ilmu secara ikhlas dan mana yang mencari ilmu karena kepentingan

dunia.

Akan tetapi kesulitan membedakan mana pencari ilmu yang ikhlas dan mana

yang mencari ilmu karena kepentingan dunia sedikit teringankan dengan adanya

komentar Imam Nawawi dalam kitabnya at-Tibyân fi adabi Hamalatil Qur‟an

menyebutkan riwayat dari Zinnun al-Misri (salah satu ulama shufi) bahwa ada

tiga ciri tentang ikhlas:

1. Mensejajarkan pujian dan celaan dari kalangan umum.

2. Tidak melihat amal yang dia lakukan pada segala amalnya.

35

Az-Zarnûjî, Ibid 36

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, penerjemah:

Syamsuddin at.al., (Yogyakarta; Titian Ilahi Press, 1996), h. 73

Page 54: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

43

3. Mencari pahala untuk diakhirat.37

Maka dari itulah betapa pentingnya pendidikan Islam, yaitu membentuk

pribadi yang sempurna yang tidak hanya bertujuan untuk kebahagian di dunia

saja akan tetapi bahagia dunia dan akhirat. Jangan sampai pendidikan Islam yang

mulia ini yang berorientasi untuk kebahagian akhirat kita nodai dengan hal-hal

yang bersifat keduniawian yang hina.

b. Memilih ilmu, guru dan teman

1. Memilih ilmu

Dalam Ta‟lîm al-Muta‟allim sebagaimana karya ulama‘ salaf lainnya,

Az-Zarnûjî menempatkan ilmu dalam skala prioritas paling utama, sebab

eksistensinya sangat menentukan pola pandang hidup, corak berpikir, sikap

dan prilaku seseorang.

Beragamnya ilmu pengetahuan yang berkembang, menuntut seorang

pelajar harus berhati-hati dalam memilih dan memilah mana di antara buku-

buku bacaan ilmiah yang bisa mengantarkannya ke jalan yang lebih positif

dan berpikir dengan benar terutama bila menyangkut teologis.

Penuntut ilmu hendaklah memilih yang terbagus dari setiap bidang ilmu –

ilmu yang terbagus adalah ilmu pengetahuan yang subtansi maupun illaborasinya

jelas, tidak debatable dan tidak konroversial. Hal ini penting dinyatakan karena di

sini kita sedang berbicara mengenai proses belajar atau Thuruqut Ta‘allum-,

memilih ilmu apa yang diperlukan dalam urusan agama di saat ini, kemudian apa

yang diperlukan di waktu nanti.38

Dalam memilih ilmu (mentukan pilihan bidang studi/jurusan) para

santri/siswa harus memilih ilmu/bidang studi yang paling baik atau paling cocok

37

Imam Nawawi, At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur‟an. (Software Maktabah Syamilah),

Al-Bab Ar-rabi‘ Fi Adabi Muallimil Qur‘an Wa Muta‘allimihi 38

As‘ad, op.cit.,h. 24

Page 55: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

44

dengan dirinya.39

Suatu bidang ilmu yang dikaji akan sangat menarik dan

menantang bagi mereka yang menyenanginya dan yang merasa cocok dengan

bidang ilmu itu, sehingga motivasi berprestasi dari santri/siswa akan

mendorongnya untuk tekun belajar, keseriusan dalam mengerjakan tugas-tugas,

serta kedisiplinan yang tinggi dalam mengikuti seluruh proses belajar yang

mengajar, bahkan proses itu tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah/kampus

ataupun pondok saja. Proses itu akan menjadi sumber kekuatan di manapun dan

kapanpun, sehingga dalam konteks ini proses belajar mengajar tidak lagi

mengenal tempat dan waktu, karena setiap saat dimana saja para santri/siswa

dapat terjadi proses belajar mengajar.

Dalam kaitannya dengan memilih ilmu, Az-Zarnuji menganjurkan supaya

mempelajari ilmu tauhid terlebih dahulu, kemudian ilmu-ilmu lama (karangan

ulama salaf) dan menghindari ilmu-ilmu baru.40

Ilmu-ilmu lama atau kuna adalah ilmu yang diajarkan oleh nabi Muhammad

Saw. Sedang ilmu baru adalah ilmu-ilmu yang lahir setelah periode tersebut,

semacam ilmu perdebatan dan peramalan nasib. Batasan seperti ini tentu

dimaksudkan dalam konteks mempelajari agama, karena dalam belajar ilmu

agama memang diperlukan kemurnian atau akurasi ilmu dan faliditas

informasinya, sedang akurasi dan faliditas ini bias diperoleh dari sumber asalnya

(Nabi) dan generasi terdekat setelahnya (Sahabat dan Tabi‘in). belajar ilmu agama

tidak boleh gegabah, sebab akan berakibat nilai-nilai agama terdistorsi dengan

pemaksaan logika, sehingga ajarannya tidak murni lagi.41

Belajar adalah kewajiban setiap insan laki-laki dan perempuan. Semenjak

dilahirkan hingga akhir hayatnya, orang muslim menurut Az-Zarnūji, tidak

diwajibkan menuntut segala cabang ilmu pengetahuan, tetapi diwajibkan

menuntut ilmu al-Hal.

39

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 23 40

Az-Zarnûjî, Ibid., h. 24 41

As‘ad, op.cit., h. 25

Page 56: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

45

Orang muslim juga diwajibkan menuntut ilmu yang selalu diperlukan setiap

saat. Karena orang muslim diwajibkan menunaikan ibadah sholat, puasa dan haji,

maka ia diwajibkan menuntut ilmu yang berkaitan dengan kewajiban tersebut.

Sebab apa yang menjadi perantara perbuatan wajib, wajib pula bagi muslim

mempelajari ilmu-ilmu tersebut.

Wajib bagi muslim mempelajari ilmu-ilmu perdagangan jikalau mereka

berdagang. Misalnya bagaimana cara menyingkiri hal-hal yang haram, makruh

dan syubhat. Setiap orang yang mengerjakan muamalah, wajib mengetahui ilmu-

ilmu tentang bagaimana cara menyingkiri haram yang mungkin terjadi dalam

muamalah tersebut. Termasuk yang wajib diketahui oleh setiap muslim pula,

adalah ilmu gerak hati (ahwal al-qalb) seperti tawakkal, ridla, inabah, taqwa dan

rendah hati.

2. Memilih Guru

Adapun karakter guru yang bisa dijadikan pendidik bagi murid menurut

Az-Zarnuji akan dibahas lebih terinci lagi pada bab karakter guru pendidikan

agama islam.

3. Memilih Teman

Selain peran guru, adalah peran lingkungan teman relasi juga tak kalah

besaranya dalam membentuk karakter berpikir, pandangan hidup dan perilaku

seorang pelajar.

Dalam kaitannya dengan hal ini menurut Az-Zarnuji sebaiknya memilih

teman yang rajin belajar, bersifat wara‘ dan berwatak itiqamah (lurus) dan

mudah paham (tanggap). Hindarilah orang yang malas, penganggur, pembual,

suka berbuat onar dan suka memfitnah.42

Hal ini dianggap sangat penting oleh Az-Zarnûjî dikarenakan banyak

orang yang baik-baik berubah menjadi rusak disebabkan oleh kesalahan

mereka dalam memilih teman.

Anak yang tumbuh di dalam keluarga yang menyimpang, belajar di

lingkungan yang sesat dan bergaul dengan masyarakat yang rusak, maka anak

42

Az-Zarnûjî, op,cit., h. 31

Page 57: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

46

akan menyerap kerusakan itu, terdidik dengan akhlak yang paling buruk, di

samping menerima dasar-dasar kekufuran dan kesesatan. Kemudian dia akan

beralih dari kebahagian kepada kesengsaraan, dari keimanan kepada

kemurtadan dan dari Islam kepada kekufuran. Jika semua ini telah terjadi,

maka sangat sulit mengembalikan anak kepada kebenaran, keimanan dan

jalan mendapakan hidayah.

Dari paparan yang telah disebutkan, kita dapat memahami bahwa

sepantasnya seorang pencari ilmu memilih ilmu yang akan dipelajari terlebih

dahulu dengan melihat kadar kemampuan dirinya dalam belajar, memilih

guru yang sesuai dengan ilmu yang ditekuninya dan memilih teman yang

dapat mendorong dirinya untuk terus meningkatkan kemampuan belajarnya.

Akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut bertolak belakang jika dilihat

pada saat ini, yaitu banyak pencari ilmu yang hanya mencari ilmu semaunya

saja tanpa melihat kadar kemampuannya. Hal inilah yang banyak

menyebabkan kejenuhan yang menghantarkan kepada pemberhentian proses

belajar tersebut.

Hal lain yang bertolak belakang juga adalah proses pemilihan guru dan

teman. Tidak sedikit pencari ilmu yang pencarian ilmunya terhambat karena

ketidaktepatan memilih guru yang mengajarkan pelajaran yang dia tekuni dan

memilih teman yang tepat dalam proses belajarnya. Kedua hal ini jika tidak

tepat dalam penempatannya, maka akan menghambat perkembangan

keilmuan si pencari ilmu.

c. Menghormati ilmu dan ahli ilmu

Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan guru sangat penting sekali,

artinya guru memiliki tanggung jawab untuk menentukan arah pendidikan

tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang

yang berilmu.

Bukan pelajar sejati kalau tidak menghormati jasa pahlawannya dan setiap

pelajar sejati tentu selalu mendambakan dirinya bisa menyerap pelajaran dengan

mudah. Untuk mendapatkannya, seorang pelajar harus menghormati ilmu dan

Page 58: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

47

mencintainya. Dengan kecintaannya terhadap ilmu maka akan menjadi sumber

segala inspirasi yang sangat potensial membantu daya berpikir.

Di antara menghormati ilmu, menurut Az-Zarnuji adalah sebagai berikut:

―Di antara menghormati ilmu adalah memuliakan kitab, seorang pelajar

(santri) sebaiknya tidak memegang kitab kecuali dalam keadaan suci dari

hadas…hal ini disebabkan ilmu adalah cahay dan wudu juga cahaya.

Dengan demikian cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan

berwudu.‖43

Bila kecintaan ilmu bisa mengasah otak sedemikian rupa, maka

penghormatan siswa terhadap pemiliknya (guru) akan membentuk pribadinya

menjadi orang yang santun, tahu diri dan menghargai jasa pahlawannya yang jelas

tidak mampu dinilai dengan harta.

Az-Zarnuji memberikan kedudukan yang sangat tinggi terhadap guru. Dia

harus dihormati dan dimuliakan. Kedudukan guru bagi muridnya tak ubahnya

seperti orang tua terhadap anaknya, sebagaimana yang dikatakan oleh Az-Zarnuji:

“Sesungguhnya orang yang mengajarkan padamu satu huruf yang kamu

butuhkan dalam urusan agamamu, maka ia merupakan ayahmu dalam

kehidupan agamamu.”44

Sehubungan dengan hal di atas, menurut al-Ghazali sebagaimana dikutip

Yusuf al-Qardawi, bahwa:

―Hak guru lebih besar daripada hak kedua orang tua. Orang tua adalah sebab

lahirnya seseorang dalam kehidupan fana, sedangkan guru menjadi sebab

seseorang berada dalam kehidupan abadi (di akhirat). Kalaulah tidak ada

guru, apa yang diterima oleh seseorang dari bapaknya niscaya menjulur

43

Az-Zarnûjî, Ibid., h. 21 44

Az-Zarnuji, Pedoman Belajar Bagi Penuntut Ilmu (Terjemah Ta‟lim al-muta‟allim),

Penerjemah: Muhammadun Thaifuri, (Surabaya:Menara Suci 2008), h. 36

Page 59: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

48

kepada kebinasaan. Guru adalah orang yang memberikan makna hidup di

akhirat‖.45

Az-Zarnuji memposisikan ahli ilmu (orang yang memiliki ilmu) terutama ahli

fiqih jauh tingkatannya lebi tinggi dibandingkan dengan orang yang ahli ibadah.

Beliau mengutip syair Muhammad bin Hasan bin Abdullah sebagai berikut:

―Sesungguhnya seorang ahli fiqih yang wara‟ (teguh) lebih berat bagi setan

(untuk menggodanya) dibanding seribu ahli ibadah.‖46

Hal ini sejalan dengan hadis Nabi sebagai berikut:

―Telah mnceritakan kepada kami Muhammad bin Ismail, berkata: Telah

menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa, berkata: Telah menceritakan

kepada kami Al-Walid bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Rauh bin

Janah, dari Mujahid dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah saw. Bersabda:

Seorang ahli fiqih itu lebih berat bagi setan (untuk menggodanya) dibanding

seribu ahli ibadah.‖ (HR. at-Tirmidzi)47

Keutamaan orang yang memiliki ilmu dan mengajarkannya dijelaskan di

dalam hadis Nabi, yaitu sebagai berikut:

―Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdi Al-A‟la As-San‟ani,

telah menceritakan kepada kami Salamah bin Raja‟. Telaah menceritakan

kepada kami Walid bin Jamil, telah menceritakan kepada kami Qosim Abu

45

Yusuf al-Qardawi, Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah,

penerjemah: Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: CV Rosda, 1989), h. 117 46

Az-Zarnuji, op.cit., h. 8 47

Abi ‗Isa Muhammad Ibn ‗Isa Ibn Saurah, Sunan at-Tirmidzi al-Jami‟ al-Shahih, (Beirut:

Dar el-Marefah, 2002), h. 2681

Page 60: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

49

Abdurrahman berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Yang

Maha Suci, malaikat-Nya, penghuni-penghuni langit-Nya dan bumi-Nya

termasuk semut dalam lubangnya dan termasuk ikan akan mendoakan

keselamatan bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan.‖

(HR. at-Tirmidzi)48

Sehubungan dengan kedudukan guru yang demikian tinggi, al-Ghazali

memberikan penjelasan. Menurutnya ―seorang sarjana yang bekerja mengamalkan

ilmunya adalah lebih baik daripada seorang yang hanya beribadah saja, puasa saja

setiap hari dan bersembahyang setiap malam.‖49

Sejalan dengan hal itu Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip

Abudin Nata mengatakan,

―Seorang yang berilmu dan kemudian ia mengamalkan ilmunya itu, maka

orang itulah yang dinamakan orang yang berjasa besar di kolong langit ini.

Orang tersebut bagaikan matahari yang menyinari orang lain dan menerangi

pula dirinya sendiri, ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain

dan ia sendiripun harum. Siapa yang bekerja di bidang pendidikan, maka

sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan sangat penting,

maka hendaknya ia memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya itu‖.50

Oleh karena guru adalah orang yang harus dihormati, lalu bagaimana cara

murid untuk menghormati guru? Islam sangat menganjurkan agar umatnya

menghormati para ulama dan guru. Dalam kitab Ta'lim Muta'allim, kitab tentang

sopan santun menuntut ilmu yang banyak digunakan di pesantren salaf

(tradisional), dijelaskan bagaimana cara menghormati guru. Al-Zarnuji

menjelaskan tentang penghormatan terhadap guru dalam pasal tertentu, yaitu pasal

ke empat tentang mengagungkan ilmu dan ahli ilmu. Yaitu sebagai berikut:

a. Memberikan sesuatu berupa hartanya atau apapun berupa sesuatu yang

bermanfaat walaupun sedikit. Hal tersebut dilakukan agar anaknya bisa

menjadi orang yang alim, jika anaknya tidak berhasil menjadi orang alim

maka cucunya yang akan menjadi orang alim.51

b. Tidak berjalan kencang di depannya.

c. Tidak duduk di tempat duduk gurunya.

48

Ibn Saurah, Ibid., h. 2685 49

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 68 50

Abudin Nata, Ibid. 51

Ibrahim Ibn Ismail, Syarah Ta‟lîm al-Muta‟allim, (Surabaya: al-Hidayah, t.th), h. 16

Page 61: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

50

d. Tidak memulai percakapan dengannya kecuali atas izinnya.

e. Tidak banyak bicara di hadapan guru.

f. Tidak menanyakan sesuatu ketika guru sedang bosan.

g. Menjaga waktu dan tidak mengetuk pintu atau kamarnya, tetapi harus

menunggu sampai beliau keluar.

h. Menjauhi amarahnya dan menjalankan perintah yang baik darinya. Jika guru

memerintahkan hal yang bertentangan dengan agama maka tidak boleh

patuh kepadanya.

i. Menghormati anak-anaknya dan orang-orang yang memiliki hubungan

kerabat dengannya.52

Menghormati guru adalah keharusan yang tidak dapat ditawar. Tanpa

menghormati guru proses pendidikan berjalan tidak sesuai dengan koridornya.

Proses pendidikan dianggap mengalami kegagalan. Pendidikan hanya

memunculkan generasi yang cerdas tetapi tuna-akhlak. Akibatnya, tidak jarang

siswa tidak menghormati guru. Tragisnya beberapa siswa mencaci-maki guru.

Padahal, kecerdasan otak dan luasnya cakrawala pengetahuan siswa tidak hadir

sendirinya tanpa sentuhan dan doa para guru mereka yang mengajarkan secara

ikhlas.

Walau demikian guru bukanlah Tuhan yang harus sangat diagung-agungkan.

Menghormati guru tidaklah meninggalkan dimensi rasional, ada batas-batas

tertentu secara akal terhadap penghormatan kepada guru. Dengan kata lain bukan

berarti seorang murid harus meninggalkan proses pembelajaran dan harus selalu

menghormati guru saja melainkan murid harus tetap berikhtiar yaitu dengan tetap

belajar kemudian menghormati guru yang mengajari kita, maka dari itu ilmu kita

akan bermanfaat.

Kemudian termasuk dalam menghormati ilmu yaitu menghormati teman. Az-

Zarnuji menjelaskan dalam kitabnya:

52

Az-Zarnuji, op.cit., h. 37-40

Page 62: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

51

―Termasuk memuliakan ilmu adalah menghormati teman dan orang yang

memberikan pelajaran. Pertalian dan ketegantungan adalah sikap yang

tercela kecuali dalam hal menuntut ilmu. Bahkan sebaiknya mengikat

pertalian dan ketergantungan dengan guru dan teman-teman belajar.”53

Kaitannya dengan hal ini, menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi pelajar

hendaknya menciptakan suasana kecintaan dan kesenangan antara sesama murid,

sehingga terlihat seolah-olah mereka merupakan anak dari satu orang.54

Menghormati ilmu dan ahli ilmu bila diterapkan pada konteks saat ini, berarti

harus ada pembatas antara murid dan guru karena ta‘dzim itu berupa akhlak yang

mana tidak diperbolehkan seorang murid melakukan hal-hal yang tidak disukai

oleh gurunya tersebut, dan dalam kitab ini pula terdapat pernyataan bahwa

seorang murid tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat kecuali ia bertindak

hormat terhadap gurunya.

Menurut pengamatan saya, terkait hormat terhadap guru pada saat ini kitab ini

masih relevan, akan tetapi mengingat seiring berkembangnya budaya yang

bercampur pada budaya barat, maka makna menghormati itu berubah yang

dulunya klasik menjadi modern, yang dulunya ketika siswa bertemu guru itu

tunduk (patuh), dan ketika dalam pembelajaran siswa hanya menerima pelajaran

tanpa bertanya kecuali ditawarkan pertanyaan yang kesemua itu berubah menjadi

ketika siswa bertemu guru itu saling menyapa, kemudian dihampiri dan terjadilah

percakapan antara guru dan murid layaknya teman dekat dan dalam pembelajaran

siswapun bertanya ketika tidak mengerti tanpa ada penawaran dari guru. Hal itu

semua menurut konteks pemahaman saya masih dalam batas menghormati. Jadi

tergantung kita memaknai konteks memaknai pada masa sekarang.

d. Keseriusan, ketekunan dan cita-cita luhur

Pelajar seyogyanya bersungguh-sungguh hati dalam belajar serta tekun. Az-

zarnuzi menukil ayat alquran berikut untuk memeperkuat pendapat :

53

Az-Zarnuji, Ibid., h. 45 54

al-Abrasyi, op.cit., h. 74

Page 63: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

52

―Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) kami, niscaya

kami akan berikan mereka kepada jalan-jalan kami‖. (Q.S. Al-Ankabut :29)

Selanjutnya Az-Zarnuzi mengarang syair yang isinya menceritakan

kesungguhan para penuntut ilmu dalam memanfaatkan waktu belajar mereka.

Syair itu sebagai berikut :

:“barang siapa ingin semua maksudnya tercapai”

“jadikanlah malam, tunggangan untuk mencapai”

“kurangilah makan, agar kau mampu menjaga”

“Bila kau idamkan mendapat sempurna”

Mengenai keharusan untuk tekun dalam belajar Az-zarnuzi menjelaskan :

adalah suatu keharusan bagi pelajar untuk tekun atau rutin dalam belajar

serta mengulangi pada setiap awal dan akhir malam, karena antara waktu

maghrib dan isya serta waktu sahur adalah waktu yang penuh berkah.55

Berkenaan dengan cita-cita luhur, Az-zarnuzi mencatat sebagai berikut :

seorang penuntut ilmu harus memili cita-cita yang luhur dalam berilmu.

Karena sesungguhnya seseorang akan terbang dengan cita-citanya

sebagaimana burung tebang dengan sayapnya.56

55

Az-Zarnuji, op.cit., h. 55 56

Az-Zarnuji, Ibid., h. 57-58

Page 64: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

53

Az-Zarnnuji mewajibkan hal ini karena menurutnya kesungguhan dan cita-

cita tinggi adalah adalah pangkal kesuksesan. Baginya cita-cita tinggi tapi tidak

ada kesungguhan berusaha, sungguh-sungguh tetapi tidak ada cita-cita tinggi

hanya akan memperoleh sedikit ilmu. Az-Zarnuji menandaskan pendapatya ini

dengan syair gubahannya :

wahai jiwaku, tinggalkan kemalasan dan penundaan masalah, maka kau

jatuhkan aku dalam kehinaan. Tak pernah kulihat sesuatu yang dapat diraih

bagi pemalas kecuali penyesalan dan cita-cita yang tak terwujud.57

Karena itu, bagi Az-Zarnuji belum dianggap bersungguh-sungguh seorang

penuntut ilmu melakukan aktifitas belajar, kalau belum mencapai kelelahan dan

keletihan guna mencapai kesuksessan.

Keseriusan, ketekunan dan cita-cita luhur merupakan 3 hal yang harus ada

dalam jiwa seorang pencari ilmu. Tapi jika dihubungkan dengan kondisi sekarang

ini, rasanya sulit untuk menemui orang yang mencari ilmu dengan kriteria 3 hal

ini. Hal ini bukan dikarenakan kurangnya fasilitas dalam belajar, akan tetapi lebih

dikarenakan oleh kelabilan jiwa si pencari ilmu. Mereka seolah-olah menganggap

remeh persoalan mencari ilmu, maka hal inilah meurut penulis yang sering

mengakibatkan timbulnya ketidakseriusan dan berkurangnya ketekunan dalam

belajar.

Dan satu hal yang sering terlupakan oleh para pencari ilmu, yaitu cita-cita

yang luhur. Keseriusan dan ketekunan dapat muncul jika dilandasi oleh cita-cita

yang luhur, karena dengan adanya cita-cita yang luhur maka akan muncul

semangat yang berimbas pada munculnya keinginan untuk mendapatkan

tujuannya tersebut. Jika kita perhatikan cita-cita luhur sepertinya sedikit banyak

telah hilang dari jiwa seorang pencari ilmu di masa sekarang ini. Poin ini erat

kaitannya dengan poin satu yaitu niat awal disaat melakukan prose belajar.

e. Metode Belajar

Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat

penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia merupakan sarana dalam

menyampaikan materi pelajaran.

57

Az-Zarnuji, Ibid., h. 61-62

Page 65: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

54

Secara literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kosa

kata, yaitu meta yang berarti ―melalui‖ dan hodos yang berarti ―jalan‖. Jadi

metode berarti jalan yang dilalui.58

Sedangkan metode pendidikan menururt Samsul Nizar adalah ―teknik yang

digunakan peserta didik untuk menguasai materi tertentu dalam proses mencari

ilmu pengetahuan.‖59

Menurut Ahmad Tafsir, metode pendidikan ialah ―semua cara yang

digunakan dalam upaya mendidik.‖

Kemudian menurut Abdul Munir Mulkan, sebagaimana dikutip oleh Samsul

Nizar metode pendidikan adalah ―suatu cara yang dipergunakan untuk

menyampaikan atau mentransformasikan isi atau bahan pendidikan kepada anak

didik‖.60

Jadi metode adalah cara guru dalam menyampaikan materi terhadap

peserta didiknya.

Az-Zarnûjî dalam Ta‟lîm-nya menawarkan kepada para pelajar untuk

menggunakan metode-metode sebagai berikut:

a. Mengulang dan menghafal

Az-Zarnûjî menganjurkan agar selalu mengulang-ulang pelajaran yang telah

diperolehnya, karena dengan cara mengulang-ulang maka akan mudah diingat

dan dihafal.61

Metode ini diasumsikan untuk belajar tempo dulu, dimana masih amat sulit

diperoleh kertas sehingga setiap pelajaran harus dihafalkan di luar kepala.

b. Memahami dan mencatat

Az-Zarnûjî menganjurkan kepada para penuntut ilmu agar membuat (Ta‟liq

pelajaran) catatan sendiri. Akan tetapi sebelum mencatat sebaiknya dipahami

terlebih dahulu dan mengulanginya berkali-kali. Karena bila mencatat sesuatu

yang belum dipahami akan membuat bosan, menghilangkan kecerdasan dan

58

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), Cet. II, h.

65 59

Nizar, Ibid., h. 66 60

Nizar, Ibid. 61

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 74

Page 66: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

55

menyia-nyiakan waktu. Oleh karena itu anak didik harus bersungguh-sungguh

memahami materi pelajaran lalu kemudian membuat catatan sendiri.62

Ta‟liq pelajaran adalah catatan yang dibuat oleh murid sendiri tentang

pengertian atau persepsi yang diperoleh dari pelajaran tersebut sesuai dengan

penjelasan gurunya. Sekarang mirip dengan notulasi pelajaran. Praktek di

pesantren, kebanyakan berujud catatan-catatan kecil yang ditulis pada bagian

tepi lembaran-lembaran kitab, biasaya berderet miring.

c. Mużakarah

Metode mużakarah ini bisa dikatakan metode soal-jawab antara sesama pelajar

atau bisa juga dikatakan tukar pendapat untuk saling melengkapi pengetahuan

masing-masing. Hal ini dilakukan untuk membangkitkan ingatannya terhadap

pelajaran-pelajaran yang sudah diterimanya.63

d. Munaẕarah

Munaẕarah diambil dari kata naẕarun, artinya ―pandangan.‖ Metode ini bisa

disebut dengan metode diskusi kelompok yaitu saling mengkritisi pendapat

masing-masing Masing-masing anggota mempunyai pandangan atau pendapat

tersendiri untuk disampaikan kepada anggota yang lainnya.64

e. Muṯarahah

Muṯarahah diambil dari kata ṯarahum, artinya menurut bahasa ―melontarkan.‖

Metode ini dapat dikatakan dengan metode diskusi kelas, anggota yang satu

mengkritik anggota yang lain. atau metode adu pendapat untuk diuji dan dicari

mana yang benar. Dalam metode ini berbeda dengan diskusi kelompok yang

mana dalam diskusi kelompok dipimpin oleh salah seorang anggota sedang

pada diskusi kelas dipimpin oleh guru.65

Az-Zarnuji menekankan pendidikan pada hafalan mungkin banyak kalangan

yang mengkritisinya, terutama pada era moderen ini. Permasalahannya adalah

apakah betul pembelajaran yang menggunakan teknik menghafal menjadikan anak

62

Az-Zarnûjî, Ibid., h.76 63

Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan para Filosofi Muslim (Yogyakarta: Al Amin press

2007) h. 115. 64

Madjidi, Ibid. 65

Madjidi, Ibid., h. 151

Page 67: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

56

didik yang kurang kreatif, tidak mampu mengembangkan pengetahuan yang

dimiliki, dan ada dalam kadar keaktifan mental yang paling rendah sebagaimana

dituduhkan.

Hal itu mungkin benar jika dalam proses pembelajaran hanya dipraktekan

metode hafalan saja tanpa dibarengi dengan aspek-aspek kognitif-rasional dan

pengembangan wawasan, seperti yang sering dijumpai dalam proses pengajaran

kitab kuning di banyak pesantren. Namun, jika yang terjadi adalah

mengkolaborasikan antara keduanya, yaitu metode hafalan yang diberengi dengan

aspek-aspek kognitif-rasional, hal ini dapat dikatakan suatu keberhasilan dalam

proses pendidikan, karena pada dasarnya hafalan akan memperkuat argumen

dalam suatu keilmuan.

Sebenarnya kolaborasi antara metode hafalan yang diberengi dengan aspek-

aspek kognitif-rasional telah digariskan Az-Zarnuji dalam Kitab Ta‘lim al-

Muta‘allim ini, hal ini tampak dalam kalimat

―Sebaiknya siswa selalu mencatat sendiri mengenai pelajaran yang telah

dihafalnya dan banyak mengulang karena sesungguhnya sangat bermanfaat

‖66

―Seorang siswa hendaknya melakukan mudzakarah, munadharah, dan

mutharahah‖67

Jelas bahwa ungkapan di atas mengisyaratkan bahwa di satu sisi Az-Zarnuji

menganjurkan membuat catatan yang telah dihafal. Sementara itu, di sisi lain

bagaimana mudzakarah (saling mengingatkan), munadharah (saling mengadu

pandangan), dan mutharahah (diskusi) dijadikan sarana untuk mengembangkan

aspek-aspek kognitif-rasional dan pengembangan wawasan.

Sebagai ukuran bahwa metode hafalan dalam kenyataannya tidak memasung

kreatifitas dan rasionalitas seseorang, mungkin bisa melihat sejarah hidup salah

66

Az-Zarnûjî, op.cit., h.75 67

Az-Zarnûjî, Ibid., h. 79

Page 68: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

57

satu dari sekian tokoh besar yang dalam proses belajarnya dilalui dengan hafal

menghafal, yaitu Imam Abu Hanifah seorang tokoh yang sering dikutip

pendapatnya oleh Az-Zarnuji dalam kitabnya Ta‟lim al-Muta„allim. Dia tergolong

orang yang menganut aliran pemikiran yang rasional. Diceritakan bahwa sejak

masih kanak-kanak, beliau telah mengkaji dan menghafal al-Qur‟an dan beliau

dengan tekun senantiasa mengulang-ulang bacaannya dan mendalami makna yang

dikandung ayat-ayat tersebut.

Metode mużakarah, Munaẕarah dan muṯarahah ini memiliki kelebihan

dibandingkan metode mengulang-ulang dan menghafal. Dalam metode diskusi ini,

Az-Zarnûjî memperingatkan agar dilakukan dengan penuh kesadaran dan kehati-

hatian dalam berpikir karena fungsi dari metode diskusi ini hanya untuk mencari

kebenaran bukan mencari kemenangan.68

Dalam poin ini Az-Zarnûjî menyarankan beberapa metode dalam hal belajar

menurut pandangannya. Dalam pendidikan era modern ini ada sebagian pendapat

Az-Zarnûjî yang dipakai yaitu metode diskusi, sebagai sarana pengembangan cara

berpikir seorang pencari ilmu.

Akan tetapi yang sangat disayangkan adalah berkurangnya daya ingat pencari

ilmu karena kurangnya kebiasaan menghafal. Sebagaimana yang telah dikatakan

Az-Zarnûjî, metode menghafal di era modern ini dianggap metode yang

mengurangi kreatifitas seorang pencari ilmu. Menurut penulis, padahal jika

dibiasakan menghafal maka kemampuan daya ingat akan semakin meningkat. Jika

Az-Zarnûjî mengutamakan memahami dibanding mencatat, maka penulis berbeda

pandangan dengan beliau. Dalam hal ini bukan berarti penulis menyalahkan

beliau, akan tetapi lebih melihat kepada kondisi daya tangkap para pencari ilmu

dimasa sekarang ini.

f. Tawakkal

Tawakal terambil dari kata Wakal-yakilu yang berati "mewakilkan", dan dari

kata ini terbentuk kata Wakil. Dalam beberapa ayat dijelaskan bahwa, "Dan Dia

(Allah) atas segala sesuatu menjadi wakil (Q.S. Al-An'am: 102). dan cukuplah

68

Az-Zarnûjî, Ibid., h. 76, 81

Page 69: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

58

Allah sebagai wakil (An-Nisa': 81). Kata wakil bisa juga diterjemahkan sebagai

"pelindung".69

Maksdunya menyerahkan kepada Tuhan segala perkara. Bertawakkal adalah

akhir dari proses dan ikhtiar seorang mukmin untuk mengatasi urusannya.70

Namun Tawakkal bukan berarti penyerahan mutlak kepada Allah, tetapi

penyerahan tersebut harus didahului dengan usaha manusiawi dan melakukan

sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya.71

Dalam hal ini Az-Zarnuji mengatakan :

pelajar harus bertawakal dalam menuntut ilmu. Jangan goncang masalah

rizki, hatinya pun jangan terbawa kesana.

Pendapat Az-Zarnuji ini merupakan satu hal yang sangat benar, bahwa

serang pelajar harus bertawakkal penuh terhadap Allah ketika sedang

melaksanakan proses mencari ilmu atau hal-ha lain. Karena ketika seorang pelajar

sudah berkurang rasa tawakkalnya maka lambat laun proses belajarnya pun akan

terganggu. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa masalah yang sering

mendera seorang pelajar adalah masalah rizqi (keuangan).

Oleh karenannya, dalam kondisi seperti inilah peran seorang guru untuk

menekankan kepada muridnya agar senantiasa konsisten dan tawakkal dalam

menuntut ilmu. Tawakkal bukan berarti mengesampingkan usaha dan bukan juga

berpangku tangan. Akan tetapi lebih kepada menyerahkan hasil akhir kepada

Allah. Seorang pelajar yang mau bertawakkal hendaknya tidak perlu khawatir

terhadap masalah-masalah yang dia hadapi terutama masalah rizqi (keuangan),

karena Allah telah menjamin bagi oang mukmin yang mau bertawakkal maka

Allah yang akan mencukupi urusannya. Sebagaimana Firman Allah dalam surat

At-Tholaq: 65

69

M. Quraish Sihab, Secerah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur'an, (Bandung: Mizan

Pustaka, 2007), Cet. I h.171 70

Madjidi, op.cit., h. 107. 71

Sihab, op.cit., h. 173

Page 70: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

59

Az-zarnuji megingatkan pengaruh urusan dunia dengan penjelasanya sebagai

berikut:

Orang yang berakal sehat tidak akan gundah memikirkan urusan dunia,

karena kegundahan dan kesedihan tidak akan menghindarkan musibah dan

tidak akan memberikan manfaat. Sebaliknya, ia akan membahayakan hati,

akal dan fisik serta akan menodai amal kebaikan yang perlu mendapat

perhatian adalah urusan akhirat, karena itulah yang akan memberikan

manfaat.

Dalam komentarnya ini Az-Zarnuji memberkan peringatan kepada para

pelajar khususnya dan kalangan umum pada umumnya. Ada beberapa hal yang

dapat kita ambil dari komentarnya ini, yaitu untuk orang-orang yang berakal

terutama penuntut ilmu hendaknya tidak terbebani dengan urusan-urusan dan

masalah-masalah keduniaan, karena merasa sedih dan khawatir terhadap dunia

tidak akan menimbulkan manfaat atau keuntungan sedikitpun. Bahkan akan

menimbulkan efek yang buruk bagi hati, akal, dan badan, serta bisa mencacati

amal-amal kebaikan. Beliau mengharapkan agar urusan akhiratlah yang lebih

diutamakan yaitu mencari ilmu agama untuk kepentingan agama, karena hal itu

akan memberikan manfaat untuk kehidupannya di dunia maupun akhirat.

g. Wara’

Selanjutnya menurut Az-Zarnûjî, seorang pelajar harus bersifat wara‘ (Self

Protection) dalam mencari ilmu, Dapatlah dilihat, secara harfiah kata wara‟

berarti ―menjauhkan diri dari dosa, maksiat dan perkara syubhat.‖72

Ia juga berarti

Iffah yaitu mencegah diri melakukan sesuatu yang tidak pantas.73

Menurut Ibrahim bin Adham, wara‟ adalah ―meninggalkan segala yang masih

diragukan dan meninggalkan kemewahan.‖74

Sedangkan menurut Syaikh al-

Haddad wara‟ adalah

72

Munawwir, op.cit., h.1552 73

Lalu Heri Afrizal, Ibadah Hati, (Jakarta: Garfindo Media Pratama, 2008), Cet. I, h.179 74

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Amzah, 2005), h.

284

Page 71: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

60

―Bersikaplah menerima kesederhanaan hidup, dan jangan berpanjang

angan-angan, dan bersikaplah waspada (wara‟) terhadap apa yang tidak

halal.‖75

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mendefinisikan wara' sebagai berikut:

―Meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan akan berbahaya ahirat". Sedangkan

menurut As-Sayyid Al-Jurjani sebagai berikut: ―Meninggalkan perkara syubhat

karena takut terjerumus ke dalam perbuatan haram".76

Jadi wara‟ adalah meninggalkan hal-hal yang syubhat atau samar-samar

hukumnya baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan apapun.

Meninggalkan apa-apa yang haram merupakan keharusan setiap Muslim.

Setiap Muslim juga harus sekuat mungkin meninggalkan apa saja yang makruh.

Ini merupakan sikap dasar setiap Muslim. Jika demikian sudah sepantasnya

seorang pelajar harus memiliki sifat wara‟.

Sikap wara‟ itu tumbuh karena iman yang terus hidup di dada, harapan pada

keridaan Allah yang terus bersemi dan rasa takut yang terus menyala terhadap

azab-Nya akibat keharaman meski sangat kecil atau sedikit.

Ulama membagi wara' menjadi tiga macam. Pertama, wara' wajib, yaitu:

mencegah diri dari perbuatan haram, dan ini wajib dilaksanakan oleh setiap orang.

Kedua, Wara Mandub (sunnah), yaitu: mencegah diri dari perkara-perkara

syubhat, dan ini biasanya dilakukan oleh sebagian kecil orang. Ketiga, Wara' dari

Mubahat (Perbuatan yang boleh dilakukan) yang tidak penting, dan ini sifat dan

karakter pribadi para nabi, syuhada dan orang-orang shaleh.77

Di antara tanda yang mendasar bagi orang-orang yang wara‟ adalah kehati-

hatian mereka yang luar biasa dari sesuatu yang haram dan tidak adanya

keberanian mereka untuk maju kepada sesuatu yang bisa membawa kepada yang

haram. Dan dalam hal itu, Rasulullah saw bersabda:

75

Jumantoro, Ibid. 76

Afrizal, op.cit., h. 180 77

Afrizal, Ibid., h. 187

Page 72: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

61

“Menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir: Mengkhabarkan kepada

kami Sufyan dari Abi Farwah dari Sya‟bi dari Nu‟man bin Basyir berkata:

Rasulullah Saw. Bersabda: (perkara) yang halal itu jelas dan (perkara) yang

haram juga jelas. Sementara itu, (perkara yang ada) di antara keduanya

adalah perkara-perkara syubhat (yang samar) yang tidak diketahui oleh

bagian besar manusia. Barang siapa yang menhindari (semua perkara)

syubhat, maka dia telah menjaga kesucian agama dan dirinya. Namun,

barang siap yang terjerumus ke dalam (perkara) syubhat, maka dia telah

terjerumus ke dalam perkara yang haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)78

Hadis di atas menjelaskan bahwa yang halal dan yang haram itu sudah jelas

dan yang berada di antaranya itu adalah perkara syubhat. Orang yang hatinya

bersih dan takut terhadap Allah, dia akan meninggalkan hal-hal yang berada di

antara halal dan haram (perkara syubhat), karena bila terjerumus ke dalam perkara

yang syubhat (samar-samar hukumnya) maka akan terjerumus ke dalam perkara

yang haram pula. Beliau juga bersabda:

―Menceritakan kepada kami Abu Mushir dari Ismail bin Abdillah bin Samaah

dari Awza‟I dari Qurroh dari zuhri dari Abi Salamah dari Abi Huroiroh

berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: Termasuk tanda baik keislaman

seseorang, ia meninggalkan hal-hal yang tidak penting baginya.‖ (HR.

Tirmidzi).79

78

Abî Abdillah Muhammad Ibn Ismâ‘il al-Bukhârî, Şahih Bukhâri, (Saudi Arabia: Baitul

Afkar ad-Dauliyah, 2008), hadis No. 2051, h. 288. 79

Abî Isa Muhammad Ibnu Isa Ibnu Saurah, Sunan al-Tirmiżi, Juz I, (Mesir: Dar al-Ibnu

Al-Jauzi, 2011), Kitab Zuhud, hadis No. 2317, h. 426

Page 73: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

62

―Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukan‖.

(HR. Bukhari).80

Dengan demikin, sikap wara‟ merupakan sikap kritis dan antisipasi diri

terhadap apapun yang bisa menjadi aib; mengedepankan kehati-hatian bertindak;

keluar dari yang samar menuju yang jelas; meninggalkan yang meragukan menuju

yang tak meragukan; tidak memperturutkan keinginan, tetapi mengambil sesuai

yang dibutuhkan atau sekadarnya; mengambil hal mubah untuk menguatkan

ibadah, meningkatkan ketaatan, dan manambah taqarrub kepada Allah.

Di samping kehati-hatian itu kita juga butuh bekal yang terbaik dalam hidup

kita, yaitu ―istighfar‖, karena apabila ada sesuatu yang haram yang tidak sengaja

kita makan maka masih ada netralisatornya yaitu ampunan Allah dan untuk

mendapatkan ampunan Allah kita harus membiasakan diri ber-istighfar.

B. Karakter Guru

Sebagaimana telah diuraikan di bab sebelumnya bahwa dalam ajaran Islam,

guru mendapatkan penghormatan dan kedudukan yang tinggi. Sangat logis jika

penghormatan dan kedudukan yang tinggi tersebut diberikan kepada guru karena

guru sangat berjasa dalam membimbing, memberikan pengetahuan, membentuk

akhlak peserta didiknya hingga dia menjadi manusia yang seutuhnya yang dapat

melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.

Para ahli pendidikan Islam sangat memperhatikan budi perangai atau sifat-

sifat yang baik yang harus dimiliki oleh guru di samping harus mengetahui ilmu

atau pengetahuan yang akan diajarkan kepada muridnya. Dengan sifat-sifat yang

baik tersebut diharapkan apa yang disampaikan oleh guru bisa didengar dan

dipatuhi, tingkah lakunya dapat diteladani dan ditiru dengan baik. Atas dasar ini

para ahli sepakat menetapkan sifat-sifat tertentu yang harus dimiliki oleh guru.

Untuk menjadi orang yang pantas ditaati dan diikuti, tidaklah salah apabila

sebagai guru menengok kembali apa yang telah diungkapkan Az-Zarnûjî bahwa:

80

al-Bukhârî, op.cit., h.228

Page 74: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

63

―Adapun dalam memilih guru, hendaknya memilih orang yang lebih alim

(pandai), lebih wara‟ dan lebih tua.”81

Az-Zarnûjî juga mengutip pendapat Abu Hanifah mengenai sifat-sifat tertentu

yang harus dimiliki oleh guru, sebagai berikut:

―Saya dapati Hammad sudah tua, berwibawa, santun, dan penyabar. Dan

beliau berkata “Maka aku menetap di samping Hammad bin Abi Sulaiman, dan

akupun tumbuh dan berkembang”.82

Hammad bin Abu Sulaiman Al Asy‘ary, salah seorang ulama‘ ahli fikih yang

luas ilmunya, masuk periode Tabi‘in. imam Abu Hanifah berguru kepada beliau

dan manetap di sana selama 18 tahun, mengangsu ilmu sangat banyak dan

meriwayatkan hadits-hadits beliau. Syaikh Ahmad wafat tahun 120 H/ 738 M.83

Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa „alim, wara‟, dan lebih tua usianya

dibanding muridnya, menurut Az-Zarnuji adalah syarat yang harus dipenuhi

ketika menjadi guru. Sifat-sifat itulah yang dimiliki Hammad bin Abu Sulaiman,

sehingga Abu Hanifah memilih menjadi gurunya, karena semata-mata seorang

guru yang tua dan berwibawa, murah hati, serta penyabar, sehingga Abu Hanifah

menetapkan untuk menimba ilmu kepadanya sampai ―berkembang‖. Kata

berkembang, menurut Ibrahim bin Ismail mengandung arti bahwa Abu Hanifah

tidak pernah berpindah guru dalam menimba ilmu hingga menjadi seorang

Mujtahid kecuali hanya kepada Hammad bin Abu Sulaiman.84

Dengan melihat kedudukan baik guru maupun siswa serta syarat-syarat yang

harus dipenuhi ketika menjadi guru tersebut, tentu saja akan lebih tepat,

sebagaimana dikatakan Az-Zarnuji bahwa guru sebaiknya orang yang lebih tua

dibanding muridnya. Dalam arti yang lebih luas lagi, kata tua dapat diartikan tidak

sekedar lebih tua dalam umur, namun sebagaimana ditambahkan, ―tua‖ dapat juga

81

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 13 82

Az-Zarnûjî, Ibid 83

As‘ad, op.cit., h. 27 84

Ibrâhim Ibn Ismâ‘il, op.cit., h. 13.

Page 75: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

64

berarti orang yang banyak pengalamannya dalam segala hal maupun dalam

menghadapi anak didik. Dalam konteks ini, mungkin sesuai dengan teori

revitalisasi budaya yang mengatakan bahwa subyek didik pada hakekatnya adalah

orang yang masih perlu mendapat tuntunan, sehingga lebih tepat apabila guru

adalah orang yang lebih dewasa.

a. Al-A’lam (lebih alim)

Secara bahasa, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata alim. Alim adalah

isim fail dari kata dasar: alima yang artinya ―yang terpelajar, sarjana, yang

berpengetahuan, ahli ilmu.‖85

Jadi alim adalah orang yang berilmu dan ulama

adalah orang-orang yang punya ilmu. Sedangkan kata a‟lam merupakan isim

tafdhil yang berarti lebih alim.

Syekh Ibrâhim bin Ismâ‘il memberikan penjelas tentang kata a‟lam yang

dimaksud oleh Az-Zarnûjî, yaitu

Yang dimaksud lebih alim yaitu guru yang ilmunya selalu bertambah. Bila

kita menganalisis dari segi bahasa bahwa kata a‟lam merupakan isim tafdhil yang

berarti lebih alim. Jadi sosok guru yang diinginkan oleh Az-Zarnûjî adalah guru

yang tidak hanya sekedar alim tetapi guru yang lebih alim yang ilmunya selalu

bertambah.

Di sisi lain, kata ‗alim dapat juga disamakan dengan kata ulu al-albâb, ulu al-

nuha, al-mudzakki, dan al-mudzakkir. Oleh karena itu, dengan mengacu makna

yang terkandung dalam kata-kata tersebut, guru yang ‗alim sesuai dengan kata ulu

al-albâb berarti dia harus memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi

sehingga mampu menangkap pesan-pesan ajaran, hikmah, petunjuk, dan rahmat

dari segala ciptaan Tuhan, serta memiliki potensi batiniah yang kuat sehingga dia

dapat mengarahkan hasil kerja dan kecerdasannya untuk diabdikan kepada Tuhan.

Ulu al-nuha, berarti guru harus dapat mempergunakan kemampuan intelektual

dan emosional spiritualnya untuk memberikan peringatan kepada manusia

85

Munawwir, op.cit., h. 966. 86

Ibrâhim Ibn Ismâ‘il, op.cit., h. 12.

Page 76: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

65

lainnya, sehingga manusia-manusia tersebut dapat beribadah kepada Allah swt.

Al-mudzakki, berarti seorang guru harus dapat membersihkan diri orang lain dari

segala perbuatan dan akhlak yang tercela. Adapun arti kata al-mudzakkir, maka

seorang guru harus berfungsi sebagai pemelihara, pembina dan pengarah,

pembimbing, dan pemberi bekal pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan

kepada orang yang memerlukannya.87

Jadi guru harus selalu menanambah pengetahuannya. Jika pengetahuan guru

tidak bertambah maka tidak akan mungkin berhasil dengan baik. Jangan sampai

ilmu guru lebih rendah dari muridnya apalagi di zaman modern seperti sekarang

ini di mana peserta didik bisa mengakses lewat internet seperti google dan

sebagainya yang kemungkinan peserta didik sudah tahu terlebih dahulu sebelum

pelajaran dimulai. Oleh karenanya guru harus sudah siap sebelum mengajar dan

selalu menambah ilmu pengetahuannya, seperti muṯala‟ah untuk materi yang akan

disampaikan kepada muridnya dan sebagainya.

Mengapa guru harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan selalu harus

menambahnya? Menurut M. Ngalim Purwanto, pertanyaan seperti itu sangat

mudah untuk dijawab. ―Guru tidak boleh tradisional. Guru bukannya mesin yang

dapat memberikan pengajaran tiap-tiap tahun dengan cara yang sama dan tentang

pengetahuan yang itu-itu saja.‖88

Dan memang harus kita akui bahwa dunia sudah

berubah dan kebudayaan manusia juga berubah. Bahan bacaan semakin banyak

diterbitkan, dan jaringan internet semakin mudah diakses. Jika guru ilmunya itu-

itu saja maka ada kemungkinan guru bisa tidak dihormati oleh muridnya karena

merasa dirinya lebih pintar dibandingkan gurunya.

Kemudian menurut Abdurrahman an-Nahlawi seorang guru harus

meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan kajiannya,89

sebagaimana diserukan

Allah kepada para pengikiut Rasul

87

Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran

Tasawuf al-Ghazâlî, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), Cet. I, h. 44-47. 88

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2006), Cet. XVII, h. 147. 89

Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,

penerjemah: Syihabuddin, (Jakarta, Gema Insani Press, 1995), h. 172

Page 77: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

66

Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan kitab

dan kamu mempelajarinya!‖ (QS. Ali Imran/3 :79)

Jika banyak kekeliruan yang dilakukan guru maka kepercayaan peserta didik

akan berkurang bahkan peserta didik akan menyepelekan ilmu yang diberikan

kepadanya serta akan menimbulkan keraguan dalam diri siswa. Maka,

penambahan wawasan bagi guru akan mendapat simpati dan minat belajar siswa.

Kemudian menurut Martinis Yamin, seorang guru yang sukses selalu

mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya,

kemudian guru tersebut rajin membaca literatur-literatur, dengan tidak merasa

rugi membeli buku-buku yang berkaitan dengan pengetahuan yang digelutinya.90

Seorang guru agama Islam perlu memiliki ilmu tentang pokok-pokok

pendidikan yang dibawa oleh syari'at Islam. Menguasai hukum halal dan haram,

mengetahui prinsip-prinsip etika Islam, serta memahami secara global peraturan-

peraturan Islam. Dengan mengetahui semua ini guru akan menjadi seorang yang

bijak, meletakkan segala sesuatu pada tempat yang sebenarnya, mendidik anak

pada pokok persyaratannya, dan memperbaiki dengan berpijak pada dasar-dasar

yang kokoh dari ajaran al-Qur'an. Allah berfirman:

―Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-

orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat

menerima pelajaran.‖ (QS. az-Zumar/39 :9)

Jika batasan arti kata alim di atas yang dipegang, tentu saja bahwa guru yang

alim dapat berarti guru yang mempunyai keahlian khusus dalam bidangnya

(profesional) yang memegang nilai-nilai moral atau dapat juga berarti guru yang

mempunyai kompetensi. Guru yang alim dapat berarti juga orang yang

90

Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan Di Indonesia ( Jakarta: Gaung Persada

Press, 2007), h. 23

Page 78: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

67

mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai yang telah

menjadi bagian dari dirinya, sehingga mampu melakukan prilaku-prilaku kognitif,

afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Salah satu ciri lain orang berilmu dalam Al-Qur'an ialah memiliki rasa takut.

Ini tertera dalam surat Fathir ayat 28:

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,

hanyalah ulama”. (Q.S Fathir 28)

Adapun tanda-tanda orang yang memiliki rasa takut menurut Ibnu Ibad ialah

meninggalkan empat ketergantungan yaitu: pertama,, tidak cinta dunia. Kedua,

tidak berharap kepada makhluk. Ketiga. Menahan hawa nafsu. Keempat.

Meninggalkan perbuatan syaitan.91

Alim (berilmu) adalah karakter pertama yang disandangkan pada seorang

guru oleh Az-Zarnûjî. Guru yang alim dalam konteks pendidikan saat ini dapat

diartikan sebagai persyaratan intelektual (akademis) yang termasuk dalam

kompetensi profesional, yaitu kemampuan menguasai materi pembelajaran secara

luas dan mendalam yang memungkinkan peserta didik memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Guru yang berlatih baik, akan mempersiapkan empat bidang kompetensi guru

yang efektif dalam mencapai hasil hasil belajar yang diharapkan. Empat bidang

kompetensi tersebut sebagai berikut.

1) Memiliki pengetahuan tentang teori belajar dan tingkah laku manusia.

2) Menunjukan sikap dalam membantu siswa belajar dan memupuk

hubungan dengan manusia lain secara tulus.

3) Menguasai mata pelajaran yang diajarkan.

4) Mengontrol keterampilan teknik mengajar sehingga memudahkan siswa.92

91

Sayid Alwi Bin Ahmad As-Segaf, Majmuah Sab'atu Kutubu Mufidah, (Haramain,

2004), Cet. II Hal. 5 92

Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2009), h. 17

Page 79: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

68

Yang perlu diperhatikan, bahwa guru sebagai orang yang alim atau berilmu,

maka harus melekatkan nilai-nilai moral pada dirinya. Hal ini sebagaimana

diungkapkan Az-Zarnûjî bahwa

―Sebaiknya bagi orang yang berilmu, janganlah membuat dirinya sendiri

menjadi hina lantaran berbuat tamak terhadap sesuatu yang tidak semestinya,

dan hendaknya menjaga dari perkara yang dapat menjadikan hinanya ilmu dan

para pemegang ilmu, sebaliknya, berbuatlah tawadlu (sikap tengah-tengah antara

sombong dan kecil hati) dan iffah‖.93

Ungkapan di atas mengisyaratkan bahwa orang yang berilmu adalah orang

yang selalu menghindarkan diri dari segala akhlak dan perbuatan yang tercela

memelihara diri dari kenistaan, seperti sifat tamak (mengharap sesuatu dari orang

lain secara berlebih-lebihan), sehingga tidak menimbulkan kesan yang hina

terhadap ilmu dan sifat ilmuwan. Demikian pula orang yang berilmu hendaknya

bersifat tawadu (merendahkan hati tetapi tidak minder) dan jangan bersifat

sebaliknya (sombong), dan juga orang berilmu haruslah memiliki sifat iffah

(memelihara diri dari beragam barang haram).

b. Al-Awra’ (Menjaga Diri)

Selanjutnya, syarat yang kedua, menurut Az-Zarnûjî, bahwa guru harus wara‟

hal ini jelas mengandung muatan moral. Mengenai pengertian wara‘ sudah

dibahas pada bab akhlak belajar siswa.

Terkait dengan guru, Syekh Ibrâhim bin Ismâ‘il mengungkapkan bahwa guru

yang wara‟ berarti guru yang dapat menjauhi dari pembicaraan yang tidak

bermanfaat, senda gurau dan menyia-nyiakan umur atau waktu, menjauhi

perbuatan ghibah (menuturkan kejelakan orang lain) dan bergaul bersama orang

yang banyak bicara tanpa membuahkan hasil dalam pembicaraan, ngobrol, dan

omong kosong.94

93

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 11 94

Ibrâhim Ibn Ismâ‘il, op.cit., h. 39

Page 80: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

69

Begitu jeli Az-Zarnûjî menguak kepekaan sosial ini, sampai-sampai, sesuatu

yang seringkali kita pandang sebagai yang biasa-biasa ternyata memiliki efek yag

panjang. Pandangan semacam ini, pasti susah dijumpai dalam epististimologi

masyarakat Barat. Bagi mereka persoalan ilmu adalah masalah yang lain,

sedangkan kepekaan sosial dalah masalah yang lain lagi.

Sehubungan dengan hal ini, seorang guru hendaknya memiliki kepribadian

dan harga diri. Ia harus menjaga kehormatan, menghindari hal-hal yang rendah

dan hina, menahan diri dari sesuatu yang buruk, tidak membuat keributan, dan

tidak berteriak-teriak minta dihormati. Selain itu seorang guru harus memiliki

sifat-sifat khusus sesuai dengan martabatnya sebagai seorang guru. Umpamanya

dia harus menjaga kehebatannya dan ketenangannya dalam mengajar. Untuk

menciptakan situasi seperti ini seorang guru harus mempunyai pretise dan

terhormat.95

Karena itu, tidak aneh jika sikap wara‟ melahirkan pribadi-pribadi yang

menakjubkan, mendekatkan pemiliknya sedekat mungkin dengan sosok pribadi

Rasulullah saw.

Rasa takut kepada Allah akan membuahkan wara' dan wara' akan

membuahkan Zuhud. berarti masalah ini sangat penting. Adapun wara' itu

mempunyai banyak faedah antara lain:

1) Terhindar dari azab Tuhan yang maha pemurah.

2) Terhindar dari hal-hal yang diharamkan.

3) Dijauhkan dari sikap membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak

berfaedah.

4) Mendatangkan kecintaan Allah.

5) Do'a orang yang bersangkutan dikabulkan.

6) Beroleh keridhaan dari tuhan dan pahala amal kebaikannya ditambah.

7) Manusia berbeda-beda tingkatannya Keuntungan di dalam surga nanti

sesuai dengan perbedaan tingkatan mereka dalam hal ke-wara'an.96

95

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 1,

h. 74 96

Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh Abdul Qodir Al-

Jailani, (Yogyakarta: Mutira Media, 2009), Cet. I, h. 253

Page 81: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

70

Dalam konteks ini, tampak jelas bahwa mensyaratkan guru harus wara‟

berarti bagaimana dimensi moral dikedepankan pada guru. Alangkah indah dan

damainya masyarakat terutama dalam lingkungan sekolah atau lingkungan di

mana guru mengajar, apabila guru memiliki sifat wara‟, yaitu sikap kehati-hatian

dalam makanan, berpakaian, berbicra dan bertindak karena akibat dari sikap

wara‟ ini bukan hanya pada hamba yang berhubungan dengan Tuhannya

melainkan juga terhadap sesama manusia.

Oleh karena itu, penulis berharap kepada Allah agar Dia mengaruniakan kita

etika wara‟, dan semoga Dia berkenan untuk mengumpulkan kita bersama

golongan orang-orang yang wara‟, terutama Rasulullah saw di surga-Nya, amin.

c. Al-Asanna (Kebapakan)

Dalam hal ini Az-Zarnûjî memang tidak memberikan penjelasan yang lebih

spesifik, akan tetapi kita bisa menganalisis dari apa yang dimaksudkan oleh Az-

Zarnûjî. Yang pasti guru harus lebih tua atau dewasa dibanding muridnya karena

guru yang lebih tua lebih mengerti dan ilmunya lebih luas. Dan di dalam

pengertian pendidikan itu sendiri ada unsur bimbingan oleh orang dewasa

terhadap peserta didiknya. Oleh karenanya pendidikan tidak akan berjalan sesuai

dengan tujuan yang diinginkan apabila tidak dilakukan oleh orang yang dewasa.

Ibrâhim bin Ismâ‘il memberikan sedikit penjelasan tentang hal ini dalam

mensyarahi kitab Ta‟lîm, yaitu sebagai berikut:

Yang dimaksud lebih tua, yaitu guru yang bertambah umur dan

kedewasaannya. hal ini mungkin tepat karena mengingat bahwa posisi guru

adalah sebagai pendidik, dan mereka adalah orang yang bertanggung jawab

terhadap perkembangan anak atau karena guru mempunyai makna sebagai

seseorang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendidik peserta

didik dalam mengembangkan kepribadian, baik di sekolah maupun di luar

sekolah.

Demikian pula, bahwa menjadi guru berarti mereka dituntut harus memiliki

keahlian sebagai guru, memiliki kepribadian dan terintegrasi, memiliki mental

yang sehat, berbadan sehat, dan memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.

Page 82: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

71

Sebaliknya, siswa atau anak didik adalah manusia yang belum dewasa. Sebagai

manusia yang belum dewasa, tentu saja siswa belum dapat ―mandiri pribadi‖

(zelfstanding), dia masih mempunyai moral yang heteronom, dan masih

membutuhkan pendapat-pendapat orang yang lebih dewasa (pendidik) sebagai

pedoman bagi sikap dan tingkah lakunya97

Tugas mendidik adalah tugas yang sangat penting karena menyangkut

perkembangan seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara

bertanggung jawab. Itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang lebih dewasa. Di

negara kita, seseorang dianggap dewasa sejak ia berumur 18 tahun atau ia sudah

kawin. Menurut ilmu pendidikan adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 18 tahun bagi

perempuan. Bagi pendidik asli, yaitu orang tua anak, tidak dibatasi umur minimal;

bila mereka telah mempunyai anak, maka mereka boleh mendidik anaknya.

Dilihat dari segi ini, sebaiknya umur kawin ialah 21 bagi laki-laki dan minimal 18

bagi perempuan.98

Kemudian menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi bahwa guru harus

memiliki sifat kebapakan—karena seorang ayah sudah bisa dikatakan dewasa--

sebelum menjadi guru. Dia harus mencintai murid-muridnya seperti halnya ia

mencintai anak-anaknya dan memikirkan mereka sama seperti memikirkan anak-

anaknya sendiri. 99

Dalam kaitannya dengan hal di atas, al-Ghazali juga berpendapat bahwa guru

hendaknya memandang murid seperti anaknya sendiri menyayangi dan

memperlakukan mereka seperti layaknya anak sendiri.100

Dalam hal ini jelas

dibutuhkan sosok seorang yang sudah dewasa baik dalam umur atau ilmunya.

lebih tua usianya maksudnya lebih matang karena telah mengenyam pendidikan

dalam waktu yang lebih lama sehingga lebih berpengalaman baik secara teoritis

maupun praktek di lapangan.

Ada tiga ciri kedewasaan, yaitu:

97

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h. 297 98

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1994), Cet. II, h. 80 99

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Qahirah: Dar at-Tarbiyah,

1964), h. 120-121 100

Nata, op.cit., h.162

Page 83: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

72

1) Orang yang telah dewasa telah memiliki tujuan dan pedoman hidup

(philosophy of life), yaitu sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya

dan menjadi pegangan dan pedoman hidupnya. Seorang yang dewasa

tidak mudah terombang ambing karena telah punya pegangan yang jelas.

2) Orang yang dewasa adalah orang yang mampu melihat segala sesuatu

secar objektif. Tidak hanya dipengaruhi subjektivitas dirinya. Mampu

melihat dirinya dan orang lain secara objektif, melihat kelebihan dan

kekurangan dirinya dan orang lain.

3) Seorang dewasa adalah orang yang telah bisa bertanggung jawab. Orang

dewasa adalah orang yang telah memiliki kemerdekaan, kebebasan; tetapi

sisi lain dari kebebasan adalah tanggung jawab.101

d. Berwibawa

Az-Zarnûjî memasukkan sifat wibawa sebagai karakter guru karena tanpa

adanya kewibawaan seorang guru maka pendidikan tidak akan berhasil dengan

baik.

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak

yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan

kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di

kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya

kepada tujuan yang hendak dicapai.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia wibawa berarti ―pembawaan untuk

dapat menguasai dan mempengaruhi, dihormati orang lain melalui sikap dan

tingkah laku yang mengundang kepemimpinan dan penuh dengan daya tarik‖.103

Guru yang berwibawa berarti guru yang dapat membuat siswanya terpengaruhi

oleh tutur katanya, pengajarannya, patuh kepada nasihatnya, dan mampu menjadi

101

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2009), Cet. V, h. 254 102

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 13-14 103

Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2008), Edisi ketiga, Cet. IV, h. 1561

Page 84: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

73

magnet bagi siswanya sehingga siswanya akan terkesima dan tekun menyimak

pengajarannya.

Dalam melaksanakan tugas sebagai guru, hal penting yang harus diperhatikan

bagi seorang guru adalah persoalan kewibawaan. Guru harus meliliki kewibawaan

(keluasan batin dalam mendidik) dan menghindari penggunaan kekuasaan lahir,

yaitu kekuasaan semata-mata pada unsur kewenangan jabatan. Kewibawan justru

menjadikan suatu pancaran batin yang dapat memimbulkan pada pihak lain untuk

mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh pengertian atas kekuasaan

tersebut, tetapi tidak sampai guru dijadikan sebagai sesuatu yang sangat agung

yang terlepas dari kritik.

Kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama pada orang tua.

Kewibawaan yang ada pada orang tua itu bisa dikatakan asli. Karena orang tua

langsung mendapat tugas dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua

atau keluarga mendapat hak untuk mendidik anak-anaknya, suatu hak tidak dapat

dicabut karena terikat oleh kewajiban. Hak dan kewajiban yang ada pada orang

tua tidak dapat dipisahkan.104

Sedangkan kewibawaan guru berbeda dengan kewibawaan orang tua, karena

guru mendapat tugas mendidik bukan dari kodrat (dari Tuhan), melainkan dari

pemerintah. Ia ditetapkan dan diberi kekuasaan sebagai pendidik oleh negara dan

masyarakat.105

Guru tanpa wibawa akan diremehkan murid tetapi bila tidak bersahabat

dengan murid maka murid akan takut, jauh serta benci pada guru. Guru yang

berwibawa tapi bersahabat dengan murid yang dimaksud adalah guru yang dekat

dengan murid dan komunikasinya juga baik, namun murid tetap hormat dan tidak

meremehkan karena kedekatannya itu. Walau antara guru dengan murid dekat,

namun masih ada semacam batas di antara mereka, mungkin dari segi bahasa atau

dari perilaku saat berbicara.

104

Purwanto, op.cit., h. 49 105

Purwanto, Ibid., h. 50

Page 85: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

74

Bagi siswa guru adalah sosok yang pintar yang tahu tentang segala-galanya.

Juga pembawaan guru yang berwibawa akan menjadikan murid untuk selalu

hormat dan patuh terhadap guru.

Sehubungan dengan sifat wibawa, Zakiyah Darajat berpendapat bahwa guru

yang berwibawa itu bukanlah memukul-mukul meja, berteriak saat murid

membuat keributan di dalam kelas sehingga suasana menjadi kondusif, karena hal

itu bersifat semu. Guru yang berwibawa itu ialah guru yang mampu menguasai

muridnya dengan tenang di saat ada keributan sehingga kelas menjadi tenang.106

Jadi kewibawaan seorang guru bukan dilihat dari postur tubuhnya yang tinggi

besar, berbadan gempal, berkumis tebal, bermuka seram dan suara yang

menggelegar melainkan dari penyampaiannya yang tenang, santun dan anggun

sehingga murid segan untuk melakukan keributan.

Berkaitan dengan kewibawaan guru, penulis akan memberikan contoh

sebagai berikut:

Pada suatu sekolah ada seorang guru A yang sangat disegani oleh murid-

muridnya. Mereka sangat takut dan patuh kepadanya. Setiap harinya, sebelum

guru A masuk ke dalam kelas, murid-murid sudah duduk dengan tenang dan tertib

,emamtikan Bapak Guru A itu mengajar. Semua perintah dan larangan serta

nasihat-nasihatnya yang diberikan kepada murid-muridnya, diturut dan dipatuhi

oleh anak-anak. Anak-anak hormat kepadanya.

Sebaliknya, guru B yang ada di sekolah itu kurang disegani murid-muridnya.

Setiap guru B itu mengajar, anak-anak ada saja yang selalu membuat ribut di

dalam kelas, sehingga kelas menjadi ribut. Peringatan-peringatan dan nasihat-

nasihat yang diberikannya tidak atau kurang dihiraukan murid-muridnya. Anak-

anak tidak merasa segan atau patuh kepadanya. Perintah-perintah atau tugas-tugas

yang diberikannya sering tidak dikerjakan oleh murid-muridnya. Karena itu, guru

B sering marah dan menghukum anak dalam kelas. Tetapi, anak itu bukan

semakin patuh atau menurut kepadanya, bahkan sebaliknya. Anak-anak mau

106

Zakiah Daradjat, at.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III,

h. 43

Page 86: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

75

mengerjakan apa yang diperintahkannya karena mereka takut; jadi bukan karena

mereka insaf atau percaya kepadanya.107

Dari cotoh di atas dapat kita katakan bahwa guru A lebih berwibawa dari

pada guru B. Murid-murid lebih segan dan patuh tehadap guru A. peringatan yang

diberikan oleh guru A lebih meresap ke dalam jiwa anak-anak dan mereka dengan

senang menjalankan perintahnya karena Guru A penyampaiannya lebih tenang

dan tidak mudah marah terhadap murid-muridnya. Berbeda dengan guru B yang

suka marah sehingga murid mau melakukan perintahnya bukan karena

kesadarannya melainkan karena takut dan terpaksa.

Hilangnya kewibawaan guru akan menyebabkan anak-anak tidak

menghormati dan mendengar saran-saran dari pendidiknya. Oleh karena itu guru

memang harus berwibawa. Karena kewibawaan identik dengan menghormati,

menghargai, mengagumi dan sebagainya.

e. Al-Hilm (Santun)

Sifat pokok lain yang menolong keberhasilan pendidik atau guru dalam tugas

kependidikannya adalah sifat santun.108

Dengan sifat santun anak akan tertarik

pada gurunya sebab anak akan memberikan tanggapan positif pada perkataannya.

Dengan kesantunan guru, anak akan berhias dengan akhlak yang terpuji, dan

terhindar dari perangai yang tercela. Ciri-ciri santun adalah: lembut dalam kata-

kata, perintah, maupun larangan; penyayang terhadap sesamanya apalagi terhadap

orang-orang yang lebih lemah dan orang-orang yang lebih tua; menjadi penolong

pada saat orang lain memerlukan pertolongannya.

Kita harus mengakui bahwa saat ini kita hidup pada masa-masa krisis kasih

sayang. Pembahasan kasih sayang seakan telah tertutup dan hanya menjadi

dongeng manis, imajinasi atau kumpulan kisah seribu satu malam. Sifat kasih

sayang telah langka dan jarang ditemukan, bahkan di antara kaum muslimin

sendiri, kecuali orang-orang yang memperoleh rahmat Allah. Tiada daya dan

upaya kecuali dengan bantuan-Nya.

107

Purwanto, op.cit., h. 48 108

Az-Zarnûjî, loc.cit.

Page 87: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

76

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia santun berarti ―halus dan baik (budi

bahasanya, tingkah lakunya), sabar dan tenang, sopan, penuh rasa belas kasih,

suka menolong.‖109

Az-Zarnûjî dalam kitab Ta‟lîm-nya menginginkan guru yang halîman—

jamak dari kata hilm—yang artinya banyak kasih sayangnya, sebagaimana

Hammâd bin Abû Sulaiman yang dipilih oleh Imam Abu Hanifah sebagai gurunya

sehingga ia menjadi berkembang ilmu pengetahuaanya berkat kasih sayangnya

dalam mengajar dan membimbing.110

Pada dasarnya, sifat ini bermuara dari dalam jiwa manusia, yaitu menyayangi

sesama mereka; perasaan yang kemudian mengundang kasih sayang Allah.

Hati orang mukmin secara alamiah memiliki sifat kasih sayang kepada orang

lain. Ia yakin bahwa dengan menyayangi orang lain, ia akan memperoleh balasan

kasih sayang yang jauh lebih besar dan luas di dunia dan akhirat.

Hati yang penuh kasih, tidak pernah lama ada isinya, karena kasihnya

diberikan. Berati jika kasihnya kosong, maka yang akan mengisi kasih berikutnya

adalah Allah. Orang yang mengasihi sesama, hatinya diisi kasih sayang Allah.

Allah menyayangi siapa pun yang menyayangi hamba-hamba-Nya. Rasul

bersabda:

―Telah menceritakan kepada kami Abdan dan Muhammad keduanya berkata:

telah mengkhabarkan kepada kami Abdullah, telah mengkhabarkan kepada kami

Ashim bin Sulaiman bin Abi Usman berkata: telah menceritakan kepada kami

usamah bin Zaid beerkata: sesungguhnya Rasullulah Saw bersabda: Allah hanya

akan menyayangi hamba yang menyayangi (makhluk-Nya).‖ (HR. Bukhari).111

109

Tim Penyusun Pusat Bahasa, op.cit., h. 1224. 110

Az-Zarnûjî, loc,cit. 111

Ahmad Bin Ali Al-Asqolani, Fathul Bari Bi Syarhi Shohih Al-Bukhori, (Darul Hadits:,

2004) Juz. III hadis No. 1284, h. 78

Page 88: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

77

―Telah menceritakan kepada kami ibnu Abi Umar, telah menceritakan

kepada kami Supyan dari Amru bin Dinar dari Abi Kobusa dari Abdullah bin

Amru berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: Orang-orang yang menyayangi (orang

lain) pasti akan disayang Allah. Sayangilah setiap penduduk bumi, niscaya

engkau akan disayangi para penghuni langit,‖ (HR. Tirmidzi)112

Dalam hal sifat kasih sayang ini, Az-Zarnûjî mengungkapkan lewat kitab

Ta‟lîm-nya

“Orang yang berilmu hendaknya memiliki rasa kasih sayang, bersedia

memberi nasihat tanpa disertai rasa hasud (dengki), karena hasud adalah sifat

yang membahayakan diri sendiri dan tidak bermanfaat.”113

Menurut Syaikhul Islam Burhanuddin Rahimahullah, bahwa para ulama

banyak yang berkata bahwa putra guru dapat menjadi seorang yang alim, karena

guru selalu menghendaki murid-muridnya selalu menjadi ulama dalam bidang al-

Qur‘an. Lantas karena berkah, itikad serta kasih sayangnya, maka anaknya

menjadi seorang yang alim.114

Menurut para ahli pendidikan Islam, kasih sayang guru terhadap muridnya

sangat ditekankan. Sepertinya pendapat mereka didasarkan atas sabda Rasulullah

yang artinya ―Tidak beriman kamu bila tidak mengasihi saudara-saudaramu

seperti mengasihi dirimu sendiri.‖ Menurut Imam suhaimi saudara yang dimaksud

disini adalah saudara sesama makhluk manusia meskipun dia non muslim.115

Asma Hasan Fahmi menjelaskan sebagai mana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir,

bahwa kasih sayang itu dapat dibagi dua: pertama, kasih sayang dalam pergaulan;

berarti guru harus lemah lembut dalam pergaulan. Konsep ini mengajarkan agar

tatkala menasihati murid yang melakukan kesalahan, hendaknya menegurnya

112

Abî Isa Muhammad Ibnu Isa Ibnu Saurah, Sunan al-Tirmidzi…, Kitab al-Birri hadis

No. 1931, h. 371. 113

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 53. 114

Az-Zarnûjî, op.cit., h. 53. 115

Muhammad Nawawi, Syarah Qomiut Thugyan, (Darul Ihayail Kutub) Hal. 27

Page 89: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

78

dengan cara memberikan penjelasan, bukan dengan cara mencelanya karena

celaan akan melukai prestisenya. Kedua, kasih sayang yang diterapkan dalam

mengajar. Ini berarti guru tidak boleh memaksa murid mempelajari sesuatu yang

belum dapat dijangkaunya. Pengajaran harus dirasakan mudah oleh anak

didiknya. Dalam kasih sayang yang kedua ini terkandung pengertian bahwa guru

harus mengetahui perkembangan kemampuan muridnya.116

Syekh Adul Qodir mengatakan, seorang guru mesti memperlakukan murid

dengan memberi nasihat dan memperhatikannya dengan kasih sayang dan

bersikap lemah lembut ketika merasa berat menanggung proses belajar, serta

mendidiknya layaknya pendidikan yang diberikan seorang ayah kepada anaknya.

Pendidikan yang penuh dengan kasih sayang, kebijaksanaan, dan kepandaian

dalam menghadapi anaknya tersebut.117

Jika benar-benar ingin menghiasi diri dengan sifat kasih sayang ini, guru

harus mengambil teladan dari Nabi Muhammad saw karena beliau telah mengisi

seluruh sisi kehidupannya dengan kasih sayang.

Dengan sifat kasih sayang ini, seorang guru dapat meraih cinta Allah dan

cinta manusia. Sifat kasih sayang ini juga menjadi bukti riil kelembutan hati dan

keluhuran jiwa. Sifat ini dapat merekatkan hubungan guru dan peserta didik. Sifat

ini bisa menyatukan perbedaan-perbedaan dan meningkatkan tingkat peradaban.

Sifat kasih sayang ini apabila sudah tertanam dalam diri seorang guru, maka

guru akan berusaha sekuat-kuatnya untuk meningkatkan keahliannya karena ia

ingin memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya.

Selain kasih sayang, Murah hati dan lemah-lembut adalah dua sifat yang

sangat mulia. Allah swt dengan kedua sifat ini akan membuka, melembutkan, dan

meluluhkan hati manusia, oleh karena itu, setiap guru harus menghiasi dirinya

dengan sifat tersebut agar ia bisa meluluhkan hati murid-muridnya.

Lemah lembut dalam bahasa Arab diungkapkan dengan kata al-rifqu yang

berarti ―keramahan, kelemah-lembutan, kehalusan‖118

dikatakan dalam Al-

116

Tafsir, op.cit., h. 84-84. 117

Abdul Razak Kailani, Syaikh Abdul Qodir Guru Pencari Tuhan, (Bandung: Mizan

Media Utama, 2009), Cet. I, h. 250 118

Munawwir, op.cit., h. 518.

Page 90: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

79

Majma': Ar-Rifqu (ra' dibaca kasroh) kebalikan dari ar khurqu, ialah orang itu

memperindah atau mempercantik perbuatan. ―lemah lembut atau rifq‖ adalah

lawan kata dari ―unf‖ (kekerasan). Kata rafiq juga dimaknai dengan keramahan

dan keharmonisan. Dan rifq bermakna layin janib (lemah lembut, ramah

tamah).119

Rasulullah saw bersabda, "Barang siapa yang dikaruniai sifat Ar-Rifqu (lemah

lembut atau kasih sayang), sungguh ia telah diberikan bagiannya dari kebaikan

dunia akhirat, demikian pula menghubungkan tali silatur rahmi dan berbudi

pekerti yang baik keduanya akan menambah rezeki dan menambah umur. (HR.

Ahmad).120

Ar-Rifqu merupakan akhlak yang paling baik. Oleh karena itu, Allah Swt.

Memberi pujian di dunia bagi yang melakukan sikap lemah lembut ini, serta

pahala yang sangat besar melebihi pahala yang lain. Ketika seorang lemah lembut,

berarti dia telah berhias dan mempercantik diri di hadapan setiap orang, jugadi

mata Allah Swt. Apabila seorang muslim meninggalkan sikap lemah lembut,

berarti dia telah menampakan aib di mata orang lain dan di mata Allah Swt.

Sesungguhnya Allah Maha kasih sayang dan mencintai kelemah lembutan.121

Kekejaman bisa disebabkan oleh kamarahan yang tidak terkendali, keinginan

untuk berkuasa, dan ketamakan. Sifat-sifat buruk tersebut dapat mengacaukan

cara berpikir guru dan menyebabkan tidak bisa mengambil tindakan yang tepat.

Jika guru telah berhasil menyikapi setiap perkara dengan lemah lembut, hal itu

adalah buah dari perangai yang terpuji. Selain itu, seseorang dikatakan memiliki

sifat terpuj dan mulia, jika dia mampu menahan marah dan nafsu syahwat serta

menjaga keduanya agar tetap seimbang. Karena itulah, rasulullah memuji orang

yang memiliki sifat lemah-lembut.

Beliau memerintahkan kita untuk berlemah-lembut, beliau bersabda:

119

M. Ilyas, Insan Ilahiah, (Jakarta: Madani Grafika, 2004), Cet. I, h. 313 120

Amirulloh Syarbini, Sedekah Maha bisnis Dengan Allah, (Jakarta: Qultum Media,

2012), Cet. I, h. VI 121

Majdi Sayid Ibrohim, Menjadi Muslimah Bahagia Sepanjang Masa, 2010), Cet. I,h.

245

Page 91: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

80

―Telah menceritakan kepada kami Abu Nuaim dari Ibnu Uyaynah dari Az-

Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: Sesungguhnya

Allah itu Maha lemah lembut dan menyukai kelemah-lembutan.‖ (HR Bukhari dan

Muslim)122

Lemah-lembut dan selalu berbakti kepada Allah termasuk sifat orang berilmu,

sedangkan orang berharta sering kali memiliki sifat takabur dan ingkar kepada

Allah. Oleh sebab itu, ilmu lebih istimewa daripada harta.123

Seorang guru sebaiknya jangan bertindak gegabah, ceroboh dan terburu-buru

ketika menyelesaikan setiap urusan dan mengambil putusan karena hal itu akan

mengakibatkan kerugian dan menghilangkan kemanfaatan. Kebaikan dibangun

atas dasar sikap lemah-lembut, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Telah menceritakan kepada kami Usman dan Abu Bakar keduanya anak Abi

Syaibah dan Muhammad bin Sabah Al-Bazaz, mereka berkata: telah

menceritakan kepada kami Syarik dari Mikdam bin Syuraih dari bapaknya

berkata: Rasulullah saw. Bersbda: Sesungguhnya kelemah-lembutan itu ada

pada sesuatu, ia akan menghiasinya dan jika kelemah-lembutan itu dicabut

dari sesuatu, ia akan menodainya.‖ (HR. Abu Daud).124

Kelemah-lembutan guru dalam berinteraksi dengan murid-muridnya akan

membuat roh, hati, dan jiwa murid-murid tunduk dan luluh. Kelemah-lembutan

ibarat kunci kebaikan dan keberuntungan. Jiwa pemberontak akan melunak dan

hati pendengki akan menyadari kekeliruannya karena tersentuh oleh kelembutan.

Para ahli pendidikan sepakat bahwa cinta kasih, kelembutan dan kehangatan

yang tulus merupakan dasar yang penting dalam mendidik anak. Kesemuanya itu

122

Ahmad Bin Ali Bin Hajar Al-Atsqolani, Fathul Bari, (Darul Hadits: 2004), juz: XII,

hadis No. 6927, h. 322. 123

Wawan Susetya, Cermin Hati Perjalanan Rohani Menuju Ilahi, (Solo: PT. Tiga

Serangkai Pustaka Mandiri, 2006), Cet. I, h. 165 124

Imam al-Hafiẕ Abî Dâud Sulaimân Ibn Asy‘ats al-Sijistanî, Sunan Abû Dâud, (Saudi

Arabia: Darul Hadits, 2001), Juz: IIX, Kitab Adab, Bab fi al-Rifqi, hadis No. 4800, h. 201.

Page 92: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

81

terpancar dalam kehangatan komunikasi antara orang tua dan anak, guru dan

murid. Anak-anak pada usia dini meskipun belum berfungsi daya nalarnya, sudah

menangkap getaran lembut kasih sayang yang mengasuhnya.125

Jika guru bersikap sopan dan santun dengan siswa, siswa akan menanggapi

dengan cara yang sama, jika guru menggunakan bahasa yang inklusif, siswa

akanmengambil pola-pola tersebut dan menggunakannya sendiri.126

Santun juga berarti memaafkan. Al-Qur‘an menyuruh umat manusia untuk

santun, menahan amarah, dan memberi maaf ketika ada manusia menyakiti yang

lain.

Santun (al-Halîm) merupakan salah satu sifat Allah, yang banyak disebutkan

dalam al-Qur‘an, di antaranya adalah sebagai berikut:

―Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang

diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha

Kaya lagi Maha Penyantun.‖ (QS. al-Baqarah/2 :263).

Rasulullah adalah orang yang sukses dengan mengandalkan akhlak yang baik,

di antaranya adalah sifat kelemah-lembutannya, pemaaf dan sebagainya. Firman

Allah:

―Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut

terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,

mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam

urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka

125

Adnan Hasan Shalih Baharits, Tanggung Jawab Anak Terhadap Anak Laki-Lak,

(Jakarta: Gema Insani, 2005), Cet" III, h. 57 126

Les Parsons, Bullied Teacher Bullied Student Guru Dan siswa yang terintimidasi,

(Jakarta: Grasindo, 2012), h. 59

Page 93: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

82

bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

bertawakkal kepada-Nya.‖ (QS Ali Imran/3 : 159)

Sebagai seorang guru kita harus meneladani kepemimpinan Rasulullah, yaitu

pemaaf. Sehubungan dengan sifat ini, menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi,

guru hendaknya memiliki sifat santun terhadap muridnya, mampu mengendalikan

dirinya dari bersikap marah, bersikap lapang dada, banyak bersabar dan tidak

marah karena hal-hal yang mengganggunya.127

f. Penyabar

Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah

menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "sabara", yang

membentuk infinitif (mashdar) menjadi ―sabran‖ Dari segi bahasa, sabar berarti

―menahan, tabah hati.‖128

Sedangkan dari segi Istilah, sabar adalah keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan

konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendiriannya tidak

berubah bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi.129

Ar-Raghib berkata, "Sabar adalah kata umum". Nama atau sebutannya bisa

berubah sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.130

Sehingga

istilahnya pun berbeda-beda. Ketika seseorang mendapatkan musibah, dia harus

bersabar yang lawannya adalah jaza'u (keluh kesah). Ketika dia hidup

berkecukupan atau berlebihan, dia harus mengendalikan nafsu yang disebut

dengan zuhud yang kebalikannya adalah serakah (al-hirshu). Jika dia menghadapi

peperangan, kesabarannya disebut syaja'ah (berani), bukan Jubnu (takut,

pengecut), jika dia sedang marah kesabarannya adalahlemah lembut (al-hilmu)

yang lawannya adalah emosional (tadzammur), jika dia menghadapi bencana,

sabarnya adalah lapang dada, jika dia menyimpan perkataan (rahasia), sabarnya

127

al-Abrasyi, op.cit., h. 137 128

Munawwir, op.cit., h. 760 129

Jumantoro,op.cit., h. 197. 130

Mutawalli Sya'rowi, Kenikmatan Taubat, (Jakarta: Qultum Media, 2006) Cet. I h. 39

Page 94: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

83

adalah kitmanus sirri, jika dia memperoleh sesuatu yang tidak banyak, sabarnya

adalah qona'ah (menerima).131

Adapun macam-macam sabar yang lain adalah sebagai berikut:

1) sabar karena Allah. Allah berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh

kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepda-

Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka

mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itulah jalan

yang lurus". (Q.S. Al-Bayyinah [98]: 5).

2) Sabar dengan pertolongan Allah. Allah berfirman, "bersabarlah (hai

Muhammad). Tiadalah kesabaran mu itu melainkan pertolongan Allah."

(Q.S. An-Nahl: 127) "(mereka berdo'a), "ya tuhan kami, limpahkanlah

kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah

diri (kepada-Mu). (Q.S. Al-A'rof: 126).

3) Sabar dari Allah. Inilah yang haram. Ini terjadi pada orang yang telah

merasakan kenikmatan dekat dengan Allah, kemudian dia terus menjauhi

Allah setelah itu.132

Sehubungan dengan sifat sabar ini, Allah berfirman:

―Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai

penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.‖ (QS. al-

Baqarah/2 :153)

―Dan memohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan

(salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu‟.‖ (QS. Al-

Baqarah/2 :45).

Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir al-Mishbah, beliau

berpendapat bahwa sabar adalah menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di

131

Ahmad Yani, Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji, (Jakarta: Al-Qolam, 2007), Cet. I,

h. 125 132

Sya'rowi, op.cit., h. 40

Page 95: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

84

hati. Imam al-Ghazali mendefinisikan sabar sebagai ketetapan hati melaksanakan

tuntunan agama menghadapi rayuan nafsu.133

Penutup ayat yang menyatakan sesungguhnya Allah bersama orang- orang

yang sabar mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin teratasi penyebab

kesedihan atau kesulitannya, jika ia ingin berhasil memperjuangkan kebenaran

dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah dalam setiap langkahnya. Ia harus

bersama Allah dalam kesulitannya dan dalam perjuangannya. Ketika itu, Allah

yang Maha Mengetahui, Maha Perkasa, lagi Maha Kuasa pasti membantunya,

karena Dia pun telah bersama hamba-Nya. Tanpa kebersamaan itu, kesulitan tidak

akan tertanggulangi bahkan tidak mustahil kesulitan di perbesar oleh setan dan

nafsu amarah manusia sendiri.134

Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda

Rasulullah saw yang menggambarkan mengenai kesabaran, di antaranya adalah

sebagai berikut:

―Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Ibrohim Ad-Dimiski.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Syuaib bin Syabur, telah

mengkhabarkan kepada aku Mu‟awiyah bin Salam dari saudaranya,

bahwasannya dia telah mengkhabarkan dari kakeknya Abi Salam dari

Abdurrahman bin Ghonim dari Abi Malik Al-Asy‟ari. Sesungguhnya Rasulullah

Saw. Bersabda: Kesabaran merupakan cahaya yang amat terang.” (HR. Ibn

Majah).135

Jika kesabaran merupakan cahaya, maka orang yang memiliki sifat sabar akan

mampu menyingkap kegelapan.

133

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, V. I,

(Jakarta: Lentara Hati, 2010), cet. Ke 10, h. 221. 134

Shihab, op.cit., h. 221 135

Ibn Mâjah al-Qazwaini, Sunan Ibn Mâjah…, Kitab Ţaharah bab al-Wudlu‘u Syaṯ ru

al-Iman, h. 46

Page 96: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

85

Kalau kita kaitkan makna sabar dengan pendidikan, maka akan tergambar

satu relasi yang cukup kuat antara keduanya, karena makna sabar tidak akan

terlepas dari yang namanya pendidikan.

Az-Zarnûjî bukan hanya mensyaratkan guru harus sabar melainkan beliau

menggunakan kata Shabûran yang bentuk jamak dari kata al-Sabru yang berarti

banyak kesabarannya. Karena menjadi guru pasti bergaul dengan anak muridnya,

dengan watak dan pemikiran yang berbeda. Ada di antara mereka yang baik dan

ada pula yang lemah. Hal itu merupakan suatu kewajaran bagi seorang guru ketika

ia hadir dan mengajar mereka sehari-hari. Bersamaan dengan itu, begitu banyak

problem yang dipikul oleh murid ataupun hal-hal yang berhubungan dengan

pendidikan guru. Karena itulah seorang guru sangat dituntut untuk bisa bersabar

dan bertanggung jawab. Kesabaran tidak gampang diraih, ia butuh kontinuitas

hingga bisa terbisaa. Tidak adanya kesabaran bagi seorang guru akan berdampak

negatif pada psikologinya. Sifat ini juga yang membuat Imam Abu Hanifah

berkembang ilmu pengetahuannya saat ia berguru kepada Hammad yang sangat

penyabar.

Sehubungan dengan hal ini, menurut Abdurrahman an-Nahlawi bahwa guru

hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar. Dengan begitu, ketika ia harus

memberikan latihan yang berulang-ulang kepada anak didiknya, dia mlakukannya

dengan kesadaran bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

Denga begitu, dia tidak tergesa-gesa dan memaksakan keinginannya kepada siswa

serta ingin segera melihat hasil karyanya berupa siswa yang pintar dan siap pakai

tanpa memperhatikan kedalaman ajaran serta pengaruhnya dalam diri siswa.136

Pekerjaan mendidik dan mengajar tidaklah mudah dan hasilnya tidak dapat

ditunjukkan seketika itu, maka dari itu dibutuhkan kesabaran agar tujuan

pendidikan tercapai. Menurut M. Ngalim Purwanto, pekerjaan mendidik tidaklah

seperti membuat roti yang hasilnya dapat dilihat beberapa jam kemudian. Akan

sia-sialah jika guru ingin lekas dapat menikmati datau membanggakan hasil

pekerjaannya, seperti hasil hukumannya atau nasihatnya yang telah diberikan

kepada seorang anak. Banyak usaha guru dalam mendidik anak-anak yang belum

136

An-Nahlawi, op.cit., h. 171

Page 97: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

86

bisa kelihatan hasilnya sampai anak itu kelaur dari sekolah. Dan banyak juga

usaha guru yang baru dapat dipetik buahnya setelah anak itu menjadi orang

dewasa, setelah ia berdiri sendiri dalam masyarakat.137

Sifat sabar tersebut akan

ada apabila guru juga mempunyai rasa cinta kasih terhadap anak didiknya.

Guru harus mengetahui bahwa sabar adalah salah satu sifat keutamaan jiwa

dan akhlak yang menjadikannya pada puncak kesopanan (tata krama), puncak

kesempurnaan dan pada tingkatan akhlak yang paling tinggi. Ini semua bukan

berarti seorang guru harus menerima dan berdiam diri saat menghadapi masalah,

seperti ketika ada keributan di dalam kelas dan sebagainya, melainkan bagaimana

cara guru untuk menghadapi hal tersebut dengan tanpa menimbulkan sifat marah

dan emosi.

Seorang guru pasti berhadapan dengan rasio anak murid yang beragam, baik

dalam menyerap, menerima ataupun merespon pelajaran. Banyak kasus ketika

seorang guru menyampaikan materi pelajaran dengan waktu yang lama, tiba-tiba

ada seorang murid yang mengaku tidak paham sama sekali pelajarannya. Atau

ketika seorang guru mendapatkan pertanyaan yang melenceng dari pembahasan,

juga ketika ia sedang mengajar, tiba-tiba anak muridnya ada yang tidur. Bahkan

yang lebih parah lagi, ketika seorang murid mengeluarkan kata-kata yang kasar

terhadap guru.

Kendatipun watak dan karakter mereka berbeda, namun bukan berarti seorang

guru harus menghindar atau menolak perbedaan tersebut. Perlu diketahui,

kesanggupan menguasai amarah merupakan tanda kekuatan seorang. Hal ini

sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

‖Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengkhabarkan

kepada kami Malik dari bin Syihab dari Sa‟id bin Musayab dari Abi Hurairah

RA. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Kekuatan bukanlah ketika ia mampu

137

Purwanto, op.cit., h.144-145

Page 98: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

87

menguasai manusia, akan tetapi kekuatan adalah ketika ia mampu menguasai

dirinya ketika ia marah.‖ (HR. Bukhari).138

Anak bukanlah seperti malaikat Allah, yang ketika diperintahkan lalu ia

menurutinya dan tidak membangkang, akan tetapi ia adalah makhluk Allah yang

lemah, yang memiliki keragaman pola pikir dan sikap, sehingga dalam pengaturan

dan pembinaannya dibutuhkan jiwa yang sabar dan keilmuwan yang luas dalam

mengatasinya.

Saat ini masih banyak guru yang kurang memperhatikan sifat sabar dalam

mendidik, yang terpenting baginya kewajibannya telah selesai. Padahal seorang

guru tidak hanya dituntut memiliki kompetensi profesionalisme melainkan juga

harus memiliki kompetensi kepribadian. Tidak salah apabila Az-Zarnûjî

mensyaratkan agar guru harus memiliki sifat sabar karena begitu pentingnya sifat

sabar bagi seorang guru.

Setiap orang memiliki rasa sifat sabar, apakah ia orang baik atau tidak,

beriman atau tidak. Hanya saja, sifat mana yang lebih awal muncul ketika

dihadapi masalah, apakah sabar yang akan menghadapi masalah tersebut atau

emosi.

Jika ia memiliki keimanan yang kuat disisi Allah, dengan menjauhi segala

larangan-Nya dan mengerjakan segala perintah-Nya, maka kesabaranlah yang

akan lebih dahulu muncul ketika dihadapi cobaan, begitu pula sebaliknya.

Sifat-sifat guru seperti di jelaskan di atas sangat banyak dijumpai di buku-

buku pendidikan. Walaupun sifat-sifat guru yang disebutkan oleh Az-Zarnûjî

tidak sespesifik para ahli pendidikan yang lainnya, hal ini bukan berarti apa yang

disampaikan oleh Az-Zarnûjî melalui Ta‟lîm-nya sudah tidak relevan lagi.

Alim (berilmu) yang dimaksud oleh Az-Zarnûjî tidak bisa kita artikan secara

sempit, melainkan harus kita artikan secara luas dan mendalam sesuai dengan

konteks keadaan saat ini. Alim bila kita kaitkan dengan konteks pendidikan saat

ini bisa kita masukkan ke dalam dua kompetensi guru, yaitu kompetensi

paedagodik yakni kemampuan mengolah pembelajaran peserta didik dan

138

Ahmad Bin Ali Bin Hajar Al-Atsqolani, Fathul Bari (Darul Hadits, 2004), Juz; 10

Kitab Adab bab al-Hadzari min al-Ghadab, hadis No. 6114, h. 584

Page 99: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

88

kompetensi profesional yakni penguasaan materi pembelajaran secara luas dan

mendalam.

Dengan melihat kedudukan guru serta syarat-syarat yang harus dipenuhi

ketika menjadi guru tersebut, tentu saja akan lebih tepat, sebagaimana dikatakan

Az-Zarnûjî bahwa guru sebaiknya orang yang lebih tua umurnya dibanding

muridnya. Dalam arti yang lebih luas lagi, kata tua dapat diartikan tidak sekedar

lebih tua dalam umur, namun sebagaimana ditambahkan, ―tua‖ dapat juga berarti

orang yang banyak pengalamannya dalam segala hal maupun dalam menghadapi

anak didik.

Sedangkan sifat-sifat yang lainnya, seperti wara‘, sabar, berwibawa, santun

bisa kita golongkan ke dalam kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal

yang mencerminkan kepribadian yang mantab.

Page 100: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

89

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari rangkaian pembahasan dan beberapa uraian di atas, maka akhlak belajar

siswa dan karakter guru dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Akhlak belajar dalam kitab Ta’lim Al Muta’allim merupakan kumpulan

sikap dan perilaku yang harus dijalani oleh para pelajar dalam menjalani

proses pembelajaran. Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa akhlak

belajar atau etika yang harus dimiliki oleh para pelajar Islam adalah:

pertama, niat saat belajar, kedua,memilih guru ketiga, menghormati guru,

keempat, keseriusan ketekunan dan cita-cita luhur, kelima metode belajar,

keenam tawakal dan ketujuh wara

2. Dan adapun karakter guru dalam penelitian kitab Ta’limul muta’allim ini

ialah Kepemimpinan kepribadian guru yang ditawarkan oleh al-Zarnûjî

melalui kitab Ta’lîm-nya seperti lebih alim, lebih wara’, Kebapakan,

berwibawa, santun dan penyabar tidak bisa ditawar lagi karena hal tersebut

merupakan dua kompetensi, yaitu kompetensi professional dan kompetensi

kepribadian yang harus dimiliki oleh guru.

B. Implikasi

Dari beberapa kesimpulan di atas, adapun implikasinya adalah pemerintah

dan lembaga pendidikan hendaknya membuka diri, mau melakukan

pengembangan karakter baik secara metode, kurikulum, maupun keilmuwan.

Sehingga krisis kemerosotan moral yang terjadi di Negara ini dapat diminimalisir

dengan diadakannya pembinaan akhlak di sekolah-sekolah untuk peserta didik

dengan dituntun oleh guru yang berkarakter.

Dan perlu juga diadakan pembinaan tujuan belajar bagi para penuntut ilmu.

Karena pada saat ini ilmu hanya menjadi fashion yang diperbincangkan dari mulut

ke mulut, ilmu tidak menjadi berguna sama sekali. Tidak untuk perkembangan

peradaban, tidak untuk kesejahteraan manusia, apalagi mengubah dunia. Ilmu

tidak mampu menolong pemiliknya untuk semakin mendekat kepada tuhan. Justru

Page 101: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

90

sebaliknya, ilmu demikian bisa menjadi petaka. Dan sekarang ini, itu semua sudah

terjadi dengan banyaknya orang-orang berilmu yang melakukan perbuatan tidak

terpuji seperti, seorang guru melakukan pelecehan seksual dan para pejabat yang

melakukan praktik korupsi.

C. Saran

1. Bagi para pelajar sebaiknya harus memperhatikan akhlak yang harus ia

miliki ketika belajar, Karena Akhlak belajar tidak lain adalah sikap batin

dalam diri sang pelajar yang mendukungnya mencapai kesuksesan dalam

belajar.

2. Pemerintah sebaiknya tidak mengesampingkan etika atau akhlak yang

dimliliki para pelajar dan tidak pula mengesampingkan karakter yang

dimiliki guru dari pada kapasitas keilmuan guru dalam merekrut tenaga

kependidikan.

3. Bagi lembaga pendidikan juga perlu memperhatikan karakter atau akhlak

yang dimiliki oleh pelajar yang dididiknya dan memperhatikan karakter

atau akhlak yang dimiliki oleh guru dalam merekrut tenaga pendidik.

4. Bagi guru agama Islam sebaiknya lebih memperhatikan karakter atau

akhlak yang harus ia miliki ketika menjalankan profesinya, karena segala

gerak gerik dan tingkah laku guru akan dijadikan patokan tingkah laku

semua murid.

5. Akhlak belajar dan karakter guru yang dikembangkan oleh al-Zarnûjî

perlu adanya kontekstualisasi dengan keadaan sekarang.

6. Untuk civitas akademika, penulis berharap agar dapat melanjutkan dan

mengembangkan pemikiran serta menjalankan gagasan Syekh. Az-Zarnuji,

untuk berperan yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam.

7. Bagi pembaca kitab Ta’limul Muta’llim ini hendaknya tidak menyalahkan

sebelum adanya pengkajian yang mendalam terhadap kitab ini.

Page 102: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

91

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah Muhammad Ibn Ismâ‟il al-Bukhârî, Abî, Şahih Bukhâri, Saudi Arabia:

Baitul Afkar ad-Dauliyah, 2008.

Abdullah, M. Yatim, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Quran, Jakarta: Amzah

2007.

Abdurrahman as-Suyuti, Imam Jalaludin, Kitab al- Muwaththa, Beirut: Dar al-

Fikr, 95-179

Abi Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah , Imam Hafidz, Riyadh:

Darussalam,

Afrizal, Lalu Heri, Ibadah Hati, Jakarta: Garfindo Media Pratama, Cet. I, 2008.

Ahmad Baraja, Umar , Akhlak lil Banin, Surabaya: Ahmad Nabhan, tt, Juz II.

al-Ġazâlî, Abû Hâmid, Ihyâ' ‘Ulûm ad-Dîn, Jilid III, Beirut: Dâr al-kutub ilmiyah,

1987.

al-Hafiẕ Abî Dâud Sulaimân Ibn Asy‟ats al-Sijistanî, Imam, Sunan Abû Dâud,

Saudi Arabia: Darul Hadits, Juz: IIX, Kitab Adab, Bab fi al-Rifqi, hadis No.

4800, 2001.

al-Maudûdî, Abû al-A‟la, al-Khilâfah wa al-Mulk,Terj. Muhammad al-Baqir

Bandung: Mizan, Cet. III, 1990.

al-Qardawi, Yusuf, Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah,

penerjemah: Kamaluddin A. Marzuki, Bandung: CV Rosda, 1989.

Al-Rasyidin dan Nizar, Syamsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat

Press, 2005.

Alwi Bin Ahmad As-Segaf, Sayid, Majmuah Sab'atu Kutubu Mufidah, Haramain,

Cet. II, 2004.

al-Zarkeli, Khairuddin, al-A’lâm Qâmûs Tarâjum, Juz VIII, Beirut: Dar al-Ilmi.

Page 103: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

92

an-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan

Masyarakat, penerjemah: Syihabuddin, Jakarta, Gema Insani Press, 1995.

Ardani, Moh, Akhlak Tasawuf, Jakarta : CV. Karya Mulia, Cet. II, 2005.

Arikunto, Suharismi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:

Rineka Cipta, cet. XIV, 2010.

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 10, 2007.

As‟ad, Aliy, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Menara

Kudus 1978.

As‟ad, Aliy, Terjemah Ta’limul Muta’allim Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu

Pengetahuan, Kudus: Menara Kudus, 2007.

Athiyah al-Abrasyi, Muhammad, at-Tarbiyah al-Islamiyah, Qahirah: Dar at-

Tarbiyah, 1964.

Athiyah al-Abrasyi, Muhammad, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,

Yogyakarta: Titian Ilahi Press, Cet. I, 1996.

Athiyah al-Abrasyi, Muhammad, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam,

penerjemah: Syamsuddin at.al., Yogyakarta; Titian Ilahi Press, 1996.

At-turmidji, Sunan, Software Mausugul Hadits As-Syrief, Kitab Rodho‟, No.

Hadits 1082

Az-Zarnuji, Pedoman Belajar Bagi Penuntut Ilmu Terjemah Ta’lim al-muta’allim,

Penerjemah: Muhammadun

Baharuddin dan Nur Wahyuni Esa, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogjakarta:

Ar-Ruzz, cet.II, 2009.

Bisr,i Kholil, “Konsep Pendidikan dalam Kitab Ta’lîm al-Muta’allim dan

Relevansinya dengan Dunia Pendidikan Masa Kini,” artikel diakses pada 15

November 2010 dari http://www.thohiriyyah.com/2010/09/kh-m-kholil-

bisrikonsep-pendidikan.html

Page 104: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

93

Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

dan Ilmu Sosial hLainnya,

Daradjat, Zakiah, at.al., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. III,

1996.

Daradzat, Zakiyah, Ilmu Jiwa agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya.

Dimyati Dan Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

Edi, Toto, Dkk., Ensiklopedi Kitab Kuning, Jakarta: Aulia Press, 2007.

El-Shirazy, Ahmad Mujib dan arief Al-Muniry, Fahmi, Landasan Etika Belajar

Santri, Ciputat: Sukses Bersama, , Cet. II . 2007

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data Jakarta: RajaGrafindo

Persada, Cet. 2, 2011.

Esti Wuryani Djiwandono, Sri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2009.

Fuad al-Ahwani, Ahmad, al-Tarbiyah fi al-Islam, Kairo: Dar al-Ma‟arif.

Hakim, Prayitno, Dasar Teori Dan Praksis Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2009.

Hakim, Thursan, Belajar Dan Prinsif belajar, Jakarta: Puspa Suara, 2010.

Hasan Shalih Baharits, Adnan, Tanggung Jawab Anak Terhadap Anak Laki-Lak,

Jakarta: Gema Insani, Cet" III, 2005.

Hernowo, Mengobrolkan Kegiatan Belajar Mengajar Berbasiskan Emosi,

Bandung: MLC, Cet. I, 2005

Ibn Ismâ‟il, Ibrâhim, Syarah Ta’lîm al-Muta’allim, Surabaya: al-Hidayah, t.th.

Ilyas, M., Insan Ilahiah, Jakarta: Madani Grafika, 2004.

Isa Muhammad Ibn „Isa Ibn Saurah, Abi „, Sunan at-Tirmidzi al-Jami’ al-Shahih,

Beirut: Dar el-Marefah, 2002.

Isa Muhammad Ibnu Isa Ibnu Saurah, Abî, Sunan al-Tirmiżi, Juz I, Mesir: Dar al-

Ibnu Al-Jauzi, 2011.

Jumantoro, Totok dan Munir Amin, Samsul, Kamus Ilmu Tasawuf, Amzah, 2005.

Page 105: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

94

Koesoema, Dony, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman

Global, Jakarta: Grasindo, 2007.

M.Gagne, Robert, Essential of Learning for Instruction, Dryden Press. 1974.

Madjidi, Busyairi, Konsep Pendidikan para Filosofi Muslim Yogyakarta: Al

Amin press 2007.

Madjidi, M. x, Secerah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur'an, Bandung: Mizan

Pustaka, Cet. I , 2007.

Mudjib, Abdul dan Mudzakir , Jusuf, ilmu pendidikan islam, Jakarta: kencana,

2006.

Mujib El-Shirazy, Ahmad dan Arif El-Muniry, Fahmi, Landasan Etika Belajar

Santri, Ciputat: Sukses Bersama, Cet. II 2007.

Munawwir, A. W., Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap, Surabaya:

Pustaka Progresif, cet. XXV, 2002.

Nata Abudin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. 1,

1997.

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Nata, Abudin, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi

Pemikiran Tasawuf al-Ghazâlî, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001.

Nawawi, Imam, At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an. (Software Maktabah

Syamilah), Al-Bab Ar-rabi‟ Fi Adabi Muallimil Qur‟an Wa Muta‟allimihi

Ngalim Purwanto, M., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja

Rosdakarya, Cet. XVII, 2006.

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: PT. Ciputat Press, Cet. II, 2005.

Parsons, Les, Bullied Teacher Bullied Student Guru Dan siswa yang

terintimidasi, Jakarta: Grasindo, 2012.

Page 106: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

95

Plessner, M. “az-Zarnûjî” dalam Wensinck, A. J. (Eds.), The Encyclopedia of

Islam, Vol. VIII (Leiden: E. J. Brill, 1913-1934.

Pusat Bahasa Depeartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, edisi ke-IV, 2008.

Pusat Bahasa Depeartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, edisi ke-IV, 2008.

Quraish Shihab, M., Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,

V. I, Jakarta: Lentara Hati, cet. Ke 10, 2010.

Razak Kailani, Abdul, Syaikh Abdul Qodir Guru Pencari Tuhan, Bandung: Mizan

Media Utama, Cet. I, 2009.

Rida Kahhalah, Umar, Mu’jâm al-Muallifîn: Tarâjim Muannif al-Kutub al-

Arâbiyah, Juz III, Beirut: Dar al-Ihya.

Sabri, Alisuf , Psikologi Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, Cet. III,

2007.

Sabri, Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 1993.

Sayid Ibrohim, Majdi, Menjadi Muslimah Bahagia Sepanjang Masa, Cet. I, 2010.

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur'an, (Bandung: Mizan, Cet. IV, 1997.

Sholikhin, Muhammad, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh Abdul Qodir

Al-Jailani, Yogyakarta: Mutira Media, Cet. I 2009.

Sholikhin, Muhammad, Menyatu diri dengan Ilahi, Yogyakarta: Narasi, Cet. I,

2010.

Soedarsono, Soemarno, Jati Diri Bangsa, Jakarta: Elex Media Komputindo,2007.

Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan,

Jakarta, Rineke Cipta, Cet . V 2006.

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D, Bandung: PT Alfabeta, 2008.

Page 107: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

96

Surya, Mohamad, Bunga Rampai Guru Dan Pendidikan, Jakarta: Balai Pustaka,

2004.

Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2004.

Susanto A., Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009.

Susetya, Wawan, Cermin Hati Perjalanan Rohani Menuju Ilahi, Solo: PT. Tiga

Serangkai Pustaka Mandiri, Cet. I, 2006.

Syah, Muhibbin, Psikolgi Belajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. X ,

2010.

Syaodih Sukmadinata, Nana, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, Cet. V, 2009,.

Syarbini, Amirulloh, Sedekah Mahabisnis Dengan Allah, Jakarta: Qultum Media,

Cet. I, 2012.

Sya'rowi, Mutawalli, Kenikmatan Taubat, Jakarta: Qultum Media, Cet. I, 2006.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, Cet. II , 1994.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag.

III, Jakarta: Grasindo, Cet. II, 2007.

Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, Cet. IV , 2008

Umar, Bukhori, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Amzah, 2010.

Warson Munawwir, Ahmad, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia, (Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997.

Yamin, Martinis, Sertifikasi Profesi Keguruan Di Indonesia, Jakarta: Gaung

Persada Press, 2007.

Yani, Ahmad, Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji, Jakarta: Al-Qolam, Cet. I ,

2007.

Page 108: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh

97

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, Cet.

VII, 1992.

Zuharini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. III, 1992.

Page 109: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 110: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 111: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 112: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 113: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 114: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 115: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh
Page 116: AKHLAK BELAJAR DAN KARAKTER GURU (STUDI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24786/1/MUZTABA... · Akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki oleh