akhir renungan di atas awan

2
Aku rasa bahwa saat ini adalah waktu terbaik Mengulang pencarian dalam falsafah yang lebih luas Tentang hidup, seperti dulu, ketika buku pelajaran menjadi kitab suci Masa di mana masih bisa kulihat senyuman mendiang Ibu Walaupun sejenak, terpahat di wajahnya sembari menahan sakit Mengiringi ujar demi ujar kekhawatiran akan keselamatanku Waktu aku hamparkan keinginan untuk sesaat berdiri di atas manusia lain Namun, semenjak kepergian beliau, tidak ada lagi kekhawatiran Tentang bagaimana aku akan hidup, dan bagaimana cara kematianku Hanya pasrah dan percaya yang aku bawa melibas batuan cadas dan lautan debu Karena bagaimanapun kita menghindar, kita tidak bisa mengalahkan takdir Sehingga setiap langkah menjadi mantap dan kokoh Dan yang harus menjadi keinginan masa mendaki adalah berdiri di puncak gunung Menumbuhkan kesadaran tentang kesamaan proses antara pendakian dan kehidupan Tidak boleh ada yang mudah, tidak boleh ada yang instan Kalau yang dicita-citakan adalah keberhasilan hakiki Memang banyak yang menertawakan, mencibir, memandang aneh Tapi bukankah tingkah mereka tak mampu merubah jarak dan kecepatan? Jadi begitulah hidup, ketika langkah semakin jauh dari kata “biasa” dan “nyaman” Ketika aku menjadi salah satu makhluk Gusti Allah yang menyukai paku-paku pulau Sebenarnya ada terlintas dalam benak, bahwa haruslah menjadi aneh Haruslah menjadi gila, haruslah menjadi liar Untuk mencicipi sejumput cinta dari Gusti Allah Bagaimanakah khalayak bisa mencari cinta penciptanya? Bila khalayak tidak ramai mengagumi ciptaannya Setelah membuka pagar opini umum yang berkarat, Buih demi buih kesadaran itu menyeruak memenuhi kepala Manusia tidak hanya harus menjadi ahli dzikir, tapi juga ahli pikir Jauh memikirkan tentang ciptaan Gusti Allah, mendalam dan makin dalam Lantas aku temukan persamaan dengan apa yang telah, akan, dan harus aku jalani

Upload: ayatollah-rahmat-al-indunisy

Post on 12-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Rangkaian kata biasa dari orang biasa

TRANSCRIPT

Page 1: Akhir Renungan Di Atas Awan

Aku rasa bahwa saat ini adalah waktu terbaikMengulang pencarian dalam falsafah yang lebih luasTentang hidup, seperti dulu, ketika buku pelajaran menjadi kitab suciMasa di mana masih bisa kulihat senyuman mendiang IbuWalaupun sejenak, terpahat di wajahnya sembari menahan sakitMengiringi ujar demi ujar kekhawatiran akan keselamatankuWaktu aku hamparkan keinginan untuk sesaat berdiri di atas manusia lainNamun, semenjak kepergian beliau, tidak ada lagi kekhawatiranTentang bagaimana aku akan hidup, dan bagaimana cara kematiankuHanya pasrah dan percaya yang aku bawa melibas batuan cadas dan lautan debuKarena bagaimanapun kita menghindar, kita tidak bisa mengalahkan takdirSehingga setiap langkah menjadi mantap dan kokohDan yang harus menjadi keinginan masa mendaki adalah berdiri di puncak gunungMenumbuhkan kesadaran tentang kesamaan proses antara pendakian dan kehidupanTidak boleh ada yang mudah, tidak boleh ada yang instanKalau yang dicita-citakan adalah keberhasilan hakikiMemang banyak yang menertawakan, mencibir, memandang anehTapi bukankah tingkah mereka tak mampu merubah jarak dan kecepatan?Jadi begitulah hidup, ketika langkah semakin jauh dari kata “biasa” dan “nyaman”Ketika aku menjadi salah satu makhluk Gusti Allah yang menyukai paku-paku pulauSebenarnya ada terlintas dalam benak, bahwa haruslah menjadi anehHaruslah menjadi gila, haruslah menjadi liarUntuk mencicipi sejumput cinta dari Gusti AllahBagaimanakah khalayak bisa mencari cinta penciptanya?Bila khalayak tidak ramai mengagumi ciptaannyaSetelah membuka pagar opini umum yang berkarat,Buih demi buih kesadaran itu menyeruak memenuhi kepalaManusia tidak hanya harus menjadi ahli dzikir, tapi juga ahli pikirJauh memikirkan tentang ciptaan Gusti Allah, mendalam dan makin dalamLantas aku temukan persamaan dengan apa yang telah, akan, dan harus aku jalaniDalam hidup, dalam cinta, dalam jalan Gusti AllahJika khalayak mau dan mampu berpikir, siapa diri ketika sendiri di pekat malam?Diselimuti kabut, tanpa cahaya selain api unggun yang dibuat dan dinikmati sendiriSeandainya ada ancaman mengintai, kepada siapa lagi meminta tolong?Sementara manusia lain sedang mendengkur menyulam mimpiDan ketika cahaya menjadi semakin menyalaBandingkan diri dengan gunung yang megah berdiri, tangguh menantang duniaNamun itu dapat terjadi jika diri benar-benar kosong dan sendiriHingga dapat mencari dan membandingkan Tuhan-Tuhan setiap agamaMana yang dapat menolong dalam pada itu? Mana Tuhan yang mencariNya harus menyendiri?Dan... pagi menjelang dengan hawa yang menggigit syarafKunikmati setiap hela dan hembus napas dengan iman yang makin kokohSosokku, wajah Gusti Allah, wejangan dan kenangan dari ibu,Bercampur membaur indah dalam mayapada hati, ternyata seluruhnya selarasSeluruhnya sejalan, menjelaskan langkah kaki kemudian

Page 2: Akhir Renungan Di Atas Awan

Dan hanya aku dapat setelah lelah bercampur keringat dan debuDari lereng hingga puncak gunung di atas awan