air sbg komponen tumbuhan

20
I. PENDAHULUAN 1.1 Teori Molekul air dan zat terlarut yang berada dalam sel selalu bergerak. Oleh karena itu terjadi perpindahan terus- menerus dari molekul air, dari satu bagian ke bagian yang lain. Pada keadaan seimbang hasil akhir dari pergerakan molekul-molekul di dalam suatu medium ini tidak akan menimbulkan efek apapun. Akan tetapi bila keadaan tidak seimbang atau lebih banyak molekul akan bergerak ke satu arah dan sebaliknya akan menimbulkan difusi, atau dengan kata lain difusi merupakan pergerakan molekul sejenis dari daerah konsentrasi timggi ke konsentrasi rendah (Bidwell, 1979). Pergerakan air sebagai fenomena aliran massa sudah sangat dikenal, misalnya pada system pipa air minum. Tapi di lingkungan sekitar kita, sejumlah besar air bergerak dengan cara difusi yang tidak dapat kita lihat, aliran massa bisa terjadi akibat aliran tekanan yang timbul dari peristiwa difusi (Salisbury, 1995). Difusi merupakan proses fisika, yang prosesnya dapat terjadi setiap hari di alam maupun di dalam kehidupan tumbuhan ataupun organisme lain. Difusi terjadi sebagai suatu respon terhadap perbedaan konsentrasi. Suatu perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan lain. Selain perbedaan

Upload: imelimel

Post on 01-Jul-2015

678 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

1.1 Teori

Molekul air dan zat terlarut yang berada dalam sel selalu bergerak. Oleh karena itu

terjadi perpindahan terus-menerus dari molekul air, dari satu bagian ke bagian yang

lain. Pada keadaan seimbang hasil akhir dari pergerakan molekul-molekul di dalam

suatu medium ini tidak akan menimbulkan efek apapun. Akan tetapi bila keadaan

tidak seimbang atau lebih banyak molekul akan bergerak ke satu arah dan sebaliknya

akan menimbulkan difusi, atau dengan kata lain difusi merupakan pergerakan

molekul sejenis dari daerah konsentrasi timggi ke konsentrasi rendah (Bidwell,

1979).

Pergerakan air sebagai fenomena aliran massa sudah sangat dikenal, misalnya

pada system pipa air minum. Tapi di lingkungan sekitar kita, sejumlah besar air

bergerak dengan cara difusi yang tidak dapat kita lihat, aliran massa bisa terjadi

akibat aliran tekanan yang timbul dari peristiwa difusi (Salisbury, 1995).

Difusi merupakan proses fisika, yang prosesnya dapat terjadi setiap hari di

alam maupun di dalam kehidupan tumbuhan ataupun organisme lain. Difusi terjadi

sebagai suatu respon terhadap perbedaan konsentrasi. Suatu perbedaan terjadi apabila

terjadi perubahan konsentrasi dari suatu keadaan ke keadaan lain. Selain perbedaan

konsentrasi, perbedaan dalam sifat juga dapat menyebabkan difusi. Proses pertukaran

gas dalam tumbuhan yang terjadi pada daun adalah suatu contoh proses difusi.

Dalam proses ini gas CO2 dari atmosfir masuk ke dalam rongga antar sel pada

mesofil daun, yang selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis (Tim Fisiologi

Tumbuhan, 2011).

Definit tekanan difusi adalah perbedaan difusi antara larutan dengan pelarut

murni pada tekanan yang sama. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tekanan

osmosa dan tekanan turgor. Misalnya kentang yang berisi larutan gula dimasukkan

ke dalam bejana yang berisi air murni (dalam hal ini kentangnya harus bersifat

simepermeabel). Sebelum terjadi difusi dari air ke dalam kentang, gula dimasukkan

ke dalam bejana, maka DTD di dalam kentang dan demikian pula dengan tekanan

osmosanya. Sedangkan tekanan turgornya adalah serendah-rendahnya atau nol.

Dengan masuknya air dalam kentang maka tekanan osmotiknya menurun, sehingga

DTDnya menurun dan tekanan turgornya naik (Dwijoseputro, 1985).

Difusi dapat terjadi karena gerakan acak kontinu yang mejadi ciri khas semua

molekul yang tidak terikat pada suatu zat padat. Tiap molekul bergerak secara lurus

sampai ia bertabrakan dengan molekul lainnya. Pada setiap tabrakan, molekul yang

terpental dan melaju ke arah lain, inilah yang menyebabkan gerakan acak pada

molekul tersebut (Kimball, 1996).

Difusi terjadi akibat adanya selisih antara gradien konsentrasi. Konsentrasi

adalah banyaknya zat atau partikel dalam suatu volume. Selisih atau gradien dapat

terjadi karena ada perubahan yang bertahap dari volume suatu ruang ke volume

ruang yang lainnya (Kimball, 1996).

Adapun yang mempengaruhi laju difusi adalah konsentrasi atau kepekatan

larutan. Makin besar konsentrasinya, maka cepat terjadinya difusi. Apabila

konsentrasi kecil maka difusi akan berlangsung lambat. Selain itu, apabila suhu

rendah gerakan difusi akan bergerak ke arah panas. Jika suhu tinggi maka difusi

bergerak ke arah dingin (Salisbury, 1995).

Banyak lalulintas melintasi membran terjadi dengan cara difusi. Apabila

suatu substansi lebih tinggi konsentrasinya pada suatu sisimembran daripada sisi lain,

substansi tersebut cenderung berdifusi melintasi membran menuruni gradien

konsentrasinya (dengan menganggap bahwa membran tersebut permeabel terhadap

substansi yang dimaksud). Satu contoh penting adalah penyerapan oksigen oleh seal

yang melakukan respirasi seluler. Oksigen terlarut berdifusi ke dalam sel melintasi

membran plasmanya. Selama respirasi seluler mengkonsumsi oksigen yang masuk,

difusi ke dalam sel akan berlanjut, karena gradien konsentrasi akan mendukung

pergerakan molekul ke arah tersebut (Campbell, 2002).

Secara teoritis, cairan tetap akan memasuki sel jika konsentrasi antara cairan

molekul cairan sel, baik di dalam maupun di luar sel merupakan penentu. Ketika

tekanan turgor sel mencapai puncak dan tekanan dari dinding sel terhadap isi sel

akan mengakibatkan terhentinya pemasukan air. Walaupun begitu, setelah tekanan

turgor menurun, molekul air akan berdifusi dengan sangat cepat melalui kedua sisi

membran. Difusi dari air melalui meambran permeabel yang berbeda ini dikenal

dengan osmosis dan tekanan berkembang dari tekanan osmosis (Gelston, 1961).

Potensial air suatu sistem menunjukkan kemampuannya untuk melakukan

kerja dibandingkan dengan kemampuan sejumlah murni yang setara, pada tekanan

atmosfer dan pada suhu yang sama. Potensial osmotik larutan bernilai negatif, karena

air pelarut dalam larutan itu melakukan kerja kurang dari air murni. Kalau tekanan

pada larutan meningkat, kemampuan larutan untuk melakukan kerja (potensial air

larutan) juga meningkat (Salisbury, 1995).

Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia air yang menggambarkan

kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi (Tim Fisiologi Tumbuhan,

2011).

Ketika selaput semipermeabel memisahkan air murni dari larutan, hanya air

yang bisa masuk lewat pori dan larutan akan keluar. Difusi air terjadi karena

perbedaan potensial kimia. Menciptakan penekanan yang menghasilkan adanya

aliran massa di sepanjang pori selaput tersebut (Wilkins, 1984).

Menurut Didik Indradewa cit Ayyas (2009) komponen-komponen potensial

air (Ψw) sel atau jaringan adalah Potensial solut (Ψs), potensial tekanan (Ψp), dan

potensial matriks (Ψm). Hubungan antara kompenen tersebut dapat dilihat pada

rumus:

Ψw = Ψs + Ψp + Ψm

dimana :

Ψw = potensial air suatu sel tumbuhan

Ψs = potensial solut

Ψp = potensial tekanan

Ψm = potensial matriks

Jika kita analisa dari rumus tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mencari

potensial air sangat tergantung dengan ada/tidak komponen-komponen tersebut serta

keterkaitan setiap komponen yang ada di dalamnya. Jadi, kita harus mencari sumber

komponen-komponen itu terlebih dahulu. Sumber komponen penyusun potensial air

dapat kita cari jika kita memahami mekanisme pergerakan air. Pergerakan air

memiliki mekanisme tersendiri. Terdapat lima mekanisme utama yang

menggerakkan air dari suatu tempat ke tempat lain, yaitu melalui proses: difusi,

osmosis, tekanan kapiler, tekanan hidrostatik, dan gravitasi (Anonymous cit Ayyas,

2009).

Penentuan potensial air sudah sejak lama dikenal oleh V.S Chardakov yang

berasal dari Rusia. Metode ini masih tetap digunakan dan dibahas orang karena

dianggap relatif mudah, sederhana, murah dan relatif cepat untuk mengestiminasi

nilai potensial air. Prinsipnya terletak pada pertumbuhan densitas dari larutan yang

diketahui tingkat kepekatannya. Larutan yang sering digunakan dalam

mengestiminasi potensial aior adalah larutan sukrosa (C12H22O11), sampel yang

dimasukkan kedalam seri larutan akan kehilangan atau menyerap air secara osmosis.

Jika densitas larutan tidak berubah, berarti potensial air sampel yang diuji sama

dengan larutan tersebut. Penggunaan zat warna seperti methyl blu atau methyl orange

yang dimaksudkan untuk memudahkan pengamatan terhadap geakan larutan yang

diuji bila dimasukkan ke dalam larutan control (Malik cit Ayyas, 2009).

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukan praktikum “Air sebagai Komponen Tumbuhan” adalah

untuk melihat peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis,

menghitung tekanan osmosis cairan sel, dan untuk mengetahui cara mengukur

potensial air jaringan dengan metode chardakov.

II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Air sebagai Komponen Tumbuhan dilaksanakan pada hari Rabu 9 Maret

2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

2.2 Alat dan Bahan.

Alat yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah pisau silet, tabung reaksi, pinset,

objek glass, cover glass, mikroskop, pipet tetes, pengebor gabus. Sedangkan bahan

yang digunakan adalah daun Rhoe discolor yang masih segar, larutan sukrosa dengan

konsentrasi: 0,24:0,22:0,20:0,18:0,16:0,14:0,12:0,10 M. umbi Daucus carota, larutan

sukrosa 0,1:0,2:0,3:0,4:0,5:0,6 M, methylene blue, sukrosa 1M dan NaCl 1M.

2.3 Cara kerja

a. Plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis

Epidermis bawah daun Rhoe Discolor yang masih segar dipotong melintang,

usahakan setipis mungkin, potongan tersebut diletakkan pada objek glass dan ditetesi

2–3 tetes air, setelah ditutup dengan cover glass diamati dibawah mikroskop dengan

perbesaran rendah. Hitung jumlah sel utuh yang bewarna merah keunguan (pigmen

antosianin). Kemudian ditambahkan 2-3 tetes sukrosa 1M pada tepi cover glass

melalui salah satu sisinya, lalu serap dengan kertas tissue di tepi cover glass yang

berlawanan, agar air dibawah cover glass tergantikan oleh sukrosa. Amati dan hitung

jumlah sel yang terplasmolisis dengan pemberian larutan sukrosa, catat waktu sampai

terjadi plasmolisis sempurna pada satu sel epidermis. Setelah selesai plasmolisis,

teteskan kembali air ke tepi cover glass dan serap dengan tissue pada tepi lainnya.

Pemberian air untuk mengamati peristiwa deplasmolisis. Amati dan hitung jumlah

sel yang terdeplasmolisis, catat waktu untuk deplasmolisis sempurna pada satu sel

epidermis.

b. Tekanan osmosis cairan sel

Siapkan 8 buah tabung reaksi dan kemudian di isi masing-masing dengan larutan

sukrosa kedalam tabung kira–kira 1/3 bagian (10 ml). selanjutnya, epidermis bawah

Rhoe discolor disayat tipis, setelah didapatkan sel yang representatif, hitung jumlah

sel yang berwarna merah keunguan dibawah mikroskop. Lalu, masukkan sayatan

kedalam tabung reaksi yang sudah berisi larutan sukrosa, catat waktu awal

dimasukkan, biarkan selama 30 menit, setelah 30 menit periksa dibawah mikroskop

jumlah sel yang tersisa hasil plasmolisis. Tandai larutan dengan konsentrasi yang

menyebabkan terjadinya insipient plasmolisis. Sel pada keadaan insipient plasmolisis

memiliki potensial osmitik sama dengan potensial osmotik larutan yang digunakan

lalu tentukan potensial osmotik sel pada insipien plasmolisis.

c. Mengukur potensial air dengan metode Chardakov

Siapkan 6 buah tabung reaksi, lalu masing-masing diisi dengan larutan sukrosa

sebanyak 10 ml kemudian potongan umbi dari tamanan wortel (Daucuss carota L.)

yang akan diukur potensial airnya dibuat dengan pengebor gabus dan dimasukkan ke

dalam tabung reaksi masing-masing 10 potongan jaringan berukuran 2mm, kemudian

ditutup dengan aluminium foil dan biarkan selama 80 menit. Setiap 20 menit tabung

reaksi digoyang perlahan–lahan untuk mempercepat terjadinya kesetimbangan.

Setelah 80 menit potongan umbi dikeluarkan dengan mengunakan pinset lalu larutan

sisa diberi metilen blue dengan mengunakan pipet tetes dan pergerakan larutan

tersebut diamati. Apabila larutan pengetes jatuh kedasar larutan berarti larutan sisa

telah menjadi encer, apabila larutan pengetes dipantulkan lagi keatas berarti larutan

sisa telah menjadi pekat jika larutan pengetes melayang berarti larutan tersebut tidak

mengalami perubahan.

2.4 Parameter Pengamatan

a. Mengetahui perubahan jumlah sel disebabkan peristiwa plasmolisis dan

deplasmolisis sel.

b. Sel pada keadaan insipient plasmolisis memiliki potensial osmotic sama dengan

ptensial osmotic larutan, sehingga bisa dihitung potensial osmotic cairan sel.

c. Potensial air jaringan dapat diukur dengan metode Chardakov.

III. HASIL DAN PEMBAHASA

3.1 Hasil

Dari hasil pengamatan pada praktikum Air sebagai Komponen Tumbuhan didapatkan

hasil sebagai berikut :

a). Plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis

Awal Plasmolisis Deplasmolisis

Tabel 1. Pengamatan plasmolisis dan deplasmolisis

Perlakuan Deskripsi pengamatan sel Waktu plasmolisis-deplasmolisis

Air Destilata Sel berjumlah 165 buah - Sukrosa 1M Sel berjumlah 75 buah Plasmolisis 1 menit dan

deplasmolisis 7 menit.Na Cl 1M Sel berjumlah 55 buah Plasmolisis 2 menit

b). Penentuan tekanan osmosik cairan sel

Tabel 2. Pengamatan tekanan osmotik cairan sel epidermis Rhoe discolor

Larutan Sukrosa pada 20oCPersentase Plasmolisis (%)

Molaritas (M) Potensial Osmotik (atm)0,24 -6,4 90,80,22 -5,9 91,50,20 -5,3 1000,18 -4,7 1000,16 -4,2 1000,14 -3,7 360,12 -3,2 1000,10 -2,6 53,3

c. Menghitung Potensial air

Perendaman umbi wortel 80 menit Setelah ditetesi methylene blue

Tabel 3. Pengamatan pontensial air jaringan umbi Daucus carota

No Tabung Reaksi

Konsentrasi SukrosaPotensial Osmotik pada 20oC (atm)

Arah pergerakan larutan uji

1 0,1 -2,6 Memantul2 0,2 -5,3 Tenggelam3 0,3 -8,1 Melayang4 0,4 -11,1 Tenggelam5 0,5 -14,3 Tenggelam6 0,6 -14,7 Memantul

3.2 Pembahasan

a. Plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada percobaan 1 jumlah sel

berwarna 165 sel. kemudian setelah ditambahkan sukrosa, jumlah selnya menjadi 75

sel. Pada pengamatan awal, sel belum terplasmolisis. Setelah diberi larutan sukrosa,

barulah sel terplasmolisis. Dinding selnya berkerut dan terlihat batasan antara

membran sel dengan dinding sel. Larutan sukrosa dapat menyebabkan sel

terplasmolisis karena potensial air pada sel lebih tinggi daripada di luar sel, sehingga

cairan di dalam sel berdifusi ke luar sel. Akibatnya, terjadi penurunan volume sel dan

sel dinding sel tampaknya berkerut. Menurut Salisbury dan Ross (1995),

Terlepasnya protoplas dari dinding sel disebabkan oleh penyusutan atau pengurangan

volume, karena cairan di dalam protoplas sudah menjadi lebih pekat dan karenanya

berpotensial osmotik lebih negatif.

Setelah sukrosa diserap dari cover glass dan sel diberi air, sel kembali

mengembang. Cairan di luar sel masuk ke dalam sel sehingga terjadi penambahan

volume sel. Jadi cairan di dalam protoplas sudah menjadi lebih encer. Kejadian ini

disebut dengan deplasmolisis. Waktu yang dibutuhkan sel ini untuk deplasmolisis

yaitu 7 menit.

Pada percobaan 2 yaitu tekanan osmosis cairan sel, hanya didapatkan 1 sel

yang tidak terplasmolisis lebih sama 50 % yaitu pada konsentrasi 0,14 M dengan

potensial osmosik -3,7 atm dan persentase plasmolisisnya 36%.

Para ahli fisiologi tumbuhan menganggap bahwa plasmolisis insipien terjadi

pada jaringan yang separuh jumlah selnya baru saja mulai mengalami plasmolisis

(protoplas baru mulai terlepas dari dinding sel), berarti tekanan di dalamnya sama

dengan nol. Jika anggapan itu benar, maka potensial osmotik larutan penyebab

plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel, sesudah

kesetimbangan dengan larutan tercapai (Salisbury, 1995).

Dari hasil percobaan di atas, praktikan mendapatkan keadaan hanya ada satu

yang tidak demikian, artinya potensial osmotik di dalam sel dan di luar pada sel tsb

tidak tercapai kesetimbangan.

Menurut Dwijoseputro (1995), jika defisit tekanan di dalam sel (difusi) lebih

rendah daripada larutan defisit tekanan difusi di sekitarnya, maka air akan

meninggalkan sel itu sampai tekanan defisit itu terletak di luar dan di dalam sel sama.

Tidak tercapainya sel pada keadaan insipien plasmolisis dengan tepat benar

ini disebabkan karena pada waktu pelaksanaan percobaan, praktikan melakukan

prosedur yang salah. Praktikan tidak menghitung jumlah sel terlebih dahulu sebelum

dimasukkan ke dalam larutan sukrosa. Setelah diberitahu asisten, jaringan yang telah

dimasukkan ke dalam larutan sukrosa diangkat kembali dan dilihat di bawah

mikroskop, barulah disini sel dihitung. Selain itu, pada waktu memasukkan jaringan,

waktunya tidak bersamaan. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,24 M jaringan

dimasukkan terlebih dahulu tanpa menunggu jaringan lain. Jaringan ini tidak diambil

kembali karena waktu yang digunakan terbatas.

Pada percobaan 3 didapatkan bahwa setelah ditetesi larutan penguji hanya

larutan sisa perendaman sampel dengan konsentrasi 0,2 M yang dipantulkan,

selebihnya larutan penguji jatuh untuk konsentrasi 0,1 M, 0,3 M, 0,4 M, 0,5 M, 0,6

M. Dari sini dapat dilihat pada tetesan yang dipantulkan, hal ini berarti larutan

perendaman jaringan menjadi lebih pekat, menandakan jaringan telah menyerap air.

Osmosis terjadi dari larutan ke dalam jaringan. Dalam hal ini, jaringan mempunyai

potensial air yang lebih rendah (lebih negatif) dari larutan awal.

Sedangkan untuk hasil tetesan yang jatuh (tenggelam), larutan telah menjadi

kurang pekat, berarti larutan telah menyerap air dari jaringan. Osmosis terjadi dari

jaringan ke dalam larutan.

Jika di satu sisi membran ada larutan dan di sisi lainnya ada larutan lain yang

berbeda konsentrasinya, maka osmosis akan berlangsung. Larutan yang lebih pekat

mempunyai potensial air yang lebih rendah (lebih negatif), jadi air akan berdifusi ke

daerahnya dari larutan aka larutan mempunyai potensial air lebih rendah daripada

jaringan awal. lain sampai tekanannya naik ke suatu titik, yaitu sampai potensial

airnya sama dengan potensial-air larutan yang kurang pekat. Hal ini mungkin terjadi

bila keduanya mempunyai wadah. Jika difusi berlangsung menuju larutan yang tidak

berwadah, maka pergerakan ini akan terus berlangsung sampai larutan yang lebih

pekat diencerkan, yaitu sampai potensial airnya sama dengan potensial air larutan di

sisi lain membran. Pada saat itu, kedua larutan mempunyai potensial air bernilai

negatif yang sama. Kesetimbangan pun tercapai (Salisbury, 1995).

Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil tetesan yang melayang

(mengambang) pada konsentrasi 0,3 M, ini berarti tercapai kesetimbangan. Menurut

Salisbury dan Ross (1995), jika tetesan langsung berdifusi ke dalam larutan tanpa

naik atau tenggelam, maka tidak terjadi perubahan konsentrasi, potensial air larutan

sama dengan potensial jaringan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dan hasil yang didapat, dapat disimpulkan

bahwa :

1. Sel akan mengalami plasmolisis jika diletakkan pada larutan yang hipertonik

(sukrosa) karena cairan sel akan berdifusi ke luar sel. Sel akan kehilangan air

sehingga dinding sel berkerut.

2. Sel akan kembali ke bentuk semula jika di tempatkan pada larutan hipotonik

(air). Karena air akan masuk ke dalam sel dan mengakibatkan sel kembali ke

bentuk semula.

3. Sel yang mengalami insipien plasmolisis (50% atau lebih selnya terplasmolisis)

yaitu pada semua konsentrasi kecuali pada konsentrasi 0,14 M didapatkan hasil

sebanyak 36 % dengan potensial osmotiknya yaitu -3,7 atm.

4. Larutan pengetes (methylen blue) akan menjadi memantul ketika dimasukkan

kedalam larutan jaringan apabila potensial air jaringan lebih rendah/lebih negatif

dari pada larutan awalnya dan sebaliknya. Sementara larutan pengetes akan

melayang apabila sama antara potensial air jaringan dengan larutan awalnya.

4.2 Saran

Adapun hal-hal yang perlu dievaluasi dalam praktikum kali ini adalah: agar praktikan

lebih teliti dalam pengamatan dan menguasai konsep percobaan yang dilakukan.

Pada percobaan pertama perlu ketelitian dalam menghitung sel yang utuh,

terplasmolisis, dan deplasmolisis. Perhatikan dan focus pada satu sel saat mengamati

peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis ini. Pada percobaan kedua juga harus cermat

dalam menghitung jumlah sel awal dan sel yang terplasmolisis.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ayyas, Fatih. 2009. Air sebagai Komponen Tumbuhan. http://bingkairumahku.blogspot.com/2009/03/laporan-praktikum-air-komponen-tumbuhan.html diakses 13 Maret 2011

Bidwell, R.G.S. 1979. Plant Physiology Second Edition. Max Million Publiching. New York

Campbell dan Reece. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Campbell, G.S. 1977. An Introduction to Environtment Biophysic. Springer Verlag. Berlin

Dwijoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.

Gelston, A. 1961. The Life of Green Plant. Prentice Hall. New Jessey.

Kimball, J.W. 1996. Biologi Jilid I. Erlangga. Jakarta

Salisbury, J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB. Bandung

Tim Fisiologi Tumbuhan. 2011. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas Andalas. Padang

Wilkins, M. 1984. Advanced Plant Physiology. British Pittman Press. London

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

AIR SEBAGAI KOMPONEN TUMBUHAN

NAMA : MELINDA PURNAMASARI

BP : 0910422035

KELOMPOK : IV

REKAN KERJA : - HARI MARTA SAPUTRA 0910421003

- HADI KURNIAWAN 0910422037

- MISREN AHYUNI 0910422053

- DEA RAHAYU 0910422067

- MIRA ROSNAWTA 0910421017

- RANNY 0910422113

- VEVI KURNIATI 06933031

ASISTEN : FISKA ZOLA SARI

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2011