agitasi

24
I. PENDAHULUAN Agitasi merupakan psikopatologi yang sering ditemui pada berbagai gangguan psikiatrik, misalnya skizofrenia, skizoafektif, gangguan bipolar, atau demensia. Pada pasien dengan skizofrenia, agitasi sering terjadi selama fase akut. Pada agitasi terlihat adanya ansietas yang disertai dengan kegelisahan motorik, meningkatnya respons terhadap stimulus internal atau eksternal, iritabilitas, peningkatan aktivitas verbal atau motorik yang tidak bertujuan. Agitasi merupakan gejala yang sangat menakutkan karena sering meningkat menjadi perilaku atau tindakan kekerasan (violent) dan destruktif. Kekerasan yaitu agresif fisik yang dapat mencederai orang lain. Yang sering menjadi korban kekerasan adalah keluarga, petugas medik atau pasien lainnya. Oleh karena itu, intervensi yang cepat sangat diperlukan untuk mencegah pasien melukai dirinya, keluarga atau orang lain. Pada keadaan yang parah, gerakan yang ditimbulkan bisa membahayakan orang lain, seperti merobek-robek, menggigit kuku jari dan menggigit bibir sendiri yang menimbulkan potensi pendarahan akibat trauma. Agitasi 1

Upload: more-amo

Post on 30-Sep-2015

65 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

sains

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUANAgitasi merupakan psikopatologi yang sering ditemui pada berbagai gangguan psikiatrik, misalnya skizofrenia, skizoafektif, gangguan bipolar, atau demensia. Pada pasien dengan skizofrenia, agitasi sering terjadi selama fase akut. Pada agitasi terlihat adanya ansietas yang disertai dengan kegelisahan motorik, meningkatnya respons terhadap stimulus internal atau eksternal, iritabilitas, peningkatan aktivitas verbal atau motorik yang tidak bertujuan.Agitasi merupakan gejala yang sangat menakutkan karena sering meningkat menjadi perilaku atau tindakan kekerasan (violent) dan destruktif. Kekerasan yaitu agresif fisik yang dapat mencederai orang lain. Yang sering menjadi korban kekerasan adalah keluarga, petugas medik atau pasien lainnya. Oleh karena itu, intervensi yang cepat sangat diperlukan untuk mencegah pasien melukai dirinya, keluarga atau orang lain.Pada keadaan yang parah, gerakan yang ditimbulkan bisa membahayakan orang lain, seperti merobek-robek, menggigit kuku jari dan menggigit bibir sendiri yang menimbulkan potensi pendarahan akibat trauma. Agitasi psikomotor ini merupakan tipikal symptom yang dapat dijumpai pada kelainan depresi mayor atau kelainan obsesi dan terkadang dijumpain pada gangguan bipolar, meskipun kelainan ini merupakan akibat dari kelebihan stimulus yang diterima. Usia pertengahan (dekade ke 2 dan 3) dan usia tua merupakan usia yang penuh dengan resiko terjadinya kelainan ini.

II. DEFINISI AGITASI Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika di dalam DSM-IV-TR, agitasi didefinisikan sebagai aktivitas motorik yang berlebih-lebihan terkait dengan perasaan ketegangan dari dalam diri. Gangguan perilaku yang kompleks yang dikarakteristikkan dengan agitasi terdapat pada sejumlah gangguan psikiatri seperti skizofrenia, gangguan bipolar, demensia (termasuk penyakit Alzheimer) dan penyalahgunaan zat (obat dan/atau alkohol).Agitasi (keresahan atau kegelisahan) adalah suatu bentuk gangguan yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan dan tak bertujuan atau kelelahan, biasanya dihubungkan dengan keadaan tegang dan ansietas. Pada beberapa literatur dikatakan bahwa agitasi adalah gangguan psikomotor yang memiliki karakterisasi peningkatan aktivitas motor dan psikologi pada pasien (adanya irritabilitas). Adanya gerakan berjalan bolak-balik dalam satu ruang tanpa alasan, gerakan memeras-meras tangan, melepas baju dan memakainya lagi dalam kondisi terbalik, dan tindakan motorik dan tak beralasan lainnya. Pada keadaan yang parah, gerakan yang ditimbulkan bisa membahayakan orang lain, seperti merobek-robek, menggigit kuku jari dan menggigit bibir sendiri yang menimbulkan potensi pendarahan akibat trauma.

Perilaku Fisik Non-agresif Kegelisahan umum Mannerism berulang Mencoba mencapai tempat yang berbeda Menangani sesuatu secara tidak sesuai Menyembunyikan barang Berpakaian tidak seusai atau tidak berpakaian

Perilaku Verbal Non-agresif Negativism Tidak menyukai apapun Meminta perhatian Berkata-kata seperti seseorang yang berkuasa Mengeluh Interupsi yang relevan Interupsi yang irelevan

Perilaku Fisik Agresif Memukul Mendorong Merebut barang Berperilau kejam terhadap manusia Menendang dan menggigitPerilaku Verbal Agresif Menjerit Mengutuk Membuat suara aneh

III. PREVALENSI Sebanyak 1,7 juta kunjungan ke ruang gawat darurat per tahun melibatkan pasien agitasi dan 20% - 50% dari kunjungan darurat psikiatri di Amerika Serikat melibatkan pasien yang beresiko agitasi. Skizofrenia (sebanyak 27%) dan gangguan bipolar adalah penyebab yang sangat umum dari agitasi. Agitasi pada pasien skizofrenia atau gangguan bipolar dapat dipercepat atau diperburuk oleh faktor yaitu laki-laki, usia yang lebih muda, riwayat penyalahgunaan zat, ketidakpatuhan terhadap antipsikotik, sejarah perilaku agresif secara fisik, dan karakteristik lingkungan di mana mereka ditempatkan (misalnya, bagian gawat darurat penuh sesak).

IV. ETIOLOGIAgitasi merupakan manifestasi dari penyakit medis, ansietas berat dan bagian dari kondisi psikiatri. Penting untuk menentukan diagnosis sebelum menentukan terapi yang digunakan. Diagnosis dilakukan atas dasar gejala yang ditemukan (tingkat kesadaran, bahasa, pikiran, dan lain-lain) serta informasi yang diberikan oleh keluarga anggota, teman, riwayat penyakit kejiwaan atau riwayat penyakit medis organik, faktor pencetus, penggunaan narkoba, onset.

Gangguan mental organik Seperti dalam semua keadaan darurat psikiatri, prioritasnya adalah untuk menyingkirkan penyebab organik yang memerlukan pengobatan khusus. Gangguan sistemik pada sistem saraf pusat serta penyalahgunaan narkoba mempengaruhi fungsi otak dan dapat menghasilkan agitasi psikomotor yang umumnya bermanifestasikan suau sindrom kebingungan akut atau delirium, dengan karakteristik khusus yang ditunjukkan pada Tabel 1. Gangguan organik yang dapat menyebabkan agitasi psikomotor ditunjukkan pada Tabel 2. Pasien-pasien ini lebih sering dirawat di rumah sakit umum.

Gangguan psikotik Pasien dengan skizofrenia paranoid lebih sering menampilkan agitasi psikomotor, Muncul gejala positif pada fase eksaserbasi yaitu pikiran dan pembicaraan yang kacau dan halusinasi yang sering mengakibatkan perilaku agresif atau perilaku menyakiti diri sendri. Perbedaan antara skizofrenia atau pasien psikotik lain dengan delirium organik adalah kesadaran yang berubah pada delirium organik.Kondisi kejiwaan lain yang juga terkait dengan agitasi psikomotor yaitu gangguan, bipolar fase manik, terutama ketika berkembang dengan gejala psikotik. Episode manik dapat bermanifestasi sebagai perilaku agresif, umumnya disertai oleh euforia, kesenangan bicara dan waham kebesaran. Gangguan non-psikotik dan non-organik Kategori ini mencakup pasien dengan gangguan kepribadian non psikotik yang menampilkan gejala agitasi psikomotor sebagai reaksi dari faktor-faktor tertentu :a. Reaktif atau situasional agitasi (gangguan adaptif). agitasi muncul dikarenakan pasien tidak mampu beradaptasi. b. Stres akutdisebabkan oleh situasi yang dirasakan sebagai hal yang tidak diinginkan. Pasien mungkin bereaksi dengan perilaku seperti kemarahan atau menampilkan gambaran apatis dan depersonalisasi.c. Stres emosionaldisebabkan oleh peristiwa kehidupan seperti kecelakaan, kematian anggota keluarga. d. Pada anak-anak, stres akut yang disebabkan oleh pelecehan seks atau penganiayaan.Perbedaan antara agitasi karena kasus prikiatri dengan agitasi karena penyebab organik ditunjukkan pada tabel 3.No Suggest Psychiatric EtiologySuggest Organic Etiology

1.OrientedDisoriented

2.Alert Depressed level of consciousness

3.Gradual onsetSudden onset

4.Psychiatric historyNo psychiatric history

5.Normal vital signsAbnormal vital signs

6.Normal physical examAbnormal physical exam

7.Age < 40 yearsAge > 40 years (without psychiatric history)

8.Auditory hallucinationsVisual hallucinations

9.Flattened affectEmotional lability

10.Able to redirectUnable to sustain attention

V. PATOFISIOLOGI Beberapa literatur menyebutkan tentang mekanisme biologis yang mendasari agitasi sebagai sindrom terpisah dan spesifik. Gangguan pada neurotransmiter tertentu terlibat dalam patofisiologi agitasi (Tabel 4)

A. Depresi dan AgitasiPaofisiologi pada depresi dan agitasi melibatkan dua mekanisme yaitu terjadi aktivitas berlebihan pada aksis hipotalamus-piuitari-adrenal (HPA axis) dan peningkatan respon terhadap serotonin. Peningkatan terhadap aktivitas transmisi serotonin dapat menjadi pencetus ansietas dan agitasi pada individu yang rentan. Kelainan regulasi neurotransmitter lain yang dapat menyebabkan agitasi pada depresi yaitu penurunan fungsi dari asam -aminobutirat (GABA) dan peningkatan aktivitas noradrenergik. Pada keadaan ini, Diperlukan obat yang dapat meningkatkan fungsi GABA-ergik dan menurunkan transmisi nonadrenergik. Obat yang digunakan berfungsi sebagai agonis GABA-ergik (contoh asam valproate, benzodiazepine).

B. Dimensia dan AgitasiTerdapat tiga sistem yang berhubungan dengan agitasi pada dimensia, yaitu penurunan GABA-ergik, peningkatan sensitivitas terhadap norepinefrin dan penurunan fungsi serotonin. Asam valproate, agonis GABA-ergik dilaporkan efektif berfungsi sebagai antiagitasi pada pasien dimensia dengan agitasi. Antagonis dopamine digunakan pada pasien dengan peningkatan sensitifitas terhadap norepinefrin. Antagonis dopamine diindikasikan sebagai antipisikotik dengan dampak minimal EPS (ekstrapiramidal sindrom).C. Psikosis dan AgitasiAgitasi sering terjadi pada episode akut psikosis dan terkai dengan gejala positif. Jalur dopaminergik merupakan jalur utama pada patofisiologi dari gejala positif dan diikuti oleh gangguan fungsi pada serotonergik, GABA-ergik dan glutamatergik. Pada psikotik akut menggambarkan sindrom gangguan mesokortikal yang disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan dan gangguan glutamatergik pada neurotansmisi dopaminergic dan penurunan inhibisi GABA-ergik. Hal tersebut mengakibatkan penurunan aktivitas pada cortical prefrontal dan menimbulkan gejala negatif, positif dan kognitif. Gangguan fungsi pada jalur serotonergic juga dapat menjadi patofisiologi psikosis. Jalur serotonin 2A (5-HT2A) berhubungan dengan aktivitas dopaminergik. Antagonis 5-HT2A meningkatkan neurotransmitter dopamine.

VI. FAKTOR RESIKO AGITASIFaktor-faktor tertentu dapat mengindikasikan peningkatan risiko perilaku kekerasan secara fisik. Faktor resiko terdiri dari faktor individu, faktor klinis, faktor situasi (Tabel 5)

VII. MANAJEMEN A. Terapi farmakologis Tidak ada jenis obat yang dianggap terbaik untuk semua kasus agitasi, tetapi tiga kelas umum obat paling sering diteliti dan digunakan untuk agitasi yaitu antipsikotik generasi pertama, generasi kedua antipsikotik, dan benzodiazepin.

Antipsikotik Generasi Pertama Antipsikotik generasi pertama atau tipikal (FGA) memiliki sejarah panjang penggunaan untuk pengobatan agitasi. Mekanisme FGAs untuk menurunkan gejala tidak diketahui pasti tetapi diperkirakan FGAs menghambat transmisi dopamin pada otak manusia yang dapat mengurangi gejala psikotik yang mendasari penyebab agitasi. Selain itu, beberapa FGAs secara struktur memiliki kemiripan dengan neurotransmitter inhibisi asam gammaaminobutira (GABA) dan berinteraksi dengan GABA reseptor pada manusia dalam dosis tinggi.Fenotiazin merupakan kelas obat antipsikotik dengan potensi rendah seperti klorpromazin (Thorazine). Fenotiazin merupakan FGA pertama yang disetujui dan dipasarkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) dan memiliki kecenderungan untuk menyebabkan hipotensi, antikolinergik, dan menurunkan ambang kejang dibandingkan dengan FGAs seperti haloperidol. Dengan demikian, fenotiazin tidak dipilih untuk pengobatan agitasi akut.Haloperidol merupakan FGA dengan potensi tinggi. Haloperidol merupakan turunan butirophenone yang bekerja sebagai antagonis selektif pada reseptor dopamin-2 (D2). Haloperidol disetujui FDA untuk penggunaan oral atau intramuskular pada skizofrenia, efektif dan aman untuk pengobatan agitasi akut. Haloperidol merupakan FGA yang paling umum digunakan saa ini untuk mangatasi agitasi akut. Droperidol, turunan butirophenone lain yang bekerja menghambat reseptor D2 belum disetujui untuk digunakan dalam pengobatan psikiatri tetapi disetujui sebagai pengobatan pra-anastesi untuk mengurangi mual dan muntah yang berhubungan dengan anestesi. Droperidol juga telah digunakan secara luas untuk mengobati agitasi.Haloperidol dan droperidol memiliki efek minimal aktivitas antikolinergik dan memiliki interaksi minimal dengan obat nonpsikiatri lain. Namun, kedua obat memiliki efek samping yang penting. Droperidol dan haloperidol berpotensi menganggu kerja jantung yaitu dengan memperpanjang interval QTc. Penggunaan haloperidol dan droperidol harus dipantau terutama bagi pasien yang meminum obat lain yang dapat memperpanjang interval QTc, pasien yang sudah memilik kelainan jantung sebelumnya, atau pasien yang memiliki predisposisi perpanjangan interval QTc seperti ketidakseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia dan hipomagnesemia), atau hipotiroidisme. Penggunaan haloperidol yang diberikan secara intravena, harus dilakukan pembatasan dosis menjadi 5 sampai 10 mg / hari dan diberikan dalam pemantauan EKG Selain efek samping pada jantung, haloperidol dan droperidol memiliki risiko efek samping sindrom ekstrapiramidal (EPS) seperti distonia atau sindrom neuroleptik maligna. Dosis obat yang tinggi juga dapat menyebabkan reaksi katatonik karena blokade dopamin sentral yang berlebihan. Gejala EPS terjadi pada 20% pasien agiasi yang diobati dengan haloperidol dan 6% pasien agitasi diobati dengan kombinasi haloperidol dan lorazepam. Pengobatan kombinasi lebih cepat menurunkan gejala agitasi. Haloperidol sering diberikan dalam kombinasi dengan obat lain seperti lorazepam, prometazin, atau difenhidramin. Haloperidol menjadi obat pilihan pada agitasi dengan keracunan alkohol. Dosis yang direkomendasikan untuk mengatasi agitasi pada psikotik yaitu 2-5 mg intramuscular untuk haloperidol yang diberikan setiap 1-4 jam. Pemberian haloperidol diberikan bersamaan dengan lorazepam 2 mg inramuskular atau clorpromazin 25-50 mg intramuscular setiap 1-4 jam.

Tabel 7. Perbedaan efek samping antipsikotik tipikal potensi tinggi dengan antipsikotik tipikal potensi rendah Antipsikotik Generasi Kedua Antipsikotik atipikal atau disebut juga dengan antipsikotik generasi kedua (SGA). Generasi ini mulai dikembangkan pada tahun 1990 dan digunakan dalam onset akut. Olanzapin (Zyprexa), ziprasidon (Geodon), dan aripiprazol (Abilify) digunakan dalam bentuk injeksi intramuscular dan oral. Risperidon (Risperdal) dan quetiapin (Seroquel) tersedia dalam bentuk oral.Obat-obat ini bekerja sebagai antagonis pada reseptor D2 dan bekerja sebagai antagonis pada reseptor serotonin 2A (5-HT2A). Selain itu, antipsikotik atipikal bekerja pada reseptor jenis lain, seperti histamin, norepinefrin reseptor. Ziprasidon memiliki afinitas tinggi untuk reseptor serotonin dibandingkan dengan reseptor D2. Olanzapin dan quetiapin memiliki afinitas yang relatif lebih tinggi untuk reseptor histamin. Secara umum, SGAs memiliki risiko efek samping distonia atau akatisia yang rendah (1%).Sejumlah studi yang membandingkan kombinasi antipsikotik oral. Kombinasi risperidone dan lorazepam memiliki efek yang sama dengan haloperidol dan lorazepam yang diberikan secara injkesi intramuscular. Risperidone oral meiliki efek yang sama dengan haloperidol intramuskular. BenzodiazepinBenzodiazepin seperti diazepam , lorazepam dan clonazepam bekerja sebagai inhibisi reseptor neurotransmitter GABA utama pada otak manusia . Obat-obat ini memiliki keberhasilan untuk mengatasi agitasi dan dipilih pada pasien agitasi dengan intoksikasi atau ketika etiologi agitasi belum ditentukan. Namun pada agitasi dengan psikosis , benzodiazepin hanya bekerja sementara dan tidak mengobati penyakit yang mendasari agitasi.

VIII. KESIMPULANAgitasi didefinisikan sebagai aktivitas motorik yang berlebih-lebihan terkait dengan perasaan ketegangan dari dalam diri. Gangguan perilaku yang kompleks yang dikarakteristikkan dengan agitasi terdapat pada sejumlah gangguan psikiatri seperti skizofrenia, gangguan bipolar, demensia (termasuk penyakit Alzheimer) dan penyalahgunaan zat (obat dan/atau alkohol).Agitasi merupakan masalah yang gawat dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang cukup besar (dihubungkan penyebab gangguan metabolik). Adanya gejala penyerta yang biasanya menyertai gejala ini seperti delirium memperburuk prognosis pasien. Agitasi bisa disebabkan oleh berbagai penyebab diantaranya akibat efek samping penggunaan obat antipsikotik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Allen, Michael H. Emergency Psychiatry.American Psychiatry Publishing. Washington. 2005. 2. Moore DP, Jefferson JW. Handbook of Medical Psychiatry. 2nd ed. Philadelphia.3. National Institute for Clinical Excellence. Quick Reference Guide : Violence The Short-term Management of Disturbed/Violent Behaviour in Psychiatric in-patient Settings and Emergency Department. United Kingdom. 4. V. Fernndez Gallego et al. Management of the agitated patient in the emergency department. Emergencias 20095. Wilson et al. The Psychopharmacology of Agitation: Consensus Statement of the American Association for Emergency Psychiatry Project BETA Psychopharmacology Workgroup in Western Journal of Emergency Medicine. Volume 26 XIII, NO. 1 : February 20126. Sadock, B. J., & Sadock, V. A.. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York. Lippincot Wiliam&Wilkins.20077. Ebert M.H, Loosen P.T,Nurcombe B. Current Diagnosis and Treatment In Psychiatry. 2nd Edition. United States. Mc Graw Hill.20088. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. In. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK- Unika Atmajaya; 2007.9. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. In: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK- Unika Atmajaya,Jakarta; 2003.10. Andri. Tatalaksana Psikorarmaka Dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita Usia Lanjut. Universitas Kristen Krida Wacana. 2009

18