agama

9
MORAL PERKAWINAN “PERSIAPAN PERKAWINAN” Tugas Paper Kelompok Mata Kuliah Pendidikan Agama Disusun oleh Usfi Ula Kalwa (12 02 14450/TS) Eveline Ompusunggu (12 02 14454/TS) Fajar Sidik (12 02 14555/TS) Rahardiyan Wisnu (12 02 14565/TS) Dani Pasaribu (13 02 15014/TS) Cynthia Debby Heriyani (13 02 15060/TS) PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 2015

Upload: cloude-hollowen

Post on 15-Feb-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

religion

TRANSCRIPT

Page 1: Agama

MORAL PERKAWINAN

“PERSIAPAN PERKAWINAN”

Tugas Paper Kelompok

Mata Kuliah Pendidikan Agama

Disusun oleh

Usfi Ula Kalwa (12 02 14450/TS)

Eveline Ompusunggu (12 02 14454/TS)

Fajar Sidik (12 02 14555/TS)

Rahardiyan Wisnu (12 02 14565/TS)

Dani Pasaribu (13 02 15014/TS)

Cynthia Debby Heriyani (13 02 15060/TS)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

2015

Page 2: Agama

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkawinan secara umum merupakan pembentukan janji hubungan suci

antara pria dan wanita untuk memulai awal hidup baru ke jenjang yang lebih

tinggi. Untuk memulai hidup baru, tentu banyak persiapan yang harus disiapkan.

Dalam persiapan perkawinan, tidak hanya dari segi materil yang dipertimbangkan,

namun juga kesiapan batin dan spiritual serta pengetahuan tentang moral

perkawinan. Persiapan perkawinan dapat diperoleh dari berbagai sumber, salah

satunya yang digunakan umat katolik sebagai syarat perkawinan, yaitu Kursus

Persiapan Perkawinan. Kursus Persiapan Perkawinan ini bertujuan memberi

muda-mudi bekal dalam hidup keluarga katolik, menambah wawasan dan

pengetahuan muda-mudi mengenai perkawinan dan hidup berkeluarga dari sudut

pandang teologi, psikologi, moral, seksualitas, kesehatan, ekonomi, gender, serta

memberi pegangan bagi muda-mudi untuk mengambil tindakan dan mengatur

hidupnya sendiri menurut azas moral kristiani.

Sebuah penelitian di salah satu kota di Yogyakarta menunjukkan hasil

bahwa perceraian meningkat signifikan karena pernikahan dini yang diakibatkan

kecelakaan (yang disengaja). Hal ini bisa dimaklumi, sebab pernikahan karena

kecelakaan lebih karena keterpaksaan, bukan kesadaran dan kesiapan serta

orientasi nikah yang kuat (Ilyas, 2004). Sebagai contoh, masalah ini telah dialami

oleh pasangan muda-mudi yang mengemban kuliah di salah satu perguruan

ternama Yogyakarta. Mereka telah berpacaran sejak semester tiga hingga semester

akhir dan berencana untuk menikah setelah wisuda. Diketahui secara umum

bahwa calon wanita sering menginap di tempat calon pria, dan beberapa waktu

sebelum wisuda dinyatakan bahwa calon wanita tengah hamil. Akhirnya mereka

menikah diluar waktu yang telah mereka tentukan. Namun, karena kurangnya

kesiapan pria dari berbagai sisi hubungan rumah tangga mereka tidak berjalan

baik, dimana pria tersebut masih mementingkan untuk menempuh jenjang

pendidikan yang tinggi dimana masalah finansial bertambah. Setelah dua tahun

pasangan suami-istri tersebut bercerai.

Page 3: Agama

2

Dari uraian yang dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

kurangnya persiapan perkawinan yang fundamental bagi hidup berkeluarga dapat

menyebabkan ketidak harmonisan dan perceraian. Demi kepentingan tersebut,

pembahasan terkait persiapan perkawinan perlu dilakukan.

Page 4: Agama

3

BAB II

PERSIAPAN PERKAWINAN

Persiapan Perkawinan

Adapun persiapan perkawinan yang perlu dipenuhi adalah sebagai berikut:

1. Persiapan diri

Persiapan ini lebih merupakan persiapan- persiapan yang menyangkut diri si

calon bapak dan calon ibu. Misalnya:

a. Melengkapi diri dengan kebajikan keibuan atau kebapakan.

Untuk seorang pria: apakah ia sudah memiliki “kebajikan kebapaan”

seperti sifat bertanggung jawab, tabah, tekun, penuh pengertian, dan

sebagainya.

Untuk seorang putri: apakah ia sudah memiliki “kebajikan keibuan”

seperti ramah tamah, sabar, tabah, teliti, penyanyang, dan sebagainya.

b. Pengenalaan yang baik tentang diri dan latar belakang calon suami/istri.

Bagaimana latar belakang keluarga calon suami atau calon istri? Adat

istiadatnya? Agamanya? Pendidikannya? Umur? Kesehatan? Status sosial?

Yang teraakhir dan terpenting: apakah ia memiliki cinta yang sejati? Cinta

yang total, permanen, personil terhadap calon suami/istri.

c. Pengetahuan dan kesadaran mengenai perkawinan.

Apakah sudah diketahui dan disadari tentang arti, tujuan dan halangan

untuk perkawinan? Apakah sudah menyadari tentang masalah pendidikan,

kesehatan keluarga, dan lain-lain? Apa tuntutan dari pihak negara? Hal-hal

ini harus diketahui oleh pasangan muda.

2. Persiapan sarana

a. Memiliki suatu pekerjaan atau keterampilan untuk bisa menghidupi

keluarga.

b. Memiliki sarana material lainnya, seperti rumah, peralatan rumah tangga,

modal uang, dan lain-lain.

Page 5: Agama

4

3. Memilih Pasangan yang Benar dan Baik

Perkawinan adalah suatu karier pokok yang harus dijalani dengan pasangan

hidup. Maka itu, sangatlah penting untuk memilih pasangan hidup yang benar

dan baik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih pasangan sejati :

Kita hendaknya memilih pasangan hidup yang sungguh mencintai kita

dan yang kita cintai, dengan cinta yang sungguh pribadi. Menerima

pasangan apa adanya, dengan segala keunggulan dan kekuranggannya.

Elakkan menerima pasangan karena terpaksa.

Sifat dan karakter dari pasangan kiranya perlu diperhatikan. Selain baik,

alangkah baiknya kalau bersifat komplementer, bisa saling melengkapi

dan mengisi.

Kesehatan jasmani dan jiwani terjamin.

Usia yang agak sepadan.

Pendidikan yang tidak terlalu berbeda jauh.

Sebisa mungkin berkeyakinan dan iman yang sama.

Syarat-syarat di atas tidak bersifat sangat mutlak, pengecualian-pengecualian

dapat saja terjadi.

Lalu hal-hal ain yang perlu dipertimbangkan yaitu:

Sebaiknya, pasangan yang akan menikah sudah saling terbuka dan jujur

terhadap kekurangan dan kelebihan masing-masing, mencakup

pekerjaan, permasalahan kesehatan, dan lainnya. Hal ini diperlukan agar

nantinya tidak ada pihak yang merasa diperlakukan tidak jujur dan

menyesal terhadap pernikahannya.

Sebaiknya, pasangan yang akan menikah sudah memiliki rumah,

walaupun rumah kontrakan daripada masih harus tinggal dengan

mertua/orang tua.

Sebaiknya, calon pasangan memiliki tabungan yang cukup untuk

memulai hidup sebagai keluarga.

Page 6: Agama

5

4. Memahami Hukum Sipil dan Hukum yang Melindungi Perkawinan

Hukum Sipil

Undang-undang Perkawinan menegaskan bahwa suatu perkawinan adalah sah

jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

Selain itu, peristiwa perkawinan tersebut harus dicatat menurut peraturan

yang berlaku. Selanjutnya, juga disebutkan tentang halangan-halangan untuk

melangsungkan perkawinan, misalnya masalah hubungan darah (keluarga),

dan umur (pria 19 tahun dan wanita 16 tahun).

Hukum yang Melindungi Perkawinan

Karena perkawinan diadakan oleh Allah, maka dalam perkawinan ada

hukum-hukum ilahi seperti misalnya tidak boleh melakukan perceraian dan

kesatuan perkawinan.

Karena perkawinan dijadikan sakramen oleh Yesus sendiri, maka ada hukum-

hukum Gereja yang melindungi perkawinan. Misalnya, hukum Gerejalah

yang menetapkan umur yang sah untuk dapat menerima perkawinan secara

sah, menentukan peraturan-peraturan perkawinan beda agama, dan lain

sebagainya.

Karena perkawinan adalah dasar dari masyarakat manusia, maka negara

menciptakan hukum-hukum yang mengatur perkawinan. Temasuk hukum

semacam ini adalah ketentuan yang menuntut adanya izin untuk kawin, tes

darah, umur yang sah menurut hukum untuk melakukan perkawinan, dan

lain-lain.

Page 7: Agama

6

BAB III

PENILAIAN MORAL

Penilaian Secara Normatif

Apabila dinilai secara normatif, perkawianan merupakan sesuatu yang suci

dan sakral. Karena kesuciannya dan kesakralannya menuju jenjang pernikahan

diperlukan suatu persiapan yang matang dari segi umur, material, dan mental.

Perkawinana tidak boleh dilakukan dengan sembarangan atau seenaknya. Oleh

karena itu, alangkah lebih baik apabila dilakukan persiapan perkawinan sebelum

menyelenggarakan pernikahan. Persiapan perkawinan ini merupakan suatu hal

yang positif. Dengan persiapan perkawinan ini pasangan akan lebih matang dan

siap menjalani perkawinan. Selain itu persiapan perkawinan akan mengajarkan

banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk membangun keluarga yang baik serta

akan dijabarkan bahwa membangun rumah tangga tidaklah semudah yang

dibayangkan. Namun dimasa ini banyak terjadi pernikahan karena kecelakaan

tanpa adanya persiapan yang matang, merupakan suatu penyimpangan norma

masyarakat. Perbuatan seperti itu dinilai tidak pantas karena nilai-nilai yang

dipegang oleh masyarakat adalah betapa pentingnya menjaga kesucian dan

kesakralan pernikahan yang harus dipersiapkan dengan baik, namun dalam kasus

ini nilai tersebut telah dilanggar. Tanpa adanya persiapan perkawinan membuat

pasangan menjadi seringkali tidak matang sehingga kecenderungan gagal

membina rumah tangga menjadi lebih besar.

Penilaian Secara Subjektif

Secara subjektif, persiapan perkawinan mangajarkan kedua pihak calon

suami istri dibawa untuk semakin lebih dalam mengenali pasangan, diajarkan

lebih memahami mengenai perkawinan, hidup berumah tangga, hingga mencapai

kehidupan menjadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya. Pada persiapan inilah

yang akan membentuk pasangan yang matang untuk membina bahtera rumah

tangga. Perkihanan karena kecelakaan tanpa adanya persiapan perkawinan, baik

dilaukan secara sadar atau tidak, rela atau tidak hal tersebut dianggap suatu

penyimpangan moral oleh masyarakat. Tentunya perbuatan tersebut tidak dapat

Page 8: Agama

7

diterima dengan baik oleh masyarakat apapun alasannya dan akan berakibat pada

hukuman bagi pelakunya seperti dikucilkan karena telah melanggar norma yang

berlaku dimasyarakat. Selain dikucilkan, akibat perbuatan itu pasti akan muncul

rasa bersalah atau rasa malu dalam dirinya yang membuat pelaku merasa depresi.

Page 9: Agama

8

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan

Persiapan perkawinan merupakan hal fundamental yang harus dipenuhi

oleh pasangan muda-mudi yang hendak menempuh kehidupan berkeluarga.

Persiapan yang perlu dipenuhi mencakup persiapan diri, persiapan sarana,

memilih pasangan yang benar dan baik, dan memahami hukum-hukum terkait

masalah perkawinan. Lalu juga akan lebih baik apabila mengikuti kursus

persiapan perkawinan yang diadakan oleh lembaga-lembaga tertentu. Semua

persiapan ini dilakukan agar tidak terjadi kasus seperti perceraian,dan pernikahan

yang dilakukan dalam keadaan terpaksa (karena hamil diluar nikah).

Kasus-kasus tersebut apabila dinilai secara normatif dianggap sebagai

pelanggaran norma karena tindakan yang dilakukan sangat tidak sesuai dengan

norma dan nilai yang ada didalam masyarakat. Hal tersebut sudah merusak

kesucian dan kesakralan suatu perkawinan.

Dari segi subjektif, orang yang melakukan pelanggaran norma akan

menerima hukumannya. Baik itu rasa bersalah atau rasa malu bahkan bisa jadi

dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini karena pelaku sudah menyimpang

dari norma yang berlaku dan dipegang oleh masyarakat.

Saran

Begitu pentingnya persiapan perkawinan bagi pasangan yang akan

melangkah menuju pada jenjang yang lebih serius yaitu berkeluarga. Oleh karena

itu perlu dipersiapkan dengan hati-hati dan dengan baik agar perkawinan dapat

berjalan dengan lancar dan sah dihadapan agama dan Negara. Selain itu perlu juga

diperhatikan dalam masa sebelum perkawinan untuk tetap menjaga kesucian dan

kesakralan suatu perkawinan agar tidak jatuh dalam penympangan seperti hamil

diluar nikah. Perlu adanya kesadaran dan pembelajaran mengenai hidup setelh

perkawinan yang tidak semudah yang dibayangkan sehingga muda-mudi akan

dapat berfikir panjang untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.