agama

15
A. Keimanan dan Ketaqwaan 1. Pengertian Iman Secara etimologi, kata iman berasal dari bahasa Arab: Aamana – yu’minu – iimaanan, yang berarti percaya. Secara terminologi atau istilahya, iman adalah membenarkan dengan hati (tashdiq bi qalb), menyatakan dengan lisan (iqrar bi lisan), dan membuktikan dengan perbuatan (amal bi arkan) terhadap kebenaran atau keyakinan tertentu. Dalam Al-Qur’an, kata iman sering dirangkai dengan kata-kata tertentu yang menjadi corak atau sifat dari yang diimaninya itu, seperti dengan kata: jibti (idealisme), thaghut (naturalisme), bathil, kafir, dll. Kata iman yang tidak dirangkai dengan sesuatu berarti menunjukkan makna positif. Kata iman dalam Al-Qur’an juga disifati dengan Asyaddu Hubban (sangat cinta), jadi orang beriman kepada Allah berarti orang yang sangat cinta kepada Allah. Pokok-pokok keyakinan islam terangkum dalam istilah Rukun Iman a. Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa Beriman kepada Allah, berarti yakin dan percaya dengan sepenuh hati akan adanya Allah, Keesaan Nya serta sifat-sifat Nya yang sempurna. Konsekuensi dari pengakuan ini adalah mengikuti petunjuk, tuntutan,bimbingan Allah dan Rasul Nya yang disebutkan dalam Al-Quran dan Al-Hadist Nabi. Segala sesuatu mengenai Tuhan disebut Ketuhanan. Konsepsi Ketuhanan yang Maha Esa disebut Tauhid. Ilmu yang mempelajari tentang tauhid disebtu ilmu Tauhid (Ilmu Tentang Kemahaesaan Tuhan). b. Keyakinan pada Malaikat-malaikat Allah Beriman kepada Malaikat berarti yakin (percaya) adanya malaikat, diciptakan untuk menyampaikan amanat Allah kepada manusia.

Upload: artis-pontianak

Post on 09-Feb-2016

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

oooo

TRANSCRIPT

Page 1: Agama

A. Keimanan dan Ketaqwaan

1. Pengertian Iman

Secara etimologi, kata iman berasal dari bahasa Arab: Aamana – yu’minu – iimaanan, yang berarti percaya. Secara terminologi atau istilahya, iman adalah membenarkan dengan hati (tashdiq bi qalb), menyatakan dengan lisan (iqrar bi lisan), dan membuktikan dengan perbuatan (amal bi arkan) terhadap kebenaran atau keyakinan tertentu. Dalam Al-Qur’an, kata iman sering dirangkai dengan kata-kata tertentu yang menjadi corak atau sifat dari yang diimaninya itu, seperti dengan kata: jibti (idealisme), thaghut (naturalisme), bathil, kafir, dll. Kata iman yang tidak dirangkai dengan sesuatu berarti menunjukkan makna positif. Kata iman dalam Al-Qur’an juga disifati dengan Asyaddu Hubban (sangat cinta), jadi orang beriman kepada Allah berarti orang yang sangat cinta kepada Allah.

Pokok-pokok keyakinan islam terangkum dalam istilah Rukun Iman

a. Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa

Beriman kepada Allah, berarti yakin dan percaya dengan sepenuh hati akan adanya Allah, Keesaan Nya serta sifat-sifat Nya yang sempurna. Konsekuensi dari pengakuan ini adalah mengikuti petunjuk, tuntutan,bimbingan Allah dan Rasul Nya yang disebutkan dalam Al-Quran dan Al-Hadist Nabi.

Segala sesuatu mengenai Tuhan disebut Ketuhanan. Konsepsi Ketuhanan yang Maha Esa disebut Tauhid. Ilmu yang mempelajari tentang tauhid disebtu ilmu Tauhid (Ilmu Tentang Kemahaesaan Tuhan).

b. Keyakinan pada Malaikat-malaikat Allah

Beriman kepada Malaikat berarti yakin (percaya) adanya malaikat, diciptakan untuk menyampaikan amanat Allah kepada manusia.

Tugas-tugas Malaikat antara lain :

1) Menyampaikan wahyu Allah kepada manusia

2) Mengukuhkan hati orang beriman

3) Memberi pertolongan kepada manusia

4) Membantu perkembangan rohani manusia

5) Mendorong manusia untuk berbuat baik

Page 2: Agama

6) Mencatat perbuatan manusia

7) Melaksanakan hukum Allah

Selain para Malaikat ada makhluk gaib lain ciptaan Allah, yang dimaksud adalah syetan, syetan diciptakan dari api . Malaikat mendorong manusia untuk kebaikan sedangkan syetan adalah menyesatkan manusia. Kalau ada gerak hati untuk kejahatan itu tandanya bisikan syetan sebaliknya jika ingin berbuat baik itu indikasi bahwa Malaikat berhasil menyampaikan bisikannya kepada manusia bersangkutan. Gerak hati untuk melakukan perbuatan jahat atau gerak hati untuk berbuat baik didalam diri seseorang ditimbang oleh akal. Akallah yang akan memberikan keputusan. Keputusan akan menimbulkan kehendak (will) pada diri manusia bersangkutan. Kehendak itu bebas (will itu free) memilih mana yang akan dilakukan. Menurut ajaran Islam setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik atau berbuat jahat. Kecenderungan berbuat baik dikembangkan oleh malaikat dan kecenderungan berbuat jahat dimanfaatkan oleh syetan dengan berbagai tipu daya.

c. Keyakinan pada kitab-kitab Allah

Kitab suci memuat wahyu Allah. Perkataan kitab yang berasal dari kata kerja kataba (artinya ia telah menulis) memuat wahyu Allah. Perkataan wahyu berasal dari bahasa Arab :

Al-wahyu bermakna suara, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab.

Dalam pengertian umum wahyu adalah firman Allah yang disampaikan Malaikat Jibril kepada para Rasul Nya atau orang yang dipilih Nya untuk diteruskan kepada manusia guna dijadikan pegangan hidup.

Al-Quran menyebut beberapa kitab suci misalnya :

1) Zabur diturunkan kepada nabi Daud

2) Taurat diturunkan kepada nabi Musa

3) Injil diturunkan kepada nabi Isa

4) Al-quran diturunkan kepada Muhammad SAW

d. Keyakinan pada Nabi dan Rasul Allah

Didalam Al-Quran disebut ada 25 rasul yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada manusia dan menunjukkan cara-cara pelaksanaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Setelah sekian banyak Rasul yang diutus oleh Allah. Allah mengutus Nabi

Page 3: Agama

Muhammad sebagai nabi dan Rasul penutup atau terakhir dan untuk umat manusia dengan alasan:

1) Para Rasul sebelum Muhammad hanya terbatas untuk bangsanya/ kaumnya atau daerah tertentu saja.

2) Ajaran Rasul terdahulu terdahulu telah banyak yang hilang (dihilangkan) oleh para pemuka agama bersangkutan dan tidak lengkap lagi.

3) Ajaran para Rasul terdahulu bersifat lokal, sementara dan belum menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, jadi perlu disempurnakan dengan ajaran yang universal berlaku untuk seluruh dunia dan eternal yang bersifat abadi

firman Allah dalam Al-Quran Qs. Al-Anbiya’:107 :

“Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”

Nabi Muhammad adalah adalah rasul peneutup (Khatamin Nabiyyin). Sejarah hidupnya dari awal hingga akhir jelas dan lengkap, terpelihara dari masa kemasa, akhlaknya baik terlukiskan dengan kata-kata :

1) Shidiq(benar)

2) Amanah (dapat dipercaya)

3) Tabligh (menyampaikan)

4) Fathanah (cerdas)

Karena akhlaknya yang mulia,suri tauladan yang diberikannya dalam mengamalkan ajaran Islam menjadi sumber nilai dan norma kedua sesudah wahyu.

e. Keyakinan pada Hari Kiamat

Menurut para ilmuwan alam, suatu sa’at alam ini akan berakhir dan segala sesuatu tidak berjalan sebagaimana perputaran alam menurut ketentuan yang telah ditetapkan. Alam ini akan berputar mengarah pada kerusakan dan kehancuran secara pasti.

Page 4: Agama

Diantara dalil yang paling argumentatif bahwa hari akhir itu hanya Allah yg mengetahui adalah karena tak seorangpun mendahuluinya membahas kerusakan alam dengan satu gambaran sebagaimana agama-agama klasik yang juga tidak membahasnya. Dan Allah tidak menginformasikan tentang hari kiamat kepada para malaikat-Nya yang dekat dan tidak pula kepada Nabi-nabi – Nya.

Hari kiamat dimulai dengan rusaknya alam ini. Setiap manusia yang hidup di alam ini akan mati dan bumi akan diganti, bukan bumi dan langit yang sekarang ini

f. Keyakinan pada Qadha dan Qadar Allah

Allah yang Meyakini Qadha dan Qadhar Menurut Al-Qur’an Qadha berarti :

1) Hukum ( An-Nisa’: 65 )

2) Perintah ( Al-Isra’ : 23 )

3) Memberitakan (Al-Isra : 4 )

4) Menghendaki ( Ali Imran : 47 )

5) Menjadikan ( Fushilat : 12 )

Qadhar dalam Al-Quran ialah : Suatu peraturan umum yang telah diciptakan Allah untuk menjadi dasar alam ini, dimana terdapat hubungan sebab dan akibat. Telah menjadi sunnatullah yang abadi dimana manusia juga terikat pada sunnatullah itu. Firman Allah SWT :

“ Sesungguhnya Kami telah menjadikan segala sesuatu menurut qadar (aturan).”(Al-Qamar: 49)

“Adalah segala utusan Allah itu menurut qadar yang telah ditentukan.” (Al-Ahzab: 38).

“ Allah telah menciptakan segala sesuatu,lalu Dia tentukan takdirnya (ketentuannya).”(Al-Furqan: 2).

Oleh karena itu iman kepada takdir memberikan arti dimana kita wajib mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam kehidupan dan diri manusia, adalah menurut hukum, berdasarkan suatu undang-undang universal atau kepastian umum atau taqdir. Orang yang beriman kepada qada dan qadar akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Memiliki sifat khouf (takut) kepada Allah

Page 5: Agama

2) Memiliki sifat raja’ (harap) kepada Allah

3) Beribadah dengan sebaik-baiknya

4) Selalu mengevakuasi dirinya

5) Selalu berpikir dengan sungguh-sungguh terhadap pekerjaan yang dilakukannya

6) Mempersiapkan bekal untuk akhirat

Hubungan antara qada dan qadar. Qada adalah ketetapan atau ketentuan Allah SWT sejak zaman azali (zaman dahulu) atas segala yang akan terjadi pada makhluk-Nya. Ini berarti, sebelum kita terlahir kedunia ini, Allah telah menetapkan berbagai ketentuan bagi diri kita. Hidup, mati, jodoh, dan rezeki kita sudah ditentukan oleh Allah sebelum kita lahir. Setelah kita lahir pun, kita tidak mengetahui ketentuan-ketentuan tersebut. Qadar adalah ketetapan atau ketentuan Allah swt. Takdir Allah ada dua macam, yaitu takdir mubram dan takdir mualak. Takdir mubram adalah ketentuan Allah swt yang pasti terjadi dan tidak dapat diubah oleh siapapun dengan usaha apapun. Ketentuan tersebut adalah seperti waktu dan tempat meninggalnya seseorang, waktu terjadinya hari kiamat, adanya laki-laki dan perempuan, dan lain-lain. Takdir mualak adalah ketentuan Allah swt yang mungkin dapat diubah dengan jalan berikhtiar, berdoa dan bertawakal. Contoh dari takdir ini adalah jika kita ingin badan kita sehat dan segar, kita haru berusaha memelihara kebersihan dan kesehatan badan kita. Jika kita ingin pintar, kita harus berusaha rajin belajar. Beriman kepada takdir itu tidak berarti menyerah begitu saja tanpa berikhtiar dan berusaha. Qada tidak boleh dijadikan sebab untuk melakukan kejahatan dan kemaksiatan.

2. Pengertian Taqwa

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten (istiqomah). Kata takwa (َّقْوَى dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata (التkerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. Oleh karena itu imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam istilah syar’I adalah menjaga diri dari perbuatan dosa. Takwa adalah amalan hati dan letaknya di kalbu. “Demikianlah (perintah ALLAH). Dan barang siapa mengagungkan syiar – syiar ALLAH maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (QS 22:32).

Keimanan dan ketakwaan seorang muslim adalah kunci agar mendapatkan ridho dan barokah dari Allah SWT. Iman Islam dalam diri seorang muslim harus dibarengi dengan takwa. Bila

Page 6: Agama

seorang muslim percaya dengan keberadaan Allah, maka tentunya ia takut kepada Allah. Itulah yang dinamakan takwa.

B. Korelasi Keimanan dan Ketaqwaan

Keimanan pada keesaan Allah (tauhid) meliputi dua aspek, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis.

1. Tauhid teoritis, adalah pengakuan tentang keesaan zat, sifat, dan perbuatan tuhan, sehingga berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran manusia tentang konsep tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya wujud mutlak yang menjadi sumber dari semua wujud.

2. Tauhid praktis (tauhid ibadah), adalah terapan atau tindak lanjut dari tauhid teoritis yang berupa amal perbuatan atau ibadah manusia.

Perpaduan antara tauhid teoritis dan praktis merupakan bentuk keimanan yang sempurna. Sedangkan taqwa merupakan perasaan takut dan mengagungkan kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi semua larangaNya. Dengan demikian korelasi antara keimanan dan ketaqwaan adalah sangat erat. Taqwa merupakan bukti atau perwujudan dari orang yang memiliki kesempurnaan iman. Sementara iman merupakan dasar dan semangat yang melandasi ketaqwaan

2. MORAL

A. Pengertian

Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu

Page 7: Agama

dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika

lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat

3. AKHLAK

A. Pengertian

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic

(kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan) . Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive)

dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah(perangai), at-thobi'ah(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat(kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah(peradaban yang baik) dan al-din(agama). Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibnu Miskawaih(w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali(1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam(pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn

Page 8: Agama

Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak:

1) Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.

2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.

3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh.

5) Dilakukan dengan ikhlas.

KERUKUNAN

Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak manusia bukan masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan pertengkaran memang sudah sehakekat dengan kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap “kerukunan” itu ada karena “ketidakrukunan” itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat manusia?.

Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan menginginkan jawaban akan tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu senantiasa bergelut dengan tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan kenyataan, antara cita-cita dan yang tercipta.

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama

Page 9: Agama

dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.

Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.

MASYARAKAT

Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.

POLITIK

A. Hubungan Politik dengan Agama

Hubungan politik dengan agama tidak dapat dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan, pertama, oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas manusia, tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama; kedua, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang dipercayai mampu memberikan legitimasi yang paling meyakinkan karena sifat dan sumbernya yang transcendent.

Agama secara hakiki berhungan dengan politik. Kepercayaan agama dapat mempengaruhi hukum, perbuatan yang oleh rakyak dianggap dosa, seperti sodomi dan incest, sering tidak legal. Seringakali agamalah yang memberi legitimasi kepada pemerintahan. Agama sangat melekat dalam kehidupan rakyat dalam masyarakat industri maupun nonindustri, sehingga kehadirannya tidak mungkin tidak terasa di bidang politik. Sedikit atau banyak, sejumlah pemerintahan di seluruh dunia menggunakan agama untuk memberi legitimasi pada kekuasaan politik.

Page 10: Agama

Di dalam sejarah Islam, masuknya faktor agama (teologi) ke dalam politik muncul ke permukaan dengan jelas menjelang berdirinya dinasti Umayyah. Hal ini terjadi sejak perang Siffin pada tahun 657, suatu perang saudara yang melibatkan khalifah ‘Ali b. Abi Talib dan pasukannya melawan Mu’awiyah b. Abi Sufyan, gubernur Syria yang mempunyai hubungan keluarga dengan ‘Uthman, bersama dengan tentaranya. Peristiwa ini kemudian melahirkan tiga golongan umat Islam, yang masing-masing dikenal dengan nama Khawarij, Shi’a, dan Sunni.

BUDAYA

Dalam perkembangannya Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya, bahkan Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya. Namun, apakah pengertian budaya dan bagaimana Islam memandangnya? Budaya3 adalah kelakuan yang berlaku pada masyarakat dan lingkungan tertentu. Dahulu kebiasaan memberikan makanan untuk berhala adalah budaya di kalangan masyarakat jahiliyah Arab. Namun, setelah Rasul datang beliau mengubah kebiasaan jahiliyah tersebut, dan menggantikannya dengan ajaran Islam. Misalnya, kebiasaan memberikan makanan untuk berhala, diganti beliau dengan mengajarkan bersedekah. Begitu pula pada generasi berikutnya, wali sembilan di Jawa misalnya. Para wali mengubah kebiasaan atau budaya masyarakat pada saat itu, dan menggantinya dengan kegiatan yang bernilai ibadah.

Misalnya, sekatenan. Sekaten adalah sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Para pengunjung sekatenan yang menyatakan ingin “ngrasuk” agama Islam setelah mengikuti kegiatan syiar agama Islam tersebut, dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat (syahadatain). Dalam pengamalannya Islam tidak membumi hanguskan semua budaya tersebut. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dan budaya. Di mana budaya menjadi sebuah metode/alat untuk menyampaikan Islam. Contoh yang populer adalah bagaimana Islam mengajarkan untuk mendoakan kebaikan dan kemenangan di hari Idul Fitri.

Misalnya, bagaimana Sunan Kalijaga mendakwahkan Islam dengan budaya Jawa waktu itu, yaitu dengan lagu/tembang. Misalnya, pada tembang ilir ilir. Terdapat filosofis agamis dalam tembang yang notabene adalah budaya masyarakat Jawa pada waktu itu. Bahkan Maya Hasan, seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini. Ilir ilir mengandung arti sebagai umat Islam kita diminta bangun. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita yang dalam ini dilambangkan dengan tanaman yang mulai

Page 11: Agama

bersemi dan demikian menghijau. Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.

Sehingga, pada hakikatnya dalam pendakwahannya Islam justru merangkul budaya untuk menyampaikan esensi ajarannya. Karena, dengan merangkul budaya, Islam jadi lebih mudah diterima di masyarakat. Budaya bisa/boleh saja digunakan untuk metode dakwah, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah, “Dan janganlah kau campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah: 42)4