abtrak - lib.ui.ac.id

16
1 ANALISIS LIFE HISTORY PERJALANAN KARIR SEORANG PELOPOR DONGENG INDONESIA Kurniawati Yuli Pratiwi, Laksmi Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Univeristas Indoneisa Depok. 16425 Email: [email protected] ABTRAK Skripsi ini menjelaskan perjalanan karir seorang pelopor dongeng Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Life History yang bertujuan mengidentifikasi teknik pendongeng dan ciri khas kostum yang digunakan dalam kegiatan mendongeng sebagai media penyebaran nilai-nilai sosial dan budaya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa perjalanan karir, teknik mendongeng, dan ciri khas kostum yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi teknik penggunaan alat peraga, serta proses penciptaan karakter yang digunakan untuk penanaman nilai-nilai sosial dan budaya dalam kegiatan mendongeng. Sehingga kita dapat melihat penanaman nilai-nilai budaya dapat dilakukan dengan mentrasnformasikan nilai tersebut ke dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh sebanyak mungkin masyarakat masa kini, salah satunya melalui pendongeng. Kata kunci : Pendongeng; Pendongeng Indonesia ABSTRACT This essay describes the career of a pioneer of storyteller in Indonesia. It uses the Life History research method that identifies the storytelling technique and characteristic of costumes used in storytelling activities. The activities use as a medium for spreading social values and cultural. Results of this study explain that career, storytelling techniques, and typical costumes used in these activities include the use of technical aids, as well as the process of creating a character that is used for the cultivation of social values and culture in storytelling activities. We can see the growing cultural values can be done by mentrasnformasikan values into forms that can be accepted by the public as much as possible today, one through the storyteller. Keywords: Storyteller; Indonesian Storyteller 1. Pendahuluan Menurut Murti Bunanta (2009: 4-5), mendongeng memiliki beberapa fungsi, yaitu dapat menjalin hubungan antara anak dan orangtua, memberikan pengetahuan baru, memaksimalkan kecerdasaan anak, melatih anak tentang memberikan perhatian kepada orang lain, melatih, dan merangsang kecerdasan anak, menanamkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita, serta menumbuhkan moral positif pada anak. Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ABTRAK - lib.ui.ac.id

1

ANALISIS LIFE HISTORY PERJALANAN KARIR SEORANG PELOPOR DONGENG

INDONESIA

Kurniawati Yuli Pratiwi, Laksmi

Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Univeristas Indoneisa

Depok. 16425

Email: [email protected]

ABTRAK

Skripsi ini menjelaskan perjalanan karir seorang pelopor dongeng Indonesia. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Life History yang bertujuan mengidentifikasi

teknik pendongeng dan ciri khas kostum yang digunakan dalam kegiatan mendongeng sebagai

media penyebaran nilai-nilai sosial dan budaya. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa

perjalanan karir, teknik mendongeng, dan ciri khas kostum yang digunakan dalam kegiatan ini

meliputi teknik penggunaan alat peraga, serta proses penciptaan karakter yang digunakan untuk

penanaman nilai-nilai sosial dan budaya dalam kegiatan mendongeng. Sehingga kita dapat

melihat penanaman nilai-nilai budaya dapat dilakukan dengan mentrasnformasikan nilai tersebut

ke dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh sebanyak mungkin masyarakat masa kini,

salah satunya melalui pendongeng.

Kata kunci : Pendongeng; Pendongeng Indonesia

ABSTRACT

This essay describes the career of a pioneer of storyteller in Indonesia. It uses the Life History

research method that identifies the storytelling technique and characteristic of costumes used in

storytelling activities. The activities use as a medium for spreading social values and cultural.

Results of this study explain that career, storytelling techniques, and typical costumes used in

these activities include the use of technical aids, as well as the process of creating a character that

is used for the cultivation of social values and culture in storytelling activities. We can see the

growing cultural values can be done by mentrasnformasikan values into forms that can be

accepted by the public as much as possible today, one through the storyteller.

Keywords: Storyteller; Indonesian Storyteller

1. Pendahuluan

Menurut Murti Bunanta (2009: 4-5), mendongeng memiliki beberapa fungsi, yaitu dapat

menjalin hubungan antara anak dan orangtua, memberikan pengetahuan baru, memaksimalkan

kecerdasaan anak, melatih anak tentang memberikan perhatian kepada orang lain, melatih, dan

merangsang kecerdasan anak, menanamkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita, serta

menumbuhkan moral positif pada anak.

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 2: ABTRAK - lib.ui.ac.id

2

Dongeng juga dapat dijadikan sebagai media untuk penanaman nilai-nilai moral anak

karena cara penyampaiannya yang tidak memaksa anak-anak untuk menerimanya. Melalui

dongeng, anak akan mudah memahami sifat-sifat, figure-figur, dan perbuatan-perbuatan yang

baik dan buruk, sedangkan tokoh di dalam cerita dapat dijadikan teladan bagi anak-anak.

Untuk meraih tujuan akhir dari proses mendongeng seperti yang sudah dipaparkan di

atas, para pendongeng melakukan penelitian, studi kreatif, dan berbagai usaha-usaha lainnya.

Suka, duka, dan berbagai pengalaman pribadipun turut mengambil peranan penting proses

tersebut. Pada akhirnya terbentuklah kekhasan tersendiri dari setiap pendongeng, seperti

keunikan dari kostum pendongeng, cara membawakan cerita serta alat peraga yang mendukung

mereka ketika bercerita. Ciri khas inilah yang menjadikannya unik dan membuat anak-anak

tertarik untuk mendengarkan.

1.1 Latar Belakang

Seperti yang sudah dipaparkan di atas bahwa dongeng juga dapat dijadikan sebagai media

untuk penanaman nilai-nilai moral anak karena cara penyampaiannya yang tidak memaksa anak-

anak untuk menerimanya. Melalui dongeng, anak akan mudah memahami sifat-sifat, figure-

figur, dan perbuatan-perbuatan yang baik dan buruk, sedangkan tokoh di dalam cerita dapat

dijadikan teladan bagi anak-anak. Salah satu tempat dimana kita dapat menemukan pendongeng

adalah perpustakaan. Perpustakaan dapat mengunakan layanan mendongeng ini sebagai sarana

promo dan penyebaran informasi yang mudah diterima oleh anak. Informasi merupakan fondasi

untuk memberdayakan masyarakat. Informasi digunakan untuk melakukan kontrol terhadap

kehidupan seseorang dan/atau untuk memainkan peran lebih aktif dan positif di dalam

pembangunan masyarakat.

Dongeng dapat menumbuhkan minat baca seseorang, khususnya anak, maka melalui

dongeng tingkat minat baca akan meningkat dan hal ini berdampak pada peningkatan jumlah

pengunjung perpustakaan. Dengan bertumbuhnya minat baca akan meningkatkan kualitas

sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Meningkatnya kualiatas SDM suatu bangsa akan

berdampak kepada kemajuan bangsa tersebut. Perpustakaan memainkan peranan penting dalam

peningkatan kualitas SDM suatu bangsa karena di perpustakaanlah seseorang dapat menggali

berbagai informasi melalui koleksi dan layanan yang dmilikinya karena salah satu fungsi dari

perpustakaan adalah sebagai sarana lifelong learning.

Salah satu pelopor dongeng di Indonesia yang memiliki ciri khas adalah Drs. Suyadi yang

biasa disapa Pak Raden. Ia merupakan pendongeng ulung yang dimiliki Indonesia. Ia biasa

menghibur penonton dengan menggunakan beskap hitam, blangkon, dan kumis tebal. Adapun

ciri khasnya yang lain adalah mendongeng sambil menggambar. Drs. Suyadi sudah

menghasilkan sejumlah karya berupa buku cerita anak bergambar dan film pendek animasi. Di

usianya yang sudah senja kini, ia masih terus berkarya baik menulis cerita, membuat lukisan

hingga aktif dalam mengisi kegiatan dongeng di beberapa acara. Sebagai pencinta anak, ia

mencurahkan kreasinya dalam bentuk dongeng, buku, dan lukisan. Puluhan buku cerita hasil

karyanya beredar sejak tahun 70-an, bahkan hingga sekarang, dari tangannya pula karakter

boneka dalam serial Si Unyil menjadi legenda.

1.2 Rumusan Masalah

Kegiatan mendongeng merupakan kegitan yang sejak dahulu dilakukan oleh informan.

Informan sendiri merupakan salah satu pelopor dongeng di Indonesia dan sudah menjadi ikon di

dunia anak-anak.

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 3: ABTRAK - lib.ui.ac.id

3

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang muncul dari

penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perjalanan informan menjadi pendongeng dalam rangka menyebarkan

informasi mengenai nilai-nilai sosial dan budaya?

2. Bagaimana proses penciptaan karakter yang menjadi ciri khas informan dalam kegiatan

mendongeng tentang nilai-nilai sosial dan budaya?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuaan dilakukan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi penyebaran informasi mengenai nilai-nilai sosial dan budaya melalui

perjalanan karir informan di dunia dongeng.

2. Mengidentifikasi proses penciptaan karakter tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi para pendongeng pemula

maupun relawan yang akan terjun ke lapangan guna membudayakan kegiatan

mendongeng.

2. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknik dan

strategi mendongeng yang dimiliki oleh informan.

1.4.2 Manfaat Akademis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan serta dapat memperkaya bahan

pustaka di bidang pendidikan sebagai kontribusi dalam pengembangan pengetahuan

tentang kegiatan mendongeng.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk subjek perpustakaan

komunitas yang memiliki topik mengenai dongeng, sehingga mahasiswa jurusan ilmu

perpustakaan mengenal dan menyukai kegiatan mendongeng.

1.5 Tinjauan Literatur

1.5.1 Sejarah Pendongeng

Pendongeng merupakan warisan leluhur sejak dahulu. Dahulu kala mereka menuturkan

cerita-cerita rakyat yang sering diceritakan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Sejak

zaman Yunani kuno para pendongeng sudah dikenal, terbukti dari banyaknya pendongeng, yaitu

para petualang yang menuturkan cerita-cerita rakyat, dan mitos-mitos cerita pahlawan yang

sangat hebat. Mereka bercerita disetiap desa dan kota yang mereka singgahi. Cerita yang mereka

tuturkan itu berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada zaman ini cerita disajikan

sebagai sebuah hiburan dan untuk memenuh keinginan melestarikan cerita-cerita pahlawan yang

diciptakan oleh penutur cerita sebagai pembawa berita. Lama kelamaan cerita yang disampaikan

tidak saja mengenai pahlawan, tetapi menjadi cerita campuran antara mitos dan legenda.

Menurut Baker dan Greene (1977: 2), di Afrika para pendongeng telah ada semenjak

2.000-3.000 SM. Hal ini terbukti dari ditemukannya lontar yang ditulis oleh orang-orang Mesir,

yang disebut Westcar Papirus, yang menceritakan bagaimana seorang laki-laki Cheops pembuat

piramid, dihibur oleh ayahnya dengan cerita-cerita rakyat. Di Afrika terdapat dua jenis penutur

cerita, yaitu yang menetap dan yang tidak menetap atau berkeliling. Pendongeng yang menetap

merupakan pemimpin dan hanya mempunyai kewajiban untuk menyimpan cerita-cerita dari para

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 4: ABTRAK - lib.ui.ac.id

4

pemimpin mereka yang berani, sedangkan pendongeng yang berkeliling merupakan pendongeng

yang menceritakan cerita dari satu desa ke desa lainnya sambil menuturkan cerita-ceita rakyat,

fabel, dan anekdot. Di benua Asia, India merupakan negara yang mempunyai banyak fabel.

Fabel inilah yang merupakan cerita rakyat yang juga merupakan cerita kesusatraan, seperti

Jatakas. Di Inggris sekitar abad ke-4, pendongeng dikenal dengan nama minstrel. Mereka

memakai kostum „aneh‟, seperti baju yang beraneka warna yang menarik perhatian orang.

Mereka berkeliling kota sambil membawa alat musik di tangan, mereka membawakan cerita

yang diselipkan humor dan gambaran mengenai keadaan masyarakat pada saat itu. Dengan

ditemukannya mesin cetak pada abad ke-15, perlahan-lahan minstrel mulai menyusut. Hal ini

disebabkan karena pendidikan formal mulai tersebar, sehingga banyak saudagar dan kalangan

masyarakat menengah ke atas sudah mengenyam pendidikan, dan mereka dapat membaca buku

sendiri tanpa harus menunggu minstrel membawakan cerita.

Di Indonesia, pendongeng tradisional seperti dalang dikenal yang menceritakan cerita

Ramayana dan Mahabarata. Cerita-cerita ini dibawa oleh orang-orang India dalam rangka

menyebarkan agama Hindu. Lain halnya dengan negara Asia lainnya, seorang dalang harus

mampu menuturkan cerita semalam suntuk, dan apabila ia tidak dapat melakukan penuturan

cerita semalam suntuk perbuatannya dianggap tabu dan akan membaca malapetaka bagi dirinya.

Selain dalang banyak juga pendongeng yang berkeliling keluar masuk desa sambil menuturkan

cerita-cerita rakyat (Rusyana, 1981: 45).

1.5.2 Kegiatan Mendongeng

Mendongeng merupakan kegiatan sederhana yang dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan

saja. Mendongeng pada dasarnya adalah sebuah seni yang dimiliki semua orang, tetapi kemudian

seni ini dapat dimiliki oleh semua orang dengan cara mempelajarinya. Dari penjabaran di atas,

dapat simpulkan mengenai kegiatan mendongeng. Pertama, kegiatan mendongeng merupakan

kegiatan seni. Kedua, kegiatan mendongeng merupakan kegiatan yang melibatkan cerita, yaitu

plot naratif yang berasal dari kejadian-kejadian nyata maupun imajinatif yang diambil dari

berbagai sumber lisan maupun tulisan. Ketiga, kegiatan ini juga melibatkan audience dan yang

terakhir kegiatan ini melibatkan kemampuan seorang pendongeng untuk memberi kehidupan

pada cerita melalui bahas, gesture, dan vokalisasi, baik dengan didendangkan maupun dengan

menggunakan alat musik.

1.5.3 Tujuan Mendongeng

Menurut Priyono Kusumo (2008: 14), tujuan utama mendongeng adalah memperkaya

pengalaman batin anak dan menstimulir reaksi sehat atasnya. Pendongeng dapat melakukan

kontak batin dan sekalilgus berkomunikasi dengan anak melalui dongeng sehingga dapat

membina hubungan dengan baik.

Hal penting, yang akan didapatkan saat mendongeng, yaitu secara tidak sadar

pendongeng akan mengungkapkan imajinasi dan pikiran mereka dengan menumpahkan imajinasi

dan pikiran mereka dengan cara bermain dan bergembira. Saat mendongeng, pendongeng akan

dapat menumpahkan perasaan dan emosi positif, menunjukkan jati diri, bersosialisasi,

memberikan pengetahuan kepada orang lain, memberikan kegembiraan kepada orang lain,

menebarkan pesona yang terpendam dalam diri pendongeng yang selama ini belum terungkap,

dan juga menciptakan pertemuan kecil yang amat bermanfaat. Khusus bagi anak, dongeng dapat

memberikan rangsangan bagi kecerdasan anak, karena melalui kegiatan bermain, bercanda, dan

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 5: ABTRAK - lib.ui.ac.id

5

berinteraksi, maka kemampuan berpikir logis dan rasional akan terpacu sehingga membantu

percepatan belajar anak (accelerated learning) (Angus DS, 2009: 16).

1.5.4 Teknik Mendongeng

Menurut Murti Bunanta (2005: 16-18), secara garis besar terdapat dua teknik

mendongeng, yaitu:

1. Membacakan cerita atau mendongeng dengan menggunakan teks (Read Aloud)

Mendongeng dengan menggunakan teks dikenal juga dengan read aloud, dalam

teknik ini pendongeng menceritakan cerita dengan menggunakan media buku, dan dilakukan

dengan cara membacakannya. Di mana ada yang membacakan (pendongeng), ada yang

dibacakan (audience) dan ada yang dibaca (buku cerita). Dengan teknik ini, pendongeng

dapat duduk di depan audience atau jika hanya terdiri dari sekelompok kecil saja antara

empat atau lima orang, pendongeng dapat duduk di tengah di antara audience agar mereka

dapat berkeliling menghadap ke pendongeng. Hal yang harus dipertimbangakan jika

menggunakan teknik ini, yaitu jumlah audience yang dapat dijangkau tidak terlalu banyak.

Jika jumlah audience terlalu banyak, pendongeng tidak dapat menjangkau mereka semua,

sehingga mereka tidak dapat melihat buku yang dibacakan baik gambar ataupun bentuk

tulisannya.

2. Bercerita tanpa teks (storytelling)

Teknik ini lebih membebaskan pendongeng untuk berekspresi dan improvisasi. Di

dalam teknik ini pula anak lebih leluasa untuk berperan dalam cerita yang didongengkan

dengan begitu anak akan belajar untuk mengekspresiakan dirinya. Namun, pada waktu

mendongeng sebaiknya jangan terlalu berlebihan, karena hal ini akan mengalihkan perhatian

anak bukan pada cerita, tetapi lebih pada penampilan pendongeng itu sendiri. Hal ini akan

mengganggu penangkapan anak terhadap pesan atau nilai dari cerita yang dibawakan.

Mendongeng dengan teknik ini dapat juga menggunakan alat peraga lainnya seperti boneka

tangan, boneka kain, tali, gambar, menggambar langsung, maupun mendongeng dengan

diiringi musik.

Penggunaan alat peraga dalam kegiatan mendongeng sudah dilakukan sejak dahulu.

Para pendongeng menggunakan drum atau alat musik tunggal lainnya untuk mengiringi

ceritanya. Pendongeng tersebut salah satunya dikenal dengan nama troubadour, yaitu

pendongeng yang biasa menggunakan alat musik untuk membuat penampilannya dalam

mendongeng semakin menghibur. Bahkan terkadang pra pendongeng melakukan gerakan

selama bercerita, gerakan tersebut seiring dengan pola irama dalam cerita. Gerakan berirama

tersebut kemudian menjadi satu bentuk tarian (Tooze, 1959: 45).

1.5.5 Pemilihan Cerita

Menurut Murti Bunanta (2004: 18-20) di dalam bukunya yang berjudul Buku,

Mendongeng, dan Minat baca, jenis cerita yang menarik anak untuk setiap tingkat umur tentu

berlainan, tetapi bisa saja anak yang lebih muda sudah dapat memahami dan menyukai cerita

yang pada umumnya untuk anak yang sudah agak besar dan bisa terjadi sebalikanya, tergantung

dari pemahaman masing-masing anak dan pengalaman yang didapatkan sebelumnya. Bila

mendongengkan untuk anak yang masih kecil sebaiknya dipilih cerita yang mempunyai tidak

lebih dari 3 atau 4 tokoh yang dapat berbicara supaya anak mudah memahaminya. Jenis cerita

yang disukai anak umur 2-3 tahun adalah cerita yang memperkenalkan tentang benda dan

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 6: ABTRAK - lib.ui.ac.id

6

binatang di rumah, misalnya seperti sepatu, kucing, anjing, dan sebagainya. Hal semacam ini

akan menarik perhatian anak. Bagi anak yang berumur 3-5 tahun, buku-buku yang

memperkenalkan huruf-huruf akan menarik perhatiannya, misalkan huruf-huruf yang bisa

membentuk nama orang, nama binatang, dan nama buah yang ada dalam cerita. Mengenal

angka-angka dan hitungan yang dijalin dalam cerita, misal jam berapa si tokoh bangun, mandi,

dan lainnya juga bisa diperkenalkan pada anak-anak seusia ini. Kalau sebelumnya anak

diperkenalkan pada cerita binatang dan kegiatan di sekitar rumah, maka pada usia ini bisa

dibacakan buku tentang binatang purbakala, binatang yang ada di kebun binatang, dan kegiatan

di luar rumah, pasar, dan sebagainya. Pada umur 5-7 tahun anak-anak mulai mengembangkan

daya fantasinya, mereka sudah dapat menerima adanya benda atau binatang yang dapat

berbicara. Cerita seperti kancil atau cerita rakyat lainnya sudah mulai bisa diberikan. Apabila

ceritanya panjang, lebih baik agak disederhanakan. Umur 8-10 tahun, anak mulai menyukai

cerita-cerita rakyat yang lebih panjang dan rumit, cerita petualangan ke negeri dongeng yang

jauh dan aneh, juga cerita humor. Anak-anak usia 10-13 tahun pada umumnya menyukai cerita

dari jenis mitologi, legenda, dan fiksi ilmiah serta humor. Cerita yang diadaptasi dari biografi

pun bagus untuk didongengkan pada anak seusia ini (Bunanta, 2004: 18-20).

1.5.6 Penyebaran Informasi Melalui Dongeng

Mendongeng merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh perpustakaan dalam

membangun komunitas baca. Mendongeng biasa dilakukan untuk kelompok yang terdiri dari

anak-anak. Dengan metode mendongeng ini diharapkan dapat menumbuhkan minat anak untuk

membaca. Cerita yang dibawakan diharapkan dapat merangsang keinginan anak untuk

mengetahui lebih lanjut cerita yang lebih seru, dan akhirnya merangsang minat mereka untuk

membaca buku (Wardhani, 2007).

1.5.7 Definisi Penyebaran Informasi

Di dalam bukunya Taylor (2004: 3), menjabarkan bahwa informasi merupakan proses

komunikasi dari pengetahuan. Pengetahuan yang ditransferkan tersebut direpresentasikan dalam

suatu bentuk, contohnya buku, yang merupakan representasi dari pengetahuan yang ada dalam

otaknya dan digunakan sebagai sarana mengomunikasikan pengetahuannya. Taylor (2004) juga

menggunakan istilah recorded information untuk menegaskan informasi yang terekam dan dalam

bentuk yang terlihatlah yang diorganisasikan oleh institusi informasi. Jika melihat pemahaman

tersebut dapat dilihat bahwa aspek terpenting dari sebuah informasi adalah “terekam” dan

“dikomunikasikan”. Terekam artinya sudah dinyatakan, dikodekan dan disimpan dalam media

tertentu. Pengetahuan yang terekam ini mengakibatkan pengetahuan tersebut mudah

dikomunikasikan kepada orang lain karena bentuknya tidak lagi abstrak.

1.5.8 Perpustakaan Sebagai Sarana Penyebaran Informasi

Menurut Eka Wardhani yang diambil dari artikelnya yang berjudul Perpustakaan Sebagai

Tempat Pembelajaran Seumur Hidup ("Life Long Learning") yang dimuat di majalah Visi

Pustaka Vol. 9 No.1 - April 2007, Perpustakaan sebagai tempat pembelajaran seumur hidup

mengandung pengertian bahwa perpustakaan sebagai tempat belajar yang abadi Sebagai pusat

pengetahuan, perpustakaan selalu menyediakan sumber informasi yang tidak akan pernah habis.

Perpustakaan juga melayani semua orang termasuk orang sakit. Sesungguhnya perpustakaan

sebagai sarana pembelajaran seumur hidup juga berarti bahwa perpustakaan tidak saja untuk

orang yang sehat akan tetapi juga bagi orang yang sakit. Perpustakaan tidak memandang status

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 7: ABTRAK - lib.ui.ac.id

7

pengguna Perpustakaan umum tidak pernah membedakan status penggunanya. Perpustakaan

dapat menjadi alternatif tempat belajar bagi anak putus sekolah, dan anak dari keluarga miskin

atau ekonomi lemah.

2. Metode Penelitian

Metode yang dipakai oleh peneliti adalah metode analisis riwayat hidup individual (life

history). Yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah Drs. Suyadi atau yang biasa

disapa Pak Raden, yang merupakan salah satu pendongeng ulung yang dimiliki Indonesia. Selain

informan utama, peneliti juga menggunakan informan sekunder yang bertujuan untuk

memperoleh keterangan-keterangan pendukung dari kegiatan yang dilakukan oleh informan

utama. Yang menjadi informan sekunder dalam penelitian ini adalah orang-orang terdekat

informan atau orang-orang yang pernah menjadi rekan kerja dari narasumber. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen.

3. Analisis dan Interpretasi Data

3.1 Perjalanan Karir Mendongeng Informan

Karir mendongeng informan tidak dapat dilepaskan dari peranan serial Si Unyil. Latar

belakang ia mendongeng dikarenakan promosi unyil yang mengharuskan informan sebagai salah

satu pengisi suara untuk tampil di depan penonton dengan menggunakan kostum Pak Raden. Ia

menghibur para penonton dengan cara mendongeng seperti yang biasa Pak Raden lakukan untuk

Unyil dan teman-temannya.

Perjalanan karir informan sebagai pendongeng dalam rangka menyebarkan informasi

tentang nilai sosial dan budaya dilandasi oleh keyakinan informan bahwa dongeng layaknya

sebuah enzim dalam tubuh. Enzim tersebut digunakan untuk menumbuhkan minat. Dongeng

menstimulai manusia untuk berbuat lebih baik, dan memiliki harapan dan cita-cita setinggi

langit. Dalam dongeng juga terkandung unsur pendidikan, nasihat dan ilmu. Tapi yang paling

penting dan tidak boleh dilupakan adalah dongeng adalah sebuah hiburan. Dongeng tidak untuk

menggurui karena menggurui telah didapatkan dibangku sekolah secara formal. Dongeng yang

menarik adalah dongeng yang terdapat perimbangan antara pesan moril, pendidikan, dan

hiburan. Kecintaannya yang begitu besar akan dunia anak, gambar, dan serial “Si Unyil” lah

yang menjadikan ia sebagai sosok figure yang begitu melekat dengan dunia anak karena apa

yang ia lakukan berasalkan dari niatan hati dan ingin menjadikan anak Indonesia sebagai

generasi yang cerdas dan mencintai kebudayaannnya

Selama perjalanan karir informan selalu benar-benar memperhatikan kebutuhan dan

keinginan penontonnya. Menurut informan, tidak ada kriteria khusus seperti apa pendongeng

yang baik itu. Semua pendongeng itu baik selama ia bisa menyampaikan pesan dan mengajarkan

hal-hal yang baik. Hal terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendongeng adalah bahwa ia

melakukan pekerjaannya dengan setulus hati.

Pendongeng juga harus memiliki kreativitas karena situasi yang dihadapi ketika

mendongeng akan berbeda-beda di setiap tempat. Pendongeng harus pintar berimprovisasi,

tujuannya selain mengatasi lupa cerita juga sebagai variasi agar anak tidak mudah bosan.

Improvisasinya bisa berupa cerita atau berinteraksi dengan menanyakan hal-hal kecil.

Pendongeng itu harus kreatif karena situasi yang dihadapi berbeda-beda di setiap tempat

dongeng. Kebanyakan orang tidak mau mendongeng karena merasa tidak mampu, tidak jago,

dan tidak percaya diri walau hanya sekedar untuk membacakan cerita. Informan berpendapat

bahwa semua orang yang bisa menyampaikan pendapatnya bisa disebut sebagai pendongeng

karena ia bisa menyampaikan pesan yang ingin disampaikan.

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 8: ABTRAK - lib.ui.ac.id

8

3.2 Informan dan Mendongeng

Hubungan antara informan dongeng bukanlah suatu hal yang semata-mata tercipta. Sejak

kecil informan sudah akrab dengan dongeng. Para pembantunya sering mendongengkan kisah-

kisah seram dari daerah mereka berasal. Sesekali Bapak dan Ibu informan juga mendongengkan

untuk anak-anaknya. Bapak informan lebih senang untuk mendongengkan cerita wayang,

sedangkan Ibu informan membawakan cerita-cerita rakyat seperti Joko Bendil, Bawang Putih

Bawang Merah, Timun Mas, dan lainnya. Bahkan, ketika informan berada di pengungsian

kegiatan dongeng ini tetap berlanjut. Ada beberapa hal yang membangun hubungan tersebut.

Pertama adalah kecintaan informan dengan dunia anak-anak. Rasa ini tumbuh karena ia sangat

mengidolakan tokoh Walt Disney dan Hans Christian Andersen. Kedua tokoh ini adalah orang-

orang yang berpengaruh dalam dunia anak diseluruh dunia. Walt Disney dengan film-film

buatannya, sedangkan Hans Christian Andersen dengan dongeng-dongengnya yang melegenda di

dunia. Kedua tokoh ini adalah yang memotivasi informan untuk terjun ke dunia anak-anak.

Kedua adalah kesenangan informan dengan kegiatan mendalang. Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya, semenjak kecil informan senang mendatangi pertunjukan wayang dengan bapaknya.

Ketiga, yang menjadi alasan paling mendasar informan untuk mendongeng adalah Si Unyil.

Kegiatan mendongeng informan tidak bisa dilepaskan dari penciptaan Si Unyil, karena informan

mendongeng untuk Unyil. Si Unyil adalah sebuah acara yang diproduksi oleh Pusat Produksi

Film Nasional.

3.3 Proses Penciptaan Karakter Infoman

Pak Raden yang bernama lengkap Raden Mas Singomenggolo Jalmowono sendiri

bukanlah tokoh berhati mulia. Tetapi tidak sepenuhnya jahat, karena menurut informan, tidak

ada tokoh yang dengan karakter jahat sepenuhnya. Tokoh Pak Raden juga dikenal menyukai

kesenian, pandai bernyanyi, dan senang dengan anak. Karakter ini diciptakan pada episode

kesepuluh dalam tayangan Si Unyil.

Seiring dengan suksesnya tayangan Si Unyil, tawaran agar Si Unyil tampil diatas pentas

menjadi banyak. Dalam pentas tersebut para pengisi suara tampil diatas pentas sebagai tokoh si

Unyil. Begitu pula dengan informan, ia menggunakan atribut semirip mungkin untuk

menggambarkan tokoh Pak Raden. Dalam kesempatan itu pula informan memberikan dongeng

kepada penonton yang mayoritas adalah anak-anak. Awalnya anak-anak merasa takut dengan

tokoh Pak Raden, tapi karena telah mengetahui kebaikan Pak Raden, anak-anak menjadi

menyukai tokoh ini. Sampai saat ini informan selalu memerankan tokoh Pak Raden dalam

kegiatan dongeng. Hanya dalam kesempatan khusus saja ia mendongeng tidak menggunakan

tokoh Pak Raden. Tokoh Pak Raden inilah yang kemudian menjadi ciri khas informan. Pak

Raden merupakan tokoh yang dibenci sekaligus dicintai oleh anak-anak maupun dewasa.

Terbukti dari pengalaman menarik yang dialami informan, ia dikejar sejumlah anak-anak yang

meminta baju Kinoy, salah satu tokoh dalam serial “Si Unyil” untuk dikembalikan, dan Pak

Raden selalu dicintai karena pada setiap penampilannya ia selalu dicari oleh anak-anak,

khususnya pada acara yang menampilkan para tokoh dalam serial “Si Unyil”.

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 9: ABTRAK - lib.ui.ac.id

9

3.4 Pemahaman Dongeng Menurut Informan

Dalam mendongeng, informan menyakini bahwa dongeng layaknya sebuah enzim dalam

tubuh. Enzim tersebut digunakan untuk menumbuhkan minat. Dongeng menstimulai manusia

untuk berbuat lebih baik, dan memiliki harapan dan cita-cita setinggi langit. Oleh karena itu,

dongeng dapat dijadikan salah satu media untuk penanaman nillai-nilai baik nilai budaya, adat,

norma, dan sebagainya yang dengan mudah diterima karena sifatnya yang tidak menggurui.

Kebanyakan orang tidak mau mendongeng karena merasa tidak mampu, tidak jago, dan

tidak percaya diri walau hanya sekedar untuk membacakan cerita. Informan berpendapat bahwa

semua orang yang bisa menyampaikan pendapatnya bisa disebut sebagai pendongeng karena ia

bisa menyampaikan pesan yang ingin disampaikan.

3.5 Analisis Kegiatan Mendongeng yang Dilakukan Informan

Informan mulai mendongengkan anak-anak dibantu dengan satu asisten. Asisten ini

bertugas membantu informan dalam menggambar sketsa dari cerita yang didongengkan.

Informan memulai dongeng dengan mengajak anak-anak untuk menebak-nebak cerita apa yang

akan dibawakan. Kemudian informan mulai bercerita, dalam cerita tersebut, dia mengubah

suaranya menjadi tiga karakter yang ada dalam cerita tersebut. Informan juga mengajak anak-

anak untuk menirukan suara dari tokoh yang ada didalam cerita. Ia juga membagi anak-anak

kedalam dua grup untuk menirukan suara tersebut.

Kegiatan dongeng diawali informan dengan menyapa dan memperkenalkan diri dengan

nada khas tokoh Pak Raden dengan volume yang keras. Hal ini bertujuan untuk menarik

perhatian anak-anak. perhatian anak-anak yang sudah mulai terfokus tersebut dikuatkan lagi

dengan kostum serta tata rias yang digunakan oleh informan. Tak ketinggalan boneka tokoh Si

Unyil yang dibawa oleh dia, menambah rasa ketertarikan anak-anak pada dia. Kemudian

informan memulai interaksi pertamanya dengan melemparkan pertanyaan yang memacu

antusiasme anak-anak. Pertanyaan yang dilemparkan oleh dia adalah”siapa yang ingin

mendengarkan dongeng?”. Anak-anak pun menjawabnya dengan semangat.

Dengan teknik pembukaan seperti ini, untuk memulai cerita lebih mudah untuk

dilakukan. Berdasarkan pengalaman penulis, sulit untuk menarik perhatian anak-anak khususnya

yang berumur dibawah lima tahun. Hal ini dikarenakan mereka belum bisa fokus pada kegiatan

tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Pembukaan menjadi kunci yang sangat penting

dalam kegiatan mendongeng.

Dengan teknik pembukaan seperti ini juga akan menumbuhkan interaksi dan ikatan batin

antara pendongeng dan audience. Ikatan batin ini dapat dicapai dengan berperilaku baik kepada

anak-anak. Perlihatkan kalau kita senang dengan mereka. Tidak perlu diungkapkan, cukup

ditunjukkan dan dirasakan saja. Apabila ikatan batin itu sudah terjalin dan anak-anak merasa

senang dengan pendongeng, hasilnya apapun yang disampaikan pasti akan didengarkan.

Tetapi informan tidak langsung mulai bercerita. Dia mengajak anak-anak untuk

bernyanyi “Gundul-gundul pacul”. Hal ini bertujuan untuk memperkokoh interaksi yang ada

antara pendongeng dan pendengar. Dengan semakin erat interaksi yang terjalin, maka makin sulit

anak-anak untuk kehilangan fokus dari pendongeng. Lagu daerah yang dibawakanpun bertujuan

untuk memperkenalkan kembali lagu-lagu tersebut kepada anak-anak. menurut pendapat pribadi

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 10: ABTRAK - lib.ui.ac.id

10

penulis, anak-anak sudah tidak mengenal lagu-lagu daerah, karena kalah populer dengan lagu-

lagu yang ada saat ini.

Sebelum menceritakan cerita dongeng yang kedua, Informan kembali mengajak anak-

anak untuk bernyanyi bersama. Ia juga menyisipkan narasi cerita dari dongeng berikutnya dan

mengajak anak-anak untuk membayangkan tokoh dari cerita yang akan dibawakan. Lalu

informan memulai ceritanya. Anak-anak dengan antusias mendengarkan dan ikut larut kedalam

dongeng tersebut. Selesai membawakan semua cerita, informan mengajak anak-anak untuk

kembali bernyanyi. Lirik dari lagu ini mengajak anak-anak untuk gemar membaca.

Ketika mulai mendongeng, informan bercerita dengan begitu serius memperhatikan

kondisi anak-anak. Dan saat bercerita, ia dibantu oleh asistennya untuk membuat sketsa. Saat

pembuatan sketsa, informan mengeluarkan efek-efek suara. Bunyi yang mengomunikasikan

emosi (nada, intensitas, dan kekerasan nada saat berbicara), berbisik, menaikkan nada atau

menurunkan nada membuat pendongeng menjadi perhatian lebih. Hal ini juga dilakukan agar

penonton tidak kehilangan fokus dan membuat kegiatan dongeng menjadi lebih segar. Dalam

sesi mendongeng, pendongeng juga harus memperhatikan ekspresi wajah penonton agar dapat

mengetahui mereka masih fokus atau sudah bosan dengan dongengnya. Hal ini bisa disiasati

dengan bernyanyi atau mengajak mereka menirukan suara-suara, dalam hal ini dilakukan

informan dengan menirukan suara ketiga karakter yang ada dalam cerita.

Penggambaran ilustrasi informan yang seperti sedang bercerita mengenai suatu objek

mendukung dalam kegiatan mendongeng. Informan sendiri menamakan lukisanya, figuratif-

naratif. Informan sebut figuratif karena bentuknya memang kelihatan, artinya bukan abstrak.

Disebut naratif, karena lukisan saya memang bercerita, atau bertutur. Informan mengibaratkan

antara menggambar dan melukis ibarat, prosa dan puisi. Menggambar itu prosa, sedang melukis

itu puisi. Misalnya, membuat ilustrasi buku-buku atau desain boneka “Si Unyil”. Mungkin

karena sejak kecil informan suka cerita, gemar dongeng, dan mendalang, sehingga ketika

melukispun terbawa-bawa. Sehingga lukisan-lukisan informan seperti bertutur, bercerita tentang

suatu objek.

Selesai cerita, informan mengajukan pertanyaan kepada anak-anak. hal ini dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana fokus anak-anak kepada cerita yang diberikan oleh pendongeng.

Pertanyaan ini pun dilemparkan untuk merangsang anak-anak untuk berpikir kritis.

Sebelum memulai cerita berikutnya, informan kembali mengajak anak-anak untuk

bernyanyi. Anak-anak masih tampak antusias dan senang bernyanyi. Hal ini dilakukan agar

anak-anak tidak lepas fokusnya dikarenakan ada jeda waktu yang ada antar cerita. Ia juga

memberikan beberapa sisipan cerita dan mengajak anak-anak membayangkan tokoh pada cerita

berikutnya. Hal ini dilakukan untuk menarik rasa penasaran anak-anak, sehingga mereka jauh

dari rasa bosan, atau yang sudah bosan pun kembali menjadi fokus terhadap kegiatan

mendongeng. Selesai mendongeng, pertanyaan evaluasi kembali dilontarkan oleh informan.

Kemudian anak-anak kembali diajak bernyanyi. Kali ini lirik yang dibawakan mengandung

pesan agar anak-anak gemar membaca.

Secara keseluruhan, informan secara apik mengkombinasikan semua hal yang dapat

menarik perhatian anak-anak. Ia mengkombinasikan unsur visual serta suara secara berimbang,

sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan ini tidak di dapat dengan mudah. Kuncinya adalah sering

berlatih dan sering melakukan. Dengan ini, timbul pengalaman-pengalaman yang membuat

infoman makin matang setiap membawakan dongeng. Selama perjalanan karirnya mendongeng,

informan tidak pernah mendapatkan kendala ketika mendongeng, seperti lupa akan isi cerita

maupun kendala karena tidak mendapatkan fokus perhatian dari anak-anak.

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 11: ABTRAK - lib.ui.ac.id

11

Gambar 1: Alat peraga yang biasa dipakai oleh informan

Penggambaran ilustrasi informan yang seperti sedang bercerita mengenai suatu objek

mendukung dalam kegiatan mendongeng. Informan sendiri menamakan lukisanya, figuratif-

naratif. Informan sebut figuratif karena bentuknya memang kelihatan, artinya bukan abstrak.

Disebut naratif, karena lukisan saya memang bercerita, atau bertutur. Informan mengibaratkan

antara menggambar dan melukis ibarat, prosa dan puisi. Menggambar itu prosa, sedang melukis

itu puisi. Misalnya, membuat ilustrasi buku-buku atau desain boneka “Si Unyil”. Mungkin

karena sejak kecil informan suka cerita, gemar dongeng, dan mendalang, sehingga ketika

melukispun terbawa-bawa. Sehingga lukisan-lukisan informan seperti bertutur, bercerita tentang

suatu objek.

Penggunaan alat peraga seperti boneka tangan, figer puppet, tali, gambar atau pun

penggunaan buku diyakini dapat menarik perhatian anak dan mempermudah anak untuk

mengetahui isi cerita yang dibawakan pendongeng. Penggunaan alat juga akan menarik minat

untuk ikut bergabung dalam kegiatan dongeng dan juga sebagai mendia penggambaran untuk

mengilustrasikan setiap kejadian yang ada di dalam cerita. Alat peraga yang dimiliki pendongeng

tidak haruslah mewah. Pendongeng bisa membuat sendiri alat peraga yang akan ia pergunakan.

Misalnya membuat boneka figure sendiri, membuat burung-burungan yang akan dipakai sebagai

tokoh dari kertas origami, atau apabila si pendongeng memiliki kemampuan menggambar, maka

ia bisa melakukan menggambar di depan anak-anak sembari melakukan dongeng.

Alat peraga sangat mendukung dalam kegiatan mendongeng karena dapat mendukung

jalannya cerita dan membuat lebih menarik, karena anak-anak dapat langsung melihat bentuk

visual dari tokoh-tokoh. Adapun alat peraga yang digunakan antara lain boneka baik boneka

tangan maupun utuh, kain, tali, gambar, wayang, maupun menggambar secara. Alat peraga

biasanya digunakan dalam kegiatan dongeng dengan teknik storytelling, di mana pendongeng

mempunyai kebebasan dalam berekspresi dan improvisasi dalam membawakan ceritanya

sehingga tidak terpaku pada teks atau cerita dari buku.

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 12: ABTRAK - lib.ui.ac.id

12

3.5.1 Pemilihan Cerita Sebagai Penyebaran Informasi Tentang Nilai-Nilai Sosial

Cerita merupakan unsur terpenting yang harus dimiliki sebuah dongeng. Kriteria

pemilihan cerita yang dilakukan informan adalah menyesuaikan dengan tema, memilih

berdasarkan nilai moral yang ingin ditanamkan kepada anak ataupun berdasarkan kepada kriteria

umur. Pendongeng harus mempunyai cerita yang bagus. Kebanyakan cerita yang disampaikan

seorang pendongeng bersumber dari buku. Tidak semua cerita itu siap untuk disampaikan pada

anak-anak. Seringkali cerita dalam buku terlalu banyak dan akibatnya dapat membosankan anak-

anak jika disampaikan secara lisan. Cerita-cerita ini masih harus dikemas lebih lanjut.

Cerita yang disampaikan oleh informan merupakan hasil cerita ciptaan ia sendiri, baik

yang sudah ia tulis dalam sebuah buku ataupun dibuat secara spontan ketika kegiatan dongeng

berlangsung. Cerita yang disampaikan memperhatikan kriteria umur para pendengarnya. Untuk

anak-anak biasanya disajikan cerita mengenai fabel dan dengan jalan cerita yang tidak begitu

rumit, sedangkan untuk dewasa disajikan cerita yang memiliki alur cerita sedikit rumit dan

banyak menampilkan sisi lucu dari perilaku sehari-hari.

Perpustakaan dapat menjadi salah satu referensi untuk kita mendapatkan inspirasi cerita

untuk mendongeng karena di sana terdapat koleksi-koleksi yang dapat dipergunakan sebagai

bahan cerita. Perpustakaan sebagai tempat belajar yang abadi, sebagai pusat pengetahuan,

perpustakaan selalu menyediakan sumber informasi yang tidak akan pernah habis. Walaupun

penggunanya berganti-ganti, bervariasi dan digunakan terus menerus pengetahuan yang

terhimpun di perpustakaan tidak akan habis bahakan akan bertambah sesuai pola pengembangan

koleksi yang dilakukan oleh pengelola.

Mendongeng yang baik berkaitan dengan isi cerita dan cara bercerita. Isi cerita yang baik

harus mendidik atau memiliki pesan moral. Pesan moral tersebut tidak harus disampaikan

langsung melalui ekspresi, figur, sikap dan suara seorang anak yang baik. Tidak harus selalu

cerita yang disampaikan syarat dengan pesan moral. Ada dongeng yang memang semata-mata

untuk menyenangkan anak-anak.

3.5.2 Penanaman Niai Budaya Melalui Ciri Khas Kostum Informan

Penanaman nilai-nilai budaya ini dapat kita lakukan dengan mentrasnformasikan nilai

tersebut ke dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh sebanyak mungkin masyarakat masa

kini (buku, animasi, teater, film, festival mendongeng, dan sebagainya).

Sebagai pendongeng, tentunya tidak akan luput dari pandangan anak-anak. Saat

pendongeng tampil, anak-anak akan menilai pendongeng yang ada di hadapannya, cocok atau

sesuai dengan lingkungan kesehariannya. Penampilan yang menarik akan membuat anak untuk

bergabung ke dalam kegiatan mendongeng. Melalui kekhasan penampilan seorang pendongeng,

anak akan mudah mengingat pendongeng tersebut. Penggunaan kostum dengan menggunakan

tema tertentu, seperti pemakaian kostum daerah dapat memperkenalkan anak akan nilai budaya

suatu daerah. Anak akan perlahan-lahan belajar mengenal kebudayaan.

Pak Raden memiliki karakter sebagai seorang pensiunan sebelum jaman peperangan;

banyak memimpikan masa lalu; sulit menerima arus pembangunan; kikir; tidak mau bergotong

royong; mudah terserang penyakit karena faktor umur; berasal dari Jawa; galak; pemarah; baik

hati; senang berkesenian; pandai menyanyi; dan baik hati. Dari karakter-karaker tersebut

dibuatlah beberapa karakter fisik dan penampilan yang menunjang penggambarannya, di

antaranya adalah mata dibuat membelalak, alis yang menungging, wajah yang hampir tidak

pernah tertawa menggambarkan sifat pemarah dan baik hati; baju lurik, blangkon dan atribut

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 13: ABTRAK - lib.ui.ac.id

13

busana lain yang dikenakan Pak Raden menggambarkan asal daerah Pak Raden, yaitu orang

Jawa; tongkat memberi kesan bahwa dia adalah orang yang pemarah dan sudah tua. Meskipun

tokoh Pak Raden bukan merupakan tokoh panutan dan selalu memarahi anak-anak, tetapi ia

merupakan tokoh yang paling dicari oleh setiap anak pada setiap penampilannya.

Gambar 2: Kostum yang digunakan infoman ketika mendongeng

Lepas dari karakter Pak Raden yang pemarah, dan galak, ia juga memiliki hati yang baik

dan selalu mendongengkan cerita kepada anak-anak, baik di dalam serial “Si Unyil” maupun di

dalam kehidupan nyata. Seiring dengan berjalannya waktu karakteristik Pak Raden melekat erat

dengan informan. Antara informan dan Pak Raden memiliki kesamaan, yaitu sama-sama pandai

bernyanyi, dan senang kesenian. Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, bahwa informan

senang bernyanyi untuk mengisi waktu luang dan informan juga tertarik dengan kesenian jawa,

seperti menari, dan mendalang. Kecintaan informan akan dunia wayang membuatanya bercita-

cita menjadi seorang dalang, yang merupakan pendongeng tradisional warisan leluhur Indonesia.

Dan mungkin karena kegemaran informan terhadap tokoh Cakil juga lah, maka tercipta sosok

Pak Raden yang dibenci sekaligus dinantikan oleh anak-anak.

3.5.3 Dongeng Sebagai Media Learning Society

Dalam bukunya, Bunanta (2005: 53) menyebutkan bahwa pendongeng dapat melakukan

kegiatan yang melibatkan audience setalah mendongeng selesai. Kegiatan ini dapat berupa

melakukan tanya jawab seputar cerita yang telah dibacakan, mengajak anak untuk menceritakan

kembali cerita tersebut dengan bahasa mereka sendiri. Kegiatan setelah mendongeng ini dapat

melatih daya imajinasi anak dan membuat anak menjadi lebih percaya diri untuk tampil di depan

umum. Kegiatan selepas mendongeng ini juga menciptakan komunikasi dan kedekatan antara

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 14: ABTRAK - lib.ui.ac.id

14

anak dan pendongeng sehingga menimbulkan rasa percaya pada diri anak dan pendongeng

dianggap sebagai teman yang mau berbagi rasa dengannya.

Dalam mendongeng, informan menyakini bahwa dongeng layaknya sebuah enzim dalam

tubuh. Enzim tersebut digunakan untuk menumbuhkan minat. Dongeng menstimulai manusia

untuk berbuat lebih baik, dan memiliki harapan dan cita-cita setinggi langit. Oleh karena itu,

dongeng dapat dijadikan salah satu media untuk penanaman nillai-nilai baik nilai budaya, adat,

norma, dan sebagainya yang dengan mudah diterima karena sifatnya yang tidak menggurui.

Mendongeng merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh perpustakaan dalam

membangun komunitas baca. Perpustakaan berperan sebagai tempat belajar yang abadi sebagai

pusat pengetahuan, perpustakaan selalu menyediakan sumber informasi yang tidak akan pernah

habis. Walaupun penggunanya berganti-ganti, bervariasi dan digunakan terus menerus

pengetahuan yang terhimpun di perpustakaan tidak akan habis bahakan akan bertambah sesuai

pola pengembangan koleksi yang dilakukan oleh pengelola. Perpustakaan juga melayani semua

orang termasuk orang sakit. Sesungguhnya perpustakaan sebagai sarana pembelajaran seumur

hidup juga berarti bahwa perpustakaan tidak saja untuk orang yang sehat akan tetapi juga bagi

orang yang sakit. Perpustakaan dapat menjadi alternatif tempat belajar bagi anak putus sekolah,

dan anak dari keluarga miskin atau ekonomi lemah. Peran perpustakaan sangat dibutuhkan dalam

mencukupi kebutuhan belajar anak-anak tersebut dengan menyediakan bahan bacaan bermutu

dan membangun minat baca dalam komunitas tersebut. Dengan demikian perpustakaan dapat

memberi sedikit harapan bagi anak-anak tersebut dalam mengenal dunia yang lebih luas dengan

membaca dan pada akhirnya akan menjadi jalan untuk mengentaskan mereka dari jebakan

kemiskinan.

Fungsi perpustakaan sebagai salah satu tempat rekreasi sebaiknya diterapkan kembali

dengan cara menghidupkan kembali dongeng di dalam kegiatannya. Rekreasi yang dimaksudkan

dalam fungsi rekreasi perpustakaan menjurus pada rekreasi yang bersifat kultural, transfer ilmu

pengetahuan, di mana perpustakaan menjadi titik temunya. Mendongeng juga dapat memberikan

keuntungan bagi perpustakaan dengan berbagai cara. Layanan mendongeng di perpustakaan

dapat berfungsi untuk melestarikan budaya dan menginspirasi ke masa depan, meningkatkan

layanan perpustakaan, serta memungkin staf perpustakaan untuk mengembangankan keahlian

mereka. Melalui kegiatan dongeng, perpustakaan dapat menampilkan layanan yang dimiliki

perpustakaan. Dengan adanya kegiatan dongeng, perpustakaan yang tadinya sepi dapat kembali

menarik minat pengunjung dan mengajak pengunjung agar tidak bosan untuk datang. Bagaimana

perpustakaan selain menyajikan informasi penting, juga menghadirkan efek refresh bagi

pemustakanya, baik pemustaka yang bertujuan mencari informasi semata atau yang bertujuan

ganda, mencari informasi sekaligus. Melalui dongeng juga minat baca anak akan tumbuh. Oleh

karena itu, sebaiknya perpustakaan lebih memperhatikan kegiatan mendongeng ini.

4. Kesimpulan

Karir mendongeng informan tidak dapat dilepaskan dari peranan serial Si Unyil. Latar

belakang ia mendongeng dikarenakan promosi unyil yang mengharuskan informan sebagai salah

satu pengisi suara untuk tampil di depan penonton dengan menggunakan kostum Pak Raden.

Perjalanan karir informan sebagai pendongeng dalam rangka menyebarkan informasi tentang

nilai sosial dan budaya dilandasi oleh keyakinan informan bahwa dongeng layaknya sebuah

enzim dalam tubuh. Enzim tersebut digunakan untuk menumbuhkan minat. Dongeng

menstimulai manusia untuk berbuat lebih baik, dan memiliki harapan dan cita-cita setinggi

langit. Dalam dongeng juga terkandung unsur pendidikan, nasihat dan ilmu. Tapi yang paling

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 15: ABTRAK - lib.ui.ac.id

15

penting dan tidak boleh dilupakan adalah dongeng adalah sebuah hiburan. Dongeng tidak untuk

menggurui karena menggurui telah didapatkan dibangku sekolah secara formal. Dongeng yang

menarik adalah dongeng yang terdapat perimbangan antara pesan moril, pendidikan, dan

hiburan.

Selama perjalanan karir informan selalu benar-benar memperhatikan kebutuhan dan

keinginan penontonnya. Menurut informan, tidak ada kriteria khusus seperti apa pendongeng

yang baik itu. Semua pendongeng itu baik selama ia bisa menyampaikan pesan dan mengajarkan

hal-hal yang baik. Hal terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendongeng adalah bahwa ia

melakukan pekerjaannya dengan setulus hati. Pendongeng juga harus memiliki kreativitas karena

situasi yang dihadapi ketika mendongeng akan berbeda-beda di setiap tempat. Pendongeng harus

pintar berimprovisasi, tujuannya selain mengatasi lupa cerita juga sebagai variasi agar anak tidak

mudah bosan. Improvisasinya bisa berupa cerita atau berinteraksi dengan menanyakan hal-hal

kecil. Pendongeng itu harus kreatif karena situasi yang dihadapi berbeda-beda di setiap tempat

dongeng. Jangan pernah ragu untuk mendongeng karena dongeng akan selalu dibutuhkan karena

menumbuhkan minat dan dapat menumbuhkan hal-hal baik di dalam diri seseorang terutama

anak-anak.

Dalam prakteknya dongeng dapat menumbuhkan daya imajinasi dan kreatifitas anak.

dongeng bukanlah sekedar kata-kata, melainkan perlambangan nilai-nilai budaya sekaligus

ajaran moral. Dongeng dapat membantu memahami perilaku masyarakat, bahkan dapat menjadi

cerminan perilaku masyarakat. mellaui dongeng anak akan merasa tidak digurui melainkan

disentuh emosinya, diajak untuk berfikir kritis, membedakan yang baik dan buruk, sehingga

dongeng dapat dijadikan alternative dalam penyebaran nilai-nilai dan menciptakan learning

society. Selain itu juga dongeng dapat menumbuhkan minat baca anak, sehingga memungkinkan

peningkatan pengunjung perpustakaan. Dengan meningkatnya minat baca anak, maka kualitas

sumber daya manusia akan ikut meningkat. Perpustakaan merupakan salah satu tempat di mana

kita bisa menemukan pendongeng karena dongeng bisa dijadikan salah satu layanan dari

perpustakaan.

Sebagai pendongeng, Suyadi punya ciri khas mendongeng sambil menggambar.

Kegemarannya akan menggambar membawanya untuk menampilkan gambar di setiap

dongengnya. Hal ini juga merupakan salah satu variasi agar suasana dongeng menjadi lebih

beragam dan membuat anak lebih tertarik untuk mendengarkan dongeng. Ciri khas lain yang

dimiliki infoman adalah kekhasan kostum yang ia kenakan. Di balik beskap hitam, blangkon dan

kumis tebalnya, ia tampil menghibur penonton. Pak Raden yang bernama lengkap Raden Mas

Singomenggolo Jalmowono sendiri bukanlah tokoh berhati mulia, tetapi tidak sepenuhnya jahat.

Tokoh Pak Raden juga dikenal menyukai kesenian, pandai bernyanyi, dan senang dengan anak.

Karakter ini diciptakan pada episode kesepuluh dalam tayangan Si Unyil.

Penggunaan kostum dengan menggunakan tema tertentu, seperti pemakaian kostum

daerah dapat memperkenalkan anak akan nilai budaya suatu daerah. Anak akan perlahan-lahan

belajar mengenal kebudayaan. Dengan pemakaian kostum adat Jawa, secara tidak langsung

kostum yang dikenakan informan memperkenalkan kepada anak akan budaya adat Jawa.

Penanaman nilai-nilai budaya dapat kita lakukan dengan mentrasnformasikan nilai tersebut ke

dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh sebanyak mungkin masyarakat masa kini (buku,

animasi, teater, film, festival mendongeng, dan sebagainya).

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013

Page 16: ABTRAK - lib.ui.ac.id

16

Daftar Acuan

Aarne, Anti & Smith Thompson. (1961). The Types of Folktale. Helsinki: The Finnish Academy

of Classification and Bibliography. Science and Letters.

Area magazine. (2011, 12 Juli). Komunitas Ayo Dongeng Indonesia!. 18 April, 2013.

http://areamagz.com/article/read/2011/12/07/komunitas-ayo-dongeng-indonesia.

Bauer, Croline Feller. (1977.) Handbook for storyteller. Chicago : American Library

Association.

Bunanta, Murti. (2005). Buku, dongeng, dan minat membaca. Jakarta : Pustaka Tangga.

Bradley, Sandy, Barbara Lupei, Mary Ray. (2005). The power of storytelling. 03 Juni 2013.

http://www.sla.org/pdfs/sla2007/bradleystorytelling.pdf

Cundiff, Ruby Ethel & Barbara Webb. (1957). Story-telling for you : a handbook of help for

story-tellers everywhere. Ohio : Antioch.

Greene, Ellin. (1996). Storytelling : art and technique. London : Libraries Unlimited.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode penelitian ilmu sosial. Jakarta : Erlangga.

Koentjaraningrat. (1993). Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Ray, Sheila C. 1973. Children’s librarianship. London : Clive Bingley

Rubin, Richard E. (1998). Foundation of library and information science. New York : Neal-

Schuman Publisher, Inc.

Rusyana, Y. (1981). Cerita rakyat nusantara. Himpunan makalah tentang cerita rakyat. Bandung:

FKSS.

Suciati, Ilri Sri. (2007). Seputar apa dan bagaimana bercerita atau mendongeng yang baik

kepada anak-anak. 7 Juli, 2013. http://www.lurik.its.ac.id/latihan/Minat%20Baca.pdf.

Sulistyo-Basuki. (2005). Pengantar ilmu perpustakaan dan informasi. Jakarta: Gramedia.

Takwin, B. (2005, 10 September). Definisi dan tujuan mendongeng untuk anak. tulisan ini

dipresentasikan dalam workshop kajian dongeng yang diselenggarakan oleh BP2PSI

Fakultas Psikologi UI, Depok.

Talor, Arlene G. (1999). The organization of information. 2nd

ed. Englewood : Libraries

Unlimited

Tooze, Ruth. (1959). Storytelling. New Jersey : Prentice-Hall.

Wardhani, Eka. (2007). Perpustakaan sebagai tempat pembelajaran seumur hidup (“life long

learning”). Visi Pustaka vol. 9 no. 1 April 2007. 07 Juli, 2013.

http://www.pnri.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=16.

Analisis life..., Kurniawati Yuli Pratiwi, FIB UI, 2013