abstrak pengendalian alih fungsi lahan pertanian … filekondisi tata guna lahan di kawasan...

22
ABSTRAK PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KAWASAN PERKOTAAN MANGUPURA KABUPATEN BADUNG Kawasan Perkotaan Mangupura sebagai Ibukota Kabupaten Badung, saat ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Kondisi tata guna lahan di Kawasan Perkotaan Mangupura mengalami perubahan, salah satunya adalah semakin tingginya tingkat alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun. Lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura pada tahun 2006 sebelum ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Badung, sampai dengan tahun 2015, telah berkurang sebanyak 21,63 hektar, dimana lahan pertanian tersebut sebagian besar beralih fungsi menjadi kawasan permukiman dan perdagangan jasa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan alih fungsi lahan pertanian, faktor-faktor penyebab, dan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung. Penelitian ini dilakukan pada kawasan lahan pertanian yang terdapat di Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling atau sampel bertujuan. Data penelitian dikumpulkan dengan metode observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil analisa dan observasi, pola terjadinya kegiatan alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Perkotaan Mangupura, dapat dibedakan menjadi dua yaitu alih fungsi lahan pertanian yang disebabkan oleh masalah sosial dan adaptasi demografi, sedangkan jika dilihat dari segi karakteristik persebaran, alih fungsi lahan pertanian yang ditinjau dari pelaku kegiatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu karakteristik menyebar dan karakteristik meluas. Sesuai dengan hasil wawancara dan analisa mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian diklasifikasikan menjadi empat aspek, antara lain aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek regulasi. Dan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua aspek yaitu, aspek instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, dan aspek instansi pelaksana pengendalian pemanfaatan ruang. Selain itu, pengendalian pemanfaatan ruang terutama alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura, tidak boleh lepas dari nilai-nilai kearifan lokal dan budaya masyarakat Bali, salah satunya adalah konsep Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan, dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan manusia (Pawongan), dan manusia dengan lingkungan (Palemahan) yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Dengan menerapkan strategi pengendalian pemanfaatan ruang tersebut, diharapkan mampu untuk mengatasi dan mengendalikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian, sehingga tujuan pembangunan di Kabupaten Badung dapat berjalan dan sesuai dengan yang diharapkan. Kata kunci: alih fungsi, lahan pertanian, strategi pengendalian

Upload: phambao

Post on 14-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ABSTRAK

PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI

KAWASAN PERKOTAAN MANGUPURA KABUPATEN BADUNG

Kawasan Perkotaan Mangupura sebagai Ibukota Kabupaten Badung, saat

ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Kondisi tata guna lahan di

Kawasan Perkotaan Mangupura mengalami perubahan, salah satunya adalah

semakin tingginya tingkat alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun.

Lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura pada tahun 2006 sebelum

ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Badung, sampai dengan tahun 2015, telah

berkurang sebanyak 21,63 hektar, dimana lahan pertanian tersebut sebagian besar

beralih fungsi menjadi kawasan permukiman dan perdagangan jasa. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan alih fungsi lahan pertanian,

faktor-faktor penyebab, dan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian di

Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung. Penelitian ini dilakukan pada

kawasan lahan pertanian yang terdapat di Kawasan Perkotaan Mangupura,

Kabupaten Badung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode kualitatif, dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik

purposive sampling atau sampel bertujuan. Data penelitian dikumpulkan dengan

metode observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil analisa dan observasi, pola terjadinya kegiatan alih

fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Perkotaan Mangupura, dapat

dibedakan menjadi dua yaitu alih fungsi lahan pertanian yang disebabkan oleh

masalah sosial dan adaptasi demografi, sedangkan jika dilihat dari segi

karakteristik persebaran, alih fungsi lahan pertanian yang ditinjau dari pelaku

kegiatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu karakteristik menyebar dan

karakteristik meluas. Sesuai dengan hasil wawancara dan analisa mengenai

faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian diklasifikasikan

menjadi empat aspek, antara lain aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan,

dan aspek regulasi. Dan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian secara

umum dapat diklasifikasikan menjadi dua aspek yaitu, aspek instrumen

pengendalian pemanfaatan ruang, dan aspek instansi pelaksana pengendalian

pemanfaatan ruang. Selain itu, pengendalian pemanfaatan ruang terutama alih

fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura, tidak boleh lepas dari

nilai-nilai kearifan lokal dan budaya masyarakat Bali, salah satunya adalah

konsep Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup yang memuat tiga unsur yang

membangun keseimbangan, dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan

Tuhan (Parhyangan), manusia dengan manusia (Pawongan), dan manusia dengan

lingkungan (Palemahan) yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan

kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Dengan menerapkan strategi pengendalian

pemanfaatan ruang tersebut, diharapkan mampu untuk mengatasi dan

mengendalikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian, sehingga tujuan pembangunan di Kabupaten Badung dapat berjalan dan sesuai dengan yang

diharapkan.

Kata kunci: alih fungsi, lahan pertanian, strategi pengendalian

ABSTRACT

CONTROL OVER FUNCTION OF AGRICLTURAL LAND

IN THE URBAN DISTRICT MANGUPURA

OF BADUNG REGENCY

The area of Mangupura as the capital of Badung regency has developed

significantly nowadays. The system of land usage in city area also changes, one of

the changes is the use of land for building becomes higher and higher. Land used

for agriculture has decreased significantly about 21,63 hectare recently, most of

those lands are used for housing and trading. This research aims at describing the

development of the land usage change, the cause and also the strategy how to

control the land usage change in Mangupura area. This research is done in

agriculture lands, which is located in the urban area of Mangupura. The method

used in this research is qualitative method in which the sample is taken by using

purposive sampling technique. The data of this research is collected by using

observation, interview, and documentation.

Based on the analysis and observation, the pattern for the activities of

conversion of agricultural land that occurs in Urban Area Mangupura, can be

divided into two: the conversion of agricultural land caused by social problems

and adaptation to demographic, whereas if viewed in terms of the characteristics

of the distribution, conversion of agricultural land the terms of the perpetrator of

activities can be divided into two characteristic diffuse and widespread

characteristics. In accordance with the interview result, the cause of the land

usage change can be classified into four aspects, such as social aspect, economy

aspect, environment aspect and regulation aspect. Besides the strategy of land

usage change control in agriculture in general can be classified into two aspects,

areal usage control instrument, and the person who manage the areal usage

control. In addition, control of space utilization, especially over the function of

agricultural land in the Urban Area Mangupura, should not be separated from the

values of local wisdom and culture of Bali, one of which is the concept of Tri Hita

Karana is a philosophy of life that includes three elements that build balance, and

harmony the relationship between man and God (Parhyangan), man to man

(Pawongan), and the human environment (Palemahan), which became the source

of prosperity, peace and happiness to human life. By applying the strategy of

areal usage control, it is expected that it can control the land usage change so the

aim of the city development in Badung regency can be achieved successfully.

Keywords: land usage change, agriculture land, strategy of control land usage

change.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN ........................................................................ i

HALAMAN SAMPUL DALAM ...................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIBING/PROMOTOR ............................ iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................. iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…………………………….....

UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………....

ABSTRAK……………………………………………………………………

ABSTRACT………………………………………………………………......

RINGKASAN………………………………………………………………...

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix

DAFTAR DIAGRAM ....................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……….……………………………………..…….

1.2 Rumusan Masalah…………………………………..……..…........

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………….…………

1.4 Manfaat Penelitian………………………………..………….........

1.4.1 Manfaat Akademik………………………………………...

1.4.2 Manfaat Praktis……………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN

MODEL PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka……………………………………….………….

2.2 Kerangka Berpikir ………………………………………………...

2.3 Konsep Penelitian ………………...……........................................

2.3.1 Lahan Pertanian ……………………………………………..

2.3.2 Alih Fungsi Lahan Pertanian………..……………………….

2.3.3 Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian………...

2.4 Landasan Teori………………………………………..…………...

i

ii

iii

iv

vi

vii

ix

x

xi

xiii

xiv

xx

xxi

xxii

1

7

7

8

8

8

9

13

15

15

17

17

19

2.4.1 Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)…..

2.4.2 Nilai Ekonomi Lahan ………...………………………..……

2.4.3 Keterkaitan Lokasi dengan Pemanfaatan Lahan…..………...

2.4.4 Perubahan Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan……………

2.4.5 Pertumbuhan Penduduk dan Pemanfaatan Lahan …………..

2.4.6 Kekuatan-Kekuatan Dinamis dalam Tata Guna Lahan…...

2.4.7 Konsep Tri Hita Karana dalam Subak di Bali……………….

2.4.8 Fenomena dalam Alih Fungsi Lahan Pertanian...…………...

2.4.8.1 Sistem Pembagian Waris Terhadap Lahan Pertanian…

2.4.8.2 Minat Generasi Muda dalam Sektor Pertanian………..

2.4.8.3 Lahan Pertanian sebagai Alat Investasi………………..

2.4.8.4 Keterdesakan Ekonomi Petani………………………...

2.4.9 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian……………………………………………………..

2.4.10 Pengendalian Pemanfaatan Ruang………………………...

2.4.11 Penegakan Hukum Terkait Tata Ruang…………………...

2.4.12 Sosialisasi Peraturan Tata Ruang……………………….....

2.4.13 Koordinasi Pemerintah dalam Penataan Ruang…………...

2.5 Model Penelitian……………………………………..……………

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian…………………………………..…………

3.2 Lokasi Penelitian…………………………..………………………

3.3 Jenis dan Sumber Data…………………..………………………...

3.3.1 Jenis Data…………………………………………………....

19

24

26

29

33

35

38

44

45

47

49

51

52

54

62

64

66

68

70

71

73

73

3.3.2 Sumber Data…………………………………………………

3.4 Instrumen Penelitian……………………………………..………..

3.5 Teknik Pengumpulan Data…………….……..……………………

3.5.1 Observasi…………………………………………………….

3.5.2 Wawancara…………………………………………………..

3.5.3 Dokumentasi………………………………………………...

3.6 Teknik Analisis Data……………………………..………………..

3.6.1 Reduksi Data..............………………………….……………

3.6.2 Penyajian Data........................................................................

3.6.3 Kesimpulan……………………..………………….………..

3.7 Penyajian Hasil Analisis…………….……………………………

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Mangupura……………….

4.1.1 Letak Geografis Kawasan Perkotaan Mangupura…………...

4.1.2 Sejarah Singkat Terbentuknya Kota Mangupura……………

4.1.3 Tata Guna Lahan Kawasan Perkotaan Mangupura………….

4.1.4 Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kawasan Perkotaan

Mangupura…………………………………………………..

4.1.5 Perubahan Jenis Mata Pencaharian Penduduk di Kawasan

Perkotaan Mangupura……………………………………….

4.2 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kawasan

Perkotaan Mangupura…………………………………………...

4.2.1 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa

Mengwi……………………………………………………..

4.2.2 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa

Gulingan……………………………………………………

76

78

82

83

83

84

85

85

86

86

87

88

88

90

92

94

96

97

99

101

4.2.3 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa

Mengwitani…………………………………………………

4.2.4 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa

Kekeran……………………………………………………..

4.2.5 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan

Kapal………………………………………………………..

4.2.6 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan

Lukluk………………………………………………………

4.2.7 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan

Sading………………………………………………………

4.2.8 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan

Sempidi……………………………………………………..

4.2.9 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan

Abianbase…………………………………………………..

4.3 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di

Kawasan Perkotaan Mangupura…………………………………...

4.3.1 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Desa Mengwi………………………………….

4.3.2 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Desa Gulingan………………………………...

4.3.3 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Desa Mengwitani……………………………...

4.3.4 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Desa Kekeran…………………………………

4.3.5 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Kelurahan Kapal………………………………

4.3.6 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Kelurahan Lukluk……………………………..

4.3.7 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Kelurahan Sading……………………………..

4.3.8 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Kelurahan Sempidi……………………………

102

103

104

105

106

107

108

109

109

111

114

116

118

120

122

124

4.3.9 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Kelurahan Abianbase…………………………

4.4 Data dan Informasi Hasil Wawancara……………………………..

4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian

di Kawasan Perkotaan Mangupura……………………………......

4.5.1 Aspek Sosial..………………………………………………..

4.5.1.1 Faktor Pertumbuhan Penduduk……………………....

4.5.1.2 Faktor Sosial Budaya…………………………………

4.5.1.3 Faktor Kecilnya Minat Bertani……………………….

4.5.2 Aspek Ekonomi……………………………………………...

4.5.2.1 Faktor Nilai Investasi Lahan………………………….

4.5.2.2 Faktor Keterdesakan Ekonomi Petani………………..

4.5.3 Aspek Lingkungan…………………………………………..

4.5.3.1 Faktor Kondisi Lahan Pertanian……………………...

4.5.3.2 Faktor Lokasi…………………………………………

4.5.3.3 Faktor Ketersediaan Sarana Prasarana……………….

4.5.4 Aspek Regulasi dan Peraturan……………………………...

4.5.4.1 Faktor Penegakan Hukum……………………………

4.5.4.2 Faktor Koordinasi Antar Instansi Pemerintah………..

4.5.4.3 Faktor Sosialisasi Peraturan Tata Ruang……………..

4.6 Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kawasan

Perkotaan Mangupura…………………………………………….

4.6.1 Aspek Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang………

4.6.1.1 Penetapan Peraturan Tata Ruang……………………..

4.6.1.2 Pemberian Insentif dan Disinsentif…………………...

4.6.1.3 Perizinan Lokasi……………………………………...

126

133

142

142

142

147

150

152

153

155

159

160

163

168

171

171

177

179

182

183

183

187

192

4.6.1.4 Pemberian Sanksi terhadap Pelanggaran Pemanfaatan

Ruang…………………………………………………

4.6.1.5 Kajian terhadap Program Pembangunan dan

Peraturan Tata Ruang………………………………...

4.6.1.6 Sosialisasi Peraturan Tata Ruang…………………….

4.6.2 Aspek Instansi Pelaksana Pengendalian Pemanfaatan

Ruang………………………………………………….......

4.6.2.1 Ketegasan Aparat Penegak Hukum…………………..

4.6.2.2 Koordinasi Antar Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD)……………………………………………...

4.6.2.3 Kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten Badung

dengan Masyarakat…………………………………...

4.7 Konsep Tri Hita Karana sebagai Pengendalian Alih Fungsi Lahan

Pertanian ………….…………………………………………….

4.7.1 Konsep Parhyangan……………………………………………

4.7.2 Konsep Pawongan……………………………………………..

4.7.3 Konsep Palemahan……………………………………………..

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan………………………………………………………......

5.2 Saran………………………………………………………………

Daftar Pustaka ………………………………………………………………

Lampiran Hasil Wawancara………………………………………………....

195

202

205

208

208

211

214

220

223

225

228

231

244

247

254

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kedudukan Penelitian yang akan dilakukan dengan Penelitian

Sebelumnya……….……………………………………..……....

Tabel 3.1 Jenis Data, Sumber Data dan Instrumen Penelitian……………..

Tabel 3.2 Penyajian Hasil Analisis………………………….……………...

Tabel4.1 Luas Kawasan Perkotaan Mangupura Berdasarkan

Desa/Kelurahan………………………………………………….

Tabel 4.2 Pertumbuhan Penduduk di Kawasan Perkotaan Mangupura……..

Tabel 4.3 Perubahan Mata Pencaharian Penduduk di Kawasan Perkotaan

Mangupura………………………………………………………...

Tabel 4.4 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kawasan

Perkotaan Mangupura……………………………………………..

Tabel 4.5 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian

di Kawasan Perkotaan Mangupura………………………………..

Tabel 4.6 Hasil Wawancara Mengenai Faktor-Faktor Penyebab Alih Fungsi

Lahan Pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura……………...

Tabel 4.7 Hasil Wawancara Mengenai Strategi Pengendalian Alih Fungsi

Lahan Pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura……………...

12

80

87

90

95

97

98

129

138

140

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 2.1 Kerangka Berpikir……….…………………………………...

Diagram 2.2 Diagram Pembangunan Berkelanjutan………....……………..

Diagram 2.3 Hubungan antara Land Rent dengan Kapasitas Penggunaan

Lahan……………………………….……………...................

Diagram 2.4 Penentuan Location Rent Function Menurut Von Thunen…...

Diagram 2.5 Lingkup Kegiatan Pengendalian Pemanfaatan Ruang………..

Diagram 2.6 Model Penelitian………………………………………………

14

20

25

28

55

69

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Peta Lokasi Kawasan Perkotaan Mangupura…………………

Gambar 4.1 Peta Wilayah Adminsitrasi Kawasan Perkotaan Mangupura…..

Gambar 4.2 Peta Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Mangupura…….

Gambar 4.3 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa

Mengwi………………………………………………………….

Gambar 4.4 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa

Gulingan…………………………………………………………

Gambar 4.5 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa

Mengwitani……………………………………………………...

Gambar 4.6 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa

Kekeran………………………………………………………….

Gambar 4.7 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan

Kapal…………………………………………………………….

Gambar 4.8 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan

Lukluk…………………………………………………………...

Gambar 4.9 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan

Sading……………………………………………………………

Gambar 4.10 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di

Kelurahan Sempidi………………………………………………

Gambar 4.11 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di

Kelurahan Abianbase……………………………………………

Gambar 4.12 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Danau Batur Desa Mengwi……………………………………...

Gambar 4.13 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Soka Desa Gulingan……………………………………………..

Gambar 4.14 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Bukit Tinggi Desa Mengwitani………………………………….

72

89

94

100

101

102

103

104

105

106

107

108

110

112

115

Gambar 4.15 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Setra Desa Kekeran……………………………………………..

Gambar 4.16 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Widuri Kelurahan Kapal………………………………………...

Gambar 4.17 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Raya Anggungan Kelurahan Lukluk…………………………….

Gambar 4.18 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Kereban Langit Kelurahan Sading………………………………

Gambar 4.19 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Ilalang Kelurahan Sempidi………………………………………

Gambar 4.20 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan

Cica Kelurahan Abianbase………………………………………

Gambar 4.21 Peta Tingkat Kepadatan Alih Fungsi Lahan Pertanian

dikaitkan dengan Lokasi………………………………………...

117

119

121

123

125

127

167

GLOSSARIUM

DAFTAR ISTILAH

Awig-awig : suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam

masyarakat untuk mewujudkan tata kehidupan yang selaras, serasi

dan harmonis di masyarakat.

Desa adat : kesatuan masyarakat adat di Bali yang telah terbentuk secara

tradisional berdasarkan pola, kaidah dan tata pergaulan yang

diwariskan secara turun temurun.

Desa Pekraman : kesatuan masyarakat adat di Bali yang mempunyai satu kesatuan

tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu

secara turun temurun dalam ikatan Khayangan Tiga atau

Khayangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta

kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Karang ayahan desa : tanah yang dikuasai oleh desa yang penggarapannya diserahkan

kepada masing-masing krama desa dengan hak untuk menikmati

dengan kewajiban memberikan ayahan berupa tenaga maupun

materi kepada desa pekraman.

Perarem : hasil keputusan rapat (paruman) desa mengenai masalah-masalah

yang berkembang di desa pekraman.

Pekaseh : petugas yang mengatur sistem irigasi, mengatur pembagian air dan

perbaikan saluran air.

Prajuru : pengurus yang biasanya melayani masyarakat.

Krama Subak : para petani yang memiliki garapan sawah, dan mendapatkan bagian

air pada sawahnya.

Subak : suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio

agraris dan religius, yang merupakan perkumpulan petani yang

mengelola air irigasi di lahan sawah.

Tri Hita Karana : Falsafah Hindu di Bali yang berarti tiga hal yang menimbulkan

kebaikan dan keharmonisan hidup. Terdiri dari Parhyangan

(hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan antar

sesama manusia), dan Palemahan (hubungan manusia dengan

lingkungan).

DAFTAR SINGKATAN

BKPRD : Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah

BPS : Badan Pusat Statistik

BPUHB : Badan Perjuangan Umat Hindu Bali

CBD : Central Business District

GSB : Garis Sempadan Bangunan

IKK : Ibu Kota Kabupaten

KDB : Koefisien Dasar Bangunan

KLB : Koefisien Lantai Bangunan

KJH : Kawasan Jalur Hijau

LP2B : Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

PZ : Peraturan Zonasi

RDTR : Rencana Detail Tata Ruang

RTH : Ruang Terbuka Hijau

RTRK : Rencana Teknik Ruang Kawasan

RTRW : Rencana Tata Ruang Rencana Wilayah

SDM : Sumber Daya Manusia

SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah

SOP : Standart Operating Procedure

TPM : Tim Penyelenggara Musrenbang

BAB I

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian latar belakang akan

menjelaskan secara singkat mengenai dasar pemahaman permasalahan yang

terjadi. Berawal dari latar belakang permasalahan, kemudian ditarik beberapa

rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian yang menjadi dasar dalam

penelitian yang dilaksanakan.

1.1 Latar Belakang

Perkembangan yang terjadi di suatu kawasan perkotaan, akan berdampak

pada tata guna lahan pada kawasan perkotaan tersebut. Perkembangan kawasan

perkotaan baik secara langsung maupun tidak langsung akan membutuhkan lahan

yang lebih luas, tetapi ketersediaan lahan tidak berubah yang menyebabkan

terjadinya permasalahan dalam pemanfaatan lahan di kawasan perkotaan

(Puspasari, 2012: 2). Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan pemusatan

kegiatan ekonomi pada kawasan perkotaan, akan sangat berpengaruh terhadap

kebutuhan lahan. Tata guna lahan di kawasan perkotaan dimanfaatkan untuk

memfasilitasi berbagai kegiatan penduduk, seperti kegiatan permukiman, kegiatan

pariwisata, kegiatan perdagangan dan jasa, serta kegiatan industri. Keterbatasan

dari ketersediaan lahan, akan berdampak pada pemanfaatan lahan di luar rencana

tata ruang yang telah ditetapkan, salah satunya adalah terjadinya alih fungsi

terhadap lahan pertanian.

Lahan pertanian merupakan salah satu lahan yang sangat rentan

mengalami perubahan pemanfaatan atau alih fungsi lahan menjadi jenis kegiatan

di luar kegiatan pertanian. Hal ini antara lain disebabkan oleh lahan pertanian

sebagian besar berlokasi dekat dengan kawasan perkotaan, memiliki topografi

yang relatif datar, dan memiliki akses jalan yang lebar di sekitarnya, selain itu

juga ketersediaan sarana dan prasarana yang semakin merata dan menjangkau

setiap kawasan perkotaan (Winoto, 2005: 8). Berbagai potensi yang dimiliki oleh

lahan pertanian tersebut, secara tidak langsung mendorong terjadinya alih fungsi

lahan, yang berdampak pada lahan pertanian semakin terhimpit, dan luasannya

semakin berkurang dari waktu ke waktu terutama di kawasan perkotaan.

Kustiawan (1997: 49) mengemukakan bahwa alih fungsi lahan pertanian

secara umum merupakan dampak dari proses transformasi struktur ekonomi dan

demografis, yang menuntut adanya transformasi alokasi sumberdaya lahan dari

pertanian ke non pertanian. Alih fungsi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai

konsekuensi dari perkembangan suatu wilayah, dan pada umumnya terjadi di

wilayah perkotaan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan terhadap lahan.

Intensitas pembangunan di kawasan perkotaan di berbagai bidang akan

berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan lahan. Semakin tingginya laju

perkembangan kawasan perkotaan dan laju pertumbuhan penduduk, maka

semakin besar pula potensi terjadinya alih fungsi lahan pertanian pada suatu

kawasan perkotaan. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian senantiasa

berkaitan erat dengan ekspansi atau perluasan kawasan perkotaan (Catur, 2010:

39). Alih fungsi lahan pertanian disebabkan oleh beberapa faktor, yang secara

garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin

bertambah, dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Intensitas alih fungsi lahan pertanian masih sulit dikendalikan, dan sebagian besar

lahan pertanian yang mengalami alih fungsi tersebut merupakan lahan yang

produktivitasnya tinggi tetapi berada pada kawasan perkotaan (Bappenas,

2006:4).

Setiap daerah di Indonesia saat ini telah mengalami alih fungsi lahan

pertanian termasuk Provinsi Bali. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun

2011 total lahan pertanian di Provinsi Bali tercatat seluas 81.931 hektar, pada

tahun 2013 luas total lahan pertanian tercatat 81.625 hektar, dan pada tahun 2015

luas total lahan pertanian menjadi 81.116 hektar (Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Provinsi Bali, 2016: 27). Ini berarti dalam kurun waktu lima tahun, di

seluruh wilayah Provinsi Bali telah terjadi alih fungsi lahan pertanian sebesar 815

hektar, atau rata-rata sekitar 163 hektar pertahun. Fenomena alih fungsi lahan

pertanian paling cepat berturut-turut terjadi di Kabupaten Tabanan, Gianyar,

Badung, Buleleng, Karangasem, Jembrana, Klungkung, Bangli dan Kota

Denpasar.

Kabupaten Badung menjadi salah satu kabupaten yang mengalami alih

fungsi lahan pertanian tertinggi di Provinsi Bali. Hal ini tidak terlepas dari

pengaruh perkembangan kawasan perkotaan, kegiatan pada sektor pariwisata, dan

laju pertumbuhan penduduk yang semakin nmeningkat. Berkurangnya lahan

pertanian akibat terjadinya alih fungsi lahan dari tahun ke tahun sangat

mengkhawatirkan. Berdasarkan data, luas areal pertanian di Kabupaten Badung

yang mencapai 10.243 hektar pada tahun 2010, mengalami pengurangan sebanyak

42 hektar atau sekitar 0,41% pada tahun 2011 menjadi 10.201 hektar. Pada tahun

2012 luas lahan pertanian tersebut berkurang sebanyak 51 hektar atau sekitar

0,50% menjadi 10.150 hektar, dan selanjutnya pada tahun 2013 luas lahan

pertanian kembali mengalami pengurangan luas sebanyak 51 hektar atau sekitar

0,50% menjadi 10.099 hektar. Pada tahun 2014 luas lahan pertanian tersebut

mengalami pengurangan sebesar 160 hektar atau sekitar 1,58% menjadi 9.939

hektar, dan pada tahun 2015 luas lahan pertanian di Kabupaten Badung kembali

berkurang sebanyak 40 hektar atau sekitar 0,40% menjadi 9.899 hektar. Sehingga

dalam kurun waktu lima tahun penyusutan luas lahan pertanian di Kabupaten

Badung mencapai 344 hektar atau rata-rata kurang lebih 68,8 hektar tiap tahunnya

(Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, 2016).

Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu penyebab kebutuhan

pemanfaatan lahan di kawasan perkotaan. Semakin tinggi laju pertumbuhan

penduduk akan mengakibatkan semakin banyaknya pemanfaatan lahan di

kawasan perkotaan. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Badung tercatat pada

tahun 2013 jumlah penduduk sebanyak 393.010 jiwa dengan laju pertumbuhan

penduduk mencapai 1,27%, tahun 2014 jumlah penduduk sebanyak 399.861

dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,64%, dan pada tahun 2015

sebanyak 420.075 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 5,31%

(BPS Kabupaten Badung, 2016). Dilihat dari laju pertumbuhan penduduk

persentase tersebut, pertumbuhan penduduk di Kabupaten Badung tergolong

tinggi. Jika dibandingkan dengan keterbatasan peruntukan kawasan yang telah

ditetapkan dalam peraturan tata ruang, tentu saja akan menimbulkan

kecenderungan terjadinya alih fungsi lahan pertanian, terutama pada lahan

pertanian yang berada di kawasan perkotaan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun

2009, tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Badung dari Wilayah Kota

Denpasar ke Wilayah Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Provinsi Bali,

maka secara resmi Kabupaten Badung memiliki Ibukota Kabupaten yaitu Kota

Mangupura pada tanggal 16 Nopember 2009. Penetapan Kota Mangupura

menjadi Ibukota Kabupaten Badung sangat berpengaruh pada perkembangan

kawasan perkotaan, baik terhadap sarana prasarana fisik kota, kependudukan,

lingkungan, sosial dan ekonomi. Penatagunaan lahan di Kawasan Perkotaan

Mangupura menjadi salah satu faktor yang menjadi perhatian dalam mewujudkan

visi dan misi pembangunan Kabupaten Badung, yaitu pembangunan wilayah

dengan berlandaskan pada prinsip Tri Hita Karana, yang merupakan tiga pilar

yang menjadi pedoman pembangunan dalam menjaga kesejahteraan,

keseimbangan dan keharmonisan.

Perkembangan yang terjadi pada suatu kota merupakan perubahan yang

dialami oleh kawasan perkotaan, termasuk pada aspek-aspek kehidupan kota.

Perubahan ini termasuk ketersediaan lahan yang luas menjadi terbatas, dan

penggunaan ruang yang sedikit menjadi lebih luas (Widyaningsih, 2001: 36). Hal

ini juga dapat dilihat pada Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung

saat ini, seperti misalnya kebutuhan terhadap ruang dan lahan untuk menampung

aktifitas penduduk, dan pembangunan sarana prasarana perkotaan yang semakin

tinggi, sedangkan ketersediaan lahan yang tetap dan terbatas. Berbagai

permasalahan akan dapat timbul, apabila pemanfaatan lahan tidak sesuai dengan

peraturan tata ruang yang berlaku. Kebijakan dan peraturan yang berkaitan

dengan pengendalian alih fungsi lahan pertanian telah banyak ditetapkan oleh

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, baik berupa undang-undang,

peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan surat keputusan atau kebijakan

pemerintah daerah. Akan tetapi, sampai dengan saat ini, implementasinya belum

berhasil diwujudkan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya

dukungan data, dan minimnya sikap proaktif dari pemerintah daerah, maupun

masyarakat di dalam kegiatan pengendalian terhadap terjadinya alih fungsi lahan

pertanian tersebut (Harsono, 2008: 213).

Salah satu langkah dalam kegiatan pengendalian alih fungsi lahan

pertanian adalah pelaksanaan peraturan daerah yang terkait dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW). RTRW merupakan pedoman dalam penyusunan

rencana pembangunan jangka panjang, dan menengah yang bertujuan untuk

mewujudkan keterpaduan dan keseimbangan antar sektor. Selain itu di dalam

RTRW tersebut berisikan penetapan lokasi, dan fungsi ruang, serta menjadi dasar

penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan (UU

Nomor 26 Tahun 2007: 23-25). Sebagai dasar dalam penataan ruang wilayah,

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung telah menetapkan Peraturan Daerah

Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten

Badung tertanggal 30 Desember 2013. RTRW Kabupaten Badung merupakan

rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten yang berisi tujuan,

kebijakan, strategi penataan ruang, struktur tata ruang, rencana pola ruang, arahan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah di

Kabupaten Badung.

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam usaha mengendalikan

pemanfaatan ruang, secara intensif dan berkala melakukan pendataan terhadap

implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung di

lapangan. Hasil analisa yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung

untuk mendata tingkat ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan dengan

peraturan tata ruang yang berlaku, diperoleh data yaitu pada tahun 2010

ketidaksesuaian dan penyimpangan tata guna lahan tercatat sebanyak 3,12 hektar.

Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan tersebut terus bertambah, yaitu pada tahun

2011 menjadi sebanyak 5,71 hektar, pada tahun 2012 sebanyak 6,85 hektar, pada

tahun 2013 sebanyak 7,34 hektar, dan pada tahun 2014 sebanyak 9,23 hektar.

Selama lima tahun sejak ditetapkan menjadi Ibukota Kabupaten Badung, alih

fungsi lahan di Kawasan Perkotaan Mangupura telah mencapai 0,26% dari luas

total wilayah Kawasan Perkotaan Mangupura yaitu 3.587 hektar, atau dengan

rata-rata sebesar 6,45 hektar tiap tahunnya, dan sebagian besar penyimpangan

pemanfaatan ruang terjadi pada lahan pertanian berupa lahan persawahan. Data

tersebut menjabarkan lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura sebagian

besar mengalami alih fungsi lahan menjadi kawasan dengan peruntukan

permukiman, perdagangan dan jasa, serta industri. Alih fungsi lahan pertanian di

Kawasan Perkotaan Mangupura tertinggi terjadi di Kelurahan Sempidi, Kelurahan

Sading, dan Kelurahan Abianbase, dengan penyimpangan tertinggi terjadi pada

perubahan fungsi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman dan kegiatan

perdagangan jasa (Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung, 2015: 129).

Pemanfaatan ruang yang terjadi pada Kawasan Perkotaan Mangupura saat

ini, seakan tidak lagi memperhatikan peraturan tata ruang yang telah ditetapkan

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung. Hal ini dapat dilihat dari semakin

banyaknya bermunculan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan

penataan ruang yang telah ditetapkan, sehingga menimbulkan kesemrawutan

dalam tata guna lahan. Seperti misalnya terdapat kawasan permukiman dan

perdagangan jasa maupun industri, pada lokasi yang telah ditetapkan dalam

RTRW Kabupaten Badung sebagai kawasan pertanian, maupun perkebunan dan

holtikultura. Apabila dilihat dari kondisi saat ini di lapangan, terjadinya alih

fungsi lahan pertanian sebagian besar terjadi pada lahan pertanian produktif, yang

memiliki akses jalan relatif lebar, serta dilalui jaringan utilitas perkotaan seperti

jaringan listrik, telepon dan air bersih.

Alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura menjadi

perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Badung, karena mengindikasikan

ketidakefektifan, dan inefisiensi program pemerintah daerah khususnya dalam

penataan ruang. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Perkotaan

Mangupura jika tidak diantisipasi, dikhawatirkan akan mempengaruhi aspek

lingkungan, sosial, dan ekonomi di wilayah Kabupaten Badung. Seperti misalnya

semakin berkurangnya lahan pertanian, akan berakibat pada eksistensi subak

sebagai salah satu kekayaan warisan budaya di Bali, semakin berkurangnya mata

pencaharian petani, berpengaruh terhadap swasembada pangan, berkurangnya

luasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Kawasan Jalur Hijau

(KJH), serta pembangunan di Kawasan Perkotaan Mangupura khususnya dan

Kabupaten Badung umumnya yang tidak sesuai dengan peraturan penataan ruang

yang berlaku. Adanya permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan suatu

penelitian untuk mengetahui alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan

Mangupura, Kabupaten Badung. Dalam hal ini dimaksudkan untuk mengkaji dan

menganalisa lebih jauh tentang pola dan karakteristik persebaran alih fungsi lahan

pertanian, faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian, dan

strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan

Mangupura Kabupaten Badung.

1.2 Rumusan Masalah

Beranjak dari latar belakang yang dijabarkan di atas, maka rumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pola dan karakteristik persebaran alih fungsi lahan

pertanian yang telah terjadi di Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten

Badung?

2. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian di

Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung?

3. Bagaimanakah strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian untuk

Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Menganalisis pola dan karakteristik persebaran alih fungsi lahan pertanian

yang terjadi di Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung.

2. Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian

di Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung.

3. Menganalisis strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian untuk

Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah

pengetahuan, serta memperkaya referensi pustaka di bidang pengembangan

wilayah dan penataan ruang kawasan perkotaan. Salah satunya dapat dijadikan

acuan dalam penerapan berbagai peraturan daerah, yang bertujuan untuk

mewujudkan penataan ruang yang berkelanjutan, terutama mengenai pemanfaatan

ruang dan alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura,

Kabupaten Badung. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian

untuk menganalisa dan pengendalian terhadap alih fungsi lahan pertanian di

Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung yang telah terjadi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam

pembuatan kebijakan dalam perencanaan, pengawasan dan pengendalian

pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung,

sehingga dapat mewujudkan penataan ruang kota yang aman, nyaman, produktif,

dan berkelanjutan serta mampu mendukung program pembangunan yang menjadi

tujuan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.