abstrak pengendalian alih fungsi lahan pertanian … filekondisi tata guna lahan di kawasan...
TRANSCRIPT
ABSTRAK
PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI
KAWASAN PERKOTAAN MANGUPURA KABUPATEN BADUNG
Kawasan Perkotaan Mangupura sebagai Ibukota Kabupaten Badung, saat
ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Kondisi tata guna lahan di
Kawasan Perkotaan Mangupura mengalami perubahan, salah satunya adalah
semakin tingginya tingkat alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun.
Lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura pada tahun 2006 sebelum
ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Badung, sampai dengan tahun 2015, telah
berkurang sebanyak 21,63 hektar, dimana lahan pertanian tersebut sebagian besar
beralih fungsi menjadi kawasan permukiman dan perdagangan jasa. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan alih fungsi lahan pertanian,
faktor-faktor penyebab, dan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian di
Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung. Penelitian ini dilakukan pada
kawasan lahan pertanian yang terdapat di Kawasan Perkotaan Mangupura,
Kabupaten Badung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif, dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik
purposive sampling atau sampel bertujuan. Data penelitian dikumpulkan dengan
metode observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil analisa dan observasi, pola terjadinya kegiatan alih
fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Perkotaan Mangupura, dapat
dibedakan menjadi dua yaitu alih fungsi lahan pertanian yang disebabkan oleh
masalah sosial dan adaptasi demografi, sedangkan jika dilihat dari segi
karakteristik persebaran, alih fungsi lahan pertanian yang ditinjau dari pelaku
kegiatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu karakteristik menyebar dan
karakteristik meluas. Sesuai dengan hasil wawancara dan analisa mengenai
faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian diklasifikasikan
menjadi empat aspek, antara lain aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan,
dan aspek regulasi. Dan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian secara
umum dapat diklasifikasikan menjadi dua aspek yaitu, aspek instrumen
pengendalian pemanfaatan ruang, dan aspek instansi pelaksana pengendalian
pemanfaatan ruang. Selain itu, pengendalian pemanfaatan ruang terutama alih
fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura, tidak boleh lepas dari
nilai-nilai kearifan lokal dan budaya masyarakat Bali, salah satunya adalah
konsep Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup yang memuat tiga unsur yang
membangun keseimbangan, dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan
Tuhan (Parhyangan), manusia dengan manusia (Pawongan), dan manusia dengan
lingkungan (Palemahan) yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian, dan
kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Dengan menerapkan strategi pengendalian
pemanfaatan ruang tersebut, diharapkan mampu untuk mengatasi dan
mengendalikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian, sehingga tujuan pembangunan di Kabupaten Badung dapat berjalan dan sesuai dengan yang
diharapkan.
Kata kunci: alih fungsi, lahan pertanian, strategi pengendalian
ABSTRACT
CONTROL OVER FUNCTION OF AGRICLTURAL LAND
IN THE URBAN DISTRICT MANGUPURA
OF BADUNG REGENCY
The area of Mangupura as the capital of Badung regency has developed
significantly nowadays. The system of land usage in city area also changes, one of
the changes is the use of land for building becomes higher and higher. Land used
for agriculture has decreased significantly about 21,63 hectare recently, most of
those lands are used for housing and trading. This research aims at describing the
development of the land usage change, the cause and also the strategy how to
control the land usage change in Mangupura area. This research is done in
agriculture lands, which is located in the urban area of Mangupura. The method
used in this research is qualitative method in which the sample is taken by using
purposive sampling technique. The data of this research is collected by using
observation, interview, and documentation.
Based on the analysis and observation, the pattern for the activities of
conversion of agricultural land that occurs in Urban Area Mangupura, can be
divided into two: the conversion of agricultural land caused by social problems
and adaptation to demographic, whereas if viewed in terms of the characteristics
of the distribution, conversion of agricultural land the terms of the perpetrator of
activities can be divided into two characteristic diffuse and widespread
characteristics. In accordance with the interview result, the cause of the land
usage change can be classified into four aspects, such as social aspect, economy
aspect, environment aspect and regulation aspect. Besides the strategy of land
usage change control in agriculture in general can be classified into two aspects,
areal usage control instrument, and the person who manage the areal usage
control. In addition, control of space utilization, especially over the function of
agricultural land in the Urban Area Mangupura, should not be separated from the
values of local wisdom and culture of Bali, one of which is the concept of Tri Hita
Karana is a philosophy of life that includes three elements that build balance, and
harmony the relationship between man and God (Parhyangan), man to man
(Pawongan), and the human environment (Palemahan), which became the source
of prosperity, peace and happiness to human life. By applying the strategy of
areal usage control, it is expected that it can control the land usage change so the
aim of the city development in Badung regency can be achieved successfully.
Keywords: land usage change, agriculture land, strategy of control land usage
change.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN ........................................................................ i
HALAMAN SAMPUL DALAM ...................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIBING/PROMOTOR ............................ iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…………………………….....
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………....
ABSTRAK……………………………………………………………………
ABSTRACT………………………………………………………………......
RINGKASAN………………………………………………………………...
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR DIAGRAM ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……….……………………………………..…….
1.2 Rumusan Masalah…………………………………..……..…........
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………….…………
1.4 Manfaat Penelitian………………………………..………….........
1.4.1 Manfaat Akademik………………………………………...
1.4.2 Manfaat Praktis……………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka……………………………………….………….
2.2 Kerangka Berpikir ………………………………………………...
2.3 Konsep Penelitian ………………...……........................................
2.3.1 Lahan Pertanian ……………………………………………..
2.3.2 Alih Fungsi Lahan Pertanian………..……………………….
2.3.3 Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian………...
2.4 Landasan Teori………………………………………..…………...
i
ii
iii
iv
vi
vii
ix
x
xi
xiii
xiv
xx
xxi
xxii
1
7
7
8
8
8
9
13
15
15
17
17
19
2.4.1 Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)…..
2.4.2 Nilai Ekonomi Lahan ………...………………………..……
2.4.3 Keterkaitan Lokasi dengan Pemanfaatan Lahan…..………...
2.4.4 Perubahan Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan……………
2.4.5 Pertumbuhan Penduduk dan Pemanfaatan Lahan …………..
2.4.6 Kekuatan-Kekuatan Dinamis dalam Tata Guna Lahan…...
2.4.7 Konsep Tri Hita Karana dalam Subak di Bali……………….
2.4.8 Fenomena dalam Alih Fungsi Lahan Pertanian...…………...
2.4.8.1 Sistem Pembagian Waris Terhadap Lahan Pertanian…
2.4.8.2 Minat Generasi Muda dalam Sektor Pertanian………..
2.4.8.3 Lahan Pertanian sebagai Alat Investasi………………..
2.4.8.4 Keterdesakan Ekonomi Petani………………………...
2.4.9 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian……………………………………………………..
2.4.10 Pengendalian Pemanfaatan Ruang………………………...
2.4.11 Penegakan Hukum Terkait Tata Ruang…………………...
2.4.12 Sosialisasi Peraturan Tata Ruang……………………….....
2.4.13 Koordinasi Pemerintah dalam Penataan Ruang…………...
2.5 Model Penelitian……………………………………..……………
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian…………………………………..…………
3.2 Lokasi Penelitian…………………………..………………………
3.3 Jenis dan Sumber Data…………………..………………………...
3.3.1 Jenis Data…………………………………………………....
19
24
26
29
33
35
38
44
45
47
49
51
52
54
62
64
66
68
70
71
73
73
3.3.2 Sumber Data…………………………………………………
3.4 Instrumen Penelitian……………………………………..………..
3.5 Teknik Pengumpulan Data…………….……..……………………
3.5.1 Observasi…………………………………………………….
3.5.2 Wawancara…………………………………………………..
3.5.3 Dokumentasi………………………………………………...
3.6 Teknik Analisis Data……………………………..………………..
3.6.1 Reduksi Data..............………………………….……………
3.6.2 Penyajian Data........................................................................
3.6.3 Kesimpulan……………………..………………….………..
3.7 Penyajian Hasil Analisis…………….……………………………
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kawasan Perkotaan Mangupura……………….
4.1.1 Letak Geografis Kawasan Perkotaan Mangupura…………...
4.1.2 Sejarah Singkat Terbentuknya Kota Mangupura……………
4.1.3 Tata Guna Lahan Kawasan Perkotaan Mangupura………….
4.1.4 Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kawasan Perkotaan
Mangupura…………………………………………………..
4.1.5 Perubahan Jenis Mata Pencaharian Penduduk di Kawasan
Perkotaan Mangupura……………………………………….
4.2 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kawasan
Perkotaan Mangupura…………………………………………...
4.2.1 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa
Mengwi……………………………………………………..
4.2.2 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa
Gulingan……………………………………………………
76
78
82
83
83
84
85
85
86
86
87
88
88
90
92
94
96
97
99
101
4.2.3 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa
Mengwitani…………………………………………………
4.2.4 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa
Kekeran……………………………………………………..
4.2.5 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan
Kapal………………………………………………………..
4.2.6 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan
Lukluk………………………………………………………
4.2.7 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan
Sading………………………………………………………
4.2.8 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan
Sempidi……………………………………………………..
4.2.9 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan
Abianbase…………………………………………………..
4.3 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di
Kawasan Perkotaan Mangupura…………………………………...
4.3.1 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Desa Mengwi………………………………….
4.3.2 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Desa Gulingan………………………………...
4.3.3 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Desa Mengwitani……………………………...
4.3.4 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Desa Kekeran…………………………………
4.3.5 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Kelurahan Kapal………………………………
4.3.6 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Kelurahan Lukluk……………………………..
4.3.7 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Kelurahan Sading……………………………..
4.3.8 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Kelurahan Sempidi……………………………
102
103
104
105
106
107
108
109
109
111
114
116
118
120
122
124
4.3.9 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Kelurahan Abianbase…………………………
4.4 Data dan Informasi Hasil Wawancara……………………………..
4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian
di Kawasan Perkotaan Mangupura……………………………......
4.5.1 Aspek Sosial..………………………………………………..
4.5.1.1 Faktor Pertumbuhan Penduduk……………………....
4.5.1.2 Faktor Sosial Budaya…………………………………
4.5.1.3 Faktor Kecilnya Minat Bertani……………………….
4.5.2 Aspek Ekonomi……………………………………………...
4.5.2.1 Faktor Nilai Investasi Lahan………………………….
4.5.2.2 Faktor Keterdesakan Ekonomi Petani………………..
4.5.3 Aspek Lingkungan…………………………………………..
4.5.3.1 Faktor Kondisi Lahan Pertanian……………………...
4.5.3.2 Faktor Lokasi…………………………………………
4.5.3.3 Faktor Ketersediaan Sarana Prasarana……………….
4.5.4 Aspek Regulasi dan Peraturan……………………………...
4.5.4.1 Faktor Penegakan Hukum……………………………
4.5.4.2 Faktor Koordinasi Antar Instansi Pemerintah………..
4.5.4.3 Faktor Sosialisasi Peraturan Tata Ruang……………..
4.6 Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kawasan
Perkotaan Mangupura…………………………………………….
4.6.1 Aspek Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang………
4.6.1.1 Penetapan Peraturan Tata Ruang……………………..
4.6.1.2 Pemberian Insentif dan Disinsentif…………………...
4.6.1.3 Perizinan Lokasi……………………………………...
126
133
142
142
142
147
150
152
153
155
159
160
163
168
171
171
177
179
182
183
183
187
192
4.6.1.4 Pemberian Sanksi terhadap Pelanggaran Pemanfaatan
Ruang…………………………………………………
4.6.1.5 Kajian terhadap Program Pembangunan dan
Peraturan Tata Ruang………………………………...
4.6.1.6 Sosialisasi Peraturan Tata Ruang…………………….
4.6.2 Aspek Instansi Pelaksana Pengendalian Pemanfaatan
Ruang………………………………………………….......
4.6.2.1 Ketegasan Aparat Penegak Hukum…………………..
4.6.2.2 Koordinasi Antar Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)……………………………………………...
4.6.2.3 Kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten Badung
dengan Masyarakat…………………………………...
4.7 Konsep Tri Hita Karana sebagai Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian ………….…………………………………………….
4.7.1 Konsep Parhyangan……………………………………………
4.7.2 Konsep Pawongan……………………………………………..
4.7.3 Konsep Palemahan……………………………………………..
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan………………………………………………………......
5.2 Saran………………………………………………………………
Daftar Pustaka ………………………………………………………………
Lampiran Hasil Wawancara………………………………………………....
195
202
205
208
208
211
214
220
223
225
228
231
244
247
254
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kedudukan Penelitian yang akan dilakukan dengan Penelitian
Sebelumnya……….……………………………………..……....
Tabel 3.1 Jenis Data, Sumber Data dan Instrumen Penelitian……………..
Tabel 3.2 Penyajian Hasil Analisis………………………….……………...
Tabel4.1 Luas Kawasan Perkotaan Mangupura Berdasarkan
Desa/Kelurahan………………………………………………….
Tabel 4.2 Pertumbuhan Penduduk di Kawasan Perkotaan Mangupura……..
Tabel 4.3 Perubahan Mata Pencaharian Penduduk di Kawasan Perkotaan
Mangupura………………………………………………………...
Tabel 4.4 Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kawasan
Perkotaan Mangupura……………………………………………..
Tabel 4.5 Pola dan Karakteristik Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian
di Kawasan Perkotaan Mangupura………………………………..
Tabel 4.6 Hasil Wawancara Mengenai Faktor-Faktor Penyebab Alih Fungsi
Lahan Pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura……………...
Tabel 4.7 Hasil Wawancara Mengenai Strategi Pengendalian Alih Fungsi
Lahan Pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura……………...
12
80
87
90
95
97
98
129
138
140
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 2.1 Kerangka Berpikir……….…………………………………...
Diagram 2.2 Diagram Pembangunan Berkelanjutan………....……………..
Diagram 2.3 Hubungan antara Land Rent dengan Kapasitas Penggunaan
Lahan……………………………….……………...................
Diagram 2.4 Penentuan Location Rent Function Menurut Von Thunen…...
Diagram 2.5 Lingkup Kegiatan Pengendalian Pemanfaatan Ruang………..
Diagram 2.6 Model Penelitian………………………………………………
14
20
25
28
55
69
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Peta Lokasi Kawasan Perkotaan Mangupura…………………
Gambar 4.1 Peta Wilayah Adminsitrasi Kawasan Perkotaan Mangupura…..
Gambar 4.2 Peta Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan Mangupura…….
Gambar 4.3 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa
Mengwi………………………………………………………….
Gambar 4.4 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa
Gulingan…………………………………………………………
Gambar 4.5 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa
Mengwitani……………………………………………………...
Gambar 4.6 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Desa
Kekeran………………………………………………………….
Gambar 4.7 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan
Kapal…………………………………………………………….
Gambar 4.8 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan
Lukluk…………………………………………………………...
Gambar 4.9 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kelurahan
Sading……………………………………………………………
Gambar 4.10 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di
Kelurahan Sempidi………………………………………………
Gambar 4.11 Peta Perkembangan Alih Fungsi Lahan Pertanian di
Kelurahan Abianbase……………………………………………
Gambar 4.12 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Danau Batur Desa Mengwi……………………………………...
Gambar 4.13 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Soka Desa Gulingan……………………………………………..
Gambar 4.14 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Bukit Tinggi Desa Mengwitani………………………………….
72
89
94
100
101
102
103
104
105
106
107
108
110
112
115
Gambar 4.15 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Setra Desa Kekeran……………………………………………..
Gambar 4.16 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Widuri Kelurahan Kapal………………………………………...
Gambar 4.17 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Raya Anggungan Kelurahan Lukluk…………………………….
Gambar 4.18 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Kereban Langit Kelurahan Sading………………………………
Gambar 4.19 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Ilalang Kelurahan Sempidi………………………………………
Gambar 4.20 Peta Pola Persebaran Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jalan
Cica Kelurahan Abianbase………………………………………
Gambar 4.21 Peta Tingkat Kepadatan Alih Fungsi Lahan Pertanian
dikaitkan dengan Lokasi………………………………………...
117
119
121
123
125
127
167
GLOSSARIUM
DAFTAR ISTILAH
Awig-awig : suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam
masyarakat untuk mewujudkan tata kehidupan yang selaras, serasi
dan harmonis di masyarakat.
Desa adat : kesatuan masyarakat adat di Bali yang telah terbentuk secara
tradisional berdasarkan pola, kaidah dan tata pergaulan yang
diwariskan secara turun temurun.
Desa Pekraman : kesatuan masyarakat adat di Bali yang mempunyai satu kesatuan
tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu
secara turun temurun dalam ikatan Khayangan Tiga atau
Khayangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Karang ayahan desa : tanah yang dikuasai oleh desa yang penggarapannya diserahkan
kepada masing-masing krama desa dengan hak untuk menikmati
dengan kewajiban memberikan ayahan berupa tenaga maupun
materi kepada desa pekraman.
Perarem : hasil keputusan rapat (paruman) desa mengenai masalah-masalah
yang berkembang di desa pekraman.
Pekaseh : petugas yang mengatur sistem irigasi, mengatur pembagian air dan
perbaikan saluran air.
Prajuru : pengurus yang biasanya melayani masyarakat.
Krama Subak : para petani yang memiliki garapan sawah, dan mendapatkan bagian
air pada sawahnya.
Subak : suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio
agraris dan religius, yang merupakan perkumpulan petani yang
mengelola air irigasi di lahan sawah.
Tri Hita Karana : Falsafah Hindu di Bali yang berarti tiga hal yang menimbulkan
kebaikan dan keharmonisan hidup. Terdiri dari Parhyangan
(hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan antar
sesama manusia), dan Palemahan (hubungan manusia dengan
lingkungan).
DAFTAR SINGKATAN
BKPRD : Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
BPS : Badan Pusat Statistik
BPUHB : Badan Perjuangan Umat Hindu Bali
CBD : Central Business District
GSB : Garis Sempadan Bangunan
IKK : Ibu Kota Kabupaten
KDB : Koefisien Dasar Bangunan
KLB : Koefisien Lantai Bangunan
KJH : Kawasan Jalur Hijau
LP2B : Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
PZ : Peraturan Zonasi
RDTR : Rencana Detail Tata Ruang
RTH : Ruang Terbuka Hijau
RTRK : Rencana Teknik Ruang Kawasan
RTRW : Rencana Tata Ruang Rencana Wilayah
SDM : Sumber Daya Manusia
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SOP : Standart Operating Procedure
TPM : Tim Penyelenggara Musrenbang
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian latar belakang akan
menjelaskan secara singkat mengenai dasar pemahaman permasalahan yang
terjadi. Berawal dari latar belakang permasalahan, kemudian ditarik beberapa
rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian yang menjadi dasar dalam
penelitian yang dilaksanakan.
1.1 Latar Belakang
Perkembangan yang terjadi di suatu kawasan perkotaan, akan berdampak
pada tata guna lahan pada kawasan perkotaan tersebut. Perkembangan kawasan
perkotaan baik secara langsung maupun tidak langsung akan membutuhkan lahan
yang lebih luas, tetapi ketersediaan lahan tidak berubah yang menyebabkan
terjadinya permasalahan dalam pemanfaatan lahan di kawasan perkotaan
(Puspasari, 2012: 2). Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi dan pemusatan
kegiatan ekonomi pada kawasan perkotaan, akan sangat berpengaruh terhadap
kebutuhan lahan. Tata guna lahan di kawasan perkotaan dimanfaatkan untuk
memfasilitasi berbagai kegiatan penduduk, seperti kegiatan permukiman, kegiatan
pariwisata, kegiatan perdagangan dan jasa, serta kegiatan industri. Keterbatasan
dari ketersediaan lahan, akan berdampak pada pemanfaatan lahan di luar rencana
tata ruang yang telah ditetapkan, salah satunya adalah terjadinya alih fungsi
terhadap lahan pertanian.
Lahan pertanian merupakan salah satu lahan yang sangat rentan
mengalami perubahan pemanfaatan atau alih fungsi lahan menjadi jenis kegiatan
di luar kegiatan pertanian. Hal ini antara lain disebabkan oleh lahan pertanian
sebagian besar berlokasi dekat dengan kawasan perkotaan, memiliki topografi
yang relatif datar, dan memiliki akses jalan yang lebar di sekitarnya, selain itu
juga ketersediaan sarana dan prasarana yang semakin merata dan menjangkau
setiap kawasan perkotaan (Winoto, 2005: 8). Berbagai potensi yang dimiliki oleh
lahan pertanian tersebut, secara tidak langsung mendorong terjadinya alih fungsi
lahan, yang berdampak pada lahan pertanian semakin terhimpit, dan luasannya
semakin berkurang dari waktu ke waktu terutama di kawasan perkotaan.
Kustiawan (1997: 49) mengemukakan bahwa alih fungsi lahan pertanian
secara umum merupakan dampak dari proses transformasi struktur ekonomi dan
demografis, yang menuntut adanya transformasi alokasi sumberdaya lahan dari
pertanian ke non pertanian. Alih fungsi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai
konsekuensi dari perkembangan suatu wilayah, dan pada umumnya terjadi di
wilayah perkotaan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan terhadap lahan.
Intensitas pembangunan di kawasan perkotaan di berbagai bidang akan
berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan lahan. Semakin tingginya laju
perkembangan kawasan perkotaan dan laju pertumbuhan penduduk, maka
semakin besar pula potensi terjadinya alih fungsi lahan pertanian pada suatu
kawasan perkotaan. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian senantiasa
berkaitan erat dengan ekspansi atau perluasan kawasan perkotaan (Catur, 2010:
39). Alih fungsi lahan pertanian disebabkan oleh beberapa faktor, yang secara
garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin
bertambah, dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Intensitas alih fungsi lahan pertanian masih sulit dikendalikan, dan sebagian besar
lahan pertanian yang mengalami alih fungsi tersebut merupakan lahan yang
produktivitasnya tinggi tetapi berada pada kawasan perkotaan (Bappenas,
2006:4).
Setiap daerah di Indonesia saat ini telah mengalami alih fungsi lahan
pertanian termasuk Provinsi Bali. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun
2011 total lahan pertanian di Provinsi Bali tercatat seluas 81.931 hektar, pada
tahun 2013 luas total lahan pertanian tercatat 81.625 hektar, dan pada tahun 2015
luas total lahan pertanian menjadi 81.116 hektar (Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Bali, 2016: 27). Ini berarti dalam kurun waktu lima tahun, di
seluruh wilayah Provinsi Bali telah terjadi alih fungsi lahan pertanian sebesar 815
hektar, atau rata-rata sekitar 163 hektar pertahun. Fenomena alih fungsi lahan
pertanian paling cepat berturut-turut terjadi di Kabupaten Tabanan, Gianyar,
Badung, Buleleng, Karangasem, Jembrana, Klungkung, Bangli dan Kota
Denpasar.
Kabupaten Badung menjadi salah satu kabupaten yang mengalami alih
fungsi lahan pertanian tertinggi di Provinsi Bali. Hal ini tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan kawasan perkotaan, kegiatan pada sektor pariwisata, dan
laju pertumbuhan penduduk yang semakin nmeningkat. Berkurangnya lahan
pertanian akibat terjadinya alih fungsi lahan dari tahun ke tahun sangat
mengkhawatirkan. Berdasarkan data, luas areal pertanian di Kabupaten Badung
yang mencapai 10.243 hektar pada tahun 2010, mengalami pengurangan sebanyak
42 hektar atau sekitar 0,41% pada tahun 2011 menjadi 10.201 hektar. Pada tahun
2012 luas lahan pertanian tersebut berkurang sebanyak 51 hektar atau sekitar
0,50% menjadi 10.150 hektar, dan selanjutnya pada tahun 2013 luas lahan
pertanian kembali mengalami pengurangan luas sebanyak 51 hektar atau sekitar
0,50% menjadi 10.099 hektar. Pada tahun 2014 luas lahan pertanian tersebut
mengalami pengurangan sebesar 160 hektar atau sekitar 1,58% menjadi 9.939
hektar, dan pada tahun 2015 luas lahan pertanian di Kabupaten Badung kembali
berkurang sebanyak 40 hektar atau sekitar 0,40% menjadi 9.899 hektar. Sehingga
dalam kurun waktu lima tahun penyusutan luas lahan pertanian di Kabupaten
Badung mencapai 344 hektar atau rata-rata kurang lebih 68,8 hektar tiap tahunnya
(Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, 2016).
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu penyebab kebutuhan
pemanfaatan lahan di kawasan perkotaan. Semakin tinggi laju pertumbuhan
penduduk akan mengakibatkan semakin banyaknya pemanfaatan lahan di
kawasan perkotaan. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Badung tercatat pada
tahun 2013 jumlah penduduk sebanyak 393.010 jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk mencapai 1,27%, tahun 2014 jumlah penduduk sebanyak 399.861
dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,64%, dan pada tahun 2015
sebanyak 420.075 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 5,31%
(BPS Kabupaten Badung, 2016). Dilihat dari laju pertumbuhan penduduk
persentase tersebut, pertumbuhan penduduk di Kabupaten Badung tergolong
tinggi. Jika dibandingkan dengan keterbatasan peruntukan kawasan yang telah
ditetapkan dalam peraturan tata ruang, tentu saja akan menimbulkan
kecenderungan terjadinya alih fungsi lahan pertanian, terutama pada lahan
pertanian yang berada di kawasan perkotaan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
2009, tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Badung dari Wilayah Kota
Denpasar ke Wilayah Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Provinsi Bali,
maka secara resmi Kabupaten Badung memiliki Ibukota Kabupaten yaitu Kota
Mangupura pada tanggal 16 Nopember 2009. Penetapan Kota Mangupura
menjadi Ibukota Kabupaten Badung sangat berpengaruh pada perkembangan
kawasan perkotaan, baik terhadap sarana prasarana fisik kota, kependudukan,
lingkungan, sosial dan ekonomi. Penatagunaan lahan di Kawasan Perkotaan
Mangupura menjadi salah satu faktor yang menjadi perhatian dalam mewujudkan
visi dan misi pembangunan Kabupaten Badung, yaitu pembangunan wilayah
dengan berlandaskan pada prinsip Tri Hita Karana, yang merupakan tiga pilar
yang menjadi pedoman pembangunan dalam menjaga kesejahteraan,
keseimbangan dan keharmonisan.
Perkembangan yang terjadi pada suatu kota merupakan perubahan yang
dialami oleh kawasan perkotaan, termasuk pada aspek-aspek kehidupan kota.
Perubahan ini termasuk ketersediaan lahan yang luas menjadi terbatas, dan
penggunaan ruang yang sedikit menjadi lebih luas (Widyaningsih, 2001: 36). Hal
ini juga dapat dilihat pada Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung
saat ini, seperti misalnya kebutuhan terhadap ruang dan lahan untuk menampung
aktifitas penduduk, dan pembangunan sarana prasarana perkotaan yang semakin
tinggi, sedangkan ketersediaan lahan yang tetap dan terbatas. Berbagai
permasalahan akan dapat timbul, apabila pemanfaatan lahan tidak sesuai dengan
peraturan tata ruang yang berlaku. Kebijakan dan peraturan yang berkaitan
dengan pengendalian alih fungsi lahan pertanian telah banyak ditetapkan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, baik berupa undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan surat keputusan atau kebijakan
pemerintah daerah. Akan tetapi, sampai dengan saat ini, implementasinya belum
berhasil diwujudkan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya
dukungan data, dan minimnya sikap proaktif dari pemerintah daerah, maupun
masyarakat di dalam kegiatan pengendalian terhadap terjadinya alih fungsi lahan
pertanian tersebut (Harsono, 2008: 213).
Salah satu langkah dalam kegiatan pengendalian alih fungsi lahan
pertanian adalah pelaksanaan peraturan daerah yang terkait dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). RTRW merupakan pedoman dalam penyusunan
rencana pembangunan jangka panjang, dan menengah yang bertujuan untuk
mewujudkan keterpaduan dan keseimbangan antar sektor. Selain itu di dalam
RTRW tersebut berisikan penetapan lokasi, dan fungsi ruang, serta menjadi dasar
penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan (UU
Nomor 26 Tahun 2007: 23-25). Sebagai dasar dalam penataan ruang wilayah,
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung telah menetapkan Peraturan Daerah
Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Badung tertanggal 30 Desember 2013. RTRW Kabupaten Badung merupakan
rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten yang berisi tujuan,
kebijakan, strategi penataan ruang, struktur tata ruang, rencana pola ruang, arahan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah di
Kabupaten Badung.
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam usaha mengendalikan
pemanfaatan ruang, secara intensif dan berkala melakukan pendataan terhadap
implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung di
lapangan. Hasil analisa yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung
untuk mendata tingkat ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan dengan
peraturan tata ruang yang berlaku, diperoleh data yaitu pada tahun 2010
ketidaksesuaian dan penyimpangan tata guna lahan tercatat sebanyak 3,12 hektar.
Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan tersebut terus bertambah, yaitu pada tahun
2011 menjadi sebanyak 5,71 hektar, pada tahun 2012 sebanyak 6,85 hektar, pada
tahun 2013 sebanyak 7,34 hektar, dan pada tahun 2014 sebanyak 9,23 hektar.
Selama lima tahun sejak ditetapkan menjadi Ibukota Kabupaten Badung, alih
fungsi lahan di Kawasan Perkotaan Mangupura telah mencapai 0,26% dari luas
total wilayah Kawasan Perkotaan Mangupura yaitu 3.587 hektar, atau dengan
rata-rata sebesar 6,45 hektar tiap tahunnya, dan sebagian besar penyimpangan
pemanfaatan ruang terjadi pada lahan pertanian berupa lahan persawahan. Data
tersebut menjabarkan lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura sebagian
besar mengalami alih fungsi lahan menjadi kawasan dengan peruntukan
permukiman, perdagangan dan jasa, serta industri. Alih fungsi lahan pertanian di
Kawasan Perkotaan Mangupura tertinggi terjadi di Kelurahan Sempidi, Kelurahan
Sading, dan Kelurahan Abianbase, dengan penyimpangan tertinggi terjadi pada
perubahan fungsi lahan pertanian menjadi kawasan permukiman dan kegiatan
perdagangan jasa (Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung, 2015: 129).
Pemanfaatan ruang yang terjadi pada Kawasan Perkotaan Mangupura saat
ini, seakan tidak lagi memperhatikan peraturan tata ruang yang telah ditetapkan
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung. Hal ini dapat dilihat dari semakin
banyaknya bermunculan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan
penataan ruang yang telah ditetapkan, sehingga menimbulkan kesemrawutan
dalam tata guna lahan. Seperti misalnya terdapat kawasan permukiman dan
perdagangan jasa maupun industri, pada lokasi yang telah ditetapkan dalam
RTRW Kabupaten Badung sebagai kawasan pertanian, maupun perkebunan dan
holtikultura. Apabila dilihat dari kondisi saat ini di lapangan, terjadinya alih
fungsi lahan pertanian sebagian besar terjadi pada lahan pertanian produktif, yang
memiliki akses jalan relatif lebar, serta dilalui jaringan utilitas perkotaan seperti
jaringan listrik, telepon dan air bersih.
Alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura menjadi
perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Badung, karena mengindikasikan
ketidakefektifan, dan inefisiensi program pemerintah daerah khususnya dalam
penataan ruang. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kawasan Perkotaan
Mangupura jika tidak diantisipasi, dikhawatirkan akan mempengaruhi aspek
lingkungan, sosial, dan ekonomi di wilayah Kabupaten Badung. Seperti misalnya
semakin berkurangnya lahan pertanian, akan berakibat pada eksistensi subak
sebagai salah satu kekayaan warisan budaya di Bali, semakin berkurangnya mata
pencaharian petani, berpengaruh terhadap swasembada pangan, berkurangnya
luasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Kawasan Jalur Hijau
(KJH), serta pembangunan di Kawasan Perkotaan Mangupura khususnya dan
Kabupaten Badung umumnya yang tidak sesuai dengan peraturan penataan ruang
yang berlaku. Adanya permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan suatu
penelitian untuk mengetahui alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan
Mangupura, Kabupaten Badung. Dalam hal ini dimaksudkan untuk mengkaji dan
menganalisa lebih jauh tentang pola dan karakteristik persebaran alih fungsi lahan
pertanian, faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian, dan
strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan
Mangupura Kabupaten Badung.
1.2 Rumusan Masalah
Beranjak dari latar belakang yang dijabarkan di atas, maka rumusan
masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pola dan karakteristik persebaran alih fungsi lahan
pertanian yang telah terjadi di Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten
Badung?
2. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian di
Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung?
3. Bagaimanakah strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian untuk
Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Menganalisis pola dan karakteristik persebaran alih fungsi lahan pertanian
yang terjadi di Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung.
2. Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian
di Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung.
3. Menganalisis strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian untuk
Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah
pengetahuan, serta memperkaya referensi pustaka di bidang pengembangan
wilayah dan penataan ruang kawasan perkotaan. Salah satunya dapat dijadikan
acuan dalam penerapan berbagai peraturan daerah, yang bertujuan untuk
mewujudkan penataan ruang yang berkelanjutan, terutama mengenai pemanfaatan
ruang dan alih fungsi lahan pertanian di Kawasan Perkotaan Mangupura,
Kabupaten Badung. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian
untuk menganalisa dan pengendalian terhadap alih fungsi lahan pertanian di
Kawasan Perkotaan Mangupura, Kabupaten Badung yang telah terjadi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam
pembuatan kebijakan dalam perencanaan, pengawasan dan pengendalian
pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Mangupura Kabupaten Badung,
sehingga dapat mewujudkan penataan ruang kota yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan serta mampu mendukung program pembangunan yang menjadi
tujuan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.