abstrak€¦ · kompor gas, rice cooker, mesin cuci, dan sofa. ... dan berdampak pada kesenjangan...
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Semula status sosialekonomi warga masyarakat Desa Kutuhyang menjual
tanah itu adalah sebagai petani lahan kering. Tujuan mereka menjual tanah tentu
saja untuk memperoleh uang, yang digunakan untuk membeli barang yang
tersedia di pasar yang dibutuhkannya untuk bergaya hidup.
Teori yang digunakan adalah teori praktik sosial, teori konsumerisme, dan
teori modernisasi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif perspektif
cultural studies. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara
mendalam, dan studi dokumen. Teknik analisis data secara deskriptif kualitatif
melalui tahapan dekonstruksi dan penyusunan etnografi.
Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut. Pertama,artikulasi gaya
hidup masyarakat pascapenjualan tanah di Desa Kutuh yang bersifat karnal terdiri
atas tata cara memilih dan menggunakan busana, tata cara memilih dan
mengonsumsi makanan, pemanfaatan waktu senggang, kepemilikan alat
transportasi, serta kondisi tempat tinggal dan tempat ibadah. Kedua, ideologi di
balik gaya hidup masyarakat pascapenjualan tanahadalah seperti ideologi-ideologi
yang disebutkan pada artikulasi tetapi bersifat libidinal. Ketiga, implikasi gaya
hidup pascapenjualan tanah di Desa Kutuh, yaitu munculnya masyarakat
konsumtif, hedonis, masyarakat ekonomi kreatif, kesetaraan gender dalam
pembagian hasil penjualan tanah, dan kepemilikan peralatan rumah tangga. Peran
pemerintah daerah sangat diharapkan untuk membuat peraturan daerah tentang
pembatasan menjual tanah bagi masyarakat Desa Kutuh; masyarakat yang telah
menjual tanahnya agar lebih berhati-hati mengelola uang hasil penjualan tanahnya
danterhindar dari gaya hidup konsumtif dan hedonis; dan untuk mengetahui
dampak dari gaya hidup konsumtif dan hedonis disarankan agar dilakukan
penelitian lebih lanjut.
Temuan penelitian ini adalah (1) terjadinya gaya hidup masyarakat mewah
yang bersifat karnal; (2) terjadinya pergeseran nilai guna dan nilai tukar menuju
nilai tanda dan nilai simbol yang bergaya hidup konsumtif dan bersifat libidinal;
(3) akibat dari pengaruh gaya hidup modern yang diadopsi dari budaya barat,
banyak masyarakat Desa Kutuh yang bergaya hidup hedonis dan tidak mampu
mempertahankan warisan tanah leluhurnya; (4) ditinjau dari temuan produktif
masyarakat Desa Kutuh mampu meningkatkan kesejahteraannya melalui
peningkatan ekonomi kreatif untuk menunjang modal usahanya.
Kata kunci :gaya hidup, artikulasi, ideologi, dan implikasi
iii
ABSTRACT
Originally the socio-economic status of the vilagers of Kutuh Vilage who
sold the land was as dryland farmers. Their goal of selling their land, definitely, to
earn money, which is used to buy the goods available in the markets that they
need for a lifestyle.
Theories used are the theory of social practice, the theory of consumerism,
and the theory of modernization. The method used is qualitative method of
cultural studies perspective. Data collection techniques were through observation,
in-depth interviews, and document studies. Data analysis technique was conducted
descriptively and qualitatively through the stages of decontruction, and the
preparation of ethnography.
The results showed.First,the articulation of carnal lifestyle of the people
after the sale of land in Kutuh vilage includes the stylish choice of wearing
fashion, lifestyle of selecting and consuming foods, utilization of leisure time,
ownership of means of transportation, condition of houses and places of worship.
Second, the ideology behind the post-land sales and the people's lifestyle is like
the ideologies mentioned in articulation but are libidinal. Third, the implications
of post-sale lifestyles in Kutuh Vilage are the emergence of consumptive, hedonic,
creative economy communities, gender equality in the distribution of land sales,
and ownership of household appliances. The role of the regional government is
desirable to make a regional regulation on restrictions on selling land for the
people of Kutuh Vilage; for people who have sold their land to be more careful in
managing the money from the sale of their land and avoid consumptive and
hedonic lifestyles; and to investigate the impact of consumptive and hedonic
lifestyle, it is suggested to do further research.
The findings of the research are (1) there is a luxurious lifestyle of the
people which have character of carnal; (2) the occurrence of shifts in value of use
and exchange rate in value of sign and value of symbols which there is a
consumptive lifestyle and character of libidinal; (3) as a result of the influence of
modern lifestyle adopted from western culture, many Kutuh vilagers are hedonist-
style and unable to maintain the inheritance of their ancestral lands; (4) viewed
from the productive findings of the people of Kutuh Vilage, it is able to improve
their welfare through the improvement of creative economy to support their
business capital.
Keywords: lifestyle, articulation, ideology, and implications
RINGKASAN
Munculnya gagasan dan asumsi di balik judul “Gaya Hidup Masyarakat
Pascapenjualan Tanah di Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten
Badung” dilatarbelakangi oleh adanya penjajakan ke lokasi. Catatan notaris
(2016) menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2011 -2015 sebanyak 95
orang warga masyarakat Desa Kutuh, yang menjual tanah. Terkait dengan hal
iniBali Post (5 Februari 2008) memberitakan bahwa dengan semakin pesatnya
perkembangan pariwisata di wilayah Desa Kutuhyang ditandai dengan adanya
objek wisata Pantai Pandawa telah mendorong para investor untuk membeli tanah
di Desa Kutuh. Dalam keadaan demikian, tanah masyarakat Desa Kutuhtelah
terjual kepada investor dengan harga yang relatif murah, yakni sekitar Rp
3.000.000,00 per arepada tahun 1990. Sekarang harga tanah di Desa Kutuh sudah
mencapai harga sekitar Rp. 175.000.000,00 per are.
Semula tanah yang dijual itu merupakan pertanian lahan kering yang oleh
para pemiliknya digunakan untuk bercocok tanam palawija berupa kacang-
kacangan, jagung, dan umbi-umbian seperti ketela pohon dan ketela rambat.
Berdasarkan hal itu, dapat diketahui bahwa status sosialekonomi warga
masyarakat Desa Kutuhyang menjual tanah itu adalah sebagai petanilahan kering.
Tujuan mereka menjual tanah tentu saja untuk memperoleh uang.Uang yang
diperoleh itu dipakai untuk membeli barang yang tersedia di pasar yang
dibutuhkannya antara lain untuk bergaya hidup.
Berdasarkan fenomena tersebut, masalah yang dikaji adalah artikulasi gaya
hidup masyarakat pascapenjualan tanah di Desa Kutuh,ideologi di balik gaya
hidup masyarakat pascapenjualan tanah di Desa Kutuh, dan Implikasi gaya hidup
masyarakat pascapenjualan tanah di Desa Kutuh. Rumusan masalah penelitian
menggunakan teori praktik sosial, teori konsumerisme, dan teori modernisasi.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif perspektif cultural
studies. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam, dan
studi dokumen. Teknik analisis data secara deskriptif kualitatif melalui tahapan
dekonstruksi dan penyusunan etnografi.
v
Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikutPertama, artikulasi gaya
hidup masyarakat pascapenjualan tanah di Desa Kutuh, dilihat dari (a) tata cara
memilih dan menggunakan busana sebagian besar masyarakat yang menjual tanah
membeli pakaian di mall, sedangkan busana untuk pergi ke pura, busana untuk
undangan, busana kerja, busana sehari-hari berbeda-beda menurut
penggunaannya;(b) tata cara memilih dan mengonsumsi makanan sebagian besar
masyarakat Desa Kutuh yang menjual tanah melupakan makanan tradisional
seperti memanfaatkan bongkol pisang yang dahulu dimakan sebagai pengganti
beras, sayur tui, sayur belengo dan sambal cabai kering, zaman sekarang
masyarakat lebih suka pergi ke restoran cepat saji;(c) pemanfaatan waktu
senggang, sekarang masyarakat Desa Kutuh lebih senang menghabiskan waktu
senggangnya ke mall, ke tempat wisata, serta melaksanakan tirtayatra ke pura-
pura, baik yang ada di Bali maupun di luar Bali;(d) kepemilikan alat transportasi,
yaitu sebagian besar masyarakat menjual tanah untuk membeli mobil,bahkan di
antara mereka ada yang ingin memiliki mobil lebih dari satu;(e) rehabilitasi
arsitektur tempat tinggal dan tempat ibadah dengan mewah.
Kedua, ideologi gaya hidup masyarakat pascapenjualan tanah di Desa
Kutuh dari hasil pengamatan dan wawancara adalah sebagai berikut. (a) Ideologi
memilih dan menggunakan busana, yaitu lebih suka menggunakan pakaian yang
dibeli di mall dan pada saat pulang membawa tas yang ada mereknya agar
dipandang sebagai sosok manusia yang kaya dan mereka sering berganti busana
pada saat ke pura, menghadiri undangan, kerja, dan sehari-hari mengikuti
perkembangan model busana terbaru supaya tidak kelihatan ketinggalan zaman.
(b) Ideologi memilih dan mengonsumsi makanan, memilih makan di luar dan
mengonsumsi makanan-makanan cepat saji seperti McDonald atau sejenisnya,
pizza, jaco atau sejenisnya, jus, minuman bersoda, ice cream. (c) Pemanfaatan
waktu senggang, di sini momen keagamaan berdampingan dengan momen
konsumsi, pengalaman agama selalu dilekatkan dengan wisata atau momen yang
pas untuk mengisi masa liburan atau waktu luang. Disini paket “wisata religius”
sedikit banyak bisa menggambarkan pelapisan sosial dalam level keagamaan. (d)
Kepemilikan alat transportasi, mobil bukan hanya sebagai alat transportasi. Mobil
adalah sebuah simbol bagi masyarakat kaya di Desa Kutuh, maka menjadi wajar
bila mobil menduduki tempat terhormat bagi para pemakaianya. Simbolisasi
mobil dikalangan masyarakat Desa Kutuh bukanlah gejala
konsumtifisme,melainkan merupakan kebutuhan pokok. Kesuksesan seseorang
didukung oleh keharusan untuk menampilkan dirinya secara proporsional.Dengan
demikian, mobil menggambarkan citra diri pemakainya. Citra merupakan
reputasi,sedangkan reputasi sendiri awal dari kesuksesan seseorang. (e) Ideologi
tempat tinggal dan tempat ibadah,sebagian besar masyarakat di Desa Kutuh
membangun rumah dengan konsep arsitektur Bali dan minimalis.Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan lahan yang dimiliki, akibatsebagian lahan yang
dimiliki telah dijual kepada orang lain. Sebagian besarmasyarakat Desa Kutuh
membangun tempat ibadah di sekitar rumah mereka pascapenjualan tanah.Kondisi
ini bermakna bahwa mereka terjebak pada hibrid-spiritualitas, mengingat bahwa
tindakan mereka memadukan unsur yang berbeda, yakni kesucian dan keprofanan,
spiritual dan keduniaan.
Ketiga, implikasi gaya hidup masyarakat pascapenjualan tanah di Desa
Kutuh, yaitu sebagai berikut (a) Implikasi masyarakat konsumtif, dari hasil
wawancara di lapangan diketahui bahwa uang hasil penjualan tanah lebih banyak
digunakan untuk konsumtif seperti berfoya-foya untuk memenuhi gaya hidupnya
(membeli mobil, pakaian, makanan, rekreasi, rumah, dan tempat ibadah) dan pergi
ke kafe untuk berkecan dengan perempuan kafe. (b) Implikasi berikutnya adalah
merangsang masyarakat untuk berkreasi dalam memenuhi kebutuhan ekonomi,
seperti menyewakan homestay, vila, rentcar mobil, membuka toko, membuat
kost-kostan, menyewakan areal parkir. (c) Implikasi kesetaraan gender terungkap
dalam pembagian hasil penjualan tanah, yaitu setiap keputusan dalam penggunaan
hasil penjualan tanah dimusyawarahkan bersama keluarga. (d) Implikasi
kepemilikan peralatan rumah tangga mereka berusaha untuk memiliki peralatan
rumah tangga yang mewah, seperti AC, kulkas, TV, memiliki hp lebih dari satu,
kompor gas, rice cooker, mesin cuci, dan sofa.
Beberapa temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
Pertama, gaya hidup masyarakat pascapenjualan tanah di Desa Kutuh dalam
vii
halpembedaan ini tampak dari gaya hidup mewah, seperti memakai pakaian yang
dibeli di mall, makan di restaurant, mengisi waktu senggang dengan cara pergi
ketempat wisata atau mengadakan tirtayatra,baik di Bali maupun di luar Bali,
mempunyai mobil lebih dari satu, memiliki rumah serta tempat ibadah
berarsitektur Bali dan minimalis. Pembedaan ini adalah upaya dari salah satu
kelompok untuk mendominasi kelompok lain dengan menunjukkan strata sosial,
dan berdampak pada kesenjangan sosial dalam masyarakat.
Kedua, pergeseran nilai yang terjadi seiring dengan perubahan karakter
masyarakat postmodern.Di Desa Kutuh ada enam kategori orang yang menjual
tanah. Keenam kategori tersebut adalah(1) hasil penjualan tanahnya digunakan
untuk membangun rumah dan tempat ibadah, bahkan ada keluarga yang
menghabiskan uang hingga miliaran untuk membangun tempat ibadah sampai
selesai diupacarai; (2) upacara ngaben yang menghabiskan uang hingga ratusan
juta rupiah; (3) berfoya-foya untuk memenuhi gaya hidupnya; (4) pemakai
narkoba awalnya hanya ingin mencoba diberikan gratis oleh rekannya setelah
ketagihan harus membeli karena tidak mempunyai, uang terpaksa minta ke
keluarganya untuk menjual tanah; (5) membeli tanah (sawah) di tempat lain
seperti di Jembrana dan Tabanan; dan (6) ada juga masyarakat yang menjual tanah
digunakan untuk modal usaha.Akan tetapi, dari sepuluh orang yang menjual tanah
hanya dua orang yang berwirausaha, sedangkan delapan orang konsumtif.
Ketiga, pola kehidupan atau gaya hidup modern yang mulai dinikmati oleh
masyarakat Desa Kutuh pada akhirnya mengakibatkan gaya hidup yang sulit
untuk dilepaskan. Bahkan, mereka akan dapat melakukan berbagai cara untuk
menikmatinya walaupun hal itu bertentangan dengan ajaran agama, norma,dan
nilai kedaerahan. Gaya hidup modern seperti ini sulit dihindari. Jalan pintas yang
dilakukan adalah menjual tanah untuk memenuhi kebutuhan gaya
hidupnya.Akibat dari pengaruh gaya hidup modern yang diadopsi dari budaya
Barat, banyak masyarakat Desa Kutuh yang terlena dengan hedonisme itu.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi akibat mereka ingin mencoba gaya hidup
tanpa memikirkan risiko yang akan menjerumuskan mereka. Bila mereka sudah
mengalami ketagihan dengan kenikmatan gaya hidup yang luar biasa dan tidak
bisa dibayangkan,mereka akan sulit untuk melepaskan diri dari cengkeraman
hedonisme. Akibatnya, mereka akan kehilangan identitas diri karena telah
dipengaruhi oleh gaya hidup modern atau gaya hidup Barat.
Peran pemerintah daerah terutama kepala desa beserta jajarannya untuk
secara terus menerus mensosialisasikan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2015
tentang Arahan Peraturan Zonasi Sistem Perdesaan pasal 14 ayat (1) huruf (p)
untuk mempertahankan porsi lahan pertanian pangan berkelanjutan minimal 90%
(sembilan puluh persen) dari total luas yang ada.Untuk masyarakat di Desa Kutuh
pascapenjualan tanah agar tetap mempertahankan budaya kepribadian yang tidak
berfoya-foya sebagai identitas budaya orang Bali, walaupun sekarang ini sedang
terjebak kedalam pilihan gaya hidup mewah karena sedang memiliki
banyakuang.Masyarakat Desa Kutuh khususnya yang telah menjual tanah agar
lebih hati-hati mengelola uang hasil penjualan tanah agar terhindar dari gaya
hidup yang konsumtif.Untuk mengetahui dampak dari gaya hidup konsumtif dan
hedonis diharapkan ada penelitian lebih lanjut.
ix
DAFTAR ISI
PRASYARAT GELAR ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
RINGKASAN xi
DAFTAR ISI xvi
DAFTAR TABEL xx
DAFTAR GAMBAR xxi
GLOSARIUM xxiii
DAFTAR SINGKATAN xxv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 8
1.3 Tujuan Penelitian 9
1.3.1 Tujuan Umum 9
1.3.2 Tujuan Khusus 9
1.4 Manfaat Penelitian 9
1.4.1 Manfaat Teoretis 9
1.4.2 Manfaat Praktis 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN 11
2.1 Kajian Pustaka 11
2.2 Konsep 15
2.2.1 Gaya Hidup 15
2.2.1.1 Gaya Hidup Hedonis 20
2.2.1.2Gaya Hidup Konsumtif 23
2.2.1.3 Hierarki Kebutuhan Maslow 25
2.2.2Globalisasi 26
2.2.3 Artikulasi 29
2.2.4 Ideologi 30
2.2.5 Implikasi 32
2.3 Landasan Teori 33
2.3.1 Praktik Sosial 34
2.3.2 Teori Konsumerisme 39
2.3.3 Teori Modernitas 41
2.4 Model Penelitian 47
BAB III METODE PENELITIAN 49
3.1 Rancangan Penelitian 49
3.2 Lokasi Penelitian 49
3.3 Jenis dan Sumber Data 50
3.3.1 Jenis Data 50
3.3.2 Sumber Data 50
3.4 Penentuan Informan 51
3.5 Instrumen Penelitian 51
3.6 Teknik Pengumpulan Data 52
3.6.1 Observasi 52
3.6.2 Wawancara 53
3.6.3 Studi Dokumen 54
3.7 Teknik Analisis Data 55
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data 55
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 56
4.1 Geografi 56
4.2 Sejarah 59
xi
4.3Demografi 69
4.3.1 Jumlah Penduduk 70
4.3.2 Kesehatan 72
4.3.3 Pendidikan 74
4.4 Sistem Mata Pencaharian 76
4.5 Sistem Sosial Budaya 80
4.5.1 Religi 80
4.5.2 Bahasa 95
4.5.3 Kesenian 101
4.6Struktur Organisasi Pemerintahan 107
4.7 Potensi Objek Wisata 111
BAB V ARTIKULASI GAYA HIDUP MASYARAKAT
PASCAPENJUALAN TANAH DI DESA KUTUH 124
5.1 Tata Cara Memilih dan Memakai Pakaian 125
5.2 Tata Cara Memilih dan Mengonsumsi Makanan 145
5.3 Pemanfaatan Waktu Senggang 162
5.4 Kepemilikan Alat Transportasi 176
5.5 Kondisi Arsitektur Tempat Tinggal dan Tempat Ibadah 182
BAB VI IDEOLOGI DIBALIK GAYA HIDUP MASYARAKAT
PASCAPENJUALAN TANAH DI DESA KUTUH 192
6.1 Ideologi Tata Cara Memilih dan Memakai Pakaian 197
6.2 IdeologiTata Cara Memilih dan Mengkonsumsi Makanan 210
6.3 IdeologiPemanfaatan Waktu Senggang 216
6.4 Ideologi Kepemilikan Alat Transportasi 221
6.5 Ideologi Kondisi Arsitektur Tempat Tinggal dan Tempat Ibadah 228
BAB VII IMPLIKASI GAYA HIDUP MASYARAKAT
PASCAPENJUALAN TANAH DI DESA KUTUH 240
7.1 Masyarakat Konsumtif 241
7.2 Masyarakat Ekonomi Kreatif 248
7.3 Kesetaraan Gender dalam Pembagian Hasil Penjualan Tanah 265
7.4 Kepemilikan Peralatan Rumah Tangga 270
BAB VIII SIMPULAN, TEMUAN DAN SARAN 293
8.1 Simpulan 293
8.2 Temuan Penelitian 295
8.3 Saran 297
DAFTAR PUSTAKA 299
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA 311
DAFTAR INFORMAN 314
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Luas dan Penggunaan Lahan di Desa Kutuh 58
Tabel 4.2Jumlah Penduduk Desa KutuhMenurut Usia 71
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan 74
Tabel 4.4 Lembaga Pendidikan dari TK sampai SLTA 75
Tabel 6.1 Perbedaan Agama Hindu dengan Agama Pasar 196
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Penelitian 47
Gambar 4.1Kantor Perbekel Desa Kutuh 57
Gambar 4.2Pohon Kutuh 60
Gambar 4.3 Pura Gunung Payung 85
Gambar 4.5 Prosesi NgabenMassal di Desa Kutuh 88
Gambar 4.6 Gambar Sekha Angklung Desa Kutuh 105
Gambar 4.7 Tari Kecak Desa Kutuh 106
Gambar 4.8Usaha-usaha yang Ada di Pantai Pandawa
Desa Kutuh 115
Gambar 4.9 Lapangan Golf di Desa Kutuh 120
Gambar 4.10 Beberapa Vila yang ada di Desa Kutuh 121
Gambar 4.11 Restoran yang dekat Pantai Pandawa 122
Gambar 5.1 Seorang warga Desa Kutuh
yang memilih baju di shopping mall 127
Gambar 5.2 Pakaian adat ke Pura 130
Gambar 5.3 Beberapa Model Gaya Berpakaian 135
Gambar 5.4 Pakaian Endek kombinasi brokat 142
Gambar 5.5 Makanan Tradisional Masyarakat Kutuh 148
Gambar 5.6 Lauk Khas Desa Kutuh 155
Gambar 5.7Makanan dan Minuman Favorit di Restoran 158
Gambar 5.8 Makan di Restoran dan di mall 161
Gambar 5.9Rekreasi di Toko dan Big Garden Padang Galak 167
Gambar 5.10 Jalan-jalan dan Tirtayatra
Pengelola Desa Kutuh & PKK 169
Gambar 5.11 Pesta Ulang Tahun Salah Satu
Warga Desa Kutuh 171
Gambar 5.12 Kepemilikan Alat Transportasi 182
Gambar 5.13 Sebelum renovasi, sesudah renovasi
xv
rumah dan bale gede 184
Gambar 5.14 Sebelum renovasi tempat ibadah
dan setelah renovasi tempat ibadah 185
Gambar 6.1 Seorang Warga Desa Kutuh yang
Selesai Belanja di Mall 199
Gambar 6.2 Pakaian Adat ke Pura 207
Gambar 6.3 Masyarakat yang Makan di Restoran 212
Gambar 6.4Tirtayatra Masyarakat Desa Kutuh Ke
Pura Besakih dan Lumajang 220
Gambar 6.5 Penggunaan Alat Transportasi 224
Gambar 6.6 Tempat Ibadah Setelah direnovasi 233
Gambar 6.7Bangunan Rumah Modern di Desa Kutuh 237
Gambar 7.1 Tempat Tongkrongan Remaja Desa Kutuh 245
Gambar 7.2 Bidang Usaha Vila 256
Gambar 7.3 Usaha yang dimiliki oleh Bapak Nyoman Lana 257
Gambar 7.4 Penyewaan Parkir Mobil, Kost-kostan, Toko 259
Gambar 7.5 Beberapa usaha yang dimiliki 261
Gambar 7.6 Peralatan rumah tangga 277
GLOSARIUM
awig-awig =acuan hukum normatif yang mendasari tatanan
dan proses kehidupan sosial, budaya, dan religi
dari masyarakat desa adat di Bali (kurang lebih
bisa disejajarkan sebagai semacam konstitusi desa
adat)
banjar = kesatuan masyarakat desa di Bali yang
strukturnya berada di bawah desa adat
bendesa adat = sebutan untuk kepala desa adat/pakraman di Bali
desa pakraman =kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali
yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata
krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu
secara turun temurun dalam ikatan kahyangan
tiga atau kahyangan desa yang mempunyai
wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta
berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
malaspas = upacara pembersihan dan penyucian bangunan
yang baru selesai dibangun atau baru ditempati.
ngaben = upacara pengembalian badan kasar dan halus ke
asalnya.
ngusaba kedasa = salah satu upacara yang erat kaitannya dengan
pelestarian alam dan budaya Bali yang umum
dilakukan di Desa Tenganan.
penyakap = petani yang mengusahakan lahan milik orang lain
dan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan.
pemedek = orang-orang yang bersembahyang di pura.
pitra yadya = korban suci yang tulus ikhlas ditujukan kepada
pitara/leluhur untuk keselamatan bersama.
pura paibon = pura keluarga.
sanggah = tempat suci keluarga bagi umat Hindu.
xvii
sekaa =kesatuan organisasi masyarakat di desa adat Bali
yang dibentuk untuk suatu tujuan khusus tertentu.
tirtayatra =perjalanan ke tempat-tempat suci yang bertujuan
untuk meningkatkan kesucian pribadi dan
memperkuat keimanan kepada Tuhan.
wewangsalan =pantun Bali
DAFTAR SINGKATAN
BPD : Badan Pemusyawaratan Desa
BPLP : Balai Pendidikan dan Latihan Pariwisata
BTDC : Bali Tourism Development Corporation
GPCP : Gunung Payung Cultural Park
ILO : International Labour Organization
KTI : Karang Taruna Indonesia
LPMD : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MoU : Memorandum of Understanding
OKB : Orang Kaya Baru
PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PT BRW : Perseroan Terbatas Bali Raga Wisata
PT ITDC : Perseoan Terbatas Indonesia Tourism Development Corporation
RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah
SCETO : Societe centrale Equipment Turistique Outre-Mer
xix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Judul penelitian ini menunjukkan bahwa yang hendak disoroti adalah gaya
hidup warga masyarakat di Desa Kutuh, khususnya yang telah menjual tanah
mereka. Secara implisit judul ini juga mencerminkan asumsi bahwa perolehan
uang hasil penjualan tanah itu diiringi oleh tindakan yang menunjukkan
perubahan gaya hidup mereka.
Agaknya asumsi seperti itu cukup logis, mengingat perkembangan gaya
hidup berkaitan sangat erat dengan budaya konsumen (Chaney, 2004:40). Artinya,
masyarakat pendukung budaya konsumen, yaitu masyarakat konsumtif sangat
membutuhkan uang untuk membiayai gaya hidupnya. Kadang kala kebutuhan
uang untuk memenuhi tuntutan gaya hidup seseorang tidak sebanding dengan
kemampuan ekonominya. Dalam keadaan demikian, orang pun tidak segan-segan
mencari kredit untuk mencicil barang yang dibutuhkan untuk memoles gaya
hidupnya.
Tampaknya orang Bali pun tidak luput dari urusan kredit dalam rangka
gaya hidupnya. Sehubungan dengan itu Atmadja (2010:111) menegaskan bahwa
berutang merupakan gaya hidup, bahkan telah membudaya dalam masyarakat
Bali. Hal ini berarti bahwa tanpa memiliki uang yang cukup pun orang tetap
mengembangkan gaya hidupnya, apalagi memiliki uang yang cukup tentu saja
orang senantiasa tidak akan membiarkan gaya hidupnya ketinggalan zaman.
Munculnya gagasan dan asumsi judul penelitian sebagaimana dipaparkan
di atas dilatarbelakangi oleh adanya penjajakan. Catatan notaris (2016)
menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2011 - 2015 sebanyak 95 orang
warga masyarakat Desa Kutuh, menjual tanahnya. Terkait dengan hal ini, Bali
Post (5 Februari 2008) memberitakan bahwa dengan semakin pesatnya
perkembangan pariwisata di wilayah Desa Kutuh yang ditandai dengan adanya
objek wisata Pantai Pandawa telah mendorong para investor untuk membeli tanah
di Desa Kutuh. Dalam keadaan demikian, tanah masyarakat Desa Kutuh telah
terjual kepada investor dengan harga yang relatif murah pada tahun 1990, yakni
sekitar Rp 3.000.000,00 per are. Akan tetapi, harga tanah di Desa Kutuh sudah
mencapai sekitar Rp 175.000.000,00 per are.
Semula tanah yang dijual merupakan pertanian lahan kering yang oleh
para pemiliknya digunakan untuk bercocok tanam palawija berupa kacang-
kacangan, jagung, dan umbi-umbian seperti ketela pohon dan ketela rambat.
Berdasarkan hal itu, dapat diketahui bahwa status social ekonomi warga
masyarakat Desa Kutuh yang menjual tanah adalah sebagai petani, yaitu petani
Desa Kutuh. Tujuan mereka menjual tanah tentu saja untuk memperoleh uang.
Uang yang diperoleh itu dipakai untuk membeli barang yang tersedia di pasar
yang dibutuhkannya antara lain untuk bergaya hidup.
Berkenaan dengan gaya hidup petani dikenal teori “Gaya Hidup Petani
Desa Robert Redfield yang menyatakan bahwa yang menandai gaya hidup petani
desa antara lain sikap konservatif dan mendambakan kekayaan (Danandjaja,
1988:47). Berdasarkan teori ini dapat dikatakan bahwa masyarakat Desa Kutuh
xxi
yang merupakan petani sepantasnya bersikap konservatif dan mendambakan
kekayaan. Berdasarkan sikap itu mestinya mereka senantiasa melakukan tindakan
untuk mempertahankan atau melestarikan pola-pola tindakan khas yang telah
menjadi tradisi dalam kehidupan masyarakat petani Desa Kutuh. Selain itu,
mengingat sikap mendambakan kekayaan juga merupakan penanda gaya hidup
petani desa, maka sesuai dengan pepatah lama (hemat pangkal kaya), semestinya
masyarakat petani Desa Kutuh juga tetap hidup menghemat agar kekayaan yang
didambakan dapat diwujudkan.
Berbeda dengan teori yang menyatakan gaya hidup petani desa ditandai
oleh sikap konservatif sebagaimana dipaparkan di atas, Chaney (2004 : 40)
menyatakan bahwa gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang
biasa juga disebut modernitas. Ini berarti bahwa dalam rangka bergaya hidup,
manusia senantiasa berorientasi pada modernisasi sehingga perubahan sikap dan
perilaku justru dianggap penting, sedangkan sikap dan perilaku konservatif bisa
dianggap ketinggalan zaman. Berdasarkan gagasan seperti ini tidak tertutup
kemungkinan bahwa masyarakat Desa Kutuh yang petani itu pun berorientasi
pada modernisasi. Kemungkinan seperti ini terlihat bersesuaian dengan penegasan
Ibrahim (2011:11-12) sebagai berikut.
“Dalam masyarakat mutakhir seringkali soal cita rasa dan gaya hidup tidak
jelas lagi batas-batasnya. Gaya hidup kini bukan lagi monopoli suatu kelas,
tapi sudah lintas kelas. Mana yang kelas atas, menengah/bawah sudah
bercampur baur dan terkadang dipakai berganti-ganti”.
Jadi, ada dua kemungkinan yang tidak hanya berbeda, tetapi juga saling bertolak
belakang mengenai gaya hidup masyarakat Desa Kutuh, sebagaimana dipaparkan
di atas.
Berdasarkan hal ini masalah penelitian yang penting dan perlu dikaji
adalah kurangnya pengetahuan mengenai cara masyarakat Desa Kutuh
mengonstruksi kemasan gaya hidup mereka sebagai warga masyarakat yang
semula adalah petani, tetapi kini hidup pada era modern, bahkan era postmodern.
Masalah penelitian ini perlu dikaji tidak hanya untuk menambah pengetahuan
mengenai berbagai hal terkait dengan masalah tersebut, tetapi juga untuk
melahirkan pemikiran tertentu yang bisa bermanfaat, baik secara teoretis maupun
praktis.
Jika dicermati secara lebih mendalam, tampak bahwa kedua kemungkinan
atau dugaan yang saling bertolak belakang sebagaimana dipaparkan di atas
mengandung kekuatan dan kelemahan. Kekuatan dugaan pertama bahwa di
kalangan masyarakat Bali telah muncul wacana tentang ajeg Bali, maka
kemungkinan orang Bali, termasuk masyarakat Desa Kutuh berusaha
mempertahankan (konservasi) tradisi budayanya, termasuk mempertahankan
pola-pola tindakannya yang disebut gaya hidup petani desa. Kelemahan dugaan
ini adalah bahwa masyarakat Bali telah dilanda oleh pengaruh globalisasi
sehingga dugaan kedua menjadi kuat.
Dikatakan kuat karena pada era globalisasi ini terjadi perubahan mendasar
dalam kehidupan masyarakat Bali sehingga gaya hidup mereka pun ikut berubah
(Atmadja, 2010). Dalam keadaan demikian, gaya hidup seseorang dari golongan
petani desa seperti halnya petani Desa Kutuh yang telah menjual tanahnya belum
tentu selalu atau hanya menunjukkan tradisi budaya yang ada di dalam masyarakat
xxiii
Desa Kutuh. Mereka juga bisa tampil dengan meniru gaya hidup orang dari
komunitas atau kelas lain.
Logika yang lebih meyakinkan adalah bahwa gaya hidup masyarakat Desa
Kutuh tidak sepenuhnya bersifat konservatif. Hal ini bisa terjadi mengingat
sejalan dengan perkembangan pariwisata di Kuta Selatan, masyarakat Desa Kutuh
kini tidak hanya hidup bersama komunitasnya, tetapi juga berinteraksi dengan
berbagai pihak dari berbagai daerah di Bali dan Indonesia, bahkan dari
mancanegara. Seiring dengan hal ini mereka pun menjual tanah mereka. Hal ini
menandakan bahwa mereka tidak mengonservasi, tetapi mengonversi atau
mengubah status kepemilikannya atas tanah mereka.
Pergaulan atau interaksi masyarakat Desa Kutuh yang sangat luas itu
membuka peluang bagi mereka untuk melakukan peniruan gaya hidup pihak lain
yang tergolong modern. Namun, sikap konservatif yang menandai gaya hidup
petani dinyatakan bersifat universal karena dapat ditemukan pada petani desa di
berbagai desa di dunia, seperti Polandia, Cina, Kurdish, Guatamala, Bali,
Kalimantan Tengah, dan Pulau Nias (Danandjaja, 1988:47). Karena kedua
macam dugaan berbeda tentang gaya hidup masyarakat Desa Kutuh tadi sama-
sama mengandung kekuatan dan kelemahannya, perlu diformulasikan dugaan
yang lebih meyakinkan.
Adapun dugaan yang kiranya lebih meyakinkan dalam hal ini adalah
bahwa gaya hidup masyarakat petani desa atau mantan petani desa seperti halnya
masyarakat Desa Kutuh, Kuta Selatan bisa saja bersifat campuran atau hibrid.
Artinya, gaya hidup mereka tidak hanya menunjukkan ciri khas komunitasnya
yang bersifat tradisional, tetapi menunjukkan juga ciri-ciri modernitas. Dugaan ini
terlihat kuat jika dikaitkan dengan pemikiran yang bersifat dialektis bahwa di
dalam modernitas ada tradisional dan di dalam tradisional ada modernitas. Kadar
tradisional dan modernitas dalam gaya hidup tampaknya berkaitan erat dengan
pilihan tiap-tiap pihak yang bersangkutan yang mungkin terus berubah sesuai
dengan perkembangan zaman. Hal ini sejalan dengan gagasan Ibrahim (2011:12 -
13) sebagai berikut.
“…ternyata pilihan gaya hidup yang kita buat dari sekian banyak pilihan
model gaya hidup yang ditawarkan dalam masyarakat adalah hasil dari
pergulatan diri kita dalam pencarian identitas dan sensibilitas kita dengan
lingkungan di mana kita hidup”.
Berdasarkan gagasan ini, dapat dikatakan bahwa gaya hidup yang bersifat
campuran atau hibrid bisa merupakan hasil upaya orang atau kelompok yang
bersangkutan menyatukan dua unsur gaya hidup yang tradisional dan yang
modern. Dalam konteks ini dikenal istilah “artikulasi” yang merupakan salah satu
istilah kunci dalam ilmu kajian budaya. Pentingnya istilah artikulasi dalam kajian
budaya terlihat dari diposisikannya istilah tersebut sebagai bagian dari glosarium
pada buku karangan Chris Barker yang berjudul Cultural Studies (2013:68). Di
samping itu, juga dimuat pada buku Kamus Kajian Budaya (2014:12) yang juga
ditulis oleh Barker. Secara ringkas, istilah artikulasi dalam hal ini dapat diartikan
sebagai upaya menyatukan dua hal yang berbeda dan tidak mempunyai kaitan
yang niscaya. Oleh karena itu, salah satu masalah yang perlu dijadikan fokus
penelitian ini adalah cara masyarakat Desa Kutuh mengartikulasikan gaya
hidupnya. Hal ini penting unrtuk mengetahui bobot dimensi tradisional dan
modernitas dalam gaya hidup masyarakat Desa Kutuh.
xxv
Artikulasi itu penting untuk dikaji, tetapi untuk memperoleh gambaran
yang lebih dalam mengenai gaya hidup masyarakat Desa Kutuh maka diperlukan
telaah terhadap aspek-aspek lain yang berkaitan dengan gaya hidup mereka. Satu
aspek yang lazim dikaji dalam kajian budaya adalah ideologi yang ada di balik
tindakan yang dilakukan orang atau kelompok tertentu (Barker, 2013:68). Aspek
ideologi menjadi penting dalam penelitian ini selain karena penelitian ini adalah
penelitian kajian budaya juga mengingat gaya hidup sebagaimana dikemukakan di
atas merupakan pilihan.
Tentu saja memilih gaya hidup merupakan suatu tindakan sedangkan
tindakan manusia dipandu oleh ideologi yang diturunkan ke dalam kerangka aksi
dan aturan-aturan tindakan (Takwin, 2003:7). Ideologi dijadikan kerangka suatu
aksi atau aturan tindakan karena ideologi sebagaimana dikemukakan oleh Jones
dan Wareing (dalam Atmadja dan Anantawikrama, 2008:240) juga bisa dilihat
sebagai “keyakinan-keyakinan yang dirasakan logis dan „wajar‟ oleh orang-orang
yang menganutnya”. Jadi, melalui kajian aspek ideologi di balik gaya hidup
dimungkinkan untuk memperoleh gambaran yang lebih dalam lagi mengenai gaya
hidup masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, rumusan masalah juga
perlu dikaji dalam penelitian adalah rumusan masalah yang mempertanyakan
ideologi yang ada di balik gaya hidup masyarakat Desa Kutuh pascapenjualan
tanah.
Jika kajian tentang ideologi yang ada di balik gaya hidup yang
memungkinkan mendorong orang untuk melakukan tindakan yang dirasakan logis
dan wajar dalam memilih gaya hidup, maka masih ada lagi yang kiranya tidak
kalah pentingnya untuk dikaji, yakni implikasi gaya hidup masyarakat Desa Kutuh
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini perlu dikaji karena implikasi
sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:529) dan
oleh Keraf (1985:8), bahwa implikasi biasanya tidak ditegaskan padahal sudah
ada atau terangkum dalam suatu fenomena. Jadi, implikasi bersifat implisit dalam
suatu fenomena, tetapi tidak disebut-sebut mungkin karena kurang disadari bahwa
itu penting. Dengan demikian, satu rumusan masalah lagi yang juga penting
dalam hal ini adalah yang mempertanyakan hal-hal yang terangkum atau tercakup,
tetapi tidak ditegaskan dalam gaya hidup masyarakat Desa Kutuh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan alasan-alasan yang telah dikemukakan pada paparan
mengenai latar belakang di atas, ada tiga rumusan masalah yang hendak dikaji
dalam penelitian ini. Adapun tiga rumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah masyarakat Desa Kutuh mengartikulasikan gaya hidup
pascapenjualan tanah?
2. Ideologi apakah yang ada di balik gaya hidup masyarakat Desa Kutuh
pascapenjualan tanah mereka?
3. Bagaimanakah implikasi gaya hidup masyarakat Desa Kutuh pascapenjualan
tanah mereka?
1.3 Tujuan Penelitian
xxvii
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gaya hidup masyarakat pascapenjualan tanah di Desa
Kutuh di samping itu, juga untuk mengetahui kepedulian serta kebijakan
pemerintah, swasta beserta stakeholder lainnya, termasuk masyarakat, LSM yang
peduli terhadap perubahan gaya hidup masyarakat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui artikulasi gaya hidup masyarakat pascapenjualan tanah
di Desa Kutuh.
2. Untuk memahami ideologi di balik gaya hidup masyarakat pascapenjualan
tanah di Desa Kutuh.
3. Untuk menginterpretasi implikasi gaya hidup masyarakat pascapenjualan
tanah di Desa Kutuh.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Diharapkan temuan penelitian ini dapat menambah wawasan,
pengetahuan, dan referensi di bidang kajian budaya dalam hal gaya hidup
masyarakat pascapenjualan tanah di Desa Kutuh.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan
bagi penentu kebijakan untuk memecahkan masalah gaya hidup masyarakat
pascapenjualan tanah di Desa Kutuh.