abstrak kata kunci a. pendahuluan terjemahan bahasa inggris yang benar akan tergantung pada konteks...
TRANSCRIPT
86
Analisis Makna
Oleh: Lidwina Sri Ardiasih, Audi Yundayani, Frimadhona Syafri, dan Arini Noor Izzati
Abstrak
Dalam tulisan ini akan diberikan pemahaman tentang bagaimana melakukan suatu analisis makna pada saat proses penerjemahan. Hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang penerjemah adalah bagaimana agar makna pada bahasa sumber (BS) dapat sepadan dengan makna pada bahasa target (BT). Analisis makna yang dibahas pada makalah ini berfokus pada makna referensial, makna konotatif, analisis struktur makna, serta struktur hirarkis dan analisis komponensial.
Kata kunci: analisis makna, penerjemahan
A. Pendahuluan
Dalam suatu proses penerjemahan, beberapa pendekatan dan metode
penerjemahan dapat diterapkan antara lain pendekatan semantik dan pendekatan
komunikatif yang dibahas secara rinci oleh Peter Newmark. Ditinjau dari pendekatan
semantiknya, maka makna merupakan unsur penting dalam penerjemahan, khususnya
penerjemahan secara menyeluruh. Catford menyatakan bahwa “translation has often
been defined with reference to meaning; a translation is said to „have the same
meaning‟ as the original”.1 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori
penerjemahan tidak terlepas dari teori makna. Tanpa teori tersebut maka aspek-aspek
penting pada proses penerjemahan tidak dapat dibahas. Lebih lanjut Nida dan Taber
menyatakan bahwa “translation consists of reproducing in the receptor language the
closest natural equivalence of the source language message, first in terms of meaning
and secondly in terms of style”. 2 Berdasarkan kalimat tersebut, terjemahan itu mungkin
dibuat dengan kesamaan ide yang ada dibalik ungkapan verbalnya yang berbeda. Bagi
Nida analisis makna merupakan permasalahan praktek yang sangat besar karena
beberapa dari penerjemah non-penutur asli bahasa Inggris yang belum berpengalaman
kadang-kadang mengalami kebingungan dengan seluk-beluk dan ambiguitas dari teks
1 J.C. Catford, A linguistic Theory of Translation, (Oxford: Oxford University Press, 1978), h. 35
2 Eugene. A. Nida, Charles R. Taber, The Theory and Practice of Translation, (Leiden: E.J Brill, 1969), 12
87
sumber (source text/ST), terutama beberapa indera ganda, makna kiasan/figuratif, dan
sinonim yang dekat (near-synonym). 3
Makalah ini berfokus pada analisis makna yang dilakukan pada proses
penerjemahan yang melibatkan empat hal penting yaitu 1) makna referensial, 2) makna
konotatif, 3) analisis struktur makna, dan 4) struktur hirarkis dan analisis komponensial.
B. Pembahasan
1. Makna referensial
Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa Nida dan Taber merupakan
ahli bahasa yang mendeskripsikan berbagai macam permasalahan linguistik terkait
dengan makna referensial (referential meaning). Makna Referensial adalah makna yang
berhubungan langsung dengan kenyataan atau memiliki referen (acuan), yang dapat
disebut juga sebagai makna kognitif. Dalam makna ini terdapat hubungan dengan
konsep mengenai sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa).
Misalnya table dan chair adalah yang bermakna referensial karena keduanya
mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ”table” dan
”chair”.
Berikut beberapa contoh kata yang memiliki lebih dari satu makna yang dikenal
dengan istilah polysemous. 4
No Kata Jenis Kata Makna
1. chair Kata Benda a. bagian dari perabotan rumah tangga b. posisi pemimpin pada suatu rapat/pertemuan
Kata Kerja c. memimpin suatu rapat/pertemuan
2. spirit Kata Benda a. minuman keras b. penentuan c. hantu d. Roh Kudus (Holy Spirit) dalam Alkitab
Rasa bahasa yang tepat dari seorang penerjemah ditentukan oleh lingkungan
semotaktik (semotatic environment) atau co-text (kata-kata di sekitarnya). Beberapa
3 Nida, Taber, Op.Cit., h. 56
4 Basil Hatim, Jeremy Munday, Translation: An Advanced Resource Book. (London: Roudledge, 1992), h. 35
88
makna merupakan makna figuratif (mengandung arti kiasan) dan perlu dibedakan dari
makna literalnya sebagaimana dicontohkan pada tabel berikut. 5
No Kata Penggunaan Makna
1. father father of a child bapak dari seorang anak
our Father in heaven, Bapak di Surga
Father Murphy Bapak Murphy
father of an invention or a country
bapak penemuan/ bapak negara
Masing-masing kata tersebut mungkin memerlukan terjemahan yang berbeda. Kata
heart, blood, dan children akan sering digunakan secara figuratif/kiasan di dalam Injil.
Jadi ketika terdapat kalimat „children of wrath‟ tidak berarti „angry children‟ atau „anak
yang marah‟ tapi „orang yang akan mengalami murka Allah. 6
Permasalahan yang timbul pada sinonim yang dekat (near synonym) seperti
grace, favour, kindness, dan mercy, juga penting untuk dibahas di mana sebagai
pembaca, seorang penerjemah harus terlebih dahulu membedakan antara
(disambiguate) kemungkinan beragamnya rasa atau pemahaman pada teks sumber
sebagai satu tahapan mengidentifikasi kesepadanan yang tepat pada bahasa target
(target language/TL). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis struktur
semantik kontrastif (contrastive semantic structure analysis ) .
Terkait dengan analisis struktur semantik terdapat istilah disambigu yang oleh
Hatim dan Munday diberikan contoh kesalahan terjemahan dari negara berbahasa
Spanyol menggunakan bahasa Inggris sebagai berikut.
“We are writing to invite you to a conference. We expect you will attend” 7
Penggunaan kata expect dianggap kurang tepat dan perlu diganti dengan kata hope.
Hal ini disebabkan karena istilah pada bahasa sumber (BS) yaitu kata esperar dalam
bahasa Spanyol mencakup bidang semantik yang lebih luas dari bahasa Inggris seperti
digambarkan sebagai berikut.
hope
Esperar expect atau bahkan look forward
want
5 Ibid.
6 Emzir, Teori dan Pengajaran Penerjemahan, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2015), h. 106
7 Ibid.
89
Terjemahan bahasa Inggris yang benar akan tergantung pada konteks dan kekuatan
dari bahasa Spanyol. Pada contoh tersebut, kata expect terlalu empatik untuk maksud
suatu pesan.
Contoh lain terkait nonkorespondensi bidang semantik sehingga diperlukannya
disambiguation menggunakan co-text dan context (situasi adalah pada terjemahan
bahasa Inggris ke bahasa Rusia sebagai berikut.
bahasa Rusia ruka bahasa Inggris arm dan hand
bahasa Rusia nuga bahasa Inggris leg dan foot
Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa seringkali penerjemah mengalami
kebingungan sebagai pembicara nonpribumi (non-native speaker) yang menyebabkan
pemilihan istilah bahasa targetnya tidak tepat. Pada pemilihan kata esperar tersebut
dapat dilihat bahwa penerjemah telah gagal pada disambigu dua istilah pada bahasa
sumber yang memiliki bentuk sama tetapi berbeda arti yang dikenal dengan istilah
homonim.
Contoh lain yang diberikan Hatim dan Munday 8 adalah satu terjemahan yang
menyebabkan suatu bencana besar yaitu penghancuran biara Monte Cassino di Italia
pada jaman Perang Dunia Kedua. Sekutu maju disalahtafsirkan oleh radio Jerman yang
menuliskan kalimat sebagai berikut.
“Der Abt ist im Kloster”.
Penerjemah bingung dengan kata Abt (Abbot) untuk singkatan dari Abtailung (batalion)
dan mengembalikan kalimat sebagai “The batallion is in the monastery”, di mana
Sekutu menghancurkan bangunan seperti digambarkan pada diagram struktur
Semantik Abt berikut ini.
8 Emzir, Op. Cit., h. 107
esperar
to wish
to want
to wish but not necessary with expectation
to hope
to wish or require with strong expectation
to expect
to await eagerly
to look forward to
90
Referent = leader of a monastery Abbreviation of Abteilung
Translation = abbot batallion
Lebih lanjut, Nida dan Larson menggunakan representasi visual struktur semantik untuk
menggambarkan kata-kata yang lebih kompleks seperti spirit yang telah kita bahas
sebelumnya.
2. Makna konotatif
Dalam memahami sebuah makna untuk penerjemahan, terdapat dua aspek
makna yang berbeda tetapi berhubungan, yaitu 1) gramatikal dan 2) semantik. Tetapi
kita tidak hanya memahami referensi kata, tetapi kita juga harus memahami secara
emosional atau dengan rasa yang terkadang kuat, lemah, terkadang setuju, terkadang
secara negative. Reaksi secara emosi dari sebuah kata disebut makna konotatif.
Asosiasi yang timbul dari suatu kata terkadang kita hindari untuk
menggunakannya, ini yang disebut verbal taboo. Terdapat juga negative taboo yang
terkait dengan perasaan yang tidak enak. Untuk menghindari verbal taboo atau
negative taboo, terdapat beberapa istilah dengan makna yang sama dan bisa diterima.
Terdapat juga positive taboo yang terkait dengan perasaan takut atau terpesona, jika
kata-kata ini salah dalam penggunaannya maka akan memberikan dampak yang tidak
baik. Salah satu contohnya adalah orang yahudi tradisional yang menolak untuk
menuliskan nama Tuhan dengan empat huruf Y H W H yang merupakan bahasa
Hebrew; salah bahasa modern Israel atau bahasa semitic yang digunakan orang
Yahudi dalam penulisan Alkitab.9
Untuk kesopanan, digunakan juga istilah kata yang lebih halus seperti
penggunaan kata toilet yang bisa digantikan dengan istilah washroom, comfort station,
longue, powder room, kemudian istilah sanitary engineer untuk menggantikan istilah
9 E.A.. Nida & Taber C. The Theory and Practice of Translation. (Leiden. Brill. 1969)
Abt
91
garbage man. Salah satu penggunaan kata yang akan memiliki konotasi dengan
ketakutan biasanya merupakan kata yang terkait dengan kematian atau pemakaman,
salah satu contohnya adalah istilah mortician (pengurus makam) menggantikan kata
undertaker untuk makna yang sama. Makna konotasi kata terkadang bersifat individu
sehingga maknanya hilang jika tidak sesuai dengan makna yang sudah disepakati
digunakan dalam masyarakat.
Faktor Utama dalam Makna Konotatif
Untuk memahami makna konotatif, terdapat tiga prinsip; 1) hubungan antara kata
dengan pengguna, 2) kondisi atau keadaan ketika kata tersebut digunakan dan 3)
karakter/setting kebahasaan dari kata tersebut. Ketiga prinsip ini digunakan dalam
positive taboo dan negative taboo.
1. Hubungan kata dengan pembicara
Jika suatu kata dihubungkan dengan penggunanya maka akan ada makna
konotasi antara kita dengan penggunanya. Misalnya kata yang digunakan oleh anak-
anak atau ditujukan untuk anak-anak maka secara konotasi akan menjadi ujaran
yang kekanak-kanakan dan tidak akan digunakan oleh orang dewasa. Sama dengan
hal tersebut, beberapa kata juga akan dihubungkan dengan kelas sosial. Di bahasa
Inggris British sudah digunakan ujaran U untuk kelas sosial atas dan non-U untuk
kelas sosial yang lebih rendah.
Tingkat pendidikan juga memiliki pengaruh, misalnya orang yang
berpendidikan akan menggunakan “standard speech”, sementara yang tidak
berpendidikan akan menggunakan “sub-standard” pelafalan, kata dan struktur
gramatika. Orang terpelajar cenderung menggunakan kata yang memiliki konotasi
dengan kesombongan, kepandaian mereka (pedantry). Yang harus diingat adalah
tingkat penggunaan standard, sub-standard dan pedantry lebih merupakan hal yang
bersifat sosial bukan ketatabahasaan.
Konotasi juga terkait dengan penggunaan secara teknikal. Misalnya
seorang ahli bahasa akan banyak menggunakan istilah kebahasaan seperti
phonemes, phones, graphs dan sebagainya dibandingkan yang bukan ahli bahasa.
92
Penggunaan pilihan kata seseorang bisa dijadikan sebagai acuan untuk mengukur
kompetensi yang dimiliki.
Beberapa kata juga memiliki konotasi dengan gender, women‟s speech atau
men‟s speech. Ada juga yang terkait dengan kedaerahan seperti orang yang tinggal
di daerah pegunungan (hillbilly). Konotasi kata juga muncul dari penggunaan secara
keagamaan mislanya istilah the blood, the cross of Jesus Christ, akan terkait dengan
agama Kristen.
2. Keadaan atau kondisi ketika kata tersebut digunakan
Kata yang sama dapat digunakan oleh orang yang sama dalam kondisi yang
berbeda akan memiliki konotasi yang berbeda. Misalnya kata Dawn yang digunakan
di gereja akan berbeda makna jika digunakan di beer hall, meskipun digunakan oleh
orang yang sama. Terdapat beberapa ekspresi yang dihubungkan dengan language
setting, misalnya di tempat pelelangan, pasar, kantor polisi, penginapan dan lainnya,
sehingga gaya bahasa yang akan digunakan berbeda dan memiliki makna konotasi
masing-masing.
Faktor lain yang mungkin juga mempengaruhi adalah kondisi alam atau
lingkungan yang akan memiliki efek terhadap makan konotasi suatu kata. Ada
sebuah penelitian di Afrika untuk melihat konotasi dari kata hijau dan biru. Di daerah
hutan, biru merupakan warna yang disukai karena dihubungkan dengan langit dan
matahari yang dikonotasikan sebagai kehidupan, keberkahan dan lainnya.
Sementara warna hijau dihubungkan dengan daun dan air. Warna hijau merupakan
warna yang disukai di daerah padang pasir yang dikonotasikan dengan hidup dan
keberkahan.
3. Setting kebahasaan
Kelompok kata atau kata yang berdampingan (frase) memiliki konotasi yang
berbeda. Seperti kata “green” pada green with envy, a green worker dan green fruit.
Terkadang konotasi kata memiliki kemiripan tetapi tidak terkait dengan gambaran
konotasi, misalnya rumpus room yang banyak digunakan iklan real-estate di Amerika
menggambarkan family room, mungkin karena rump dikonotasikan secara salah.
93
Aspek lain dari setting kebahasaan adalah dimensi waktu. Reaksi emosional
yang muncul akan terkait dengan perasaan seseorang di masa lampau, sekarang
dan masa depan.
Aspek lain adalah literary setting. Frase Uncle Tom dan Mary‟s Little Lamb
terkait dengan makna literary yang mereka temukan. Di dalam konteks yang lebih
terbatas, frase thus saith the Lord tidak hanya sama dengan the Lord says, tetapi
memiliki konotasi dengan bahasa King James dan intonasi yang terkait dengan
gereja atau pendeta. Seperti frase once upon a time, tidak berarti secara makna
pada suatu masa, tetapi secara konotasi menunjukkan bahwa cerita yang
disampaikan hanyalah sebuah dongeng yang tidak terjadi,
Tingkat Penggunaan
Tingkat penggunaan menggambarkan pembagian dimensi berdasarkan
tingkatan bahasa teknikal, formal, informal, kasual dan intimate. Perbedaan antara
tingkatan ini menggunakan perbedaan pelafalan, bentuk gramatika dan pemilihan
kosakata. Perbedaan tingkatan ini memberikan konotasi yang berbeda sebagai hasil
dari interaksi antara pembicara, keadaan dan setting kebahasaan.
Pengukuran Makna Konotatif
Belum ditemukan alat yang dapat mengukur makna konotatif dalam suatu
kata. Tetapi ada sebuah test yang dapat digunakan untuk melihat reaksi seseorang
terkait dengan makna konotatif suatu kata dengan menggunakan matrix, skala 1-10
dengan menggunakan pasangan antonim kata sifat seperti good-bad, beautiful-ugly,
strong-weak, light-dark, high-low, warm-cold dan lainnya. Kemudian masing-masing
peserta test diberikan daftar kata untuk dievaluasi berdasarkan skala ini: kata seperti
patriotism, love, blood, communism, revolution, woman, mother dan lainnya. Masing-
masing kata di evaluasi berdasarkan skala, apakah sesuai atau tidak, hasilnya
kemudian ditabulasikan dan dianalisis secara statistik oleh komputer untuk
menggambarkan profil konotasinya. Mungkin kita berpikir bahwa reaksi yang timbul
akan bersifat individual, tetapi ditemukan sebuah kesamaan atau kesepakatan,
digambarkan seperti reaksi “bell curve”.
94
Contohnya percobaan yang dilakukan terhadap 60 orang American English
terkait respon mereka terhadap kata woman dan mother dan hasilnya menunjukan
kata woman berkonotasi netral dan kata mother berkonotasi memiliki kualitas tinggi.
10
Ada juga sebuah test, yang disebut oleh Osgood, Suci dan Tannebuam
(1957) sebagai “ruang semantik”.11 Test tersebut meminta respon terkait penilaian
kata-kata berdasarkan penilaian baik atau buruk, potensi kuat ke lemah dan kegiatan
aktif ke pasif. Nida dan Taber tidak hanya menggambarkan kata-kata tunggal atau
idiom yang terkait dengan asosiasi konotatif, tetapi juga termasuk pengucapan
(aksen yang lebih berkelas dari yang lain), gaya dan materi ketika diterjemahkan ke
dalam sebuah konteks budaya yang radikal.12
Aspek Pesan Kebahasaan yang Membawa Makna Konotatif
Meskipun secara makna konotatif tradisional hanya dihubungkan dengan
kata yang disampaikan secara individu atau merupakan frase pendek yang biasa
disebut idiom, tetapi bukan hanya itu saja. Seluruh tingkat bentuk kebahasaan
memiliki hubungan makna ini seperti 1) pelafalan, 2) kata-kata seperti unit semantik
termasuk kata tunggal dan idiom 3) wacana (yang terkait dengan reaksi konotatif
terhadap gaya ujaran) dan 4) tema pesan.
Pelafalan
Jenis bunyi yang digunakan pada ujaran seperti alofone dari fonem memiliki
makna konotatif. Contohnya : “Toity-toid dan Toid-avenue” dialek New York dengan
pelafalan tertentu seperti bird menjadi boid, girl menjadi goil, third menjadi toil yang
mungkin pada awalnya sulit untuk dimengerti. Bentuk ini memiliki makna yang
dihubungkan dengan penggunaan dialek substandard.
10
Nida, Op.Cit 11
Emzir, Teori dan Pengajaran Penerjemahan, (Jakarta: Rajawali Pres, 2015), h. 108 12
Emzir, Op.Cit.
95
Kata-Kata
Makna konotatif biasanya dikaitkan dengan menghindari makna yang vulgar
dan terkait dengan kesopanan dan kepantasan, karena dapat berakibat pada
konsekuensi yang lebih serius dari makna konotatif. Contohnya pemeluk agama
Budha di Thailand yang sebelumnya tidak mengenal agama Kristen akan
menginterpretasikan terjemahan John 3:16 dengan perbedaan makna, “God so
lusted after this material world that he sent his only Son so that anyone who is
gullible enough to believe in him would have the misfortune of keeping on living
forever and not dying” sebagai berikut,
1. Frase “so loved the world,” penerjemah Thailand akan memilih kata “world” yang
diartikan sebagai alam semesta secara fisik daripada diartikan sebagai umat
manusia di dunia. Sebagai hasilnya istilah “love” akan diinterpretasikan secara
konotatif sebagai “lusting after,” (keinginan/nafsu) secara keduniawian yang
dalam agama Budha dilihat sebagai sesuatu yang salah,
2. Ekspresi “to believe in” diartikan sebagai pemahaman secara intelektual, bukan
merupakan percaya atau yakin, dan untuk di beberapa keadaan akan
diinterpretasikan secara konotatif sebagai sebuah kesalahan.
3. “Living forever” dalam pandangan Budha merupakan salah satu tragedi yang
paling dahsyat karena diartikan sebagai terpenjara dalam dunia khayalan nyata
dan tidak dapat diizinkan untuk masuk ke dalam kebahagiaan surga yang abadi,
yang secara logika berlawanan dengan dunia nyata.
Nilai konotatif ini dihubungkan dengan terjemahan Thailand dari John 3:16
yang bukan merupakan reaksi secara pribadi dari penggunaan kata-kata dalam
bahasa Thailand tetapi juga merupakan pesan secara keseluruhan.
Bentuk Wacana
Jenis dari wacana menghasilkan nilai konotatif yang penting, sedikit terpisah
dari makna konotatif kata atau tema. Yang terjadi adalah terkadang kita lebih memilih
pada gaya daripada isi wacana, sehingga mengindikasikan dengan jelas bahwa
terdapat perbedaan dari respon secara emosi terhadap cara tersebut. Beberapa
pembicara memberikan daya tarik kepada audiencenya dengan bahasa yang
96
mengalir, meskipun tidak berdasar secara konten, pembicara lain mungkin lebih
fokus pada isi pesan meskipun dengan cara yang tidak menarik, sehingga reaksi
konotatif terhadap bentuk dapat dipisahkan dari reaksi konotatif terhadap isi.
Tema
Fakta bahwa seseorang akan memahami dengan seksama semua detail yang
signifikan tidak memberikan garansi mereka akan memahami pesan dengan cara
sama yang dilakukan orang lain. Contohnya suku Indian Guaica di Venezuela
Selatan yang teguh dengan cerita tentang kematian dan pengadilan Jesus , bagi
mereka seharusnya Jesus melawan. Siapa saja yang tidak melawan atau melarikan
diri, pantas akan kematian. Bagi kelompok Guaica lebih baik mati dalam
pertempuran daripada diperlakukan sebagai kriminal.
Karena tema diinterpretasikan berdasarkan perbedaan budaya dan sosial, maka
sebuah tema akan memberikan reaksi konotatif yang berbeda.
3. Analisis struktur makna
Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Penerjemahan juga merupakan pengungkapan kembali pesan dari bahasa
sumber ke bahasa sasaran.Salah satu ciri bahasa yang mempengaruhi
penerjemahan adalah komponen makna yang bergabung dalam unsur leksikal atau
kata. Nida dan Taber membagi makna menjadi dua jenis yaitu makna referensial
(denotasi) dan makna konotasi. Seperti telah dikatakan sebelumnya makna
referensial, adalah makna kata-kata sebagai simbol atau tanda yang mengacu pada
objek benda, peristiwa kejadian, atribut (abstrak), relasi. Adapun makna konotasi
adalah makna kata-kata yang menimbulkan reaksi emosional dari pendengar atau
pembaca.
Berkaitan dengan cara untuk melihat bentuk dan makna dengan melihat
struktur lahir dan struktur batin. Struktur lahir yang berupa unsur gramatikal, leksikal,
fonologis, tidak menolong dalam memberikan informasi yang akurat tentang bahasa
dalam studi penerjemahan.Struktur batin (berupa unsur makna) bahasalah yang
menjadi dasar dalam penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain.
97
Dibandingkan dengan struktur gramatikal, struktur semantis lebih mendekati
universal, artinya,jenis satuan, ciri, dan hubungannya pada dasarnya sama untuk
semua bahasa. Misalnya, semua bahasa mempunyai komponen makna yang dapat
dikelompokkan menjadi BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, atau RELASI (HUBUNGAN),
tetapi tidak semua bahasa mempunyai kelas gramatikal struktur lahir yang sama.
Ada bahasa yang mempunyai konjungsi, ada yang tidak; ada yang mempunyai frase
preposisi dan ada yang tidak. Kelas kata tiap bahasa berbeda-heda. Semua kelas
semantis di atas terdapat dalam semua bahasa: setiap konsep dalam semua bahasa
merujuk ke BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, atau RELASI. Proposisi semantis
terdapat dalam semua bahasa. Proposisi ini terdiri dari konsep-konsep
(pengelompokan komponen makna) yang berhubungan satu sarna lain, dengan
atauatribut BENDA, KEJADIAN, atau ATRIBUT sebagai konsep inti.
Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk.mewakili proposisi, misaInya: konsep
(Eko, Menendang, dan batu kerikil), dan peran yang terdiri dari: pelaku, (yang
melakukan perhuatan), akivitas dan penderita (yang menjadi akibat perbuatan).
Untuk kesederhanaan penyajian, bahasa Indonesia mengungkapkan proposisi ini
dengan bentuk struktur Iahir Amir memukul bola. Perhatikan keempat proposisi
berikut yang mempunyai hubungan waktu berurutan satu sarna lain.
STRUKTUR BATIN
Amir bertemu dengan Budi di sudut itu.
Amir dan Budi berbincang-bincang.
Budi pergi.
Amir pergi.
Keempat proposisi ini dapat diungkapkan dalam hahasa Keempat proposisi ini dapat
diungkapkan dalam hahasa manapun dengan struktur Iahir bahasa itu. Dalam
bahasa Indonesia dapat digunakan struktur lahir sebagai berikut :
98
STRUKTUR LAHIR
1. Amir bertemu dengan Budi di sudut itu. Mereka berbincang-bincang. Budi pergi.
Kemudian Amir pergi juga.
2. Amir bertemu dengan Budi di sudut itu dan mereka berbincang-bincang.
Kemudian Budi pergi, dan begitu juga Amir.
3. Amir bertemu dengan Budi di sudut itu. Sesudah mereka berbincang-bincang,
Budi pergi dan kemudian Amir pergi.
4. Amir dan Budi bertemu di sudut itu untuk berbincang-bincang. Sesudah selesai
berbincang-bincang, Budi pergi dahulu dan kemudian Amir pergi juga.
Dalam struktur semantis, satu-satunya urutan ialah kronologis, tetapi urutan kronologis
ini tidak selalu selaras dengan urutan kata-kata dalam struktur gramatikal dan bahkan
sering berbeda atau menyimpang. Proposisi-proposisi di atas dapat juga diungkapkan
dengan bentuk berikut:
5. Amir pergi belakangan, sesudah ia dan Budi bertemu di sudut itu, berbincang-
bincang, dan Budi pergi.
Kelima kalimat di atas dapat dianggap sebagai bentuk struktur lahir yang benar untuk
mewakili keempat proposisi itu. (Perlu diketahui bahwa keterangan ini merupakan
penyederhanaan masalah untuk mengerti maksud perbedaan antara struktur batin dan
struktur lahir.) Penulisan kembali suatu hal yang sama dalam bahasa yang sama tetapi
dengan cara yang berbeda disebut parafrase. Parafrase tidak boleh mengubah makna
amanat asal, dan harus menggunakan bentuk wajar bahasa itu.
Satuan Semantis
Leksikon struktur lahir suatu bahasa dibagi menurut distribusi dalam gramatika.
Klasifikasi dan jumlah kelas kata tergantung pada distribusi yang dimiliki kata itu
sebagai subyek, predikat, obyek, di dalam kalimat itu. Misalnya, jika dikatakan
pekerjaan itu sulit, kata pekerjaan dimasukkan dalam kelas nomina, karena kata itu
digunakan sebagai subyek sebuah konstruksi gramatikal. Akan tetapi, pekerjaan
merupakan sesuatu yang dilakukan oleh orang; kata itu adalah KEJADIAN yang
99
merupakan perbuatan. Jadi, dalam hal ini, ada penyimpangan antara kelas semantis
dan kelas gramatikal. Kalimat bahasa Inggris : The dog treed the cat secara gramatikal
merupakan kalimat SPO (subyek., predikat, obyek) sehubungan dengan urutan satuan
gramatikalnya, tetapi struktur semantis kaIimatnya jauh lebih rumit. Terjemahan ke
dalam bahasa lain mungkin tidak bisa hanya berupa satu kaIimat yang terdiri dari satu
klausa sederhana saja. Alasannya ialah bahwa verba treed merupakan contoh
penyimpangan antara gramatika dan semantik. 'Iree, yang merupakan BENDA,
digunakan sebagai verba. KEJADIANnya ialah menyebabkan naik ke atas pohon.
Makna kalimat ini adalah Anjing itu menyebabkan kucing itu naik ke atas pohon atau
Anjing itu mengejar kucing itu, karenanya, kucing itu naik ke atas pohon. Gramatika
bahasa menggunakan banyak alternatif untuk mengungkapkan struktur semantisnya.
Teks ini akan membahas macam-macam penyimpangan yang harus diawasi oleh
penerjemah pada waktu menerjemahkan. Satuan terkecil dalam struktur semantis ialah
komponen makna, yang mengelompok untuk membentuk konsep.
Secara semantis komponen makna dan konsep dibagi menjadi empat kelompok utama,
yaitu BENDA, KEJADIAN, ATRIBUT, dan RELASI. BENDA mencakup semua makhluk
bernyawa (baik dalam dunia nyata maupun dalam dunia gaib, misalnya anak, roh,
malaikat); dan semua satuan tidak bernyawa, misalnya batu, galaksi, darah. KEJADIAN
mencakup semua perbuatan, perubahan keadaan (proses), dan pengalaman, misalnya:
makan, minum, lari, pikir, teriak. ATRIBUT mencakup semua sifat kualitas dan
kuantitas yang dianggap berasal dari BENDA atau KEJADIAN, misalnya: panjang,
tebal, empuk, kasar, dengan perlahan-lahan, tiba-tiba, sedikit, semua. Dan yang
terakhir, RELASI mencakup semua hubungan antara dua buah satuan semantis di atas;
misalnya dengan, oleh, karena, sejak, dan, karena itu, sesudah, atau. Contoh-contoh di
atas menunjukkan bahwa dalam bahasa Indonesia hanya nomina yang dipakai untuk
melukiskan BENDA, hanya verba yang melukiskan KEJADIAN, hanya pewatas
(modifier) yang melukiskan ATRIBUT, dan hanya preposisi dan konjungsi yang
melukiskan.
100
4. Struktur hirarkis dan analisis komponensial
Larson13Penerjemahan merupakan pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan dari bentuk bahasa pertama ke dalam
bentuk bahasa kedua melalui struktur semantis. Maknalah yang dialihkan dan harus
dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah.Bahasa asal terjemahan itu disebut
bahasa sumber (bsu.), sedangkan bahasa hasil terjemahan itu disebut bahasa
sasaran (bsa.). Menerjemahkan berarti:
1. mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi,
dan konteks budaya dari teks bahasa sumber,
2. menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya.
3. mengungkapkan kembali makna yang sarna itu dengan menggunakan leksikon
dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya.
Berdasarkan ciri pertama ialah komponen makna bergabung dalam unsur leksikal,
tetapi tiap bahasa menggabungkannya secara berbeda-beda. Unsur leksikal atau
kata merupakan gugus komponen makna. Penerjemah harus mampu menganalisis
unsur leksikal teks sumber itu, atau menguraikannya untuk memperlihatkan
maknanya.
4.a. Struktur Hirarkis
Emzir14 mengemukakan bahwa pengelompokkan kata-kata yang berkaitan satu
sama lain dan kemudian secara sistematis melihat kontras antara kata-kata ini,
salah satunya dapat menentukan makna kata.
Komponen makna yang sarna dapat muncul dalam beberapa unsur leksikal (kata).
Misalnya, makna SHEEP terdapat pada kata lamb, ram, dan ewe, karena kata
sheep adalah kata generik yang mencakup semua kata spesifik lamb, ram, dan ewe.
Setiap bahasa mempunyai bidang kosakata dengan hubungan semacam ini.
13
Mildred Larson. Penerjemahan berdasarkan Makna:Pedoman untukPemadanan Antarbahasa terjemahan Kencanawati Taniran. Jakarta: ARCAN. (1989. H.3) 14
Emzir. Teori dan Pengajaran Penerjemahan. Jakarta : Rajawali Press. (2015.h.109)
101
Perhatikan bagan 1 yang menunjukkan isi semantic beberapa kosakata bahasa
Inggris.
DEWASA DOMBA KUDA AYAM ANJING RUSA
JANTAN Ram stallion rooster dog buck
BETINA Ewe mare Hen bitch doe
MUDA Lamb colt/foal Chick puppy fawn
bagan 1
Di baris paling atas terdapat kata generik DOMBA, KUDA, AYAM, ANJING, dan
RUSA. Kemudian, di sebelah kiri diberikan komponen makna tambahan, yaitu
DEWASA, JANTAN, BETINA, dan MUDA yang merupakan bagian kata-kata
tercetak miring. (Perhatikan, tidak ada kata spesifik dalam bahasa Inggris untuk
ANJING JANTAN, DEWASA.) Dengan pengelompokan ini, orang dapat melihat
komponen makna yang membentuk tiap kata, dan menerapkan prinsip
pengungkapan kembali yang diberikan dalam bab sebelumnya. Ram adalah
DOMBA JANTAN DEWASA; ewe DOMBA BETINA DEWASA; lamb DOMBA MUDA.
Pengungkapan kembali semacam ini dapat juga diterapkan pada kata-kata lain.
Perangkat yang sarna ini dapat juga dilihat dari segi lain, yaitu dari diagram pohon
seperti bagan 2. Bagian paling atas dari diagram pohon ini ada kata generik
binatang. Kata ini lebih generik daripada kata domba, kuda, ayam, dan anjing.
Begitu juga, kata domba lebih generik daripada kata ram, ewe, dan lamb, dst.
Binatang
domba kuda ayam anjing
ram ewe lamb stallion mare colt rooster hen' chick (dog) bitch puppy
bagan 2
102
Dalam sebuah bahasa, kata mempunyai pelbagai hubungan dengan kata lain.
Hubungan generik-sepesifik sudah lazim dalam semua bahasa. Hubungan ini
disebut juga taksonomi. Orang yang mempelajari botani pasti mengenal jenis
hubungan antarkata ini. Konsep spesifik-generik sangat membantu penerjemah
menganalisis kosakata bahasa sumber dan bahasa sasaran, dan merupakan sarana
untuk mencari padanandalam terjemahan.
Kosakata generik merujuk ke cara kata-kata suatu bahasa dikelompokkan, dan
dinamakan. Artinya, kata yang lebih generik mencakup semua anggota perangkat
kata itu. Kata generik adalah kata kelas, yang maknanya juga ditemukan dalam dua
atau lebih kata yang lebih spesifik. Kata yang lebih spesifik mempunyai komponen
makna tambahan selain makna kata generiknya. Misalnya, anjing lebih spesifik
daripada binatang, karena kata binatang digunakan untuk mendefinisikan anjing.
Jadi, anjing adalah binatang yang mempunyai ciri spesifik tertentu. Juga, herder
adalah anjing, binatang, dan benda; tiap kata ini lebih generik daripada kata
sebelumnya. Penerjemah harus mengetahui hubungan generik dan spesifik kata,
karena ini akan membantunya menemukan padanan leksikal yang baik. Ia dapat
menggunakan kata generik, dan menambahkan frase deskriptif untuk mejelaskan
komponen makna yang membatasi kata itu. Misalnya, kata serigala diterjemahkan
ke dalam bahasa Tepehua, Meksiko, dengan binatang ditambah dengan frase
deskriptif seperti galak atau liar.
Kadang-kadang penerjemah mengalami kesulitan menerjemahkan konsep yang
tidak dikenal oleh penutur bahasa sasaran. Mungkin ia harus meminjam kata
bahasa sumber, tetapi agar kata itu dapat dimengerti, ia harus menggunakan kata
generik bersama dengan kata pinjaman itu untuk menjelaskan maksudnya.
Misalnya, orang Aguaruna adalah orang dari hutan tropis yang belum pemah
melihat unta. Kata unta diterjemahkan ke dalam bahasa ini dengan binatang yang
disebut camello. (Cameno ialah kata pinjaman dari bahasa Spanyol.)
Bahasa cenderung berbeda dalam peristilahan generiknya dan bukan dalam
peristilahan spesifiknya. Oleh karena itu, lebih mudah menerjemahkan kata yang
relatif spesifik, karena kosakata spesifik lebih sering mempunyai padanannya. Akan
tetapi, jika yang diteIjemahkan adalah kata generik, maka persoalannya akan lebih
103
sulit. Misalnya, dalam bahasa Aguaruna, tidak ada kata yang sarna dengan kata
burung. Kata pishak berarti 'burung kecil', kata chigki berarti 'burung buruan,' dan
kata chi wag berarti 'burung besar bukan untuk perburuan' seperti elang. Orang
dapat mengatakan "benda terbang" sebagai kata generik, tetapi kata ini mencakup
serangga, kapal terbang, dll. Jika orang menanyakan padanan kata generik untuk
burung, penutur bahasa mungkin menjawab pishak, chigki atau chiwag. Akan tetapi,
ketiga kata ini tidak sarna dengan kata burung. Jika yang dimaksud adalah semua
jenis burung, maka ketiga kata Aguaruna itu harus dimasukkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kosakata bahasa sumber tidak selalu sepadan
dengan kosakata bahasa sasaran. Pengetahuan tentang cara pembentukan
kosakata akan membantu penerjemah menemukan padanan, misalnya, dengan
mencari kosakata yang lebih generik atau spesifik, dengan mencari kata yang
bersinonim atau yang hampir bersinonim.
4.b Analisis Komponensial
Makna sebuah unsur leksikal hanya dapat ditemukan dengan mempelajari unsur itu
dalam kontras dengan unsur-unsur lain yang mempunyai hubungan dekat, misalnya
dengan mengelompokkan unsur-unsur itu, dan memperhatikan kontrasnya secara
sistematis. Dengan cara ini, komponen makna bersama (shared meaning) dan
komponen makna kontrastif dapat digambarkan secara lebih jelas.
Hubungan bagian-keseluruhan
Salah satu cara bahasa mengelompokkan kata adalah dengan hubungan yang
dikenal dengan bagian-keseluruhan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, dagu, pipi,
dahi, hidung, dan telinga adalah bagian dari kepala. Kepala, tangan, leher, bahu,
lengan pinggang, pinggul, dan kaki adalah bagian dari badan. Dalam semua
bahasa, ada banyak perangkat yang tersusun dari kata yang mempunyai hubungan
bagiankeseluruhan, misalnya perangkat kata yang menggambarkan bagian rumah,
bagian mesin, bagian desa, organisasi struktural negara, organisasi politik, dll. Jika
penerjemah mempelajari pengelompokan bagian-keseluruhan dari dua bahasa, ia
akan tahu bahwa tidak ada padanan yang persis sama untuk. kata-kata tertentu,
104
tetapi akan ada komponen yang hilang dalam satu bahasa atau dalam bahasa
lainnya, karena tiap bahasa mengelompokkan dan membagi bidang
pengetahuannya secara berbeda-beda. Bahasa Slavia, misalnya, tidak mempunyai
kata terplsah untuk kata lengan dan tangan. Kata ruka dalam bahasa Rusia
mencakup lengan dan tangan. Demikian juga dalam bahasa Indonesia, kata kaki
dan dalam bahasa Rusia kata noga mencakup kata foot dan leg dalam bahasa
Inggris. Contoh di atas memperlihatkan bahwa satu kata mencakup bagian badan
yang dalam bahasa Inggris diwakili oleh dua unsur leksikal.
Pasangan kontrastif
Pasangan kontrastif bisa sangat berguna untuk menentukan makna suatu kata.
MisaInya, seseorang yang meneIjemahkan peristilahan bahasa Indonesia perlu
menemukan perbedaan antara upah dan gaji, kami-kita, pekerja-pegawai, baju
dinas-baju kebesaran, mendidik-mengajar. Jika bahasa sasaran mempunyai
pasangan yang herhubungan dekat seperti ini, penerjemah perlu menemukan
komponen makna yang membedakan kata yang satu dengan kata lainnya agar ia
dapat menerjemahkannya dengan tepat.
Dalam bahasa Inggris, kata meat (daging yang dapat dimakan) dan flesh (daging
apa saja yang tidak dapat dimakan, termasuk daging manusia) mewakili perbedaan
makna yang jarang dimiliki bahasa lain.
Banyak bahasa hanya mempunyai sebuah kata untuk mencakup kedua bidang
makna itu. Kata meat mempunyai komponen makna tambahan, yaitu makanan.
Bahasa Indonesia menggunakan kata daging, dan bahasa Aguaruna neje, untuk
padanan kata meat dan flesh. Konteks akan membuat makna yang dimaksud
menjadi jelas.
Prinsip kontras untuk menentukan makna sangatlah penting. Akan tetapi, sebelum
membandingkan dua unsur leksikal, penerjemah harus memeriksa apakah kedua
kata itu merupakan sistem sejenis. Tidak ada gunanya membandingkan kata kaki
dan rumah, karena kedua kata itu tidak membentuk pasangan untuk perbandingan.
Sebaliknya, banyak yang bisa didapatkan dari perbandingan kata kaki dengan
105
bagian tubuh lain, dan perbandingan kata rumah dengan jenis bangunan lain. Oleh
karena itu, untuk mempelajari makna diperlukan kata-kata yang mempunyai
beberapa ciri makna dan ciri kontrastif yang sama.
Dalam setiap bahasa, ada pasangan kata yang berbeda satu sama lain hanya
disebabkan satu komponen makna Baja. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kata show
dan see hanya berkontras dalam aspek di mana show mempunyai makna tambahan
menyebabkan; jadi, show berarti menyebabkan melihat. Kata lain yang mempunyai
hubungan semacam ini adalah kata drop (menjatuhkan) dan fall (jatuh); to drop
berarti menyebabkan jatuh. Ada komponen makna yang sarna, yaitu kausatif, dalam
show dan drop. Walaupun mungkin dalam bahasa lain tidak ada padanan kata yang
persis sama untuk ketiga kata ini, bahasa itu mungkin mempunyai bentuk kausatif
yang digunakan dengan kata see dan fall. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, kata
lihat dan jatuh dijadikan bentuk kausatif dengan penambahan imbuhan:
memperlihatkan dan menjatuhkan.
5. AnaIisis Komponen
Komponen makna kata mungkin lebih mudah dipisahkan dengan melihat matriks
atau diagram leksikal. Misalnya, sistem pronomina bahasa sumber dan bahasa
sasaran dibandingkan untuk melihat apakah dalam kedua sistem itu ada perbedaan
yang dapat menimbulkan masalah dalam penerjemahan.
Inggris
tunggal jamak
persona pertama I we
persona kedua You
persona ketiga maskulin feminin netral they
he she it
bagan 3
106
Pidgin, Papua Nugini
tunggal dualis jamak
inklusif eksklusif
persona pertama mi mitupela yumi mipela
persona kedua yu yutupela yupela
persona ketiga em tupela ol
bagan 4
Perhatikan, bahasa Inggris membedakan jenis kelamin. Bahasa Pidgin tidak
menunjukkan perbedaan jenis kelamin tetapi mempunyai kontras tambahan untuk
anggotanya, dualis, dan juga membedakan inklusif dan eksklusif untuk persona
pertama. Dalam bahasa Upper Asaro, pronomina bebas tidak membedakanjenis
ke!amin dan anggota dualis, tidak juga inklusif dan eksklusif. Pemetaan seperti
dalam bagan 4, yang menunjukkan ciri Kontrastif makna untuk daerah kosakata
tertentu, dapat banyak membantu peneIjemah. Peta semacam ini diperoleh dari
analisis komponen.
Selain komponen inti dan komponen kontrastif, ada juga komponen insidental
(komponen tambahan). Kehadiran atau ketidakhadiran komponen ini tidak ada
pengaruhnya terhadap kontras yang diperlukan dalam membedakan satu perangkat
kata tertentu. Pada tingkat studi lain (yang lebih spesifik), komponen insidental ini
mungkin berupa komponen kontrastif. Apa yang merupakan generik, kontrastif atau
insidental tergantung pada tingkat fokus analisis, atau tergantung pada tingkat
hierarki taksonomi. Misalnya, dalam membuat kontras jenis perabot, tidaklah relevan
apakah obyek itu mempunyai tangan atau tidak. Kursi adalah sesuatu untuk
diduduki, berkontras meja, tempat tidur, dll. Akan tetapi, jika seseorang
menggambarkan perangkat semantis jenis kursi, maka mempunyai tangan tidak lagi
insidental tetapi kontrastif. Oleh karena penerjemah menelaah makna kata, ia perlu
menyelidiki perbedaan kecil antar kata dalam perangkat sernantis. Komponen
kontrastiflah yang harus dipusatkannya.
107
C. Kesimpulan dan Saran
Analisis makna baik referential maupun konotatif merupakan hal yang harus dikuasai
oleh penerjemah. Tidak cukup menganalisis, tetapi juga harus mampu untuk melakukan
evaluasi, khususnya bagi penerjemah yang bekerja pada teks serta ahli teoretis yang
menilai transfer makna.
Daftar Pustaka
Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. Oxford: Oxford University Press Emzir. 2015. Teori dan Pengajaran Penerjemahan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Hatim, B. dan Munday, J. 2004. Translation: An Advanced Resource Book. London:
Routledge. Larson, Mildred. 1989. Penerjemahan berdasarkan Makna : Pedoman untuk
Pemadanan Antarbahasa terjemahan Kencanawati Taniran. Jakarta: ARCAN. Newmark, P. 2001. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press Nida E.A. and Taber C.R. 1969. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J
Brill.