abstrak - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/79344/3/jurnal_fis.hi.98 18 isl...

22
ABSTRAK Jepang dan Tiongkok merupakan dua negara yang dinilai paling problematik di Asia. Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Jepang dan Tiongkok tidak pernah lagi terlibat dalam perang. Meski begitu, berbagai konflik dan persaingan tak henti mewarnai hubungan bilateral keduanya. Mulai dari konflik perebutan wilayah, saling berlomba dalam peningkatan kapasitas militer, hingga bersaing dalam hal teknologi, ekonomi dan perdagangan. Salah satunya adalah persaingan dalam mengembangkan teknologi sistem kereta cepat. Tiongkok yang terhitung masih baru dalam teknologi tersebut pun tak mau kalah dengan Jepang yang sudah terlebih dahulu mengembangkan teknologi sistem kereta cepat dan terkenal akan kualitasnya. Persaingan kedua negara juga merambah pada ekspor teknologi sistem kereta cepat. Setelah bersaing dalam penawaran bantuan proyek sistem kereta cepat di Thailand, Amerika Serikat dan Indonesia, keduanya bersaing pula di India. Sebagai negara yang tengah berkembang pesat, India berencana membuat proyek untuk membangun jalur kereta cepat yang diharapkan dapat membantu perkembangan ekonomi di India. Jepang dan Tiongkok tidak mau menyia-nyiakan proyek nasional tersebut. Keduanya menawarkan sejumlah bantuan terkait pembangunan proyek tersebut. Hingga pada akhirnya Jepang terpilih untuk menangani proyek berskala nasional tersebut. Pola persaingan yang demikian tentu saja dilatar belakangi oleh faktor ekonomi atau mencari keuntungan. Namun selaim itu, terdapat faktor geopolitik yang mempengaruhi persaingan Jepang dan Tiongkok, dalam pembahasannya, penulis menggunakan konsep geopolitik kritis dan ekonomi-geopolitik untuk menganalisanya. Kata kunci : sistem kereta cepat, persaingan, geopolitik, Jepang, Tiongkok.

Upload: others

Post on 30-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ABSTRAK

Jepang dan Tiongkok merupakan dua negara yang dinilai paling problematik di Asia. Sejak

berakhirnya Perang Dunia II, Jepang dan Tiongkok tidak pernah lagi terlibat dalam perang.

Meski begitu, berbagai konflik dan persaingan tak henti mewarnai hubungan bilateral

keduanya. Mulai dari konflik perebutan wilayah, saling berlomba dalam peningkatan

kapasitas militer, hingga bersaing dalam hal teknologi, ekonomi dan perdagangan. Salah

satunya adalah persaingan dalam mengembangkan teknologi sistem kereta cepat. Tiongkok

yang terhitung masih baru dalam teknologi tersebut pun tak mau kalah dengan Jepang yang

sudah terlebih dahulu mengembangkan teknologi sistem kereta cepat dan terkenal akan

kualitasnya. Persaingan kedua negara juga merambah pada ekspor teknologi sistem kereta

cepat. Setelah bersaing dalam penawaran bantuan proyek sistem kereta cepat di Thailand,

Amerika Serikat dan Indonesia, keduanya bersaing pula di India. Sebagai negara yang tengah

berkembang pesat, India berencana membuat proyek untuk membangun jalur kereta cepat

yang diharapkan dapat membantu perkembangan ekonomi di India. Jepang dan Tiongkok

tidak mau menyia-nyiakan proyek nasional tersebut. Keduanya menawarkan sejumlah

bantuan terkait pembangunan proyek tersebut. Hingga pada akhirnya Jepang terpilih untuk

menangani proyek berskala nasional tersebut. Pola persaingan yang demikian tentu saja

dilatar belakangi oleh faktor ekonomi atau mencari keuntungan. Namun selaim itu, terdapat

faktor geopolitik yang mempengaruhi persaingan Jepang dan Tiongkok, dalam

pembahasannya, penulis menggunakan konsep geopolitik kritis dan ekonomi-geopolitik

untuk menganalisanya.

Kata kunci : sistem kereta cepat, persaingan, geopolitik, Jepang, Tiongkok.

Motivasi Geopolitik dalam Persaingan Jepang dan Tiongkok dalam Penawaran Proyek

Sistem Kereta Cepat Jalur Mumbai - Ahmedabad di India

Pada umumnya, kebijakan geopolitik negara-negara di suatu kawasan lebih berfokus

pada regionalisme. Regionalisme tersebut biasanya diwujudkan melalui organisasi regional,

seperti ASEAN di Asia Tenggara dan Uni Eropa di Eropa. Namun lain halnya dengan di

kawasan Asia Timur. Geopolitik negara-negara di kawasan tersebut tidak cenderung kepada

regionalisme, melainkan lebih cenderung kepada kompetisi atau rivalitas. Hal tersebut terjadi

karena adanya sentimen historis di antara masing-masing negaranya, seperti kekhawatiran

bahwa Jepang akan muncul kembali sebagai negara agresif, sentimen masyarakat Korea

Selatan dan Tiongkok terhadap Jepang dan sebaliknya, dan konflik antara Korea Utara

dengan Korea Selatan yang tak kunjung usai hingga saat ini. Selain itu, dinamika

perkembangan ekonomi yang begitu pesat di Asia Timur turut berperan dalam memperkuat

rivalitas antara negara-negara di kawasan tersebut. Terlebih lagi negara-negara di kawasan

Asia Timur seperti Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan merupakan negara-negara yang

mengalami kemajuan ekonomi yang pesat dan dinamis1.

Perkembangan ekonomi yang dinamis membawa negara-negara tersebut kepada

persaingan ekonomi, terutama antara Jepang dengan Tiongkok. Meski merupakan bangsa

serumpun, namun konflik dan persaingan di antara mereka telah terjalin selama ratusan tahun.

Mulai dari dendam masyarakat Tiongkok atas berbagai perbuatan yang dilakukan tentara

Jepang selama menginvasi Tiongkok, konflik perbatasan, hingga persaingan di pasar

ekonomi. Selain itu, keduanya juga bersaing dalam pengembangan sains dan teknologi, salah

satunya di bidang teknologi sistem kereta cepat atau high speed railway.

1 Robert S. Ross. 1999. The Geography of Peace : East Asia in Twentieth Century. MIT Press.

Di tengah trend kereta cepat, nama Jepang relatif sering muncul sebagai salah satu

yang teratas dalam hal kecepatan dan kemajuan teknologinya. Sebagaimana yang dikutip dari

BBC, bahwa di tahun 2015 kereta cepat dengan teknologi magnet levitation buatan Jepang

sukses memecahkan rekor kereta tercepat di dunia dengan kecepatan mencapai 603 km/jam,

mengalahkan kereta cepat buatan Tiongkok dengan teknologi yang sama.

Seakan tak mau kalah dengan Jepang, sejak awal tahun 2000-an Tiongkok mulai

mengembangkan teknologi sistem kereta cepat. Meski baru diperkenalkan pada tahun 2007

dan memulai debutnya di tahun 2008, sistem kereta cepat di Tiongkok sudah berkembang

dengan pesat dan telah mampu dinikmati oleh masyarakat di hampir seluruh daratan

Tiongkok2

. Bahkan Tiongkok telah berani untuk mengekspor teknologi sistem kereta

cepatnya di tahun 2009. Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama

antara Tiongkok dengan pemerintah negara bagian California, Amerika Serikat pada tahun

20093.

Selain itu, Tiongkok tengah mengembangkan kebijakan One Belt One Road, yang

merupakan kerangka pengembangan strategi yang berfokus pada peningkatan konektivitas

dan kerja sama antara Tiongkok dengan negara-negara yang nantinya akan dilalui oleh jalur

One Belt One Road. Kebijakan tersebut dicetuskan pada tahun 2013 oleh Presiden Tiongkok,

Xi Jin Ping, yang terdiri dari dua macam jalur, yaitu jalur laut, New Maritime Silk Road, dan

jalur darat yang dinamakan Silk Road Economic Belt4. Jalur Silk Road Economic Belt yang

akan dibangun berupa jalur kereta api, dan nantinya direncanakan akan menghubungakan

Tiongkok dengan wilayah di sekitarnya, seperti Rusia, Asia Barat dan Asia Tengah hingga

Teluk Persia, serta Asia Selatan hingga Asia Tenggara 5.

2 Xinhua. 2016. China Exclusive : Five billions trips made on China‟s bullet trains. Diakses 2 Maret 2017

dalam http://news.xinhuanet.com/english/2016-07/21/c_135530835.htm 3 The New York Times. 2010. China is Eager to Bring High-Speed Rail Expertise to US. Diakses 2 Maret 2017

dalam http://www.nytimes.com/2010/04/08/business/global/08rail.html?ref=business&src=me&_r=0 4 Michael Swaine. Tt. Chinese Views and Commentary on “One Belt, One Road” Initiative.

5 Ibid

Selain bersaing dalam pengembangan teknologi, Jepang dan Tiongkok juga bersaing

dalam memasarkan teknologi sistem kereta cepatnya. Mereka bersaing dalam proyek kereta

cepat Jakarta – Bandung di Indonesia, proyek kereta cepat San Fransisco – Los Angeles di

Amerika Serikat, serta pada proyek kereta cepat Bangkok – Chiang Mai di Thailand6. Selain

itu, Jepang dan Tiongkok juga tengah bersaing dalam penawaran proyek sistem kereta cepat

jalur Mumbai – Ahmedabad di India.

Sejak awal tahun 2000-an India memang tengah aktif menggenjot pengembangan

ekonominya. Bagi negara yang perekonomiannya sedang bertumbuh pesat seperti India,

investasi di bidang infrastruktur dan transportasi, terutama sistem perkeretaapian menjadi

sangat dibutuhkan. Inisiatif untuk membangun sistem kereta cepat di India pertama kali

digagas pada tahun 1980-an oleh menteri perkeretaapian India melalui proposal dalam suatu

rapat parlemen7. Kemudian pada tahun 2009 Menteri Perkeretaapian di India menerbitkan

white paper “Vision 2020” yang di dalamnya terdapat rencana pembangunan sistem kereta

api cepat dengan kecepatan mencapai 250 – 350 per jam8. Realisasi rencana proyek tersebut

dimulai menjelang pemilu pada tahun 2014, ketika partai BJP (Bharatiya Janata Party) yang

mengusung Narendra Modi sebagai calon perdana menteri saat itu menjanjikan akan

membangun suatu proyek baru yang dinamakan Diamond Quadrilateral9

. Diamond

Quadrilateral merupakan sebuah proyek pembangunan sistem kereta cepat yang akan

menghubungkan 4 kota metropolitan di India, yaitu New Delhi, Mumbai, Chennai, dan

Kalkota dan menjangkau 14 negara bagian10

. Setelah BJP dan Narendra Modi memenangkan

pemilu pada tahun 2014, rencana pembangunan proyek tersebut langsung mendapat

6 Financial Times. 2014. Rail battle between China and Japan rushes ahead at high speed. Diakses 2 Maret

2017 dalam https://www.ft.com/content/c28fe2e8-a6fe-11e5-9700-2b669a5aeb83 7 IBN Live. Tt. High Speed Railways in India: imperative for current times. Diakses 20 April 2017 dalam

http://www.news18.com/high-speed-railways-in-india-imperative-for-current-times 8 Government of India, Ministry of Railways. 2009. Indian Railways : Vision 2020. [pdf]

9Bharatiya Janata Party. 2014. Election Manifesto. Diakses 16 April 2017 dalam

http://www.bjp.org/images/pdf_2014/full_manifesto_english_07.04.2014.pdf. 10

Banerjee Suchanda. 2016. Diamond Quadrilateral Project of Indian Railways : High-Speed Rail Plans

Accelerate. Diakses 25 Maret 2017 dalam

http://mediaindia.eu/tourism/diamond-quadrilateral-project-of-indian-railways/.

pengesahan dari Presiden Pranab Mukherjee11

. Proyek Diamond Quadrilateral tersebut

dimulai dengan membangun jalur kereta cepat yang akan menghubungkan Mumbai dan

Ahmedabad.

Untuk proyek jalur Mumbai – Ahmedabad ini, beberapa negara pengembang

teknologi kereta cepat seperti Jepang, Perancis, Italia, Spanyol, dan Tiongkok telah

mengajukan proposal untuk membantu India membangun proyek kereta cepat tersebut

dengan menggunakan teknologi kereta cepat dari negara mereka masing-masing. Di tahun

2013, Jepang menawarkan bantuan kepada India yang saat itu sedang berencana membangun

sistem kereta cepat. Kemudian, pada 7 Oktober 2013, Jepang yang diwakili oleh JICA

(Japanese International Cooperation Agency) dan perdana menteri India menandatangani

MoU (Memorandum of Understanding) mengenai persetujuan untuk bersama-sama

melakukan studi kelayakan kereta cepat di jalur Mumbai-Ahmedabad12

.

Setelah Jepang menawarkan bantuannya kepada India, di tahun 2014, Tiongkok juga

menawarkan bantuan di bidang yang sama13

. Dalam penawarannya, Tiongkok menawarkan

akan membantu melatih para insinyur perkeretaapian di India dan akan membangun sebuah

universitas perkeretaapian agar generasi muda India dapat mempelajari dan mengembangkan

teknologi perekeretapiaan14

. Meski begitu, menurut wakil ketua NITI Aayog15

Arvind

11

Avishek Dastidar. 2014. Diamond Quadrilateral of High-Speed Trains. Diakses 11 Maret 2017 dalam

http://indianexpress.com/article/india/india-others/diamond-quadrilateral-of-high-speed-trains/ 12

Railway Gazette. 2013. Feasibility Study for Mumbai-Ahmedabad Line Agreed. Diakses 25 Maret 2017 dalam

http://www.railwaygazette.com/news/high-speed/single-view/view/feasibility-study-for-mumbai-ahmedabad-

high-speed-line-agreed.html 13

The Economic Times. 2014. After Japan, China readying proposal to join the race to provide bullet trains in

India. Diakses 1 April 2017 dalam http://articles.economictimes.indiatimes.com/2014-09-

04/news/53563798_1_tata-projects-bullet-trains-railway 14

The Times of India. 2015. China Downplays Japan‟s Construction of India‟s First Bullet Train Project.

Diakses 10 Oktober 2017 dalam https://timesofindia.indiatimes.com/india/China-downplays-Japans-

construction-of-Indias-first-bullet-train-project/articleshow/50113184.cms 15

NITI (National Institut for Transforming India) Aayog merupakan sebuah institusi yang membantu

pemerintah India untuk merumuskan suatu kebijakan, baik dalam maupun luar negeri.

Panagariya, dana pembiayaan infrastruktur yang dipinjamkan Tiongkok kepada India jauh

lebih mahal daripada yang ditawarkan oleh Jepang16

.

Setelah melalui serangkaian proses negosiasi, pada Desember 2015, pemerintah India

resmi menyatakan akan menggunakan teknologi kereta cepat dari Jepang untuk pembangunan

sistem kereta cepat pertamanya17

. Juru bicara kementerian perkeretaapian (Ministry of

Railways) India menyatakan bahwa teknologi sistem kereta cepat produksi Jepang sudah

terbukti kemanan dan ketepatan waktunya18

. Dengan adanya teknologi tersebut, diharapkan

angka kecelakaan akibat kereta api di India dapat menurun. Seperti yang dilaporkan oleh

India Government Comitee tahun 2012, setidaknya setiap 15.000 nyawa melayang akibat

kecelakaan kereta api karena rendahnya standar keselamatan19

. Selain meningkatkan standar

keamanan, Perdana Menteri Narendra Modi berharap proyek tersebut dapat membantu

memodernisasi jaringan jalur kereta api di India dan dapat menjadi mesin transformasi

ekonomi India20

.

Dari kasus di atas, rumusan masalah yang diajukan oleh penulis adalah, bagaimana

persaingan Jepang dan Tiongkok dalam penawaran bantuan proyek sistem kereta cepat di

India dipandang dari perspektif geopolitik?

Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, dibutuhkan dua kerangka pemikiran,

yaitu Geopolitik Kritis dan Ekonomi Geopolitik. Dalam Geopolitik Kritis, konsep – konsep

geopolitik yang telah ada diadaptasi ke dalam nilai-nilai kontemporer, seperti jenis aktor yang

terlibat, jangkauan wilayah teritori, dan isu-isu yang terlibat. Meski dikatakan telah

16

The Times of India. 2015. China Downplays Japan‟s Construction of India‟s First Bullet Train Project.

Diakses 10 Oktober 2017 dalam https://timesofindia.indiatimes.com/india/China-downplays-Japans-

construction-of-Indias-first-bullet-train-project/articleshow/50113184.cms 17

The Japan Times. 2015. Japan to Win Contract for India‟s First High-Speed Railway. Diakses 3 April 2017

dalam https://www.japantimes.co.jp/news/2015/12/08/business/japan-win-contract-indias-first-high-speed-

railway/#.WBX9RrkXWzw 18

Eva Grey. 2017. More Than a Train : India Invests in Japanese High-Speed Rail. Diakses 25 Oktober 2017

dalam http://www.railway-technology.com/features/featuremore-than-a-train-india-invests-in-japanese-high-

speed-rail-5806515/ 19

Ibid 20

Ibid

memasuki era kontemporer, namun bukan berarti aspek-aspek geopolitik konvensional telah

hilang sama sekali. Aspek geopolitik konvensional seperti hal-hal yang menyangkut soal

wilayah masih tetap relevan hingga saat ini. Hanya saja pada prakteknya dibumbui oleh

konsep-konsep yang muncul di era kontemporer. Seperti halnya political boundary atau

politik perbatasan. Dalam konsep political boundary, negara-bangsa yang merupakan suatu

entitas politik geografis membutuhkan ketegasan dan kejelasan dalam hal perbatasan sebagai

dasar dari kedaulatannya21

. Setiap negara-bangsa memerlukan pembentukan perbatasan,

karena perbatasan menciptakan legitimasi dan power negara. Batas negara merupakan hal

vital bagi setiap negara dan di dunia, sebagaimana halnya teritori. Oleh karena itu, negara-

negara yang sering mengalami konflik perbatasan nasionalismenya semakin terasah akibat

konflik yang terus menerus, sehingga menumbuhkan identitas nasional yang semakin kuat22

.

Sedangkan ekonomi geopolitik menjelaskan tentang bagaimana geografi dan

penguasaan atas sumberdaya tidak hanya mempengaruhi kebijakan politik dalam dan luar

negeri, tapi juga turut mempengaruhi peningkatan ekonomi dan pasar finansial23

. Studi

mengenai ekonomi geopolitik sendiri adalah turunan dari ekonomi politik internasional dan

merupakan analisa makro ekonomi yang menyangkut aspek-aspek geopolitik. Dalam

ekonomi geopolitik, baik kepentingan ekonomi maupun kepentingan geopolitik suatu negara

saling mempengaruhi satu sama lain24

. Kepentingan geopolitik seringkali mempengaruhi naik

turunnya tingkat perekonomian negara, kebijakan moneter, serta berpengaruh dalam

menentukan pasar ekspor. Sedangkan kepentingan ekonomi dapat mempengaruhi kebijakan

militer, kebijakan luar negeri serta dapat menentukan arah kebijakan geopolitik suatu negara.

21

Ibid 22

Ibid 23

Christian Takushi. 2014. What is Geopolitical Economics? Diakses 11 Oktober 2017 dalam

http://geopoliticaleconomics.org/?page_id=454 24

Ibid

Konflik dan persaingan yang terjadi antara Jepang dan Tiongkok telah berlangsung

selama ratusan tahun. Sedangkan tidak ada satu dari keduanya yang berinisiatif untuk

berusaha memperbaiki hubungannya. Hubungan Jepang dan Tiongkok diperparah dengan

sejarah hubungan keduanya di Perang Dunia II, ketika Jepang menduduki wilayah Tiongkok.

Dendam rakyat Tiongkok terhadap tindakan Jepang ketika masa pendudukan belum hilang

hingga saat ini. Rakyat Tiongkok menginginkan Jepang meminta maaf secara langsung atas

apa yang dilakukannya selama masa Perang Dunia. Namun Jepang tak juga kunjung minta

maaf, karena menurut Jepang hal tersebut sudah terjadi di masa lalu dan tidak relevan lagi

dengan masa sekarang. Hal itu menyebabkan kerenggangan hubungan mereka semakin

berlarut-larut. Bukan tidak mungkin suatu saat timbul perang di antara keduanya, apalagi kini

keduanya tengah giat meningkatkan kapasitas militer mereka.

Persaingan antara keduanya pun semakin memperparah disintegrasi di kawasan Asia

Timur. Integrasi kawasan pun hampir tidak mungkin terjadi di kawasan tersebut. Jepang dan

Tiongkok merupakan dua kekuatan besar yang sedang dan akan terus berkembang di

kawasan Asia Timur dan bahkan menjadi yang sangat diperhitungkan di kancah dunia

internasional. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa integrasi antar negara di

kawasan Asia Timur tidak sepenuhnya berhasil dilakukan, maka kedua negara tersebut harus

mencari rekan di kawasan lain untuk saling berinteraksi guna memenuhi kepentingan

nasionalnya. Oleh karena itu Jepang dan Tiongkok memerlukan kawasan lain di sekitarnya

untuk memperluas pengaruhnya. Karena power yang dimiliki oleh keduanya, bisa dikatakan

keduanya memiliki pengaruh penting di kawasan Asia Timur dan sekitarnya. Kawasan di

sekitar Asia Timur seperti Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Tengah merupakan kawasan

yang terdiri dari negara - negara dengan power lebih kecil dibandingkan Jepang dan

Tiongkok. Setiap pergerakan dan kebijakan luar negeri yang dibuat oleh keduanya akan

mempengaruhi negara – negara di kawasan dan sekitarnya. Kedua negara tersebut pun juga

memandang peran negara-negara di kawasan dan sekitarnya penting bagi perkembangan

ekonomi dan politiknya. Untuk itulah kawasan – kawasan lain di sekitar Asia Timur tersebut

seringkali menjadi arena persaingan bagi Jepang dan Tiongkok dalam menyebarkan pengaruh

geopolitisnya. Berikut akan dijelaskan mengenai perspektif geopolitik Jepang dan Tiongkok.

Untuk mendukung perdagangan internasionalnya, Jepang telah sejak lama bekerja

sama dengan negara – negara di sekitar jalur – jalur laut yang penting, seperti Selat Malaka

dan Samudera Hindia. Karena itulah negara – negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia

Selatan dinilai penting bagi Jepang, salah satunya yaitu India.

Hubungan bilateral antara Jepang dan India sudah terbilang cukup lama dan cukup

intens. Bahkan ahli sejarah India mengemukakan bahwa sejarah hubungan Jepang dan India

sudah ada sejak jaman sebelum masehi. Tercatat bahwa kontak langsung antar Jepang dan

India kuno pertama kali terjadi pada abad ke 8 sebelum masehi25

.

Hubungan diplomatik antara mereka secara resmi mulai terjalin pada tahun 1952,

setelah Jepang mendapatkan kembali kedaulatannya secara penuh, ditandai dengan

ditandatanganinya perjanjian perdamaian di antara kedua negara26

. Setelah itu, berbagai

macam kerja sama pun dijalin guna mempererat hubungan diplomatik Jepang dan India.

Bagi India, kerja sama dengan Jepang dinilai telah membantu India dalam semua

sektor, terutama sektor ekonomi dan pembangunan. Pada tahun 1980, Suzuki Motor

Corporation dengan membawa teknologinya, resmi menginvestasikan modalnya di India. Hal

tersebut berhasil merevolusi sektor transportasi di India, sehingga merupakan salah satu

turning point dalam sejarah pembangunan ekonomi India27

. Kemudian pada tahun 1991

25

Minsitry of External Affairs, Government of India. 2017. India – Japan Relations. Diakses 11 April 2018

dalam http://www.mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/Japan_Aug_2017.pdf 26

Ministry of External Affairs, Government of India. 2017. India – Japan Relations. Diakses 11 April 2018

dalam http://www.mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/Japan_Aug_2017.pdf 27

Ibid

Jepang berhasil menyentuh hati pemerintah dan masyarakat India dengan memberi bantuan

tanpa syarat kepada India yang tengah mengalami krisis neraca pembayaran28

.

Kerja sama Jepang dengan India di bidang perkeretaapian pertama kali dimulai pada

tahun 1985, ketika Perdana Menteri India saat itu, Rajiv Gandhi mengunjungi Jepang. Dalam

kunjungannya tersebut, Gandhi bersama dengan Perdana Menteri Jepang Yasuhiro Nakasone

menandatangani perjanjian mengenai transfer teknologi dan asistensi dalam modernisasi

sistem perkeretaapian India29

. Sebelum Jepang membuat penawaran untuk membantu terlibat

dalam proyek kereta cepat India, Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation

Agency) telah banyak memberi bantuan, kepada India dalam hal pembangunan sistem kereta

metro.

Jepang memandang India penting, karena India merupakan mitra dalam

mengamankan Samudera Hindia. Samudera Hindia merupakan jalur lalu lintas kapal

pengimpor minyak dari Timur Tengah, di mana minyak mentah merupakan salah satu

komoditi impor paling penting bagi Jepang. Terlebih lagi, India sedang membangun sistem

keamanan di Samudera Hindia dan mengerahkan armada militernya untuk berpatroli di

sekitar Samudera Hindia30

. Sedangkan bagi India, Jepang yang merupakan macan Asia juga

merupakan mitra yang penting, karena dapat berperan sebagai stabilisator kawasan. Yang

dimaksudkan sebagai stabilisator kawasan adalah untuk menandingi Tiongkok yang

merupakan superpower baru di kawasan Asia31

.

Sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia dan yang digadang-

gadang sebagai calon kekuatan superpower yang mampu bersanding dengan Amerika Serikat,

Tiongkok memerlukan banyak partner untuk kerja sama ekonomi. Terlebih lagi, Tiongkok

28

Ibid 29

Arpita Mathur. 2012. India – Japan Relations : Drivers, Trends, and Prospects. Singapore : S. Rajaratnam

School of International Studies 30

Arpita Mathur. 2012. India – Japan Relations : Drivers, Trends, and Prospects. Singapore : S. Rajaratnam

School of International Studies 31

Ibid

mengusung konsep peaceful rise, yaitu kebangkitan ekonomi yang disertai oleh sikap damai

dan bersahabat oleh Tiongkok32

.

Untuk mendukung perkembangan ekonominya dengan cara yang bersahabat, maka

pembentukan suatu integrasi ekonomi merupakan strategi yang tepat. Karena dengan masuk

ke dalam suatu integrasi ekonomi, suatu negara dapat memperoleh kesempatan lebih besar

untuk mengembangkan perekonomiannya dan sekaligus menjalin kemitraan dengan negara

lain yang berada dalam lingkar integrasi yang sama. Untuk itulah Tiongkok pun membuat

suatu strategi yang disebut dengan One Belt One Road, yang berfungsi sebagai penghubung

antara Tiongkok dengan banyak negara di kawasan lain. One Belt One Road tersebut terbagi

menjadi dua yaitu jalur darat yang berupa jalur kereta api, Silk Road Economic Belt dan jalur

laut, New Silk Maritime Road. Inisiatif dibentuknya One Belt One Road adalah untuk

mencapai integrasi ekonomi yang lebih besar dengan negara – negara di sepanjang jalur yang

akan dilalui oleh One Belt One Road, yang akan menghubungkan kawasan Asia Timur

dengan Benua Eropa33

. Sehingga dapat disimpulkan tujuan akhir dari strategi tersebut adalah

untuk mengintegrasikan semua negara yang berada di daratan Eropa, kawasan Asia Tengah,

Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.

India, sebagai negara dengan julukan new emerging power dan yang merupakan

kekuatan ekonomi baru di Asia Selatan dipandang Tiongkok sebagai salah satu negara yang

paling pantas menjalin kemitraan dengannya. Dalam mengejar tujuannya tersebut, Tiongkok

memerlukan India sebagai partner dalam berbagai kerja sama ekonomi dan politik.

Meski memiliki banyak sejarah konflik, namun sejak memasuki akhir abad 20,

Tiongkok berusaha memperbaiki hubungannya dengan India. Namun demikian, selama

sentimen masa lalu masih ada dalam benak tiap individu masyarakat dan pemerintah di kedua

32

Rosita Dellios dan R. James Ferguson. 2013. China’s Quest for Global Order : From Peaceful Rise to Harmonius World. London : Lexington Books 33

Maximillian Mayer (ed). 2018. Rethinking the Silk Road : China’s Belt and Road Initiative and Emerging Eurasian Relations. Singapore : Palgrave Macmillan

belah pihak, maka ada kemungkinan hubungan kedua ngeara tersebut mengalami naik turun.

Seperti halnya di tahun 1990-an, ketika India dan Tiongkok menandatangani perjanjian

confidence-building measure. Confidence-building measure merupakan perjanjian yang

dibuat untuk mengurangi ketegangan di antara dua belah pihak atau negara yang sebelumnya

terlibat konflik34

. Setelah sepakat untuk saling meredakan ketegangan di antara mereka,

perdagangan bilateral keduanya seketika melesat naik. Perubahan dalam perdagangan

bilateral India Tiongkok bisa dibilang cukup drastis. Dari hanya 117,4 juta dolar di tahun

1987, menjadi 700 juta dolar di tahun 199435

.

Di awal tahun 2000-an, pemimpin India dan pemimpin Tiongkok saling menaruh

perhatian yang lebih besar untuk menstabilkan hubungan kedua negara. Pada tahun 2003,

Perdana Menteri India Atal Bihari Vajpayee mengunjungi Tiongkok yang kemudian bersama

dengan Perdana Menteri Tiongkok yang disebut premier, Wen Jian Bao menandatangani

deklarasi bersama untuk membangun kemitraan dalam rangka kerja sama yang komprehensif

di abad 2136

.

Sebagai negara maritim, India dirasa lebih beruntung daripada Tiongkok. Hal tersebut

karena India memiliki Samudera Hindia sebagai sebagian dari wilayah lautnya. Karena

Samudera Hindia merupakan jalur lalu lintas penting bagi impor minyak dari Timur Tengah

menuju Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australia. Selain itu, Samudera Hindia merupakan

perairan yang kaya akan sumber daya alam. Sebanyak dua pertiga cadangan minyak dunia

berada di sekitar negara di pesisir Samudera Hindia. Selain itu, terdapat kandungan gas bumi

sebanyak 35% cadangan gas dunia dan emas sebanyak 40 % cadangan emas dunia37

. Selain

itu juga banyak terkandung berbagai macam mineral, seperti kobal, mangan, nikel, dan lain

34

Dilip K. Das. 2006. China and India : A Tale of Two Economies. New York : Routledge. 35

Amardeep Athwal. 2008. China – India Relations : Contemporary Dynamics. New York : Routledge. 36

Dilip K. Das. 2006. China and India : A Tale of Two Economies. New York : Routledge. 37

Amardeep Athwal. 2008. China – India Relations : Contemporary Dynamics. New York : Routledge.

lain. Tidak heran jika sejak lama banyak pihak yang berlomba – lomba ingin mengeksplorasi

wilayah Samudera Hindia.

Arti penting Samudera Hindia yang begitu besar, membuat Tiongkok tertarik untuk

mengembangkan interest nya. Tiongkok pun memasukkan Samudera Hindia ke dalam salah

satu kepentingan nasionalnya. Dengan power yang semakin berkembang, Samudera Hindia

pun menjadi semakin penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Itu karena

Samudera Hindia merupakan jalur utama bagi lalu lintas kapal pengimpor minyak milik

Tiongkok. Mengingat Tiongkok memiliki predikat sebagai negara pengimpor minyak

terbesar kedua di dunia, maka mengamankan cadangan minyak adalah hal yang wajib

dilakukan oleh Tiongkok. Salah satu caranya adalah dengan mengamankan jalur laut yang

dilintasi oleh kapal pengangkut minyak38

. Hingga saat ini, Tiongkok berkeinginan untuk

menurunkan angkatan lautnya untuk ikut menjaga kawasan Samudera Hindia. Selain

berharap dapat memperkuat jalur laut di Samudera Hindia, apabila Tiongkok mampu

mengamankan jalur laut di Samudera Hindia, maka Tiongkok akan dipandang sebagai negara

dengan power yang besar, karena sanggup menjaga keamanan di kawasan perairan paling

penting di dunia tersebut39

. Namun upaya tersebut belum mampu terlaksana, karena India

menolak angkatan laut Tiongkok untuk ikut serta berpatroli.

Selain arti penting India bagi Tiongkok yang telah disebutkan sebelumnya, Tiongkok

memandang India sebagai sebuah power besar yang tengah berkembang, sama seperti

Tiongkok. Apabila Tiongkok dan India dapat menjalin hubungan diplomatik yang erat, bukan

tidak mungkin Tiongkok akan dapat menandingi negara adi daya, Amerika Serikat yang

selama ini merupakan saingan dan lawan ideologis Tiongkok dalam hubungan internasional40

.

38

Amardeep Athwal. 2008. China – India Relations : Contemporary Dynamics. New York : Routledge. 39

IBid 40

Rosita Dellios dan R. James Ferguson. 2013. China’s Quest for Global Order : From Peaceful Rise to Harmonius World. London : Lexington Books

Dari pembahasan yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa penawaran

bantuan pada proyek sistem kereta cepat di India yang dilakukan oleh Jepang dan Tiongkok

tidak hanya dilakukan untuk kepentingan ekonomi saja, melainkan terdapat pula kepentingan

geopolitik yang dibawa oleh Jepang dan Tiongkok, atau yang disebut juga motivasi

geopolitik. Kedua negara tersebut saling bersaing untuk memperebutkan pengaruh atas India

guna melancarkan kepentingan geopolitik dan ekonominya. Bila dilihat dari perspektif

geopolitik, hal tersebut dapat dijelaskan dengan geopolitik kritis dan geo ekonomi.

Dalam geopolitik kritis, dikemukakan bahwa konflik yang terjadi antara dua

kelompok bangsa atau negara mampu memunculkan identitas nasional atau menguatkan

nasionalisme pada masing – masing kelompok. Dalam kasus ini, berbagai konflik dan

persengketaan yang terjadi di antara Jepang dan Tiongkok mampu memunculkan sentimen

yang cenderung negatif pada masyarakat dan pemerintah. Sentimen negatif tersebut membuat

masing – masing dari kedua negara cenderung memandang negatif antara satu sama lain.

Sehingga muncul kecenderungan untuk menjadi lebih unggul dibanding yang lain. Di sinilah

pemicu rasa ingin bersaing muncul. Sedangkan dari segi geo ekonomi, interaksi dalam hal

seperti penawaran bantuan proyek seperti itu selain menghasilkan economic gain atau

keuntungan ekonomi, juga dinilai mampu memberi keuntungan dari segi geopolitik.

Dengan kata lain, apabila dijelaskan dari segi geopolitik, persaingan Jepang dan

Tiongkok dalam proyek sistem kereta cepat di India didorong oleh adanya motivasi

geopolitik. Motivasi geopolitik tersebut muncul akibat didorong oleh konflik dan sengketa

yang sering dialami oleh Jepang dan Tiongkok. Selain itu, motivasi geopolitik juga muncul

karena adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan geopolitis di samping keuntungan

ekonomi. Keuntungan geopolitis yang dimaksud seperti memperluas pengaruh di suatu

kawasan, menambah sekutu atau aliansi, dan menambah jalinan partnership di bidang

keamanan, politik dan perdagangan.

Selain itu, motivasi geopolitik yang dibawa oleh Jepang dan Tiongkok dalam

penawaran bantuan proyek kereta cepat di India bisa juga untuk mendapatkan mitra atau

partner yang strategis dalam hubungan internasional. Tentu saja hal ini akan menguntungkan

bagi pihak manapun yang memenangkan proyek tersebut. karena India merupakan negara

yang cukup strategis untuk dijadikan partner . Pertama, karena India merupakan developing

country dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang besar, hampir menandingi Tiongkok.

Kedua, letak geografis India yang dekat dengan Samudera Hindia. Terlebih lagi India sedang

meningkatkan keamanan di wilayah sekitar Samudera Hindia, di mana lautan tersebut

merupakan jalur laut internasional, jalur yang biasa dilalui kapal – kapal pengangkut minyak

dari Timur Tengah. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin bagi Jepang dan Tiongkok

menawarkan kerja sama dengan India dengan membawa kepentingan geopolitik, mengingat

status India yang begitu strategis.

Persaingan untuk mendapatkan proyek sistem kereta cepat di India hanyalah satu dari

sekian persaingan yang dilakukan oleh Jepang dan Tiongkok dalam mewujudkan kepentingan

geopolitik mereka. Meski berada dalam satu arena rivalitas, namun motivasi geopolitik tiap

negara yang terlibat di dalamnya bisa berbeda, sesuai dengan perspektif geopolitik masing –

masing negara. Untuk Jepang dan Tiongkok, rivalitas atau persaingan mereka didorong oleh

berbagai konflik atau sengketa yang sering terjadi di antara mereka. Seringnya konflik yang

mereka alami berujung dengan menguatnya rasa nasionalisme pada keduanya. Dari

nasionalisme yang menguat itu, muncul sentimen negatif terhadap satu sama lain pada diri

masyarakat dan pemerintah, yang dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan terkait

kepentingan geopolitik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan E-book

Athwal, Amardeep. 2008. China – India Relations : Contemporary Dynamics. New York :

Routledge.

Das, Dilip K. 2006. China and India : A Tale of Two Economies. New York : Routledge.

Dellios, Rosita dan R. James Ferguson. (2013). China‟s Quest for Global Order : From

Peaceful Rise to Harmonius World. London : Lexington Books

Elleman, Bruce A. dan Stephen Kotkin. (Ed). (2010). Manchurian Railways and the Opening

of China : An International History. New york : M. E. Sharpe

Flint, Colin. (2006). Introduction to Geopolitics. London : Routledge

Frey, Bruno S. 2001. Inspiring Economics : Human Motivation in Political Economy.

Edward Elgar Publishing

Hood, Christopher P. (2008). Bullets and Trains: Exporting Japan's Shinkansen to China

and Taiwan.

Hood, Christopher P. (2007). Shinkansen – From Bullet Train to Symbol of Modern Japan.

London: Routledge

Hsiung, James C. (2007). China and Japan at Odds : Deciphering the Perpetual Conflict.

New York : Palgrave MacMillan.

Huang, Xiaoming. (Ed). (2013). Modern Economic Development in Japan and China :

Developmentalism, Capitalism, and World Economic System. London : Plagrave

Macmillan

Mathur, Arpita. (2012). India – Japan Relations : Drivers, Trends, and Prospects.

Singapore : S. Rajaratnam School of International Studies

Mayer, Maximillian (ed). (2018). Rethinking the Silk Road : China‟s Belt and Road Initiative

and Emerging Eurasian Relations. Singapore : Palgrave Macmillan

Minami, Ryoushin. (1994). The Economic Development of China : A Comparison with Japanese

Experiences. New York : Palgrave Macmillan

Ross, Robert S. (1999). The Geography of Peace : East Asia in Twentieth Century. MIT

Press

Swaine, Michael. (tt). Chinese Views and Commentary on “One Belt, One Road” Initiative.

Slucher, Joey. (2015). Science, Technology, and Japanese Nationalism dalam Earlham

Historical Journal.

Smith, Sheila A. (2015). Intimate Rivals : Japanese Domestic Politics and A Rising China.

New York : Columbia University Press.

Sudeepta, Adhikari. (2013). Modern Geopolitics Versus Post Modern Geopolitics : A Critical

Review. Indian Geographers.

Wang, Min. (2016). Understanding Japan-China Relations : Theories and Issues. Singapore :

World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

Wicaksono, Michael. (2017). Republik Rakyat China : Dari Mao Zedong Sampai Xi Jinping.

Jakarta : Elex Media Komputindo.

Artikel / Jurnal Online

Bajpaee, Chatig. (2016). Japan and China : The Geo-economic Dimension. Diakses 10

November 2017 dalam https://thediplomat.com/2016/03/japan-and-china-the-geo-

economic-dimension/

Bandharam, Vishnupriya. (2017). Narendra Modi and Shinzo Abe : Time to Turn Friendship

into Solid Economic Cooperation. Diakses 20 Maret 2018 dalam

https://www.firstpost.com/world/narendra-modi-and-shinzo-abe-time-to-turn-friendship-

into-solid-economic-cooperation-2993620.html

BBC News. (2014). How Unhabited Island Soured China-Japan Ties. Diakses 5 November

2017 dalam http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-11341139

BBC News. (2015). Japan‟s Maglev Train Breaks World Speed Again. Diakses 20 Feburari

2017 dalam http://www.bbc.com/news/world-asia-32391020

Bloomberg. (2015). Japan Tops China in Race to Build India's First High-Speed Rail.

Diakses 30 Maret 2017 dalam http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-12-

12/japan-tops-china-in-race-to-build-india-s-first-high-speed-rail

Brown, Kerry. (2016). The Most Dangerous Problem in Asia : China – Japan Relations.

Diakses 2 November 2017 dalam https://thediplomat.com/2016/08/the-most-dangerous-

problem-in-asia-china-japan-relations/

China Daily. (2012). All Aboard for Beijing – Guangzhou. Diakses 10 November 2017 dalam

http://www.chinadaily.com.cn/china/2012-12/15/content_16019961.htm

Dastidar, Avishek. (2014). Diamond Quadrilateral of High-Speed Trains. Diakses 11 Maret

2017 dalam http://indianexpress.com/article/india/india-others/diamond-quadrilateral-of-

high-speed-trains/

Grey, Eva. (2017). More Than a Train : India Invests in Japanese High-Speed Rail. Diakses

25 Oktober 2017 dalam http://www.railway-technology.com/features/featuremore-than-a-

train-india-invests-in-japanese-high-speed-rail-5806515/

Financial Times. (2014). Rail battle between China and Japan rushes ahead at high speed.

Diakses 2 Maret2017 dalam https://www.ft.com/content/c28fe2e8-a6fe-11e5-9700-

2b669a5aeb83

Hong, Li Hai. (2013). Beijing-Guangzhou High-Speed Rail Line A Source Of National Pride.

Diakses 6 Oktober 2017 dalam http://www.globaltimes.cn/content/754539.shtml

IBN Live. (Tt). High Speed Railways in India: imperative for current times. Diakses 20 Juni

2017 dalam http://www.news18.com/high-speed-railways-in-india-imperative-for-

current-times

International Union of Railways (UIC). (Tt) . What is High Speed Rail. Diakses 5 Januari

2017 dalam http://www.uic.org/highspeed#What-is-High-Speed-Rail

Kwok, Dwight Tat Wai. 2009. A Translation of Datsu-A-Ron : Decoding Prewar Japanese

Nationalistic Theory. Diakses 15 April 2018 dalam

https://tspace.library.utoronto.ca/bitstream/1807/18797/1/Kwok_Dwight_TW_200911_M

A_thesis.pdf

Maps of India. (2015). Mumbai Port. Diakses 20 Agustus 2018 dalam

https://www.mapsofindia.com/maps/sea-ports/mumbai-port.html

Mathur, Mukul Saran. (2016). The Case for High-Speed Rail. Diakses 2 Maret 2017 dalam

http://indianexpress.com/article/opinion/columns/mumbai-ahmedabad-high-speed-rail-

india-2773376/

Ministry of External Affairs, Government of India. (2017). India – Japan Relations. Diakses

11 April 2018 dalam http://www.mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/Japan_Aug_2017.pdf

Ministry of Foreign Affairs of Japan. 1972. Joint Communique of the Government of Japan

and the Government of People‟s Republic of China. Diakses 10 Mei 2018 dalam

https://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/china/joint72.html

N+P Industrial Design. (Tt). Nozomi Shinkansen 500 : Hitachi – West Japan. Diakses 18

November 2017 dalam http://www.np-id.com/en/project/nozomi-shinkansen-500

Nair, Shiv Shankaran. (2017). China‟s One Belt One Road : Threat or Opportunity? Diakses

1 April 2018 dalam https://www.linkedin.com/pulse/chinas-one-belt-road-threat-

opportunity-shiv-shankaran-nair

NDTV. (2017). China says „Pleased‟ at India – Japan High Speed Rail Cooperation. Diakses

20 Agustus 2018 dalam https://www.ndtv.com/india-news/china-says-pleased-at-india-

japan-high-speed-rail-cooperation-1749849

Nippon.Com. (2015). Selling the Shinkansen Overseas: What Are Japan‟s Chances? :

Competition to Win High-Speed Rail Orders Heats Up. Diakses 30 Maret 2017 dalam

http://www.nippon.com/en/genre/politics/l00146/

Powell, Bill. (2009). China‟s Amazing New Bullet Train. Diakses 25 Oktober 2017 dalam

http://archive.fortune.com/2009/08/03/news/international/china_high_speed_bullet_train.

fortune/index.htm

Railway Gazette. (2013). Feasibility Study for Mumbai-Ahmedabad Line Agreed. Diakses 25

Maret 2017 dalam http://www.railwaygazette.com/news/high-speed/single-

view/view/feasibility-study-for-mumbai-ahmedabad-high-speed-line-agreed.html

Railway Technology. (2014). The World‟s 10 Longest Rail Network. Diakses 11 Maret 2017

dalam http://www.railway-technology.com/features/featurethe-worlds-longest-railway-

networks-4180878/

Real Clear World. 2013. How China Killed One Billion Japanese. Diakses 2 Mei 2018 dalam

https://www.realclearworld.com/blog/2013/02/how_china_killed_one_billion_japanese_l

ast_year.html

Silalahi, Ulber. (2006). Metode Penelitian Sosial. Unpar Press

Suchanda, Banerjee. (2016). Diamond Quadrilateral Project of Indian Railways : High-

Speed Rail Plans Accelerate. Diakses 20 Februari 2017 dalam

http://mediaindia.eu/tourism/diamond-quadrilateral-project-of-indian-railways/

Takushi, Christian. (2014). What is Geopolitical Economics? Diakses 11 Oktober dalam

http://geopoliticaleconomics.org/?page_id=454

The Central People’s Government of People’s Republic of China. (2008). Wen Jiabao

Announced The Commencement Of Construction Of The Beijing-Shanghai High-Speed

Railway And Foundation Of The Railway. Diakses 30 Oktober 2017 dalam

http://www.gov.cn/jrzg/2008-04/18/content_947868.htm

The Economic Times. (2014). After Japan, China readying proposal to join the race to

provide bullet trains in India. Diakses 1 April dalam

http://articles.economictimes.indiatimes.com/2014-09-04/news/53563798_1_tata-

projects-bullet-trains-railway

The Economic Times. (2016). China plans world's 2nd largest high-speed rail line in

Chennai. Diakses 30 Maret 2017 dalam

http://articles.economictimes.indiatimes.com/2016-04-23/news/72560820_1_feasibility-

studies-high-speed-railway-first-high-speed-train

The Japan Times. (2015). Japan to Win Contract for India‟s First High-Speed Railway.

Diakses 3 April 2017 dalam

https://www.japantimes.co.jp/news/2015/12/08/business/japan-win-contract-indias-first-

high-speed-railway/#.WBX9RrkXWzw

The Metro Rail Guy. (2015). A Look at Japanese Funding in Indian Metro Systems. Diakses

5 April 2017 dalam http://themetrorailguy.com/2015/09/04/a-look-at-japanese-funding-

in-indian-metro-systems/

The New York Times. (2010). China is Eager to Bring High-Speed Rail Expertise to US.

Diakses 2 Maret 2017 dalam

http://www.nytimes.com/2010/04/08/business/global/08rail.html?ref=business&src=me&

_r=0

The Times of India. (2015). China Downplays Japan‟s Construction of India‟s First Bullet

Train Project. Diakses 10 Oktober 2017 dalam

[https://timesofindia.indiatimes.com/india/China-downplays-Japans-construction-of-

Indias-first-bullet-train-project/articleshow/50113184.cms

Trading Economics. 2018. Japan Imports 1963-2018. Diakses 12 April 2018 dalam

https://tradingeconomics.com/japan/imports

Vandelbrink, Rachel. (Tt). Asia‟s Turn to Geopolitics : China and Japan in Central and

Southeast Asia. Diakses 10 Maret 2018 dalam

http://web.isanet.org/Web/Conferences/HKU2017-s/Archive/77c581ce-94fe-4c91-815d-

b5f337400688.pdf

Walk Through India. (2018). Diakses 20 Agustus 2018 dalam

http://www.walkthroughindia.com/walkthroughs/the-12-major-sea-ports-of-india/

Xinhua. (2016). China Exclusive : Five billions trips made on China‟s bullet trains. Diakses

2 Maret 2017 dalam http://news.xinhuanet.com/english/2016-07/21/c_135530835.htm