abses peritonsil

15
Abses Peritonsil Ira Frayanti 102011060 E4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 (021) 5694-2061 Email: [email protected] Pedahuluan Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara m.konstriktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil. Infeksi ini menembus kapsul tonsil (biasanya pada kutub atas). Abses peritonsil merupakan infeksi pada tenggorok yang seringkali merupakan komplikasi dari tonsilitis akut. Abses peritonsil merupakan infeksi pada kasus kepala leher yang sering terjadi pada orang dewasa. Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksi superfisial dan berkembang secara progresif menjadi tonsilar selulitis. Komplikasi abses peritonsil yang mungkin terjadi antara lain perluasan infeksi ke parafaring, mediastinitis, dehidrasi, pneumonia, hingga infeksi ke intrakranial berupa thrombosis sinus kavernosus, meningitis, abses otak dan obstruksi jalan nafas. Penyakit - penyakit infeksi pada tenggorok telah diketahui sejak abad ke dua Masehi oleh Aretaues of Cappadocia. Pada abad ke 2 dan 3 sebelum Masehi, ia menerangkan tentang dua tipe penyakit pada 1

Upload: oliviahk

Post on 11-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

Page 1: Abses Peritonsil

Abses Peritonsil

Ira Frayanti

102011060

E4

 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

(021) 5694-2061

Email: [email protected]

Pedahuluan

Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan terkumpulnya

pus pada jaringan ikat longgar antara m.konstriktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil.

Infeksi ini menembus kapsul tonsil (biasanya pada kutub atas). Abses peritonsil merupakan

infeksi pada tenggorok yang seringkali merupakan komplikasi dari tonsilitis akut. Abses

peritonsil merupakan infeksi pada kasus kepala leher yang sering terjadi pada orang dewasa.

Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksi superfisial dan berkembang secara progresif

menjadi tonsilar selulitis. Komplikasi abses peritonsil yang mungkin terjadi antara lain

perluasan infeksi ke parafaring, mediastinitis, dehidrasi, pneumonia, hingga infeksi ke

intrakranial berupa thrombosis sinus kavernosus, meningitis, abses otak dan obstruksi jalan

nafas. Penyakit - penyakit infeksi pada tenggorok telah diketahui sejak abad ke dua Masehi

oleh Aretaues of Cappadocia. Pada abad ke 2 dan 3 sebelum Masehi, ia menerangkan tentang

dua tipe penyakit pada tonsil yaitu pembengkakan tonsil tanpa ulserasi dan pembengkakan

tonsil dengan obstruksi jalan nafas. Beberapa kepustakaan menjelaskan bahwa abses

peritonsil yang kita kenal sekarang ini pertama kali dikemukakan pada awal tahun 1700an.

Anamnesis

Anamnesis pada kasus ini dapat dilakukan secara langsung pada pasien (autoanamnesis). Jika

pasien sulit berbicara dan datang ditemani dengan keluaga, anamnesis dapat dilakukan

dengan keluarga atau pengantar pasien (alloanamnesis). Adapun hal yang ditanyakan

berkaitan dengan kasus :

Identitas pasien

Keluhan penderita:

1

Page 2: Abses Peritonsil

Kesulitan menelan lamanya (hari, minggu,bulan, tahun)? Apakah semakin sulit

menelan? Apakah disertai nyeri pada saat menelan? Bagaimana dengan makanan

biasa? Apakah sumbatan bertambah bila menelan cairan atau makanan padat? Dimana

kira – kira letak sumbatan (mintalah pasien menunjukan letaknya). Apakah ada

penurunan berat badan? Kalau benar, berapa banyak?

Demam sejak kapan? Apakah demamnya sepanjang hari?

Salivasi apakah ada peningkatan air liur?

Leher kiri membengkak lamanya (hari, minggu,bulan, tahun)? Apakah ada rasa

nyeri? Jika iya, apakah ada nyeri alih seperti nyeri ditelinga?

Apakah dulu pernah menderita tonsilitis?

Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik pada abses peritonsil : 1 Kadang – kadang sukar memeriksa seluruh

faring, karena trismus. Palatum mole tampak membengkak dan menonjol kedepan, dapat

teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong kesisi kontra lateral. Tonsil bengkak,

hiperemis, mugkin banyak dentritus dan terdorong kearah tengah, depan dan bawah. Hasil

pemeriksaan fisik pada skenario didapatkan:

Suhu 37,5C

Nadi 85x/mnt

Napas 100x/mnt

Uvula terdorong kesisi yang sehat

Tosil edema, bengkak

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium darah, terutama adanya leukositosis sangat membantu diagnosis.

Pemeriksaan radiologi berupa foto rontgen polos, ultrasonografi dan tomografi komputer.

Saat ini ultrasonografi telah dikenal dapat mendiagnosis abses peritonsil secara spesifik dan

mungkin dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan. Mayoritas kasus yang diperiksa

menampakkan gambaran cincin isoechoic dengan gambaran sentral hypoechoic.2 Gambaran

tersebut kurang dapat dideteksi bila volume relatif pus dalam seluruh abses adalah kurang

dari 10% pada penampakan tomografi komputer. Penentuan lokasi abses yang akurat,

membedakan antara selulitis dan abses peritonsil serta menunjukkan gambaran penyebaran

sekunder dari infeksi ini merupakan kelebihan penggunaan tomografi komputer. Khusus

2

Page 3: Abses Peritonsil

untuk diagnosis abses peritonsil di daerah kutub bawah tonsil akan sangat terbantu dengan

tomografi komputer. 2

Diagnosis banding

Angia plaut vincent (stomatitis ulsero membranosa)

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada

penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejalannya demam

sampai 39 derajat C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang – kadang terdapat gangguan

pencernaan. Rasa nyeri dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah.1,3 Pada

pemeriksaan mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan diatas

tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prossesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore), dan

kelenjar submandibula membesar. 1

Tonsilitis lingualis

Tonsila lingualis tidak mempunyai susunan kripta yang rumit dibandingkan tonsila fausialis,

juga tidak begitu besar. Oleh karena alasan ini, infeksi tonsila lingualis jarang terjadi. Jarang

terdapat tonsila lingualis yang meradang akut bersama tonsila fausialis. Tonsilitis lingualis

lebih sering pada pasien yang mengalami tonsilektomi dan pada orang dewasa. Gejalanya

nyeri pada waktu menelan, rasa adanya pembengkakan pada tenggorokan, malaise, demam

ringan, dan pada beberapa kasus terdapat adenopati servikal dengan nyeri tekan. 1,3 Inspeksi

tonsila lingualis dengan bantuan cermin laring dantulan cahaya memperlihatkan massa

lingualis yang kemerahan, membengkak dengan bercak – bercak berwana keputihan dan

permukaan tonsila, mirip dengan yang tampak pada tonsilitis akut yang mengenai tonsila

fausialis. 3

Abses Retrofaring

Abses retrofaring adalah timbunan nanah pada ruang retrofaring. Penyakit ini dapat terjadi

pada semua umur, lebih sering terjadi anak-anak antar usia 3 bulan sampai 5 tahun karena

masih ditemukan kelenjar limfe retrofaring sedangkan pada dewasa kelenjar ini sudah

mengalami atrofi.

Abses retrofaring pada anak biasanya merupakan komplikasi dari infeksi saluran nafas atas.

Pada dewasa biasanya disebabkan oleh adanya trauma penetrasi benda asing misalnya duri

ikan atau tindakan medis seperti anestesi lokal (jarum tidak steril), intubasi endotrakea dan

tindakan endoskopi. Namun juga bisa merupakan komplikasi dari spondilitis TB serta

dipengaruhi keadaan penurunan imunitas.

3

Page 4: Abses Peritonsil

Bakteri yang menyebabkan infeksi ini biasanya organisme aerob dan anaerob, yang paling

sering adalah Streptococcus β hemolitikus grup A, penyebab lainnya bisa Staphylococcus

aureus, Haemophylus parainfluensa. Anaerob seperti Bacteroides dan Veilonella.

Gejala klinik yang timbul antara lain demam, pada bayi didapatkan tidak mau minum ASI

dan anak rewel, odinofagia, disfagia, pembengkakan leher dan nyeri, lemah dan dehidrasi

karena intake yang kurang, riwayat ISPA atau trauma. 4 Pada keadaan lanjut keadaan umum

anak menjadi kurang baik, terdapat kekakuan leher, leher sedikit hiperekstensi disertai nyeri

pada penekanan. Jika pembengkakan dinding posterior faring semakin besar dapat timbul

perubahan suara, hipersalivasi, sendi leher menjadi kaku dan kesukaran bernafas, penderita

akan lebih nyaman posisi berbaring dengan leher ekstensi Keadaan diatas menjadi tanda

kegawatan yang harus segera ditangani. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum

tampak sakit dan irritable. Inspeksi tampak pergerakan leher yang terbatas dengan

limfadenopati servikal. Pada pemeriksaan tenggorok terlihat dinding faring menonjol

(bombans) dan tampak berwarna merah, dengan palpasi akan didapatkan fluktuasi positif,

didapatkan pembengkakan limfonodi leher servikal, bisa unilateral atau bilatral. Bila terjadi

ruptur spontan dari abses tersebut akan terjadi sesak nafas berat oleh karena aspirasi pus yang

dapat menimbulkan pneumonia aspirasi, abses paru dan sepsis.

Pemeriksaan penunjang laboratorium, biasanya terdapat leukositosis. Pemeriksaan radiologi

antara lain X foto servikal lateral, CT Scan, MRI. Pada x foto servikal lateral akan didapatkan

gambaran pelebaran ruang retrofaring. Pembengkakan jaringan lunak pada regio prevertebra

dengan penebalan lebih dari 7 mm pada servikal II dan lebih dari 14 mm pada servikal VI

pada anak dan lebih dari 22mm pada dewasa. 1 Sedangkan CT Scan membantu dalam

menentukan lokasi abses dan keterlibatan struktur pembuluh darah leher dan struktur di

sekitarnya, digunakan sebagai panduan dalam insisi drainase.

Gejala klinis

Beberapa gejala klinis abses peritonsil antara lain berupa pembengkakan awal hampir selalu

berlokasi pada daerah palatum mole di sebelah atas tonsil yang menyebabkan tonsil

membesar ke arah medial. Onset gejala abses peritonsil biasanya dimulai sekitar 3 sampai 5

hari sebelum pemeriksaan dan diagnosis. Gejala klinis berupa rasa sakit di tenggorok yang

terus menerus hingga keadaan yang memburuk secara progresif. Rasa nyeri terlokalisir dapat

merupakan gejala menonjol dan pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk makan bahkan

menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga terjadi hipersalivasi dan

ludah seringkali menetes keluar. Keluhan lainnya berupa mulut berbau (foetor ex ore),

muntah (regurgitasi) sampai nyeri alih ke telinga (otalgi). Trismus akan muncul bila infeksi

4

Page 5: Abses Peritonsil

meluas mengenai otot-otot pterigoid.1 Penderita mengalami kesulitan berbicara, suara

menjadi seperti suara hidung, membesar seperti mengulum kentang panas (hot potato’s voice)

karena penderita berusaha mengurangi rasa nyeri saat membuka mulut. Pada pemeriksaan

tonsil, ada pembengkakan unilateral, karena jarang kedua tonsil terinfeksi pada waktu

bersamaan. Bila keduanya terinfeksi maka yang kedua akan membengkak setelah tonsil yang

satu membaik. Bila terjadi pembengkakan secara bersamaan, gejala sleep apnea dan obstruksi

jalan nafas akan lebih berat. Pada pemeriksaan fisik penderita dapat menunjukkan tanda-

tanda dehidrasi dan pembengkakan serta nyeri kelenjar servikal / servikal adenopati. Di saat

abses sudah timbul, biasanya akan tampak pembengkakan pada daerah peritonsilar yang

terlibat disertai pembesaran pilar-pilar tonsil atau palatum mole yang terkena. 4 Tonsil sendiri

pada umumnya tertutup oleh jaringan sekitarnya yang membengkak atau tertutup oleh

mukopus. Timbul pembengkakan pada uvula yang mengakibatkan terdorongnya uvula pada

sisi yang berlawanan.

Gambar dari kiri ke kanan:abses peritonsilitis sinistra, abses perintonsilitis dextra5

Etiologi

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atauinfeksi yang bersumber

dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan

kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateraldan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua

dan dewasa muda. 2 Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob

maupunyang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses

peritonsiler adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus),

Staphylococcus aureus , dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organismeanaerob yang

berperan adalah Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan

Peptostreptococcus spp. 6

5

Page 6: Abses Peritonsil

Patologi

Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima

adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis

dan kemudian terjadi pembentukan abses yangsebenarnya (frank abscess formation).Daerah

superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikatlonggar, oleh karena itu infiltrasi

supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak

palatum mole membengkak. 1 Abses peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun

jarang.Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga

permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna

kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah,uvula bengkak dan

terdorong ke sisi kontra lateral. 1,3 Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di

sekitarnya akanmenyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.

Absesdapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.Selain itu, PTA terbukti

dapat timbul de novo tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang (recurrent)

sebelumnya.

Komplikasi

segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi karena masukan makanan yang kurang. Pecahnya

abses secara spontan, dapat mengakibatkan pendarahan, aspirasi nyebabkan pneumonitis atau

absesparu atau piemia. Pecahnya abses juga dapat menyebabkan penyebaran infeksi ke ruang

leher dalam, dengan kemungkinan sampai ke mediastinum dan dasar tengkorak.1,3 Komplikasi

abses peritonsil yang sangat serius pernah dilaporkan sekitar tahun 1930, sebelum masa

penggunaan antibiotika. Infeksi abses peritonsil menyebar ke arah parafaring menyusuri

selubung karotis kemudian membentuk ruang infeksi yang luas. Perluasan Infeksi ke daerah

parafaring dapat menyebabkan terjadinya abses parafaring, penjalaran selanjutnya dapat

masuk ke mediastinum sehingga dapat terjadi mediastinitis.4 Bila terjadi penjalaran ke daerah

intrakranial dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis dan abses otak.

Pada keadaan ini, bila tidak ditangani dengan baik akan menghasilkan gejala sisa neurologis

yang fatal.

6

Page 7: Abses Peritonsil

Penatalaksanaan

Non medikamentosa:

Insisi dan drainase

Abses peritonsil merupakan suatu indikasi tindakan yang juga disebut intraoral drainase.

Tujuan utama tindakan ini adalah mendapatkan drainase abses yang adekuat dan terlokalisir

secara cepat. Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada pembengkakan di daerah pilar-

pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah paling berfluktuasi. 4

Teknik insisi

Pada penderita yang sadar, tindakan dapat dilakukan dengan posisi duduk menggunakan

anestesi lokal. Anestesi lokal dapat dilakukan pada cabang tonsilar dari nervus

glossofaringeus (N.IX) yang memberikan inervasi sensoris mayoritas pada daerah ini, dengan

menyuntikkan lidokain melalui mukosa ke dalam fosa tonsil.

Gambar. Teknik insisi7

Pada penderita yang memerlukan anestesi umum, posisi penderita saat tindakan adalah kepala

lebih rendah (trendelenberg) menggunakan ETT (Endotrakeal tube). Anestesi topikal dapat

berupa xylocaine spray atau menggunakan lidokain 4-5% atau tetrakain 2% untuk mencegah

keterlibatan jaringan tonsil yang lain. Menggunakan pisau skalpel no.11. 1

Drainase dengan aspirasi jarum

Model terapi abses peritonsil yang digunakan sampai saat ini, pertama insisi dan drainase serta yang kedua tonsilektomi. Saat ini ada beberapa penelitian yang mendiskusikan tentang aspirasi menggunakan jarum sebagai salah satu terapi bedah pada abses peritonsil.20

7

Page 8: Abses Peritonsil

Teknik aspirasi

Tindakan dilakukan menggunakan semprit 10 ml, dan jarum no.18 setelah pemberian anestesitopikal (misalnya xylocain spray) dan infiltrasi anestesi lokal (misalnya lidokain).

Gambar : Tindakan Aspirasi abses peritonsil17

Lokasi aspirasi pertama adalah pada titik atau daerah paling berfluktuasi atau pada tempat pembengkakan maksimum. Bila tidak ditemukan pus, aspirasi kedua dapat dilakukan 1 cm di bawahnya atau bagian tengah tonsil.7 Aspirasi jarum, seperti juga insisi dan drainase, merupakan tindakan yang sulit dan jarang berhasil dilakukan pada anak dengan abses peritonsil karena biasanya mereka tidak dapat bekerja sama. Selain itu tindakan tersebut juga dapat menyebabkan aspirasi darah dan pus ke dalam saluran nafas yang relatif berukuran kecil.

Tonsilektomi

Tindakan pembedahan pada abses peritonsil merupakan topik yang kontroversial sejak beberapa abad. Filosofi dari tindakan tonsilektomi pada abses peritonsil adalah karena berdasarkan pemikiran bahwa kekambuhan pada penderita abses peritonsil terjadi cukup banyak sehingga tindakan pengangkatan kedua tonsil ini dilakukan untuk memastikan tidak terjadinya kekambuhan.7 Sementara insisi dan drainase abses merupakan tindakan yang paling banyak diterima sebagai terapi utama untuk abses peritonsil, beberapa bentuk tonsilektomi kadang-kadang dilakukan. Waktu pelaksanaan tonsilektomi sebagai terapi abses peritonsil, bervariasi: 3

1. Tonsilektomi a chaud: dilakukan segera / bersamaan dengan drainase abses.

2. Tonsilektomi a tiede : dilakukan 3-4 hari setelah insisi dan drainase.

3. Tonsilektomi a froid : dilakukan 4-6 minggu setelah drainase.

Medikamentosa

Salah satu faktor yang masih merupakan kontroversi dalam penanganan abses peritonsil

adalah pemilihan terapi antibiotika sebelum dan sesudah pembedahan. Antibiotika pada

gejala awal diberikan dalam dosis tinggi disertai obat simptomatik, kumurkumur dengan

cairan hangat dan kompres hangat pada leher (untuk mengendurkan tegangan otot). 1,3 Dengan

8

Page 9: Abses Peritonsil

mengutamakan pemeriksaan kultur dan sensitifitas, pemberian terapi antibiotika ditunjukkan

pada jenis bakteri mana yang lebih banyak muncul. Penisilin dan sefalosporin (generasi

pertama kedua atau ketiga) biasanya merupakan obat pilihan. Penisilin dalam dosis tinggi

sebagai obat pilihan diberikan dengan mempertimbangkan kontra indikasi seperti alergi.

Penisilin dapat digunakan pada penderita abses peritonsil yang diperkirakan disebabkan oleh

kuman staphylococcus. Metronidazol merupakan antimikroba yang sangat baik untuk infeksi

anaerob. Tetrasiklin merupakan antibiotika alternatif yang sangat baik bagi orang dewasa,

meskipun klindamisin saat ini dipertimbangkan sebagai antibiotik pilihan untuk menangani

bakteri yang memproduksi beta laktamase. Penting untuk dicatat bahwa memberikan

antibiotika intravena pada penderita abses peritonsil yang dirawat inap belakangan ini sudah

kurang umum digunakan. 4

Prognosis

Baik, jika dilakukan tonsilektomi. Karena, abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak

diikuti dengantonsilektomi.

Kesimpulan

Abses peritonsil adalah infeksi leher dalam yang seringkali terjadi sebagai komplikasi dari

tonsillitis akut. Pasien dengan abses peritonsil sering datang dengan keluhan yang berat dan

salah satu gejala yang sering membuat pasien datang ke dokter adalah trismus karena

peradangan pada m.pterigoid interna. Akan tetapi tindakan yang dapat dilakukan untuk

menangani abses peritonsiler ini, tidaklah serumit yang dibayangkan, yaitu berupa insisi dan

drainase abses dengan anestesi. namun apabila tidak dilakukan tindakan yang cepat, tepat dan

efektif maka dapat menimbulkan komplikasi yang cukup berarti.

Daftar pustaka

1. Fachruddin, darnila. 2010. Abses Leher Dalam. Dalam: Buku Ajar IlmuKesehatan,

Telinga-Hidung-Tenggorokan, hal. 226 - 7. Balai Penerbit FKUI,Jakarta.

2. Fasano J.C, Chudnofsky C. Bilateral Peritonsillar Abscesses: Not Your Usual Sore

Throat. The Journal of Emergency Medicine 2005;29 p. 45-7.

3. Adams, G.L. 2012. Penyakit-Penyakit Nasofaring Dan Orofaring. Dalam:Boies, Buku

Ajar Penyakit THT, hal.333. EGC, Jakarta.

4. M Arif, T Kuspuji, S Rakhmi (Ed). 2009. Kapita selekta kedokteran, hal. 119 – 23

Balai penerbit FKUI, Jakarta.

9

Page 10: Abses Peritonsil

5. https://www.google.com/search?

q=penjelasan+patofisiologi+abses+peritonsil&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=Q

E8lU4LtM9CTiAe76YGoBw&ved=0CAcQ_AUoAQ&biw=1366&bih=664#q=+abse

s+peritonsil&tbm=isch&facrc=_&imgdii=_&imgrc=eALR2rA_5Pb8EM%253A

%3BDwOG5zk2_WpMuM%3Bhttp%253A%252F%252Fwww.ghorayeb.com

%252Ffiles%252Fperitonsillar_abscess_labeled_2002.jpg%3Bhttp%253A%252F

%252Fmedicalera.com%252F3%252F21947%252Fabses-peritonsiler-komplikasi-

amandel-yang-mengerikan%3B488%3B364. Telah diundu tanggal 16 maret 2014

6. Bailey BJ. Infections of The Deep Spaces of The Neck. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 3 th Edition. Philadelphia. Wolters Kluwer Company. 2001. p.701-15

7. Badran KH, Karkos PD. Aspiration of Peritonsillar Abscess in Severe Trismus.

Journal of Laryngol &Otol 2006;120:492-94.

10