abses otak (j).pdf

Upload: nabila-rizkika

Post on 03-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 abses otak (j).pdf

    1/3

    Abses Ot ak

    Muhammad Totong KamaluddinLaboratoriumFarmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang

    PENDAHULUANAbses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang ter-

    lokalisir pada jaringan otak(1,2).

    AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia jugabelum banyak dilaporkan. Morgagni (16821771) pertama kali

    melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga(3).

    Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan jantungbawaan sianotik(4,5,6).

    Mikroorganisme penyebab AO meliputi bakteri, jamur dan

    parasit tertentu(2,7,8,9). Mikroorganisme tersebut mencapai sub-

    stansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak,luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada

    beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya(1,7).

    Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam,

    anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial sertagejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses(1,7). Terapi AO

    terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan(4,7,8,9,10).

    Tanpa pengobatan, prognosis AO jelek(2,6,7).Makalah ini bertujuan membicarakan secara singkat AO

    yang menyangkut angka kejadian, etiologi, patofisiologi, gam-

    baran klinik, diagnosis, diagnosis banding, penanganan dan

    prognosis.

    ANGKA KEJ ADIANAngka kejadian yang sebenamya dari AO tidak diketahui.

    Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbanding-an 2:1(6,9). Poerwadi melaporkan 18 kasus AO pada anak denganusia termuda 5 bulan(3).

    ETIOLOGIBerbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu

    bakteri, jamur dan parasit"). Bakteri yang tersering adalahStaphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus

    beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli danBaeteroides(5,7,8).

    Abses oleh Staphylococcusbiasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal darsinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dananaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Absesoleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakankomplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan

    sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob(5). Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporiumtrichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat

    menimbulkan AO secara hematogen(5,7).

    Kira-kira 620% AO disebabkan oleh flora campuran, ku-

    rang lebih 25% AO adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).

    PATOFISIOLOGIAO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dar

    fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dar

    tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepaladan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran

    hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering

    pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang

    perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu(2,7).

    AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya

    ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunkanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak

    jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini me

    mudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses

    pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akiba

    Cermin Dunia Kedokteran No. 89, 1993 25

  • 7/29/2019 abses otak (j).pdf

    2/3

    trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau

    radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakte-remi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk

    langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah

    infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun(11). Duapertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multi-

    pel(2,4,9,12)

    .Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus padajaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan

    dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perda-

    rahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadinekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk

    suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag me-

    ngelilingi jaringan yang nekrotik(n. Mula-mula abses tidak

    berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang pro-gresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebalkapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.

    Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4

    stadium yaitu :1) stadium serebritis dini2) stadium serebritis lanjut3) stadium pembentukan kapsul dini4) stadium pembentukan kapsul lanjut.

    Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar

    dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat

    menimbulkan meningitis(7).

    Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis,

    amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental da-pat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis.

    Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus

    temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalisbiasanya terjadi secara hematogen(2,7).

    GAMBARAN KLI NIKPada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat

    gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dangejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah,

    sakit kepala dan kejang.

    Dengan semakin besarnya AO gejala menjadi khas berupa

    trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian te-kanan intrakranial dan gejala neurologik fokal(2,7).

    Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada

    gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis,

    hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun me-nunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi

    herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel(2,5,7).

    Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguanpendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek

    penglihatan kwadran alas kontralateral dan hem ianopsi

    komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak

    atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis

    relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anteriorsehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik(7).

    Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan

    menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor

    dismetri dan nistagmus.

    Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasa

    hematogen dan berakibat fatal.

    LABORATORIUMTerutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan

    lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit danlaju endap darah(2,7).

    Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memper

    lihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar proteinyang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam

    batas normal atau sedikit berkurang(2,7,12), kecuali bila terjad

    perforasi dalam ruangan ventrikel(2,7).

    DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pe-

    meriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lain

    nya(2,7). Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggiantekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus

    infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidakdapat diidentifikasi adanya abses.

    Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lo-kalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlam

    batan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13

    siklus/detik pada lokasi abses(2,7,13).

    Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik

    abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasabses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mula

    ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif

    noninvasif seperti CT scan.Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium

    dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan

    bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal danbiasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selainmengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu

    serebritis dengan abses(2,13). Magnetic Resonance Imaging saaini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih

    cepat juga lebih akurat.

    DIAGNOSIS BANDING

    Gangguan pembuluh darah otak, yang bersifat oklusi danperdarahan, terutama pada penderita AO dengan penyakit jan

    tung bawaan sianotik. Jarang terjadi sebelum usia 2 tahunSerangan nerolgik timbulnya mendadak, pada AO perlahan.

    Hidrosefalus.Gejala klinik AO di bawah 2 tahun, kadang-kadang sukar

    dibedakan dari hidrosefalus.

    Tumor otak seperti astrositoma mempunyai gambaranklinik seperti AO. Dengan pemeriksaan CT scan dapadibedakan keduanya.

    Kelainan lain yang harus dibedakan dari AO adalah prosesdesak ruang intrakranial seperti hematoma subdural, abses

    subdural dan abses epidural serta hematoma epidural(2,7).

    Cermin Dunia Kedokteran No. 89, 199326

  • 7/29/2019 abses otak (j).pdf

    3/3

    KOMPLIKASIKomplikasi meliputi : retardasi mental, epilepsi, kelainan

    nerologik fokal yang lebih berat. Komplikasi mi terjadi bila AO

    tidak sembuh sempurna.

    PENANGANANPada umumnya terapi AO meliputi pemberian antibiotik

    dan tindakan operatif berupa eksisi (aspirasi), drainase danekstirpasi(2,7).

    Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan

    pemberian antibiotik, sebagai berikut:1) Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1minggu) atau kapsul belum terbentuk.

    2) Sifat-sifat abses:a) Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakankontraindikasi operasi.

    b) Besar abses.c) Soliter atau multipel; pada abses multipel tidak dilakukanoperasi(2,7,9).

    Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakte-

    riologik dan sensitivitas. Sebelum ada hash pemeriksaan bakte-riologik dapat diberikan antibiotik secana polifragmasi ampisi-

    lin/penisilin dan kioramfenikol. Bila penyebabnya kuman an-aerob dapat diberikan metronidasol. Golongan sefalosporin

    generasi ke tiga dapat pula digunakan.

    Tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan memper-

    hatikan faktor-faktor tersebut di atas.

    PROGNOSISTergantung dan:

    1) cepatnya diagnosis ditegakkan2) derajat perubahan patologis3) soliter atau multipel4) penanganan yang adekuat.Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dinidapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik.

    Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1ipe1(2,5,7).

    RINGKASANAO adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada

    janingan otak.

    Insidens AO tidak diketahui, dengan kemajuan antibiotikdewasa mi insidens semakin menurun.

    Berbagai organisme seperu bakteri, parasit dan jamur dapat

    menjadi penyebab.

    Penyebaran infeksi ke otak mungkin secara langsung atau

    udak Iangsung melalui hematogen dan infeksi sekitar otak.

    Perubahan patologik terdiri 4 stadium yaitu : serebritis dini

    serebritis lanjut, pembentukan kapsul dini dan pembentukankapsul lanjut.

    Gambaran klinik AO berupa gejala-gejala infeksi, pen

    inggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesualokasi abses.

    Terapi AO dengan pemberian antibiotik dan tindakan pem

    bedahan.Prognosis AO tergantung diagnosis dini, perubahan patolo

    gik dan terapi yang dini.

    KEPUSTAKAAN

    1. Lesse Al, Scheid WM. Brain abscess. In: Johnson RT. (eds): Currentherapy in neurologic disease-2. Toronto, Philadelphia: BC. Decker Inc

    1987: 107-9.

    2. Menkes JH. Brain abscess. In: Textbook of child neurology. 2nd edPhiladelphia: Lea & Febiger, 1975 : 229-33.

    3.

    Troeboes Poerwadi. Abses otak pada anak. Kumpulan Naskah LengkapKonas IDASI, 1988 :255-61.4. Berhman RE, Vaughan VC (eds). Brain abscess. In: Nelson's textbook of

    pediatrics. 13th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co

    1987. hat. 1322-3.

    5. Mardjono M, Sidharta P. Abses serebri. Dalam: Neurologi klinik dasaredisi 4. Jakarta: Pustaka Universitas, PT Dian Rakyit 1981 : 319-29.

    6. Saiz Lorens XJ, Umana MA, Odio CM, etal. Brain abscess. Pediatr InfectDisJ 1989; 8: 449-58.

    7. Dodge PR. Parameningeal infections (including brain abscess, epiduraabscess, subdural empyema). In: Feigin, Cherry (eds): Textbook of Pediatric Infectious Disease. First ed. Philadelphia, London: WB Saunders

    Co; 1987 : 496-504.

    8. Ford FR. Abscess of brain. In: Diseases of nervous system in infancychildhood and adolescences. 5th ed. Springfield, illinois: Charles C Thomas PubI; 1974 : 417-22.

    9. Schuster H, Koos W. Brain abscess in children. In: SchieferW, Klinger MBrock M. (eds). Brain abscess and meningitis. Subsrachnoid hemorrhage timing problems. Berlin, Heidelberg, New York: Springer-Verlang; 1981

    :81-85.

    10. Keren G, Tyrrell DLI. Non surgical treatment of brain abscess. PediatInfect Dis J. 1984; 3:331-4.

    11. Kidd BS L. Complete transposition of the great arteries. In: 1-lean diseasein infancy and childhood, 3th ed. New York, Toronto, London: Macmillan

    Pubslishmg Co; 1987 :590-611.12. Adams RD. Victor M. Brain abscess. In: Principles of Neurology. 3th ed

    New York, St. Louis, San Franscisco: Mc Graw Hill Book; 1987. hal

    522-6.

    13. Gordon IRS, Ross FGM. Cerebral abscess. In: Diagnostic radiology inpaediatrics. First ed. London, Boston: Butterworth & Co. Pub! Ltd; 1977312.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 89, 1993 27