ablasio retina
DESCRIPTION
ABLASIO RETINATRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina atau
selaput jala mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya
(fotoresptor). Terdapat dua tipe sel fotoreseptor pada retina, yaitu sel batang dan
sel kerucut.1,2,3,4
Retina berbatasan dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina. Epitel
pigmen retina terdiri dari satu lapis sel yang terfiksasi pada membrana Bruch
yang merupakan lapisan aseluler di mana bagian dalamnya berfungsi sebagai
membrana basalis epitel pigmen retina. Ruang potensial antara neuroretina dan
epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embrionik. Kedua jaringan
ini melekat longgar pada mata yang matur sehingga mudah terpisah dan
membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina.1,2,3
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan
ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya
antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural
dengan koroid atau epitel pigmen, sehingga merupakan titik lemah yang
potensial untuk lepas secara embriologis. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina
yaiut : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio eksudatif.1
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio regmatogenosa.
Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000
populasi dengan prevalensi 0.3%. sedangkan insiden ablasio retina
regmatogenosa kira-kira 1 diantara 10.000 orang. Pasien dengan miopi yang
tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia
sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat
meningktkan angkat kejadian ablasio hingga 10%.3,5,6,7
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel epitel pigmen
retina akan mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi retina dari pembuluh
darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi
yang menetap. Penatalaksanaan utama dari ablasio retina adalah pembedahan.
Tujuannya yaitu untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina.
Diharapkan dengan mengetahui etiologi dan penatalaksanaan ablasio retina
sedini mungkin dapat mencegah komplikasi yang sering terjadi yakni penurunan
ketajaman penglihatan dan kebutaan.2
1.2 Batasan Masalah
Makalah Meet The Expert ini membahas mengenai etiologi dan
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah Meet The Expert ini adalah untuk menambah
wawasan mengenai etiologi dan penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa.
1.4 Metode Penulisan
Makalah Meet The Expert ini dibuat dengan metode penulisan tinjauan
kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi yang tidak rata. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk
dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan
membran Bruch, koroid, dan sklera. Permukaan dalam retina berhadapan dengan
vitreus.8
Gambar 1 : Anatomi Mata
Gambar 2 : Anatomi Retina
Retina berasal dari bagian dalam cawan optic yang timbul dari bagian cefal
tabung neural embrio. Bagian luar cawan ini akan menjadi satu lapisan epitel
pigmen. Sel bakal retina tersebut terus berkembang dari satu jenis sel embrional
akhirnya menjadi 5 jenis sel yang tersusun teratur.9
1. Sel-sel reseptor, Berupa sel batang dan kerucut10.
Sel kerucut (cones) paling banyak terdapat di bagian sentral yang
dinamakan sebagai daerah macula lutea. Pada sentral macula lutea, yaitu
daerah fovea sentralis yang tidak tercampuri sel-sel batang. Besar macula
lutea 1-2 mm, daerah ini daya penglihatannya paling tajam terutama di fovea
sentralis. Struktur macula lutea :
a. Tidak ada sel saraf
b. Sel sel ganglion sangat banyak di pinggir
c. Lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Pada fovea sentralis hanya
terdapat sel kerucut.
Pada nasal dari macula lutea terdapat papilla nervi opticum yaitu
tempat dimana nervus II menembus sclera. Papil ini hanya terdiri dari serabut
saraf, tidak mengandung sel batang atau sel kerucut sama sekali. Oleh karena
itu, tidak dapat melihat sama sekali dan disebut titik buta (skotoma fisiologis,
blind spot). Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari
retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat
besarnya 1/3 diameter papil yang disebut ekskavasasi fisiologis. Dari tempat
ini keluarlah arteri dan vena retina sentral yang kemudian bercabang-cabang
ke temporal dan ke nasal, keatas dan ke bawah.
Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision (melihat warna,
cahaya intensitas tinggi dan penglihatan sentral/ketajaman penglihatan).
Persepsi detail dan warna pada cahaya yang cukup terang. Pada cahaya yang
remang-remang sel kerucut ini kurang berfungsi. Didalam sel kerucut terdapat
3 macam pigmen yang masing-masing peka terhadap sinar merah, hijau, biru.
Sel-sel batang lebih banyak di bagian perifer terutama di sekitar macula.
Fungsinya adalah untuk penglihatan di tempat gelap untuk scotoptic vision,
yaitu untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah tidak dapat melihat
warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan.
2. Sel-sel bipolar
Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion.
Bentuknya ada yang khusus menyambungkan satu sel reseptor kerucut dengan
sel ganglion dan ada pula bercabang banyak yang menghubungkan beberapa
sel batang ke satu sel ganglion.10
3. Sel ganglion
Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya panjang
meliputi lapisan permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf optic dan
selanjutnya sampai di badan genikulatum lateral untuk bersinaps di sini
dengan sel sel saraf yang melanjutkan impuls visual kekorteks ke daerah
fissure calcarina lobus oksipitalais.10
4. Neuron Lainnya : sel Horizontal dan sel amakrin
Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring
aliran impuls dari masing-masing sel saraf sebelumnya.10
5. Sel Muller
Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk sistem
kerangka penunjang jaringan retina. Membran limitasi interna dan eksterna
adalah bagian yang dibentuknya. Sel muller berfungsi sebagai depot glikogen
yang penting untuk energi sel lainnya.10
Histologi neuroretina dari lapisan dalamnya:8,11
Gambar 3 : Histologi Neuroretina
1. Lapisan membran limitan interna, merupakan membran hialin antara
retina dan badan kaca.
2. Lapisan serat saraf dari sel ganglion, yang mengandung akson-akson sel
ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus.
3. Lapisan inti sel ganglion
4. Lapisan molikuler (flexiform) dalam, yang mengandung sambungan-
sambungan (sinaps) sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan nukleus dalam, merupakan lapisan aselular yang merupakan
tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
6. Lapisan flexiform luar, merupakan lapisan aselular mengandung
sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan nuklearis luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
sel batang
8. Lapisan membrane limitan eksterna, merupakan membrane ilusi
9. Lapisan segmen luar dari sel reseptor
10. Epitel pigmen
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil syaraf optik yang akan memberikan
nutrisi pada retina dalam. Dari ekskavasasi fisiologis papilla nervi optisi
keluarlah arteri dan vena retina sentral yang kemudian bercabang-cabang ke
temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah. Arteri ini merupakan arteri
terminal dan tidak ada anastomose (end artery). Kadang-kadang didapat
anastomose antara pembuluh darah arteri siliaris dan arteri retina sentral yang
disebut arteri silioretina yang biasanya terletak di daerah makula.10
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat.
Pembuluh darah arteri diameter lebih kecil dengan perbandingan a:v = 2:3.
Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus di tengah-tengahnya terdapat
reflex cahaya. Sedangkan pembuluh darah vena lebih besar, warna lebih tua dan
bentuk lebih berkelok-kelok10.
Retina menerima darah dari 2 sumber :
1. Koriokapilaris yang mendarahi 1/3 luar retina termasuk lapisan flexiform luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina.
2. Arteri retina sentral yang mendarahi 2/3 sebelah dalam retina.
Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah
retina. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.10
2.2 Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai
suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang
efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan
ke korteks penglihatan oksipital.12
Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut
meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan
sel batang lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1
antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar,
sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion
yang sama. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan
penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang
terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola; sementara retina sisanya
terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan penglihatan malam
(skotopik).12
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang
avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali
proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu
pigmen penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran
ganda pada fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen,
sebuah protein opsin dan sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah
scotopsin. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal, yang merupakan
turunan dari vitamin A. Saat rhodopsin menyerap foton cahaya , 11-cis-retinal
akan mengalami isomerisasi menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk itu akan
mencetuskan terjadinya kaskade penghantar kedua (secondary messenger
cascade). Puncak absorbsi cahaya oleh rhodopsin terjadi pada panjang
gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan daerah biru-hijau spektrum cahaya.
Fotopigmen sel kerucut terdiri atas 11-cis-retinal yang terikat pada protein opsin
selain scotopsin.13
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang.
Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektrum
retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan
muncul sensasi warna. Suatu objek akan berwarna apabila objek tersebut secara
selektif memantulkan atau menyalurkan sinar dengan panjang gelombang
tertentu dalam kisaran spektrum cahaya tampak (400-700 nm). Penglihatan
siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala
(mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam hari (skotopik)
oleh fotoreseptor batang.13
Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting
dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen
luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta
membentuk sawar selektif antara koroid dan retina. Mmbran basalis sel-sel epitel
pigmen retina membentuk lapisan dalam membran Bruch, yang juga tersusun
atas matriks ekstraselular khusus dan membran basalis koriokapilaris sebagai
lapisan luarnya. Sel-sel epitel pigmen retina mempunyai kemampuan terbatas
dalam melakukan regenerasi.13
2.3 Definisi
Ablasio berasal dari bahasa latin ablation yang berarti pembuangan atau
terlepasnya salah satu bagian badan. Ablasio retina merupakan suatu kelainan
pada mata yang disebabkan terpisahnya lapisan Neurosensorik retina dari lapisan
epitel pigmen Retina hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan subretina
di ruang potensial antara lapisan neurosensorik retina dengan epitel pigmen
retina.1,8
Secara umum, terdapat tiga jenis ablasio retina yaitu :8,13
1. Ablasio retina regmatogenosa
Kata regmatogenosa berasal dari bahasa Yunani ”rhegma” yang berarti
robek atau terputus. Pada tipe ini, terjadi robekan pada retina sehingga cairan
yang masuk ke belakang antara sel pigmen dengan sel fotoreseptor. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) seperti yang masuk
melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapisan epitel pigmen.1,14
Ablasio retina regmatogenosa ditandai dengan pemutusan total (full-
thickness) dari lapisan neurosensorik retina, traksi vitrous dengan derajat yang
bervariasi dan korpus vitreus cair melalui defek retina sensorik ke dalam
ruang subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului
oleh pelepasan korpus vitreus. Miopia, afakia, lattice degeneration (kelemahan
retina perifer dasar), dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio
retina jenis ini.8,13
2. Ablasio Retina Traksional
Keadaan ditandai terlepasnya lapisan neurosensorik retina dari epitel pigmen
retina akibat tarkan jaringan parut pada vitreous.1
3. Ablasio Retina eksudat
Tertimbunnya eksudat di bawah lapisan neurosensorik retina sehingga
melepaskan lapisan retina tersebut.1
2.4 Epidemiologi
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan
prevalensi 0.3%. Umur yang terbanyak menderita Ablasio Retina adalah 40
sampai 70 tahun dan lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, hal ini
mungkin disebabkan seringnya pria mendapat trauma dibanding wanita. Pada
keadaan tertentu ablasio retina sering menyerang kedua mata terutama pada mata
afakia. 5,6
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering
terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina
regmatogenosa. Selain itu ablasio ini bisa terjadi pada kedua mata pada 10%
pasien. Kejadian ablasio retina sedikit meningkat pada usia pertengahan (usia 20-
30 tahun) akibat trauma.3 Beberapa populasi memiliki bakat dan peluang besar
mengalami ablasio retina, misalnya mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis,
dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer.7
2.5 Etiologi
Etiologi yang terkait dengan ablasio retina adalah miopia , katarak removal,
dan trauma. Sekitar 40 - 50 % dari semua pasien dengan ablasio retina memiliki
miopia. Ablasio retina yang berhubungan dengan miopia cenderung terjadi pada
pasien berusia 25 - 45 tahun, sementara non-miopia cenderung terjadi pada orang
tua. Pasien dengan miopia tinggi ( > 6 D ), lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan, memiliki resiko seumur hidup 5 % dari ablasio retina.
Ablasio retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi
katarak, dan ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang
dilaporkan. Faktor-faktor resiko yang terkait dengan ablasio retina dalam katarak
removal yang tidak disengajakan (accidental) adalah posterior kapsul pecah pada
saat operasi, usia muda, panjang aksial meningkat, ruang bilik mata depan yang
dalam, dan jenis kelamin laki-laki. Kira-kira 10 - 20% dari ablasio retina
dikaitkan dengan trauma mata langsung 1,5,15
Ablasio retina yang diakibatkan oleh trauma lebih sering terjadi pada orang
yang lebih muda. Meskipun tidak ada penelitian telah memperkirakan kejadian
ablasio retina dalam olahraga, olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee
jumping ) berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya ablasio retina. Ada
juga beberapa laporan bahwa Laser capsulotomy dikaitkan dengan peningkatan
resiko ablasio retina. Di Amerika Serikat, kelainan struktural, operasi
sebelumnya, trauma dan uveitis adalah faktor resiko utama untuk ablasio retina.
Miopia yang tinggi, trauma, kelainan struktural dan operasi sebelumnya adalah
faktor resiko utama di Asia.16
2.5 Klasifikasi
Ablasio retina regmatogenosa dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis,
morfologi dan lokasi.
a. Berdasarkan patogenesisnya, dibagi menjadi; (1) Tears, disebabkan oleh traksi
vitreoretina dinamik dan memiliki predileksi di superior dan lebih sering di
temporal daripada nasal.(2) Holes, disebabkan oleh atrofi kronik dari lapisan
sensori retina, dengan predileksi di daerah temporal dan lebih sering di
superior daripada inferior, dan lebih berbahaya dari tears.
b. Berdasarkan morfologi, dibagi menjadi; (1) U-tearsm, terdapat flap yang
menempel pada retina di bagian dasarnya, (2) incomplete U-tears, dapat
berbentuk L atau J, (3) operculated tears, seluruh flap robek dari retina, (4)
dialyses: robekan sirkumferensial sepanjang ora serata, (5) giant tears
c. Berdasarkan lokasi, dibagi menjadi; (1) oral, berlokasi pada vitreous base, (2)
post oral, berlokasi di antara batas posterior dari vitreous base dan equator,
(3) equatorial, (4) post equatorial: di belakang equator (5) macular, di
fovea.17
2.6 Patogenesis
Ablasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan
retina sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang
subretina. Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina
melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang
mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan hidrostatik, tekanan
onkotik, dan transpor aktif. Hal yang mempertahankan perlekatan retina yaitu (1)
Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus
dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi
karena mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan vitreus. (3)
Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang
subretina ke koroid. Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi
dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan faktor
predisposisi nya yaitu degenerasi. synchysis, yaitu pada traksi vitreoretina
dinamik, terjadi likuefaksi dari badan vitreus yang akan berkembang menjadi
lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic
masuk melalui lubang ke ruang retrohialoid. Akibatnya terjadi pelepasan
permukaan vitreus posterior dari lapisan sensori retina. Badan vitreus akan
menjadi kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid terisi oleh cairan synchitic.
Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse (acute PVD).
Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD (posterior
vitreal detachment). Robekan yang disebabkan oleh PVD biasanya berbentuk
huruf U, berlokasi di superior fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan
vitreus sebagai hasil dari ruptur pembuluh darah retina perifer.
Gambar 4. Vitreous syneresis
Kebanyakan robaekan terjadi di daerah perifer retina. Hal tersebut dapat
berhubungan dengan degenerasi retina perifer. Terdapat berbagai macam
degenerasi, antara lain:
1. Degenerasi lattice
Biasa ditemukan pada pasien dengan sindrom Marfan, sindrom Stickler, sindrom
Ehler-Danlos. Ditandai dengan bentuk retina yang sharply demarcated,
circumferentially orientated spindle shaped areas. Biasanya terdapat bilateral dan
lebih sering di daerah temporal dan superior.
2. Degenerasi snailtrack
Degenerasi ini berbentuk snowflakes atau white frost like appearance.
3. Degenerasi retinoschisis
Pada degenerasi ini terjadi pemisahan antara lapisan sensori retina menjadi 2
lapisan, yaitu lapisan koroidal dan lapisan vitreus. Kejadian ini banyak
berhubungan dengan hipermetrop.
4.“White-with-pressure”, “White-without-pressure”.
2.7 Manifestasi Klinis
Pertimbangkan pasien yang khas mengalami ablasio retina, seperti pasien
dengan miopia tinggi dengan usia berkisar 50 tahun, baik laki-laki ataupun
perempuan, yang tiba-tiba mengalami gejala “flashes dan floaters”, yang
biasanya terjadi secara spontan atau sesaat setelah menggerakkan kepala.
Lakukan penggalian secara lebih detail terhadap gejala yang dialami. 8
1. Flashes (photopsia)
Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi
sepanjang waktu, tetapi paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini cenderung
terjadi terutama sebelum tidur malam. Kilatan cahaya (flashes) biasanya
terlihat pada lapangan pandang perifer. Gejala ini harus dibedakan dengan
yang biasanya muncul pada migrain, yang biasanya muncul sebelum nyeri
kepala. Kilatan cahaya pada migrain biasanya berupa garis zig-zag, pada
tengah lapangan pandang dan menghilang dalam waktu 10 menit. Pada pasien
usia lanjut dengan defek pada sirkulasi vertebrobasilar dapat mendeskripsikan
tipe lain fotopsia, yakni kilatan cahaya cenderung muncul hanya saat leher
digerakkan setelah membungkuk.18
2. Floaters
Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah gejala
yang sering terjadi, tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas pada pasien
gangguan cemas. Tetapi jika titik hitamnya bertambah besar dan muncul tiba-
tiba, maka ini menjadi tanda signifikan suatu keadaan patologis. Untuk
beberapa alasan, pasien sering menggambarkan gejala ini seperti berudu atau
bahkan sarang laba-laba. Ini mungkin karena adanya kombinasi gejala ini dan
kilatan cahaya. Kilatan cahaya dan floaters muncul karena vitreus telah
menarik retina, menghasilkan sensasi kilatan cahaya, dan sering ketika
robekan terjadi akan terjadi perdarahan ringan ke dalam vitreus yang
menyebabkan munculnya bayangan bintik hitam. Ketika kedua gejala ini
muncul, maka mata harus diperiksa secara detail dan lengkap hingga
ditemukan dimana lokasi robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat
menyebabkan perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan kebutaan
mendadak.18
3. Black curtain,
Defek lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer
yang lama-lama hingga ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi
hari karena cairan subretina diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari.
Arah munculnya defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan
retina. Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan
fovea.18
Saat anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma, apakah
terjadi bebrapa bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan timbulnya
gejala. Perhatikan juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak, pengangkatan
benda asing intraokuler atau prosedur lain yang melibatkan retina. Tanyakan juga
mengenai kondisi pasien sebelumnya, seperti pernah atau tidak menderita uveitis,
perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik. Riwayat
penyakit mata dalam keluarga juga penting untuk diketahui
2.8 Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah mengembalikan kontak antara
neurosensorik retina yang terlepas dengan RPE dan eliminasi kekuatan traksi.
Berbagai metode operasi yang akan dilakukan bergantung dari lokasi robekan, usia
pasien, gambaran fundus, dan pengalaman ahli bedah.20
a. Scleral Buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi
robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan
scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon
padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah
robekan retina. Pertama-tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat
perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit
mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi
penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan
subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.21
Gambar 5 : Scleral Buckling
b. Pneumatic retinopexi
Pneumatic retinopexi merupakan metode yang juga sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada
bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan
menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui
robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal
biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan
dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina.21
Gambar 7: Pneumatic Retinopexy
2.8 Komplikasi
Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun
penglihatannya dan akhirnya menjadi buta.
Bila ablasinya sudah berlangsung lama, maka pada retina timbul gangguan
metabolisme. Zat-zat toksik yang ditimbulkan, menyebabkan degenerasi dan
atrofi dari retina, karena batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler
koroid, sehingga menjadi rusak sebab makanannya terputus. Juga dapat
menimbulkan uveitis dengan glaucoma dan katarak sebagai penyulit.22
2.9 Prognosis22
Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya
berkurang atau hilang. Bila retina berhasil direkatkan kembali, mata akan
mendapatkan kembali sebagian fungsi penglihatan dan kebutaan total dapat
dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan dalam jangka enam
bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada umumnya
fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup
lama atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina.
Prognosis ablasio retina:
1. Baik sekali, bila pertama kali operasi berhasil 50-60%
2. Bila operasi pertama tak berhasil, diulang lagi dua kali, prognosis 15%
3. Opeasi yang berulang kalu atau ablasio yang lama, prognosis buruk sekali
BAB III
ANALISIS SITUASI
3.1 Kesimpulan
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena
terpisahnya lapisan Neuroretina dari lapisan Epitel Pigmen retina akibat adanya
cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina
oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina. Ablasio retina merupakan suatu
kegawat daruratan karena dapat menyebabkan kebutaan bagi penderitanya.
Ablasio retina berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga, ialah ablasio
retina regmantogenosa, Ablasio retina traksional dan Ablasio retina eksudatif.
Kata regmatogenosa berasal dari bahasa Yunani ”rhegma” yang berarti robek
atau terputus. Pada tipe ini, terjadi robekan pada retina sehingga cairan yang
masuk ke belakang antara sel pigmen dengan sel fotoreseptor. Etiologi yang
terkait dengan ablasio retina tipe ini adalah miopia , katarak removal, dan trauma.
Sekitar 40 - 50 % dari semua pasien dengan ablasio retina memiliki miopia.
Ablasio retina yang berhubungan dengan miopia cenderung terjadi pada pasien
berusia 25 - 45 tahun, sementara non-miopia cenderung terjadi pada orang tua.
Pasien dengan miopia tinggi ( > 6 D ), lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan, memiliki resiko seumur hidup 5 % dari ablasio retina. Ablasio retina
terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak, dan
ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang dilaporkan.
Faktor-faktor resiko yang terkait dengan ablasio retina dalam katarak removal
yang tidak disengajakan (accidental) adalah posterior kapsul pecah pada saat
operasi, usia muda, panjang aksial meningkat, ruang bilik mata depan yang
dalam, dan jenis kelamin laki-laki. Kira-kira 10 - 20% dari ablasio retina
dikaitkan dengan trauma mata langsung
Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi,
penatalaksanaan medikamentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini.
Penanganan ablasio retina regmatogen dilakukan dengan tindakan pembedahan
dengan teknik scleral buckling atau pneumatic retinopexy. Pada kedua teknik ini
dilakukan cryotherapy atau laser terlebih dahulu untuk membentuk adhesi antara
epitel pigmen dan sensorik retina.
Sklera buckling yang mendekatkan sklera pada retina yang robek, menjadikan
reposisi retina lebih dekat ke epitel pigmen retina dengan mengurangi tarikan
vitreus pada retina yang robek, pneumatic retinopexi yang digunakan digunakan
pada ablasio retina tertentu yang disebabkan robekan pada 2/3 superior yang
tampak pada fundus dimana prosedur ini memakai gelembung gas yang
disuntikkan dalam ruang intravitreal untuk menekan retina yang robek sampai
retina itu melekat kembali.