tugas epidemologi ablasio retina
DESCRIPTION
Makalah tentang epidemologi penyakit ablasio retina - pikesstikpan.blogspot.comTRANSCRIPT
NAMA : AMIRULLAH YUSUF LATARISSA
NIM : 10.03.049
KELAS : A
STIKES PANAKUKKANG MAKASSAR
2012/2013
ABLASIO RETINA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ABLASIO RETINA “
Tak lupa penulis hanturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Begitupun kepada dosen yang membimbing penulis guna
menyelesaikan tugas ini.
Mungkin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam tugas ini, tapi penulis selalu
berusaha agar tugas yang dibuat bisa terima dan bisa bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun
orang lain.
Penulis sangat berharap kepada siapa saja yang bisa memberikan kritik dan saran agar
kedepannya penulis bisa membuat perbaikan yang lebih baik lagi.
Makassar, 9 Januari 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Dalam Epedemiologi yang berbicara tentang distribusi dan perkembangan penyakit baik
yang penyakit infeksi dan penyakit non infeksi,maka dalam tugas ini penulis menjelaskan tentang
penyakit non infeksi atau tidak menular yaitu “ ABLASIO RETINA”,melalui pendekatan Epidemiologi
deskriptif.
Dalam pendekatan epidemiologi deskriptif di kenal beberapa point penting yang masing-
masing memiliki karakteristik dalam fungsionalnya terhadap analisis epidemiologi deskriptif :
. 5 W ( What,Who,Where,When,and Why )
. Time,Place,Person.
. Host,agent,Enveriotmen
Dimana kesemuanya akan di jelaskan lebih lanjut dalam bab pembahasan.
1.2 Tujuan.
Inti dari tujuan pembuatan makalah ini adala tugas dimana akan mencangkup beberapa
point :
1. Menjelaskan Defenisi Ablasio.
2. Mengetahui Diagnosa dan Manifestasi Klinik Ablasio Retina.
3. Menjelaskan Klasifikasi Ablasio Retina.
4. Menjelaskan Penatalaksanaan Ablasio Retina.
5. Menjelaskan Komplikasi dari Ablasio Retina.
6. Guna Mengetahui secara rinci tentang Ablasio Retina dan Pencegahan,serta
Penanganannya.
Untuk lebih lanjut semua akan di jabarkan dalam bab pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Retina dan Ablasio Retina.
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsangan cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri
dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak
sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki
daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi
warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.1,2
Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem saraf pusat
sejak embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang
kompleks yang kemudian ditransmisikan melalui saraf optik, chiasma optik, dan traktus visual
menuju korteks occipital sehingga menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah
makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan
warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor
batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).2,3
2.1.2 Apa itu Ablasio Retina ?
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina
tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.1
Sudah di ketahui bahwa sesuatu di katakana Ablasio retina bila ada pemisahan retina
neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori,
bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi
nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan
berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia
berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.Ablasio
retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia)
dan pada orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina.
Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan
hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila tidak segera dilakukan
tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap.
Dan secara garis besar penyebabnya :
1. Malformasi congenital
2. Kelainan metabolism
3. Penyakit vaskuler
4. Inflamasi intraokuler
5. Neoplasma
6. Trauma
7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik dari epitel
pigmen retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina regmatogenosa, epitel
retina traksi (tarikan), dan ablasio retina eksudatif.2
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi
0,3%.Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5:100.000
kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi
katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi
pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma.4
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1
dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan
meningkat pada pasien yang:
Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan
vitreus;
Baru mengalami trauma mata berat.5
2.3 ANATOMI
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Yang
terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan
saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan
eksterna, serta sel-sel glia.7
Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar
membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara
kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan
melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari
lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh
karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain
dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di
dalam lapisan urat saraf.7
Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan berakhir di
ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer makin banyak batang
daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen
dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. 7
Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat
lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan
pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan
lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling
tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea: 7
1. Tidak ada serat saraf;
2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada;
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di fovea
sentralis hanya terdapat kerucut.
Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi,
yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak
mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya
lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya
1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat inilah keluar arteri dan vena sentral
yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah.
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang tampak pada
pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3.
Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih
besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.7
A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana
limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel kerucut tidak
terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi dari kapiler koroid.7
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,dan terdiri atas lapisan1 :
1) Epitel pigmen retina(RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat longgar pada
retina kecuali di perifer(ora serata).
2) Fotoreseptor : merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping dan sel kerucut.
3) Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4) Lapis nukleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.Ketiga
lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
5) Pleksiform luar : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6) Nukleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar,sel horizontal dan sel Muller.Lapis ini
mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7) Pleksiform dalam : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel
bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion.
8) Sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
9) Serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di dalam
lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10) Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.
2.4 PATOFISIOLOGI
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel
optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :5
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki
ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti
pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses
eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang
retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan
faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan
sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.12
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan
sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal
semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina.
Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina.
Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata
emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia
atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih
sering daripada mata fakia.12
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal
daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron
sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi
badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip
agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata
yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya
terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi
robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel
pigmen dan koroid.12
2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1
2.5.1 . Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada
retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau
lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis
epitel pigmen koroid.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api
(fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena
dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila
dilepasnya retina mengenai makula lutea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang
terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat
penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi
neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.
2.5.2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus
proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
2.5.3. Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di
bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya
cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit
koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio
ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang, sebagai berikut :
2.6.1. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:
- Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus
oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
- Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya
terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup
tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan
tajam penglihatan yang lebih berat.
2.6.2. Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea
ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk.
Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
- Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan
dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang
akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
- Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina
dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina
dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan
yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada
retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin
didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat
ditemukan mengambang bebas.
2.6.3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara
lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
- Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk
mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti
proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga
digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya
tumor dan posterior skleritis.
- Scleral indentation
- Fundus drawing
- Goldmann triple-mirror
- Indirect slit lamp biomicroscopy
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan,
pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:6,10,11
2.7.1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa
terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah
dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan
retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari.
Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi
robekan retina.
2.7.2.Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa
disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah
robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Pertama-
tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel
pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina
sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan
subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.
2.7.3.Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu
dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum
melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan instrumen
yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.
2.8 . Diagnosis Banding
- Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada
orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang
degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral.
Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida
sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan
ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan
floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 10,11
- Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi
viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang
luas.10
2.9. Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum
terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya
adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.4
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka
dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat
menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.2,5
Berdasarkan waktu maka :
1. Komplikasi awal setelah pembedahan
a. Peningkatan TIO
b. Glaukoma
c. Infeksi
d. Ablasio koroid
e. Kegagalan pelekatan retina
f. Ablasio retina berulang
2. Komplikasi lanjut
a. Infeksi
b. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
c. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
d. Diplopia
e. Kesalahan refraksi
f. astigmatisme
2.10. Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan
tindakan bedah yang dilakukan.12
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika
telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina
perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum
pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.2,5
BAB III
PENUTUP
3.1 Keseimpulan dan Saran :
Ablasio adalah salah satu penyakit fatal pada Mata,karna itu jagalah kesehatan mata
kita ,Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata. Penderita
diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama. Jika anda memiliki
resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.Ablasio bukan
penyakit penular tapi bisa terjadi pada semua umur dan kapan saja waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya Medika.
Jakarta; 2006:197, 207-9.
3. Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr, editors. 2nd
ed. Elsevier Mosby. Philadelphia;2005. 183-6.
4. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from :
http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm . Accessed: 15/4/2008
5. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-121.
6. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Posterior segment. In: Review of ophthalmology.
Elsevier Saunders. Philadelphia; 2005: 295-342.
7. Wijana N. Retina. In: Ilmu penyakit mata. 154-6.
8. Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. 5th ed. Lippicott Williams & Wilkins.
Philadelphia; 2002: 187-91.
9. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran Edisi ketiga jilid pertama. Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia : Media Aesculapius
10. Kanski JJ. Retinal etachment. In: Clinical ophthalmology. 5th ed. Butterworth Heinemann.
Philadelphia; 2003: 349-89.
11. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and clinical science cource 2003-2004
on CD-ROM, section 12. America Academy of Ophthalmology: 2003-2004.
12. Hollwich F. Ablasi Retina. In: Oftalmologi. Binarupa Aksara: Jakarta; 1993: 263-269.
13. Lihteh Wu. Tractional Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from :
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Tractional.htm .Accessed:
15/4/2008.
14. Lihteh wu. Exudative Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from :
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Exudative.htm .Accessed:
15/4/2008.