ablasio retina

19
Faktor Predisposisi Ablasio Retina Regmatogenosa Pada Orang Ethiopia Berhan Solomon, Tiliksew Teshome A. Latar Belakang Penyakit pada retina merupakan penyebab terbesar penurunan penglihatan pada negara barat tetapi mungkin lebih jarang pada negara berkembang dimana kehilangan penglihatan disebabkan oleh penyebab yang dapat dicegah seperti katarak dan sikatrik pada mata. Namun, survey berbasis populasi yang dilakukan di India menunjukkan bahwa penyakit pada retina merupakan penyebab utama dari kebutaan dengan presentase signifikan (12,7%) dari populasi yang diteliti. Di Amerika Serikat dan Eropa, insidensi tahunan untuk penyakit retina atau ablasio retina antara 6 sampai 12 per 100.000 populasi per tahun telah dilaporkan. Survey berbasis populasi pada insidensi ablasio retina di negara berkembang masih jarang dan sedikit yang diketahui mengenai insidensi ablasio retina di Afrika. Sejalan dengan meningkatnya jumlah ekstraksi katarak yang dilakukan saat ini, hal ini menjelaskan bahwa ablasio retina pseudofaki juga akan meningkat. Akibatnya, di negara berkembang seperti Ethiopia, dimana masih kurangnya fasilitas operasi yang optimal dan sedikitnya ahli bedah vitreoretinal, kebutaan karena penyakit retina seperti ablasio retina, retinopati diabetik dan degenerasi makular terkait usia akan meningkat, kecuali di desain strategi untuk meningkatkan

Upload: lee-sakie

Post on 04-Aug-2015

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jurnal about ablasio retina regmatogenosa

TRANSCRIPT

Page 1: ablasio retina

Faktor Predisposisi Ablasio Retina Regmatogenosa Pada

Orang Ethiopia

Berhan Solomon, Tiliksew Teshome

A. Latar Belakang

Penyakit pada retina merupakan penyebab terbesar penurunan penglihatan pada negara

barat tetapi mungkin lebih jarang pada negara berkembang dimana kehilangan penglihatan

disebabkan oleh penyebab yang dapat dicegah seperti katarak dan sikatrik pada mata. Namun,

survey berbasis populasi yang dilakukan di India menunjukkan bahwa penyakit pada retina

merupakan penyebab utama dari kebutaan dengan presentase signifikan (12,7%) dari

populasi yang diteliti. Di Amerika Serikat dan Eropa, insidensi tahunan untuk penyakit retina

atau ablasio retina antara 6 sampai 12 per 100.000 populasi per tahun telah dilaporkan.

Survey berbasis populasi pada insidensi ablasio retina di negara berkembang masih jarang

dan sedikit yang diketahui mengenai insidensi ablasio retina di Afrika.

Sejalan dengan meningkatnya jumlah ekstraksi katarak yang dilakukan saat ini, hal ini

menjelaskan bahwa ablasio retina pseudofaki juga akan meningkat. Akibatnya, di negara

berkembang seperti Ethiopia, dimana masih kurangnya fasilitas operasi yang optimal dan

sedikitnya ahli bedah vitreoretinal, kebutaan karena penyakit retina seperti ablasio retina,

retinopati diabetik dan degenerasi makular terkait usia akan meningkat, kecuali di desain

strategi untuk meningkatkan jumlah dan memperbaiki set-up dari fasilitas yang ada dan juga

meningkatkan jumlah profesional terlatih dalam bidang retina.

Walaupun sejumlah besar pasien dengan ablasio retina telah tampak setiap tahun di

fasilitas perawatan mata yang ada, namun tidak ada survey berbasis populasi atau penelitian

oleh rumah sakit yang dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan mengidentifikasi penyebab

dan faktor resiko dari ablasio retina pada pasien di Ethiopia.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menguraikan faktor resiko

yang mempermudah penduduk Ethiopia mengalami ablasio retina regmatogenosa pada pusat

perawatan mata tertier di Addis Ababa. Penelitian ini juga mengusulkan langkah untuk

menurunkan insidensi dari ablasio retina regmatogenosa pada kelompok yang beresiko.

Page 2: ablasio retina

C. Metodologi

Metodologi penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif, seluruh tabel tentang

pasien dengan diagnosa ablasio retina regmatogenosa dilihat di klinik retina, Rumah Sakit

Menelik II sejak April 1999 sampai 2003 yang dikumpulkan dari ruang rekam medis dan hal-

hal yang berhubungan diringkas dari masing-masing tabel.

Rumah Sakit Menelik II adalah rumah sakit pendidikan tersier yang terdapat di ibukota,

Addis Ababa. Departemen mata memberikan pelayanan komperhensif dalam perawatan mata

keseluruh pasien dengan penyakit mata sebatas fasilitas yang tersedia di rumah sakit tersebut.

Beberapa pasien dengan penyakit mata datang langsung ke departemen mata atau ada juga

yang dirujuk dari rumah sakit lainnya di kota tersebut. Pasien yang dirujuk dan dating ke

pusat perawatan ini berasal dari seluruh sudut kota karena Rumah Sakit Menelik II relatif

diperlengkapi dengan baik dan memiliki professional terlatih untuk level subspesialitis. Saat

penelitian ini dilakukan, Rumah Sakit Menelik II merupakan salah satu dari sedikit pusat

perawatan mata yang melaksanakan operasi ablasio retina.

Berdasarkan dokumen tabel pasien, diagnosis klinis dari ablasio retina regmatogenosa

dibuat berdasarkan riwayat pasien dan temuan klinis. Pemeriksaan oftalmoskop indirek telah

dilakukan dan ultrasound B-scan digunakan saat terdapat kekeruhan media. Pada tabel pasien

myopia dengan ablasio retina regmatogenosa, terdapat perubahan fundus miopi dan ukuran

dari panjang axis mata menggunakan ultrasound A-scan dan telah didokumentasikan. Pada

penelitian ini, miopia tinggi dibatasi sebagai kelainan refraksi yang memerlukan koreksi kaca

mata konkaf sebesar 5D atau lebih, atau panjang axis mata lebih dari 26 mm.

Tipe lainnya dari ablasio retina, yaitu ablasio retina traksi dan eksudatif, dieksklusi dari

penelitian ini. Semua informasi yang diperlukan untuk penelitian ini direkam dari tabel yang

telah diperbaiki pada format kuisioner terstruktur.

Data yang telah terkumpul dimasukkan ke dalam computer dan dianalisis menggunakan

program software EPI INFO 6. Ukuran, proporsi dan presentase diperoleh dengan

penghitungan.

D. Hasil

Lebih dari 328 pasien dengan diagnosia ablasio retino regmatogenosa terdaftar di

registrasi klinik retina, diagram dari 276 pasien (84,1%) telah diperbaiki dari ruangan rekam

medis. Dari 276 pasien, 188 (68%) adalah pria dan 88 (32%) adalah wanita, sehingga rasio

pria berbanding wanita 2.1 : 1. Rentang umur mereka dari 7 tahun hingga 85 tahun dengan

rata-rata usia 41 tahun dan usia pertengahan adalah 40 tahun. Dari 276 pasien, 247 (89,5%)

Page 3: ablasio retina

diantaranya memiliki ablasio retina regmatogenosa (133 [48.2%] pada mata kanan dan 114

[41.3%] pada mata kiri) dan 29 pasien (10.5%) mengalami bilateral ablasio retina

regmatogenosa; sehingga total 305 mata mengalami ablasio retina regmatogenosa. Profil

demografi dan karakteristik klinis dari pasien dapat dilihat pada tabel 1. Usia pasien

dikelompokkan menjadi tiga kelompok (muda/dewasa/tua) dimana setiap kelompok kurang

lebih memiliki factor resiko potensial yang sama untuk terjadinya ablasio retina.

Seratus dua puluh lima (41.0%) mata mengalami ablasi retina regmatogenosa total

meliputi keempat kuadran retina. Enam puluh Sembilan (22.6%) mata mengalami ablasio

retina meliputi tiga kuadran. Ablasio retina yang melibatkan macula terlepas ditemukan pada

225 (73.8%) mata. Vitreoretinopati proliferatif telah diobservasi pada 124 (40.7%) mata dan

diantara itu vitreoretinopati proliferatif stadium C atau buruk ditemukan pada 57 (18.7%)

mata.

Miopi pada semua tingkat keparahan ditemukan pada 78 (28.3%) mata dimana 63

memiliki myopia 5D atau lebih. Riwayat trauma tumpul mata pada mata yang mengalami

ablasio retina regmatogenosa tercatat pada tabel sebanyak 57 (20.7%) pasien. Tiga puluh

Sembilan (14.2%) mata dengan ablasio retina regmatogenosa merupakan pseudofakia dan 21

(7.6%) mata merupakan afakia. Pada 81 (29.3%) pasien dengan ablasio retina

regmatogenosa, tidak ditemukan adanya penyebab atau factor predisposisi (tabel 2).

Meskipun ada kemungkinan kombinasi dari beberapa penyebab, namun riwayat trauma mata

Page 4: ablasio retina

tidak semuanya tercatat dalam tabel pasien miopi atau pseudofaki/afakia dengan ablasio

retina regmatogenosa.

E. Diskusi

Pada penelitian ini usia rata- rata yang terlihat adalah 41 tahun dimana 55% pasien

merupakan usia antara 20 – 50 tahun, dan usia pertengahan adalah 40 tahun. Hal ini

sebanding dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Mohamed et al di Singapure dan

Yorston et al di Afrika TImur dimana mereka menemukan usia rata-rata adalah 46.1 dan 47

tahun. Tetapi pada penelitian lainnya yang dilaksanakan di Kroasia oleh Ivanisevic et al, usia

rata-rata adalah 58.3 tahun, dimana lebih tinggi dari pada penelitian lainnya. Usia rata-rata

yang lebih tinggi pada penelitian di Kroasia mungkin disebabkan karena pada penelitian ini

mengeksklusi semua ablasio retina regmatogenosa traumatic yang biasa terjadi pada usia

muda.

Kemungkinan ada perbedaan jenis kelamin antara pasien dengan ablasio retina dimana

lebih dominan pria walaupun kasus ablasio retina traumatic telah dieksklusi. Penelitian ini

juga menunjukkan ablasio retina regmatogenosa secara signifikan lebih sering pada pria

(68%) dari pada wanita (32%). Temuan ini juga sebanding dengan penelitian yang dilakukan

di Afrika timur dan Singapore, dimana 62.2% dan 70% dari ablasio retina, tampak pada pria.

Satu penjelasan yang mungkin untuk perbedaan ini setidaknya pada aturan ini kemungkinan

adalah pria (untuk berbagai macam alasan) memiliki kebiasaan untuk dating ke pusat

perawatan mata dibandingkan dengan wanita.

Miopia tinggi merupakan faktor resiko untuk ablasio retina yang telah diketahui dan

myopia signifikan berkaitan sekitar 42% dari seluruh ablasio retina regmatogenosa. Pada

penelitian ini, 78 (28.3%) mata dengan ablasio retina regmatogenosa merupakan miopi

dimana 63 (80.8%) mata merupakan myopia mata dengan 5D atau lebih, 5 (6.4%) mata

Page 5: ablasio retina

memiliki myopia < 5D dan sisanya 10 (12.8%) mata miopi dengan ablasio retina

regmatogenosa dimana derajat miopinya tidak tercatat pada tabel. Penelitian kasus kontrol

penyakit mata menunjukkan bahwa orang dengan miopi memiliki 4 – 10 kali resiko lebih

tinggi untuk terjadinya ablasio retina regmatogenosa. Tingginya insidensi ablasio retina

regmatogenosa diantara mata miopi disebabkan oleh tingginya insidensi degenerasi lattice

dan ablasi vitreous posterior dan bagian perifer retina yang tipis lebih mudah robek

dibandingkan yang tampak pada emetropi. Dibandingkan dengan emetrope, mata miopi juga

lebih rentan terkena trauma yang mungkin menyebabkan ablasio retina regmatogenosa.

Penelitian yang dilakukan di Swedia, myopia > 2D ditemukan pada 25% dan miopi > 5D

pada 12.7% pasien dengan ablasio retina regmatogenosa. Penelitian lainnya juga

menunjukkan adanya keterkaitan myopia tinggi dengan ablasio retina regmatogenosa; di

Zaire 11.4%, India 18.4%, China 35% dan UK 20.9% pasien ablasio retina regmatogenosa

ditemukan memiliki myopia tinggi.

Trauma tumpul mata merupakan penyebab utama ablasio retina pada anak-anak dan

dewasa dan ini merupakan penyebab penting ablasio retina di Afrika. Robeknya retina karena

trauma tumpul biasanya disebabkan oleh penekanan pada bola mata bagian antero-posterior

dengan ekspansi penekanan pada daerah ekuator. Pada penelitian ini, trauma mata merupakan

penyebab ablasio retina regmatogenosa pada 57 (20.7%) pasien. Pada penelitian lainnya,

trauma berkontribusi terhadap ablasio retina sebesar 30% mata di Afrika Selatan, 23% di

Zaire, dan 8% di Kenya. Temuan ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan di Zaire.

Operasi katarak dikenal sebagai faktor resiko untuk ablasio retina regmatogenosa,

terutama jika mengalami komplikasi berupa rupture kapsul posterior dan kehilangan vitreous.

Resiko ini bahkan lebih tinggi pada kasus ekstrasi katarak intrakapsular (ICCE). Dalam

penelitian ini, ablasio retina regmatogenosa terjadi pada 39 (14.2%) pseudofakia dan 21

(7.6%) pasien afakia. Karena itu, total 60 (21.7%) pasien dengan ablasio retina pada

penelitian ini memiliki riwayat ekstraksi katarak. Penelitian yang dilakukan oleh Rowe et al

memperkirakan kemungkinan kumulatif dari ablasio retina 10 tahun setelah ekstraksi katarak

adalah 5.5 kali lebih tinggi dari katarak tanpa operasi. Karena ICCE sudah jarang dilakukan

saat ini, proporsi ablasio retina regmatogenosa afakia pada penelitian ini lebih rendah

dibandingkan dengan ablasio retina regmatogenosa pseudofakia walaupun resiko tertinggi

dari ablasio retina regmatogenosa dikaitkan dengan afakia. Penelitian lainnya yang dilakukan

oleh Yorston menunjukkan bahwa di Kenya 24.1% dan di Zaire 15.2% mata dengan ablasio

retina regmatogenosa pernah mendapatkan operasi katarak, dan penelitian yang dilakukan di

Singapore, riwayat operasi katarak sebelumnya tampak pada 12% pasien dengan ablasio

Page 6: ablasio retina

retina regmatogenosa. Penelitian yang dilakukan di Afrika Timur juga menunjukkan 46 mata

(12.7%) dengan ablasio retina regmatogenosa merupakan afakia dan 41 (11.4%) merupakan

pseudofakia. Proporsi pasien dengan ablasio retina regmatogenosa pasca ekstraksi katarak

dalam penelitian ini (21.7%) sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Kenya dan Afrika

Timur.

Kebanyakan pasien dengan ablasio retina regmatogenosa dalam penelitian ini datang ke

pusat penelitian sangat terlambat sehingga jumlah yang cukup signifikan dari mata

mengalami perkembangan hingga vitreoretinopati proliferative dan presentasi serupa pada

mata nampak keterlibatan empat kuadran retina dengan tanda ablasio retina jangka panjang.

Pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara beberapa factor risiko

dengan jenis kelamin pasien (nilai-p > 0,05). Pada seluruh kelompok umur, juga tidak ada

perbedaan signifikan dalam keterlibatan mata kanan atau mata kiri yang mengalami ablasio

retina (nilai-p = 0.51). Dari 170 pasien pria dengan ablasio retina regmatogenosa melibatkan

satu mata, 100 (58.8%) dari itu mengalami ablasio retina pada mata kanan dan 70 (41.2%)

mengalaminya pada mata kiri (tabel 3).

Serupa dengan hal tersebut, dari 77 pasien wanita dengan ablasio retina regmatogenosa

pada satu mata, 33 (42.8%) diantaranya mengalami ablasio retina pada mata kanan dan 44

(57.2%) pada mata kiri. Pada penelitian ini ablasio retina regmatogenosa unilateral tampak

lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita (nilai-p = 0.03). Tidak ada perbedaan

signifikan dalam keterlibatan macula dengan ablasio retina antara pasien pria dan wanita

(nilai-p = 0.58).

Page 7: ablasio retina

Kekurangan dari penelitian ini adalah:

Tidak semua rekam medis pasien dengan diagnosis ablasio retina regmatogenosa

sudah diperbaiki dari ruang rekam medis, sebanyak 52 kartu (15.9%) hilang.

Dikarenakan penelitian ini adalah review rekam medis secara retropektif, hanya

informasi yang tercatat pada tabel yang dapat dimasukkan. Pada beberapa tabel,

informasi uutama, seperti derajat kelainan refraksi, tercatat secara tidak lengkap.

Status macula tidak dicatat pada proporsi tertentu (20%) kasus.

Dari 29.3% kasus, bukanlah hal yang tidak mungkin untuk menentukan atau

menemukan penyebab beberapa faktor predisposisi untuk ablasio retina

regmatogenosa.

F. Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan miopi tinggi, trauma tumpul mata, pseudofakia, dan afakia

pada derajat yang rendah merupakan resiko utama factor predisposisi orang Ethiopia untuk

mengalami ablasio retina regmatogenosa. Miopia, menjadi factor predisposisi tersering pada

ablasio retina regmatogenosa, dan memerlukan perhatian khusus. Pasien myopia tinggi

harusnya disarankan untuk melakukan follow up secara teratur dengan pemeriksaan fundus

pada klinik retina untuk mendeteksi dini dan mengobati factor predisposisi lesi retina

degenerative dan robekan yang sering pada pasien ini. Mereka juga sebaiknya menasehati

untuk menghindari aktifitas fisik beresiko seperti olahraga dan maneuver serupa untuk

meminimalisir trauma pada mata. Umumnya cedera mata dapat diminimalisir dengan

penyediaan layanan kesehatan masyarakat dan pengetahuan tentang kesehatan mata kepada

masyarakat menggunakan media massa, di sekolah dan fasilitas kesehatan.

Penelitian ini juga menunjukkan ablasio retina cukup sering dijumpai di senter perawatan

mata dan selanjutnya penelitian prevalensi pada populasi umumnya atau pada beberapa pusat

perawatan lainnya di kota tersebut, dimana klinik retina direkomendasikan. Proporsi

Page 8: ablasio retina

signifikan dari pasien pada penelitian ini datang dari pinggir kota karena Rumah Sakit

Menelik II merupakan satu-satunya pusat pelayanan kesehatan pemerintahan di kota

tersebutdimana operasi standard vitreoretinal dilakukan. Oleh karena itu direkomendasikan

untuk mendirikan pelayanan vitreoretinal di pusat perawatan mata lainnya dengan baik dan

melatih ahli bedah vitreoretinal tambahan untuk memperluas pelayanan.

G. Rangkuman Pembaca

Penyebab penurunan penglihatan pada penduduk di negara maju dan berkembang

memiliki trend yang berbeda. Di negara berkembang kebanyakan penurunan penglihatan

lebih dikarenakan penyakit katarak, sikatrik pada kornea dan sebagainya. Sedangkan pada

negara maju penyebab penurunan penglihatan sering timbul karena penyakit retina. Penelitian

tentang insidensi penyakit retina di negara maju dan afrika masi cukup sedikit.

Meningkatnya ekstraksi katarak pada saat ini berbanding lurus dengan angka kejadian

ablasio retina pada pseudofakia., Walaupun tampak bahwa pasien dengan penyakit retina

muncul setiap tahunnya, namun belum ada yang melakukan penelitian berbasis populasi

untuk mengetahui prevalensi dan mengidentifikasi factor penyebab ablasio retina.

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menguraikan faktor resiko yang

mempermudah penduduk Ethiopia mengalami ablasio retina regmatogenosa pada pusat

perawatan mata tertier di Addis Ababa.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif. Data penelitian diambil

dari data sekunder dari rekam medis pasien dengan diagnosa ablasio retina regmatogenosa

yang ada di klinik retina, Rumah Sakit Menelik II sejak April 1999 sampai 2003. Pada

penelitian ini pasien yang didiagnosa dengan ablasio retina traksi dan eksudatif akan

tereksklusi.

Dari 328 pasien hanya 276 pasien yang memenuhi criteria. Dari jumlah tersebut

ditemukan rasio pria berbanding wanita yang mengalami ablasio retina regmatogenosa adalah

2.1 : 1. Rentang umur mereka adalah dari 7 tahun hingga 85 tahun. Dari 276 pasien, 247

(89,5%) diantaranya memiliki ablasio retina regmatogenosa (133 [48.2%] pada mata kanan

dan 114 [41.3%] pada mata kiri) dan 29 pasien (10.5%) mengalami bilateral ablasio retina

regmatogenosa. Usia pasien dikelompokkan menjadi tiga kelompok (muda/dewasa/tua)

dimana setiap kelompok kurang lebih memiliki faktor resiko potensial yang sama untuk

terjadinya ablasio retina.

Seratus dua puluh lima (41.0%) mata mengalami ablasi retina regmatogenosa total

meliputi keempat kuadran retina. Enam puluh Sembilan (22.6%) mata mengalami ablasio

Page 9: ablasio retina

retina meliputi tiga kuadran. Ablasio retina yang melibatkan macula terlepas ditemukan pada

225 (73.8%) mata. Vitreoretinopati proliferatif telah diobservasi pada 124 (40.7%) mata dan

diantara itu vitreoretinopati proliferatif stadium C atau buruk ditemukan pada 57 (18.7%)

mata. Miopi pada semua tingkat keparahan ditemukan pada 78 (28.3%) mata dimana 63

memiliki myopia 5D atau lebih. Riwayat trauma tumpul mata pada mata yang mengalami

ablasio retina regmatogenosa tercatat pada tabel sebanyak 57 (20.7%) pasien. Tiga puluh

Sembilan (14.2%) mata dengan ablasio retina regmatogenosa merupakan pseudofakia dan 21

(7.6%) mata merupakan afakia. Pada 81 (29.3%) pasien dengan ablasio retina

regmatogenosa, tidak ditemukan adanya penyebab atau factor predisposisi.

Usia rata-rata dari penelitian ini adalah 41 tahun, sedangkan usia pertengahan dari

penelitian ini adalah 40 tahun. Namun penelitian di Kroasia menunjukkan bahwa usia rata-

ratanya adalah 58.3 tahun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada penelitian ini

mengeksklusi semua ablasio retina regmatogenasa traumatic yang biasa terjadi pada usia

muda. Penelitian ini juga menunjukkan ablasio retina regmatogenosa secara signifikan lebih

sering pada pria (68%) dari pada wanita (32%). Penelitian ini sesuai dengan yg dilakukan di

Singapore dan Afrika Timur. Pada penelitian ini, 78 (28.3%) mata dengan ablasio retina

regmatogenosa merupakan miopi. Pada suatu penelitian dinyatakan bahwa orang dengan

miopi 4 – 10 kali lebih beresiko untuk mengalami ablasio retina regmatogenosa. Pada mata

miopi memiliki insidensi tinggi untuk terjadinya degenerasi lattice dan ablasi vitreous

posterior dan bagian perifer retina yang tipis lebih mudah robek dibandingkan yang tampak

pada emetropi. Selain itu mata orang miopi mudah terkena trauma.

Trauma tumpul mata merupakan penyebab utama ablasio retina pada anak-anak dan

dewasa dan ini merupakan penyebab penting ablasio retina di Afrika. Trauma ini biasanya

terjadi secara antero-posterior namun efek penekanannya juga sering disebarkan ke daerah

ekuator mata. Pada penelitian ini, trauma mata merupakan penyebab ablasio retina

regmatogenosa pada 57 (20.7%) pasien.

Operasi katarak merupakan factor risiko lainnya dari ablasio retina regmatogenosa, yang

mengalami komplikasi berupa robeknya kapsul posterior lensa sehingga menyebabkan

vitreous keluar. Dalam penelitian ini, ablasio retina regmatogenosa terjadi pada 39 (14.2%)

pseudofakia dan 21 (7.6%) pasien afakia.

Pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara beberapa factor risiko

dengan jenis kelamin pasien. Pada seluruh kelompok umur, juga tidak ada perbedaan

signifikan dalam keterlibatan mata kanan atau mata kiri yang mengalami ablasio retina.

Page 10: ablasio retina

Pelajaran yang dapat diperoleh dari membaca tulisan ini adalah, bahwa jumlah pasien

yang mengalami ablasio retina regmatogenosa selama penelitian ini dilakukan cukup banyak.

Hal ini dapat menjadi pertimbangan kemungkinan terjadinya pergeseran penyebab penurunan

penglihatan pada daerah berkembang. Mungkin saja ke depannya penyakit pada retina dapat

menjadi penyebab utama penurunan penglihatan seperti yang terjadi di negara barat.

Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa factor predisposisi dari munculnya ablasio

retina regmatogenosa pada penduduk Ethiopia adalah karena miopi tinggi, trauma tumpul

mata, pseudofakia, dan afakia. Untuk mencegah munculnya ablasio retina regmatogenosa

pada pasien yang memiliki factor predisposisi tersebut mungkin dapat melakukan beberapa

hal seperti pada pasien dengan riwayat miopi, sebaiknya sering control untuk mengamati

keadaan fundus dari pasien tersebut, selain itu pasien juga diberikan nasihat untuk hati-hati

dalam melaukan aktifitas fisik yang beresiko tinggi untuk terjadinya trauma tumpul mata.

Selain itu diharapkan juga dengan ditingkatkannya fasilitas dan tenaga ahli dalam pelayanan

perawatan mata, dapat mengurangi insidensi ablasio retina regmatogenosa.

Kekurangan dari penelitian ini adalah, karena data yang diambil oleh peneliti berupa data

sekunder yang diambil dari rekam medis, sehingga keakuratan data tersebut masih perlu

dipertanyakan. Selain itu, banyak informasi-informasi yang sekiranya penting dan harus

dicantumkan dalam penelitian, namun tidak tertera pada rekam medis tersebut, sehingga

menyebabkan ada beberapa data yang kurang lengkap.

Page 11: ablasio retina

JOURNAL READING

Faktor Predisposisi Ablasio Retina Regmatogenosa Pada

Orang Ethiopia

“Berhan Solomon, Tiliksew Teshome”

Ni Kadek Pranita Santhi

H1A 008 036

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2012