ablasio retina

30
ABLASIO RETINA A. PENDAHULUAN Retina adalah jaringan neurosensoris yang tipis, semitransparan dan berlapis-lapis yang terletak pada dua per tiga dinding sebelah dalam bola mata. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan- lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan otak. 1 Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Antara retina dan epitel pigmen retina terdapat rongga potensial yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari epitel pigmen retina. Hal ini yang disebut sebagai ablasio retina. 2 B. ANATOMI MATA 1

Upload: irfan-adi-saputra

Post on 25-Jul-2015

253 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Referat, Semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

Page 1: Ablasio Retina

ABLASIO RETINA

A. PENDAHULUAN

Retina adalah jaringan neurosensoris yang tipis, semitransparan dan berlapis-lapis yang

terletak pada dua per tiga dinding sebelah dalam bola mata. Retina manusia merupakan suatu

struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus

sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan

struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih.

Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan

bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan

fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.1

Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga bola

mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang merupakan jaringan

vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel

pigmen epitel retina. Antara retina dan epitel pigmen retina terdapat rongga potensial yang bisa

mengakibatkan retina terlepas dari epitel pigmen retina. Hal ini yang disebut sebagai ablasio

retina.2

B. ANATOMI MATA

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, berlapis-lapis yang

melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan

hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa,

ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di

belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan

epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan sklera.

Retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah sehingga cairan vitreous masuk ke ruang

subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata,

retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan

subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk

1

Page 2: Ablasio Retina

antara khoroid dan sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas

melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan

dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan

epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreous.1

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut: 1, 3-5

1. Epitelium pigmen retina

Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan sel

mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel

melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina,

yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk fagositosis

segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk

sawar selektif antara koroid dan retina.

2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.

Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi

suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan occipital.

Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat makula (fovea),

dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut

rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut

iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk

penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel

kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau

merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan

adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu

senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang.

3. Membran limitans eksterna

4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari batang dan kerucut.

5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar dan sel

horisontal dengan fotoreseptor.

6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horisontal

7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan–sambungan sel ganglion dengan

sel amakrin dan sel bipolar.

2

Page 3: Ablasio Retina

8. Lapisan sel ganglion

9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan menuju ke

nervus optikus.

10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina dari

vitreous. Membran ini terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller, dan

pada dasarnya adalah dasar membran.

Gambar 1. Lapisan retina dari luar ke dalam3

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di

tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan

sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang

berdiameter 5-6 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan

ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang

dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5 mm

di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas – jelas merupakan suatu

cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan

zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi, fovea ditandai dengan

menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan – lapisan parenkim karena akson – akson

sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan

retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada

3

Page 4: Ablasio Retina

fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling tipis. Semua

gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina

yang normalnya kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan

penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali. 1,4,6

Gambar 2. Anatomi makula3

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar

membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar dan

lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang dari arteri

sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh

khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami

ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk

sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina

sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. 1,3

C. DEFINISI

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel

batang retina dengan dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih

melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina

tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga

merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Pada mata normal, retina

4

Page 5: Ablasio Retina

sensorik yang utuh tertahan melekat ke epitel pigmen oleh adanya tarika oleh epitel terhadap

ruang kedap air diantara keduanya. Apabila terdapat robekan retina, gerakan bola mata yang

cepat dan rotasi bola mata mendadak dapat menimbulkan gaya inersi yang cukup besar untuk

menimbulkan pelepasan retina.1,2,7

D. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian ablasio retina adalah 1 dari 15.000 orang. Penyebab The most common

worldwide etiologic factors associated with retinal detachment are myopia (ie, nearsightedness),

aphakia, pseudophakia (ie, cataract removal with lens implant), and traumpaling umum di

seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia, pseudofakia, dan trauma.

Approximately 40-50% of all patients with detachments have myopia, 30-40% have undergone

cataract removal, and 10-20% have encountered direct ocular trauma. Sekitar 40-50% dari semua

pasien dengan ablasio memiliki miop tinggi (> 6 dioptri), 30-35% pernah menjalani operasi

pengangkatan katarak, dan 10-20% pernah mengalami trauma okuli. Traumatic detachments are

more common in young persons, and myopic detachment occurs most commonly in persons aged

25-45 years.Dablasio ablasio retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang

muda, dan miop terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Although no studies are available to

estimate incidence of retinal detachment related to contact sports, specific sports (eg, boxing and

bungee jumping) have an increased risk of retinal detachment. Meskipun tidak ada penelitian

yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga tertentu

(misalnya, tinju dan bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya

ablasio retina.9,10

SexNo predilection exists; overall, incidence is unchanged even when corrections for the

higher rate of ocular trauma in men is considered.Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi,

meningkat pada pria dengan trauma okuli.Of those younger than 45 years who have retinal

detachment, 60% are male and 40% are female. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun,

60% laki-laki dan 40% perempuan.9,10

Ablasio AgeAs the population ages, retinal detachments (RDs) are becoming more

common.ablasiAblasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. However,

paintball injuries in young children and teens are becoming increasingly common causes of eye

5

Page 6: Ablasio Retina

injuries, including traumatic retinal detachments. Namun, cedera paintball pada anak-anak dan

remaja merupakan penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.9,10

E. KLASIFIKASI

Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:

1. ABLASIO RETINA REGMATOGENOSA

Ablasio regmatogenosa berasal dari kata Yunani rhegma, yang berarti diskontuinitas atau

istirahat. Pada ablasi retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi adanya robekan pada retina

sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan

retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke

rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.

Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum

posterior. 1,3,11

Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmantosa antara lain: 1,3

1. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun, usia tidak

menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi

2. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan perbandingan laki

: perempuan adalah 3 : 2.

3. Miopia. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa adalah seseorang yang

menderita rabun jauh.

4. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada yang fakia.

5. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi

6. Senile posterior vitreous detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina dalam

banyak kasus.

7. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice degeneration,

Snail track degeneration, White-with-pressure and white-without or occult pressure,

acquired retinoschisis

Berbagai factor resiko akan menyebabkan terjadinya robekan pada retina, yang

menyebabkan cairan vitreous dapat masuk ke ruang subretina melalui robekan tersebut dan akan

memisahkan retina dari epitel pigmen retina.3

6

Page 7: Ablasio Retina

Ablasi retina akan memberikan gejala prodromal berupa gangguan penglihatan yang

kadang–kadang terlihat sebagai adanya tabir yang menutupi di depan mata (floaters) akibat dari

degenerasi vitreous secara cepat dan terdapat riwayat fotopsia (seperti melihat kilasan cahaya)

pada lapangan penglihatan karena iritasi retina oleh pergerakan vitreous.3,10

Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya karena dapat

mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya retina mengenai makula

lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan

pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata

bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen

didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.

Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada

ablasi yang telah lama.3,6,7

Gambar 3. Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear7

2. ABLASIO RETINA NON REGMATOGENOSA

A) ABLASIO RETINA EKSUDATIF

Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah retina

(subretina) dan mengangkat retina hingga terlepas. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat

ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab ablasio retina eksudatif yaitu

7

Page 8: Ablasio Retina

penyakit sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodos dan

karena penyakit mata yang meliputi inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), penyakit

vaskular (central serous retinophaty, and exudative retinophaty of coats), neoplasma (melanoma

maligna pada koroid dan retinoblastoma), perforasi bola mata pada operasi intraokuler.1-3

Ablasio retina eksudatif dapat dibedakan dengan ablasio retina regmatogenosa dengan:3

a. Tidak adanya photopsia, lubang/sobekan, lipatan dan undulasi

b. Ablasio retina eksudatif halus dan konveks. Bagian atasnya biasa bulat dan bisa

menunjukkan gangguan pigmentari

c. Kadang-kadang, pola pembuluh darah retina mungkin terganggu akibat adanya

neovaskularisasi.

d. Pergeseran cairan ditandai dengan perubahan posisi daerah terpisah karena pengaruh

gravitasi merupakan ciri khas yang dari ablasio retina eksudatif.

e. Pada tes transilluminasi, ablasio retina regmatogenosa nampak transparan sedangkan ablasio

retina eksudatif lebih opak.

Gambar 4. Ablasio retina eksudatif3

B) ABLASIO RETINA TRAKSI

Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut. Pada

badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferative,

trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.1

8

Page 9: Ablasio Retina

Ablasio retina traksi dihubungkan dengan kondisi-kondisi seperti, retraksi jaringan

parut post trauma terutama akibat trauma penetrasi, retinopati diabetik proliferatif, retinitis

proliferans post hemoragik, retinopati prematuritas, retinopati sel sabit.3

Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa. Ablasio

retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat retina semakin halus dan tipis

sehingga dapat menyebabkan terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR). Pada PVR juga

dapat terjadi kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel

pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan

vitreus akan membentuk membran. Kontraksi dari membran tersebut akan menyebabkan retina

tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau

berkembang menjadi ablasio retina traksi.1,3,7

Gambar 5. Ablasio retina traksi3

F. DIAGNOSIS

Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan

pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah: 9,10,11

- Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena adanya kekeruhan di

vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreous.

- Fotopsi (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi

sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.

9

Page 10: Ablasio Retina

- Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup

tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi

penurunan tajam penglihatan yang berat.

Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relatif terlokalisir, tetapi jika hal

tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih berat jika

berlangsung sedikit sedikit demi sedikit menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak

menimbulkan rasa sakit. Kehilangan penglihatan dapat tiba-tiba terjadi ketika kerusakannya

sudah parah. Pasien biasanya mengeluhkan adanya awan gelap atau tirai di depan mata.1,3

Selain itu perlu dianamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya

ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi

katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis,

perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit

mata yang sama serta riwayat penyakit yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes

mellitus, tumor, sickle cell leukimia, eklamsia, dan prematuritas.1,3

Pemeriksaan Oftalmologi

Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antara lain:1,3,7

1. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula

lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam

penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat.

2. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih tinggi, normal, atau rendah

3. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa ablasio

retina dengan menggunakan oftalmoskop inderek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina

yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu – abu merah muda yang menutupi

gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan

pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari

dasarnya berwarna gelap, berkelok – kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina

yang terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak

merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya.

4. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada

5. Ultrasonography mengkonfirmasikan diagnosis.

10

Page 11: Ablasio Retina

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Pada pembedahan ablasio retina

dapat dilakukan dengan cara :

Scleral buckle

Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama tanpa

disertai komplikasi lainnya. Tujuan skleral buckling adalah untuk melepaskan tarikan

vitreous pada robekan retina, mengubah arus cairan intraokuler, dan melekatkan kembali

retina ke epitel pigmen retina. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,

menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan skleral buckle (sabuk).

Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk

yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama

dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan

epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera dengan jahitan tipe matras pada

sklera, sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada

robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang

secara spontan dalam waktu 1-2 hari. Komplikasi dari skleral buckling meliputi myopia,

iskemia okuler anterior, diplopia, ptosis, ulitis sel orbital, perdarahan subretina, inkarserasi

retina.3,5

Retinopeksi pneumatik

Retinopati pneumatik merupakan metode yang sering digunakan pada ablasio retina

regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina.Tujuan

dari retinopeksi pneumatik adalah untuk menutup kerusakan pada retina dengan gelembung

gas intraokular dalam jangka waktu yang cukup lama hingga cairan subretina direabsorbsi.

Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas (SF6 atau

C3F8) ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan

mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh

gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina

dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan.

Parasentesis ruang anterior bisanya dibutuhkan untuk menurunkan tekanan intraokuler

yang dihasilkan oleh injeksi gas. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu

selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina. Untuk

11

Page 12: Ablasio Retina

pasien ablasio retina dengan durasi < 14 hari yang melibatkan makula, prosedur retinopeksi

traumatic lebih baik daripada skleral buckling. Komplikasi dari prosedur ini meliputi

migrasi gas ke subretina, migrasi gas ke ruang anterior, endoftalmitis, katarak, dan ablasio

retina rekurens dengan terbentuknya kerusakan retina yang baru 3,5

Gambar 6. Retinopeksi traumatik5

Vitrektomi

Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga pada

ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara

pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian

memasukkan instrumen pada ruang vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan

vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos stands),

membran, dan perlengketan – perlengketan. Teknik dan instrumen yang digunakan

tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan

kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan

lebih dari satu kali operasi.3,5,6

H. PROGNOSIS

Penatalaksanaan bedah berhasil pada 80% pasien ablasio retina. Hasil akhir perbaikan

pada penglihatan tergantung dari beberapa factor, misalnya keterlibatan macula. Dalam keadaan

di mana ablasio telah melibatkan makula, ketajaman penglihatan jarang kembali normal. Lubang,

robekan, atau tarikan baru mungkin terjadi dan menyebabkan ablasio retina yang baru. Suatu

penelitian telah melaporkan bahkan setelah pemberian terapi preventif pada robekan retina, 5% -

9% pasien dapat mengalami robekan baru pada retina

12

Page 13: Ablasio Retina

KATARAK

A. PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani yaitu Kataarhakies. Katarak adalah setiap keadaan

kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan ) lensa, denaturasi

protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Klasifikasi katarak berdasarkan usia adalah

sebagai berikut:12

1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun

2. Katarak juvenile, katarak yang sudah terlihat pada usia di atas 1 tahun

3. Katarak senile, katarak usia 50 tahun

Katarak senil merupakan suatu gangguan penglihatan yang ditandai oleh proses

penebalan lensa yang progresif dan bertahap. Penyakit ini hingga sekarang masih menjadi

penyebab kebutaan nomor satu di dunia. Dan hal ini patut disayangkan karena morbiditas yang

disebabkan oleh gangguan penglihatan akibat katarak yang berkaitan dengan usia bersifat

reversibel. Deteksi dini, pengawasan ketat, dan pengaturan waktu untuk intervensi bedah

merupakan hal yang penting dalam manajemen katarak senil. 13

B. ETIOLOGI

Katarak senilis merupakan suatu proses penuaan. Meskipun etiopatogenesisnya belum

jelas, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit katarak yaitu: 14

1. Faktor keturunan. Faktor ini cuku;p berperang penting dalam insidens, onset umur, dan jenis

maturasi katarak dalam tiap-tiap keluarga.

2. Radiasi sinar Ultraviolet. Makin banyak paparan terhadap sinar UV maka akan makin

meningkatkan onset dan maturasi dari katarak senilis.

3. Makanan (Diet). Kurangnya konsumsi protein tertentu, asam amino, vitamin ( riboflavin,

vitamin E. Vitamin C) dan elemen penggting lainnya juga berperan dalam meningkatkan

onset dan maturasi katarak.

4. Krisis Dehidrasi. Krisis dehidrasi berat seperti pada diare dan kolera akan berpengaruh pada

onset katarak

13

Page 14: Ablasio Retina

5. Merokok. Merokok dilaporkan juga memiliki hubungan yang memperberat onset dan

maturasi katarak.

C. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi yang mendasari katarak senil merupakan suatu proses yang kompleks dan

hingga kini belum sepenuhnya dimengerti. Dalam semua kemungkinan, patogenesis penyakit ini

merupakan suatu proses multifaktorial. Yang melibatkan interaksi beberapa proses fisiologis.

Seiring dengan bertambahnya usia lensa, maka berat dan ketebalannya mengalami peningkatan

sedangkan kekuatan akomodasinya mengalami penurunan. Begitu lapisan kortikal baru

dihasilkan dalam pola yang kosentrik, maka nukleus sentral mengalami kompresi dan bertambah

keras. Proses ini dinamakan sklerosis nuklear. 13

Sejumlah mekanisme berkontribusi pada hilangnya transparansi lensa secara progresif.

Epitel lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya usia, perubahan ini

ditandai oleh penurunan densitas sel epitel dan diferensiasi sel fibrosa lensa yang menyimpang.

Meskipun epitel pada lensa katarak jarang mengalami proses kematian apoptosis, penurunan

densitas epitel tetap terjadi akibat sel-sel epitel banyak tergantikan oleh pembentukan jaringan

fibrosa dan proses hemostasis sehingga membuat lensa kehilangan transparansi. Sebagai

tambahan, ketika lensa bertambah tua, terjadi penurunan volume air dan, mungkin, molekul

metabolit yang larut air dapat memasuki nukleus lensa melalui epitel dan korteks yang kemudian

menurunkan transpor air, nutrisi, dan antioksidan menuju lensa. 13

Konsekuensinya, kerusakan oksidatif yang progresif pada lensa dapat mengakibatkan

pembentukan katarak senil. Sejumlah penelitian menunjukkan adanya peningkatan produk

oksidasi (seperti glutathione teroksidasi) serta penurunan antioksidan vitamin dan enzim

superoksida dismutasi yang semakin menegaskan peranan penting proses oksidatif pada

kataraktogenesis.13

Mekanisme lain yang terlibat adalah konversi protein lensa bermolekul rendah yang larut

pada sitoplasma menjadi agregat protein bermolekul besar, tidak larut, dan tidak larut pada

matriks protein-membran. Akibat dari perubahan protein ini menyebabkan fluktuasi yang

mendadak pada indeks refraksi lensa, penghamburan cahaya, dan penurunan transparansi.13

14

Page 15: Ablasio Retina

D. KLASIFIKASI KATARAK SENIL

Stadium-stadium katarak terdiri atas 4 (empat) stadium, yaitu :, 12

Katarak insipiens

Pada stadium ini akan terlihat kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju

korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat dalam korteks. Kekeruhan

ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian

lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

Katarak imatur

Katarak imatur, sebagian lensa keruh. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa.

Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik

bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung, akan dapat menimbulkan

hambatan pupil, sehingga dapat juga mengakibatkan glaukoma sekunder.12

Gambar 7. Katarak senilis Imatur14

Katarak Matur

Katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi

akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan maka cairan lensa

akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh

lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.12

15

Page 16: Ablasio Retina

Gambar 8 Katarak Senil Matur15 Gambar 9 Katarak Senil Hipermatur15

Katarak Hipermatur

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi

keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga

lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering, pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam

dan lipatan kapsul lensa.12

Klasifikasi Katarak Berdasarkan LOCS III adalah:

Gambar 9: Klasifikasi Katarak menurut LOCS III.

16

Page 17: Ablasio Retina

Keterangan:

Nuclear Opalescense = NO NO 1 - NO 6

Nuclear Color = NC NC 1 - NC 6

Cortical cataract = C C 1 - C 5

Posterior Subcapsular cataract = P P 1 - P 5

Klasifikasi ketebalan nukleus berdasarkan pemeriksaan slit lamp. 14

Grade Deskripsi ketebalan (hardness) Warna Nukleus

1 Lunak Putih atau kuning kehijauan

2 Lunak – sedang Kekuningan (yellowish)

3 Sedang – keras Kuning gelap (amber)

4 Keras Kecoklatan

5 Sangat keras (ultra hard) Kehitaman

E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada katarak adalah pembedahan atau ekstraksi katarak. Beberapa

teknik operasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Intracapsular cataract extraction (ICCE)

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa besama kapsul. Dapat dilakukan pada

zonula Zinn telah rapuh atau bergenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi

intrascapular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang

sangat lama populer. Akan tetapi pada tehnik ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada

pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai segmen hialoidea kapsular. Penyulit

yang dapat terjadi pada pembedaha ini yaitu astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis dan

perdarahan. 16

2. Extracapsular cataract extraction (ECCE)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan

memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat

17

Page 18: Ablasio Retina

keluar melalui robekan tesebut. Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linear, aspiasi dan ligasi.

Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-

sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma,

mata dengan predisposisi untuk tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami

ablasi retina, mata dengan sitoid makula edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit

pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul

pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.17

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

SICS adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya digunakan di Negara

berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus dan sangat berguna untuk

operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini dilakukan dengan cara insisi 6 mm pada

sclera (jarak 2 mm dari limbus), kemudian dibuat sclera tunnel sampa di bilik mata depan.

Dilakukan CCC, hidrodiseksi, hidrideliniasi dan disini nucleus dikeluarkan dengan manual,

korteks dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi kemudian dipasang IOL in the bag.18

4. Phacoemulsification/fakoemulsifikasi

Phacoemulsifikasi adalah teknik pembedahan katarak yang paling mutakhir. Hanya

diperlukan irisan yang sangat kecil saja. Dengan menggunakan getaran ultrasonic yang dapat

menghancurkan nukleus lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul anterior lensa

dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa, sekaligus menghancurkan dan

menghisap massa lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan sedemikian halus dan teliti sehingga

kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa cacat. Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat

dibuat sekecil mungkin sehingga penyulit maupun iritasi pasca bedah sangat kecil 16,17

F. PROGNOSIS

Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat dilakukannya operasi yang

dapat mempengaruhi hasil dari operasi, seperti degenerasi makula atau atropi nervus optikus

memberikan hasil yang baik dengan operasi standar yang sering dilakukan yaitu ECCE dan

Phacoemulsifikasi.13

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Ablasio Retina

1. Hardy RA, Shetlar DJ. Retina. In: Riordan P, Whitcher JP. editors. Vaughan and

Asbury’s General Ophthalmology. 16th ed. New York: McGraw-Hill.2004. p. 190, 200-

201

2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Masa edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6

3. Khurana AK. Diseases of The Retina. In: Comprehensive Ophthalmology. 4th edition.

New Age International Limited Publisher: India. 2007. p. 250-2, 275-9.

4. Carneiro J, Junqueira LC. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC. 2007.

Hal. 470-475

5. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2011-2012.

Singapore: LEO. 2011. p. 360-4

6. Cassidy L, Olver, J. Ophthalmology at a Glance. 2005. Blackwell Science: USA. 2005.

p. 84-6.

7. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition. 2006.Stuttgart: Thieme.

2007. p. 305-322, 339- 344.

8. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p. 117-22

9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment. 2010. [cited 21th Mei 2012]. Available from :

http//emedicine.medscape.com/article/1226426

10. Swierzewski SJ. Retinal Detachment. 2011. [cited 21th Mei 2012]. Available from :

http://www.healthcommunities.com/retinal-detachment/retinal-detachment-

overview.shtml

11. Dahl AA. Retinal Detachment. 2010. [cited 21th Mei 2012]. Available from :

http://www.medicinenet.com/retinal_detachment/article.htm

12. Sidarta I. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit Mata Edisi

Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p.200-11

13. Ocampo V, Foster CS. Cataract, Senile. 2008. [cited 25th Mei 2012]. Available from:

http://www.emedicine.com/oph/TOPIC49.HTM

14. Khurana, AK. Diseases of the Lens In: Comprehensive Ophthalmology. Fourth edition.

New Age International: New Delhi; 2007.p.167-202

19

Page 20: Ablasio Retina

15. Gregory L. Section 11 Lens and Cataract. American Academy of Ophthalmology. Singapore : LEO;2008.p5-9;46-49;71

16. Akmam,SM dan Azhar, Zainal. Katarak dan Perkembangan Operasinya. 1999. [cited 25th

Mei 2012]. Available from: http://www/portalkalbe/files/06/ KatarakDanPerkembangan Operasinya021.pdf.com

17. Holmes J. Phacoemulsification. 2011. [cited 25th Mei 2012]. Available from: http://www.medisurg.com/Pages/BlogDetail.aspx?PageID=17&BlogID=5

18. Kumar, Hnening A., Small incision cataract surgery. 2008. [cited 25th Mei 2012].

Available from URL: http://www.communityeyehealth_journal.com

20