a11ahk_bab v pelaksanaan
TRANSCRIPT
24
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Kegiatan magang mencakup pengamatan dan praktek langsung kegiatan-
kegiatan teknis di kebun. Kegiatan teknis yang telah dilakukan meliputi kegiatan
pembukaan lahan dan penanaman, pemeliharaan tanaman PC maupun tanaman
ratoon, pemanenan, dan pengolahan tebu. Berikut ini kegiatan teknis yang telah
dilakukan yang dikelompokkan berdasarkan urutan kegiatan.
Pembukaan lahan dan penanaman tebu
Pembukaan lahan adalah kegiatan pertama yang mengawali proses
budidaya. Kegiatan penanaman selanjutnya dilakukan setelah proses pembukaan
lahan. Beberapa kegiatan pembukaan lahan dan penanaman di wilayah PG
Cepiring mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu
Peninjauan dan pengukuran lahan. Peninjauan lahan dan pengukuran
merupakan kegiatan sebelum pembukaan lahan. Beberapa tujuan diantaranya
adalah mengetahui jumlah luasan yang akan ditanam, pembuatan jalan tebang,
pengaturan sistem irigasi, dan menentukan biaya sewa dengan petani berdasarkan
luasan yang didapat pada saat pengukuran.
Pengukuran lahan dilakukan menggunakan sistem Global Positioning
System (GPS). Kegiatan ini menggunakan alat GPS yang dapat menentukan
koordinat suatu lokasi berdasarkan garis lintang dan bujurnya. Selain alat GPS,
Peninjauan dan pengukuran lahan
Pembuatan got
Pembuatan Juringan dan persiapan penanaman
Penanaman
25
dibutuhkan program komputer yang dapat menghitung luasan kebun berdasarkan
koordinat yang didapatkan dari GPS. Program komputer tersebut juga dapat
digunakan untuk menampilkan peta kebun yang diukur serta denahnya.
Pengukuran lahan menggunakan GPS yaitu pertama menentukan titik-titik
koordinat dari setiap petakan yang akan diukur, terutama pada bagian tepi-tepi
kebun. Selanjutnya adalah memasukkan data dari masing-masing titik koodinat
tersebut ke dalam GPS. Kemudian data-data yang didapat dilahan tersebut dapat
diolah dengan menggunakan software komputer Map Source dan ArcView. Dari
pengolahan melalui program tersebut dapat diketahui luasan serta sketsa bentuk
kebun yang diukur.
Pembuatan got. Got merupakan sistem pengaturan air di lahan tebu. Got
diperlukan dalam upaya penambahan air ketika musim kemarau dan upaya
drainase air ketika musim penghujan. Terdapat beberapa macam got, yaitu got
keliling, got mujur, got malang, serta afur.
Got keliling adalah got yang mengelilingi petakan lahan. Jika kebun
memiliki luasan yang besar, biasanya got keliling akan mengelilingi petakan
seluas 1 ha, atau biasa disebut geblekan. Nama lain got keliling ini adalah got
besar I atau grondang. Kedalaman got ini yaitu 70 cm dan lebarnya 60 cm. Got
keliling berfungsi sebagai pemasukan (inlet) dari sumber air, serta penampung
dari got yang lain pada pengeluaran (outlet).
Got mujur adalah got yang searah dengan barisan tanam tebu. Got mujur
dibuat bersamaan dengan pembutan got keliling. Got ini terletak di dalam
geblekan. Nama lain dari got mujur adalah got besar II atau Wengku. Kedalaman
got ini yaitu 60 cm dan lebarnya 50 cm. Fungsi dari got mujur adalah menampung
air dari got malang dan mengalirkannya ke saluran outlet got keliling.
Got malang adalah got yang tegak lurus dengan barisan tanam tebu. Got
malang dibuat setelah pembuatan got keliling dan got mujur selesai. Jarak antara
got malang sama dengan panjang juringan yaitu 8 m, karena PG Cepiring
menggunakan pola bukaan lahan faktor 1200. Nama lain dari got malang adalah
got kecil, karena merupakan got dengan ukuran yang paling kecil. Kedalaman got
malang yaitu 50 cm dan lebar 50 cm.
26
Proses pembuatan got menggunakan alat bantu yang terdiri dari Eblek,
Tonjo, Rucik, dan Mekris. Eblek adalah alat bantu yang terbentuk bilah bambu
dengan panjang 3 m dengan papan segiempat berukuran 10 cm x 5 cm yang
dipasang mendatar di bagian atasnya. Eblek berfungsi sebagai patokan dalam
pembuatan got agar lurus dengan patokan di ujung yang lain. Proses pencetakan
got dan pemasangan alat bantu tersebut dilakukan oleh mandor dengan arahan
sinder kebun.
Tonjo adalah bilah bambu sepanjang 2 m yang dipasang diantara dua eblek
dengan meluruskannya pada kedua eblek di kedua sisi. Di antara dua eblek utama,
terdapat beberapa tonjo yang dipakai sebagai panduan untuk membuat got agar
pembuatan got dapat lurus. Tonjo juga dipakai sebagai tanda dalam pembuatan
juringan agar jumlah juringan di antara lidahan seragam dalam jumlah dan
arahnya. Tonjo kelima yang dipasang biasanya ditandai menggunakan rumput
yang disebut jumbul. Upaya ini bertujuan untuk mempermudah penghitungan
jumlah juring atau lidahan yang akan dibuat.
Rucik adalah bilah bambu sebanjang 60 cm yang dipasang mendampingi
eblek atau tonjo. Rucik berfungi untuk menunjukkan tanah yang akan didalamkan
untuk pembuatan got.
Mekris adalah alat bantu yang berbentuk “+”, dan ditempatkan secara
vertikal pada kayu lain setinggi 1.5 m. Mekris digunakan untuk menentukan got
yang tegak lurus dengan got yang telah dibuat. Alat ini digunakan untuk
pembuatan got keliling dan got mujur.
Pembuatan got dilakukan secara manual dengan menggunakan beberapa
alat, yaitu cangkul, garpu dan golok. Prestasi kerja yang didapatkan untuk
pekerjaan pembuatan got adalah 53,2 m/HOK. Sistem upah untuk pekerjaan
pembuatan got adalah sistem borongan. Upah yang diterima untuk pekerjaan
pembuatan got yaitu Rp 500,00/m.
27
Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan
Pembuatan juringan dan persiapan penanaman. Juringan adalah jalur
penanaman bibit tebu yang berupa bibit bagal. Juringan berbentuk seperti got
dengan kedalaman 20 cm yang terdapat diantara got malang. Dengan pola
pembukaan lahan reynoso dengan faktor 1200, panjang juringan adalah 8 m,
selebar bak tanam atau disebut juga lidahan, yang dibatasi oleh got malang.
Jumlah juringan yang umum dalam satu bak tanam adalah 60 buah.
Juringan dibuat dengan cara manual, menggunakan alat cangkul dan
garpu. Kedalaman juringan yaitu 20 cm. Tanah yang telah dipecah dengan garpu
tidak seluruhnya dinaikkan ke atas membentuk guludan. Pada juringan
ditinggalkan tanah remah dengan ketebalan 10 cm. Tanah ini nantinya akan
digunakan sebagai kasuran, yaitu tempat untuk menempatkkan bibit bagal tebu.
Sebelum penanaman, dilakukan pemberaan lahan. Setelah juringan selesai
dibuat, lahan dibiarkan selama 7 hari. Hal ini bertujuan agar tanah teroksidasi dan
tekstur tanah menjadi halus, sehingga tanah yang terdapat di dalam juringan siap
untuk dibuat menjadi kasuran.
Pembuatan juringan dilakukan secara manual dengan sistem pembayaran
borongan. Tenaga kerja yang dipekerjaan adalah laki-laki. Prestasi kerja yang
didapatkan tenaga kerja borongan yaitu 26 juringan/HOK. Besaran upah yang
diterapkan adalah Rp 1 500,00 per juringan dengan panjang 8 m.
28
(a)
(b)
Gambar 3. Pembuatan Juringan Secara Manual (a) dan Juringan yang
Telah Selesai (b)
Penanaman. Kegiatan penanaman merupakan tahapan yang membutuhkan
persiapan dalam penyediaan bahan tanam, yaitu bibit. Bibit yang akan ditanam di
kebun wilayah PG Cepiring berasal dari kebun bibit milik PG (KBD) maupun
berasal dari pembelian bibit berasal dari kebun bibit P3GI
Kegiatan penyediaan bibit meliputi tebang bibit di KBD, angkut bibit,
kletek bibit, dan pemotongan bibit. Penebangan dilakukan sampai tandas ke tanah
serta memotong pucuk bibit. Setelah bibit ditebang, bibit diangkut ke truk dengan
kapasitas muat berkisar 6-7 ton, kemudian langsung diangkut ke lahan tujuan.
Pekerjaan kletek dan pemotongan bibit segera dilaksanakan maksimal satu hari
setelah bibit tiba di lahan. Bibit dipotong dengan dua mata tunas setiap
potongannya. Bidang potong bibit akan disesuaikan dengan letak mata bibit agar
mempermudah dalam penanaman bibit. Bibit yang terpotong-potong dimasukkan
kedalam karung untuk ditanam keesokan harinya. Prestasi kerja karyawan pada
perkerjaan kletek dan potong bibit yaitu 0.568 ton/HOK dengan sistem
pengupahan borongan.
Gambar 4. Bibit Bagal Tebu 2 Mata
29
Penanaman dilakukkan dengan metode single planting, yaitu bibit ditanam
secara berbaris dengan jumlah 24 potongan bibit setiap juringan sepanjang 8 m.
Setiap ujung juringan ditambahkan satu potongan bibit yang digunankan sebagai
cadangan bibit untuk penyulaman, sehingga total kebutuhan potongan bibit pada
satu juringan adalah 26 buah. Penanaman dilakukan dengan pembagian tugas
yaitu petugas pengecer bibit, petugas penata bibit di juringan, dan petugas yang
menutup bibit yang telah ditanam. Petugas pengecer bibit menghitung potongan
bibit dan menempatkan di setiap juringan. Petugas penanam akan menata bibit di
juringan dengan kedua mata tunas berada di samping potongan bibit. Bibit yang
telah ditata kemudian dibenamkan ke tanah. Pekerjaan yang terakhir adalah
menutup bibit menggunakan tanah remah atau gembur setebal 5 cm. Prestasi kerja
karyawan penanaman yaitu 0.028 ha/HOK dengan sistem pengupahan borongan.
Sebelum kegiatan penanam dilakukan pemupukan pertama dengan dosis
setengah dosis 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phonzka/ha. Pemupukan dilaksanakan
bersamaan dengan penanaman, yaitu sebelum potongan bibit ditata untuk ditanam
di juringan.
Gambar 5. Penanaman Tebu
Pemeliharaan tanaman tahun pertama
Tanaman PC (Plant Cane) adalah tanaman tahun pertama yang baru
ditanam di lahan. Beberapa kegiatan budidaya yang dilaksanakan pada tanaman
30
PC antara dimulai setelah penaman sampai pemanenan. Berikut adalah berbagai
kegiatan budidaya yang dilakukan pada tanaman PC.
Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama
Pemupukan. Pemupukan yang dilakukan PG Cepiring menggunakan pupuk
tunggal dan majemuk. Pupuk yang dipakai yaitu pupuk ZA dan NPK Phozka. PG
Cepiring menggunakan dosis yang seragam pada semua kebun. Pemupukan
berdasarkan analisis hara tanah dan daun belum dapat dilakukan karena
laboratorium tanaman belum selesai dikembangkan. Dosis yang diterapkan yaitu
500 kg ZA/ha dan 500 kg Phonzka/ha. Kandungan pupuk ZA adalah 21%N,
sedangkan NPK Phozha adalah 15% N, 15%, dan 15% K2O. Maka dosis setiap
unsur yang diterapkan adalah 165 kg N/ha, 75 kg P2O5/ha dan 75 kg K2O/ha
Pemupukan dilaksanakan dua kali, yaitu pemupukan I dan pemupukan II.
Pemupukan I dilaksanakan bersamaan dengan tanam bibit atau maksimal 1
minggu setelah tanam. Dosis yang diterapkan untuk pemupukan I adalah 250 kg
ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pemupukan kedua dilaksanakan pada 4 minggu
setelah tanam. Dosis yang diterapkan sama dengan pemupukan I, yaitu adalah 250
kg ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pada pemupukan kedua bisanya ditambahkan
insektisida butir sistemik Furadan 3G sebagai upaya pengendalian hama dan
penyakit.
Aplikasi pemupukan yaitu dengan mencampurkan terlebih dahulu pupuk
ZA dan Phonzka sebanyak dosis untuk satu hektar lahan. Kemudian karyawan
harian mengambil dari campuran pupuk kemudian menempatkan pupuk di sekitar
batang tananam. Aplikasi pemupukan tidak disertai dengan penutupan pupuk.
Pemupukan Penyulaman Pemberian air
Pengendalian gulma Pencacahan gulud Pembumbunan
Pemeliharaan got Kletek Pengendalian hama
dan penyakit
31
Prestasi kerja yang didapat dari karyawan adalah 169,17 kg/HOK, dengan sistem
pengupahan harian.
Penyulaman. Penyulaman adalah kegiatan menanam ulang bibit tebu yang tidak
tumbuh setelah penanaman pertama kali. Kegiatan penyulaman pada tebu dapat
menggunakan tiga macam bibit tebu, yaitu bibit bagal, bibit rayungan dan bibit
awil. Secara umum, bibit awil lebih sering digunakan
Kegiatan penyulaman pada umumnya menggunakan KHL wanita. Sistem
upah yang diterapkan pada pekerjaan penyulaman adalah pembayaran harian
dengan upah Rp 15 000,- – Rp 20 000,- per hari. Rata-rata prestasi kerja yang
didapatkan pekerja selama 1 hari yaitu 0.0376 ha/HOK.
Bibit awil adalah tunas tebu dari bibit bagal cadangan yang ditanam di
kebun. Metode penyulaman menggunakan bibit ini membutuhkan tenaga
pendongkel bibit cadangan, pemotong daun bibit cadangan, pembuat lubang
tanam dan penanam bibit. Kegiatan menyulaman pada kebun rata-rata menanam
bibit sulaman 1-5 bibit setiap juringan.
Penggunaan bibit rayungan yang berasal dari kebun bibit memiliki cara
penanaman yang berbeda. Bibit yang didapatkan dari kebun bibit berupa batang
tebu 2 ruas dengan satu tunas yang telah tumbuh. Penanaman dengan bibit
tersebut ditanam dengan batang tebu vertikal.
Pemberian air. Tanaman tebu membutuhkan air untuk pertumbuhannya terutama
pada fase tumbuhnya tunas dari bibit dan fase awal pertumbuhan vegetatif.
Ketersediaan air yang tidak mencukupi dapat terjadi karena irigasi teknis yang
tidak lancar pada tebu lahan sawah atau tidak ada hujan pada tebu lahan tegalan.
Kekurangan air pada vase tersebut dapat diatasi dengan pemberian air secara
khusus.
Pemberian air di PG Cepiring dilakukan setelah penanaman bibit sampai
umur tanaman 2 MST. Pemberian air juga dilakukan pada tebu sulaman ketika
irigasi tidak mencukupi atau tidak ada hujan. Pemberian air yang dilakukan PG
Cepiring menggunakan sistem penyiraman dan sistem pengairan melalui got
(furrow irrigation). Pekerjaan ini dilakukan dengan menutup outlet dan mengairi
32
got-got hingga kapasitas lapang. Apabila air dari irigasi teknis tidak mencukupi
dapat diupayakan untuk memompa air dari sumber air terdekat.
Pemberian air bibit sulaman biasanya dilakukan dengan cara penyiraman.
Penyiraman bisanya menggunakan sumber air dari sumur yang sengaja dibuat di
kebun untuk mempermudah pengambilan sumber air.
Gambar 7. Pengairan Tebu dengan Metode Furrow Irrigation
Pemberian air dikebun menggunakan pompa air ketika tidak terdapat air
irigasi yang mengalir ke kebun. Sumber air diambil dari saluran irigasi yang
terdekat dari kebun. Air akan dipompa dari saluran irigasi dan dialirkan ke dalam
got kebun. Kegiatan ini biasanya dilanjutkan dengan penyiraman juringan-
juringan yang telah ditanami bibit mengunakan air yang mengalir di got. Prestasi
kerja pekerjaan penyiraman ini adalah 0.13 ha/HOK.
Pengendalian gulma. Pengendalian gulma merupakan upaya untuk mengurangi
populasi gulma yang sudah mengganggu pertumbuhan tanaman tebu. Terdapat
dua macam pengendalian gulma yang diterapkan di kebun, yaitu pengendalian
secara kimia dan secara manual.
Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan menggunakan
herbisida. Bahan aktif herbisida yang digunakan adalah 2,4-D dan Ametryn.
Kedua bahan aktif tersebut adalah jenis bahan aktif herbisida sintemik. Aplikasi
herbisida pada lahan menggunakan campuran kedua bahan aktif tersebut.
Konsentrasi herbisida yang diaplikasian berdasarkan pengamatan adalah 60 ml
33
herbisida yang mengandung bahan aktif 2,4-D 826 g/l dan 160 ml herbisida yang
mengandung bahan aktif ametryn 500 g/l untuk 1 tangki semprot dengan volume
17 liter. Berdasarkan pengamatan, sekali penyemprotan rata-rata dapat
menyemprot 83 juringan, atau kira-kira 0,00682 ha. Dengan aplikasi tersebut,
volume semprot yang diterapkan adalah sebesar 245,66 l/ha. Dengan konsentrasi
yang digunakan, dosis yang diaplikasikan adalah 711,186 g 2,4-D/ha dan 1 156 g
ametryn/ha. KHL yang digunakan untuk penyemprotan herbisida ini disesuaikan
dengan besarnya luasan kebun serta target penyelesaian pekerjaan aplikasi
herbisida tersebut.
Upaya pengendalian gulma yang diterapkan selain cara kimia adalah cara
manual. Pekerjan ini dikenal dengan nama pembubutan. Alat yang digunakan
adalah sabit. Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya adalah wanita.
Pencacahan gulud. Pencacahan guludan atau penggemburan adalah suatu
kegiatan yang bertujuan untuk memecah tanah yang padat sehingga menjadi tanah
yang halus dan remah sehingga nanti memudahkan untuk melakukan
pembumbunan.
Pencacahan gulud dilakukan sebelum pekerjaan pembumbunan dimulai.
Sistem upah yang diterapkan adalah sistem borongan. Rata-rata dalam 1 hari KHL
mendapat 60 juringan atau 1 lidah, sehingga PK untuk pekerjaan cacah gulud
adalah 0.05 ha/HOK. Efektivitas pekerjaan cacah gulud dipengaruhi oleh
kekerasan tanah. Kondisi tanah yang keras akan sangat menyulitkan para KHL
untuk melakukan pencacahan, sehingga PK yang didapatkan lebih rendah.
Pembumbunan. Pembumbunan adalah pekerjaan menambahkan tanah pada
kedua sisi juringan sebagai upaya dalam memperbanyak anakan dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Pembumbunan di PG Cepiring
dilakukan sebanyak tiga kali. Pembumbunan pertama dilakukan pada umur 1.5
BST. Pembumbunan kedua dilakukan pada umur 3.5 BST. Pembumbunan ketiga
dilakukan pada umur 6 BST. Sistem pembayaran yang diberlakukan adalah sistem
borongan. Upah yang diterima pekerja sebesar Rp 600,- per laci. PK yang
didapatkan oleh KHL sebesar 60 laci/HOK atau 0.05 ha/HOK.
34
Pemeliharaan got. Got adalah alat untuk pemberian irigasi sekaligus drainase
pada lahan tebu. Keberadaan got sangat penting untuk pertumbuhan tebu karena
mempempengaruhi keadaan perakaran tebu. Perakaran yang baik akan
menyebabkan tebu tumbuh dengan baik serta proses kematangan tebu dapat
berjalan dengan baik (Supriadi, 1992)
Pemeliharaan got antara lain pendalaman got dan pembersihan gulma yang
ada di dalam got. Pekerjaan pemeliharaan got dilakukan secara manual dengan
tenaga manusia menggunakan peralatan cangkul dan garpu. Sistem kerja yang
digunakan adalah borongan, yaitu upah dihitung per meter got yang telah
diperbaiki. Prestasi kerja karyawan harian lepas yang diamati pada pekerjaan
pemeliharaan got adalah 27 m got/HOK.
Kletek. Kletek adalah pekerjaan membuang daun tebu yang telah mengering.
Tujuan utama pekerjaan kletek agar tebu dalam keadaan bersih pada saat ditebang
dan digiling di pabrik.
Kegiatan kletek pada umunnya dikerjakan oleh KHL wanita. Pada
umumnya, pekerjaan kletek diberlakukan sistem pembayaran borongan. Standar
yang diterapkan pekerjaan kletek selama 1 HOK dapat melakukan kletek pada 20
laci. Sehingga standar PK yang diperoleh KHL pada pekerjaan kletek adalah
0.0375 ha/HOK. Setelah diamati di lapang, PK yang didapatkan karyawan adalah
sebesar 0.0167 ha/ HOK sedangkan PK yang didapatkan mahasiswa adalah
0.0113 ha/HOK. Prestasi kerja kletak sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan
keadaan kebun. Kebun dengan populasi gulma yang tinggi juga dapat
menurunkan prestasi kerja karena mempersulit pekerjaan. Pekerjaan kletek
dilakukan apabila terdapat 7-9 daun kering. Pekerjaan kletek dilakukan dua kali,
yaitu pada umur 5 bulan untuk kletek satu dan 10 bulan atau sebelum panen untuk
kletek kedua.
35
(a)
(b)
Gambar 8. Pekerjaan Kletek Tebu (a) dan Tebu yang Telah Dikletek (b)
Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit adalah upaya
untuk meminimalkan serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan
kerusakan bahkan kematian pada tebu. Pengendalian hama di PG Cepiring
dilakukan secara manual, kimia, dan kultur teknis. Hama utama yang terdapat di
wilayah PG Cepiring antara lain penggerek batang, penggerek pucuk, kutu bulu
putih dan tikus.
1. Penggerek Batang (Chilo auricilius Dudg.)
Serangan penggerek batang yang dominan terjadi pada siklus hidup tebu
yang sudah beruas. Serangan ini membentuk lubang pada ruas tebu. Serangan ini
menyebabkan kerusakan ruas, pertumbuhan terhambat, batang mudah patah, dan
dapat menyebabkan kematian batang bila menyerang titik tumbuh. Kerugian yang
ditimbulkan adalah kehilangan produksi pada tebu-tebu yang mati dan penurunan
bobot dan rendemen pada batang tebu yang terserang. Upaya yang dilakukan
adalah upaya pencegahan dengan menggunakan bibit yang bebas dari penggerek
dan menjaga kebersihan kebun.
2. Penggerek Pucuk (Tryporyza nivella F.)
Penggerek pucuk menyerang tanaman tebu pada titik tumbuh. Apabila
serangan sudah mencapai titik tumbuh, pertumbuhan apikal tebu terhenti dan
tumbuh tunas baru pada mata tunas di bagian sekitar pucuk tebu, sehingga
pertumbuhan tebu menjadi tidak normal dan merusak rendemen tebu. Gejala
36
serangan hama ini yaitu terdapat deretan lubang berwarna coklat pada daun dan
terlihat lorong gerek yang berwarna coklat pada tulang daun.
Kegiatan pengendalian dilakukan secara manual dengan cara memotong
pucuk tebu dimulai dari pucuk tebu hingga ke bawah sedikit demi sedikit
sepanjang 2 cm sampai mendapat larva penggerek pucuk. Pengendalian secara
kimia dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik Furadan 3G. Dosis aplikasi
yang diberikan adalah 25 kg/ha. Aplikasi furadan dilakukan bersamaan dengan
pemupukan kedua pada 4 MST, dengan cara mencampurkannya dengan pupuk
yang akan diaplikasikan.
3. Kutu Bulu Putih (Ceratovacuna lanigera Zehnt.)
Kutu bulu putih adalah hama yang membentuk koloni di bawah
permukaan daun dan menghisap sari makanan pada daun. Kutu ini juga
mengeluarkan cairan (embun madu) yang jatuh pada permukaan daun di
bawahnya, kemudian akan menjadi media pertumbuhan cendawan jelaga yang
berwarna hitam. Serangan kutu bulu putih terdapat pada kebun tegalan, sedangkan
serangan pada kebun tebu sawah tidak terjadi.
Upaya pengendalian hama ini adalah memotong daun yang terserang.
Pengendalian secara kimia juga dilakukan yaitu dengan penyemprotan insektisida
berbahan aktif clorpirifos dengan penyemprotan hanya pada tanaman yang
terserang.
4. Tikus sawah (Rattus argentivente Rob & Kloss)
Hama tikus dominan terdapat di lahan sawah namun terdapat pula pada
lahan tegalan. Hama tikus menyerang tebu pada awal pertumbuhan bibit dengan
memakan mata tunas bibit, sehingga bibit tebu tidak dapat tumbuh. Serangan
tikus juga terdapat pada batang tebu yang telah beruas, khususnya tebu-tebu yang
rebah.
Pengendalian tikus dilakukan melalui upaya preventif. Pengendalian
dilakukan sejak pembukaan lahan, yaitu dengan memberikan premi kepada
pekerja pembukaan lahan apabila berhasil membunuh tikus di lahan. Pengendalian
tikus juga dilakukan secara kimia. Jenis racun yang digunakan adalah racun tikus
berbahan aktif racumin. Racumin adalah bahan aktif jenis sistemik.
37
Terdapat beberapa kebun tebu di wilayah PG Cepiring yang terserang
penyakit. Penyakit yang ditemukan antara lain penyakit luka api, dan karat daun.
Pengendalian penyakit luka api dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman yang
terserang. Hal ini untuk menghindari penyebaran penyakit ke batang tebu yang
lain. Upaya pengendalian dilakukan pada masa awal pertumbuhan tanaman
pertama atau tanaman keprasan karena gejala penyakit luka api sudah terlihat pada
masa pertumbuhan awal.
Upaya pengendalian penyakit secara umum dilakukan dengan pencegahan.
Beberapa upaya pencegahan adalah memilih bibit yang sehat, serta menjaga
sanitasi kebun. Upaya pengendalian dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif
awal.
Pemeliharaan tanaman keprasan
Tanaman keprasan adalah tanaman tahun kedua dan seterusnya. Tanaman
ini disebut dengan Ratoon Cane (RC). Tanaman ini dimulai setelah tanaman PC
telah ditebang sampai tebangan-tebangan selanjutnya. Beberapa kegiatan
budidaya yang dilaksanakan pada tanaman ratoon antara dimulai dari
pemeliharaan kebun setelah tebangan sampai pemanenan. Secara umum kegiatan
pemeliharaan tanaman keprasan sama dengan pemeliharaan tanaman tahun
pertama (PC). Berikut adalah berbagai kegiatan budidaya yang dilakukan pada
tanaman keprasan.
Gambar 9 . Alur Pemeliharaan Tebu Keprasan
Bersih kebun
Kepras
Potong akar
Kegiatan pemeliharaan lain seperti
tebu tahun pertama (PC)
38
Bersih kebun. Bersih kebun adalah kegiatan membuang kotoran berupa daun
tebu, pucuk tebu, gulma, atau batang tebu yang tertinggal setelah tebang. Kegiatan
ini bertujuan mengupayakan sanitasi untuk mencegah berkembangnya hama dan
penyakit. Bersih kebun dilakukan dengan cara manual. Kotoran kebun
dikumpulkan kemudian dibakar.
Kepras. Kepras adalah kegiatan memotonng sisa batang tebu yang telah dipotong
pada saat pemanenan. Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang inisiasi tunas baru
sebagai bakal batang tebu RC. Pengeprasan dilakukan secara manual dengan
memotong batang tertinggal tebu pada pangkal batangnya, sehingga tunas akan
tumbuh dari mata tunas di bawah permukaan tanah agar tunas tumbuh normal dan
kuat. Kegiatan pengeprasan dilakukan segera setelah tebang, yaitu maksimal 7
hari setelah tebang.
Potong akar. Potong akar adalah kegiata memotong perakaran pada rumpun tebu
untuk merangsang munculnnya akar baru. Perakaran baru akan berguna dalam
penyerapan unsur hara dan air yang efisien. Perakaran baru juga akan merangsang
pertumbuhan tunas keprasan. Kegiatan potong akar juga akan menggemburkan
tanah sehingga dapat memperbaiki aerasi di daerah perakaran tanaman agar akar
dapat berrespirasi dengan baik. Kegiatan potong akar dilakukan secara manual
menggunakan golok. Golok akan diayunkan di kedua sisi juringan untuk
memotong perakaran tebu.
Pemanenan
Panen merupakan kegiatan mengambil batang tebu di lapang untuk
diproses di pabik menjadi gula. Kegiatan ini merupakan kegiatan terakhir dalam
kegiatan budidaya tebu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi waktu
pemanenan, yaitu keadaan tebu di lapang dan jadwal giling PG. Beberapa
kegiatan panen antara lain taksasi produksi, pengukuran kemasakan tebu, tebang
dan angkut.
39
Gambar 10. Alur Pemanenan Tebu
Taksasi produksi. Taksasi produksi adalah upaya memperkirakan besarnya
produksi yang akan dicapai pada saat panen. Taksasi produksi dibutuhkan untuk
merencanakan kebutuhan bahan, alat, tenaga, serta lamanya hari giling serta
menampung hasil produksi.
Kegiatan taksasi yang dilakukan PG Cepiring adalah taksasi Maret.
Taksasi maret dilakukan mulai pertengahan bulan Maret. Hasil yang didapat akan
digunakan untuk memperkirakan produksi yang akan didapat setiap kebun pada
waktu panen. Variabel yang diamati dalam kegiatan taksasi maret adalah jumlah
batang per juringan, tinggi batang, dan diameter batang. Tinggi batang diukur dari
permukaan tanah sampai daun ketiga. Diameter batang yang diukur adalah
diameter di ruas batang tengah. Rumus taksiran produksi adalah sebagai berikut.
Produksi= Jumlah batang x Tinggi batang x Bobot batang/m x Faktor kebun
Bobot batang/m ditentukan dari besarnya diameter batang dan varietas
tebu. Nilai bobot batang/m didapatkan dari tabel konversi bobot tebu yang berasal
dari penelitian PG Sragi (Lampiran 4). Faktor kebun adalah jumlah juringan
kebun per hektar. Besarnya fektor kebun pada umunya berkisar antara
1 100 – 1 200, hal ini dikarenakan pembukaan lahan sawah di PG Cepiring
menggunakan faktor pembukaan 1 200.
Pengamatan terhadap variabel taksasi dilakukan pada semua kemitraan
pola A dan B. Setiap kebun diambil 5 lidah contoh yang dipilih secara visual
dapat mewakili keseluruhan kebun tersebut. Setiap lidah diambil 3 juringan
contoh, yaitu juringan contoh nomor 15, 30 dan 35.
Taksasi
Pengukuran Brix
Penebangan
Angkut tebu
40
Pengukuran brix. Pengukuran brix adalah salah satu upaya untuk mengetahui
kadar sukrosa tebu pada kebun yang berguna untuk penentuan waktu tebang pada
kebun tersebut. Pengukuran brix dilakukan dengan metode survey pada lahan
yang ingin diketahui briksnya dengan mengambil beberapa tebu dan mengukur
kadar brix nira dengan menggunakan hand refractometer.
Metode dalam pengukuran brix tebu antara lain:
1. Mengambil batang tebu contoh dengan metode pengambilan sampel secara
diagonal.
2. Memotong tebu dengan menjadi tiga bagian.
3. Mengukur brix nira setiap bagian tebu dengan hand refractometer.
4. Merata-ratakan nilai brix setiap bagian tebu sebagai nilai brix batang tebu.
5. Merata-ratakan nilai brix batang tebu semua batang contoh sebagai nilai brix
kebun.
Jumlah sampel yang diambil dalam pengamatan brix adalah tiga batang
tebu per kebun yang diamati. Batang tebu yang diambil adalah tebu yang tidak
berada di pinggir got dan bukan batang tebu sogolan. Nilai rata-rata brix dari
ketiga batang tebu akan menjadi nilai brix kebun yang digunakan sebagai
pertimbangan dalam waktu penebangan. Standar PG Cepiring dalam penebangan
adalah brix kebun telah mencapai nilai 24.
Gambar 11. Hand Refractometer untuk Pengukuran Brix Nira Tebu di Lapang
Penebangan. Penebangan adalah kegiatan mengambil batang tebu yang telah
masak untuk diolah ke PG. Kegiatan dilakukan dengan cara penebangan batang
41
tebu dari pangkal batang, sehingga kegiatan ini sering disebut dengan istilah
penebangan.
Tebangan tebu dilakukan setelah batang tebu memenuhi syarat untuk
digiling di PG, yaitu umur mencukupi dan batang tebu telah masak. Tebu telah
masak apabila nilai brix nira rata-rata dari ketiga bagian batang yang diukur
minimal sebesar 24. Selain itu, selisih antara nilai brix batang bawah dan batang
atas tidak melebihi 2 poin. Jika nilai brix batang bawah dan batang atas sama,
maka batang tebu dapat dikatakan masak dan siap untuk ditebang.
Kegiatan penebangan biasanya didahului dengan kegiatan persiapan jalan
tebang. Kegiatan yang dilakukan meliputi perbaikan jalan atau jembatan sehingga
angutan tebu dapat masuk ke lokasi kebun.
Kegiatan tebangan dimulai dengan menebang tebu di wilayah yang dapat
membuka akses untuk keseluruhan kebun. Pada awal kegiatan tebangan ini,
bisaanya tidak diperlukan tenaga kerja yang banyak karena hanya sedikit
angkutan yang dapat masuk ke wilayah kebun karena jalan tebang di dalam kebun
sedang dikerjakan.
Gambar 12. Penebangan Tebu
Penebangan tebu dilakukan secara manual dengan sistem pengupahan
borongan. Alat yang digunakan adalah golok. Penebangan dilakukan dari pangkal
batang di atas permukaan tanah. Batang tebu yang telah ditebang dibersihkan dari
daun kemudian memotong pucuk batang pada titik patah. Batang tebu yang telah
bersih dikumpukan oleh setiap penebang. Kumpulan batang tebu yang terdiri dari
30-40 batang diikat menggunakan kulit batang tebu.
42
Angkut tebu. Ikatan-ikatan batang tebu yang berada dilapang akan diangkut ke
PG menggunakan angkutan truk. Penebang akan menaikkan kumpulan batang
tebu yang telah mereka tebang ke truk setelah dirasa cukup untuk memenuhi truk
tersebut. Kapasitas truk pengangkut tebu antara 6-7 ton. Batang tebu yang telah
dinaikkan ke truk dipotong sebagian agar tidak ada ruang kosong di dalam
angkutan, sehingga batang yang diangkut lebih banyak. Setelah truk memenuhi
kapasitasnya, truk langsung membawa angkutan tebu ke PG untuk segera diproses
menjadi gula.
Sistem manajemen dan pengupahan antara tebang dan angkut
digabungkan. Hal ini mencegah ketidaksingkronan antara tenaga penebang dang
truk angkutan. Sistem manajemen tebang angkut yang diterapkan adalah setiap
truk angkutan tebu harus mempunyai penebangnya sendiri dengan jumlah 7-10
orang. Pengupahan diterapkan secara borongan, yaitu dihitung setiap 100 kg tebu
tertebang.
(a) (b)
Gambar 13. Pengangkutan Tebu ke Truk Angkutan (a) dan Kapasitas
Muatan Truk Angkutan (b)
Pengolahan gula
PG Cepiring menerapkan pengolahan gula menggunakan dua macam
bahan baku. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi gula adalah raw
sugar dan tebu. Raw sugar adalah gula setengah jadi yang berwarna kecoklatan
dan memiliki struktur yang mirip dengan gula kristal putih. Pada masa di luar
masa panen tebu, PG Cepiring tetap memproduksi gula menggunakan bahan baku
raw sugar. Pada saat musim panen tebu, PG Cepiring menproduksi gula
43
menggunakan bahan baku tebu dengan tetap menggunakan raw sugar sebagai
campurannya.
Proses pengolahan nira menjadi gula di PG Cepiring menggunakan proses
karbonatasi. Sumber karbon yang digunakan adalah gas CO2 sebagai hasil
sampingan pada boiler. Proses pengolahan tebu dan raw sugar berbeda pada tahap
awal dan sama pada tahapan selanjutnya. Tahapan pengolahan raw sugar antara
lain stasiun afinasi, stasiun purifikasi, stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugal, dan
stasiun packing. Tahapan proses pengolahan tebu meliputi stasiun gilinngan,
stasiun purifikasi, stasiun evaporator, stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugal,
kemudian masuk ke stasiun afinasi dan mengalami proses selanjutnya bersama
dengan nira raw sugar.
Gambar 14. Skema Proses Pengolahan Tebu dan Raw Sugar PG Cepiring
Stasiun gilingan. Proses yang terjadi pada stasiun gilingan adalah memeras tebu
untuk mendapatkan nira tebu. Bahan baku yang memasuki stasiun ini hanya bahan
baku tebu, sedangkan untuk bahan baku raw sugar tidak melalui stasiun ini.
Terdapat dua cara yang dipakai untuk memasukkan batang tebu ke stasiun
gilingan di PG Cepiring, yaitu menggunakan alat tappler dan alat crane. Tappler
adalah alat yang memungkinkan batang tebu yang berada di truk langsung
Tebu
Stasiun Gilingan
Raw sugar
Stasiun Purifikasi
Stasiun Evaporator
Stasiun Kristalisasi
Stasiun Sentrifugal
Stasiun Afinasi
Stasiun Purifikasi
Stasiun Kristalisasi
Stasiun Sentrifugal
Stasiun Tahap Akhir
Gula Kristal Putih
(icumsa<200)
Molases
Raw
sugar
Molases
44
ditempatkan ke meja tebu dengan cara mengangkat bagian depan truk
menggunakan sistem hidrolik. Crane adalah alat untuk mengangkat tebu dari truk
kemudian meletakkannya pada bak penampungan tebu yang kemudian bergerak
menuju meja tebu menggunakan rel seperti kereta (lori). Setelah tebu berada di
meja tebu kemudian masuk ke gilingan tebu yang terdiri dari empat gilingan. Pada
proses ini nira akan dicampurkan dengan air imbibisi dari proses gilingan
sebelumnya dan dilakukan penggilingan berulang untuk mengurangi kehilangan
nira. Pada gilingan pertama akan dianalisis rendemen nira dari tebu yang digiling
(Analisis Nira Perahan Pertama).
Stasiun afinasi. Stasiun afinasi adalah stasiun pelarutan raw sugar menjadi nira
dengan penambahan gula dari tebu yang telah mengalami proses sentrifugal.
Diluar musim giling, stasiun ini hanya melarutkan raw sugar. Pada stasiun ini,
proses pengolahan nira dari tebu dan dari raw sugar bertemu. Hasil dari stasiun
afinasi adalah nira yang berasal dari raw sugar dan tebu yang telah mengalami
pengolahan.
Stasiun purifikasi. Proses yang terjadi pada stasiun purifikasi adalah
membersihkan kotoran yang terbawa dalam nira serta menambahkan kapur
(Ca(OH)2) dan/atau gas CO2. Tardapat dua macam stasiun purifikasi, yaitu stasiun
purifikasi khusus untuk nira tebu dan stasiun purifikasi untuk nira dari raw sugar
dan campuran gula dari tebu.
Stasiun purifikasi khusus nira tebu hanya beroperasi ketika musim giling
tebu. Nira tebu dari stasiun gilingan akan dibawa ke timbangan nira kemudian
dipanaskan. Kemudian ditambahkan Ca(OH)2 pada nira. Nira kemudian
diendapkan. Nira akan terpisah menjadi nira bersih dan nira kotor yang akan
mengendap. Nira kotor yang mengendap diteruskan untuk proses pengolahan
menjadi blotong. Nira dari tebu akan diteruskan ke stasiun evaporator.
Stasiun purifikasi untuk nira dari raw sugar dan campuran gula dari tebu
beroperasi pada musim giling tebu maupun di luar masa liling tebu saat giling raw
sugar. Selain menambahkan Ca(OH)2, pada stasiun purifikasi ini ditambahkan gas
CO2. Nira dari stasiun ini akan diteruskan ke stasiun kristalisasi.
45
Stasiun evaporator. Stasiun evaporator adalah stasiun yang khusus mengolah nira
yang berasal dari tebu. Proses yang terjadi dalam stasiun ini adalah penguapan
nira tebu menjadi nira kental. Hasil nira kental tebu akan dialirkan ke stasiun
kristalisasi.
Stasiun kristalisasi. Stasiun kristalisasi akan mengkristalkan nira kental melalui
pan dengan suhu dan tekanan tinggi. Terdapat empat pan kristalisasi di PG
Cepiring, yaitu W PAN, A PAN, B PAN, dan C PAN. Setiap pan akan
menghasilkan gula yang dapat dikristalkan (magma) dengan kualitas yang berbeda
dan mengkasilkan gula yang tak dapat dikristalkan (molasses) yang akan
dimasukkan sebagai bahan ke pan berikutnya. Nira kental yang berasal dari
stasiun purifikasi raw sugar akan diolah di W PAN. Nira kental tebu dari stasiun
evaporator akan diolah di A PAN. Hasil pengolahan dari stasiun kristalisasi akan
dikirim ke stasiun sentrifugal untuk proses selanjutnya.
Stasiun sentrifugasi. Stasiun sentrifugasi merupakan pengolahan nira masak dari
pan kristalisasi untuk memisahkan kristal gula dari larutan induknya. Terdapat
empat alat sentrifugal sesuai dengan pan kristalisasi, yaitu LGF W, LGF A, LGF
B, dan LGF C. LGF W akan menampung nira masak dari W PAN dan
menghasilkan gula kristal yaitu gula yang siap untuk pengepakan dan gula tak
dapat dikristalkan (white moll) yang akan dialirkan ke A PAN untuk pemasakan
selanjutnya. LGF A akan menampung nira masak A PAN dan menghasilkan gula
a yaitu gula yang kurang memenuhi persyaratan yang akan dikirim ke stasiun
afinasi untuk bahan campuran pengenceran raw sugar. LGF A akan memproduksi
a-moll yang akan dialirkan ke B PAN. LGF B akan memproduksi gula b (b-
magma) yang akan dialirkan ke A PAN dan menghasilkan b-moll yang dialirkan
ke PAN C. LGF C akan memproduksi c-magma yang dialirkan ke PAN B dan
menghasilkan c-moll yang akan akan ditampung di penampungan akhir sebagai
tetes.
Stasiun tahap akhir. Gula yang dihasilkan LGF W akan dikeringkan dan
didinginkan. Gula yang dihasilkan akan diamati kembali kualitasnya. Gula yang
46
tidak sesuai dengan standar kualitas dalam ukuran kristal dan warna akan dilebur
kembali dan diproses ulang di stasiun afinasi. Gula yang berukuran normal
dengan warna yang putih sesuai standar akan dimasukkan kedalam karung dengan
ukuran 50 kg kemudian diangkut ke gudang penyimpanan gula.
Aspek Manajerial
Pengelolaan kegiatan lapang
Kegiatan manajemen utama bagian tanaman adalah budidaya tanaman
tebu di lapang. Sistem manajemen yang diterapkan dalam budiaya tebu di lapang
adalah pembagian berdasarkan luasan dan kategori kebun tertentu. Pengawasan
yang ketat untuk pola kemitraan B dilakukan pada aspek finansial yang
menyangkut kredit petani, namun untuk aspek teknis budidaya kebun, pihak PG
hanya mengawasi pelaksanaan pekerjaan yang diajukan pembiayaanya dengan
kredit.
Manajemen yang intensif dilakukan pada kebun dengan pola kemitraan A
(KMA). Hal ini dikarenakan PG merupakan penaggung jawab budidaya secara
teknis maupun pembiayaan pekerjaan tersebut dari segi finansial. Pembagian
manajemen pada kebun KMA berdasarkan luasan areal. Terdapat seorang sinder
kebun yang bertanggung jawab terhadap luasan besar, yang membawahi beberapa
mandor yang bertanggung jawab atas luasan yg lebih kecil.
Sinder kebun. Sinder kebun merupakan seorang manajer kebun yang bertanggung
jawab pada luasan kebun tertentu. Sinder kebun PG Cepiring difokuskan untuk
memanajemen kabun pola kemitraan A. Tugas seorang sinder adalah menerapkan
prinsip dasar manajemen pada kebunnya dengan tujuan dapat menghasilkan tebu
dengan kualitas, kuantitas dan waktu panen yang ditetapkan oleh PG. Beberapa
prinsip dasar manajemen yang diterapkan seorang sinder, yaitu perencanaan,
pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Prinsip manajemen perencanaan yang dilakukan oleh sinder meliputi
perencanaan perluasan areal serta perencanaan tindak budidaya yang akan
diterapkan. Untuk perluasan areal, seorang sinder memiliki tanggung jawab untuk
mencari lahan areal kemitraan baru dengan petani. Dalam tugas perluasan areal
47
ini, seorang sinder melakukan pendekatan dan penyuluhan secara informal
maupun secara formal. Perencanaan yang penting dilakukan mencakup
perencanaan teknis budidaya maupun kebutuhan finansialnya sebelum dibukanya
suatu kebun.
Prinsip pengaturan yang dilaksanakan oleh Sinder Kebun meliputi
pengaturan tahapan kegiatan budidaya di lapang, serta pengaturan biaya yang
diperlukan. Dalam melaksanakan fungsi ini, sinder kebun akan dibantu mandor
sebagai bawahannya. Seorang sinder akan memeriksa rencana kegiatan dan
pengajuan biaya pekerjaan tersebut dari mandor. Setelah menyetujuinya,
pekerjaan terbut dilaksanakan oleh mandor kebun.
Sistem pengawasan dilaksanakan dengan pengecekan lapang secara rutin
oleh sinder. Dalam pengawasan lahan ini diamati pekerjaan yang ada di kebun
serta keadaan umum kebun. Pengawasan lahan ini akan menjadi hal yang dapat
mengontrol pelakasanaan pekerjaan oleh mandor baik secara teknisnya maupun
finansial.
Mandor kebun. Mandor kebun merupakan jabatan yang dipegang oleh seseorang
yang bertanggung jawab atas budidaya tebu mulai dari penanaman sampai
pemanenan pada luasan kebun tertentu. Seorang mandor kebun mempunyai
seorang penyelia, yaitu sinder kebun. Dalam menjalankan tugas budidaya kebun,
mandor akan memimpin pekerja harian lepas serta mengarahkan pekerjaan dan
bertindak sebagai pengawas. Mandor kebun akan berkoordinasi dengan sinder
kebun dalam melaksanakan tugasnya. Setiap pelaksanaan suatu pekerjaan, mandor
akan mengajukan rencana teknis dan finansial pelaksanaan pekerjaan yang telah
direncanakan oleh Sinder Kebun. Pengajuan rencana tersebut akan dikoreksi oleh
Sinder Kebun. Apabila pekerjaan disetujui oleh Sinder Kebun, maka pengajuan
pekerjaan tersebut akan diteruskan ke bagian administrasi untuk pencairan dana
kebutuhan pelaksanaan pekerjaan.
Selama proses administrasi untuk pencairan dana, mandor kebun akan
melaksanakan pekerjaan yang telah diajukan. Pekerjaan dimulai dari pencarian
karyawan harian lepas (KHL) dan negosisasi besarnya upah dan sistem
pengupahan untuk pekerjaan tersebut. Pekerjaan akan dilaksanakan dengan
48
pengarahan dan pengawasan oleh mandor. Setelah pencairan dana, mandor
bertugas sebagai pengelola keuangan untuk diberikan kepada KHL.
Aspek Khusus
Aspek khusus yang dipelajari adalah modifikasi teknik budidaya,
pertumbuhan, produksi, dan analisis usaha tebu di lahan salin. Pengamatan
dilakukan di kebun Pidodo dengan luasan 24.801 ha yang terdiri dari tiga blok,
yaitu Pidodo A dengan luasan 10.000 ha, Pidodo B dengan luasan 14.264 ha, dan
Pidodo C dengan luasan 0.537 ha. Kebun Pidodo terletak di pesisir pantai utara
Jawa dengan jarak sekitar 1 km dari bibir pantai. Kebun Pidodo terletak di muara
Sungai Bodri yang sering mengalami banjir pasang air laut dan meluap ke kebun
dengan membawa kandungan air laut. Kebun pidodo terletak di kecamatan
Patebon dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu antara 1 500 – 3 500
mm/tahun dan termasuk ke daerah dengan iklim basah (humid). Ciri salinitas yang
tinggi pada kebun Pidodo juga dilihat dari terbentuknya efflorescense atau kerak
garam yang terjadi pada musim kering.
Kondisi salinitas kebun
Pengamatan salinitas pada kebun dilakukan melalui analisis daya hantar
listrik tanah dan konsentrasi garam. Analisis tanah dilakukan pada saat tebu
berumur 35 MSK dengan kondisi tidak terdapat hujan selama 14 hari. Selain
melakukan analisis tanah kebun Pidodo, dilakukan analisis tanah kebun Gondang
sebagai pembanding untuk lahan tidak tercekam salinitas. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Analisis Salinitas Tanah Saat Tebu Berumur 31 MSK
Kebun Daya Hantar Listrik
(dS/m)
Salinitas
(mg/l)
Pidodo 0.168 79
Gondang 0.108 50
49
Teknis budidaya tebu di lahan salin
Teknis budidaya tebu yang diterapkan di lahan tercekam salinitas secara
umum sama dengan kebun lain yang tidak terkendala salinitas. Semua teknis
budidaya diterapkan sesuai dengan standar perusahaan, mulai dari pembukaan
lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman hingga tebang dan angkut. Teknis
budidaya yang berbeda di lahan salin adalah sistem tata air melalui got kebun.
Sistem tata air yang berbeda diterapkan pada kebun yang terkendala
salinitas yang tinggi. Kebun dengan kendala salinitas biasanya terdapat di daerah
pesisir pantai utara. Kebun ini kadang mengalami banjir air laut pasang (rob) yang
membawa air laut masuk ke kebun sehingga meningkatkan kadar garam tanah.
Upaya yang dilakukan oleh PG Cepiring adalah pembuatan got besar dengan
ukuran lebar 2 m dengan kedalaman 3 m, sementara untuk kebun pada umunya
got berukuran 50 cm pada lebar dan kedalaman 60 cm (Tabel 8). Panjang juringan
tetap 8 m sehingga jumlah got tetap sama dengan lahan sawah irigasi, namun
lebar dan dalamnya got jauh lebih besar.
Tabel 8. Ukuran Got di Lahan Salin dan Nonsalin
Got
Kebun Pidodo
(salin)
Kebun Gondang
(nonsalin)
Lebar Dalam Lebar Dalam
……………………..……… cm ……….……………………
Got Keliling 200 300 60 70
Got Malang 200 300 50 60
Got Mujur 200 300 50 50
Pembuatan got pada lahan tercekam salinitas dirancang untuk mengurangi
efek salinitas dengan pencucian garam melalui irigasi dan drainase. Ukuran got
yang besar dapat menampung dan mengalirkan air yang lebih banyak serta
meningkatkan drainase. Got akan mengalirkan air ke kebun untuk mencuci garam
yang terkandung di tanah secara berangsur-angsur. Air yang mengalir biasanya
akan tertampung di got dan menggenang selama beberapa waktu. Air yang
dimasukkan untuk mencuci garam tersebut akan ditampung kembali oleh got
untuk dapat dibuang keluar kebun melalui drainase yang baik.
50
Menurut Santoso (1993), sistem irigasi dan got yang diterapkan di lahan
tercekam salinitas oleh PG Cepiring disebut dengan metode reklamasi lahan salin
dengan metode kolam-alur (basin-furrow method). Metode ini akan mengalirkan
air irigasi melalui parit (got) yang dibuat di sekeliling lahan. Air akan
dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air.
(a)
(b)
Got Mujur
(lebar 2m, dalam 3m)
Juringan
Got keliling
(lebar 2m, dalam 3m)
(c)
Got Mujur
(lebar 50cm, dalam 60cm)
Juringan
Got Keliling
(lebar 60cm, dalam 70cm)
(d)
(e)
(f)
Gambar 15. Got Lahan Salin (a), Got Lahan Nonsalin (b), Penampang
Melintang Got Lahan Salin (c), Penampang Melintang Got Lahan
Nonsalin (d), Got Lahan Salin Tampak Atas (e), dan Got Lahan
Nonsalin Tampak Atas (f).
… …
51
Kondisi tebu di lanah salin
Kondisi tebu diamati pada fase vegetatif akhir sampai dengan fase
generatif, ditandai dengan munculnya bunga pada tebu (Tabel 9). Pengamatan
dilakukan pada blok dengan varietas BL (Bululawang) keprasan pertama (RC 1).
Pengamatan dilakukan setiap 4 minggu, dimulai 27 MSK (minggu setelah
keprasan) sampai 38 MSK. Pengamatan juga dilakukan pada tebu yang tidak
tercekam salinitas sebagai pembanding, yaitu kebun Gondang. Kebun Gondang
merupakan kebun tidak tercekam salinitas dengan varietas dan umur yang sama
dengan kebun Pidodo. Variabel pengamatan tebu yang diamati adalah tinggi
tanaman, diameter batang, jumlah ruas, bobot batang, jumlah batang per meter,
jumlah sogolan per meter , dan brix nira tebu.
Tabel 9. Tinggi Tanaman Tebu, Jumlah Ruas, Diameter, dan Bobot
Batang pada 27 MSK sampai 41 MSK
Pengamatan Kebun Umur Tebu (MSK)
27 31 `35 39
Tinggi tanaman
(cm)
Pidodo
(Salin) 192.90a 219.55a 233.60a 240.60a
Gondang
(Nonsalin) 283.15b 305.85b 319.00b 334.10b
Jumlah ruas
(ruas)
Pidodo
(Salin) 17.20a 19.25a 21.50a 22.70a
Gondang
(Nonsalin) 19.35a 22.65a 24.80a 26.80a
Diameter batang
(cm)
Pidodo
(Salin) 2.24a 2.32a 2.38a 2.39a
Gondang
(Nonsalin) 2.57a 2.66a 2.69a 2.71a
Bobot batang
(kg)
Pidodo
(Salin) 0.79a 0.94a 1.03a 1.06a
Gondang
(Nonsalin) 1.33b 1.49b 1.58b 1.67b
Keterangan : Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %
Pengamatan jumlah batang tebu permeter juringan diamati pada 27 MSK,
sedangkan jumlah sogolan per meter juringan diamati pada 41 MSK. Hasil
pengamatan disajikan pada Tabel 10.
52
Tabel 10. Jumlah Batang Tebu per Meter dan Jumlah Sogolan per Meter
Kebun Jumlah batang per meter Jumlah Sogolan per meter
Pidodo (Salin) 11.08a 2.63a
Gondang (Nonsalin) 10.04a 2.18a
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %
Pengamatan brix nira dilakukan dua kali, yaitu pada umur tebu 27 MSK
dan pada umur 41 MSK. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Brix Nira Tebu di Lapang pada Umur 27 MSK dan 41 MSK
Kebun Umur (MSK)
27 41
Pidodo (Salin) 14.87a 24.13a
Gondang (Nonsalin) 15.60a 24.13a
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %
Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin
Pertumbuhan tebu di lahan salin diamati pada fase vegetatif akhir sampai
fase generatif dengan ditandai tebu berbunga. Pengamatan pertumbuhan dilakukan
pada veriabel tinggi batang, jumlah ruas, diameter batang, dan bobot batang
(Tabel 12). Nilai pertumbuhan dari masing-masing variabel adalah selisih nilai
variabel pada pengamatan 41 MSK dan 27 MSK.
Pembungaan tebu yang diamati pada kedua kebun menunjukkan sifat
pembungaan tebu sporadis. Tebu di lahan salin Pidodo mulai berbunga secara
sporadis pada 33 MSK, sedangkan tebu di lahan nonsalin Gondang mulai
berbunga secara sporadis pada 37 MSK.
53
Tabel 12. Pertumbuhan Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin pada 27
MSK sampai 41 MSK
Peubah Kebun Pidodo
(Salin)
Kebun Gondang
(Nonsalin)
Tinggi tanaman (cm) 47.70a 50.96a
Diameter batang (cm) 0.15a 0.14a
Jumlah ruas 5.50a 7.45a
Bobot batang (kg) 0.27a 0.34a
Jumlah batang per meter juringan
(batang/ m juring) 11.08a 10.04a
Keterangan : Nilai pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %
Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin
Produksi tebu di lahan salin diamati sejak masa tanam pertama di kebun
pengamatan bersadarkan data sekunder (Tabel 13). Produksi untuk masa tanam
2010/2011 didapatkan berdasarkan taksasi maret. Sebagai pembanding, dilakukan
pengamatan yang sama pada kebun nonsalin.
Tabel 13. Produktivitas Tebu (ton/ha) di Lahan Salin dan Nonsalin Selama
Tiga Musim Tanam
Kebun Kategori Tanaman Rata-rata
Produktivitas PC RC 1 RC 2
………………….………. ton/ha ……..……………………..
Pidodo
(Salin) 45.02 57.36 70.03 57.47a
Gondang
(Nonsalin) 84.54 104.35 107.22 98.54b
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %
Pengamatan melalui data sekunder juga dilakukan pada analisis usaha tani
kebun salin (Tabel 14). Analisis dilakukan pada masa tanam 2010/2011 pada
kebun Pidodo (salin) dan kebun Gondang (nonsalin).
54
Tabel 14. Keuntungan Usaha Tani Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin
Masa Tanam 2010/2011
Kategori
tanaman Rincian usaha tani
Kebun
Pidodo (Salin) Gondang (Nonsalin)
…………………….. Rp …..…………………
PC
Biaya 21 359 982.43 40 782 615.66
Pendapatan 27 072 059.23 43 553 880.19
Keuntungan 5 712 076.80 2 771 264.53
RCI
Biaya 19 299 706.84 32 843 869.35
Pendapatan 26 915 799.14 46 704 218.40
Keuntungan 7 616 092.30 13 860 349.05
RCII
Biaya 19 962 214.46 30 630 539.30
Pendapatan 30 626 976.09 34 815 673.26
Keuntungan 10 664 761.63 4 185 133.96
Rata-rata
Biaya 20 207 301.25 34 752 341.44
Pendapatan 28 204 944.82 41 691 257.28
Keuntungan 7 997 643.58 6 938 915.85
Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara