a · web viewdalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak...

22
IDENTIFIKASI BUNGA SEBAGAI RIBA Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok, mata kuliah Fiqih Muamalah 2 Dosen Pengampu ; Dr. Jamaludin, MSI Disusun Oleh kelompok 4: Akhmad Farih Fauzi : 082323003 Dwi Lestari : 082323013 Solahuddin Fathulloh : 082223039 Juni Pranggawati : 082323050

Upload: vanthuy

Post on 07-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

IDENTIFIKASI BUNGA SEBAGAI RIBA

Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas kelompok, mata kuliah Fiqih Muamalah 2

Dosen Pengampu ; Dr. Jamaludin, MSI

Disusun Oleh kelompok 4:

Akhmad Farih Fauzi : 082323003Dwi Lestari : 082323013Solahuddin Fathulloh : 082223039Juni Pranggawati : 082323050

Prodi Ekonomi Islam Semester V

SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) PURWOKERTO2010

Page 2: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

A. Landasan Hukum Tentang Riba

Riba dalam al-Qur’an

Konsep pengharaman riba dalam al-Qur’an tidaklah secara

langsung melainkan bertahap, sama halnya dengan pengharaman khamar

dalam al-Qur’an. Hal ini dapat kitalihat dalam al-Qur’an :

Pertama, QS Ar-Rum ayat 39 “Dan sesuatu riba (tambahan) yang

kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu

tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kau berikan berupa zakat

yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang

berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan

(pahalanya)”.

Dalam ayat ini tidak secara tegas Allah SWT mengharamkan riba, hanya

sebatas perbandingan antara riba dan zakat, yang mana riba hanya bersifat

kamuflase sedangkan zakat bersifat hakiki.

Kedua, QS An-Nisa 160-161 “Maka disebabkan kezaliman orang-

orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik

(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak

menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka

memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang

daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan

jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di

antara mereka itu siksa yang pedih”.

Ayat ini menggambarkan kebiasaan orang-orang Yahudi yang senang

memakan riba dan kebiasaan memakan harta dengan cara yang bathil.

Padahal Allah telah mengharamkan yang demikian itu bagi mereka.

Page 3: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

Ketiga, QS Ali Imran : 130. “Hai orang-orang yang beriman,

janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah

kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.

Dalam ayat ini Allah melarang umat Islam memakan riba secara berlipat

ganda. Ayat ini lebih pada penekanan dan bersifat sistematis dibandingkan

ayat yang sebelumnya, yakni “memakan riba secara berlipat ganda”. Maka

muncullah pertanyaan, “bagaimana jika sedikit?”

Keempat, QS Al Baqarah : 275 – 276 kemudian 278 – 280.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

(tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah

disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan

dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya

apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan

urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil

riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah

tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu

berbuat dosa.(175-176).

ayat ini menegaskan lebih tegas lagi tentang pengharaman riba dan

ancaman Allah bagi mereka yang memakan riba dan solusi yang baik bagi

mereka. Beberapa kandungan pokok dalam ayat di atas adalah :

1) Orang yang memakan riba sama seperi orang yang kesetanan

sehingga tidak dapat membedakan hal yang baik dan buruk. Karena

mereka telah menyamakan jual beli dan riba, padahal Allah

menegaskan bahwa riba itu Haram. Sedangkan jual beli itu halal.

(ayat 275)

Page 4: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

2) Allah berkehendak memusnahkan riba karena berbagai dampak

buruk yang ditimbulkannya, kemudian diganti dengan sodakoh yang

bermanfaat dan memberdayakan umat. (ayat 276)

3) Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bertakwa

kepada-Nya dan meninggalkan sisa riba yang belum dipungut.

Dalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang

lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang

dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka tidak akan ada

yang dianiaya maupun menganiaya. Apabila perintah itu tidak

dilaksanakan, maka Allah akan memeranginya. (ayat 278-279)

4) Al-Qur’an mengajarkan agar orang yang meminjamkan uangnya

kepada orang lain mau memberikan tenggang waktu pelunasan

ketika si peminjam mengalami kesulitan mengembalikan pinjaman

pada waktu yang dijanjikan. Apabila peminjam benar-benar tidak

mau mengembalikan maka menyedekahkan sebagian atau seluruh

pinjaman merupakan sebuah kebaikan disisi Allah. Pengembalian

pinjaman hanya sebesar pokok pinjaman yang diberikan sehingga

terhindar dari tindakan menganiaya maupun dianiaya. (ayat 280)

Riba Dalam Hadist

1) Dari Abdullah r.a., ia bersabda: “Rosulullah saw. melaknat orang

yang memakan riba dan memberikan riba”. Perawi berkata: saya

bertanya “bagaimana dengan orang yang menuliskan dan dua

orang yang menjadi saksinya?” Ia (Abdullah) menjawab: “Kami

hanya menceritakan apa yang kami dengar”.

Page 5: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

2) Dari Jabir r.a., ia berkata: “Rosullulah saw. melaknat orang yang

memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan dan dua

orang yang menyaksikan”. ia berkata: “mereka berstatus hukum

sama.”

3) Dari Sulaiman Ibn Amar, dari ayahnya (dilaporkan bahwa) ia

berkata: Saya mendengar Rosulullah saw. Bersabda pada haji

wada’: “Ketahuilah bahwa setiap bentuk riba Jahiliah telah

dihapus bagimu pokok bertamu, kamu tidak menzhalimi dan tidak

dizhalimi”.

B. Definisi Riba dan Bunga

1. Riba

Riba menurut bahasa adalah (azziyadah) artinya bertambah. Beberapa

pendapat yang dikemukakan oleh para ulama mengenai definisa Riba:

menurut ulama hanafiah yaitu: “Tambahan atas benda yang dihutangkan,

yang mana benda itu berbeda jenis dan dapat di takar dan ditimbang atau

tidak dapat ditakar dan ditimbang, tetapi sejenis. Menurut mazhab syafi’i

riba adalah “perjanjian hutang untuk jangka waktu tertentu dengan

tambahan pada waktu pelunasan hutang, tanpa ada imbalan. Wahbah al-

Zuhaili, penulis buku Fiqih Perbandingan, menyimpulkan rumusan riba

nasi’ah yang dikemukakan para ulama yaitu “ mengakhirkan pembayaran

hutang dengan tambahan dari jumlah hutang pokok1 “ (dan ini adalah riba

jahiliyah). Jadi, riba adalah pengambilan pengambilan tambahan, baik

dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara

batil/bertentangan dengan prinsip syara’.

1 Zuhri, Muhammad. Riba Dalam Al-Qur’an Dan Masalah Perbankkan: Sebuah Tilikan Antisipatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997. hal. 106

Page 6: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

2. Bunga (interest)

Istilah bunga muncul sejak jaman dahulu kala. Menurut kamus

ekonomi (Inggris-Indonesia), Prof Dr. Winardi, SE Interes (net). Bunga

modal (netto). Penggunaan untuk pembayaran dana-dana. Diterangkan

dengan macam-macam cara, misalnya2:

a) Balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang

dicapai waktu sekarang (contoh: teori abstinence)

b) Pendapat orang-orang yang berbeda mengenai preferensi likuiditas

yang menyesuaikan harga

c) Harga yang mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang

akan datang (teori preferensi waktu)

d) Pengukuran produktivitas macam-macam investasi (efisiensi

marginal modal)

e) Harga yang menyesuaikan permintaan dan penawaran akan dana-

dana yang dipinjamkan (teori dana yang dipinjamkan)

Sedangkan menurut kamus Ekonomi, Sloan dan Zurcher, Interest

yaitu sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah

tersebut, misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentasi modal

yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal. Pada

dasarnya istilah bunga yang berarti tambahan sama dengan arti ziyadah

(tambahan) yang terdapat pada riba. Namun apakah sama antara tambahan

yang ada dalam riba dengan tambahan yang ada dalam bunga. Apakah

setiap tambahan itu sama?

2 Wirdyaningsih. Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2005. hal. 22

Page 7: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

C. Pandangan Ulama Terhadap Bunga

Berbagai pendapat mengenai bunga banyak dilontarkan oleh para

ulama dan para pemikir modernis masa kini. Pemikir seperti Fazlur Rahman

(1964), Muhammad Asad (1984), Sa’id al-Najjar (1989) dan Abd al-Namir

(1989) berpandangan bahwa pengharaman riba yang dilakukan Islam lebih

tertuju pada aspek moralnya dibanding bentuk legal riba, seperti penafsiran

ulama dalam hukum Islam. Menurut mereka, alasan pengharaman riba adalah

kezaliman sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, ”laa tazlimuuna wa laa

tuzhlamuun.”3

Pemahaman tersebut membawa konsekuensi bahwa meskipun

terdapat ziyadah / tambahan atas pokok pinjaman (yang menurut ulama fikih

klasik dihukimi riba), namun jika tidak mengandung unsur kezhaliman maka

ia bukanlah riba. Menurut mereka aspek inilah yang ingin dicapai Islam dari

pengharaman riba tersebut.

Muhammad Abduh dan muridnya Rasyid Ridha berpandangan

bahwa riba yang diharamkan itu adalah riba jahiliyah, yaitu riba yang terjadi

karena tidak dapat melunasi hutangnya pada saat jatuh tempo, kemudian pihak

peminjam memberikan tangguhan yang disertai dengan tambahan atas

keterlambatannya itu. Abduh dan Ridha berpendapat bahwa penambahan

(bunga) yang pertama dalam suatu hutang tertentu adalah halal, tetapi jika

pada saat jatuh tempo, ditetapkan untuk menunda jatuh tempo tersebut dengan

3 Muhammad Ghafur. Memahami Bunga Dan Riba Ala Muslim Indonesia. Yogyakarta: Biruni

Press, 2008. hal. 104

Page 8: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

imbalan suatu tambahan lagi, maka tambahan yang kedua ini dapat

diharamkan. Abduh membolehkan seseorang untuk menyimpan uang di bank

dan juga membolehkan mengambil bunga simpanannya. Pendapatnya di

dasarkan pada pertimbangan maslahah mursalah (kebaikan/kesejahteraan

bersama)4.

Sementara itu Majma al-Buhits al-Islamiyyah (al-Azhar), dalam

rapatnya yang membahas soal bank konvensional yang langsung dipimpin

oleh Syekh Al-Azhar, dalam transaksi dengan bank konvensional itu lebih

memandang pada aspek ’an taradhim (saling ridha). Forum itu memutuskan:

”Mereka yang bertransaksi dengan atau bank konvensional dan menyerahkan

harta dan tabungan mereka agar menjadi wakil mereka dalam

menginvestasikannya dalam berbagai kegiatan yang dibenarkan, dengan

imbalan keuntungan yang diberikan kepada mereka serta ditetapkan terlebih

dahulu pada waktu yang disepakati bersama orang-orang yang bertransaksi

dengannya atas harta-harta itu, maka transaksi dalam bentuk itu adalah halal

tanpa Syubhat (kesamran), karena tidak ada teks keagamaan di dalam al-

Qur’an atau dari Sunnah Nabi yang melarang transaksi dimana ditetapkan

keuntungan atau bunga terlebih dahulu. Selama kedua belah pihak rela dengan

bentuk transaksi tersebut5.

Namun lain halnya dengan Yusuf Qardhawi, ia berpandangan

haram terhadap bunga. Bahkan ia berpendapat tidak ada keraguan lagi bahwa

bunga yang berlaku saat ini adalah riba yang diharamkan dalam islam.

4 Ibid. Muhammad Ghafur. hal. 1055 Ibid. hal 111

Page 9: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

C. Identifikasi Bunga Sebagai Riba

Perdebatan para ulama mengenai bunga itu apakah haram atau tidak,

sudah muncul sejak dulu, namun belum ada kesepakatan pasti mengenai hal

tersebut. Begitupun ormas Islam (khususnya Indonesia) baik NU maupun

Muhammadiyah ikut andil berkomentar di dalamnya. Berbagai pandangan

mengenai ayat al-quran tersebut diataspun banyak dilontarkan.

Nahdlatul Ulama dalam rapat Muktamar NU meberikan tiga opsi,

Haram, Halal, dan Syubhat (belum jelas halal dan haramnya).

1. Haram ; sebab termasuk hutang yang dipungut manfaatnya (rente)

2. Halal ; sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sebab menurut ahli hukum

yang terkenal, bahwa adat yang berlaku itu tidak termasuk syarat.

3. Syubhat (tidak jelas halal haramnya) ; sebab ahli hukum berselisih

pendapat.6

Berbeda dengan NU, Majelis Tarjih dan PP Muhammadiyah dalam

Halaqah Nasional Tarjih pada tanggal 18 Agustus 2006 memandang masalah

bunga adalah haram dengan beberapa pertimbangan;

1. Sistem ekonomi berbasis bunga semakin diyakini sebagai potensi tidak

stabil, tidak berkeadilan, menjadi sumber berbagai penyakit ekonomi

modern serta merupakan pemindahan sistematis uang dari orang yang

memiliki lebih sedikit uang kepada yang memilikli lebih banyak uang,

seperti tampak dalam krisis hutang Dunia Ketiga dan di seluruh dunia.

6 Muhammad Ghafur. hal. 77

Page 10: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

2. Terdapat argumen yang kuat untuk mendukung sistem keuangan bebas

bunga yang sejalan dengan ajaran islam dan ajaran kristen awal, sehingga

perlu mengeliminir peran bunga.

3. Ekonomi islam yang berbasis prinsip syariah dan bebas bunga telah

diperkenalkan sejak bebrapa dasawarsa dan institusi keuangan islam telah

diakui keberadaannya dan tersebar diberbagai tempat.

4. Guna mendorong perserikatan dan seluruh warga Muhammadiyah serta

umat islam dalam mempraktekkan ekonomi berdasar prinsip syariah dan

bebas bunga7

Senada dengan Majelis tarjih, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam

fatwanya-pun menyatakan haram terhadap bunga

Dari beberapa keterangan ayat al-qur'an dan hadits di atas, riba

dapat didefinisikan sebagai ”tambahan yang diperjanjikan atas besarnya

pinjaman ketika pelunasan hutang” dengan penekanan pada ”tambahan” maka

ia dijadikan ciri pokok riba. Tidak ditemui oleh para fuqoha dan generasi

sebelumnya bahwa peminjaman dengan tambahan tidak mendatangkan

kesengsaraan. Jadi ”tambahan” relevan dengan kesengsaraan.

Riba dapat juga didefinisikan dengan tambahan atas besarnya

pinjaman ketika pelunasan hutang yang mendatangkan kesengsaraan pada

pihak peminjam. Penekanan pada definisi seperti ini adalah

”kesengsaraan/dzulm” bukan ”tambahan”. ”tambahan sebagai

al-nau’u/species, sedangkan ”kesengsaraan” sebagai al-jins/genus.

7 Muhammad Ghafur. hal. 65

Page 11: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

Untuk menelusuri riba perlu dinyatakan juga, mengapa ia diharamkan.

Bila jawabannya ”karena ia adalah tambahan yang diperjanjikan dimuka”

maka tambahan itulah yang menjadi esensi riba. Tetapi bila jawabannya

”mendatangkan dzulm” maka dzulm-lah yang menjadi esensinya. Kemudian,

jika kita kembali pada pokok persoalan larangan riba, maka ”tambahan” tidak

mempunyai makna apa-apa. Sebaliknya, ketidakadilan adalah hal yang

bertentangan dengan tujuan penetapan prinsip ekonomi islam. Karena illat

larangan riba seharusnya dzulm, bukan tambahan8.

Praktek-praktek riba yang sering dilakukan oleh bank adalah riba nasii’ah, dan

riba qardl; dan kadang-kadang dalam transaksi-transaksi lainnya, terjadi riba

yadd maupun riba fadlal.

Unsur-unsur riba nasi’ah :

1 Terjadi pada transaksi pinjam meminjam dalam jangka waktu tertentu.

2 Pihak peminjam wajib memberi tambahan pada pemberi utang ketika

mengangangsur atau melunasi pinjaman (yang mengikat) khususnya

ketika terjadi keterlambatan pembayaran utang.

3 Obyek peminjaman adalah benda-benda ribawi.

Persamaan Bunga dengan Riba

1. Sama-sama terdapat “tambahan” dalam pinjaman

2. Memberikan kemadharatan/ketidakadilan

3. terdapat unsur riba nasii’ah, dan riba qardl; dan kadang-kadang dalam

transaksi-transaksi lainnya, terjadi riba yadd maupun riba fadlal

4. Terdapat aspek spekulatif,

8 Zuhri, Muhammad. Riba Dalam Al-Qur’an Dan Masalah Perbankkan: Sebuah Tilikan Antisipatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997. hal. 131-132

Page 12: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

5. Nilainya bisa terus berkembang (adh'afan mudho'afan)

6. Merusak moral manusia, dll.

Namun dalam perkembangnnya, bunga menjadi sangat elastis dan sangat

berbaur dalam kehidupan masyarakat moderen ini dan sulit untuk

dipisahkan. Ketergantungan ini membawa kepada sebuah perbedaan antara

bunga dengan riba.

Perbedaan Bunga dengan Riba

1. Tidak ada nash (baik qur'an maupun hadits) yang secara langsung

membahasakan pengharaman “bunga”

2. Tidak setiap “tambahan” itu memberikan unsur dzulm, tetapi bisa juga

memberikan kemaslahatan, karena tidak setiap kreditur itu orang miskin

(tak mampu), banyak dari para pengusaha yang meminjam uang dari

bank dan mereka menjadi maju.

3. Nilai uang nominal dengan nilai uang riil bisa saja berubah. Uang 1 juta

hari ini, bisa saja sama nilainya dengan uang 1,2 juta pada tahun yang

akan datang, jika terjadi inflasi. Karena sangat jarang sekali untuk

negara berkembang mengalami deflasi (penuruman harga barang).

4. Pengharaman bunga secara langsung akan berdampak negatif terhadap

perekonomian. Karena banyak orang yang menarik uangnya secara

besar-besaran dalam waktu yang sama.

Page 13: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

KESIMPULAN

Dari berbagai uraian di atas mengenai pengharaman bunga sangatlah berpariatif.

Jika definisi riba adalah ”tambahan yang diperjanjikan atas besarnya pinjaman

ketika pelunasan hutang” dengan penekanan pada ”tambahan” mala illat riba

adalah tambahan (ziyadah). Namun jika definisi riba ”tambahan atas besarnya

pinjaman ketika pelunasan hutang yang mendatangkan kesengsaraan pada pihak

peminjam. Maka illat riba adalah ”kesengsaraan/dzulm” bukan ”tambahan”.

”tambahan sebagai al-nau’u/species, sedangkan ”kesengsaraan” sebagai

al-jins/genus.

Untuk menelusuri riba perlu dinyatakan juga, mengapa ia diharamkan. Bila

jawabannya ”karena ia adalah tambahan yang diperjanjikan dimuka” maka

tambahan itulah yang menjadi esensi riba. Tetapi bila jawabannya ”mendatangkan

dzulm” maka dzulm-lah yang menjadi esensinya. Kemudian, jika kita kembali

pada pokok persoalan larangan riba, maka ”tambahan” tidak mempunyai makna

apa-apa. Sebaliknya, ketidakadilan adalah hal yang bertentangan dengan tujuan

penetapan prinsip ekonomi islam. Karena illat larangan riba seharusnya dzulm,

bukan tambahan. Karena pada kenyataannya tidak setiap tambahan memberikan

dampak negatif.

Bunga dapat menjadi haram apabila terdapat unsur ketidakadilan dan unsur

dzulum (kesengsaraan) baik bagi pihak peminjam atau yang meminjamkan,

karena tidak sesuai dengan tujuan syariat. Bisa menjadi halal karena tidak ada

nash yang secara langsung mengharamkan “bunga”, dan terdapat unsur tolong-

menolong. Bisa menjadi syubhat karena masih dalam perdebatan dan belum ada

kesepakatan dari seluruh ulama, dan belum jelas haram dan halalnya.

Page 14: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka

DAFTAR PUSTAKA

Zuhri, Muhammad. Riba Dalam Al-Qur’an Dan Masalah Perbankkan: Sebuah

Tilikan Antisipatif. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.

W.Muhammad Ghafur. Memahami Bunga Dan Riba Ala Muslim Indonesia.

Yogyakarta: Biruni Press, 2008.

Wirdyaningsih. Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2005.

Shahih Muslim, Juz 1. Hal : 697

http://www.antaranews.com/berita/1270295014/muhammadiyah-tetapkan-bunga-perbankan-riba.http://almanaar.wordpress.com/2008/04/16/fatwa-mui-tentang-bunga-bank/

Page 15: A · Web viewDalam hal ini, orang yang pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya, maka