a · web viewkarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek...

63
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alquran merupakan firman Allah swt. yang diturunkan untuk menjadi petunjuk bagi manusia, yang tidak memiliki keraguan di dalamnya. Petunjuk tersebut sangat diperlukan manusia dalam mencari jalan hidup yang berdasarkan keadilan, kebenaran, kebajikan, dan moral yang tinggi. Mentadabburi Alquran merupakan salah satu etika bagi seorang muslim untuk dapat digolongkan sebagai orang yang selalu berinteraksi dengan Alquran. Menurut Qordlawi (1999), tadabbur pada Alquran merupakan pengarahan hati dan akal untuk memperhatikan akibat sesuatu dan apa yang terjadi selanjutnya. Menurut Ba-Rum (dalam Nadwi, 2001) kitab suci ini dapat memuaskan kahausan akan ilmu pengetahuan, para sarjana dan pemikir dari berbagi kelas, yang selama beradab-adab mencoba mengambil sifat Alquran yang menakjubkan, dari sudut pandang TERIMA KASIH TELAH MENDOWLOAD… Jika bermanfaat… dan jika berkenan, sedekahkan pulsa Anda seberapa aja ke nomor kami : 0813 4209 2137 hehehehe.. ajak teman2 anda kunjungi terus http://tugas2kuliah.wordpress.com untuk mendapatkan kebutuhan dokumen anda lainnya secara GRATISS…!!! atau tolong sebarkan website ini… : see u at the top…!!!

Upload: ngotuyen

Post on 17-Apr-2018

229 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Alquran merupakan firman Allah swt. yang diturunkan untuk menjadi petunjuk

bagi manusia, yang tidak memiliki keraguan di dalamnya. Petunjuk tersebut sangat

diperlukan manusia dalam mencari jalan hidup yang berdasarkan keadilan, kebenaran,

kebajikan, dan moral yang tinggi.

Mentadabburi Alquran merupakan salah satu etika bagi seorang muslim untuk

dapat digolongkan sebagai orang yang selalu berinteraksi dengan Alquran. Menurut

Qordlawi (1999), tadabbur pada Alquran merupakan pengarahan hati dan akal untuk

memperhatikan akibat sesuatu dan apa yang terjadi selanjutnya.

Menurut Ba-Rum (dalam Nadwi, 2001) kitab suci ini dapat memuaskan kahausan

akan ilmu pengetahuan, para sarjana dan pemikir dari berbagi kelas, yang selama

beradab-adab mencoba mengambil sifat Alquran yang menakjubkan, dari sudut pandang

tata bahasa dan kesusastraannya, dan berusaha keras memahami makna yang kaya dan

kebenaran yang mendalam tentang alam dan kehidupan yang termaktub di dalamnya.

Allah swt. menjelaskan kepada kita, bahwa Dia tidak menurunkan Alquran

kecuali untuk ditadabburi ayat-ayatnya dan dikaji dan dipahami makna-maknanya

sebagimana Allah swt. berfirman dalam Alquran, yaitu:

Terjemahan: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh

dengan berkah supaya mereka memperhatikan kepadamu ayat-ayatnya dan supaya

mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (Shad:29)

TERIMA KASIH TELAH MENDOWLOAD… Jika bermanfaat… dan jika berkenan, sedekahkan pulsa Anda seberapa aja ke nomor kami  : 0813 4209 2137 hehehehe..  ajak teman2 anda kunjungi terus http://tugas2kuliah.wordpress.com untuk mendapatkan kebutuhan dokumen anda lainnya secara GRATISS…!!! atau tolong sebarkan website ini… : see u at the top…!!!Ingat…!!! Hidup ini adalah memberi… bukan menerima…!!!

Page 2: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Salah satu keistimewaan Alquran sebagai kitab yang diturunkan Allah swt. dan

mukjizat bagi Nabi Muhammad saw. Adalah dimuatnya kisah-kisah orang-orang

terdahulu. Dengan diceritakannya kisah-kisah tersebut, Allah ingin membuktikan kepada

manusia bahwa apa yang dibawa oleh Muhammad saw. Adalah benar merupakan wahyu

dari-Nya, bukan berdasarkan hawa nafsunya. Allah juga ingin memberikan pelajaran

kepada manusia untuk mengikuti segala kebaikan yang terdapat dalam kisah-kisah itu dan

menjauhi segala keburukannya. Allah menceritakan kisah-kisah itu dengan gaya bahasa

yang indah dan memukau sehingga dapat menyentuh perasaan orang-orang yang

membacanya maupun yang mendengarkannya.

Kisah-kisah yang tercantum di dalam Alquran tentu, melainkan sembarangan

kisah, tetapi semua itu adalah kisah-kisah penting yang tinggi nilai mutunya, penuh

dengan pelajaran yang menarik hati dan mengagumkan, yang suci dan murni, sehingga

kalau dibaca dan ketahui, akan tertanamlah jiwa kita bibit-bibit sifat akhlak yang suci dan

murni (Arifin, 1983).

Kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran merupakan kisah yang keotentikannya

dijamin oleh Allah swt. Dalam Alquran disebutkan ‘Sesungguhnya Kami yang

menurunkan Alquran dan Kami benar-benar memeliharanya’ (QS. 15:9). Dengan

jaminian ayat di atas, setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca oleh Rasulullah saw.

Dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw. (Shihab, 1994).

Dalam surat Yusuf ayat 3 ditegaskan bahwa di dalam Alquran sudah terdapat

kisah-kisah yang baik sebagai teladan bagi kaum mu’minin. Penegasan ini dapat dibaca

dalam Alquran sebagai berikut:

“ Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan

Alquran inii kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)-

nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui” Yusuf:3 (Depag,

1997)

Menurut Ali (dalam Jassin, 1987), bahwa Alquran mengandung nilai-nilai sastra

yang tinggi. Dalam penerjemahan Alquran, orang sering hanya menyalin pengertian dan

mengabaikan nilai-nilai sastranya. Nilai-nilai sastara itulah yang diusahakan dipindahkan

Page 3: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

kedalam teks sastra Indonesia agar bisa dirasakan oleh mereka yang mempunyai

kepekaan estetis dalam bahasa Indonesia, tetapi tidak mengerti bahasa Arab.

Karya sastra merupakan sebuah struktur yang bersistem yang terdiri atas berbagai

subsistem. Subsistem dalam karya sastra merupakan elemen yang terkait antara satu dan

yang lainnya. Untuk mengkaji karya sastra, salah satu pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan objektif, yakni menganalisis karya sastra berdasarkan struktur karya sastra

terutama unsur intrinsik. Pendekatan objektif ini pula yang melahirkan teori struktural.

Teori struktural ini kemudian berkembang terus dan salah satu di antaranya adalah teori

strukturan semiotik. Teori struktural semioti digunakan untuk mengkaji struktur karya

sastra dan sekaligus mengungkapkan aspek nilai yang terdapat dalam karya sastra.

Senada dengan pendapat di atas, Rapi Tang (2003) menyatakan strukturalisme tidak

identik dengan semiotik, namun diyakini bahwa di antara keduanya tidak dapat

dipisahkan karena saling melengkapi. Kajian struktural murni terhadap karya sastra tanpa

dibarengi dengan kajian semiotik hanya akan mengisolasi karya sastra dari konteks sosial

budaya masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya, kajian semiotik yang tidak didahului

dengan kajian struktural akan menggiring seseorang pada interpretasi subjektif yang

belum tentu ilmiah.

Karya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan

aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

tema dan amanat, tokoh dan penokohan, serta latar peristiwa.

Menurut Luxemburg dkk. (1987) sastra dapat berfungsi memberi kesantaian atau

kesenangan, dan juga memberi manfaat dengan mengungkapkan yang khusus, sastra

dapat memberi wawasan yang lebih umum tentang masalah manusiawi, sosial, ataupun

intelektual.

Kesejajaran sastra dengan komponen lain dalam kebudayaan, menjadikan sastra

dapat berfungsi ganda sebagai bimbingan, nasihat, atau petuah yang dapat dijadikan

sebagai acuan atau pedoman dalam menjalani kehidupan. Fungsi tersebut dikemas dalam

seperangkat nilai yang dapat dipedomani bagi siapa saja yang membaca atau menikmati

karya sastra. Bahkan, pada masa Romawi kuno, seorang penyair bernama Horatius

(dalam Sugona, 2003) menyatakan bahwa sastra itu “duice et utile” ‘menyenangkan dan

bermanfaat’. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang ditimbulkan

Page 4: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

oleh setiap cipta sastra, dan bermanfaat dapat dihubungkan dengan pengalaman hidup

(nilai yang berguna bagi hidup dan kehidupan) yang ditawarkan di dalamnya.

Seperangkat nilai tersebut dapat berupa nilai etika/moral, nilai religius, nilai kultural,

nilai edukatif, dan nilai filosofis. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat (Wellek

dan Warren; 1995) yang mengemukakan bahwa hasil cipta sastra itu akan menyampaikan

nilai-nilai yang termuat di dalamnya kepada masyarakat pembaca, sehingga sastra dapat

mempengaruhi pola pikir pembaca. Dengan demikian, pada setiap cipta sastra terkandung

nilai, baik berupa nilai etika/moral, nilai religius, nilai kultural, nilai edukatif, maupun

nilai filosofis.

Dalam kisah-kisah Alquran, nilai-nilai banyak ditemukan. Nilai yang

dimaksudkan adalah tindakan manusia yang bernilai”baik”atau”buruk” dalam

kehidupannya, baik sebagai nidividu, anggota masyarakat, dan bahkan sebagai hamba

Allah. Oleh karena itu, setiap manusia akan mengimpikan atau mendambakan kehidupan

yang bernilai baik dan menghindari atau menjauhi kehidupan yang bernilai buruk.

Sejumlah fenomena tersebut dapat pula terepleksikan melalui kisah atau cerita.

Berdasarkan uraian tentang unsur-unsur dan fungsi-fungsi di atas, kisah Nabi

Adam, kisah Nabi Musa, dan kisah Nabi Sulaiman mencakup unsur-unsur dan fungsi-

fungsi tersebut di atas, kisah-kisah Alquran (selanjutnya disebut KKA) tersebut

merupakan suatu kisah nyata yang pemberitaanya lewat kitab suci, yaitu Alquran yang

dijadikan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang hidup sekarang dan akan datang.

Upaya pemahaman dan penafsiran KKA sudah lama dilakukan yaitu sejak masa

sahabat Nabi sampai saat ini, tetapi upaya menempatkan teks-teks Alquran yang

mengandung nilai sastra yang sangat tinggi belum banyak dilakukan. Salah satu usaha

untuk melakukan hal itu dengan berbagai kekurangan dan keterbatasannya studi terhadap

KKA ini dilakukan oleh penulis.

Kisah-kisah Nabi Adam, Nabi Musa, dan Nabi Sulaiman dipilih sebagai data

dengan alasan, menurut hemat penulis kisah-kisah ini belum pernah dikaji orang. Ada

banyak kajian terhadap Alquran tetapi menggunakan pendekatan kebahasaan dan objek

yang lain. Di lingkungan program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar kajian

terhadap kisah Nabi Yusuf pernah dilakukan oleh Abd. Shomad, tahun 2005 dengan judul

tesis “Hubungan Intertekstual Teks Drama Surah Yusuf dengan Teks Drama Romeo dan

Page 5: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Juliet.” Alasan lainnya ialah ketiga kisah tersebut memiliki struktur yang kompleks yang

unsur-unsurnya sangat fungsional. Pertimbangan lain adalah agar terjadi proses

perkembangan serta perluasan secara kuantitas dan kualitas dari beberapa studi terhadap

Alquran yang pernah dilakukan sebelumnya, maka peneliti akan mencoba untuk

mengkaji ketiga kisah Alquran tersebut dengan mengungkapkan unsur kesastraan dan

aspek nilai-nilai yang terkandung di dalam kisah-kisah tersebut.

Karena masalah yang akan dibahas adalah struktur dan berbagai fungsi unsurnya,

teori yang dipergunakan dalam studi ini adalah teori struktural. Selain itu, karena objek

kajiannya adalah cerita dalam Alquran, teori yang diterapkan adalah teori struktural

sebagaimana dikembangkan oleh A.J Greimas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan

bahwa A.J Greimas adalah salah seorang strukturalis yang semula mengembangkan

teorinya melalui penelitian terhadap cerita rakyat atau dongeng. Studi ini tidak

dimaksudkan sebagai kajian untuk mengembangkan teori, tetapi hanya kajian yang

mencoba menerapkan teori struktural Greimas terhadap beberapa kisah dalam Alquran.

Oleh karena itu, metode yang digunakan adalah metode struktural, tujuan utama tetap

pada teks itu sendiri, sementara itu hasil analisis struktural dan fungsi unsurnya dengan

teknik deskriptif

Untuk menganalisis nilai-nilai yang terdapat dalam KKA, maka kajian yang

relevan untuk hal tersebut adalah semiotik sebagaimana pendapat Atmazaki (1990)

penelitian sastra yang berobjek pada bahasa difokuskan pada nilai-nilai, manfaat atau

kegunaan karya sastra tersebut dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, analisis nilai-

nilai dalam KKA tentu menjadikan sistem bahasanya sebagai fokus utama. Jadi, dalam

konteks ini fakta-fakta linguistik sebagai sistem tanda bunyi, kata, kalimat dan wacana

dalam KKA sebagai sasaran analisis.

Page 6: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah:

1. Bagaimanakah struktur aktan dan operasi fungsional yang membangun cerita

KKA?

2. Bagaimanakah makna nilai yang terdapat dalam KKA?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan yang tecantum di atas maka penelitian ini bertujuan:

1. Mengungkap struktur aktan dan operasi fungsional yang membangun cerita

KKA.

2. Mengungkap makna nilai yang terdapat dalam KKA.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk menjadi informasi akan adanya

nilai-nilai sastra dalam KKA. Selain itu, penelitian ini menjadi pelengkap hasil penelitian

tentang sastra dan Alquran.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang berharga

dalam meningkatkan daya apresiasi sastra pada kisah-kisah yang ada dalam Alquran.

Umumnya penelitian ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang ingin memahami dan

menghayati nilai-nilai sastra yang tinggi dalam Alquran.

Page 7: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nilai

1. Pengertian

Nilai merupakan realitas abstrak. Nilai kita rasakan dalam diri kita sebagai daya

pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Oleh sebab itu, nilai

menduduki tempat penting dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu tingkat. Nilai

menjadi sesuatu yang abstrak dapat dilacak dari tiga realitas, yakni pola tingkah laku,

pola berpikir, dan sikap-sikap (Ambroise dalam Kaswardi, 1993).

Titus (1984) mengemukakan bahwa nilai adalah segala sesuatu yang dapat

memuaskan kebutuhan serta keinginan manusia dan nilai dapat juga berupa kualitas dari

sesuatu yang dapat menimbulkan respons penghargaan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Max Scheler (dalam Wahana 2004), bahwa nilai

merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawanya, nilai merupakan

kualitas apriori yang dapat dirasakan oleh setiap manusia tanpa melalui pengalaman

indrawi terlebih dahulu.

Keragaman pendapat para ahli dalam mendefinisikan tentang nilai, dirangkum

oleh Mulyana (2004) dalam bukunya “Mengartikulasikan Pendidikan Nilai”. Adapun

pendapat para ahli tersebut, meliputi (1) nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang

bertindak atas dasar pilihannya (Gordon Alport), (2) nilai adalah patokan normatif yang

mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan

alternatif (Kupperman), (3) nilai adalah sesuatu yang ditunjukkan dengan kata ‘ya’ (Hans

Jonas) dan (4) nilai adalah konsepsi (tersurat atau tersirat, yang sifatnya membedakan

individu atau ciri kelompoknya) dari apa yang diinginkan mempengaruhi pilihan terhadap

cara, tujuan antara, dan tujuan akhir dari setiap tindakannya.

Dari beberapa pemahaman tentang pengertian nilai tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa nilai tidak dapat terlepas dari manusia, ia selalu dikejar dan

dipertahankan serta dicita-citakan dan didambakan dalam kehidupan ini sehingga selalu

menjadi motivasi hampir pada setiap aktivitas manusia. Dengan demikian, setiap

tindakan atau perbuatan manusia selalu digerakkan seta didasari oleh nilai, sehingga nilai

Page 8: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

diyakini dapat memberi arah bagi aktivitas manusia dalam meraih sejumlah tujuan yang

hendak dicapai.

2. Jenis-jenis nilai

Nilai dapat dibedakan ats bebagai jenis, antara lain nilai etika/moral, nilai religius,

nilai kultural, nilai edukatif, dan nilai filosofis. Berikut ini akan diuraikan secaran singkat

mengenai konsep dari jenis-jenis nilai tersebut.

1) Nilai etika/moral

Objek etika sebagai ilmu adalah manusia. Manusia dipandang dari segi baik buruk

perilakunya, diukur dengan kriteria tertentu. Menurut Suseno (1987) bahwa etika adalah

pemikiran sestematis tentang moralitas. Yang dihasilkan secara langsung, bukan hanya

berupa kebaikan, melainkan sesuatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis.

Konsep etika menurut pandangan orang barat tidak sama dengan pandangan orang

timur. Etika barat bersifat antroposentrik (berpusat pada manusia). Kebalikannya, etika

timur bersifat teosentrik (berpusat pada Tuhan). Dalam etika timur, terutama sudut

pandang agama Islam, menurut Musnamar (dalam Amin, 1975) bahwa suatu perbuatan

selalu dihubungkan dengan amal saleh, pahala atau siksa, surga atau neraka, dan lain-lain.

Hal tersebut bebeda dengan etika barat. Persoun (1985) menambahkan bahwa etika pada

dasarnya adalah kemampuan menerobos teknik dan membuka suatu dimensi transenden,

dimensi harapan, evolusi kritis, dan tanggung jawab.

Dinyatakan oleh Amin (1975) bahwa agama samawi dan kebudayaan, sebenarnya

tidak saling melingkupi, tetapi saling berhubungan. Soal penentuan nilai baik atau buruk,

tinggi atau rendah, indah atau jelek dan sebagainya, sebenarnya hanyalah persoalan yang

bersifat nisbi, jika hal itu hanya didasarkan pada pengalaman, pengamatan, rasio, dan

sejarah. Kebenaran hakiki atau penilaian yang mutlah telah ditentukan Allah. Manusia

yang benar-benar mengenal dirinya sebagai hamba Allah tidak boleh menciptakan nilai

tersebut, Manusia hanya berhak memilih.

Page 9: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

2) Nilai religius

Pengertian nilai religius dikemukakan oleh Dojosantoso (1986) dan

Mangunwijaya (1988), bahwa nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan hubungan

manusia terhadap Tuhan sebagai penciptanya, dan nilai-nilai yang dimaksud adalah

keseriusan hati nurani, kesalehan, ketelitian dan pertimbangan batin, dan sebagainya.

Sehubungan dengan nilai religius, Koentjaraningrat (1984) lebih lanjut

menjelaskan bahwa emosi keagamaan menyebabkan manusia itu religius; suatu

keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat

Tuhan, tentang wujud alam gaib (supranatural) serta segala nilai dan ajaran dari religi

yang bersangkutan.

3) Nilai budaya

Menurut Koentjaraningrat (1984) nilai budaya pada dasarnya merupakan

konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat

mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam kehidupan. Misalnya,

konsep yang menganggap penting sikap tenggang rasa dan kepekaan.

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas (gagasan, konsep, nilai, norma,

pikiran manusia, dan peraturan) mewarnai perilaku kehidupan manusia. Kierkegaard

(dalam Poespowardojo, 1993) mengungkapkan bahwa dari kenyataan menunjukkan,

bahwa manusia pada hakikatnya membutuhkan budaya untuk berkarya. Oleh karena itu,

dalam kehidupannya manusia banyak diwarnai oleh tiga aspek sebagai berikut; estetis,

etis, dan religius.

4) Nilai edukatif

Pendidikan adalah salah satu wahana untuk memberikan pencerahan pikiran dan

batin manusia. Melalui pendidikan, pikiran manusia terbuka untuk mengetahui,

memahami, dan mamaknai semua proses kehidupan yang dijalaninya. Melalui

pendidikan, batin manusia tersentuh untuk merasakan, menikmati, menghayati, dan

merenungkan semua proses kehidupan yang dijalaninya. Pendidikan sangat penting bagi

kehidupan manusia, sebagaimana dikemukakan Indar (1994) bahwa pendidikan pada

Page 10: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

hakikatnya merupakan hal-hal yang meliputi: (1) salah satu kebutuhan hidup, (2) salah

satu fungsi sosial, (3) bimbingan, (4) sarana pertumbuhan, dan (5) mempersiapkan,

mengembangkan, dan membentuk kedisiplinan. Dengan demikian, secara singkat dapat

dinyatakan bahwa melalui pendidikan manusia akan menjalani proses kemajuan dan

perubahan dalam kehidupannya.

Menurut Barnadib (2002), setidaknya ada yang substansial dalam proses

pendidikan, yaitu transformasi dan pengembangan. Transformasi dimaksudkan sebagai

wujud pengalihan nilai dan pengembangan dimaksudkan sebagai pemanfaatan secara

optimal potensi yang dimiliki untuk menerapkan nilai yang telah diperoleh.

5) Nilai filsafat

Pengertian filsafat menurut Leenhouwers (1988), pada dasarnya merupakan

pencarian citra manusia. Citra yang dicari berupa visi tertentu tentang hidup manusia

yang dapat dipertanggungjawabkan. Visi itu harus menjurus dan menjewai tingkah laku.

Visi itu, misalnya, berupa jawaban atas pertanyaan bagaimana membentuk diri yang

semestinya, apa yang diharapkan manusia untuk masa mendatang, di mana manusia harus

mencari kebulatan, keutuhan dan kesempurnaan hidup, dan sebagainya. Dari proses

pencarian tersebut, manusia dituntut untuk mengadakan perenungan guna menentukan,

baik dan buruknya sesuatu. Dengan demikian, filsafat mempunyai nilai yang pada

akhirnya membantu manusia untuk memecahkan masalah hidupnya.

Koentjaraningrat (1984) berpendapat bahwa terdapat lima dasar dalam kehidupan,

yaitu: (1) hakikat hidup manusia, (2) hakikat karya manusia, (3) hakikat kedudukan

manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakikat hubungan manusia dengan alam, (5) hakikat

hubungan manusia dengan sesamanya.

2. Fungsi sastra

Luxemburg dkk. (1982) berpendapat bahwa sastra merupakan sebuah ciptaan,

sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Secara etimologi, sastra dalam bahasa

Indonesia berasal dari bahasa Sangsekerta, akar kata Sas-, yang berarti mengarahkan,

mengajar, memberi petunjuk atau instruksi, sedangkan akhiran-tra biasanya menunjukkan

Page 11: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

alat, sarana. Oleh karena itu, sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk,

buku instruksi atau pengajaran.

Sastra mempunyai manfaat yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Manfaat

sastra tidak terlepas dari fungsi sastra, yaitu: (1) melatih keempat keterampilan berbahasa

(mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis), (2) menambah pengetahuan tentang

pengalaman hidup manusia, (3) membantu mengembangkan diri pribadi, (4) membantu

pembentukan watak, (5) memberi kenyamanan, keamanan, dan kepuasan, dan (6)

meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman-pengalaman baru sehingga dapat

melarikan diri sejenak dari kehidupan yang sebenarnya (Wardani, 1981).

3. Kisah

a. Pengertian

Aristoteles (dalam Luxemburg 1991) memberi definisi tentang pengertian “kisah”

sebagai sebuah pokok dalam suatu cerita, lakon, dan kadang-kadang sebuah sajak

berkembang dalam kurung waktu tertentu dari awal sampai suatu akhir.

Definisi Aristoteles lebih daripada hanya pengamatan bahwa awal dan akhir

merupakan bagian yang harus ada dalam suatu kisah yang memiliki “tengah” sebagai

bagian yang ketiga. Yang paling penting ialah sesuatu yang tetap implisit: yaitu gerak

dari awal keakhir. Gerak itu makan waktu tetapi juga bersifat dinamis. Tokoh dan

pembaca digiring dari awal ke akhir. Akhir dapat dipandang sebagai perubahan keadaan

awal. Kalau keduanya dibandingkan maka diketahui apa yang berubah, jadi apa yang

telah terjadi.

Selanjutnya Luxemburg (1991) menyatakan jika dibandingkan dengan, misalnya,

deskripsi ruang yang menjadi ciri khas kisah ialah bahwa rentetan kejadian mendugakan

urutan waktu. Ciri khas kedua ialah bahwa kisah bukan hanya penyebutan sejumlah

gejala lepas; dalam kisah kejadian-kejadian saling berkaitan. Ciri khas ketiga

membedakan kisah dari peristiwa alam: kejadian dalam kisah disebabkan atau dialami

oleh tokoh yang mempunyai tujuan. Secara sadar atau tak sadar, eksplisit atau implisit

kisah memperoleh dinamikannya karena tokoh pelakunya mempunyai suatu tujuan.

Page 12: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Dalam kamus Al-Munawwir (Al-Munawwiar;1986) kata kisah berasal dari kata

qissah jamak dari kata qisas yang berarti cerita atau hikayat

Asasuddin Sokah (1993) berpendapat bahwa kata kisah berasal dari kata qissah

atau jamaknya qassas yang disamakan artinya dengan naba’ atau sejarah. Selanjutnya

Ahmad Mahmud (dalam Asasuddin Sokah;1993) mengatakan bahwa dengan mengetahui

sejarah orang-orang dahulu terutama riwayat hidup tokoh-tokoh penting seperti para Nabi

dan para Rasul, menimbulkan semangat bagi para pembacanya; membangkitkan kemauan

menyadarkan pribadi menjadi penyabar, kuat dan teguh. Hal itu sesuai firman Allah

dalam SurahHud ayat 120 yang artinya: “dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan

kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu…….”

( Depag, 1976).

Selanjutnya diterangkan dalam Surah Yusuf ayat 111 yang artinya sebagai

berikut:

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang

yang mempunyai akal. Alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi

membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan

sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (Depag;1976)

Dari keterngan tersebut kisah merupakan pengajaran atau “guru” dari kehidupan

yang bertujuan sebagai kebenaran yang pasti, pengajaran dan peringatan. Sayyid Qutub

(dalam Sokah, 1993) dalam bukunya seni penggambaran dalam Alquran merumuskan

lima macam tujuan kisah dalam Alquran yaitu: (1) untuk menetapkan adanya wahyu dan

kerasulan, (2) menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, (3) untuk menerangkan

bahwa agama itu semuanya dasarnya satu, (4) cara yang ditempuh oleh Nabi-nabi dalam

berdakwah itu satu, dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa, dan

(5) menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad

saw. Dengan Nabi-nabi sebelumnya.

Dalam Alquran kisah Nabi Adam tersebar dalam beberapa Surah yaitu: al-

Baqarah ayat 30-38, al-A’raf ayat 11-25, Thaha ayat 116-123, al-Isra’ ayat 61-65,al-Hijr

Page 13: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

ayat 28-43,Shad ayat 71-84, al-Maidah ayat 31-35. Kisah Nabi Musa terdapat dalam

surah-surah dalam Alquran yaitu:al-Qasas 3-40, Thaha 9-99, asy-yura 10-68, al-A’raf

103-156 dan 160, Yunus 75-92, an-Naml 7-14, an-Nazi’at 15-26, Hud 96-101, Ibrahim 5-

8, al-kahfi 60-82, mukminun 45-48, al-Isra’ 101-104, Al-Baqarah 67-73. Sedangkan

kisah Nabi Sulaiman terdapat dalam tujuh Surah yaitu: al-An’am 84, al-Anbiya’

78,79,81,82, Saba’ 12-14, an-Naml 15-44,al-Baqarah 102, Shad 30-40, al-Anbiya’ 78-82.

b. Peristiwa

Luxemburg dkk. (1991) berpendapat bahwa peristiwa biasanya digambarkan

sebagai peralihan dari suatu keadaan kepada keadaan lain. Pengamatan apakah suatu

peristiwa mempunyai akibat menuntut kita membaca terus dan mengaitkan

kelanjutannya. Hal ini merupakan ciri kisah, karena peristiwa memang tidak berdiri lepas.

Ini juga menggiring pembaca agar ia membaca terus. Betapapun panjangnya suatu buku,

kita harus membaca sampai akhir: kalau tidak, kita tak dapat memberi makna kepada

seluruh rentetan kejadian.

Kategori peristiwa-berakibat atau peristiwa fungsional bukanlah satu-satunya

kategori. Ada pula kejadian yang dimaksudkan untuk menghubungkan peristiwa

fungsional . Banyak kejadian yang tidak mempunyai fungsi langsung dalam jalannya

lakuan dalam kisah, atau tidak hanya berfungsi demikian. Kejadian tersebut merujuk pada

unsur-unsur lain pada cerita, yaitu melukiskan suasana, sifat, serta latar tempat kisah

berlaku.

c. Peristiwa dan tokoh

Luxemburg dkk.(1991) berpendapat bahwa makna peristiwa bagi keseluruhan

kisah tidak dapat dilihat lepas dari tokoh. Ia mengemukakan bahwa tokoh dapat ditelaah

dalam hubungan dengan kisah. Tokoh mempunyai fungsi bagi lakuan. Apabila

membicarakan tokoh, kita menekankan bahwa lakuan mempunyai tujuan. Kita bertolak

dari anggapan bahwa pembaca sendiri membaca dengan terarah dan bahwa pengamatan

terhadap tokoh rekaan yang berlaku bertujuan merupakan sesuatu yang dilakukan dengan

Page 14: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

sengang hati. Antara pembaca dan tokoh ada jarak, tetapi ia sedikit banyak ikut

menghayati petualangan mereka.

d. Struktur cerita

Menurut Culler (1975) cerita rekaan (termasuk kisahan) merupakan suatu sistem

dan subsistem yang terpenting adalah alur (plot), tokoh (penokohan), latar, serta tema dan

amanat. Pendapat lebih lengkap dikemukakan Semi (1988) bahwa unsur-unsur yang

membentuk karya sastra, seperti penokohan, tema, alur, pusat pengisahan, latar, dan gaya

bahasa. Setiap unsur memiliki peran dan fungsi sehingga tidak ada yang lebih utama atau

lebih penting antara satu dan lainnya. Tanpa bermaksud mengabaikan subsistem yang

lain, dalam penelitian ini hanya dikemukakan, yaitu tema dan amanat, tokoh (penokohan)

alur (plot) latar (setting), dan sudut pandang (point of vieuw)

1) Tema dan amanat

Menurut Zulfahnur (1996) bahwa tema merupakan suatu dimensi yang amat

penting dalam suatu cerita, karena dengan dasar itu, pengarang dapat membayangkan

dalam fantasinya tentang cerita yang akan dibuat. Jadi, tema adalah ide sentral yang

mendasari suatu cerita, tema mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai pedoman bagi

pengarang dalam menggarap cerita, sasaran/tujuan penggarapan cerita, dan mengikat

peristiwa-peristiwa dalam suatu alur.

Pradotokusumo (dalam Rapi Tang,2001) mengemukakan dua pengertian tema

(Yunani: tema) dalam dua makna: (1) tema adalah gagasan sentral atau gagasan dominan

didalam suatu karya sastra; dan (2) pesan atau nilai moral yang terdapat secara implisit

dalam karya sastra. Kedua batasan yang dikemukakan tersebut, yang pertama tampaknya

lebih mengacu pada batasan tema; sedangkan yang kedua lebih sesuai dengan batasan

amanat.

Menurut pendapat Sumardjo (1994) bahwa pengarang dalam menulis karyanya

bukan hanya sekedar mau bercerita, melainkan juga ingin mengatakan sesuatu kepada

pembaca atau pendengar. Sesuatu yang ingin disampaikan itu adalah suatu masalah

kehidupan, pandangan hidup, atau dapat pula berarti komentar terhadap hidup ini.

Page 15: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Pandangan tersebut sejalan pendapat Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiantoro, 1998),

bahwa tema yang merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra

yang terkandung didalam teks sebagai struktur semantis dan menyangkut perasaan atau

perbedaan.

2) Tokoh dan Penokohan

Sumardjo (1994) mengemukakan bahwa penokohan berasal dari kata “toko” yang

berarti pelaku, karena yang dilukiskan mengenai watak tokoh atau pelaku cerita. Melalui

tokoh, pembaca dapat mengikuti jalannya dan mengalami berbagai pengalaman batin

seperti yang dialami tokoh cerita. Rapi Tang (2001) menyatakan bahwa tokoh adalah

individu rekaan yang beraksi atau mengalami berbagai bentuk peristiwa dalam cerita,

baik peristiwa yang bersifat fisik maupun yang bersifat batiniah. Pradotokusumo (dalam

Rapi Tang, 2001) Menjelaskan Bahwa untuk memahami karya sastra itu secara

menyeluruh. Alur dan tokoh merupakan antar ketergantungan; tokoh adalah penentu

peristiwa, sedangkan peristiwa itu sendiri memberi gambaran tentang tokoh.

Tokoh dalam karya sastra adalah manusia yang ditampilkan oleh pengaran dan

memiliki safat-safat yang datafsirkan dan dikenal pembacanya melalui apa yang mereka

katakan atau apa yang mereka lakukan. Forster (1980) Mengemukakan bahwa tokoh

dalam sebuah cerita biasanya manusia; hewan-hewan pun pernah diperkenalkan, tetapi

dengan tingkat keberhasilan yang terbatas karena tidak banyak yang dapat dipahami

menyangkut masalah psikologinya.

Menurut Wahid (2004) ada beberapa cara yang digunakan untuk memahami

watak pelaku atau pribadi tokoh, yaitu:

1. Tuntutan pengarang terhadap karakteristik pelakunya;

2. Gambarang yang diberikan pengarang lewat gambarang lingkungan kehidupannya;

3. Menunjukkan Bagaimana berikutnya;

4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tertangnya;

5. Memahami bagaimana cara pikirannya;

6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya;

7. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya;

Page 16: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

8. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain memberikan reaksi terhadapnya;

9. Dan melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.

3) Alur (plot)

Menurut Forster (1980) sebuah cerita sesungguhnya suatu narasi dari peristiwa-

peristiwa yang disusun secara kronologis (time sequence); dengan kata lain, cerita adalah

suatu rantai motif-motif dalam ukuran kronologis atau dalam hubungan waktu.

Sedangkan alur merupakan suatu narasi dari berbagai peristiwa akan tetapi dengan

penekanan pada penyebabnya. Forster memberi sebuah contoh “Raja meninggal dan

kemudian Ratu meninggal” ini adalah sebuah cerita. Contoh kedua, “Raja meninggal dan

kemudian Ratu meninggal karena sedih” ini adalah sebuah alur (plot). Atau: “Ratu

meninggal” tidak ada satu orang pun mengetahui mengapa, sampai ditemukan bahwa

kematian adalah akibat kesedihan karena meninggalnya Raja, ini juga merupakan sebuah

alur (plot). Yang mengandung misteri, yaitu suatu bentuk yang mungkin dikembangkan

lebih jauh.

Semi (1988) menjelaskan bahwa alur (plot) merupakan pengaduan unsur yang

membangun cerita sehingga lebih tepat disebut sebagai kerangka utama cerita. Dalam

kaitannya dengan struktur dan alur (plot) karya naratif, Pradotokusumo (dalam Rapi Tang

2001) mengemukakan bahwa motif menurut pandangan Kaum Formalis termasuk salah

satu unsur penting dalam analisis teks yang tergolong jenis epik. Motif adalah suaru

kesatuan struktural yang paling kecil berfungsi sebagai penghubung unsur yang

mendukung struktur cerita.

4) Latar (setting)

Pada dasarnya, setiap karya sastra yang membentuk cerita selalu memiliki latar

(setting). Latar adalah situasi tempat, ruang, dan waktu terjadinya cerita. Tercakup pula

didalamnya lingkungan geografis, pekerjaan, benda-benda, dan alat-alat yang berkaitan

dengan tempat terjadinya cerita, waktu, suasana, dan periode sejarah. Adanya

penggunaan latar dalam sebuah cerita, membuat pembaca atau penikmat sastra seolah-

olah dalam kehidupan sebenarnya. Menurut Abrams (1981) bahwa penggunaan latar

Page 17: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

sangat mendukung terciptanya karya sastra dan menarik perhatian para pembaca atau

penikmat sastra. Latar atau setting disebut juga landas tumpu,menyarang pada pengertian

tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan.

Menurut Sudjiman (1991) bahwa latar pada dasarnya mempunyai beberapa

peranan, yaitu: (1) dapat memberikan informasi (tempat dan waktu), (2) sebagai proyeksi

keadaan para toko, dan (3) menjadi metafor dari keadaan emosional dan spritual tokoh.

Sejalan dengan uraian tersebut, Sumardjo (1994), memperjelas bahwa sebuah cerita

seharusnya terjadi pada suatu tempat dan pada waktu tertentu, meskipun latar itu sendiri

bukan hanya, sekedar beackground. Dalam pengertian yang luas itu, latar mencakup

tempat, waktu, suasana, dan keadaan dalam suatu masyarakat terterntu.

Pentingnya latar dalam sebuah cerita, dikemukakan oleh Luxemburg dkk. (1986)

bahwa pengarang melahirkan karyanya sesuai dengan kehadirannya sebagai warga

masyarakat. Ia mencoba mengangkat hal-hal yang terdapat atau seringa terjadi ditengah-

tengah masyarakat. Keadaan yang dilukiskan pengarang pada suatu kurung waktu

tertentu dan adat-istiadat zaman tersebut.

Berkaitan dengan latar (setting) Rapi Tang (2001) menjelaskan bahwa kalau

melihat dari aspek eksistensinya, maka latar dalam cerita dapat dibagi ke dalam dua jenis,

yaitu latar sosial dan latar fisik atau material. Latar sosial dapat memberi gambaran

berbagai kehidupan sosial budaya suatu kolektif. Mungkin di dalamnya seorang pembaca

dapat menemukan gambaran kondisi sosial suatu kelompok masyarakat; terutama

menyangkut sikap dan perilakunya, adat-istiadat atau tradisi yang mereka bina bersama

yang kessemuanya itu turut melatari peristiwa dalam cerita. Selanjutnya, yang

dimaksudkan latar fisik atau material adalah berbagai macam tempat atau ruang yang

secara nyata dapat dibuktikan dalam wujud fisik. Dari latar fisik ini, pembaca akan

mendapat gambaran mengenai suatu tempat, daerah, atau ruang dalam suatu geduang

dan sebagainya.

Page 18: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

5) Sudut pandang (point of vieuwi)

Sudut pandang adalah tempat penceritaan dalam hubungan dengan cerita, dari

sudut mana pencerita menyampaikan kisahnya. Sudut pandang dilihat dari aspek posisi

pengarang dan pusat pengisahan pada posisi penceritaan. Sudut pandang ada tiga macam,

yaitu:

1. Pengarang terlibat, pengarang ikut ambil bagian dalam cerita sebagai tokoh utam

atau yang lain, mengisahkan tentang dirinya. Dalam cerita ini, pengarang

menggunakan kata ganti orang pertama (aku atau saya);

2. Pengarang sebagai pengamat, posisi pengarang sebagai pengamat yang

mengisahkan pengamatan sebagai tokoh samping. Pengarang berada di luar cerita,

dan menggunakan kat ganti orang ketiga (ia atau dia) di dalam ceritanya;

3. Pengarang serba tahu, pengarang berada di luar cerita (impersonal), tetapi serba

tahu apa yang dirasa dan diperkirakan oleh tokoh cerita. Dalam kisahan,

pengarang memakai nama-nama orang dan dia (orang ketiga)

4. Alquran

Alquran adalah Kalam (perkataan) Allah swt. yang diwahyukan kepada Nabi

Muhammad saw. melalui malaikat Jiberil dengan lafal dan maknanya (QS.26:192-195).

Alquran sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari

seluruh ajaran islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia

dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Alquran mempunyai 114 surah (urutan-urutannya sebagaimana ditetapkan oleh

Rasulullah saw.) yang tidak sama panjang dan pendeknya, surat yang terpendek terdiri

atas tiga ayat dan yang terpanjang terdiri atas 286 ayat. Semua surah, kecuali surah

kesembilan (At-taubah) dimulai dengan kalimat bismi Alla ar-Rahman ar-Rahim. Setiap

surah mempunyai nama yang diambil dari kata yang terdapat dipermulaan surah (seperti

Yasin dan Taha) atau diambil dari kata yang menjadi tema pembicaraan dari surah yang

bersangkutan (seperti Ali Imran Al-Baqarah, dan An-Nisa).

Page 19: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Alquran sebagai mukjizat merupakan tantangan bagi orang Arab setelah mereka

memberikan persepsi yang keliru terhadap Alquran, untuk membuktikan siapa yang benar

di antara mereka. Para ulama sepakat bahwa Alquran itu merupakan mukjizat Nabi

Muhammad saw. yang paling besar. Mukjizat Alquran dapat dilihat dari dua segi, yaitu

dari segi bahasa dan dari segi kandungan isi.

Dari segi bahasa, ulama sepakat bahwa Alquran memiliki uslub (gaya bahasa)

yang tinggi, fasahah (ungkapan kata yang jelas), dan balaghah (kefasihan lidah) yang

dapat mempengaruhi jiwa pembacanya dan pendengarnya yang mempunyai rasa bahasa

Arab yang tinggi. Abu Bakar Muhammad Al-Baqillani menyebutkan bahwa

sesungguhnya Alquran sangat indah susunan kata-katanya dan sangat unik serta istimewa

susunannya. Syekh Muhammad Rasyid Rida berpendapat bahwa slah satu bukti

ketinggian uslub Alquran ialah bahwa seluruh maksud Alquran itu bercampur baur dan

terpencar dlam banyak surah baik yang pendek maupun yang panjang, dengan

munasabah (hubungan atau kaitan) yang bebeda-beda sehingga menjadi ibarah

(ungkapan) yang sempurna dan menyenangkan hati. Mukjizat Alquran dari segi bahasa

ini hanya dapat dihayati oleh mereka yang mengetahui dan mendalami bahasa Arab.

Dari segi kandungan isi, mukjizat Alquran dapat dilihat dari tiga aspek.

(1) merupakan isyarat ilmiah, (2) merupakan sumber hukum, dan (3) menerangkan suatu

ibrah (teladan) dan kabar gaib, baik yang terjadi pada masa lalu, sekarang maupun yang

akan datang. Alquran banyak mengandung berita-berita tentang hal-hal yang gaib seperti

surga, neraka, hari kiamat dan hari perhitungan. Selain itu, Alquran juga banyak

mengungkapkan kisah-kisah para Nabi dan ummat lampau. Alquran banyak pula

menyinggung masalah-masalah yang belum terjadi di masanya seperti kemenangan

bangsa Romawi (QS.30:1-3).

Dari keseluruhan isi Alquran terlihat bahwa Alquran memberikan porsi yang

besar pada hal-hal yang bekenan dengan sejarah yang meliputi kisah-kisah para Rasul

dan Nabi serta umat dimasa lampau. Adapun ayat yang mengandung ketentuan hukum

sedikit sekali. Menurut beberapa ulama, di antaranya Abdul Wahhab Khallaf(Guru Besar

Hukum Islam Universitas Cairo), Ayat-ayat yang mengandung ketentuan-ketentuan

Page 20: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

hukum mengenai iman, ibadah, dan hidup bermasyarakat ada sekitar 500 ayat atau

kurang lebih delapan persen dari isi Alquran (Ensiklopedi Islam,2001).

5. Alquran dan sastra

Pada waktu agama Islam turun, “Bahasa Arab Quraisy berada dalam masa

jayannya. Disana sini muncul penyair ulung dan ahli pidato” (Hanafi, 1984:)

Jalaluddin Jawisy, dkk. (dalam Sugiono, 1993) mengatakan agama Islam dalam

rangka menyampaikan ajarannya melalui kitab suci Alquran tidak sedikit menggunakan

amsal (perumpamaan-perumpamaan), karena merupakan salah satu cara yang baik untuk

menyatakan pikiran dalam kesusastraan.

Senada dengan itu, Sayyid Qutub (dalam Amin, 1975) menjelaskan bahwa

keindahan adalah ciri sastra yang paling jelas sedangkan keindahan berada dalam

imajinasi yang halus, ilustrasi yang lembut, hubungan yang timbul antara dua hal

dikarenakan adanya unsur persamaan, pengabstrakan yang konkret dan pengkonkretan

yang abstrak.

Bahasa dan gaya Alquran juga telah memberikan pengaruh yang paling kuat pada

pertumbuhan dan perkembangan kesusastraan Arab. Kaum muslimin mula-mula

mengembangkan doktrin yang tak tertandinginya Alquran, bahkan bagi orang Arab

nonmuslim, Alquran tetap merupakan produk kesasteraan yang ideal hingga masa kini.

Alquran dengan keras menolak dengan anggapan yang dilontarkan oleh lawan-lawan

Muhammad kepada beliau, bahwa beliau adalah seorang penyair (poet) dan tak

memberikan Alquran disebut puisi. Namun, dalam kedalam rasanya, dalam ekspresinya

yang mengena dan iramanya yang efektif, Alquran tidaklah kurang derajatnya dari puisi

paling tinggi sekalipun. Sesungguhnya kaum muslimin telah mengembangkan suatu seni

khusus tentang pembacaan Alquran (tajwid), dan bila Alquran dibaca dengan cara

demikian, maka pengaruhnya bahkan akan bisa dirasakan oleh mereka yang tidak

mengenal bahasa Arab sekalipun. Tentu saja, kita tidak akan mempertahankan keindahan

artistik dan keagungan Alquran melalui terjemahannya.

Page 21: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Syauqi Daif (dalam Sugiono, 1993) mengatakan suatu yang tidak dapat dipungkiri

adalah bahwa Alquran telah menampilkan dirinya dengan ungkapan-ungkapan bijak

melalui yang mudah dimengerti dan enak didengar serta lembut diucapkan, sehingga

kedinamisan bahasa Alquran telah mampu menguak dan cita rasa negeri di sekitar Arab,

bahasa yang menjadi ciri bangsa Arab dan umat Islam pada umumnya. Gaya bahasa yang

sekali tampil dapat merasuk sukma dan menjadi tonggak sastra Arab selanjutnya, bahasa

yang terus dilestarikan oleh para penulis, sastrawan dan pujangga Arab.

Selanjutnya Sayyid Qutub (dalam Sugiyono, 1993) berpendapat bahwa keserasian

Qurani telah memadukan prosa dan puisi sekaligus. Ungkapannya telah lepas dari ikatan

qafiyah dan taf’ilatnya, oleh karenanya menjadi lebih fleksibel untuk berbagai tujuan

yang sifatnya lebih umum. Di satu saat dia menyerupai puisi yang berirama (nazam), ada

fawasil yang mirip wazn, menjadikan Alquran mampu mencakup semua karakateristik

yang dimiliki yang dimiliki oleh prosa maupun puisi. Taha Husain sendiri

mengungkapkan pandangannya bahwa Alquran itu bukanlah puisi dan bukan pula prosa,

melainkan dia itu Alquran. Kita tidak perlu merekayasa dengan ungkapan-ungkapan

Alquran, sebab di satu sisi dia adalah sosok prosa manakala kita asumsikan demikian

dengan kedudukannya dalam peristilahan Arab sebagaimana mestinya dia berlaku.

Namun, di merupakan jenis prosa yang dicipta demikian indah, apik dan tiada duanya.

Alquran sendiri penuh dengan mukjizat seni dalam rupa ayat-ayat yang begitu

indah tersusun, ungkapan-ungkapan kalimat dan susunan kata maupun hurup yang

menyatu dalam bentuk dan irama yang indah. Di dalamnya ada gambaran-gambaran yang

melukiskan keindahan alam dan kehidupan. Sorga yang penuh kenikmatan diakspresikan

dengan ungkapan-ungkapan yang demikian menyejukkan hati, neraka yang penuh

siksaan dan penderitaan dengan ungkapan-ungkapan dengan cukup menggetarkan hati.

Ayat-ayat melukiskan alam dangan segala keserasian dan keindahannya, begitu

menakjubkan, yang semuanya mengajak manusia untuk meresapi dan memperhatikan

kebesaran dan keaguman ciptaan-Nya.

Sugiyono (1993) menjelaskan bahwa Alquran bukan sebuah karya sastra atau

sekedar puisi, ilusi, khayal,dan fantasi yang tampa pijakan sehingga setiap saat dapat

Page 22: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

berubah. Metode Alquran bersifat tetap dan mapan (fixed) serta adanya interaksi dengan

Sang Pencipta yang tidak berubah, serta terdapatnya dorongan agar manusia dekat

dengan-Nya. Sementara puisi lebih merupakan ungkapan-ungkapan kerinduan manusia

terhadap keindahan dan kesempurnaan, berbaur dengan keterbatasan manusia di

dalamnya. Alquran dan puisi merupakan dua kutub yang tabiatnya berbeda, satu pihak

berakar pada nubuwwat yang turun dari langit, sedangkan pihak yang lain berakar pada

kerinduan (syauq) dan kegemaran (hawayah) yang muncul dari muka bumi.

a. Sastra dalam sudut pandang Islam

Tabiat Islam dalam konteks sastra ini merupakan suatu ekspresi dari suatu sistem

kehidupan yang menyeluruh, diawali dari gerak jiwa yang kemudian diungkapkan dalam

kehidupan nyata. Islam menghendaki agar manusia mampu dan sanggup menghadapi

kenyataan dan bukan untuk mengingkarinya, kemudian lari menuju alam khayal.

Seandainya kenyataan tersebut tidak atau belum sesuai dengan sistem dan metode yang

digunakan, maka Islam berusaha mengubah metode tersebut ke arah yang lebih baik.

Selanjutnya Sayyid Qutub (dalam Sugiyono, 1990) mempertegas bahwa Islam

tidak menolak ilmu sastra dan seni pada umumnya sebagaimana dipahami dari Alquran

secara tekstual, tetapi menolak metode yang digunakan, yaitu metode yang

mengedepankan perasaan dan emosi yang tidak punya pijikan , metode yang hanya

mengandalkan impian, khayalan dan fantasi seseorang.

Pada sisi lain, Islam hendak mencuatkan semangat Islam (ruh Islamiy), dan

melalui komitmen inilah kemudian diciptakan karya sastra atau seni selaras dengan

kehidupan nyata. Alquran telah seringkali mengajak hati, akal, dan perasaan manusia

untuk melihat dan menghayati keindahan ciptaan-Nya dengan ungkapan-ungkapan yang

menyentuh, karena ungkapan-ungkapan tersebut dapat dijadikan sumber inspirasi bagi

penciptaan sastra dan seni. Alquran cukup bijak di dalam menyikapi pujangga-pujangga

yang beriman dan beramal salih, oleh sebab mereka dikecualikan dari penyair-penyair

yang dicerca pada ayat 224-226 dari surat Asy-Syu’ara.

Page 23: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Sayyid Qutub (dalam Sugiyono, 1993) menjelaskan bahwa Islam itu cukup kaya

untuk dijadikan sumber inspiratif bagi penggambaran dan pengungkapan seni dalam

kehidupan manusia, dalam berbagai bentuk dan corak yang selaras dengan pandangan

Islam. Dengan demikian, semakin jelaslah sikap dan pandangan Islam tentang karya-

karya sastra bangsa Arab baik dalam bentuk pepatah (hikmah) peribahasa (masal,

proverb), pidato (khatabah), surat (risalah, epistle), riwayat, surat wasiat, kisah yang

kesemuanya sangat dikenal dalam Islam di samping puisi itu sendiri.

b. Pengertian sastra Islam.

Dalam Islam terdapat penggambaran mengenai kehidupan ini, sehingga

melahirkan nilai-nilai dan ide-ide yang terekspresikan dalam ungkapan yang tentunya

berbeda esensinya dari ungkapan yang berakar dari nilai-nilai di luar Islam. Alquran telah

menjadikan metode penggambaran (picturesque, taswir) sebagai sarana pilihan dalam

mengungkapkan kondisi jiwa, perasaan, ide, dan tabiat manusia dalam bentuknya yang

hidup, dinamis serta realistis.

Ketika Alquran mengandalkan metode “taswir” dalam gaya Qur’aninya, menjadi

bukan sekedar menciptakan hiasan kata atau untaian kalimat yang indah, apik, dan

menarik. Namun, lebih dari itu, cara penggambaran ini sudah menjadi aliran tetap,

rancangan terpadu sudah merupakan metode baku yang dipakai dengan gaya bahasa

ungkapan qur’ani berdasarkan kaidah taswir. Dalam Alquran, cakrawala taswir tersebut

menjadi luas meliputi penggambaran warna, bentuk, gerak, irama, dalam konteks yang

komunikatif dengan indera, ide, khayalan, dan perasaan.

Muhammad Qutub dalam salah satu bab dari bukunya Manhaj al-Fann al-Islami

mengemukakan mengenai seni dan sastra Islam itu, ungkapan yang indah tentang alam,

kehidupan, dan manusia di tengah-tengah penggambaran Islam tentang wujud ini.

c. Karakateristik sastra Islam

Alquran dan semangat Islam telah menjadi aset tersendiri bagi perkembangan,

peradaban dan kebudayaan Islam dewasa ini, termasuk aneka ragam bentuk karya seni di

antaranya karya sastra. Dalam sastra Islam, nilai-nilai keislaman semakin lekat dalam

Page 24: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

kedinamisan bentuk dan wajahnya. Ada beberapa karakateristik yang menandai sastra

Islam antara lain:

1) Komitmen terhadap landasan theisme-moralis

Berbeda dari aliran-aliran sastra yang lain semacam realism-socialism (al-

waqi’iyah-alsytirakiyah), naturalism (an-naz’ah at-tabi’iyah), structralism (tarkibiyah)

ataupun aliran exestentialism (wujudiyah), maka nilai moral dan akidah menjadi sendi

utama dalam masyarakat Islam. Sastra yang ingin mengubah tatanan masyarakat bobrok

ke arah yang berpegang teguh kepada sendi akidah dan moral.

2) Teologis dan tujuan yang jelas

Di balik sebuah karya sastra, Islam memiliki tujuan dan misi yang jelas, oleh

karena seorang sastrawan muslim hendaknya memelihara dirinya dari kata-kata dan

ungkapan yang tidak memiliki dasar pijakan yang jelas. Dalam kapasitasnya sebagai

sastrawan, seorang muslim dengan potensi yang dimiliki, mempunyai tanggung jawab

yang besar bagi tujuan-tujuan kemanusiaan, tanggung jawab mana telah diamanatkan

Tuhan:

“Maka apakah kalian mengira bahwa kalian Kami ciptakan dengan main-

main………..” (Al-Mu’minun;115.

“Tiada satu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat

pengawas yang selalu hadir”. (Surah Al-Qaf;18).

“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang

tiada berguna” (Al-Mu’minun;3).

Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa sastra Islam tidak sekedar

mengikuti aliran ‘seni untuk seni’ (al-fann lil fann), karena keindahan menjadi esensi

sebuah karya seni, sekaligus menjadi tujuan karena adanya kenikmatan yang diperoleh.

3) Daya cakup (universalitas) dan keterpaduan integratif

Page 25: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Islam memandang sosok manusia secara totalitas dari berbagai sisi, jasmaniah

rohaniah secara seimbang dalam keserasian. Studi sastra sejauh ini tidak lebih dari

memahami konvensi-konvensi struktural abstrak yang dalam konteks keilmuan terwujud

dalam bentuk lingual saja. Dalam dunia seni, Islam tidak hanya mengikuti alur estetika

yang berakar pada falsafah humanisme universal dari Barat yang telah mencekam

pengaruhnya yang hebat dan menyeluruh. Kesusastraan Islam hendak menghadirkan

estetika yang merambah segi-segi kemanusiaan yang saling berkaitan dan saling

melengkapi, dan sebagaimana intuisi-intuisi lainnya, selalu berkaitan erat dengan

dinamika masyarakat yang menghasilkannya. Di dalamnya mencakup ilmu jiwa, agama,

sosial, ekonomi, dan politik, sebagaimana masing-masing kandungan tersebut

mengandung yang lain. Manusia totalitas inilah yang dalam Islam menjadikannya sebagai

makhluk penunjuk, baik dari segi kualitas, bentuk dan tanggung jawabnya dalam

mengemban amanah Tuhan sebagai khalifah di bumi.

4 Realitas (waqi’iyah)

Dalam sastra Islam ada usaha untuk mencari kaitan antara sastra dengan

kehidupan empirik dan yang benar-benar realistis. Maksud dari pada realistis bukan

sebagaimana aliran realism pada sastra Barat yang masih terbatas pada realisasi segi-segi

materi kehidupan dan kurang memperhatikan segi-segi inti yang maknawi. Islam

memandang realita melalui kacamata yang lebih luas, yaitu kebenaran realitas

humanisme yang mencakup segala peristiwa dalam kehidupan manusia, perkembangan

sosial ekonomi, politik, intelektual dan moral. Sastra Islam memberlakukan objek

(manusia) secara adil dan seimbang, baik kehidupan jasmani dan rohaninya, personal dan

sosialnya menurut prinsip-prinsip kebenaran sesuai dengan jiwa dan pandangan Islam.

5 Dinamis

Dalam pandangan Islam, manusia itu bersifat lemah namun pada dirinya ada

potensi untuk tumbuh dan berkembang dalam rangka meningkatkan kualitas diri. Potensi

inilah yang mendorong manusia mampu mengubah keadaan diri secara dinamis melawan

kelemahan yang ada agar tidak terjerumus dalam jurang kerusakan jasmani maupun

rohani dan pasrah kepada arus nasib.

Page 26: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Ada epistimologis baru dalam memandang dan mengapresiasi kesusastreraan.

Kesusasteraan merupakan deskripsi pengalaman dan pengetahuan kemanusiaan dalam

dimensi personal maupun sosial, yang memiliki relasi dengan totalitas partisipannya

dalam dimensi kultural dan kesejarahannya. Dengan demikian, sastra sebagai suatu gejala

non scientific memiliki fungsi designation (penunjukan) suatu periode atau suatu model

sosial tertentu.

Dijelaskan oleh Sugiyono (1993) bahwa kesusastreraan Islam dalam hal ini bukan

sekedar mengekspersikan kenyataan yang ada pada suatu waktu atau generasi tertentu,

atau sekedar berfungsi sebagi panunjukan suatu periode atau model sosial tertentu,

melainkan berupaya mengubah satu keadaan menjadi lebih baik. Demikian itu, karena

Islam datang untuk meningkatkan kehidupan manusia dan bukan sekedar menguak

motivasi, kecenderungan ataupun ikatan-ikatan yang ada.

6. Landasan teoretis

Penelitian ini menggunakan landasan teoretis, yaitu teori struktural A.J Greimas

dan teori semiotika. Teori struktural digunakan untuk menganalisis unsur kesastraan,

sedangkan teori semiotika digunakan untuk menderkripsikan dan memaknai tanda.

a. Teori struktural A.J. Greimes

Greimas (dalam Teeuw, 1984) adalah salah seorang peneliti Prancis penganut

teori struktural. Seperti halnya Propp, Levi-strauss, Bremond, dan Todorov, Greimas juga

mengembangkan teorinya berdasarkan analogi-analogi struktural dalam linguistik yang

berasal dari Saussure (Hawkes dalam Suwondo, 2003).

Suwondo (2003) menyatakan bahwa sesungguhnya yang pada awalnya

mengembangkan teori struktural berdasarkan penelitian atas dongeng adalah Vladimir

Propp seperti tampak dalam bukunya Morphology of the Folk Tale (1985,1968, 1975,

edisi aslinya 1928 dalam bahasa Rusia) yang kemudian diterjemahkan oleh Noriah

Taslim menjadi morfologi cerita rakyat (1987). Dalam buku itu Propp menelaah struktur

cerita dengan mengandaikan bahwa struktur cerita analog dengan struktur sintakis yang

memiliki konstruksi dasar subjek dan predikat.

Page 27: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Dijelaskan oleh Selden (dalam Suwondo, 2003) bahwa subjek dan predikat dalam

sebuah kalimat ternyata dapat menjadi inti sebuah episode atau bahkan keseluruhan

cerita. Atas dasar itulah Propp (1987:28-76) menerapkannya dalam seratus dongeng

Rusia, dan akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa seluruh korpus cerita dibangun

atas perangkat dasar yang sama, yaitu 31 fungsi. Setiap fungsi adalah satuan dasar

“bahasa” naratif dan menerangkan kepada tindakan yang bermakna yang membentuk

naratif. Tindakan ini mengikuti sebuah perturutan yang masuk akal, dan dalam setiap

dongeng fungsi-fungsi itu selalu dalam perturutan yang tetap (Selden, 1991). Selain itu,

Propp juga menjelaskan bahwa fungsi-fungsi itu dapat disederhanakan dan dikelompok-

kelompokkan dalam tujuh “lingkaran tindakan” (spheres of action) karena pada

kenyataannya banyak fungsi yang dapat bergabung secara logis dalam tindakan tertentu.

Tujuh “lingkaran tindakan” itu masing-masing: (1) villain ‘penjahat’, (2) donor,

provider’ pemberi bekal (3) helper ‘penolong’, (4) saught-for person and her father’

putri atau orang yang dicari dan ayahnya’, (5) dispatcher’ yang memberangkatkan’, (6)

hero ‘pahlawan’, dan (7) false hero ‘pahlawan palsu’.

Sebagai ganti atas tujuh spheres of action yang diajukan oleh Proop, Greimas

menawarkan three spheres of opposed yang meliputi enam actants (peran, pelaku), yaitu:

(1) subject vs objects ‘ Subjek-objek’, (2) sender vs receiver (destinateur vs destinataire’)

pengirim-penerima, dan (3) helper vs opponent (adjuvant vs opposant’ pembantu-

penentang.

Jika disusun ke dalam sebuah bagan, tiga oposisi yang terdiri atas enam aktan itu

tampak pada Gambar 1.

SENDER OBJECT RECEIVER

SUBJECT

HELPER OPPONENT

Gambar 1. Bagan aktan

Page 28: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Sender’ pengirim’ adalah seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan

berfungsi sebagai penggerak cerita. Dialah yang menimbulkan keinginan bagi subjek atau

pahlawan untuk mencapai objek. Object’objek’ adalah seseorang atau sesuatu yang

diingini, dicari, dan diburu oleh pahlawan atas ide pengirim. Subject’subjek atau

pahlawan adalah seseorang atau sesuatu yang ditugasi oleh pengiriman untuk

mendapatkan objek. Helper’penolong’ adalah seseorang atau sesuatu yang membantu

atau mempermudah usaha pahlawan dalam mencapai objek. Opponent’penentang’ adalah

seseorang atau sesuatu yang menghalangi usaha pahlawan dalam mencari objek.

Receiver’penerima’adalah seseorang atau sesuatu yang menerima objek hasil buruan

subjek (Zaimar dalam Suwondo,2003).

Berkaitan dengan hal itu, di antara sender dengan receiver terdapat sebuah

komunikasi, diantara sender dan object ada tujuan, di antara sender dan subject ada

perjanjian, di antara subject dan object ada usaha, dan di antara helper atau opponent dan

subjek terdapat bantuan atau tentangan. Aktan-aktan itu dalam struktur tertentu dapat

menduduki fungsi ganda bergantung siapa yang menduduki fungsi subject.

Selain menunjukkan bagan aktan, Greimas juga mengemukakan model cerita

yang tetap sebagai alur (Zaimar dalam Suwondo,2003). Model itu dibangun oleh berbagi

tindakan yang disebut fungsi. Model yang kemudian disebut model fungsional itu,

menurutnya, memiliki cara kerja yang tetap karena memang sebuah cerita selalu bergerak

dari situasi awal kesituasi akhir. Adapun opersi fungsionalnya dibagi menjadi tiga tahap

seperti tampak dalam bagan berikut:

Page 29: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

I II III

Situasi Transformasi Situasi

Awal Tahap

Kecakapan

Tahap

Utama

Tahap

Kegemilangan

Akhir

Gambar 2. Model fungsional A.J. Greimas

Situasi awal: cerita diawali dengan munculnya pernyataan adanya keinginan

mendapatkan sesuatu. Di sini ada panggilan, perintah, atau persetujuan.

Transformasi: (1) tahap kecakapan, yaitu adanya keberangkatan subjek atau

pahlawan, munculnya penentang dan penolong, dan jika pahlawan tidak mampu

mengatasi tantangannya akan didiskualifikasi sebagai pahlawan, (2) tahap utama, yaitu

adanya pergeseran ruang dan waktu, dalam arti pahlawan telah berhasil mengatasi

tantangan dan melakukan perjalanan kembali, dan (3) tahap kegemilangan, yaitu

kedatangan pahlawan, eksisnya pahlawan asli, terbongkarnya tabir pahlawan palsu,

hukuman bagi pahlawan palsu, dan jasa bagi pahlawan asli.

Situasi akhir: objek telah diperoleh dan diterima oleh penerima, keseimbangan

telah terjadi, berakhirnya keinginan terhadap sesuatu, dan berakhirlah sudah cerita itu.

1) Pengertian

Karya sastra sebagai suatu konstruksi dari unsur tanda-tanda tidak dapat

dipisahkan dari kajian semiotika. Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, seme,

seperti dalam semeiotikas, yang berarti panafsir tanda. Sebagai suatu disiplin, semiotika

berarti ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi.

Menurut Cobley dan Janisz (2002), bahwa semiotik (kadang-kadang juga dipakai istilah

semiologi) ialah ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-

lambang. Semion, bahasa Yunani (tanda), sistem-sistem lambang dan proses-proses

perlambangan.

Page 30: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman,

yang bekerja secara terpisah dan dalam lapangan yang berbeda pula. Orang tersebut

adalah Ferdinand de Saussure (1857-1913) seorang ahli linguistik dan Charles Sander

Pierce ( 1839-1914). Saussure menyebut ilmu itu dengan nama semiologi sedangkan

Pierce menyebutnya semiotik (semiotic). Kemudian nama itu sering dipergunakan

breganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di Perancis dipergunakan semiologi untuk

ilmu itu dan di Amerika lebih banyak dipakai nama semiotik.

Menurut Eco (dalam Fokkema & Kunne-Ibsch, 1998) bahwa penelitian semiotika

terutama berurusan dengan tanda-tanda sebagai “ kekuatan sosial”. Pemahaman tanda-

tanda dalam teks karya sastra sangat penting terutama dalam merekontruksi tanda

tersebut menjadi makna. Sebagaimana pula dikemukakan Halliday (1978) bahwa suatu

teks adalah suatu unit semantik dan menjadi unit dasar dari suatu proses semantik. Bagi

Roland Barthes (dalam Kurniawan, 2001) bahwa suatu karya atau taks merupakan bentuk

kontruksi belaka. Bila hendak menemukan maknanya, maka yang dilakukan adalah

rekontruksi dari bahan-bahan yang tersedia, yang tidak lain adalah teks itu sendiri.

Sebagai sebuah proyek rekontruksi, maka pertama-tama teks tersebut dipenggal-penggal

terlebih dahulu menjadi beberapa leksia atau satuan bacaan tertentu. Leksia itu dapat

berupa satuan kata, beberapa kata, beberapa kalimat, sebuah paragrap, atau beberapa

paragrap.

Lexemburg dkk. (1991) mengemukakan bahwa seperti halnya kata dan kalimat,

teks juga mempunyai tanda makna tertentu. Hal inilah yang oleh holiday (1978)

dinyatakan bahwa teks dapat di gambarkan sebagai perwujudan potensi suatu maksud dan

makna. Menurut pierce ( dalam luxemburg dkk., 1986 ) ada tiga faktor yang menentukan

adanya sebuah tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang di tandai,dan sebuah tanda baru

yang terjadi dalam batin si penerima. Oleh karena itu, teks dapat di lihat sebagai tanda

( bahasa ) atau sekumpulan tanda yang mencakup berbagai hubungan: antara tanda satu

sama lain, antara tanda dan makna atau isi teks, dan antara tanda dan pemakai tanda.

Page 31: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

2). Teori tentang tanda

teori tentang analisis tanda dilakukan untuk mengkaji makna cerita melalui kajian

simbol ( semiotik ) untuk menemukan ciri naratologi cerita secara intrinsik.

Ealeton (1983 ) menjelaskan teori pierce yang membedakan tiga jenis lambang,

yaitu ‘iconc’ ( ikon ), yaitu lambang yang menyerupai benda yang di wakilinya

( misalnya, gambar foto/foto seseorang); kedua, ‘indexical’ (indeks), yaitu lambang yang

melalui cara-cara tertentu dihubungkan atau dikaitkan dengan benda yang diwakilinya

(misalnya asap dengan api, bintik dengan campak), ketiga’symbolic’ (simbol), yaitu

mengacu pada suatu makna yang berupa konvensi yang dianut bersama.

Zoest (1990) menyatakan bahwa ikonisitas pada dasarnya dapat dibagi ke dalam

tiga macam, yaitu ikonisitas topologis yang dinilai berdasarkan tata ruang; ikonisitas

diagramatis metaforis yang dinilai berdasarkan persamaan antara dua kenyataan yang

didenotasikan secara sekaligus, baik langsung maupun secara tidak langsung. Teori

ikonisitas yang dinyatakan oleh van Zoest ini juga didasarkan pada teori Pierce.

Teori mengenai ikon, indeks, dan simbol merupakan salah satu teori semiotik

yang mencoba menganalisis berbagai tanda yang terdapat dalam karya sastra dalam

kaitannya dengan faktor eksternal yang diduga memiliki relevansi dengan karya

bersangkutan. Karya sastra dalam pandangan semiotik tidak lain dari sebuah teks yang

terwujud dari perpaduan berbagai tanda. Anggapan seperti ini juga dikemukakan oleh

Zoest (1990) bahwa teks sastra pada umumnya merupakan tanda dengan semua cirinya:

bagi pembaca teks sastra ini menantikan sesuatu yang lain yaitu dengan kenyataan yang

dipanggil, yang fiksional.

Menurut Rapi Tang (2001) teks pertama-tama bukan merupakan bahasa,

melainkan ia lebih sekadar suatu bangunan bahasa. Teks adalah suatu tanda yang

dibangun dari tanda lain yang lebiih rendah, yang memiliki sifat kebahasaan, dan lain-

lain. Tanda-tanda bahasa adalah yang paling banyak, paling mencolok, yang paling sering

dipelajari. Sebaliknya mengabaikan tanda-tanda dan bahasa yang ikut membentuk teks

tidaklah benar. Aturan bagaimana yang harus dibuat untuk menetapkan bahwa urutan

Page 32: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

pengakuan tentang “sesuatu” adalah juga tanda? Semua hal memiliki kemungkinan

menjadi tanda. Pada suatu hari nanti seseorang pembaca karya sastra tertentu yang jeli

akan menemukan tanda-tanda lain, yang tidak kurang bermaknanya ; dan dia akan

memberikan interpretasi baru tentang “sesuatu itu”. Pandangan seperti itu akhirnya

memberi suatu keyakinan bahwa dalam kajian semiotik, tidak ada interpretasi yang

definitif.

Berkaitan dengan hal itu, Halliday (1978) menyatakan bahwa dalam

menginterpretasi sesuatu, perlu mempertimbangkan struktur semantik yang dihubungkan

dengan situasi tertentu atau konteks sosial. Ada tiga dimensi struktur semiotik, yaitu

aktivitas sosial yang terus-menerus dan berkelanjutan, aturan atau kaidah keterlibatan dan

simbol jaringan retorika menurut Halliday (1978), konteks sosial dalam bentuk interaksi

sosial biasanya berbentuk linguistik yang disebut tulisan. Tulisan adalah produksi dari

sejumlah pilihan yang simultan arti dan tentang arti dan direalisasikan sebagai struktur

leksikogramatikal. Daftar kata merupakan konteks situasi dalam suatu konstruksi

semiotik.

7. Kerangka pikir

Karya sastara pada umumnya dan kisah pada khususnya memiliki dua fungsi,

yaitu memberi hiburan, dan memberi manfaat. Dalam mengembang salah satu fungsi

tersebut, hiburan atau manfaat kepada pembacanya, kisah diharapkan dapat memberikan

pencerahan pada batin dan jiwa pembacanya berupa penanaman nilai-nilai yang dapat

dijadikan sebagai alternatif dalam melakoni kehidupannya. Nilai yang mungkin dapat

diperoleh adalah nilai spritual, nilai religius, nilai kultural, nilai edukatif, dan nilai

filosofis.

Untuk mengungkapkan unsur kesastraan dan nilai-nilai yang terdapat dalam

KKA, yang menjadi objek kajian adalah kisah Nabi Adam, kisah Nabi Musa, dan kisah

Nabi Sulaiman dalam Alquran, diperlukan suatu teori dan metode yang digunakan

sebagai “pisau bedah” dalam menganalisisnya. Teori yang digunakan adalah teori

struktural semiotika. Dalam teori struktural semiotik teks sastra dikaji dalam hubungan

aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam hubungan sintagmatik, KKA dikaji

Page 33: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

dengan menggunakan teori struktural A.J Greimas. Teori Struktural A.J Greimas

digunakan untuk menganalisis struktur aktan dan fungsional yang ditekankan pada tokoh

dan berbagai fungsinya karena pada hakikatnya hanya tokohlah yang menjiwai cerita dan

mampu membangun hubungan antaraunsur dalam keseluruhan struktur.

Untuk mengungkapkan nilai-nialai yang terkandung dalam KKA digunakan

analisis hubungan aspek paradigmatik dalam bentuk nilai dan makna. Dalam analisis

hubungan paradigmatik, unsur tanda sangat penting, baik berupa kata, frase, kalimat,

maupun paragrap yang dijadikan sebagi landas tumpu untuk memaknai nilai-nilai

tersebut. Untuk lebih jelasnya alur berpikir penelitian ini, berikut ini disajikan dalam

bagan kerangka pikir.

ALQURAN

KISAH-KISAH

KISAH NABI ADAM AS, NABI MUSA AS, NABI SULAIMAN AS.

TEORI STRUKTURAL SEMIOTIK

TEKS SASTRA

PUISI PROSA DRAMA

ASPEK ASPEK

SINTAGMATIK PARADIGMATIK

STRUKTUR UNSUR NILAI

OPERASI TEMA

FUNGSIONAL

TOKOH/ ETIKA/MORAL

PENOKOHAN RELIGIUS

Page 34: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

KULTURAL

EDUKATIF

FILOSOFI

T E M U A N

Gambar 3. Kerangka pikir

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif kualitatif. Ratna

(2004) mengemukakan bahwa karakteristik penelitian kualitatif, yaitu: (1) memberikan

perhatian utama pada makna pesan sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagi studi

kultural, (2) lebih mengutamakan proses daripada hasil penelitian sehingga makna selalu

berubah, (3) tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, Subjek

peneliti sebagi instrumen utama sehingga terjadi interksi langsung diantara keduanya,

(4) disain dan kerangka penelitian bersifat sementara dan terbuka, dan (5) penelitian

bersifat alamiah, terjadi dalam konteks dan latarnya masing-masing.

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, Endraswara (2003) menemukan bahwa

ciri penting penelitian kualitatif dalam kajian sastra, antara lain: (1) peneliti merupakan

instrumen kunci yang akan membaca secara cermat sebuah karya sastra, (2) penelitian

dilakukan secara deskriptif, artinya terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar jika

diperlukan bukan berbentuk angka, (3) lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena

karya sastra merupakan fonomena yang banyak mengandung penafsiran, (4) analisis

secara induktif, dan (5) makna merupakan andalan utama. Dengan demikian penelitian

kualitatif dipandang tepat digunakan dalam penelitian sastra sebagaimana ditegaskan oleh

Endraswara bahwa paling cocok bagi fonomena sastra adalah penelitian kulitatif karena

karya sastra adalah dunia kata dan simbol yang penuh makna.

Page 35: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

2. Fokus penelitian

Kajian dalam penelitian ini berfokus pada pengungkapan unsur kesastraan dan

aspek nilai-nilai yang terdapat pada KKA. Agar lebih spesifik dan terarah maka

penelitian ini akan menggunakan pendekatan struktural semiotik.

3. Definisi operasional variabel

Untuk memperjelas arah penelitian ini, maka perlu diuraikan tentang variabel

dalam penelitian ini adalah:

1. Yang dimaksud dengan nilai-nilai dalam kisah-kisah Alquran adalah nilai-

nilai yang dapat memberikan tuntunan kepada seseorang agar dapat

memperbaiki kualitas (sikap, tingkah laku, moral) dirinya dalam hidup dan

kehidupan.

2. Kisah-kisah Alquran yang (selanjutnya disingkat KKA) adalah rangkaian

cerita dalam Alquran yang terdiri atas kisah Nabi Adam, kisah Nabi Musa,

dan kisah Nabi Sulaiman.

3. Yang dimaksud studi struktural adalah analisis struktural sebagaimana

dikembangkan oleh A.J. Greimas. Studi ini tidak dimaksudkan sebagai kajian

untuk mengembangkan teori, tetapi hanya kajian yang mencoba menerapkan

teori struktural Greimas terhadap beberapa kisah dalam Alquran. Oleh karena

itu.

4. Yang dimaksud dengan studi semiotik adalah metode analisis untuk mengkaji

tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda

dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda.

4. Data dan sumber data

Data Penelitian ini adalah kalimat, paragraf, dan wacana yang terdapat dalam

KKA.

Page 36: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Sumber data penelitian ini adalah kisah-kisah dalam Alquran yaitu kisah Nabi

Adam, kisah Nabi Musa, dan kisah Nabi Sulaiman.

5. Prosedur pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu studi dokumen.

Dalam hal ini dilakukan penelahaan secara mendalam terhadap teks KKA. Adapun

prosedur pengumpulan data penelitian ini adalah.

1. Pembacaan secara saksama dan berulang-ulang terhadap KKA.

2. Calon peneliti juga membaca semua dokumen (pustaka), catatan dan

transkrip yang menjadi sumber data untuk melengkapi informasi mengenai

data yang dibutuhkan.

3. Pencatatan korpus data pada KKA sesuai dengan masalah penelitian ini.

4. Pemilahan korpus data berdasarkan struktur cerita dan aspek nilai yang

terdapat dalam KKA.

6. Instrumen penelitian

Penelitian ini menggunakan manusia sebagai instrument (Human instrument)

dalam mengambil korpus data dan menganalisisnya. Penggunaan manusia terhadap

instrumen didasarkan pada pertimbangan bahwa cara ini dianggap tepat untuk memahami

struktur cerita dan nilai-nilai dari keseluruhan teks. Dalam penelitian ini, peneliti

merupakan instrumen utama.

7. Pengecekan keabsahan penelitian

Untuk memperoleh hasil penelitian yang sahih, peneliti melakukan pelacakan

ulang (triangulasi). Ada tiga bentuk triangulasi yang dilakukan, yaitu: (1) triangulasi

terhadap proses pengumpulan data, (2) triangulasi terhadap analisis data, dan (3)

triangulasi terhadap hasil temuan dengan melakukan konfirmasi dan diskusi dengan

teman sejawat dan pakar yang berkompeten.

Page 37: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

8. Teknik analisis data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model interaktif yang

dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992). Kegiatan analisis data penelitian

dengan menggunakan model interaktif dilakukan melalui empat tahap kegiatan yaitu:

1. Pengumpulan data yaitu pembacaan, pencatatan, dan pemilihan korpus data

dari KKAberdasarkan masalah penelitian.

2. Reduksi data yaitu pengidentifikasian, penyeleksian, dan pengklasifikasian

korpus data.

3. Penyajian data, yaitu penataan, pengodeaan, dan penganalisaan data.

4. Penyimpulan data/verifikasi, yaitu penarikan simpulan sementara sesuai

dengan reduksi dan penyajian data.

Page 38: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

H. Jadwal Kegiatan Penelitian

Penelitian ini insya Allah akan dilaksanakan selama empat bulan, dengan rencana

waktu dan kegiatan sebagai berikut:

Tabel 1. Jadwal kegiatan penelitian

KEGIATAN KET

No. 1 2 3 4

1. Persiapan

Penyusunan Proposal

Pelaksanaan Seminar Proposal

Perbaikan / Revisi Proposal

Pengurusan Izin

2. Pengumpulan Data

3. Pengolahan dan Analisis

4. Penyusunan Laporan Penelitian

5. Pelaksanaan Seminar Hasil

6. Perbaikan Laporan Penelitian

7. Penyajian Laporan (Ujian Tesis)

I. Rencana Biaya Penelitian

1. Biaya persiapan Rp 2.000.000,00

Page 39: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

2. Biaya pengumpulan data Rp 1.500.000,00

3. Biaya pengolahan dan analisis data Rp 1.500.000,00

4. Biaya penyusunan laporan Rp 2.500.000,00

5. Biaya seminar hasil Rp 1.500.000,00

6. Biaya perbaikan dan penggandaan Rp 2.500.000,00

Jumlah Rp 11.500.000,00

J. Daftar Pustaka

Abrams, M.H. 1981.A Glossary of Literary Terms. Fourth Edition.

Canada: Published Simultaneosly.

Amin, Ahmad. 1975. Ethika (Ilmu Akhlak). Alih Bahasa Farid Ma’ruf. Jakarta:

Bulan Bintang.

Aminuddin, 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Al-khalidy, Shalah. 2000, Kisah-kisah Alquran, Pelajaran dari Orang-orang

Dahulu, Jilid I, II, III Jakarta: Gema insani Press.

Al-Munawwir, Ahmad Warson;1986.Kamus Lengkap Bahasa Arab-Indonesia,

Yogyakarta,Pustaka progressif Al-Munawwir.

Arifin, Bey.1983.Rangkaian Ceritera dalam Alquran. Surabaya: Alma’arif

Atmazaki.1990. Ilmu Sastra, Teori, dan Terapan. Padang: Angkasa Raya.

Barnadib, Imam.2002.Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Adicita.

Page 40: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,

Cobley, Paul dan Litza Janisz.2002. Mengenal Semiotika for Beginner.

Penerjemah Ciptadi Sukono. Bandung: Mizan.

Culler, Jonathan. 1975. Structuralist Poetics: Structuralism, Linguistics and the Study of

Literature. London/Hendley: Rotlege & Kegan Paul.

Daif, Syauqi. 1963. Al-Asar Al-Islami. Kairo: Dar Al-Maarif.

Depag 1997. Alquran dan Terjemahannya. Surabaya: CV Jaya Sakti.

Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar

Baru Van Hoeve.

Dojosantoso, 1986. Dimensi Metafisika dalam Simbol. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Eageton, Terry. 1983. Literary Theory. Basil Bleckwell.

Endraswara, Suwardi.2003. Metode Penelitian Sastra: Epistimologi Model,

Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga

Page 41: A · Web viewKarya sastra, khususnya prosa fiksi, dibangun atas dasar aspek sintagmatik dan aspek paradigmatik. Dalam kedua aspek tersebut, terdapat unsur peristiwa, episode, alur,