repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · web view...

45
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang mempunyai wilayah yang terbentang dipesisir Selat Makassar, membujur dari arah selatan ke utara sepanjang kurang lebih 78 km. Kabupaten Barru secara geografis terletak pada koordinat 4’0,5’49” sampai 4’47’35” Lintang Selatan dan 119’35’0” sampai 119’49’16” Bujur Timur yang mempunyai luas wilayah keseluruhan 117.427 Ha , dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah selatan dengan Kabupaten Pangkep, sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar, sebelah utara berbatasan dengan Kota Pare-Pare, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Soppeng. Salah satu potensi sumberdaya perikanan di perairan Barru yang bernilai ekonomis penting dan banyak di komsumsi di Kabupaten Barru adalah Cumi-cumi (Laligo sp). Cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumber daya perikanan yang berperan nyata dalam sektor perikanan laut dan banyak di komsumsi oleh masyarakat, dan merupakan

Upload: others

Post on 28-Feb-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi

Selatan yang mempunyai wilayah yang terbentang dipesisir Selat Makassar,

membujur dari arah selatan ke utara sepanjang kurang lebih 78 km.

Kabupaten Barru secara geografis terletak pada koordinat 4’0,5’49” sampai   

4’47’35”  Lintang Selatan dan 119’35’0” sampai 119’49’16” Bujur Timur yang

mempunyai luas wilayah keseluruhan 117.427 Ha , dengan batas wilayah

sebagai berikut: sebelah  selatan dengan Kabupaten Pangkep, sebelah barat

berbatasan dengan Selat Makassar, sebelah utara berbatasan dengan Kota

Pare-Pare, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Soppeng.

Salah satu potensi sumberdaya perikanan di perairan Barru yang

bernilai ekonomis penting dan banyak di komsumsi di Kabupaten Barru

adalah Cumi-cumi (Laligo sp). Cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumber

daya perikanan yang berperan nyata dalam sektor perikanan laut dan banyak

di komsumsi oleh masyarakat, dan merupakan hasil tangkapan yang

melimpah di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. (http//www.Sektor kelautan

dan perikanan Barru.com).

Pada saat musim penangkapan, banyak Cumi-cumi yang tertangkap

di Kabupaten Barru. Jika penangkapan terus dilakukan tanpa

mempertimbangkan stok maka dapat menggangu kelestarian Cumi-cumi

tersebut. Oleh karena itu untuk mengetahui kondisi stok Cumi-cumi

merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menjaga kelestarian

sumberdaya Cumi-cumi dan dibutuhkan pandangan yang realistis dari stok

Page 2: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

2

yang lestari, hal ini untuk dapat memanfaatkan stok yang ada di alam secara

optimal, sebagai contoh stok Cumi-cumi untuk kepentingan tersebut

diperlukan analisis dinamika populasi meliputi pendugaan umur,

pertumbuhan, mortalitas dan yield per rekruitment dari populasi Cumi-cumi.

B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk menduga pararameter dinamika populasi

Cumi-cumi (Loligo sp.) yang meliputi kelompok umur, pertumbuhan,

mortalitas, dan Yield per Recrutment.

Penelitian ini di harapkan dapat menjadi informasi bagi Pemerintah

daerah setempat dalam pengelolaan sumberdaya Cumi-cumi (Loligo sp.) dan

dapat memberikan acuan bagi nelayan agar dapat menjaga kelestarian cumi-

Cumi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Page 3: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

3

A. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Cumi-Cumi (Loligo sp)

Cumi-cumi adalah kelompok hewan Cephalopoda atau jenis moluska

yang hidup di laut. Nama Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti kaki

kepala, hal ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang

melingkari kepala. Seperti semua Cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan

memiliki kepala yang berbeda

Klasifikasi Cumi-cumi menurut Sarwojo (2005). adalah :

Nama latin : Loligo chinensis

Phylum : Moluska

Kelas : Cephalopoda

Ordo : Teuhoidea

Genus : Loligo

Species :Loligo chinensis

Cumi-cumi (Loligo sp.) termasuk binatang lunak (Phylum Mullusca)

dengan cangkang yang sangat tipis pada bagian punggung. Cumi-cumi

tubuhnya lunak tetapi bisa dapat membentuk cangkang (Shell) dari kapur.

Cumi-Cumi cangkangya hanya berupa kepingan kecil dan terdapat di dalam

tubuhnya. Deskripsi mengenai Cumi-cumi (Loligo sp.) yaitu memiliki badan

bulan dan panjang, bagian belakang meruncing dan dikiri kanan terdapat sirip

berbentuk segitiga yang panjangnnya kurang lebih 2/3 panjang badan. Sekitar

mulut terdapat 8 tangan yang agak pendek dengan 2 baris lubang penghisap

ditiap tangan dan 2 tangan yang agak panjang dengan 4 baris lubang

penghisap. Terdapat tulang di bagian dalam dari badan, warna putih dengan

bintik-bintik merah kehitam-hitaman sehingga kelihatan berwarna kemerah-

merahan, panjang tubuh dapat mencapai 12-16 inci atau 30-40 cm. Badan

Page 4: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

4

Cumi-cumi licin dan tidak bersisik sehingga praktis seluruh tubunya dapat

dimakan (Rodger, 1991).

Cumi-cumi menangkap mangsa dengan menggunakan tentakel.

Selain itu juga dapat mengelabu warna gelap musuhnya dengan

memyemprotkan cairan tintah atau merubah warna kulitnya. Zat tintah yang

dihasilkan cumi-cumi ini berwana gelap.

Tubuh Cumi-cumi dibedakan atas kepala, leher dan badan. Kepala

terdapat mata yang besar dan tidak berkelopak. Mata ini berfungsi sebagai

alat untuk melihat. Masih di dekat kepala terdapat sifon atau corong berotot

yang berfungsi sebagai kemudi. Jika ingin bergerak ke belakang

menyempurkan air kearah depan, sehingga tubuhnya tertolak kebelakang.

Sedangkan gerakan maju ke depan menggunakan sirip dan tentakelnya

(Sarwojo, 2005).

B. Habitat dan Penyebarannya

Cumi-cumi merupakan penghuni semi pelagis atau Domersal pada

daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Hidup

bergerombol atau soliter baik ketika sedang berenang maupun pada waktu

istirahat (Barnes, 1974). Beberapa spesies ini menembus sampai perairan

payau. Melakukan pergerakan diurnal yang berkelompok dekat dengan dasar

perairan pada saat siang hari dan akan menyebar pada malam hari. Bersifat

fototaksis positif (tertarik pada cahaya), oleh karena itu sering ditangkap

dengan menggunakan alat bantu cahaya (Roper et. al, 1984).

Menurut Roperet al(1987), meskipun tidak seluruh spesies yang

melakukan migrasi musiman, tetapi banyak spesies yang melakukannya

Page 5: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

5

karena reaksi terhadap perubahan suhu, terutama didaerah subtropis. Selama

musim dingin biasanyaterdapat diperairan lepas pantai yang lebih dalam dan

akan melakukan imigrasi kearah pantai berdasarkan kelompok ukuran yaitu

individu yang berukuran besar berimigrasi pada permulaan musim semi, lalu

diikuti individu yang ukurannya lebih kecil pada musim panas, dan pada

musim gugur akan kembali kearah perairan yang lebih dalam.

Menurut Barnes ( 1967 dalam Bakrie 1985), Cumi-cumi hampir

ditemukan pada semua laut di dunia, mulai dari perairan pantai yang dangkal

sampai pada bujur Barat Lautan Pasifik dan Lautan Indonesia . Di Indonesia

terdapat hampir disemua perairan, misalnya perairan Pantai Barat Sumatera

( Aceh dan Sumatera utara), selatan Jawa (Jawa Barat dan Jawa Timur),

selatan Malaka ( Aceh, Sumatera Utara dan Riau), timur Sumatera ( Sumatera

Selatan dan Lampung), utara Jawa ( Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat dan

Jawa Timur), Bali, NTB, NTT, selatan barat Kalimantan, Sulawesi Selatan Dan

Sulawesi tengah, Sebelah selatan Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Anonim,

1985).

C. Umur dan Pertumbuhan

Umur dan pertumbuhan merupakan parameter dinamika populasi

yang mempunyai peran penting dalam pengkajian stock perikanan. Effendie

(1997) mengatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor jumlah dan

ukuran makanan yang tersedia, suhu, kualitas air, umur, dan ukuran

organisme serta kematangan gonad. Dengan mengetahui umur dan komposisi

jumlahnya yang ada dan berhasil hidup, kita dapat mengetahui keberhasilan

atau kegagalan reproduksi cumi-cumi pada tahun tertentu, misalnya akibat

Page 6: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

6

musim yang berkepanjangan, termasuk eksploitasi yang berlebihan atau tidak

pada tahun-tahun tertentu.Keadaan demikian dapat dilacak melalui

penelusuran komposisi atau struktur umur dengan anggotanya pada saat

tertentu dan dapat pula dipakai memprediksi produksi perikanan pada saat

mendatang.

Organisme yang koefisien laju pertumbuhannya tinggi memerlukan

waktu yang singkat untuk mencapai panjang maksimunnya dan sebaliknya

organisme yang koefisien laju pertumbuhannya rendah, memerlukan waktu

yang lama untuk mencapai panjang maksimumnya, sehingga organisme

tersebut dapat berumur panjang (Sparre et.al. 1999).

Hasil penelitian yang dilakukan diperairan Kabupaten Polewali

mandar diperoleh nilai parameter pertumbuhan L∞ sebesar 43,30 cm, K =

0,0241 per tahun dan to sebesar -0.61 per tahun (Sriwana ,dkk.2007).

D. Mortalitas

Mortalitas adalah jumlah individu yang hilang selama satu interval

waktu (Ricker, 1975).Dalam perikanan umumnya dibedakan atas dua

penyebab yaitu mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F).

Mortalitas alami yang tinggi didapat pada organisme yang memiliki nilai

koefisien laju pertumbuhan yang besar dan sebaliknya, mortalitas alami yang

rendah akan didapat pada organisme yang memiliki nilai laju koefisien

pertumbuhan yang kecil (Sparre, dkk.1999). Selanjutnya dikatakan pula

bahwa mortalitas alami merupakan kematian yang disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain predasi termasuk kanibalisme, penyakit, stres pada waktu

pemijahan, kelaparan dan umur yang tua.

Page 7: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

7

Azis (1989). mengatakan bahwa jika penangkapan dilakukan secara

terus menerus untuk memenuhi permintaan konsumen tanpa adanya suatu

usaha pengaturan, maka sumberdaya hayati organisme ( waktu yang akan

datang) dapat mengalami kelebihan tangkapan dan berakibat mengganggu

kelestarian sumber daya hayati. Selanjutnya dikatakan bahwa kecepatan

eksploitasi atau pendugaan kematian karena penangkapan adalah

kemungkinan ikan mati karena penangkapan selama periode waktu tertentu,

dimana sumber faktor penyebab kematian berpengaruh terhadap populasi.

Mortalitas total stock organisme di alam di defenisikan sebagai laju penurunan

secara eksponensial kelimpahan individu berdasarkan waktu. Umumnya

mortalitas total dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan hubungannya

yakni Z = F+M dimana Fadalah Fishing Mortality dan M adalah Natural

Mortality

Mortalitas alami yang tinggi akan didapat pada organisme yang

mempunyai nilai koefisien laju pertumbuhan yang besar dan sebaliknya

mortalitas alami yang rendah akan didapatkan pada organisme yang

mempunyai nilai koefisien laju pertumbuhan yang kecil Sparreet al(1999).

Hasil perhitungan yang dilakukan di perairan Kabupaten Polewali

Mandar diperoleh nilai laju mortalitas total (Z) 0,66 pertahun , mortalitas alami

sebesar (M) 0,19 per tahun ,dan mortalitas penagkapan(F)sebesar 0,47 per

tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa laju mortalitas penangkapan

lebihtinggi dari pada laju mortalitas alami. Hal ini dapat disebabkan oleh

adanya kelebihan hasil tangkapan (Sparredkk, 1999).

E. Yield Per Rekruitment

Page 8: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

8

Effendie (1997) menyatakan bahwa secara sederhana yield adalah

porsi atau bagian dari populasi yang diambil oleh manusia. Jadi disini ada

hubungannya antara penyediaan dan pengambilan. Mortalitas Karena

penangkapan adalah yang dimaksudkan dengan yield. Diantara usaha yang

dilakukan dalam perikanan adalah menentukan penangkapan yang seimbang

maximum sustainable yield (MSY). Kesetimbangan stock akan terganggu

apabila penangkapan melampaui batas penangkapan. Dalam pengembalian

populasi itu menjadi seimbang apabila terjadi recruitmen dalam jumlah besar .

Pendugaan stock Yield per rekruitmen (Y/R) merupakan salah satu model

yang biasa digunakan sebagai dasar strategis pengelolaan perikanan

disamping model rekruitmen dan surplus produksi.

Recruitment adalah penambahan anggota baru kedalam suatu

kelompok. Dalam perikanan, rekruitmen ini dapat diartikan sebagai

penambahan suplai baru yang sudah dieksploitasi ke dalam stok yang lama

yang sudah ada dan sedang dieksploitasi. Suplai baru ini adalah hasil

reproduksi yang telah tersedia pada tahapan tertentu dari daur hidupnya dan

telah mencapai ukuran tertentu sehingga dapat tertangkap dengan alat

penangkapan yang digunakan dalam perikanan. Jadi suplai baru ini

merupakan kelompok ikan yang sama umurnya yang dalam periode tertentu

setelah melalui mortalitas prerekruitment masuk ke dalam daerah yang

sedang dieksploitasi. Jadi jelas bahwa kehadiran recruit ini berasal dari

sejumlah stok reproduktif yang dewasa, sehingga ada hubungan stok dewasa

dengan stok rekruitmennya (Effendie, 2002).

III. METODE PENELITIAN

Page 9: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

9

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan diKabupaten Barru selama kurang lebih

dua bulan yaitu dari bulan April – Mei 2011. Lokasi penelitian dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitia Desa Sunpanbinanga Kec. Sidoo Kab.

Barru.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah Cumi-cumi (Loligo

chinensis) yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan

alat tangkap pukat cincin dan bagan perahu.

Adapun alat yang digunakan pada saat penelitian adalah mistar

untuk mengukur panjang mantel Cumi-cumi dengan ketelitian 0,1 cm,

timbangan ,thermometer untuk mengukur suhu pada perairan, GPS untuk

mengetahui lokasi fishing ground, kamera digital dan alat tulis menulis.

Page 10: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

10

C. Metode Pengambilan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yaitu

mengukur panjang mantel cumi-cumi yang diperoleh dari hasil tangkapan

nelayan dengan alat tangkap pukat cincin dan bagan perahu. Pengukuran

dilakukan, 2 sampai 3 seminggu selama kurang lebih dua bulan dengan cara

mengukur panjang mantel dan menimbang berat Cumi-cumi secara langsung,

dengan menggunakan mistar dan timbangan. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survai, sedangkan, pengambilan sampel

dilakukan dengan metode stratified random sampling atau biasa dikenal

dengan metode acak bertingkat atau sehingga dapat mewakili ukuran-ukuran

ikan dominan yang tertangkap di perairan Kabupaten Barru. Strata yang akan

digunakan antara lain : alat tangkap, daerah penangkapan, dan ukuran Cumi-

cumi.

D. Analisi Data

1. Kelompok umur

Untuk menduga kelompok umur cumi-cumi dapat digunakan metode

Bhattacharya (Sparre et. al. 1999), yaitu membagi Cumi-cumi pada beberapa

kelompok panjang mantel. Selanjutnya dilakukan perhitungan logaritma

kemudian dicari selisih logaritma suatu kelas dengan kelas sebelumnya.

∆ lnN=a+bx+ dl2

Kemudian dilakukan pemetaan hasil nilai tengah kelas masing-masing

panjang mantel Cumi-cumi (sumbu x) terhadap selisih logaritma natural

frekuensi terhitung panjang Cumi-cumi (sumbu y). Perpotongan garis lurus

Page 11: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

11

regresi dengan sumbu x memberikan nilai panjang rata-rata setiap kelompok

umur. Jumlah rata-rata setiap kelompok umur nilainya adalah –a/b.

Jika sampel yang diperoleh tidak berdistribusi normal maka dilakukan

penormalan distribusi menurut kelompok umur. Untuk mendapatkan distribusi

frekuensi yang normal, maka frekuensi yang diamati diubah ke dalam

frekuensi yang dihitung (Fc) dengan menggunakan persamaan distribusi

normal (Hasselblad) dalam Sparre dkk. (1999). sebagai berikut :

Fc= n .dls√ 2π

exp−(X−x ) ²2S ²

keterangan

Fc = Frekuensi terhitung

n = Jumlah sampel

dl = Interval kelas

S = Standar deviasi

X = Panjang rata – rata

x = Tengah kelas panjang total

π = 3, 1415

2. Pertumbuhan

Pertumbuhan diukur dengan menggunakan metode Von Bartalanffy

(1934 dalam Effendie, 1997). sebagai berikut :

Lt = L∞(1 – e –K ( t - to))

Keterangan :

Lt = Panjang mantel Cumi-cumi pada umur t (cm)

L∞ = Panjang mantel asimtot Cumi-cumi (cm)

K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

Page 12: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

12

to = Umur teoritis Cumi-cumi pada saat panjang sama dengan nol

(tahun)

t = Umur (tahun)

Untuk menentukan panjang mantel asimptot cumi-cumi (L∞) dan

koefisien laju pertumbuhan (K) digunakan metode Ford dan Walfort dalam

Sparre dkk (1999). yaitu dengan memplotkan L(t + ∆t) dan L ( t ) dengan

persamaan berikut :

L(t + ∆t) = a + b.(t)

sehingga diperoleh

L∞= a1−b

K=−1∆ t

ln b

Selanjutnya untuk menentukan to digunakan rumus Pauly ( 1980). yaitu :

Log (-to) = -0,3922 – 0,2752(Log L∞) – 1,038 (Log K)

Keterangan

L∞ = Panjang mantel asimptot

K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

to = Umur teoritis cumi-cumi pada saat panjang sama dengan nol

3. Mortalitas

a. Mortalitas Alami (M)

Mortalitas alami dihitung dengan menggunakan metode empiris Pauly

(1983). sebagai berikut :

M = 0.8 * exp ( - 0.152 – 0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.4634 ln T )

dimana :

Page 13: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

13

M = Laju mortalitas alami (tahun)

L∞ = Panjang asimptot cumi-cumi (cm)

K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

T = Suhu rata – rata permukaan perairan (°C)

b. Mortalitas Total (Z)

Pendugaan mortalitas total (Z), mengunakan metode Beverton dan

Holt dalam (Sparre et.al.1989) yaitu :

Z=K L∞−LL−L '

dimana :

K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

L∞ = Panjang asimptot cumi-cumi (cm)

L = Panjang rata – rata cumi-cumi yang tertangkap (cm)

L’ = Batas terkecil ukuran kelas panjang cumi-cumi yang telah

tertangkap penuh (cm)

c. Mortalitas Penangkapan (F) dengan Laju Eksploitasi (E)

Dari hasil pendugaan nilai Z dan M, maka mortalitas penangkapan

(F) di peroleh dari persamaan

Z = F + M atau F = Z - M

Sedangkan Laju Eksploitasi (E), dihitung dengan rumus Beverton

dan Holt Sparre dkk, (1989), yaitu :

E=FZ

Dimana :

F = Mortalitas penangkapan

Z = Mortalitas total

Page 14: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

14

M = Mortalitas alami

E = Laju eksploitasi

4. Yield Per Recruitmen (Y/R)

Yield per rekruitment (Y/R), diketahui dari persamaan Beverton dan

Holt Sparre dkk, (1999), yaitu :

(Y /R )=E .U m1− 3U1+m

+ 3U2

1+2m− U 3

1+3m

Dimana :

U=1− LL∞

Keterangan :

E = Laju eksploitasi

L = Ukuran dari kelas terkecil dari cumi-cumi yang tertangkap (cm)

M = Laju mortalitas alami (per tahun)

K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

L∞ = Panjang asimptot Cumi-cumi (cm)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 15: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

15

A. Alat Tangkap Yang Digunakan Untuk Mengambil Sampel

1. Purse Seine

Purse seine merupakan salah satu alat tangkap ikan yang sangat efektif

dan paling modern terutama untuk para nelayan, mulai nelayan tradisional

sampai dengan nelayan modern ( Gambar 2).

Gambar 2. Alat Tangkap Purse Seine

Purse Seine disebut juga “pukat cincin” karena alat tangkap ini

dilengkapi dengan cincin dimana “tali cincin” atau “tali kerut” di dalamnya.

Fungsi cincin dan tali kerut / tali kolor ini penting terutama pada waktu

pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang

tadinya tidak berkantong akan terbentuk pada tiap akhir penangkapan.

Ikan yang menjadi tujuan penangkapan purse seine adalah ikan-ikan

pelagis yang bergerombol. Ini berarti ikan yang akan di tangkap tersebut

harus dalam bentuk bergerombol (shoaling). Berada dekat permukaan air dan

di harapkan dalam suatu densitas shoaling yang tinggi. Jika ikan belum

berkumpul dalam suatu area penangkapan atau berada dalam luar

kemampuan penangkapan jaring. Maka perlu diusahakan agar ikan dapat

Page 16: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

16

berkumpul kesuatu area penangkapan, hal ini ditempuh dengan mengunakan

cahaya dan rumpon (Ayodhoa, 1981).

a. Bahan dan Spesifikasinya

1. Jaring Utama

Jaring utama pada purse seine terdiri dari beberapa bagian yaitu

sayap, badan dan kantong. Semua bagian jaring utama berbentuk segi

empat dengan ukuran mata jaring masin-masing bagian sayap 210D/6,

bagian badan 210 D/6 dan bagian kantong 210D/9.Bahan dari jaring ini

adalah PA multy filament. Mesh zise untuk sayap dan badan adalah 1 inchi

sedangkan kantong ¾ inchi. Mesh size untuk kantong harus lebih kecil dari

pada mesh size sayap badan .

Pelampung adalah alat yang digunakan untuk menjaga agar jaring

tetap terapung diatas permukaan air, Pelampung sebaiknya mempunyai daya

apung yang besar, sedikit menyerap air, mudah diperole dan harganya

murah.

Pelampung yang biasa digunakan terbuat dari plastik yang berbentuk

seperti bola dengan diameter 8 cm sebanyak 2500 buah dengan jarak antara

pelampuang 20 cm.

2. Tali ris

Tali ris atas terdiri dari tali pelampung dan tali penguat, dianjurkan

mengunakan bahan tali yang berat jenisnya lebih kecil dari air , dengan

diameter tali 10mm dan 7mm dan terbuat dari bahan Polyethylenen.

Sedangkan untuk tali ris bawah yang meliputi tali pemberat dan tali penguat

pada pemberat yang mengunakan bahan yang berat jenisnya lebih besar

dari air dengan diameter tali masing– masing 12 dan 10mm.

Page 17: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

17

3. Pemberat

Pemberat yang biasa digunakan adalah terbuat dari bahan timah

yang berbentuk cincing, diameter 11cm, sebanyak 376 buah dengan jarak

antara pemberat 1 meter. Pemberat ini diikat pada tali ris dan fungsinya

untuk menenggelangkan bagian bawah jaring dan bergantung pada jaring.

a. Alat bantu penangkapan

1. Lampu

Fungsi dari pada lampu adalah untuk mngumpulkan kawanan ikan

kemudian dilakukan operasipenangkapan dengan menggunakan alat

tangkap purse seine, jenis lampu yang digunakan seperti lampu petromaks.

2. Rumpon

Rumpon merupakan suatu bangunan benda menyerupai

pepohonanan yang dipasang ditengah laut. Pada prinsipnya rumpon terdiri

dari empat komponen yaitu pelampung ,talipanjang, atraktor (pemikat) dan

pemberat.

Rompon umumnya dipasang pada kedalaman 30-75m ,setelah

dipasang kedudukan rompon ada yang di angkat-angkat, tetapi ada juga

bersifat tetap tergantung pemberat yang digunakan.

Hubungan alat tangkap purse seine dengan dinamika populasi dapat

dilihat pada ukuran mata jaring yang digunakan untuk menangkap cumi-

cumi.Dimana ukuran mata jaring yang digunakan sangat kecil dan dapat

menangkap ukuran cumi-cumi yang belum cukup umur untuk di tangkap.

3. Bagan Perahu

Page 18: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

18

Bagan perahu (Boat Lift Nets) adalah salah satu jenis alat tangkap yang

termasuk dalam klasifikasi jaring angkat (Lift net) dari jenis bagan yang

digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil (Subani dan

Barus,1989).

Bagan apung juga merupakan mobilitas tinggi dapat dioperasikan

ditengah laut. Ukurannya bervariasi tetapi umum yang digunakan di

Kabupaten Barru ukuran 45 m dan lebar 45 m, berbentuk segi empat bujur

sangkar dengan ukuran mata jaring 0,5 cm dan bahan terbuat dari waring.

Jaring yang dirangkai satu demi satu sehingga membentuk persegi

empat besar. Pada bagian tepi jaring terdapat tali ris yang berfungsi untuk

menguatkan tepi jaring sehingga tidak terbelit. Setiap tepi jaring dilengkapi

dengan tali yang berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring pada

saat pengoperasian, sehingga tali pada saat penarikan tidak tergulung dengan

baik maka alat peggulung tali digunakan katrol yang terdapat ditengah

kerangka bagan. Panjang tali penarik sekitar 60 meter untuk satu

bagian ,diameter 2,5 yang terbuat dari bahan polyethylene.

Untuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya

digunakan kawat baja diameter 0,5 cm. Pada bagian tengah bagan ini

terdapat rumah yang berfungsi sebagai tempat generator listrik, bahan bakar,

dan tempat istirahat. Sedangkan untuk mengumpulkan ikan dengan cahaya

lampu dari generator yang berkekuatan ribuan watt dengan voltasi 220 volt.

Lampu yang biasa digunakan adalah lampu merkuri yang terletak pada sisi

bagian kiri dan kanan kapal. Dengan jumlah bola lampu keseluruhan 60-100

buah. Agar kapal tidak terbawa arus pada saat pengoperasian maka posisi

atau lokasi penangkapan alat tangkap digunakan jangkar. Untuk menjaga

Page 19: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

19

keseimbagan bagan diberi ajang ajang yang terdapat pada kedua sisi

bangunan (Gambar 3).

Gambar 3. Bagan perahu.

Dalam pengoperasian bagan ini dilengkapi dengan perahu motor

yang berfungsi untuk menggandeng bagan perahu untuk menuju fishing

ground, selain itu mengangkut hasil tangkapan bagan.

Metode pengoperasian alat tangkap ini dilakukan sepanjang tahun.

Jika ombak besar serta arus kencang maka pengoperasian dilakukan

didaerah yang terlindungi gelombang besar. Setting dimulai dengan

melakukan penurunan jaring dengan memutar alat penggulung tali pada sisi

depan oleh anak buah, setelah jaring diturunkan lampu mercury sebagai

penarik ikan dinyalakan, hal ini belangsung terus menerus hingga ikan

sudah banyak berberombol dipermukaan air. Pada saat akan dilakukan

pengangkatan jaring lampu mercury dipadamkan secara bergilir sehingga

lampu terakhir yang berfungsi untuk menarik ikan ke permukaan yang

menyala. Dalam keaadaan demikian jaring diangkat secara perlahan lahan

dengan memutar alat penggulung (katrol). Selanjutnya dilakukan

pengankatan ikan dengan serok di dalam jaring tersebut.

Page 20: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

20

Bagan perahu merupakan alat tangkap yang mengunakan mesh size

mata jaring yang berukuran 0,5 cm. Dimana bagan perahu tersebut dapat

menangkap ukuran Cumi-cumi yang belum pantasnya untuk di tangkap.

Gambar Sampel Cumi-cumi yang digunakan diperairan Kabupaten

Barru Sulawesi Selatan.

Gambar 4 . Cumi-cumi (Loligo chinensis)

b. Kelompok umur

Jumlah sampel cumi cumi (Lolligo chinensis) yang diambil dilokasi

penelitian adalah 1.533 ekor dengan ukuran panjang mantel 3 – 16 cm. Dari

hasil sampel yang didapatdiperoleh 3 kelompok umur yaitu kelompok umur

pertama 3 – 9 cm, kelompok umur kedua 9 – 13 cm, dan kelompok umur yang

ketiga 13 – 16 cm. Untuk frekuensi sampel terbesar ditemukan pada kisaran 6

– 7cm dengan jumlah sampel 247 ekor, sedangkan untuk frekuensi sampel

terkecil berada pada kisaran 15 – 16 cm dengan jumlah sampel 8 ekor.

Dari hasil analisis Bhattacharya ( Sparee dkk, 1999 ) dengan

mengunakan hasil pemetaan selisi logaritma natural frekuensi teoritis

terhadap nilai tengah terdapat 3 kelompok umur relatif dengan panjang rata–

rata masing-masing 6,60 cm, 10,38 cm dan 13,43. Histogram frekuensi hasil

Page 21: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

21

penelitian dengan frekuensi terhitung Fc dari ketiga kelompok umur dapat di

lihat pada Gambar 5. berikut.

3,5

4,5

5,5

6,5

7,5

8,5

9,5

10,5

11,5

12,5

13,5

14,5

15,5

0255075

100125150175200225250275300

ffc

Tengah Kelas (cm)

Frek

uens

i (ek

or)

Gambar 5. Histogram Frekuensi hasil Tangkapan Dan Frekuensi Terhitung Cumi-cumi (Loligo chinensis) DiPerairan Kabupaten Barru .

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa pada umumnya Cumi-cumi

yang tertangkap diperairan Kabupaten Barruumumya berukuran kecil sampai

sedang, sedangkan Cumi–cumi berukuran yang sangat besar sangat kurang

tertangkap.

Hasil penelitian yang dilakukan di perairan Polowali Mandar dengan

mengambil sampel sampel cumi-cumi (Loligo sp) sebanyak 1.099 ekor

dengan diperoleh kisaran panjang 8 – 27,2 cm. Penelitian yang dilakukan

oleh Sriwana (2007), dengan jumlah sampel 1.533 ekor dengan kisaran

ukuran antara 3 – 16 cm dan jika dibandingkan dengan penelitian yang telah

dilakukan di perairan Kabupaten Barru, diperoleh hasil yang berbeda baik

dari ukuran terkecil hingga ukuran terbesar. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh

faktor musim dan lingkungan yang ikut mempengaruhi penangkapan Cumi-

cumi yang berukuran paling kecil, tidak diperoleh pula ukuran Cumi-cumi

Page 22: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

22

yang paling besar, karena diduga Cumi-cumi tersebut sudah tertangkap

jaring sebelum mencapai ukuran tubuh tertentu.

Dari hasil pemetaan logaritma panjang total terhadap nilai tengah

seperti pada Gambar 6. dibawah diperoleh 3 panjang rata-rata dengan

ukuran panjang masing – masing 6,60 cm ,10,38 cm, 13,43 cm.

3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 10.511.512.513.514.515.5

-2.5-2

-1.5-1

-0.50

0.51

1.52

Tengah Kelas (cm)

Δ Ln

Fc

L 1 =6.60

L 1 =10.38 L 1 =13.43

Gambar 6. Pemetaan selisi Logaritma Natulal Frekuensi Teoritis Terhadap Nilai Tengah kelas Pada Setiap Kelompok Umur Cumi-Cumi Yang tertangkap diperairan Kabupaten Barru.

Hasil Penelitian Sriwana (2007), diperoleh kisaran panjang rata-rata

ukuran masing-masing Cumi-cumi yaitu 11,79 cm pada umur 1 tahun, dan

18,60 cm untuk umur 2 tahun, dan 23,96 cm umur 3 tahun.

Dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan sekarang

berbanding jauh, karna di akibatkan belum cukup umurnya Cumi-cumi

tersebut untuk di tangkap.

c. Pertumbuhan

Hasil analisis mengunakan metode Ford–Walford (Sparee dkk,1999)

menunjukan nilai panjang asimptot (L∞) sebesar 26,2 cm, koefisien laju

pertumbuhan (K) adalah 0,21 per tahun, sedangkan nilai to di peroleh

Page 23: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

23

dengan mengunakan rumus Pauly (1980) yaitu sebesar – 0,82 tahun. Hal ini

sesuai dengan peryataan Sparre dkk (1999). Bahwa Cumi-cumi yang

memiliki laju koefisien pertumbuhan yang tinggi akan membutuhkan waktu

yang singkat untuk mencapai panjang asimtotnya dan sebaliknya.

Pertambahan pajang Cumi-cumi (Loligo chinensis) diperairan

Kabupaten Barru semakin menurun seiring bertambahnya umur sampai

mencapai panjang asimtotnya dimana Cumi-cumi tersebut tidak akan

bertambah panjang lagi. Hal ini sesuai dengan peryataan Nikolsky (1963)

bahwa Cumi-cumi muda akan memiliki pertumbuhan yang relatif cepat

sedangkan Cumi-cumi dewasa akan semakin lambat untuk selanjutnya akan

terhenti pada saat mencapai panjang asimtotnya, dari berbagai umur yang

relatif, sehingga dapat dihitung dari penambahan panjang Cumi-cumi tiap

tahunnya mencapai panjang asimptotnya (Gambar 7).

-1 3 7 11 15 19 23 27 31 35 39 43 470

4

8

12

16

20

24

28

Lt =26.2 (1-EXP -0.2146(t+(-0.8155)) )

Umur Relatif (tahun)

Panj

ang

Tota

l (cm

)

Gambar 7. Kurva pertumbuhan cumi-cumi (Loligo chinensis) diperairan Kabupaten Barru.

Bentuk kurva seperti gambar diatas disebut kurva pertumbuhan

sfesifik yaitu Cumi-cumi pada fase awal dari hidupnya mengalami

pertumbuhan yang cepat dan diikuti pertumbuhan yang lambat pada umur

tua. Berdasarkan kurva pertumbuhan spesifik diatas menunjukkan bahwa

Page 24: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

24

pertambahan panjang Cumi-cumi (Loligo chinensis) yang cepat terjadi pada

waktu umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur

sampai mencapai panjang asimptotnya dimana Cumi-cumi tidak bertambah

panjang lagi. Kurva panjang total tubuh Cumi-cumi memperlihatkan suatu

level seragam dengan laju pertumbuhan terbesar permulaannya selanjutnya

menurun menuju panjang maksimum (L∞), kurva yang terbentuk adalah

kurva pertumbuhan spesifik (Azis, 1989). Selain itu juga pertumbuhan cepat

bagi Cumi-cumi yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan

dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Pada Cumi-

cumi tua energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk

pertumbuhannya, tetapi hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya

dan mengganti sel –sel yang rusak (Sudirman dan Mallawa, 2004). Hal

serupa juga diungkapkan oleh Nikolsky (1963) bahwa Cumi-cumi muda akan

memiliki pertumbuhan yang relatif cepat sedang Cumi-cumi dewasa akan

semakin lambat untuk mencapai panjang asimptotnya atau panjang

maksimumnya, selanjutnya akan terhenti pada saat mencapai panjang

asimptotnya hal ini disebabkan karena energi yang diperoleh dari makanan

tidak lagi digunakan untuk pertumbuhan tetapi untuk mengganti sel – sel

yang sudah rusak dan kematangan gonad.

Penelitian yang dilakukan oleh Sriwana,dkk (2007) mengenai ikan

Cumi-cumi Kecamatan Polowali Mandar dengan nilai K sebesar 0,24 per

tahun dengan nilai L∞ sebesar 43,30 cm dan nilai To sebesar – 0,61 per

tiga bulan.

Perbedaan berbagai hasil penelitian yang diperoleh diduga karena

kondisi suatu perairan yang berbeda, selain itu juga diduga karena

Page 25: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

25

perbedaan jumlah data Cumi-cumi yang diukur beserta ukuran yang

diperoleh. Stuguent (1989) dalam Tarwiyah(2003), berpendapat bahwa

pertumbuhan panjang Cumi-cumi muda lebih cepat dari pada Cumi-cumi

yang berumur tua pada kondisi perairan yang sama. Apabila perairan

berubah kondisi maka pertumbuhan Cumi-cumi dapat dipengaruhi oleh

adanya perubahan dari ekologinya termasuk makanan, penyakit ikan dan

perubahan musim yang tidak menentu.

d. Mortalitas

Laju mortalitas total (Z) di analisi dengan menggunakan metode

Beverton dan Holt (Sparre dkk, 1999). diperoleh nilai dugaan untuk

mortalitas total (Z) untuk Cumi-cumi (Loligo chinensis) diperairan Kabupaten

Barrusebesar 0,69 per tahun, sedangkan nilai mortalitas alami (M) yang

dianalisa dengan menggunakan rumus Empiris Pauly (1980) dengan

memasukkan nilai yang telah diperoleh sebelumnya yaitu nilai K sebesar

0,21 per tahun, L∞ sebesar 26,7 cm dengan suhu perairan di Kabupaten

Barrusebesar 29°C, dengan demikian maka diperoleh nilai mortalitas alami

(M) sebesar 0,48 per tahun. Sedangkan nilai dari laju mortalitas

penangkapan (F) dengan menggunakan nilai Z dikurangi nilai M, maka

diperoleh nilai untuk dugaan mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,21 per

tahun. Dan nilai laju eksploitasi (E) diperoleh dengan membagi nilai F

terhadap Z sehingga diperoleh nilai E sebesar 0,30 per tahun.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sriwana dkk (2007)

mengenai Cumi-cumi di perairan Kecamatan Polowali Mandar mendapatkan

nilai mortalitas alami (M) sebesar 0,19 per tahun, mortalitas penangkapan

Page 26: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

26

sebesar 0,47 per tahun, dengan nilai eksploitasi yang terjadi di perairan

Kabupaten Polewali Mandar adalah 0,70 per tahun.

Nilai laju eksploitasi diperairan Kabupaten Barru tergolong rendah

karena berada di angka 0,30 per tahun. Dimana berdasarkan nilai laju

mortalitas total (Z) dan laju mortalitas penangkapan (F), maka laju

eksploitasi dapat diduga yaitu F/Z dimana Eopt adalah 0,12. Apabila nilai E

yang diperoleh lebih besar dari 0,95 dapat dikategorikan lebih tangkap

biologis yaitu lebih tangkap pertumbuhan terjadi bersama-sama dengan

lebih tangkap rekruitment. Lebih tangkap pertumbuhan yaitu tertangkapnya

Cumi – cumi yang berpotensi sebagai stok sumber daya perikanan sebelum

mereka mencapai ukuran yang pantas untuk ditangkap, sehingga reproduksi

Cumi-cumi muda juga berkurang (Pauly, 1980). Tabel 1 berikut menyajikan

nilai dugaan mortalitas dan laju eksploitasi cumi-cumi (Loligo chinensis)

diperairan Kabupaten Barru.

Parameter Populasi Nilai dugaan ( per tahun)

Mortalitas total (Z) 0,69

Mortalitas alami (M) 0,48

Mortalitas penangkapan (F) 0,21

Laju eksploitasi (E) 0,30

Tabel 1. : Nilai Dugaan Mortalitas dan Laju Eksploitasi Cumi-cumi (Loligochinensis)Di Perairan Kabupaten Barru.Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai mortalitas

alami (M) lebih besar jika dibandingkan dengan mortalitas penangkapan (F),

hal ini menunjukkan bahwa kematian Cumi-cumi lebih disebabkan kematian

karena faktor alami seperti : predasi, penyakit, ketuaan, kondisi lingkungan,

Page 27: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

27

stress yang berkaitan dengan ekosistem dan sebagainya (Sparre dkk,1999),

sehingga dapat mengakibatkan penurunan jumlah stok Cumi-cumi di

perairan Kabupaten Barru.

e. Yield Per Rekruitment

Pendugaan yield per rekruitment merupakan salah satu model yang

bisa digunakan sebagai dasar strategi pengelolaan perikanan. Analisa ini

diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, karena model ini

memberikan gambaran mengenai pengaruh – pengaruh jangka pendek dan

jangka panjang dari tindakan – tindakan (Gulland,1983). Nilai dugaan Y/R

dengan metode Beverton dan Holt dalam Sparre dkk(1999) dengan

memasukkan nilai koefisien laju pertumbuhan, panjang asimptot dan nilai-

nilai yang terdapat pada Tabel di atas.

Dalam penelitian ini diperoleh nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,30 ini

menunjukkkan bahwa diperairan Kabupaten Barru dapat dikategorikan

sebagai daerah perairan yang masih terkendali. Hasil per rekruitmen

diestimasi dengan metode Beverton dan Holt (Sparredkk,1999) sehingga

didapatkan nilai 0,064 gram per rekruitment . Ini berarti bahwa setiap

rekruitment yang terjadi terdapat 0,064 gram yang dapat diambil sebagai

hasil tangkapan (Gambar 8).

Page 28: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

28

00.0

5 0.1 0.15 0.2 0.2

5 0.3 0.35 0.4 0.4

5 0.5 0.55

0.600

0000

0000

0001

0.650

0000

0000

0004

0.700

0000

0000

0001

0.750

0000

0000

0004 0.8

0.850

0000

0000

0001 0.9

0.950

0000

0000

0001 1

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

Y/R

EKSPLOITASI

YIEL

D PE

R RE

KRU

ITM

ENT

E skrg = 0,0644

E opt =0,1299

Gambar 8. Kurva Hubungan Yield Per Rekruitment (Y/R) Terhadap Nilai Laju Eksploitasi (E) Cumi-cumi(Loligo chinensis) Di Perairan Kabupaten Barru.

Berdasarkan gambar diatas nilai E opt yang diduga adalah 0,95

dengan Y/R sebesar 0,1299 gram/rekruitment sedangkan untuk Eskrg

adalah 0,3062 dengan nilai Y/R adalah 0,0644 gram per rekruitment. Dapat

dilihat pada gambar grafik kurva hubungan Y/R di atas untuk laju ekploitasi

perlu penambahan stok 0.65 E.

Page 29: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

29

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan mengenai

dinamika populasi Cumi-cumi (Loligo chinensis) di perairan Kabupaten Barru

adalah sebagai berikut

1. Populasi Cumi-cumi (Loligo chinensis) di perairan Kabupaten Barru terdiri

dari tiga kelompok umur dengan kisaran panjang 3 cm - 16 cm.

2. Pertumbuhan Cumi-cumi (Loligo chinensis) di perairan Kabupaten Barru

dapat mencapai panjang assimptot 26,7 cm dengan laju pertumbuhan sangat

lambat

3. Kematian alami lebih tinggi dari pada kematian akibat penangkapan Cumi-

cumi (Loligo chinensis) di perairan Kabupaten Barru.

4. Laju eksploitasi Cumi-cumi (Loligo chinensis) disekitar perairan Kabupaten

Barru masih rendah yaitu sebesar 0,30 dengan Y/R sebesar 0,064 gram per

rekruitmen.

B. Saran

Adapun saran yang saya ajukan dari hasil penelitian ini sebagai bahan

masukan untuk penelitian selanjutnya adalah :

1. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut dan lengkap perlu adanya

penelitian lanjutan tentang aspek biologi Cumi-cumi (Loligo chinensis),

misalnya frekuensi pemijahan Cumi-cumi (Loligo chinensis) dalam setahun,

sehingga dalam penentuan kelompok umur dapat diketahui secara pasti

umur Cumi-cumi pada setiap kohortnya.

Page 30: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

30

2. Untuk pemerintah setempat perlu dilakukan pengaturan kegiatan

penangkapan khususnya Cumi-cumi (Loligo chinensis) di sekitar perairan

Kabupaten Barru agar tidak terjadi penangkapan yang melebihi laju

eksploitasi yang ada sekarang .

Page 31: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

31

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1985. Statistik Perikanan Indonesia. Direktorak Jenderal Perikanan

Azis , K. A 1989. Dinamika Populasi Ikan. Bahan pengajaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorak Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati .IPB. Bogor

Bakriel. Z. 1985. Analisis Tentang Usaha Penangkapan Cumi-cumi dengan Pancing di Pulau Barang Lompo dan Sekitarnya. Tesis Jurusan Perikanan Fakultas FIKP Universitas Hasanuddin. Makassar

Beverton R. J. H. dan S. J. Holt. 1957. OnThe Dinamics of Exploited Fish Population. Fisheries Investigasion Series 2.19 Ministry of Agriculture, Fesheries and Food. United kingdom

Effendie, M.I. 1997 Biologi Perikanan . Yayasan Pustaka Nusantara. Yokyakarta

Gulland. 1983. Manual of Methods For Fish Stock Assesment Part 1. Fish Population Analysis. Fourt Addition .FAO . Rome

Gulland. 1982. Fish Stock Assement A Manual Of Basic Methods.FAO. Rome.

Ikhsan. 1994. Beberapa Aspek Biologi, Dinamika populasi dan tingkat Eksploitasi cumi cumi ( Loligo sp) di Perairan Sekitar Pulau Barang Lompo. Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas FIKP Univesitas Hasanuddin Makassar.

Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology Of Fisheries. Department of Ichtiologi Biologi Sil Feclty Moscow Spute University. Akademik Press. London

Pauly, D. 1980. A Section of Simple Method for the Assessment Tropical Fish Stock. FAO. Fish Tech. New York

Ricker , W.E. 1975. Computation and Interpretation of Biological Statistik of FishStock. FAO. Fish Tech . New York

Rodger, R. W. A. 1991. Fish Facts An Ikkustrated Guide To CommercialSpecies. Van Norstrand Reinhold. New York. 162-163pp

Roper, C.F.E., M.J Sweeney and C.E Neuen,1984. Chephalopods of The Word. And Annottated and lllustrated Ratalogue of Spesies of Interest to Fisheries. FAO Species Catalogue

Sarwojo. 2005. Serba – Serbi Dunia Molusca. Malang. Indonesia

Sparre P, dan S.C Venama. 1999. Pengkajian Stok ikan Tropis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Peneliti Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Page 32: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

32

Tarwiyah. 2003. Pedoman Teknis Budidaya Ikan Beronang, Direktorat Bina Produksi, Direktorat. Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1997

Subani dan Barus, 1988, Introduksi Ikan di Indonesia Jilid 1. Lembaga Penelitian Inonesia

Online] Profil kabupaten dan kota .html (Diakses tanggal 9 Mater 2010Online] sektor kelautan dan perikanan Barru html (Diakses tanggal 12 Mater

2010

Sriwana(2007), Pendugaan Beberapa Parameter Dinamika Populasi Cumi-cumi (Loligo sp) di Perairan Kabupaten Polowali Mandar. Skripsi Program S1 Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar.

Sudirman dan Mallawa, A.2004. Teknik Penangkapan IKan 1. Penerbit Rieka `Cipta. Jakarta.

Page 33: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · Web view repository.unhas.ac.idUntuk memperkuat bangunan bagan (kerangka bagan) biasannya digunakan kawat baja

33