repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › ... daftar pedoman wawancara a....
TRANSCRIPT
Lampiran 1
DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA
A. Karakteristik Umum
1. Nama :
2. Usia :
3. Suku :
4. Pekerjaan :
5. Alamat :
6. Lama Tinggal :
7. Hari/Tgl. Wawancara :
B. Daftar Pedoman Wawancara
Motivasi (Konsep diri, keterbukaan, sikap tidak menilai)
1. Bagaimana cerita urang Taluak datang ke Tapaktuan Aceh Selatan?
2. Bagaimana Bapak/Ibu melihat keanekaragaman budaya?
3. Apakah Bapak/Ibu mau mempelajari budaya lain?
4. Apakah Bapak/Ibu merasa budaya Bapak/Ibu merasa lebih baik dari budaya
yang lain?
5. Apakah Bapak/Ibu pernah mengubah sikap untuk berusaha mengikuti budaya
setempat?
6. Apakah Bapak/Ibu merasa nyaman bekerja dengan orang-orang dari budaya
lain?
7. Apakah Bapak/Ibu berpendapat bahwa sekelompok orang dari budaya
tertentu lebih sering menimbulkan masalah di banding kelompok lain?
Universitas Sumatera Utara
8. Bagaimana Bapak/Ibu ketika berada dalam situasi dimana ada orang-orang
yang berbicara dengan bahasa yang Bapak/Ibu tidak mengerti?
9. Apakah identitas pribadi mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi
dengan orang-orang dari budaya lain?
10. Apakah Bapak/Ibu merasa terpancing emosi saat berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain?
Pengetahuan (perbedaan kelompok, nilai kultural/personal, adaptasi
antarbudaya)
1. Selama Bapak/Ibu tinggal di Tapaktuan, apakah Bapak/Ibu mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda budaya?
2. Apakah Bapak/Ibu pernah berusaha untuk beradaptasi dengan kebudayaan
setempat?
3. Apakah Bapak/Ibu fleksibel beradaptasi dengan lingkungan baru?
4. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah terdapat budaya Bapak/Ibu yang di
adaptasi dari budaya orang lain?
5. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami masalah komunikasi dengan orang
yang berbeda budaya?
6. Apakah Bapak/Ibu pernah membandingkan budaya Bapak/Ibu dengan budaya
yang lain?
7. Apakah Bapak/Ibu merasa nilai-nilai budaya Bapak/Ibu terancam karena
berada di lingkungan orang yang berbeda budaya?
8. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu terhadap pergeseran nilai-nilai budaya?
Universitas Sumatera Utara
9. Nilai-nilai seperti apa yang Bapak/Ibu ketahui yang ada dalam budaya
setempat dan budaya orang lain yang dipegang dan dijunjung tinggi, bahkan
diwariskan kepada anak-anaknya?
10. Menurut pandangan pribadi Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu dapat membantu
saya untuk menstereotipekan budaya lain?
Kecakapan (berempati, memberi perhatian dan bertoleransi pada
ambiguitas)
1. Dalam percakapan sehari-hari, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
2. Apakah Bapak/Ibu dapat memahami pembicaraan yang menggunakan bahasa
Aneuk Jamee atau bahasa Aceh?
3. Apakah Bapak/Ibu dapat berinteraksi dengan bahasa yang lain? (bahasa Aneuk
Jamee atau bahasa Aceh). Kenapa Bapak/Ibu memilih bahasa tersebut dalam
percakapan sehari-hari?
4. Bagaimana sikap Bapak/Ibu pada saat berinteraksi dengan seseorang sementara
orang-orang disekitar tidak memahami bahasa yang Bapak/Ibu gunakan?
5. Bagaimana cara bapak/ibu untuk memperhatikan terhadap perbedaan baik dari
segi bahasa, sikap maupun budaya yang ada pada masyarakat Taluak dan
Aceh?
6. Apakah bapak/ibu ada pengamatan khusus terhadap perbedaan antara
masyarakat Taluak dengan masyarakat Aceh?
7. Apakah bapak/ibu berusaha mendengarkan percakapan antara masyarakat
Aceh atau masyarakat Taluak yang Bapak/ Ibu tidak mengerti maksud dari
pembicaraan tersebut?
Universitas Sumatera Utara
8. Jika terdapat pembicaraan (kata) yang sifatnya memiliki banyak makna
(ambiguitas), bagaimanakah cara Bapak/Ibu menyingkapinya?
9. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas terhadap perbedaan budaya antara
masyarakat Taluak dengan masyarakat aceh?
10. Bagaimana kemampuan Bapak/Ibu dalam mendefinisikan/ memahami
terhadap perasaan dan pikiran orang lain? (kemampuan berempati)
11. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyesuaikan perilaku dalam pergaulan sehari-
hari dengan masyarakat Taluak/Aceh?
12. Bagaimana cara Bapak/Ibu memprediksi dan menjelaskan perilaku terhadap
orang yang yang berbeda baik sikap, bahasa, dan budayanya.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
HASIL WAWANCARA
Nama : Anasruddin
Usia : 68 Tahun
Suku : Aneuk Jamee
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Batu Merah
Hari/Tgl. Wawancara : Minggu, 12 Juni 2016
Motivasi (Konsep diri, keterbukaan, sikap tidak menilai)
1. Bagaimana cerita kedatangan orang Padang dan penyebaran masyarakat
Aneuk Jamee di Tapaktuan Aceh Selatan?
Jawaban:
Masyarakat Aneuk Jamee berasal dari Padang yang berlayar dan singgah ke
Tapaktuan. Dikatakan keturunan Aneuk Jamee karena urang Taluak
berbahasa Aneuk Jamee dan hampir 100 % mendiami di Tapaktuan. Selain di
Tapaktuan ada juga di Samadua, Labuhanhaji, Kandang dan Aceh Singkil.
Budaya Urang Taluak mengarah ke adat Minang yang datang merantau dari
Padang ke Tapaktuan. Selanjutnya, berkembang biak lah disini termasuk
kami ini keturunan-keturunannya dan berbaur dengan masyarakat Aceh.
Dulu, di Tapaktuan ada dua suku yang besar yaitu suku Kluet (Aceh) dan
Aneuk Jamee.
2. Bagaimana Bapak/Ibu melihat keanekaragaman budaya di Tapaktuan?
Universitas Sumatera Utara
Jawaban:
Pertama: dari segi bahasa, Kedua: Kebiasaan. Masyarakat Taluak
menghargai tamu sangat luar biasa sekali. Setiap tamu yang datang ke rumah
merasa tidak enak bila kita tidak kasih minum. Berbeda jauh dengan orang
Aceh Sigli disana. Ketiga: Makanan. Kalau Urang Taluak makanannya lebih
suka gulai-gulai basantan, rendang padang dan hampir semua makanan pake
kelapa. Nah, kalau orang Aceh asam keueng (asam pedas). Keempat: Adat
Istiadat. Dalam perkawinan lebih memakai adat Padang.
3. Apakah Bapak/Ibu mau mempelajari budaya lain?
Jawaban:
Tentu
4. Apakah Bapak/Ibu merasa budaya Bapak/Ibu merasa lebih baik dari budaya
yang lain?
Jawaban:
Setiap budaya itu memang ada perbedaan-perbedaan bukan berarti kita
menjelekkan budaya yang lain, ada sisi positif dan negatifnya. Dan kita
menghargai perbedaan itu.
5. Apakah Bapak/Ibu pernah mengubah sikap untuk berusaha mengikuti budaya
setempat?
Jawaban:
Tentunya itu adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk belajar semua
budaya yang ada. Tapi, sebaiknya kita belajar selama kita mampu dengan
mengamati kegiatan sehari-hari, tapi tentunya sikap tertentu yang dapat
diterima oleh semua budaya. Contoh: bagaimana kita berbicara dengan sopan,
Universitas Sumatera Utara
tidak membeda-bedakan antara satu orang dengan yang lain. Suatu standar
cara berbicara yang diterima oleh semua orang.
6. Selama Bapak jadi abdi negara, apakah Bapak merasa nyaman bekerja
dengan orang-orang dari budaya lain?
Jawaban:
Tentu, saya termasuk orang senang bergaul dengan banyak orang dan
menambah motivasi saya dalam bekerja.
7. Apakah Bapak/Ibu berpendapat bahwa sekelompok orang dari budaya
tertentu lebih sering menimbulkan masalah di banding kelompok lain?
Jawaban:
Menurut saya, ada tipe-tipe orang yang sulit untuk diajak berbicara daripada
yang lainnya. Tapi, ini bukan berarti mereka pantas untuk diperlakukan
dengan tidak baik.
8. Bagaimana Bapak/Ibu ketika berada dalam situasi dimana ada orang-orang
yang berbicara dengan bahasa yang Bapak/Ibu tidak mengerti?
Jawaban:
Pernah. Pengalaman saya ketika pergi ke Sawang, kebetulan ada orang dari
kampung saya yang menikah dengan orang sana antarlah Linto. Di Sawang
kan kebanyakan dari masyarakatnya berbahasa Aceh. Sampai disana saya
mendengar orang-orang disitu berbicara bahasa Aceh, saya langsung bilang
„maaf pak, saya tidak bisa berbahasa Aceh‟ mereka pun mengerti dan beralih
dengan bahasa Indonesia.
Artinya, begini ketika sekumpulan orang-orang yang berbeda budaya pada
saat bertemu, harus menggunakan bahasa yang semua orang mengerti. Saya
Universitas Sumatera Utara
tidak merasa tersinggung tapi menurut lebih pantas bila digunakan bahasa
yang dimengerti oleh semua orang.
9. Ketika ada urang taluak menikah dengan orang Sawang, menurut Bapak adat
apa yang dipakai?
Jawaban:
Ya… adat orang Aceh lah. Begitu juga sebaliknya ketika ada orang Aceh
menikah dengan orang kami, mereka harus mengikuti bagaimana adat kami
disini. Contohnya, dalam adat perkawinan kami ketika mengantarkan
marapulai (mempelai) ada saling berbalas pantun dalam bahasa Jamu, nah
kalau ada orang Aceh yang tidak bisa berbahasa Jamu kami bersedia untuk
mempersiapkan orang yang bisa untuk berpantun. Intinya, adat itu harus
dijalankan dan tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak.
10. Apakah identitas pribadi mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi
dengan orang-orang dari budaya lain?
Jawaban:
Saya rasa, identitas sangat perlu karena itu merupakan kebutuhan kita dalam
bermasyarakat, sehingga mereka dapat mengetahui asal usul kita.
Pengetahuan (perbedaan kelompok, nilai kultural/personal, adaptasi
antarbudaya)
1. Selama Bapak/Ibu tinggal di Tapaktuan, apakah Bapak/Ibu mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Tidak. Jika ada kesulitan beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan orang
lain itu dikarenakan kepribadiannya bukan dari budaya. Setiap orang
Universitas Sumatera Utara
karakternya berbeda-beda ada orangnya yang ramah, tertutup dan orang tidak
senang bergaul dengan orang lain selain dari kelompok mereka sendiri.
2. Apakah Bapak/Ibu pernah berusaha untuk beradaptasi dengan kebudayaan
setempat?
Jawaban:
Karena kita sudah menetap disini, tentunya kita harus mempelajari bagaimana
cara kita berkomunikasi dengan orang-orang yang ada disini.
3. Apakah Bapak/Ibu fleksibel beradaptasi dengan lingkungan baru?
Ya.
4. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami masalah komunikasi dengan orang
yang berbeda budaya?
Jawaban:
Kendalanya dalam berbahasa
5. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan nilai-nilai budaya Bapak/Ibu karena
berada di lingkungan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Tidak. Selama kita menghargai budaya orang lain hal ini tidak menjadi
masalah dan mengerti akan budaya orang lain justru akan memperkaya
budaya kita sendiri.
Kecakapan (berempati, memberi perhatian dan bertoleransi pada
ambiguitas)
1. Dalam percakapan sehari-hari, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
Bahasa Jamee
Universitas Sumatera Utara
2. Apakah Bapak/Ibu dapat memahami pembicaraan yang menggunakan bahasa
Aceh?
Tidak bisa.
- Dalam keluarga Bapak/ibu, siapa yang menentukan dalam penerapan budaya?
Kalau dalam keluarga, saya lebih menerapkan budaya Urang Taluak.
- Dalam kehidupan sehari-hari, Bapak/Ibu sering menggunakan bahasa apa?
Bahasa Jamee.
- Di keluarga, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
Bahasa Jamee juga.
- Kenapa Bapak/Ibu memilih bahasa tersebut?
Karena itu bahasa kami dan didukung dengan lingkungan tempat tinggal saya
Urang Taluak semua.
- Bagaimana usaha-usaha Bapak/Ibu untuk mempertahankan budaya?
Saya tetap menjaga identitas sebagai Urang Taluak dengan adat istiadatnya,
kebiasaan dan makanan.
- Apakah ada kendala dalam mempertahankan budaya?
Iya pasti ada, tapi jangalah sampe budaya itu hilang.
- Menurut Bapak/Ibu kegiatan-kegiatan apa saja yang pernah diselenggarakan
oleh Pemerintah untuk pelestarian budaya?
Tidak ada. Maunya pemerintah mengumpulkan para ahli sejarawan dan
budayawan yang ada di Tapaktuan untuk membuat suatu buku tentang
budaya Urang Taluak yang baku dan dibagikan ke semua keuchik untuk
dijadikan pedoman bagi masyarakatnya. Sehingga dalam pelaksanaannya
tidak ada yang ditambah dan dikurangi.
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimana sikap Bapak/Ibu pada saat berinteraksi dengan seseorang
sementara orang-orang disekitar tidak memahami bahasa yang digunaka
Jawaban:
Saya kurang nyaman
4. Bagaimana cara bapak/ibu untuk memperhatikan terhadap perbedaan baik
dari segi bahasa, sikap maupun budaya yang ada pada masyarakat Aceh?
Jawaban:
Itu adalah hal yang wajar.
5. Apakah bapak/ibu berusaha mendengarkan percakapan masyarakat Aceh
yang Bapak/ Ibu tidak mengerti maksud dari pembicaraan tersebut?
Jawaban:
Tambah bingung mendengarkannya.
Batu Merah, 12 Juni 2016
Yang memberi informasi
( ANASRUDDIN )
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3
HASIL WAWANCARA
Nama : Teuku Laksamana
Usia : 68 Tahun
Suku : Aneuk Jamee
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Desa Batu Itam, Jl. Raja Teungku Angkasah No.136
Hari/Tgl. Wawancara : Selasa, 14 Juni 2016
Motivasi (Konsep diri, keterbukaan, sikap tidak menilai)
1. Bagaimana cerita urang Taluak datang ke Tapaktuan Aceh Selatan?
Jawaban:
Kami ini berasal dari Padang Sumatera Barat. Pendatang pertama dari daerah
Manggopo Sumatera Barat, rajanya: Raja Bingkalang, Raja Jali dan Raja
Sarullah. Pendatang kedua adalah panglima Cut Putih, itulah keturunan kami.
Tapaktuan dulunya rimba belantara, belum ada orang di daerah ini. Masuklah
raja-raja dari Padang: Raja Bingkalang, Raja Jali dan Raja Sarullah menetap
dan tinggallah disini. Setelah setahun berlalu, masuklah keturunan kami dari
Panglima Cut Putih. Tau-taunya, bertanyalah dia disini dimana paman kami
Panglima Tananggari dan Panglima Tanamangku? O,ya ada di Sawang dan
pindah lah kesana. Setahun kemudian, terjadilah perang dengan anak kwantan
di Tapaktuan. Anak kwantan itu gila sama istri Raja Bingkalang. Terjadilah
perang di Tapaktuan kira-kira pada abad 12. Sedangkan Andung ambo
Universitas Sumatera Utara
memerintah di abad 18 Raja ke-9, kalau ayah ambo memerintah Raja ke-10.
Jadi, karena kami dari Sumatera Barat tinggalnya di Aceh pulau Sumatera
disebutlah Aneuk Jamee yang berarti pendatang. Makanya, kami di Tapaktuan
ini berbahasa Jamee gak pandai kami berbahasa Aceh. Orang Samadua itu
merupakan pelarian dari Tapaktuan waktu terjadinya perang dan sampai juga
ke Labuhanhaji. Alasan orang Padang ke Tapaktuan untuk mencari
penghidupan dan menjadi raja lah ia disini. Terus berdagang ke daerah-daerah
lain.
Kata Tapaktuan itu berasal dari Tampak Toean (sambil memperlihatkan foto
stempel di handphonenya). Stempel ini dibuat di tahun 1874 dan digunakan
ketika andung saya menjadi raja. Nah, dari kata Tampak Toean inilah berubah
menjadi Tapaktuan.
2. Bagaimana Bapak/Ibu melihat keanekaragaman budaya di Tapaktuan?
Jawaban:
Secara fisik memang tidak terlalu terlihat perbedaan Urang Taluak dan Aceh
itu kurang lebih sama. Namun kita dapat membedakan melalui bahasa dan
dialeknya.
3. Apakah Bapak/Ibu mau mempelajari budaya lain?
Jawaban:
Sudah tentu itu. Walaupun saya sudah cukup dikenal dengan budaya Aneuk
Jamee karena saya sering ke luar daerah Jakarta, Semarang untuk menunjukkan
pelaminan Aneuk Jamee di Aceh Selatan. Tapi, belajar itu tidak pernah ada
kata selesai, setiap hari pasti ada hal yang baru yang bisa saya pelajari dari
teman-teman saya yang berbeda budaya.
Universitas Sumatera Utara
4. Apakah Bapak/Ibu merasa budaya Bapak/Ibu merasa lebih baik dari budaya
yang lain?
Jawaban:
Sudah tentu budaya kita yang lebih baik dari budaya orang lain. Ibaratnya
seperti anak kita walaupun jelek dimata orang tapi tetap bagus di mata kita
sendiri. Orang lain lah yang memandang bagaimana bagus atau tidaknya
budaya kita. Akan tetapi setiap kegiatan pekan kebudayaan Aceh, Kabupaten
Aceh Selatan dapat juara umum dan juara 1 mengenai adat kami lah. Dari
seluruh Kab/Kota yang ada di Aceh kami lah yang paling menonjol dan
berbagai penghargaan yang sudah kami dapatkan. Karena adat Aneuk Jamee
kami ini berbeda dengan yang lain kalau pelaminannya itu dipasang memang
mengandung arti dan makna.
Pada zaman dahulu pelaminan Aneuk Jamee yang bisa memakainya hanya
pada kaum bangsawan, kalau bukan bangsawan tidak boleh ada yang memakai.
Tetapi, kenapa sekarang orang bisa memakai? Ada tiga persyaratannya.
Pertama, mesti menyembelih seekor kerbau walaupun sejengkal tanduknya
disaksikan oleh masyarakat setempat. Kedua, mesti memberi makan tujuh
orang keuchik dan meminta izin kepada ketujuh orang keuchik dengan cara
dipotong kambing. Kemudian meminta lah izin untuk memakai pelaminan ini
untuk orang biasa. Ketiga, harus mematuhi adat-adat Aneuk Jamee yang
berlaku di Tapaktuan. Jangan nanti setelah meminta izin kepada pak kechik
untuk memasang pelaminan dari adat kami tapi yang dipasang malah dari adat
orang lain, itu tidak boleh. Pelaminan kami mesti dipasang di muka dan kamar
tamu. Sedangkan pelaminan dari adat lain boleh dipasangkan di belakang.
Universitas Sumatera Utara
Kalau bapak, setiap anak-anak bapak yang menikah, bapak pasang enam
pelaminan. Tapi, kemudian ingat kalau orang biasa yang ada di Tapaktuan bisa
memakai seluruh pelaminan ini. Tapi, mesti pelaminan Aneuk Jamee karena
dia tinggal di daerah kita seperti pepatah “dimana langit dijunjung disitu bumi
dipijak” mesti diluar letakkan yang menghadap ke jalan karena kita sebagai
tuan rumah berarti penerima tamu. Tapi, kalau pelaminan yang lain boleh
misalnya dari Meulaboh diletakkan di ruang shalat atau ruangan lain. Berarti
tidak boleh pelaminan orang lain di muka. Karena awak (kita) sebagai tuan
rumah mesti awak (kita) yang di muka.
Pelaminan Aneuk Jamee pemasangannya bernuansakan islam, tiap-tiap
pemasangannya mempunyai arti dan makna. Bukan asal-asal pasang seperti
orang Banda Aceh, Meulaboh atau daerah lainnya. Pokoknya rancak
dipandang mata, udah…. Kalau pelaminan kami tidak bisa seperti itu, misalnya
salah harus diturunkan. Makanya kami menang di seluruh Aceh di event
budaya, karena lain dari yang lain.
- Tiga segi ini namanya meracu, artinya Aceh ini tiga segi atau sering kita
dengar Aceh lhee sagoe. Meracu hitungan balik, kalau dia memotong
kerbau harus pakai 9 buah meracu. Pada zaman dahulu, meracu ini di
kerajaan Aceh dari kerajaan besar dan kecil mengartikan 9 (sembilan) raja
yang memakai stempel cap sikureueng Aceh. Terus, ada bunga sijunjung
yang berarti keagungan orang Aceh Selatan khususnya Aneuk Jamee.
Diatasnya ada pucok reubung yang namanya pucuk pimpinan. Raja itu
sebagai pucuk pimpinan. Dibawah meracu ada pondasi (5) lima yang
mengartikan shalat itu 5 (lima) waktu sehari semalam, kenapa 4 sudut yang
Universitas Sumatera Utara
mengartikan 4 golongan: bangsawan, cerdik pandai, alim ulama dan orang
banyak. Segala sesuatu yang berhubungan dengan orang Aneuk Jamee,
menikah misalnya mesti empat orang ini yang mengetahui terlebih dahulu.
- Kipas ini kalau orang bangsawan harus memakai 20 buah yang mengartikan
20 sifat wajib bagi Allah. Kalau orang biasa 17 buah yang mengartikan
shalat itu sehari semalam 17 raka‟at. Kipas itu warna warni, merah:
bangsawan, kuning: panglima, hijau: orang banyak, putih: alim ulama,
merah jambu dan biru: pendatang. Karena masyarakat yang ada di
Tapaktuan ini bukan seluruhnya dari kita (Aneuk Jamee) saja, ada dari
Batak, Aceh, Minang dan pendatang-pendatang lain.
- Banta gadang: panglima yang mendampingi raja. Buah buntu: payung
kerajaan yang memiliki 8 ruas: surga itu 8 tingkatannya.
5. Apakah Bapak/Ibu pernah mengubah sikap untuk berusaha mengikuti budaya
setempat?
Jawaban:
Iya… biasanya kita disini ikut dengan aturan-aturan yang dibuat oleh
perangkat-perangkat gampong misalnya, tuha peut, tuha lapan dan
sebagainya.
6. Apakah Bapak/Ibu merasa nyaman bekerja dengan orang-orang dari budaya
lain?
Jawaban:
Nyaman, bekerja dengan orang-orang dari budaya lain karena dengan
demikian memberi kesempatan kita untuk belajar budaya mereka.
Universitas Sumatera Utara
7. Apakah Bapak/Ibu berpendapat bahwa sekelompok orang dari budaya
tertentu lebih sering menimbulkan masalah di banding kelompok lain?
Jawaban:
Tidak. Itu kembali pada diri kita masing-masing. Jangan salahkan budayanya
tapi orangnya.
8. Bagaimana Bapak/Ibu ketika berada dalam situasi dimana ada orang-orang
yang berbicara dengan bahasa yang Bapak/Ibu tidak mengerti?
Jawaban:
Pernah. Saya merasa terasing, hanya bisa diam dan langsung menghindar.
9. Apakah identitas pribadi mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi
dengan orang-orang dari budaya lain?
Jawaban:
Identitas suatu etnik penting untuk ditampilkan, karena identitas itulah yang
membedakan kita dengan masyarakat yang lain seperti bahasa, adat istiadat,
tata cara berpakaian, perilaku dan lain-lainnya. Kalau kita berjumpa dengan
mereka yang memiliki bahasa yang sama kita, ini akan menjadi pemersatu
satu sama lain.
10. Apakah Bapak/Ibu merasa terpancing emosi saat berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain?
Jawaban:
Menurut saya, karena penggunaan bahasa yang kurang jelas dan setiap orang
gak sama dengan kita, ada tipe orang yang suka bicara panjang lebar sehingga
tidak mendengarkan apa yang kita katakan.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan (perbedaan kelompok, nilai kultural/personal, adaptasi
antarbudaya)
1. Selama Bapak/Ibu tinggal di Tapaktuan, apakah Bapak/Ibu mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Saya rasa itu merupakan suatu keharusan karena kemana pun kita pergi, kita
mesti berusaha untuk menyesuaikan dengan lingkungan baru.
2. Apakah Bapak/Ibu fleksibel beradaptasi dengan lingkungan baru?
Ya.
3. Apakah Bapak/Ibu pernah mengalami masalah komunikasi dengan orang yang
berbeda budaya?
Jawaban:
Sering. Ini disebabkan karena kemampuan berbahasa, misalnya bahasa Aceh.
Saya sudah lama tinggal disini tapi kalau berbicara dalam bahasa Aceh
memang tidak mengerti. Apalagi dengan bahasa lain.
4. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan nilai-nilai budaya Bapak/Ibu karena
berada di lingkungan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Tidak. Saya selalu berusaha untuk mengerti bahwa masyarakat Aceh memiliki
budaya yang berbeda dengan saya. Jadi, saya tidak pernah merasa bahwa
adanya perbedaan nilai dapat mengubah nilai-nilai yang saya percayai.
Universitas Sumatera Utara
Kecakapan (berempati, memberi perhatian dan bertoleransi pada
ambiguitas)
1. Dalam percakapan sehari-hari, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
Bahasa Jamee
2. Apakah Bapak/Ibu dapat memahami pembicaraan yang menggunakan bahasa
Aceh?
Kalau bahasa Aceh mendengar tau, kalau berbicara tidak bisa. Walaupun saya
nikah dengan orang Aceh. Jadi, saya berbicara bahasa Indonesia kalau teman
berbicaranya menguasai bahasa Indonesia.
3. Dalam keluarga Bapak/ibu, siapa yang menentukan dalam penerapan budaya?
Kalau dalam keluarga, saya yang menentukan.
- Dalam kehidupan sehari-hari, Bapak/Ibu sering menggunakan bahasa apa?
Bahasa Jamee.
- Di keluarga, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
- Bahasa Jamee juga. Tapi, anak-anak saya ada yang bisa berbahasa Aceh.
Itu didapatkan dari luar, karena bergaul dengan orang-orang Aceh.
- Kenapa Bapak/Ibu memilih bahasa tersebut?
- Karena itu merupakan ciri khas dari urang Taluak
- Bagaimana usaha-usaha Bapak/Ibu untuk mempertahankan budaya
Bapak/Ibu? Ya, itu tadi… di keluarga saya memakai bahasa Jamee
walaupun istri saya berasal dari kerajaan Trumon (Aceh). Selain itu, setiap
anak-anak saya yang menikah tetap memakai adat Aneuk Jamee.
- Apakah ada kendala dalam mempertahankan budaya?
- Pasti ada… saya melihat sekarang ini banyak budaya-budaya yang sudah
di ubah, misalnya dalam upacara pernikahan kalau kami menjamu tamu itu
Universitas Sumatera Utara
kita letakkan semua makanan dalam daluang lalu diangkatkan ke hadapan
tamu. Kita sangat menghargai seorang tamu atau betapa mulianya seorang
tamu, kira-kira seperti itu. Tapi, sekarang itu gak ada lagi sudah diganti
dengan jamuan makan ala barat ambil sendiri makanan yang sudah
disediakan diatas meja. Kalau kita dengar di masyarakat makan ala
Perancis ya….
- Menurut Bapak/Ibu kegiatan-kegiatan apa saja yang pernah
diselenggarakan oleh Pemerintah untuk pelestarian budaya?
- Itu belum ada, yang ada cuma ikut kegiatan-kegiatan budaya seperti Pekan
Kebudayaan Aceh (PKA) dan Tapaktuan Fair yang diadakan setiap
ulangtahun Kabupaten Aceh Selatan.
4. Bagaimana sikap Bapak/Ibu pada saat berinteraksi dengan seseorang sementara
orang-orang disekitar tidak memahami bahasa yang digunakan?
Jawaban:
Hal ini tidak menjadi masalah selama bukan saya yang menjadi pembicaraan
mereka. Namun biasanya kalau berlangsung lama, saya akan melihat perlunya
saya berada disitu.
5. Bagaimana cara bapak/ibu untuk memperhatikan terhadap perbedaan baik dari
segi bahasa, sikap maupun budaya yang ada pada masyarakat Aceh?
Biasa saja. Kita memperhatikan bagaimana budaya orang lain berbeda tersebut.
6. Apakah bapak/ibu berusaha mendengarkan percakapan masyarakat Aceh yang
Bapak/ Ibu tidak mengerti maksud dari pembicaraan tersebut?
Jawaban:
Cuma mengangguk-anggukan saja padahal saya gak mengerti (sambil tertawa)
Universitas Sumatera Utara
7. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyesuaikan perilaku dalam pergaulan sehari-hari
dengan masyarakat Aceh?
Jawaban:
Melihat, menyimak, memperhatikan agar sesuai dengan budaya setempat. Atau
jika tidak mungkin diikuti, tidak usah.
Batu Itam, 14 Juni 2016
Yang memberi informasi
( TEUKU LAKSAMANA )
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4
HASIL WAWANCARA
Nama : H. Abdul Syuib
Usia : 83 Tahun
Suku : Aneuk Jamee
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Lhok Bengkuang
Hari/Tgl. Wawancara : Sabtu, 18 Juni 2016
1. Bagaimana cerita urang Taluak datang ke Tapaktuan Aceh Selatan?
Jawaban:
Pertama kalinya orang Padang itu berlayar dan singgah di Tapaktuan lalu
kawinlah dengan orang Aceh. Kemudian, dari perkawinan itu
berkambangbiak lah disini sampe ke Susoh, Manggeng dan lain sebagainya.
2. Bagaimana cerita legenda Tuan Tapa dan Naga, bisa Bapak ceritakan?
Jawaban:
Asal usul nama Tapaktuan diangkat dari salah satu cerita legenda masyarakat
Tapaktuan Aceh Selatan. Cerita ini mengisahkan sejumlah nama desa yang
ada di kabupaten Aceh Selatan dan dibuktikan dengan peninggalan-
peninggalan yang hingga sekarang masih dapat dilihat seperti jejak kaki tuan
tapa, gunung guliran naga dan desa Batu Itam.
Universitas Sumatera Utara
Legenda ini mengisahkan perjalanan hidup Tuan Tapa, seorang pertapa yang
taat kepada Allah dan sepasang naga (jantan dan betina) yang diusir dari
negeri Cina karena tidak mempunyai anak dan bangsanya beranggapan bahwa
mereka berdua adalah pembawa sial. Mereka sampai ke negeri Teluk untuk
menjalankan hukuman yang dijatuhkan dari Raja kerajaan Shiw Hwok.
Setelah sekian lama naga tinggal di negeri Teluk, terjadilah pertempuran
antara sepasang naga dengan Tuan Tapa untuk memperebutkan seorang putri
yang konon sudah lama diasuh oleh naga. Putri tersebut merupakan seorang
anak dari kerajaan Asralanoka di India. Pada waktu Tuan Tapa hendak
membunuh sang naga, terjadi kejar-kejaran antara Tuanku Tapa dan sang
naga. Maka pada suatu ketika, berbekaslah tapak kaki Tuan Tapa ini yang
sekarang masih terlihat di gunung lampu. Jejak kaki tersebut berada di
pinggir laut diatas sebuah batu yang berukuran 3 x 1,5 meter. Dari kisah
inilah daerah yang terdapat jejak “Tapak Tuan Tapa” itu dengan nama kota
“Tapak Tuan”, atau juga sering disebut “Kota Naga”.
3. Menurut Bapak, bagaimana melihat keanekaragaman budaya yang ada di
Tapaktuan?
Jawaban:
Biasa saja, walaupun tinggal dengan orang dari bermacam-macam suku dan
budaya yang berbeda, saya lihat tidak menjadi suatu masalah. Akur-akur
saja…
Universitas Sumatera Utara
4. Apakah Bapak mau mempelajari budaya lain?
Jawaban:
Ya pasti… dengan mempelajari budaya lain kita lebih tahu dan mengerti
tentang perbedaan budaya.
5. Apakah Bapak memiliki teman yang berbeda budaya?
Jawaban:
Ya… Pasti, karena saya urang baniaga (pedagang) sudah tentu mempunyai
teman dari Bandung.
6. Apakah Bapak merasa nyaman bila sedang berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain?
Jawaban:
Nyaman
7. Selama Bapak/Ibu tinggal di Tapaktuan, apakah Bapak/Ibu mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Sulit sih enggak…
8. Apakah Bapak merasa budaya Bapak lebih baik dari budaya lain?
Jawaban:
Saya rasa itu sama saja, masing-masing ada lebih dan kurangnya.
9. Bagaimana Bapak/Ibu ketika berada dalam situasi dimana ada orang-orang
yang berbicara dengan bahasa yang Bapak/Ibu tidak mengerti?
Jawaban:
Pernah.
Universitas Sumatera Utara
10. Apakah identitas pribadi mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi
dengan orang-orang dari budaya lain?
Jawaban:
Iya… melalui identitas itu yang membuat kita berbeda dengan orang dari
budaya lain.
11. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan nilai-nilai budaya Bapak/Ibu karena
berada di lingkungan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Tidak. Kita menghargai perbedaan budaya yang ada.
12. Dalam kehidupan sehari-hari, Bapak/Ibu sering menggunakan bahasa apa?
Bahasa Jamee
- Di keluarga, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
Bahasa Jamee
- Kenapa Bapak/Ibu memilih bahasa tersebut?
karena bahasa ibu, bahasa Jamee lebih mudah dalam berjualan karena semua
orang bisa bahasa tersebut apalagi kita dihadapkan dengan jumlah pembeli
yang banyak, gunakan bahasa tersebut hampir semua pembeli itu paham
walaupun tidak semua menggunakan bahasa tersebut, tetapi semuanya
mengerti.
13. Bagaimana cara Bapak/Ibu untuk memperhatikan terhadap perbedaan baik
dari segi bahasa, sikap maupun budaya yang ada pada masyarakat Taluak dan
Aceh?
Universitas Sumatera Utara
Jawaban:
Dari segi bahasa, disini banyak orang Aceh yang bisa berbahasa Jamee ini
dikarenakan ada orang desa Air Berudang menikah dengan orang Lhok
Bengkuang. Akan tetapi berbeda dengan Urang Taluak, walaupun mereka
berpuluh-puluh tahun sudah tinggal dan berbaur dengan masyarakat Aceh
disini yang namanya bahasa Aceh tetap tidak bisa.
Lhok Bengkuang, 18 Juni 2016
Yang memberi informasi
( H. ABDUL SYUIB )
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5
HASIL WAWANCARA
Nama : Krisna Elida
Usia : 52 Tahun
Suku : Aceh
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lhok Keutapang
Lama Tinggal : 30 Tahun
Hari/Tgl. Wawancara : Kamis, 14 Juli 2016
1. Menurut Ibu, bagaimana melihat keanekaragaman budaya yang ada di
Tapaktuan?
Jawaban:
Menurut saya, itu merupakan hal yang wajar dan biasa saja, karena kita pasti
bertemu dengan orang-orang yang berasal dari daerah lain, dimana dan kapan
saja.
2. Dengan orang mana saja ibu pernah berinteraksi, selain dengan Urang Taluak?
Jawaban:
sama orang Padang dan Medan.
3. Menurut ibu, dimana saja kita bisa jumpai masyarakat Aceh di Tapaktuan?
Jawaban:
Masyarakat Aceh banyak kita jumpai di desa Air Berudang, Lhok Keutapang
dan Gunung Kerambil. Kira-kira ada 75% orang Aceh dan 25 % Aneuk Jamee.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Aneuk Jamee ada disini karena adanya perkawinan, misalnya
orang Lhok Keutapang nikah dengan orang Tepi Air.
4. Masyarakat Aceh berasal darimana saja dan kenapa bisa menetap disini?
Jawaban:
Ada dari Aceh Besar, Aceh Barat Daya, Aceh Utara dan ada juga masyarakat
Aceh yang dari dulunya disini. Alasannya karena pekerjaan sebagian besar
bekerja menjadi PNS.
5. Selama Bapak/Ibu tinggal di Tapaktuan, apakah Bapak/Ibu mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Tidak. Mungkin karena di lingkungan saya mayoritas masyarakat Aceh,
jadinya tidak begitu sulit untuk menyesuaikan diri dan sudah berbaur dengan
mereka.
6. Bagaimana ibu melihat interaksi antara masyarakat Taluak dan masyarakat
Aceh disini?
Ya.. normal-normal saja tidak menjadi suatu masalah. Ada masyarakat Aceh
yang mampu berbahasa Jamee karena dari perkawinan tadi, tapi masyarakat
Taluak banyak yang tidak bisa.
7. Apakah Bapak/Ibu pernah berusaha untuk beradaptasi dengan kebudayaan
setempat?
Jawaban:
Ya… saya mengikuti kebiasaan yang ada disini
8. Bagaimana Bapak/Ibu ketika berada dalam situasi dimana ada orang-orang
yang berbicara dengan bahasa yang Bapak/Ibu tidak mengerti?
Universitas Sumatera Utara
Jawaban:
Pernah. Ketika berjumpa dengan orang Kluet, saya langsung diam memang gak
ngerti bahasanya.
9. Apakah identitas pribadi mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi
dengan orang-orang dari budaya lain?
Jawaban:
Identitas pribadi itu penting, melalui identitas secara tidak langsung kita sudah
menunjukkan siapa diri kita.
10. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan nilai-nilai budaya Bapak/Ibu karena
berada di lingkungan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Tidak. Itu tergantung kita bagaimana upaya kita untuk menjaga budaya kita
sendiri.
11. Dalam kehidupan sehari-hari, Bapak/Ibu sering menggunakan bahasa apa?
Kalau saya bertemu dengan orang Aceh, saya berbahasa Aceh dan dengan
urang Taluak saya berbahasa Jamee.
- Di keluarga, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
Bahasa Jamee.
- Kenapa Bapak/Ibu memilih bahasa tersebut?
Walaupun saya orang Aceh, saya menggunakan bahasa Jamee sebagai bahasa
sehari-hari karena semua orang bisa bahasa tersebut, apalagi kita pergi ke
pasar gunakan saja bahasa Jamee pasti harga barang yang kita tawarkan akan
dikurangi oleh penjual.
Universitas Sumatera Utara
12. Bagaimana cara bapak/ibu untuk memperhatikan terhadap perbedaan baik
dari segi bahasa, sikap maupun budaya yang ada pada masyarakat Aceh?
Jawaban:
Ada hal yang berbeda disini yaitu pelaminan Urang Taluak boleh dipakai oleh
masyarakat Aceh tapi harus diletakkan diluar atau ruang tamu. Kalau
diletakkan di ruangan lain akan dikenakan denda dari perangkat gampong.
Lhok Keutapang, 14 Juli 2016
Yang memberi informasi
( KRISNA ELIDA )
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
HASIL WAWANCARA
Nama : Arfah Husna
Usia : 38 Tahun
Suku : Aceh
Pekerjaan : PNS
Alamat : Air Berudang
Lama Tinggal : 16 Tahun
Hari/Tgl. Wawancara : Sabtu, 16 Juli 2016
1. Menurut Ibu, bagaimana melihat keanekaragaman budaya yang ada di
Tapaktuan?
Jawaban:
Menurut saya, ada karakter spesifik dari tiap-tiap orang yang datang dari latar
belakang budaya yang berbeda, tidak semua orang. Tapi pada umumnya
begitu.
2. Apakah Ibu mau mempelajari budaya lain?
Jawaban:
Tentu. saya tidak pernah merasa cukup dengan budaya sendiri. Ada
kesenangan tersendiri ketika mau belajar dan mengetahui budaya orang lain.
3. Apakah Bapak merasa nyaman bila sedang berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain atau sama?
Jawaban:
Universitas Sumatera Utara
Tidak juga. Saya tidak keberatan bekerja dengan siapa saja. Ada orang-orang
yang mungkin berpikir hanya orang-orang dengan latar belakang belakang
tertentu yang dapat melakukan pekerjaan tertentu juga. Tapi saya tidak
4. Selama Bapak/Ibu tinggal di Tapaktuan, apakah Bapak/Ibu mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Tidak
5. Apakah Bapak merasa budaya Bapak lebih baik dari budaya lain?
Jawaban:
Saya tidak merasakan itu. Pada dasarnya saya melihat orang itu sama, jika
mereka baik dengan saya, saya juga akan baik dengan mereka. Apalagi di Aceh
terdiri dari banyak suku dan budaya, jadi saya menerima hal itu.
6. Apakah Bapak/Ibu pernah berusaha untuk beradaptasi dengan kebudayaan
setempat?
Jawaban:
Ya… Bahasa Indonesia yang saya gunakan sudah bercampur dengan bahasa
Jamee .
7. Bagaimana Bapak/Ibu ketika berada dalam situasi dimana ada orang-orang
yang berbicara dengan bahasa yang Bapak/Ibu tidak mengerti?
Jawaban:
Disini tidak sering tapi pernah juga. Ada pengalaman kerja saya ketika turun ke
lapangan tepatnya desa Alu Keujren. Desa Alue Keujren ini merupakan daerah
terpencil perbatasan dan kepulauan yang terdapat di Kecamatan Kluet Tengah.
Nah, masyarakat disana kurang mampu berbahasa Indonesia. Mereka berbicara
Universitas Sumatera Utara
bahasa Kluet dan saya sendiri tidak bisa berbahasa Kluet. Akhirnya,
komunikasi yang dilakukan tidak berjalan dengan baik.
8. Apakah identitas pribadi mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi
dengan orang-orang dari budaya lain?
Jawaban:
Identitas itu perlu terkadang identitas itu juga menjadi hal yang kurang
menyenangkan, kalau kita berada di lingkungan lain kita berjumpa dengan
orang kampung kita, pasti kita berbicara dengan bahasa daerah. Orang lain
malah kurang senang mendengar dan mengejek kita.
9. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan nilai-nilai budaya Bapak/Ibu karena
berada di lingkungan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Tidak.
10. Dalam kehidupan sehari-hari, Bapak/Ibu sering menggunakan bahasa apa?
Bahasa Indonesia dan bahasa Jamee
- Di keluarga, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
Bahasa Indonesia dan bahasa Jamee
- Kenapa Bapak/Ibu memilih bahasa tersebut?
Saya menggunakan bahasa Jamee karena dilingkungan tempat saya bekerja
sering menggunakan bahasa tersebut, sehingga bahasa yang dipakai
dilingkungan sehari-hari bahasa Jamee. Sedangkan di rumah kami
menggunakan bahasa Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
11. Bagaimana cara bapak/ibu untuk memperhatikan terhadap perbedaan baik
dari segi bahasa, sikap maupun budaya yang ada pada masyarakat Aceh dan
Taluak?
Jawaban:
Dari adat istiadat. Tidak terlalu nampak perbedaannya, hanya saja ketika orang
(Aceh) Air Berudang nikah dengan orang (Taluak) Batu Itam harus memakai
pelaminannya Aneuk Jamee dan adat berbalas pantun antara kedua belah
pihak. Tapi, kalau masyarakat Aceh nikah sesamanya, misalnya antara orang
Air Berudang dan Lhok Keutapang tetap memakai pelaminan Aneuk Jamee.
Tapi, adat berbalas pantun dan tarian gelombang tidak ada.
Air Berudang, 16 Juli 2016
Yang memberi informasi
( ARFAH HUSNA )
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7
HASIL WAWANCARA
Nama : Raflizar
Usia : 39 Tahun
Suku : Aceh
Pekerjaan : PNS
Alamat : Gunung Kerambil
Lama Tinggal : 12 Tahun
Hari/Tgl. Wawancara : Minggu, 17 Juli 2016
1. Menurut Bapak, bagaimana melihat keanekaragaman budaya yang ada di
Tapaktuan?
Jawaban:
Ini adalah suatu hal yang normal, dimana suatu daerah ada banyak orang yang
berbeda budaya, ada banyak orang dengan persepsi, kebiasaan dan cara-cara
yang berbeda dalam melakukan pekerjaan. Setiap orang memiliki cara-cara
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kita harus memiliki satu
pemahaman dan berusaha mengerti satu sama lain
2. Apakah Bapak mau mempelajari budaya lain?
Jawaban:
Tentu. kadang-kadang saya belajar kata-kata yang berbeda dari budaya yang
berbeda. Seperti misalnya tipikal orang Surabaya dan orang Medan seperti
Universitas Sumatera Utara
apa? Makanan apa yang mereka sukai? Caranya hanya bertanya langsung
dengan teman-teman yang berbeda daerah.
3. Apakah Bapak memiliki teman yang berbeda budaya?
Jawaban:
Ya… saya mempunyai teman dari Jakarta Surabaya dan Medan.
4. Apakah Bapak merasa nyaman bila sedang berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain?
Jawaban:
Nyaman tapi tetap berhati-hati karena kita tidak tahu apa yang bisa
menyinggung mereka. Biasanya kalau berteman dengan orang berbeda
budaya kita berusaha senetral mungkin sampai mengenal lebih jauh orangnya
baru bisa kita bersikap bebas.
5. Selama Bapak/Ibu tinggal di Tapaktuan, apakah Bapak/Ibu mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Saya tidak terlalu sulit untuk menyesuaikan di lingkungan baru khususnya di
Tapaktuan. Karena dulu, saya kuliah diluar Aceh, jadinya sering bertemu dan
bergaul dengan mahasiswa dari daerah-daerah lain.
6. Apakah Bapak merasa budaya Bapak lebih baik dari budaya lain?
Jawaban:
Sudah tentu. Saya rasa ketika kita dihadapkan dengan pertanyaan ini, pasti
kita merasa budaya kita lah yang lebih baik. Tapi, kita tidak boleh
membandingkan atau menjelekkan budaya yang lain.
Universitas Sumatera Utara
7. Apakah Bapak/Ibu pernah berusaha untuk beradaptasi dengan kebudayaan
setempat?
Jawaban:
Ya… Kalau menurut saya itu hal yang baik tidak menutup kemungkinan
untuk saya mengikutinya.
8. Bagaimana Bapak/Ibu ketika berada dalam situasi dimana ada orang-orang
yang berbicara dengan bahasa yang Bapak/Ibu tidak mengerti?
Jawaban:
Hal ini sering terjadi jadi saya sudah terbiasa. Saya tidak pernah merasa
tersinggung.
9. Apakah identitas pribadi mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi
dengan orang-orang dari budaya lain?
Jawaban:
Identitas etnik Aceh sekarang ini hampir sudah tidak ada lagi. Ini disebabkan
oleh masyarakat sudah mulai menghilangkan identitasnya ini dikarenakan
oleh pergaulan dengan masyarakat dari etnik lain dengan meninggalkan
identitas kesukuannya. Mereka menganggap lebih terkesan maju, ini dapat
kita lihat dari banyaknya anak-anak dari kecil menggunakan bahasa yang
bukan bahasa Aceh dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah dan
lingkungannya sehingga dia merasa kalau bukan orang Aceh. Ini dapat
menghilangkan sebuah identitas dalam dirinya.
10. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan nilai-nilai budaya Bapak/Ibu karena
berada di lingkungan orang yang berbeda budaya?
Jawaban:
Universitas Sumatera Utara
Tidak. Saya punya budaya sendiri dan budaya lain baik juga adanya.
11. Dalam kehidupan sehari-hari, Bapak/Ibu sering menggunakan bahasa apa?
Bahasa Indonesia
- Di keluarga, Bapak/Ibu menggunakan bahasa apa?
Bahasa Indonesia
- Kenapa Bapak/Ibu memilih bahasa tersebut?
Gimana ya… karena dari sejak kecil diajarkan sama orang tua berbahasa
Indonesia dan sampai sekarang. Kalau bahasa Aceh ada beberapa kata yang
saya bisa ucapkan.
12. Bagaimana cara bapak/ibu untuk memperhatikan terhadap perbedaan baik
dari segi bahasa, sikap maupun budaya yang ada pada masyarakat Taluak?
Jawaban:
Kalau saya lihat disini dalam mengantarkan mempelai dalam perkawinan
adanya tarian gelombang untuk menerima tamu. Tidak hanya dalam
perkawinan, di kantor-kantor pun kalau menerima tamu dari luar daerah
disambut dengan tarian tersebut.
Gunung Kerambil, 17 Juli 2016
Yang memberi informasi
( RAFLIZAR )
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8
HASIL WAWANCARA
Nama : Anwar Ahmadi
Usia : 60 Tahun
Suku : Aceh
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Air Berudang
Lama Tinggal : -
Hari/Tgl. Wawancara : Senin, 15 Agustus 2016
1. Bagaimana Bapak/Ibu melihat keanekaragaman budaya?
Jawab:
Pada dasarnya tiap-tiap daerah atau masyarakat memiliki budaya masing-
masing dengan memperlihatkan ciri khasnya. Hal ini dapat dilihat dari bentuk
kegiatan sehari-hari, misalnya adat istiadat, kesenian daerah, bahasa dan tradisi
lainnya.
2. Apakah identitas pribadi mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi
dengan orang-orang dari budaya lain?
Jawab:
Saya rasa identitas itu sangat perlu ditunjukkan karena melalui identitas kita
menyatakan diri kita sendiri maupun identitas sosial. Hal ini tercermin dari cara
kita berbahasa. Dari cara kita berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri
Universitas Sumatera Utara
maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal usul suku bangsa, agama maupun
tingkat pendidikan seseorang.
3. Bagaimana pengetahuan Bapak/Ibu tentang perbedaan kelompok dengan orang
yang berbeda budaya?
Jawab:
Walaupun masyarakat Aceh dan masyarakat Taluak dibesarkan dalam
lingkungan yang sama, belum tentu setiap orang dalam kelompok tersebut itu
akan persis sama ada sedikit perbedaan tapi tidak begitu nampak. Misalnya
dalam adat perkawinan, masyarakat Aceh menggunakan pelaminan dari
masyarakat Taluak yang harus di pasangkan di ruang tamu kalau pun pakai
pelaminan daerah lain di pasangkan di ruangan lain. Nah, kalau adat kami tidak
ada tarian silat gelombang dan berbalas pantun waktu menandai (tunangan).
4. Selama Bapak/Ibu tinggal di Tapaktuan, apakah Bapak/Ibu mengalami
kesulitan untuk beradaptasi dengan orang yang berbeda budaya?
Jawab:
Kita sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri-sendiri karena kita sangat
bergantung pada orang lain dan lingkungan. Begitu juga dengan orang lain,
saling terkait dan bergantung. Disini kami sudah berbaur, jadi tidak terlalu sulit
untuk beradaptasi.
5. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan nilai-nilai budaya Bapak/Ibu karena
berada di lingkungan orang yang berbeda budaya?
Jawab:
Selama kita memahami dan mengerti perbedaan budaya, saya rasa itu tidak
masalah.
Universitas Sumatera Utara
6. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pergeseran nilai-nilai budaya?
Jawab:
Tidak begitu terlihat, bahasa Aceh yang sudah bercampur dengan dialek bahasa
Jamee.
7. Bagaimana Bapak/Ibu ketika berada dalam situasi dimana ada orang-orang
yang berbicara dengan bahasa Bapak/Ibu tidak mengerti?
Jawab:
Bingung dan terdiam.
8. Dalam percakapan sehari-hari, Bapak/ibu menggunakan bahasa apa?
Jawab:
Bahasa Aceh
9. Apakah Bapak/Ibu dapat berinteraksi dengan bahasa lain?
Jawab:
Saya menggunakan bahasa Indonesia.
Air Berudang, 15 Agustus 2016
Yang memberi informasi
( ANWAR AHMADI )
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1
Photo dengan Informan Anasruddin
Dokumen: Hasil wawancara tanggal 12 Juni 2016
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2
Photo dengan Informan Teuku Laksamana
Dokumen: Hasil wawancara tanggal 14 Juni 2016
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3
Photo dengan Informan Abdul Syuib
Dokumen: Hasil wawancara tanggal 18 Juni 2016
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4
Photo dengan Informan Krisna Elida
Dokumen: Hasil wawancara tanggal 14 Juli 2016
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5
Photo dengan Informan Arfah Husna
Dokumen: Hasil wawancara tanggal 16 Juli 2016
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6
Photo dengan Informan Raflizar
Dokumen: Hasil wawancara tanggal 17 Juli 2016
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7
Photo dengan Informan Anwar Ahmadi
Dokumen: Hasil wawancara tanggal 15 Agustus 2016
Universitas Sumatera Utara