repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › isi.pdf?sequence=1 bab i...

115
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas ekonomi masyarakat modern suatu negara tidak akan lepas dari tindakan-tindakan politis yang dilakukan negara tersebut. Hal ini disadari sejak setelah Perang Dunia Kedua, dimana terjadinya fenomena politik baru dalam politik global berupa kerjasama dan integrasi negara dalam suatu kawasan. Kerjasama-kerjasama yang terbangun antar negara tersebut disebabkan oleh banyak faktor, namun faktor yang paling mendukung dibeberapa tahun terakhir ini adalah bagaimana peluang dan ancaman diciptakan oleh globalisasi ekonomi. Globalisasi telah membuat dunia menjadi tanpa batas. Perekonomian nasional pada awalnya merupakan hal yang dapat dipenuhi sendiri, dan negara-negara terisolasi dengan batasan-batasan perdagangan lintas batas, perbedaan jarak, zona waktu, bahasa, dan segala perbedaan yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih pemerintahan yang berbeda. Globalisasi memberikan negara cara baru untuk saling berhubungan. Perkembangan ini membuat jaringan yang didukung oleh perkembangan pesat teknologi, dan dapat terlihat jelas dalam arus modal dan barang antar negara, bahkan tenaga kerja. Globalisasi telah menumbuhkan iklim interdependensi yang kental dalam hubungan internasional. Globalisasi juga telah membawa perubahan tentang bentuk peperangan, atau cara suatu negara dalam upaya menguasai negara atau bangsa lainnya. Cara berperang dengan menggunakan kekuatan senjata atau

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas ekonomi masyarakat modern suatu negara tidak akan lepas

dari tindakan-tindakan politis yang dilakukan negara tersebut. Hal ini disadari

sejak setelah Perang Dunia Kedua, dimana terjadinya fenomena politik baru

dalam politik global berupa kerjasama dan integrasi negara dalam suatu

kawasan. Kerjasama-kerjasama yang terbangun antar negara tersebut

disebabkan oleh banyak faktor, namun faktor yang paling mendukung

dibeberapa tahun terakhir ini adalah bagaimana peluang dan ancaman

diciptakan oleh globalisasi ekonomi.

Globalisasi telah membuat dunia menjadi tanpa batas. Perekonomian

nasional pada awalnya merupakan hal yang dapat dipenuhi sendiri, dan

negara-negara terisolasi dengan batasan-batasan perdagangan lintas batas,

perbedaan jarak, zona waktu, bahasa, dan segala perbedaan yang disebabkan

oleh adanya dua atau lebih pemerintahan yang berbeda. Globalisasi

memberikan negara cara baru untuk saling berhubungan. Perkembangan ini

membuat jaringan yang didukung oleh perkembangan pesat teknologi, dan

dapat terlihat jelas dalam arus modal dan barang antar negara, bahkan tenaga

kerja. Globalisasi telah menumbuhkan iklim interdependensi yang kental

dalam hubungan internasional.

Globalisasi juga telah membawa perubahan tentang bentuk

peperangan, atau cara suatu negara dalam upaya menguasai negara atau

bangsa lainnya. Cara berperang dengan menggunakan kekuatan senjata atau

Page 2: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

2

hard power dianggap tidak lagi efisien, sehingga muncul cara baru yang lebih

efisien dengan menggunakan soft power. Soft power merupakan instrumen

yang sangat menjanjikan dalam arus globalisasi saat ini karena metode -

metode secara fisik ataupun kekerasan sudah tidak efisien untuk dilakukan.

Saat ini, propaganda melalui pemikiran kepada masyarakat pada umumnya

lebih mudah dan lebih cepat dilakukan. Tujuan dari propagandanis adalah

untuk mempengaruhi pendapat dan mendorong munculnya suatu aksi diantara

para sasarannya. Perusahaan Multinasional (MNCs) dan LSM (NGO) adalah

tentara baru bagi negara kuat untuk menaklukkan negara lain yang lemah dan

tertinggal. Kini tujuan perang telah bergeser dari peguasaan teritori menjadi

penguasaan sumber daya atau dengan kata lain bertujuan ekonomi.

Sebagai agen globalisasi, aktivitas MNCs tidak dapat dipisahkan dari

kepentingan nasional negara asal (home country) MNCs tersebut. Robert

Gilpin menyebutkan bahwa MNCs dapat berkembang sedemikian pesat

dikarenakan mereka tergantung sekaligus menjalankan kepentingan nasional

negara asal.1 Perusahaan multinasional telah banyak digunakan sebagai soft

power home country ke negara-negara tujuan MNCs tersebut. Salah satu

contoh perusahaan multinasional yang mengekspansi pasar ke Indonesia

adalah perusahaan ritel LotteMart yang kini banyak dibangun dibeberapa kota

besar di Indonesia.

Indonesia dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia

setelah Cina dan India memiliki potensi yang sangat besar bagi pasar ritel.

Sejalan dengan perkembangan waktu dan perubahan gaya hidup masyarakat 1 Yulius P. Hermawan. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan

Metodologi. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal. 219.

Page 3: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

3

yang berpengaruh pada pola belanja, kegiatan bisnis ritel atau bisnis eceran

modern di Indonesia menunjukan perkembangan pesat. Pada awal tahun

1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan dengan munculnya gerai

perdagangan eceran modern di kota-kota besar dan pada awal 1990-an sampai

dengan sekarang gerai perdagangan eceran modern merambah kota-kota

kecil. Catatan tahun 2008, pasar ritel barang konsumen di Indonesia

berkembang baik. Bahkan, pertumbuhan ritel di Indonesia pada tahun 2008

sebesar 21 persen dan menempati urutan ke dua di Asia-Pasifik setelah China.

Adanya krisis global bukan berarti industri ritel tidak bisa berekspansi,

meskipun terjadi perlambatan namun ritel modern dapat tumbuh sekitar 20

persen. 2

Pusat ritel atau perbelanjaan makin menjamur seiring pertumbuhan

ekonomi dan bertambahnya masyarakat kelas menengah di Indonesia,

termasuk di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Tren pertumbuhan ritel di

Makassar juga dapat dilihat dengan kian ramainya tempat-tempat

perbelanjaan ritel, baik skala kecil yang dimainkan pengusaha lokal maupun

pemain besar oleh investor asing. Bahkan, sejumlah peritel besar Asia

diperkirakan akan masuk ke Makassar. Wakil Ketua Kamar Dagang dan

Industri (Kadin) Sulsel Ilham Alim Bachrie mengatakan, peluang pasar ritel

di Makassar memang terbuka lebar. Setelah Lotte Co.Ltd, perusahaan ritel

2 Sigit. 2010. Berita Pasar Modal (Laba Bersih Hero Supermarket Naik 78%). [Online].

http://www.businessreview.co.id/berita-pasar-modal-

232.html?page=rubrik_read&id=232&add=kom. Diakses pada tanggal 3 Oktober

2012 pukul 22.15 Wita

Page 4: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

4

asal Korea Selatan membuka Lotte Mart di Makassar, banyak peritel lainnya

melirik potensi Makassar.3

Lotte Mart pertama kali memasuki pasar Indonesia pada September

2008 dengan mengakuisisi 19 brand perusahaan ritel Belanda, Makro. Toko

ritel di Grandaria City di Jakarta adalah cabang ke-20 mereka sejak mereka

mempromosikan nama brand “Lotte Mart” pada tahun 2010. Cabang

Grandaria City di Jakarta dibuka hanya pada bulan Agustus tetapi penjualan

telah mencapai 3 – 5 juta US Dollar. Padahal sektor wholesale di Indonesia

sangatlah kompetitif dengan perusahaan-perusahaan Eropa dan Amerika yang

beroperasi sejak awal 1990-an. Namun pada 2011, hanya dalam waktu tiga

tahun setelah pendirian perusahaan, omset Lotte Mart mampu mencapai 1

milliar US Dollar dari omset tahunan, 25 persen melompat dari tahun

sebelumnya.4

Setelah sukses mengembangkan Lotte Whole Sale di Makassar yang

merupakan hasil akuisisi perusahaan ritel asal Korea Selatan itu dengan PT

Makro Indonesia, PT LotteMart Indonesia kembali membidik Makassar

dengan menanamkan investasi Rp50 miliar untuk Lotte Mart di Mal

Panakkukang. Di Makassar Lotte akan berkompetisi dengan hypermarket lain

menyusul kondusifnya perekonomian kota ini. Tahun lalu, pasar Lotte Mart di

3 Seputar Indonesia. Pasar Ritel Kian Menjamur Di Makssar. [Online]. http://www.seputar-

indonesia.com/edisicetak/content/view/534690/ Diakses pada tanggal 27 Oktober

2012 pukul 23.15 Wita.

4 TEMPO. Korean Wave. [Online]

http://www.asiaviews.org/index.php?option=com_content&view=article&id=34609:

the-korean-wave . Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 19.47 Wita

Page 5: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

5

Makassar tumbuh 10 persen dan tahun ini, ditargetkan tumbuh lebih pesat.5

Dari fakta tersebut diketahui bahwa ternyata Lotte Mart berkembang pesat di

Makassar karena setelah dirasa sukses memasarkan produknya di Makassar,

Lotte Mart kembali membuka cabang barunya.

Dibandingkan dengan peritel lain, Lotte Mart mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. PT Lotte Shopping Indonesia, pengelola gerai ritel dan

grosir Lotte Mart, mencatatkan penjualan Rp 5,31 triliun sepanjang kuartal I

2011, naik 9% dibanding kuartal I 2010 yang sebesar Rp 4,87 triliun. Direksi

perusahaan menilai faktor yang mendorong peningkatan tersebut adalah kerja

sama kartu kredit yang dibuat Januari 2011 antara Lotte dengan salah satu

bank milik pemerintah. Setiap hari penjualan grosir di 19 gerai mencapai Rp 3

miliar, sementara penjualan ritel mencapai Rp 700 juta yang dilayani oleh tiga

unit gerai yang dikelola perseroan. 6

Ternyata selain sebagai peningkatan mobilitas kapital global dalam

bentuk investasi oleh MNCs, juga digunakan untuk membangun citra home

country MNCs tersebut. Bentuk soft power melalui brand image yang

terbangun dari produk-produk yang ditawarkan oleh swalayan tersebut inilah

yang digunakan oleh MNCs tersebut untuk membangun citra home country.

Melalui brand image yang didukung oleh fasilitas yang serba digital

membantu suatu negara memperkenalkan bentuk-bentuk produk yang

mengandung nilai budaya negara asal perusahaan korporasi. Bentuk ini adalah

5 LotteMart Investasi Rp.50 Miliar di Panakkukang. [Online] http://www.fajar.co.id/read-

20110626093827-lotte-mart-investasi-rp50-miliar-di-panakkukang Diakses 19

Januari 2013 pukul 20.07 Wita. 6 Penjualan LotteMart naik 9%. [Online].

http://old.indonesiafinancetoday.com/read/7930/Penjualan-Lotte-Mart-Naik-9

Diakses 20 Januari 2013 pukul 21.35 Wita

Page 6: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

6

unsur yang tidak melupakan nilai - nilai tradisional di tengah pesatnya

perkembangan teknologi dan modernisme yang merajalela dimasyarakat.

Modernisasi tidak akan menghapus nilai - nilai tradisional suatu negara bila

negara tersebut mampu melestarikan budayanya bila diharmoniskan dengan

modernisme.

Salah satu alat untuk mempropaganda masyarakat adalah dengan

memperkenalkan budaya suatu negara melalui produk-produk yang

dihasilkan oleh negara yang terkait. Tanpa sadar produk-produk impor yang

kita konsumsi mengandung nilai-nilai suatu negara yang dengan mudah

didapatkan melalui pasar-pasar swalayan sekitar kita mengingat pesatnya

perkembangan globalisasi membuat semua hampir tak berbatas. Pasar-pasar

swalayan ini merupakan perusahaan-perusahaan ritel yang bekerja sama

dengan Indonesia untuk memasarkan produknya. Selain meraup keuntungan

besar, mereka juga memasarkan produk-produk khas negara asal perusahaan

ritel tersebut sebagai bentuk propaganda budaya mereka yang telah dibentuk

oleh media. Dalam bidang share budaya, MNC mempunyai hegemoni yang

signifikan dalam penyeragaman budaya yang kemudian dikenal dengan

budaya pop. Dalam bidang politik, MNC telah mendobrak gaya diplomasi

konvensional, yang tidak hanya melibatkan antarperusahaan, tetapi juga

antarnegara. Saat ini penyebaran identitas budaya negara yang

menghegemoni negara lain sedang marak dilakukan oleh negara-negara

secara konvensional.

Lotte tumbuh menjadi perusahaan yang mewakili Korea di berbagai

bidang seperti distribusi makanan dan rekreasi. Saat ini, perusahaan ini

Page 7: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

7

sedang berkembang menjadi perusahaan global yang memperkaya kehidupan

orang-orang di seluruh dunia. Didorong oleh normalisasi hubungan

diplomatik antara Korea dan Jepang pada tahun 1965, Pemilik Lotte, Shin

Kyuk-ho, seorang pengusaha Korea, yang unit usahanya kebanyakan

beroperasi di Jepang, membuat investasi berani dengan mendirikan Grup

afiliasi bisnis pertama, Lotte Confectionery di Korea. Pada saat itu, Korea

adalah negara yang sedang berkembang karena sisa-sisa Perang Korea.

Investasi Mr. Shin adalah sebuah langkah pertama menuju modernisasi besar-

besaran industri makanan.7

Kebanyakan orang memandang globalisasi hanya sebagai pengaruh

atau daya “yang bergerak meninggalkan” bangsa dan komunitas lokal

memasuki arena global. Dan memang inilah salah satu konsekuensinya.

Bangsa – bangsa memang kehilangan sebagian kekuatan ekonominya. Namun

demikian, globalisasi juga mempunyai dampak sebaliknya. Globalisasi tidak

hanya menarik ke atas, melainkan juga mendorong ke bawah, menciptakan

tekanan-tekanan baru bagi otonom lokal. Globalisasi menjadi alasan bagi

kebangkitan kembali identitas budaya lokal diberbagai belahan dunia.

Nasionalisme lokal merebak sebagai respon terhadap globalisasi, seiring

dengan melemahnya negara – bangsa lama.8

Seperti yang kita lihat bahwa sebagai respon atas terhadap

globalisasi, Korean Wave sebagai identitas lokal Korea yang disebar melalui

perusahaan korporasi seperti Lotte Mart yang ingin penulis teliti. Mengingat

7 LOTTE MART. [Online]. http://www.lottemart.co.id/lotte/index.php?link=about&type=about-

lotte-group diakses pada tanggal 10 November 2013 pukul 23.40 Wita 8 Anthony Giddens. 2001. Runaway World. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal: 8.

Page 8: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

8

LotteMart merupakan perusahaan yang sangat pesat perkembangannya saat

ini.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Keuntungan Lotte Mart berinvestasi di Makassar dengan membuka

gerai baru ritel pertama di luar Pulau Jawa tidak hanya pada statusnya sebagai

ibukota Sulsel. Makassar telah menjadi hub utama ke daerah kawasan timur

Indonesia lainnya, sehingga bisnis ritel dapat tumbuh cepat. Pertumbuhan

ekonomi Makassar yang mencapai sembilan persen menandakan struktur

ekonomi masyarakat sangat bagus.9 Kota Makassar merupakan pintu gerbang

Kawasan Timur Indonesia yang memiliki prospek bisnis cukup menjanjikan.

Perkembangan ritel besar ini didukung oleh infrastruktur yang memudahkan

masyarakat sekitar mengakses pusat Kota Makassar sebagai ibukota dari

Sulawesi Selatan. Perkembangan Lotte Mart sebagai perusahaan ritel yang

menjamah Makassar cukup pesat. Hal ini bisa dilihat dari menjamurnya gerai-

gerai Lotte Mart. Perkembangan ini tentu memberi pengaruh pada hubungan

Indonesia dengan negara-negara asal perusahaan korporasi tersebut, maka

pengaruh dari brand image home country yang ditawarkan melalui

perusahaan korporasi tersebut menjadi batasan penelitian dalam tulisan ini.

Berdasarkan penjelasan latar belakang serta batasan masalah yang

telah diuraikan, penulis mengangkat rumusan masalah sebagai berikut:

9Lotte Perkuat Jaringan Ritel di Makassar. [Online]. http://www.fajar.co.id/read-20110623020134-

lotte-perkuat-jaringan-ritel-di-makassar diakses pada tanggal 10 November 2012

pukul 23.55 Wita

Page 9: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

9

1. Apa yang menjadi faktor pendorong hadirnya Lotte Mart di Makassar

sebagai salah satu perusahaan ritel?

2. Apa strategi Lotte Mart dalam membangun brand image home country

terhadap masyarakat di Makassar?

3. Bagaimana pengaruh brand image home country yang dilakukan oleh

Lotte Mart di Makassar terhadap masyarakat di Makassar?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui dan menjelaskan yang menjadi faktor pendorong hadirnya

Lotte Mart di Makassar sebagai salah satu perusahaan ritel

b. Mengetahui dan menjelaskan strategi Lotte Mart dalam membangun

brand image home country terhadap masyarakat di Makassar.

c. Mengetahui dan menjelaskan apa pengaruh dari brand image home

country yang dilakukan Lotte Mart bagi masyarakat Makassar.

2. Kegunaan Penelitian

Apabila tujuan tersebut dapat tercapai , maka penelitian diharapkan :

a. Dapat menjadi salah satu bahan referensi bagi pelajar studi ilmu

hubungan internasional dalam hal kajian mengenai MNCs dan

pembangunan citra suatu bangsa melalui brand image.

Page 10: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

10

b. Dapat menjadi sumbangsih informasi dan bahan kajian bagi para

stakeholder ataupun pengambil kebijakan dalam meningkatkan brand

image negara melalui MNCs.

D. Kerangka Konseptual

Pada dasarnya setiap negara akan saling membutuhkan satu sama lain.

Hal itu merupakan suatu keniscayaan untuk tetap bertahan menghadapi

segala ancaman-ancaman yang mungkin terjadi apalagi untuk menghadapi

arus globalisasi yang kuat. Karena kebutuhan tersebut maka masing-masing

negara melakukan berbagai bentuk kerjasama dengan negara lain sesuai

kebutuhan masing-masing. Interaksi internasional sebagai bentuk hubungan

antar bangsa yang berlangsung dalam masyarakat yang heterogen, dimana

hubungan tersebut dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan.

Hubungan yang terjadi pada dasarnya dilatar belakangi oleh kebutuhan tiap-

tiap negara berbeda, sehingga kebutuhannya tidak dapat dipenuhi sendiri.

Maka pemecahan permasalahan tersebut adalah dengan cara bekerjasama

dengan negara lain, tentunya yang diharapkan adalah berlangsungnya pola-

pola kerjasama yang berlangsung secara adil dan saling menguntungkan.

Secara umum ekonomi politik internasional merupakan studi yang

mempelajari saling keterhubungan antara ekonomi internasional dengan

politik internasional, yang muncul akibat berkembangnya masalah-masalah

dalam sistem internasional. Pengkajian ekonomi-politik internasional

membutuhkan integrasi teori-teori dari disiplin ekonomi dan politik, misalnya

masalah-masalah dalm isu perdagangan internasional, moneter dan

Page 11: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

11

pembangunan ekonomi. Dapat pula dinyatakan bahwa ekonomi-politik

internasional adalah sebuah studi tentang masalah internasional yang terfokus

pada elemen-elemen interdependensi kompleks yang sering terjadi pada

kehidupan kita sehari-hari. Ekonomi-politik internasional dapat diartikan juga

sebagai interaksi global antara politik dan ekonomi. Robert Gilpin

mendefinisikan konsep ekonomi politik sebagai dinamika pengejaran

kekuasaan (politik) dan pengejaran kekayaan (ekonomi). Dalam definisi ini

terdapat hubungan timbal balik antara politik dan ekonomi. Negara dan pasar

saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan dan kekayaan

dalam hubungan internasional.10

Walaupun sebagian besar sistem pasar dikendalikan oleh dinamika

internalnya, langkah maupun arah untuk gerakan selanjutnya sebagian besar

dipengaruhi oleh faktor eksternal. Diantara variabel-variabel dari luar yang

mempengaruhi jalannya pasar, antara lain adalah struktur masyarakat dan

perkembangan teori keilmuan serta teknologi dari negara yang ada.

Sedangkan Spero mengajukan suatu konstruksi berpikir yang berawal dari

pengertian politik internasional dan ekonomi internasional guna memahami

makna ekonomi - politik internasional. Politik internasional adalah interaksi

diantara negara-negara dalam upaya mencapai tujuan masing-masing dan

penentuan “who gets what, when and how?”. Ekonomi internasional

merupakan perilaku negara untuk memenuhi kepentingan nasionalnyadlam

kondisi keterbatasan sumber daya. Maka, sebenarnya interaksi ekonomi

adalah interaksi politik dalam arena internasional. Pada akhirnya dapat 10

Anak Agung Banyu Perwita. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung; PT

Remaja Rosdakarya. Hal. 76

Page 12: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

12

dikatakan bahwa hubungan internasional mengandung interaksi yang bersifat

ekonomi politik internasional.11

Berdasarkan penjelasan mengenai ekonomi politik dan ekonomi politik

internasional, dapat disimpulkan bahwa politik ekonomi memiliki fokus

kajian pada pasar dan aktor-aktor yang sangat kuat. Selain itu, isu-isu yang

dibahas dalam ekonomi politik memiliki kecenderungan lebih spesifik, seperti

tujuan kesejahteraan sosial, memaksimalkan kekuatan nasional, dan

sebagainya. Sedangkan politik ekonomi internasional merupakan interseksi

antara politik dan ekonomi, sehingga isu-isu yang terdapat di dalam politik

ekonomi internasional akan lebih holistik. Aktor-aktor yang di dalamnya pun

berusaha mempengaruhi dan mendorong satu sama lain supaya terjadi

interaksi yang berkesinambungan.

Meningkatnya arus perdagangan bebas sebagai efek dari globalisasi,

membuat praktik ekonomi-politik internasional semakin tampil dalam

berbagai rupa. Multinational Corporations (MNCs) adalah salah satu jenis

perdagangan internasional yang meraih prestasi gemilang mulai abad ke-20.

Keberadaan MNCs ini bukanlah suatu hal yang benar-benar baru, karena

jauh sebelum abad ke-20 pun, praktik MNC telah ada dan mencapai

kejayaannya melalui perdagangan. Multinational Corporations (MNCs)

adalah suatu perusahaan yang mempunyai pusat operasi di lebih dari suatu

negara. Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai keberadaan MNCs

ini. MNCs dalam pendapat yang pro dikatakan bahwa memberikan

kesempatan di dalam pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya di dalam dunia

11

Ibid.

Page 13: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

13

pekerjaan. Selain itu, MNCs juga meningkatkan mutu yang lebih efisien dan

rasional untuk memaksimalkan kuantitas dan memperkecil harga dari

produksi internasional. Banyak pihak yang tidak setuju dengan munculnya

MNCs ini. Dampak luar biasa yang ditimbulkan oleh kapasitas produksi

MNCs bagi perekonomian dunia mengkukuhkan bahwa mereka memang

memegang peranan penting dalam hubungan internasional. Pentingnya

keberadaan MNCs bukan hanya karena besarnya ukuran mereka, namun lebih

karena keberadaan mereka.

MNCs dapat dilihat dari tiga teori yang diutarakan oleh Spero dan Hart

untuk melihat pertumbuhan yang sedemikian pesat dari aktivitas MNCs.

Ketiga teori tersebut adalah internasionalisasi (internalization theory), teori

daur hidup produk (product cycle theory), dan obsolescing bargain theory.

Teori internasionalisasi menjelaskan bahwa MNCs melakukan ekspansi bisnis

keluar dikarenakan keinginan untuk menginternasionalisasikan aktivitasnya

dalam rangka mengisi ketidaksempurnaan pasar - situasi dimana mekanisme

pasar tidak mampu menyediakan barang-barang sesuai dengan kebutuhan

konsumen dengan harga yang masuk akal dalam artian para konsumen tidak

mendapatkan barang atau jasa dengan tingkat harga, kualitas, dan ketepatan

waktu penyediaan seperti yang diinginkan. Teori daur hidup produk

menjelaskan bagaimana MNCs harus bisa bertahan ditengah semakin

ketatanya persaingan bisnis diantara MNCs. Obsolecing bargain theory

diawali dengan adanya tawar menawar konsesi kerjasama antara MNCs dan

Page 14: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

14

negara tujuan dikarenakan adanya keuntungan yang akan diperoleh kedua

belah pihak.12

Tentu saja untuk mengikuti arus globalisasi yang pesat, perusahaan-

perusahaan tersebut harus mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Maka

dari itu, salah satu kiat untuk mengunggulkan perusahaan adalah memperkuat

brand image perusahaan tersebut. Merek (brand) telah menjadi elemen

krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran,

baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufakturan maupun penyedia

jasa dan organisasi lokal maupun global. Merek dibuat agar konsumen dapat

membedakan manakah produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang satu

dengan perusahaan yang lain. Selain dalam hal persaingan, brand image

inilah yang kemudian akan membantu untuk memperkenalkan nilai-nilai yang

ingin diperkenalkan oleh negara asal perusahaan untuk memberi dampak

intervensi dalam hal budaya. Brand image ini merupakan daya tarik

konsumen untuk membeli produk-produk asal perusahaan korporasi sebagai

bentuk kekaguman terhadap nilai-nilai negara asal perusahaan.

Pengertian brand image menurut Keller:

1. Anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang

berpegang pada ingatan konsumen.

2. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam

pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya,

mereka tidak berhadapan langsung dengan produk. Membangun

brand image yang positif dapat dicapai dengan program marketing

yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki

kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk

lain. Kombinasi yang baik dari elemen–elemen yang mendukung

12

Yulius P. Hermawan. 2007. Transformasi dalam Studi Internasional: Aktor, Isu dan

Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 217.

Page 15: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

15

(seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) dapat menciptakan brand

image yang kuat bagi konsumen.13

Negara sebagai sebuah entitas politik, tentu tak dapat dipisahkan dari

kehidupan politik dan ekonomi di dalamnya. Meskipun keduanya dipelajari

dalam lingkup yang terpisah, namun seringkali memiliki keterkaitan yang erat

satu dengan lain. Hubungan negara dengan ekonomi internasional selalu

mempunyai masalah karena menurut Teori Realis, sistem internasional adalah

anarki. Dan anarki sangat sulit untuk diatur walalupun dengan rezim yang

efektif sekalipun. Apabila ekonomi internasional sangat penting terhadap

kesejahteraan suatu negara maka otomatis menjadi suatu isu-isu politikal

yang signifikan. Secara keseluruhan dari ekonomi nasional menjadi struktur

internasional akan membuat beberapa isu ekonomi politik, dimana resolusi

akan menjadi berbeda menurut keadaan yang spesifik dari industri akan

sektor-sektor nasional ekonomi lainnya. 14

Seperti melindungi industri domestik melalui ketentuan perdagangan,

proteksi, tarif prinsip dan quota telah menjadi cara yang konvensional untuk

meyakinkan produksi domestik bukanlah tumpahan oleh import yang murah

saja. Tapi apabila suatu industri sukses diperdagangan internasional maka

perhatian industri tersebut kemungkinan tidak harus dilindungi, karena harus

memikirkan biaya dari komponen-komponen yang esensial dan kekhawatian

13

Bahan Kuliah Manajemen Pemasaran. [Online] http://jurnal-

sdm.blogspot.com/2009/05/membangun-brand-image-produk.html. Diakses pada

tanggal 2 Oktober 2012 pukul 14.56 Wita 14

Drs. T. May Rudy. 2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global.

Bandung: PT Refika Aditama. Hal 11.

Page 16: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

16

dari ancaman-ancaman pesaingnya. Maka sangat wajar apabila sebagian

sektor industri/ ekonomi menginginkan dukungan dan perlindungan.15

Apabila kita tinggal didunia dengan model ekonomi internasional yang

secara akurasinya dideskripsikan sebagai cara hubungan ekonomi antarnegara

distrukturasikan, maka pendekatan kita untuk mengerti dan menjelaskan

permasalahan yang telah dibuat akan mengarahkan kita untuk mencari

kompetensi dan otoritas dari pemerintahan nasional dan organisasi

pemerintahan nasional dan organisasi pemerintahan internasional, konstruksi

dan pengoperasian rezim inetrnasional untuk menjalankan aktivitas ekonomi

internasional. Maka pemecahannya akan menimbulkan keutamaan secara

berkesinambungan dari perubahan-perubahan dan kita akan bekerja didalam

dunia dengan esensi yang belum berubah sejak formalisasi dari sistem negara

modern 200 tahun yang lalu.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif

kualitatif dengan mengumpulkan informasi secara aktual dan terperinci

mengenai perkembangan Lotte Mart di Indonesia, Makassar pada

khususnya dan kemudian mengidentifikasi masalah seperti mengapa

konsumen Lotte Mart banyak, apakah ada pengaruhnya dengan hegemoni

budaya yang saat ini sedang marak dilakukan oleh negara-negara sebagai

cara yang konvensional. Kemudian membuat perbandingan dan evaluasi

15

Ibid.

Page 17: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

17

mengenai masalah-masalah dan fakta-fakta yang terjadi saat ini mengenai

Lotte Mart. Serta menyimpulkan apa yang dilakukan untuk menghadapi

masalah-masalah yang telah diidentifikasi.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik

telaah pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan data dari literatur yang

berhubungan dengan Lotte Mart seta data-data mengenai multinational

coroporation dan brand image yang mendukung dalam menganalisis

masalah yang telah disebutkan sebelumnya. Data-data tersebut berupa

buku-buku, dokumen, jurnal dan surat kabar atau majalah yang menunjang

penelitian yang dilakukan oleh penulis. Selain itu, observasi lapangan

secara langsung juga menjadi salah satu teknik pengumpulan data yang

dilakukan oleh penulis. Adapun, langkah-langkah observasi yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengamati langsung pelaksanaan branding image Korea melalui Lotte

Mart dalam membangun citranya di Indonesia.

b. Mengamati perkembangan branding image Korea di Indonesia

Dalam penelitian ini juga dilakukan teknik pengumpulan data

melalui metode wawancara terhadap orang-orang yang dianggap dapat

memberikan informasi yang dibutuhkan berkenaan dengan judul yang

diangkat untuk diteliti dan dapat dipercaya kebenarannya. Wawancara

dimaksudkan untuk mendapat informasi tentang perkembangan lottemart

serta strategi apa saja yang dilakukan LotteMart untuk memberikan

pengaruh terhadap masyarakat Makassar. Selain itu, wawancara juga

Page 18: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

18

dimaksudkan untuk memperoleh data tentang tanggapan konsumen Lotte

Mart. Orang –orang yang diwawancara adalah pegawai Lotte Mart yaitu

Yulianti, Supevisor Lotte Mart Cabang Mall Panakukang dan konsumen

yaitu Ayu Riska Wahyudiya, salah seorang pelanggan setia Lotte Mart.

Wawacara yang dilakukan adalah wawacara terbuka. Wawancara terbuka

adalah bagian dari wawancara tak terstruktur dimana model wawacara

luwes, susunan pertanyaannya dan susunan kata-katanya dalam setiap

pertanyaan dapat diubah saat wawancara. Dimana tujuan utamanya adalah

untuk mendapatkan informasi yang dianggap bagian dari keseluruhan, agar

datanya bersifat kualitatif dan representatif.

Adapun tempat-tempat yang telah dikunjungi selama pengumpulan

data, antara lain:

1. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin di Makassar

2. Perpustakaan FISIP Universitas Hasanuddin di Makassar

3. Swalayan Lotte Mart di Makassar

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan

data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara

dari informan secara mendalam guna mendapatkan informasi yang

obyektif.16

Sedangkan data sekunder diperoleh dari teknik pengumpulan

data melalui telaah pustaka, yaitu penelusuran literatur data kepustakaan

16

Husain Umar. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hal. 131.

Page 19: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

19

dari berbagai terbitan resmi yang terdiri dari buku, dokumen, jurnal,

majalah dan surat kabar.17

3. Teknis Analisis Data

Data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder

dianalisis kemudian disajikan secara deskriptif kualitatif, yaitu

menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan

permasalahan permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta

mengenai hadirnya Lotte Mart yang berkembang pesat kemudian

mengkorelasikannya dengan persepsi masyarakat Makassar untuk

kemudian ditarik sebuah kesimpulan mengenai pengaruh yang dilakukan

Lotte Mart bagi masyarakat Makassar. Analisis deskriptif secara kualitatif

dalam arti bahwa penarikan makna yang telah diperoleh, sebelumnya

dilakukan dengan menghubungkan pernyataan-pernyataan dari berbagai

bahan keterangan atau informasi yang telah peroleh dan relevan.

Berpedoman pada penelitian kualitatif, pengolahan data, dan analisis

data dilakukan bersamaan dengan proses penelitian. Proses awal analisis

data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai

sumber yaitu wawancara dengan para informan dan pengamatan yang

sebelumnya sudah dijelaskan pada teknik pengumpulan data baik berupa

dokumen maupun dokumentasi yang diperoleh oleh penulis selama

mengadakan penelitian. Setelah memahami data, maka penulis membuat

abstraksi data (rangkuman inti). Setelah rangkuman inti didapatkan, arah

penelitian ini akan semakin jelas maka selanjutnya akan mengkategorikan 17

Murti Sumarni dan Salamah Wahyuni. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi

Yogyakarta. Hal. 85

Page 20: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

20

data berdasarkan tema yang disesuaikan dengan penelitian ini. Penyajian

data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif ini akan disajikan dalam

bentuk uraian, kata-kata yang tentunya akan mengarah pada pokok

permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

Page 21: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekonomi Politik Internasional

Dalam studi Hubungan Internasional, ilmu mengenai ekonomi

politik internasional menjadi sebuah kajian yang tergolong utama karena

menjadi basis untuk menganalisa dan menanggapi isu-isu yang terjadi di

dunia. Ekonomi politik internasional memiliki kaitan yang erat dalam

Hubungan Internasional, karena merupakan studi yang tidak hanya

membahas permasalahan nasional, namun juga hubungannya dengan

negara-negara lain. Studi ekonomi politik internasional memiliki cakupan

yang sangat luas dan berkembang dari masa ke masa.

Ekonomi politik internasional mulai menjadi kajian dalam studi

hubungan internasional sejak tahun 1970-an. Pada saat itu negara-negara

di dunia sedang mengalami krisis minyak yang disebabkan oleh

pemboikotan pasokan minyak bumi oleh negara-negara Arab. Hal tersebut

menggoyahkan stabilitas politik dan ekonomi negara-negara didunia,

sehingga krisis ini menjadi awal timbulnya kesadaran para pemegang

otoritas pemetintahan bahwa faktor ekonomi menjadi sangat penting dan

menentukan proses politik, dan sebaliknya. Pemahaman bahwa terdapat

jalinan yang saling tergantung dan tidak dapat dipisahkan antara faktor

ekonomi dan politik, serta antara negara dengan pasar semakin diakui.18

18

Anak Agung Banyu Perwita. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung; PT

Remaja Rosdakarya. Hal.75.

Page 22: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

22

Ekonomi politik internasional selalu mengalami dinamika

perubahan dari masa ke masa. Dinamika perubahan tersebut membentuk

ulang segala tatanan yang terdapat di dalam ekonomi politik internasional,

dimana sistem pasar dan negara tetap menjadi aktor utama. Penstudi

Hubungan Internasional memiliki pertanyaan fundamental yang menjadi

titik tolak dalam menjabarkan tatanan kontemporer ekonomi politik

internasional, yakni bagaimana cara menyelaraskan hubungan antara

sistem pasar dan pemerintah supaya stabilitas tetap terjaga

Ekonomi politik Internasional menurut Gilpin secara umum adalah

Studi yang mempelajari saling keterhubungan antara ekonomi

internasional dengan politik internasional yang muncul akibat

berkembangnya masalah-masalah yang terjadi dalam sistem

internasional.19

Menurut Robert Gilpin, ketiadaan negara, mekanisme dan kekuatan

pasar akan menentukan kegiatan ekonomi. Hal ini akan menjadi fenomena

ekonomi murni. Sebaliknya tiadanya pasar, negara sendiri akan

mengalokasikan sumber-sumber ekonomi. Inilah dunia ilmuwan politik.

Meskipun tak ada dunia muncul dalam bentuk murni, pengaruh relatif

negara atau pasar memberikan perubahan sepanjang waktu dan dalam

lingkungan yang berbeda. Menurut Gilpin, istilah ekonomi politik

memiliki ambiguitas. Adam Smith dan ekonom klasik menggunakannya

untuk mengartikan apa yang sekarang disebut ilmu ekonomi. Baru-baru

ini, sejumlah pakar seperti Garu Becker, Anthony Downs dan Bruno Frey

mendefinisikan ekonomi politik sebagai aplikasi metodologi formal

19

Robert Gilpin. 1987. The political Economy of Internasional Relations. NJ: Princeton University

Press. Hal. 3

Page 23: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

23

ekonomi yang disebut model aktor rasional, untuk semua tipe perilaku

manusia. Pakar lain menggunakan istilah ekonomi politik ini dengan

pengertian penggunaan teori ekonomi khusus untuk menjelaskan perilaku

sosial, permainan, tindakan kolektif dan teori Marxist. Sedangkan pakar

lainnya memakai istilah ekonomi politik untuk merujuk pada masalah

yang dihasilkan oleh interaksi kegiatan ekonomi dan politik. Gilpin

mengistilahkan ekonomi politik untuk mengindikasikan serangkaian

masalah yang dikaji dengan campuran yang lengkap metode analitik dan

perspektif teoritis. Sedangkan fokus interaksi itu adalah aktivitas manusia

antara negara dan pasar.

Pengkajian ekonomi politik internasional membutuhkan integrasi

teori-teori dari disiplin ekonomi dan politik, misalnya dalam masalah isu

perdagangan internasional, moneter dan pembangunan ekonomi. Sehingga

dapat pula dinyatakan bahwa ekonomi politik internasional sebagai

berikut:

Ekonomi politik internasional adalah sebuah studi tentang maslah

internasional yang tefokus pada elemen-elemen interdependensi

komples yang sering terjadi pada kehidupan sehari-hari. Ekonomi

internasional merupakan perilaku negara untuk memenuhi

kepentingan nasionalnya dalam kondisi keterbatasan sumber daya,

maka sebenarnya interaksi ekonomi adalah interaksi politik dalam

arena internasional, pada akhirnya dapat dikatakan bahwa

hubungan internasional mengandung interaksi yang bersifat

ekonomi politik internasional.20

Lebih lanjut Spero mengemukakan bahwa ada empat cara faktor

politik mempengaruhi ekonomi, yaitu:

20

Joan Edelman Spero. 1985. The Politics of International Economic Relations. NJ: Princeton

University PressHal. 10

Page 24: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

24

1) Struktur dan operasi sistem ekonomi internasional dipengaruhi

oleh struktur dan operasi politik internasional.

2) Kepedulian-kepedulian politik selalumempengaruhi kebijakan

ekonomi.

3) Kebijakan-kebijakan ekonomi dituntun oleh kepentingan

politik.

4) Hubungan dalam ekonomi internasional adalah proses

hubungan interaksi ekonomi internasional, dan hubungan

politik dimana negara-negara dan aktor non-negara mengatur

konflik dan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan.

Menurut Rudi,

Ekonomi politik internasional memberikan dan menyediakan

kerangka konseptual dalam menganalisis dan menampung

kenyataan-kenyataan yang kompleks dan saling berkaitan

mengenai berbagai masalah hubungan internasional kontemporer.21

Berdasarkan teori diatas bahwa ekonomi politik internasional dapat

menjadi sebuah konsep atau pemikiran dalam terjadinya hubungan

internasional saat ini karena ekonomi politik internasional telah

memberikan dan menyediakan kerangka-kerangka konseptual dalam

menganalisis kenyataan hubungan internasional saat ini.

Menurut David N Balam,

Ekonomi politik internasional adalah hubungan kerjasama antara

negara-negara dalam kerangka produksi, distribusi kekayaan dan

kekuasaan, intervensi, dan lain-lain. Dalam tinjauan EPI bahwa

21

T. May Rudi. 1992. Teori Etika dan Kebijakan Hubungan Internasional. Bandung: Angkasa

Grup. Hal. 52-53

Page 25: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

25

perlu adanya pendekatan level analisis terhadap individu, negara

dan sistem internasional.22

Menurut Balaam, ekonomi politik internasional adalah

menyangkut ekonomi yang berarti sesuatu yang berkaitan dengan cara

bagaimana sumber-sumber langka dialokasikan untuk kegunaan yang

berbeda-beda dan didistribusikan diantara individu melalui proses pasar

yang desentralisasi. Analisa ekonomi dan analisa politik sering melihat

kepada masalah yang sama namun analisa ekonomi berfokus pada tidak

banyak soal kekuasaan dan kepentingan nasional. Tetapi kepada masalah

pendapatan dan kekayaan serta kepentingan individual. Oleh sebab itu

ekonomi politik, merupakan kombinasi dua cara memandang secara utuh

terhadap dunia dalam rangka mengetahui karakter fundamental

masyarakat.

Studi ekonomi politik internasional merupakan ilmu sosial yang

didasarkan pada satu kerangka masalah, isu dan kejadian dimana unsur

ekononomi, politik dan internasional terkait dan tumpang tindih sehingga

menciptakan pola interaksi yang kaya. Dunia merupakan sebuah tempat

yang kompleks yang dihubungkan dengan berbagai unsur yang saling

berpengaruh. Mulai dari tingkat individu, elit politik-ekonomi sampai

tingkat nasional bahkan tingkat kawasan melahirkan interaksi yang tidak

sederhana. Kontak antar perbatasan dan antar nilai yang berbeda bahkan

antar kepentingan yang beraneka ragam menimbulkan berbagai masalah.

Ilmu sosial berusaha untuk memahami pola dan karakter kondisi manusia

22

David N. Balaam. 1996. Introduction to International Political Economy. Jersey; Prentice Hall.

Hal. 3

Page 26: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

26

di muka bumi dengan menganalisa penyebab dan sumber konflik serta

bagaimana mereka menyelesaikannya. Studi ekonomi politik internasional

ikut memberi andil dalam memahami ketegangan yang melibatkan

kepentingan ekonomi dan politik antar bangsa.

Berdasarkan konsep pemikiran diatas, ekonomi politik

internasional secara sederhana menjelaskan sebagai interaksi global antara

politik dan ekonomi, yang didefinisikan sebagai dinamika interaksi antara

pengejaran kekuasaan dan kekayaan. Basis dalam ekonomi politik

internasional, dihiasi beberapa ideologi utama yang pula menjadi ideologi

terkemuka dalam studi Hubungan Internasional. Ketiga ideologi tersebut

adalah merkantilisme (nasionalisme), liberalisme, dan marxisme. Ketiga

ideologi ini akan memberikan penafsiran yang sangat kontras satu dengan

lain dalam melihat posisi ekonomi dan politik. Dalam hal ini, aktor dari

ekonomi, yakni pasar, dan negara sebagai aktor utama dalam politik, akan

disorot lebih banyak karena memang terdapat perbedaan yang cukup

signifikan.

Dalam studi ekonomi politik, MNC merupakan topik bahasan yang

cukup sentral karena ia merupakan subjek khusus sebagai pelaku maupun

sekaligus sebagai objek sasaran pelaku atau kajian pokok. Selain itu juga,

isu mengenai MNC, melibatkan sejumlah perbincangan di negara-negara

maju dan negara-negara berkembang satu sama lain telah merebak menjadi

isu internasional, baik yang pro maupun yang kontra khasnya dalam

interaksi menyangkut hubungan masing-masing Utara-Selatan. Dalam

Page 27: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

27

konteks studi ekonomi politik, MNC dapat dikategorikan sebagai subjek

aktor bukan negara (non state actors) yang memiliki peran yang sangat

luas dalam pola hubungan antar negara saat ini.

B. MNCs

Salah satu wadah yang digunakan suatu negara untuk melancarkan

soft power-nya terhadap negara lain adalah dengan menggunakan

perusahaan korporasi. Pesatnya arus globalisasi mebuat aktor-aktor non

negara seperti perusahaan korporasi (MNCs) bertumbuh kembang secara

signifikan. Kemunculan MNCs sendiri menimbulkan beberapa perspektif

mengenai definisi MNCs tersebut.

MNCs sesungguhnya belum memiliki pengertian yang baku oleh

karena belum adanya kesatuan pendapat dari para pakar dibidang tersebut.

Akan tetapi ada berbagai istilah yang dianggap memiliki pengertian

sepadan dengan Multinational Corporations dan seringkali digunakan.

Istilah-istilah itu antara lain: transnational corporations (TNCs), direct

investment international business, the international firm, the multinational

family group, world wide enterprise, multinational enterprise (MNE),

multinational company, multidomesticc company, global company, la

grande enterprise plurinationale, la gan unite plurinationale, serta sebuah

istilah satir yaitu the US corporate monster.

John Dunning mendefinisikan MNCs secara sederhana sebagai

“enterprise that engages in FDI (Foreign Direct Investmet) and organizes

Page 28: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

28

the production of goods or services in more than one country”.23

Sama

seperti pemahaman PBB yang dimaknai oleh Stephen Gilland dan Daivd

Law dimana MNCs memiliki pengertian “all enterprise that control-

factories, mines, sales offices and the like- in two or more countries.”24

(Semua perusahaan yang mengontrol-indsutri, tambang, kantor-kantor

penjualan, dan sebagainya-di dua atau banyak negara). Definisi ini

memiliki keunggulan bahwa tidak ada aspek fenomena yang penting

(misalnya keuangan atau jasa) atau masalah lain (misalnya pertanyaan

yang terkait dengan perusahaan besar ataupun perusahaan kecil orientasi

nasional) yang ditiadakan sewenang-wenang.

Perusahaaan multinasional juga seringkali didefinisikan sebagai

sejenis induk perusahaan (holding company) dengan sejumlah operasi luar

negeri, masing-masing diberi wewenang untuk menyesuaikan produk-

produk dan strategi pasarnya dengan apa yang dianggap oleh para manajer

lokal sebagai aspek-aspek unik dari pasar-pasar individual mereka.25

Induk

perusahaan diartikan oleh United Nations Conference on Trade and

Development (UNCTAD) sebagai perusahaan yang mengendalikan aset-

aset entitas atau entitas-entitas lainnya di negara atau negara-negara lain di

luar negara asalnya, biasanya dengan kepemilikan modal yang paling

23

Malcolm Waters. 1995. Globalization. London: Routledge. Hal: 76. 24

Yanuar Ikbar. 2002. Ekonomi Politik Internasional: Studi Pengenalan Umum. Jatinangor: PT

Universitas Padjadjaran. Hal: 320. 25

Donald A. Ball, et. al. 2004. Bisnis Internasional: Tantangan Persaingann Global, terjemahan

Syahrizal Noor. Jakarta: PT Salemba Emban Patria. Hal: 5

Page 29: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

29

sedikit 10 persen sebagai syarat awal untuk pengendalian aset-aset dalam

konteks ini.26

Meskipun MNCs dan TNCs dianggap memiliki pengertian yang

sama, ada pula pakar yang berusaha membedakannya. MNCs diartikan

sebagai “suatu perusahaan yang bergerak atau beroperasi di luar negerinya

sendiri dengan saham yang terdiri dari beberapa negara ( lebih dari satu

negara).” Sedangkan TNCs dianggap memiliki pengertian yang lebih luas

daripada hanya sekedar suatu perusahaan sebagaimana MNCs. TNCs

dilihat dari aktivitas, besarnya operasi modal diluar negeri yang mencakup

negara dan memiliki manajemen yang bersifat komprehensif atau

menjangkau skala perdagangan dan industri global.27

Sumantoro dalam tulisannya memandang MNCs sebagai FDI dari

berbagai aspek yaitu: hukum, politik dan ekonomi.

Dari segi politik fokus sentral kepada FDI sebagai subjek dalam

hubungan internasional, terkalit dengan kekuatan politiknya di

tingkat nasional dan internasional, serta pola manajemennya yang

terpusat sehingga membawa pengaruh pada penguasaaan informasi

sebagai kekuatan politik, pun kekuatan ekonomi bagi perusahaan

tersebut terhadap pihak yang dihadapinya. Dari segi hukum, fokus

sentralnya terletaak pada FDI sebagai badan hukum yang dapat

merupakan cabang, usaha patungan atau perusahaan yang dimiliki

umum ( public company)... Sedangkan dari segi ekonomi, fokus

sentralnya pada aspek-aspek faktor produksi, modal keahlian

manajemen dan keahlian teknologi, serta praktek-praktek usaha

yang terkait dengan persaingan, besarnya pasar, monopoli, dan

sebagainya.28

Sama seperti belum adanya definisi baku MNCs, hingga saat ini

pun belum ada kesatuan pendapat kapan terbentuknya MNCs yang

26

Donald A. Ball. Ibid. Hal: 7 27

Sumantoro. 1987. Kegiatan Perusahaan Multinasional: Problema Politik, Hukum, dan Ekonomi

dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: PT. Gramedia Press. 28

Sumantoro. Ibid.

Page 30: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

30

pertama kali. Tak ada yang tahu pasti akan hal itu. Oleh karena tidak

adanya bukti-bukti yang pasti, perselisihan kapan, apa, dan dimana

sebenarnya MNCs yang paling pertama terbentuk di seluruh dunia

tampaknya masih akan terus bergulir. Meskipun disiplin ilmu menyangkut

bisnis dan perdagangan internasional relatif baru, sebagai praktik ini

bukanlah hal yang baru. Para sejarawan menunjukkan bahwa beberapa tipe

MNCs dan penanaman modal langsung telah ada sejak abad terakhir dan

bahkan lebih awal. Menurut sejarawan Perancis Fernand Braudel,

ekonomi dunia lahir bersamaan dengan kapitalisme, selama abad 16,

sebelum terbentuknya negara-bangsa.

Historian are eager to point out some types of MNCs and foreign

direct investment (FDI) existed already during the last century and

even earlier. For French historian Fernand Braudel, the world

economy emerged, along with capitalism, during the sixteenth

century, before the formation of nation-state.29

Dutch East India Company disepakati oleh beberapa pakar sebagai

perusahaan multinasional yang paling pertama. Ini merupakan gabungan

dari sejumlah perusahaan Belanda yang dibentuk tahun 1950 untuk

membuka rute-rute perjalanan ke timur serta membuka kantor-kantor

cabang di Asia. Pada saat yang hampir sama, yakni tahun 1600, British

East India Company, sebuah perusahaan dagang dibentuk dan mendirikan

cabang-cabang luar negeri di seluruh Asia.30

Namun betapapun pendukung

Ducth East India Company berargumen, banyak yang mengkalim Knights

Templar yang didirikan pada tahun 1118 oleh Hugues de Payens sebagai

29

Charles-Albert Michalet. 1994. Transnasional Corporations ( Transnational corporationand the

changing international economic system). United Nations: Volume 3, number 1.

Hal: 10 30

Donald A. Ball. Op Cit. Hal: 9

Page 31: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

31

MNCs yang pertama. Knights Templar mejadi sebuah perusahaa

multinasional ketika istitusi itu bertarung ke dalam dunia perbankan pada

tahun 1135. Meski demikian, sejak masa sebelum Masehi - jika ini dapat

disamakan sebagai sebuah perusahaan - pedagang-pedagang Venesia dan

Yunani sesungguhnya telah melakukan model-model dasar bisnis MNCs.

Mereka megirimkan wakil-wakilnya ke luar negeri untuk berdagang dan

mejual barang-barang.

MNCs yang ada dulu dengan yang sekarang dimana diiringi

dengan arus deras globalisasi, tentunya saja memiliki perbedaan-

perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada kegiatan produksi yang

dahulunya berbasis pada raw material dan agrikultural, sedangkan di era

sekarang manufaktur, jasa, dan ritel merupakan kegiatan utama perusahaan

mutinasional akibat dari adanya inovasi teknologi, transportasi, dan

komunikasi. Gilpin didalam ‘The State and the Multinationls’

mendefinisikan MNCs sebagai “a firm of a particular nationality with

partially or wholly owned subsidiaries within at least one other national

economy”. Melalui Foreign Direct Investment (FDI), perusahaan-

perusahaan MNCs memperluas market nya hingga luar negeri, yang mana

bertujuan untuk menguasai pasar, produk, fasilitas dalam ekonomi, baik

secara parsial maupun sepenuhnya. Hal tersebut identik dengan teori

lokasi dan comparative advantage, yang mana produksi akan dilokasikan

dimana terdapat efisiensi yang besar.

Ada beberapa perdebatan mengenai “whether MNCs has broken

free from its home country and has become a powerful independent force

Page 32: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

32

determining both international economy and political affair? Or MNCs

remains a creature of its home economy?”. Perdebatan tersebut kemudian

dijawab oleh mainstream economists, yang mana percaya bahwasanya

perilaku perusahaan itu sepenuhnya ditentukan oleh sinyal pasar. Oleh

karena itu nationalitas dari perusahaan dan apakah perusahaan itu

beroperasi dalam ranah domestik maupun internasional tidak menjadi

persoalan penting. Akan tetapi kemudian pendapat lain yang berporos

pasar state-centric berpendapat bahwasanya didunia yang modern,

keksuksesan MNCs ditentukan oleh international political environment.

Selain itu mereka pun percaya bahwasanya “each MNCs is distinctive

product of its home base and reflects its social, economic, and political

values”.31

MNCs memiliki peranan penting di dalam ekonomi politik

internasional, hal tersebut dapat dilihat bagaimana kemudian keputusan

MNCs baik untuk mengekspor produk dari home market- nya atau untuk

di ivestasikan di luar untuk memberikan pelayanan pada foreign market,

secara kuat dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi setempat dan tingkat

pertumbuhan ekonomi di dunia. Selain itu, kemajuan di dalam organisasi

industri dan strategic trade theory, yang ditandai dengan kemajuan inovasi

teknologi untuk comprative advantage, semakin menjadikan para ekonom

semakin sadar akan penting nya MNCs. Hal tersebut dikarenakan MNCs

disadari sebagai alat untuk mengurangi biaya transaksi, yang mana dirasa

31

Gilpin, Robert. 2001. “The State and The Multinationals”, dalam Global Political Economy:

Understanding The International Economic Order. Princeton: Princeton University Press,

hal. 278-279

Page 33: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

33

lebih murah dengan mengorgansasikan semuanya melalui FDI

dibandingkan transaksi pasar.

Penting nya peranan dari MNCs, secara meningkat telah merubah

struktur dan fungsi daripada ekonomi global. Seperti yang diungkapkan

oleh para pakar seperti Raymod Vernon, John Dunning, dan Micheal

Porter, terdapat beberapa faktor yang kemudian meningkatkan peran

MNCs, yakni Vernon mengungkapan kan pentingnya FDI dalam

memperluas MNCs, Dunning pun menambahkan peran teknologi dalam

perkembangan MNCs, dan Porter menekankan pada masuknya MNCs

kedalam era strategic management, yang mana strategi perusahaan

kemudian mempengaruhi ekonomi global. Seperti yang di tulis oleh Gilpin

bahwasanya,

These giant firms and their global strategies have become major

determinants of trade flows and of the location of industries and

other economis activities. Most FDI is in capital and technology-

intensive sectors. These firms have become central in the expansion

of technology flows to both industrialized and industrializing

economies and therefore are important in determining the economic,

political, social welfare of many nations. Controlling much of the

world’s investment capital, technology, and access to global

markets, such firms have become major players not only in

international economic but in international political affairs as well,

and this has triggered a backlash in many countries.32

C. Brand Image

Brand Image (Citra merek) merupakan keseluruhan persepsi

terhadap suatu merek yang dibentuk dengan memproses informasi dari

berbagai sumber setiap waktu. Citra merek adalah sekumpulan asosiasi

32

Ibid. Hal. 290

Page 34: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

34

merek yang terbentuk pada benak konsumen.33

Menurut Setiadi, brand

image dibangun berdasarkan kesan, pemikiran ataupun pengalaman yang

dialami seseorang terhadap suatu merek yang pada akhirnya akan

membentuk sikap terhadap merek yang bersangkutan. Menurut Rangkuti,

brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan

melekat dibenak konsumen. Berdasarkan pengertian diatas, dapat

disimpulkan bahwa brand image adalah sekumpulan asosiasi yang

dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu dan dapat

disampaikan melalui sarana komunikasi yang tersedia. Merek terbaik akan

memberikan jaminan kualitas. Menurut Rangkuti pemberian nama pada

sebuah produk hendaknya bukan hanya sebuah simbol, karena merek

memiliki enam tingkat pengertian yang akan membentuk Brand Image,

yaitu34

:

1. Atribut

Semua merek memiliki atribut. Artibut diciptakan agar pelanggan

dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut yang terkandung dalam

sebuah merek. Atribut merupakan kategori dengan fitur-fitur mengenai

karakteristik produk dan jasa yang ada saat proses pembelian dan

konsumsi. Atribut ini dapat digolongkan atas 2 bagian:

33

John C. Mowen. 1995. Consumer Behaviour 4th ed. Jersey: Prentice Hall. Hal: 82 34

Azka Nabila Islami. 2011. Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap Keputusan

Pembelian Produk Sophie Martin Pada Mahasiswa Lembaga Pendidikan Politeknik

MBP Medan.

[Online].http://www.academia.edu/1147849/Pengaruh_Citra_Merek_Brand_Image_

Terhadap_Keputusan_Pembelian_Produk_Sophie_Martin_Pada_Mahasiswa_Lemba

ga_Pendidikan_Politeknik_MBP_Medan. Diakses pada tanggal 6 November 2012

pukul 13.55 Wita.

Page 35: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

35

a. Atribut Produk Asosiasi, produk terbentuk secara langsung

mengenai karakteristik dari produk dan jasa yang bersangkutan.

Asosiasi ini merupakan strategi yang paling sering digunakan.

Mengembangkan asosiasi ini sangat efektif karena atribut

tersebutsangat bermakna dan dapat diterjemahkan dalam

pembelian suatu merek.

b. Atribut non Produk Atribut, non produk dapat langsung

memperoleh proses pembelian dan konsumsitetapi tidak

langsung mempengaruhi kinerja produk yang bersangkutan.

Atribut non produk merupakan atribut yang tidak berhubungan

langsung dengan kinerja produk dan terbentuk dari aktifitas

bauran pemasaran. Berikut beberapa contoh atribut non-

produk :

• Negara, perusahaan atau orang yang memproduksi

• Warna dominan produk yang biasanya terlihat pada kemasan

produk.

• Kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh merek.

• Mengaitkan dengan orang terkenal (Endorser)

2. Manfaat

Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen antara lain

membantukonsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan

dan kualitas produk. Konsumen tidak membeli merek, tetapi konsumen

membeli manfaat. Produsen harus mampu menerjemahkan atribut

menjadi manfaat, baik manfaat fungsional maupun manfaat emosional.

Page 36: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

36

Manfaat fungsional mengacu pada kemampuan fungsi produk yang

ditawarkan, sedangkan manfaat emosional adalah kemampuan merek

untuk membuat penggunanya merasakan sesuatu selama proses

pembelian atau sesudahnya. Ketika konsumen menggunakan merek

tertentu, maka merek tersebut akan terhubung dengan merek tersebut

artinya konsumen akan membawa serta citra dari pengguna sekaligus

karakteristik merek itu sendiri, dan manfaat yang diinginkan oleh

konsumen akan mempengaruhi pilihannya terhadap berbagai merek.

3. Nilai

Merek menyatakan sesuatu tentang nilai bagi konsumen. Nilai

sering diartikan sebagai penilaian konsumen yang menyeluruh

terhadap utilitas produk didasarkan atas persepsinya atas apa yang

diterima dan dikorbankan. Berdasarkan defenisi ini, maka tidak

mengherankan jika konsumen seringkali melakukan analisa biaya-

manfaat sebelum melakukan pembelian untuk menentukan besarnya

nilai yang akan diterimanya. Merek yang memiliki nilai yang tinggi

akan dihargai oleh konsumen sebagi merek yang memiliki kelas,

sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.

Pelanggan menggunakan istilah nilai untuk empat pengertian yang

berbeda,yaitu :

1. Nilai adalah harga yang murah. Beberapa pelanggan harga

yang paling murah adalah nilai yang terbaik.

Page 37: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

37

2. Nilai adalah mendapatkan apa yang diinginkan dari suatu

produk atau jasa. Pelanggan ini mendefenisikan nilai dalam

artian manfaat yang mereka terima dan bukannya harga yang

mereka terima bukannya harga yang harus mereka bayar.

3. Nilai adalah kualitas yang didapatkan atas harga yang dibayar.

Pelanggan menganggap nilai sebagai pertukaran antara harga

yang mereka bayarkan dan kualitas yang mereka dapatkan.\

4. Nilai adalah semua yang didapatkan atas semua pengorbanan

yang telahdiberikan.

4. Kepribadian

Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi penggunanya.

Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian sipengguna

akan tercermin dari merek yang digunakannya. Ikatan hubungan

psikografis antara merek dan konsumen akan menjadi kuat dan

memberi warna emosional ketika terdapat kecocokan antara merek dan

kepribadian konsumen. Konsumen sering merasa kesulitan ketika

harus mengekspresikan identitasnya karena itu biasanya mereka

menggunakan merek yang mengandung simbol dan arti yang dapat

menggambarkan dirinya. Oleh karena itu konsumen memiliki

kecenderungan untuk membeli merek yang memilki kepribadian yang

serupa dengan konsep dirinya. Dalam hal ini pemilihan merek

merupakan salah satu cara individu mengekspresikan dirinya. Hal ini

tentunya akan mendorong pemilik merek untuk menyelaraskan gaya

Page 38: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

38

hidup konsumennya dengan nilai emosional merek. Jika terdapat

kecocokan antara brand personality dan kepribadian konsumen, maka

menurut Ferrinadewi, hal ini akan menyebabkan salah satu hubungan

dari 3 bentuk berikut:

1. Hubungan yang sangat kuat akan mengembangkan kesetiaan

konsumen.

2. Hubungan yang relatif sedang akan menimbulkan ancaman

tindakan berpindah ke merek lain.

3. Hubungan yang lemah akan menimbulkan kecenderungan

hubungan yangmemilki ciri-ciri tertentu.

5. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya Mercedez mewakili

budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja

yang efisien dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.

6. Pemakai

Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut.

Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan anaogi orang-orang

terkenal untuk penggunaan mereknya.

Dengan demikian, brand adalah identifikasi yang berupa nama atau

simbol, yang mempengaruhi proses pemilihan suatu produk atau jasa yang

membedakannya dari produk pesaing serta mempunyai nilai bagi pembeli

Page 39: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

39

dan penjualnya. Menurut Durianto, merek menjadi sangat penting saat ini,

dikarenakan beberapa faktor, yang antara lain35

:

a) Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu

membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil.

b) Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa

dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di

seluruh dunia dan budaya.

Brand image paling sering dibangun melalui promosi, menurut

Kotler, promosi adalah bagian dari komunikasi yang terdiri atas pesan-

pesan perusahaan yang didesain untuk menstimulasi terjadinya kesadaran

(awareness), ketertarikan (interest), dan berakhir dengan tindakan

pembelian (purchase) yang dilakukan oleh pelanggan terhadap produk dan

jasa perusahaan.36

Dari teori-teori di atas, maka kita dapat menarik inti dari brand

image ada pada konsumen, pandangan atau gambaran terhadap sebuah

merek yang dibuat konsumen yang didasarkan atas apa yang mereka lihat

(Iklan, kemasan, dan produknya) dengan pengalaman-pengalaman yang

didapatkan konsumen dengan merek tersebut. Citra merek meliputi

pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek (aspek kognitif),

konsekuensi dari penggunaaan merek tersebut, dan situasi penggunaaan

35

http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2009-2-00358-MN%20Bab%202.pdf Diakses pada tanggal 6

November 2012 pukul 14.05 Wita. 36

Philip Kotler. 2002. Manajemen Perusahaan Edisi Milenium. Jakarta: PT. Prenhallindo. Hal: 22.

Page 40: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

40

yang sesuai, begitu juga dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang

diasosiasikan dengan merek tersebut (aspek afektif).

Menurut Timmerman, citra merek sering terkonseptualisasi sebagai

sebuah koleksi dari semua asosiasi yang berhubungan dengan sebuah

merek. Citra merek terdiri:

a. Faktor fisik : karakteristik dari merek tersebut, seperti desain

kemasan, logo, nama merek, fungsi dan kegunaan produk dari

merek itu;

b. Faktor psikologis : dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai,

kepribadian yang dianggap oleh konsumen menggambarkan

produk dari merek tersebut. Citra merek sangat erat kaitannya

dengan apa yang orang pikirkan, rasakan terhadap suatu merek

tertentu sehingga dalam citra merek faktor psikologis lebih

banyak berperan dibandingkan faktor fisik dari merek

tersebut.37

Keller menyebutkan bahwa citra merek yang dibangun dari

asosiasi merek ini biasanya berhubungan dengan informasi yang ada

dalam ingatan dengan sesuatu yang berhubungan dengan jasa atau produk

tersebut. Faktor-faktor pendukung terbentuknya brand image dalam

keterkaitannya dengan asosiasi merek:38

37

Noble. 1999. Development in Marketing Science. Vol. 22, Corall Gables. Florida: Academy of

Marketing Science. Hal. 1-5. 38

Keller. 2003. Strategic Brand Management: intl ed. Building, Measuring and Managing Brand

Equity 2nd ed. New Jersey: Pearson Education. Hal. 2

Page 41: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

41

1. Favorability of brand association / Keunggulan asosiasi merek.

2. Strength of brand association/familiarity of brand association /

Kekuatan asosiasi merek.

3. Uniqueness of brand association / Keunikan asosiasi merek.

Kotler dan Armstrong mengatakan bahwa konsumen akan

mengembangkan suatu kepercayaan akan merek. Kepercayaan konsumen

akan merek tertentu dinamakan citra merek. Kepercayaan konsumen ini

akan bervariasi sesuai dengan citra yang sebenarnya sampai konsumen

suatu saat tiba pada sikap preferensi ke arah alternatif merek melalui

prosedur evaluasi tertentu. Salah satu prosedur yang mempengaruhi

evaluasi itu adalah kepercayaan merek atau citra merek.39

Pengetahuan akan suatu merek didalam memori/ingatan penting

terhadap pembuatan sebuah keputusan dan telah didokumentasikan dengan

baik dalam ingatan, sehingga pengetahuan merek (brand knowledge)

sangat penting dalam mempengaruhi apa yang dipikirkan seseorang

tentang suatu merek. Brand knowledge terdiri dari dua komponen yaitu

kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (brand image).

Kesadaran merek berhubungan dengan dengan pengenalan dan

pengingatan kembali tentang kinerja suatu merek oleh konsumen.

Sedangkan, citra merek mengacu pada serangkaian asosiasi yang

berhubungan dengan merek yang tertanam didalam benak konsumen.40

39

Philip Kotler. Op. Cit 40

Keller. Op.Cit. Hal: 2

Page 42: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

42

Keller mengemukakan dimensi dari citra perusahaan (corporate

image) yang secara efektif dapat mempengaruhi brand equity yaitu terdiri

dari :

a. Atribut produk, manfaat dan perilaku secara umum, terkait

kualitas dan inovasi.

b. Orang dan relationship, terkait orientasi pada pelanggan

(customer orientation).

c. Nilai dan program, terkait keperdulian lingkungan dan

tanggung jawab sosial.

d. Kredibilitas perusahaan (corporate kredibility), terkait

keahlian, kepercayaan dan menyenangkan.

Beberapa keuntungan dengan terciptanya brand image yang kuat

adalah:

1. Peluang bagi produk/merek untuk terus mengembangkan diri

dan memiliki prospek bisnis yang bagus.

2. Memimpin produk untuk semakin memiliki sistem keuangan

yang bagus.

3. Menciptakan loyalitas konsumen.

4. Membantu dalam efisiensi marketing karena merek telah

berhasil dikenal dan diingat oleh konsumen.

5. Membantu dalam menciptakan perbedaan dengan pesaing.

Semakin merek dikenal oleh masyarakat, maka

Page 43: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

43

perbedaan/keunikan baru yang diciptakan perusahaan akan

mudah dikenali konsumen.

6. Mempermudah dalam perekrutan tenaga kerja bagi perusahaan.

7. Meminimumkan kehancuran atau kepailitan perusahaan.

8. Mempermudah mendapatkan investor baru guna

mengembangkan produk.

Menurut Hogan, citra merek merupakan asosiasi dari semua

informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek

yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara; yang pertama melalui

pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan

fungsional dan kepuasan emosional.41

Merek tersebut tidak cuma dapat

bekerja maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga

harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang

diinginkan oleh konsumen dan juga memenuhi kebutuhan individual

konsume - yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan merek

tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan,

promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitasretail,

sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi

banyak merek, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat

mengkomunikasikan atribut-atribut yang berbeda.

Budaya adalah seperangkat nilai dan bentuk praktik dalam

menciptakan makna terhadap suatu masyarakat yang mana bentuk budaya

41

Hogan. 2005 Employees and Image: Bringing Brand Image To Life. The 2nd Annual Strategic

Public Relation Conference. Chicago: Lippincot Mercer

Page 44: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

44

itu sendiri dapat berupa seni artistik, pendidikan, bahasa kesusastraan,

hingga budaya pop yang fokus ke bentuk hiburan untuk masyarakat umum

(musik, tarian, film). Jika dalam kebudayaan suatu bangsa mengandung

nilai-nilai yang universal dan kebijakan mempromosikan nilai-nilainya dan

memiliki daya tarik bagi pihak lain maka hal tersebut dapat meningkatkan

popularitas suatu negara karena daya tarik yang dibentuk melalui budaya

tersebut.42

D. Negara

Negara merupakan realisasi dari tindakan dan keputusan kolektif.

Negara sering diartikan lembaga-lembaga politik negara bangsa modern,

kawasan geografis dengan hubungan yang relatif koheren sistem

pemerintah. Negara bangsa itu sendiri merupakan sebuah lembaga legal

dengan ruang lingkup jelas teritorial dan penduduk serta pemernitah yang

mampu memikul kedaulatan. Misalnya wilayah Indonesia, rakyat

Indonesia dan pemerintah Indonesia. Namun demikian kita juga perlu

mempertimbangkan secara lebih luas pengertian negara dengan sesuatu

yang kolektif dan perilaku politik yang terjadi pada banyak tingkat.

Negara adalah suatu badan/organisasi yang dikendalikan oleh

pemerintah dan di dalamnya dihuni penduduk.43

Negara adalah suatu alat

untuk mensejahterakan penduduk. Tiga unsur yang menentukan eksistensi

suatu negara: Lembaga, batas dan kemampuan membuat aturan.44

Ketiadaan tiga unsur tersebut mengakibatkan sulitnya negara berhubungan

42

Ibid. Hal. 11 43

Goldstein, Joshua S. 2005. International Relations. Pearson/Longman. Hal. 10 44

Minix, Dean dan Hawley, Sandra M. 1998. Global Politics. West/Wadsworth: West Publishing,

chap. 3.Hal. 77

Page 45: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

45

dengan negara lain. Lembaga yang dimaksud disini adalah pemerintahan

yang sah, kemudian batas adalah wilayah dan kemampuan membuat

aturan dalam batas tertentu. Tetapi, agar bisa disebut negara, negara harus

memenuhi berbagai syarat, diantaranya memiliki wilayah, memiliki

rakyat, pemerintahan yang berdaulat,dan yang paling penting pengakuan

dari negara lain.

Aktor negara mencakup pemimpin individual maupun organisasi

birokrasi (seperti kementerian luar negeri) yang bertindak atas nama

negara.45

Peranan negara dalam hubungan internasional adalah

menetapkan kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri sendiri

merupakan perpanjangan dari kebijakan dalam negeri. Kebijakan luar

negeri inilah yang dijadikan pedoman negara untuk melakukan hubungan

dengan negara lain. Biasanya, kebijakan luar negeri tergantung kepada

kepentingan dan kekuatan suatu negara dalam dunia internasional. Sebagai

tambahan, partisipasi suatu negara dalam urusan internasional sebagai

perwakilan dan penjamin rakyat. 46

Berbagai paradigma yang ada menjelaskan aktor-aktor yang

berperan dalam dunia internasional. Paradigma realis misalnya

menyatakan bahwa negara adalah aktor utama dalam hubungan

internasional yang bersifat rasional dan monolith, jadi bisa

memperhitungkan cost and benefit dari setiap tindakannya demi

45

Op. Cit. Goldstein. Hal. 10 46

Opcit. Minix dan Hawley

Page 46: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

46

kepentingan keamanan nasional.47

Berbeda dengan realis, paradigma

liberalis menyatakan bahwa negara bukan satu-satunya aktor dalam

hubungan internasional.48

Terdapat banyak aktor non-negara yang

mempunyai pengaruh dan legitimasi yang independen dari negara. Negara

boleh jadi aktor yang paling penting dalam hubungan internasional, tetapi

mereka sangat tergantung, terbatasi dan dipengaruhi oleh aktor bukan

negara.49

Menurut F.Isjwara secara etoimologis kata status dalam bahasa

latin klasik adalah suatu istilah yang menunjukkan keadaan yang tegak dan

tetap.50

Sejak Cicero (104 SM-43 M) kata “status” atau “statum” itu lazim

diartikan sebagai “standing” atau “station” dan dihubungkan dnegan

kedudukan persekutuan hidup manusia sebagaimana diartikan dalam

istilah “Status Civitatis” atau “Status Republicae”51

. Dan baru pada abad

ke-16 dipertalikan dengan kata negara.52

Lanjut menurut F.Isjwara bahwa negara diartikan sebagai kata

yang menunjukkan organisasi politik territorial dari bangsa-bangsa. Sejak

pengertian ini diberikan sejak itu pula kata negara lazim ditafsirkan dalam

berbagai arti. Negara lazim diidentifikasikan dengan pemerintah,

umpamanya apabila kata itu dipergunakan dalam pengertian kekuasaan

negara, kemauan negara dan sebagainya. Kata negara lazim pula

47

Anak A.B. Perwita dan Yanyan M. Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hal. 27 48

Ibid 49

Op. Cit. Goldstein. Hal. 12 50

F. Isjwara. 1999. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Bina Cipta. Hal. 90 51

J.W. Garner. Political Science and Government. Calcutta: World Press. Hal. 47 52

Ernest Barker. Principles of Social and Political Theory. Oxford: Clarendon Press. hal. 90-91

Page 47: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

47

dipersamakan dengan bangsa, dan negara dipergunakan sebagai istilah

yang menunjukkan baik keseluruhan maupun bagian-bagian negara

federal.53

53

F.Isjwara. Ibid. Hal.92

Page 48: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

48

BAB III

PERKEMBANGAN MNCs DAN KOREAN WAVE DI INDONESIA

A. Multinational Corporation (MNCs)

Sejarah lahirnya perusahaan multinasional dimulai sekitar 300

tahun yang lalu, yang ditandai dengan beroperasinya perusahaan-

perusahaan dagang (trading companies) dari Belanda dan Inggris yang

kemudian berkembang menjadi perusahaan-perusahaan Eropa yang

melakukan overseas investment, terutama di sektor pertambangan

ekstraktif.54

Meskipun jumlahnya tidak merata, namun pada kenyataannya

MNCs merambah diberbagai sektor vital. Ada sektor yang tampaknya

memang menjadi favorit oleh karena keuntungan yang berlimpah disektor

tersebut daripada sektor lainnya yang hanya digeluti lebih sedikit MNCs.

Kondisi tersebut nantinya menimbulkan efek-efek yang tidak sama

disetiap sektor meskipun efek-efek itu saling terkait dan saling melengkapi

serta terkadang sulit untuk dipilah-pilah. Sektor industri khususnya

pertambangan merupakan salah satu industri favorit oleh karena

prospeknya yang menjanjikan.

Salah satu variabel yang biasanya digunakan untuk mengukur

kapabilitas MNCs adalah dengan melihat peningkatan total investasi

langsung diseluruh dunia telah meningkat empat kali secepat produksi

dunia dan tiga kali lebih cepat dari perdagangan dunia. Di tahun 1995,

MNCs menginvestasi US $325 miliar diluar negeri. Menurut Perserikatan

54

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4216/41.htm. Diakses 17 November pukul 07.33 Wita

Page 49: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

49

Bangsa-Bangsa (PBB), ada hampir 40.000 MNCs atau hampir tiga kali

angka dua puluh lima tahun yang lalu. Secara bersamaan perusahaan-

perusahaan ini mengasilkan kira-kira sepertiga aset sektor swasta dan

gabungan GDP (gross domestic product) mereka ditahun 1993 sebesar US

$ 5,5 triliun, yang hampir sama banyak dengan GDP Amerika Serikat.55

Menurut World Investment Report 1993 yang diterbitkan PBB, ada

37.000 perusahaan multinasional yang memiliki 170.000 anak perusahaan

di luar negeri. Sebagian besar (90 persen) dari perusahaan-perusahaan

multinasional itu berkantor pusat di negara-negara maju. Pada tahun 1992,

total modal investasi langsung luar negeri seluruh dunia sebanyak 2 triliun

dollar AS. Perusahaan-perusahaan multinasional yang mengontrol modal

bertanggungjawab atas penjualan sebesar 5,5 triliun dollar AS diseluruh

dunia dan 100 perusahaan multinasional terbesar di dunia menguasai

sepertiga dari modal ini.56

Pada tahun 2000, total aset perusahaan afiliasi

multinasional diluar negeri tumbuh 19,8 persen hingga mencapai $21,10

triliun.

Setahun sebelumnya, UNCTAD melaporkan ada sekitar 60.000

induk perusahaan yang memiliki setegah juta afiliasi di luar negeri, yang

menyumbangkan sekitar 25 persen hasil produksi global. Perusahaan-

perusahaan ini bertanggungjawab atas duapertiga perdagangan di dunia.

Tahun 2001, seperti disebutkan Tony Clarke - seorang akademisi dan

aktivis asal Canada - 52 dari pemegang kekayaan atau ekonomi dunia

55

John Micklewaith dan Andra Wooldridge.1998. The Witch Doctors, terjemahan Soesanto B.,

Jakarta: Elex Media Komputindo, hal. 103 56

Kompas. Privatisasi Pelayanan Publik. A. Prasetyantoko, 24 September 2003.

Page 50: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

50

adalah MNCs dan sebanyak 70 persen dari perdagangan global dikontrol

oleh hanya sekitar 500 perusahaan. Lalu setengah dari seluruh FDI di

dunia, sahamnya dimiliki oleh hanya satu persen MNCs.57

Kenyataan membuktikan bahwa MNCs memiliki kemampuan

perekonomian yang cukup sebanding dengan negara-negara maju.

UNCTAD melaporkan bahwa “seratus perusahaan multinasional terbesar,

diukur dari aset mereka diluar negeri, memegang posisi dominan dalam

sistem produksi internasional yang baru.”58

Dalam Tabel 1 yang

merupakan perbandingan antara kekuatan perekonomian negara-negara

dengan kekuatan perekonomian perusahaan-perusahaan multinasional

sekitar 29 tahun yang lalu terindikasi secara nyata bahwa MNCs

menempati proporsi yang besar dan kuat dalam perekonomian dunia.

Daftar urutan 21 negara yang GNP-nya melebihi korporasi Exxon, sebuah

perusahaan multinasional asal Amerika Serikat yang bergerak disektor

industri kilang minyak (petroleum refining), merupakan negara terkaya

didunia. Tingkat perekonomian Exxon jauh melebihi Belgia, Swedia, dan

ratusan negara lainnya. Setelah Exxon, masih terdapat beberapa

perusahaan multinasional minyak asal Belanda Royal Dutch Shell

57

Susan George. Republik Pasar Bebas : Menjual Kekuasaan Negara, Demokrasi danCivil

Society kepada Kapitalisme Global, terjemahan Esti Sumarah. Jakarta: INFID. Hal.

xv. 58

Donald A. Ball, et. al., Bisnis Internasional: Tantangan Persaingan Global, terjemahan

Syahrizal Noor. 2004. Jakarta: PT. Salemba Emban Patria. Hal: 14.

Page 51: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

51

Tabel 1. Perbandingan Perekonomian Nasional dengan Perusahaan – Perusahaan

Industri Terbesar Di Dunia Tahun 1983.59

59 Theodore Colombus dan James H. Wolfe . “The World’s Largest Industrial Corporations”,

Fortune 110 ( 20 Agustus 1984); dan United States, Central Intelligence Agency, The World

Fact Book: 1984 (April 1984). Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power.

Hal 377.

Ranking

(1983)

Unit Analisis Milliar

Dollar

Ranking

(1983)

Unit Analisis Milliar

Dollar

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.

Amerika Serikat

Uni Soviet

Jepang

Jerman Barat

Perancis

Inggris

Italia

China

Brazil

Kanada

Polandia

Spanyol

Meksiko

Jerman Timur

Australia

Chekoslowakia

Rumania

Belanda

Argentina

Saudi Arabia

Swiss

EXXON Belgia

Swedia

Royal Dutch & Shell

Afrika Selatan

General Motors

Nigeria

Korea Selatan

India dan Indonesia

Venezuela

Austria

Hongaria

Norwegia

Mobil Oil

Turki & Yugoslavia

Taiwan

3.363

1.715

1.016

648

542

483

347

313

295

289

187

180

168

166

153

147

138

137

130

120

96

88

85

81

80

77

75

74

71

70

69

67

65

56

55

54

50

38.

39.

40.

41.

42.

43.

44.

45.

46.

47.

48.

49.

50.

51.

52.

53.

54.

55.

56.

Finlandia & British

Petroleum Ford

Aljir

Columbia, IBM &

Texaco

Yunani & Filipina

Thailand

Bulgaria & Du Post

Irak

Kuwait

Libya, Pakistan, Gulf

Oil dan Standard

Oil

Malaysia, Alantic

Richfield, ENI (

Roma) & IRI (Roma)

Chili

Portugal

Israel

Shell Oil, Toyota dan Unilever

Occidental

Petroleum

Selandia Baru,

Francaise de

Petroles dan Elf-

Aquitaine (French)

Matsushita Electric dan US Steel

Hitachi, Nissan

Motors, PEMEX (

Mexico City),

PETROBRAS ( Rio

de Jenairo), Philips

Elctric,dan

Volkswagen

49

44

43

40

39

38

35

30

28

27

25

24

23

22

20

19

18

17

16

Page 52: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

52

(petroleum refining) diposisi 25 dan General Motors (motor vehicle and

parts) asal Amerika Serikat di posisi 27.

Hal serupa terjadi pada tahun 2000, meski dengan pola ukur yag

berbeda yakni Gross Domestic Product (GDP). Saat itu hanya 20 negara

yang memiliki produk domestik bruto lebih besar dari penjualan total

tahunan Wal-Mart (general merchandiser), perusahaan asal AS dengan

penjualan terbesar didunia. Pada tahun 2000 itu juga, jumlah uang yang

dibelanjakan di Wal-Mart di seluruh dunia lebih besar daripada jumlah

produk domestik bruto beberapa negara seperti Republik Ceko, Aljazair,

Peru, dan Pakistan.60

MNCs terbesar didunia hingga saat ini masih

dikuasai oleh negara-negara industri yang tergolong negara maju.

Berdasarkan data Fortune, 100 MNCs pada tahun 2007 berasal dari

Amerika Serikat (34%), Meksiko, Eropa (Belanda, Jerman, Perancis,

Britania Swiss, Italia, Belgia, Rusia) dan dari Asia ( Jepang, China, Korea

Selatan). Lima dari sepuluh MNCs terbesar didunia berasal dari Amerika

Serikat lalu disusul oleh Belanda, Britania, Jepang, Jerman, Perancis yang

masing-masing memiliki satu.

Meski seringkali menjadi perdebatan, MNCs yang bersifat padat

modal dan teknologi, membuka lapangan kerja yang tidak sedikit

diseluruh dunia. Ada yang berargumen bahwa yang dirugikan dengan

penanaman modal langsung di negara berkembang adalah tenaga kerja

home country, oleh karena mereka kehilangan pekerjaan beroperasinya

perusahaan asal negara mereka dinegara lain. Namun, argumen bahwa

60

Ibid. Hal: 15

Page 53: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

53

tenaga kerja lokal di host country tidak terlalu diuntungkan oleh karena

terbatasnya keterampilan yang mereka miliki akan teknologi yang

digunakan MNCs, tidak kalah kuat dan pentingnya. Meski demikian, dapat

dilihat bahwa MNCs cukup berperan besar dalam penciptaan lahan kerja

diseluruh dunia.

1. Karakteristik, Jenis, Serta Tujuan MNC

Banyak buku dan penulis memberikan definisi singkat dari

MNCs yakni suatu perusahaan yang mengontrol dan mengatur

pembentukan proses produksi di minimal dua negara. Hanya saja ada

beberapa karakteristik yang ditunjukkan oleh MNCs. Michael J.

Carbaugh menyebutkan sedikitnya ada empat karakteristik dari MNCs.

Pertama, MNCs disebutkan sebagai suatu perusahaan bisnis yang

beroperasi didua atau lebih negara tujuan (host country) dimana

perusahaan induk MNCs tadi berada di negara asal MNCs menjalankan

keseluruhan bentuk strategi dunia yang terkoordinasi.

Kedua, MNCs seringkali melakukan kegiatan research and

development (penelitian dan pengembangan) di negara tujuan. Kegiatan

ini biasanya dilakukan untuk menunjang aktivitas MNCs terutama

dalam sektor manufaktur, pertambangan, ekplorasi minyak bumi dan

aktivitas bisnis jasa lainnya. Ketiga, sifat kegiatan operasional

perusahaan tadi adalah lintas batas negara. Keempat, adanya

pemindahan modal yang ditandai dengan arus investasi asing langsung

(foreign direct investment / FDI) dari daerah-daerah yang sedikit

Page 54: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

54

memberikan keuntungan kepada MNCs ke daerah-daerah yang

dianggap mampu memberikan kontributsi positif atas keberadaan

MNCs. Robert Gilpin megatakan bahwa yag dimaksudkan FDI adalah

pendirian anak atau cabang perusahaan asing atau pengambilalihan

sebuah perusahaan asing.61

Pendapat yang sama diutarakan oleh Thomas Oatley, dimana

Oatley menambahkan bahwa karakteristik dari MNCs adalah adanya

sifat MNCs tadi untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang

disesuaikan dengan kondisi ekonomi negara tujuan atau negara tempat

beroperasinya MNCs. Spero dan Hart malah menambahkan

karakteristik MNCs dengan menyebutkan bahwa MNCs biasanya

memberikan share kepemilikan fasilitas produksinya (di negara lain)

selain kepemilikan tunggal juga apa yang dikenal sebagai joint venture

dengan perusahaan swasta maupun publik.62

Meskipun MNCs bersifat padat modal dengan teknologi

modern, pada dasarnya MNCs tetap menyadari pentingnya peran

sumberdaya manusia dalam pertumbuhan ekonomi, baik kuantitas

terlebih kualitas. Secara umum, MNCs memiliki beberapa karakter,

karakter yang tampak antara lain:

a. Pusat-pusat MNCs umumnya terkonsentrasi di negara-negara

industri sebagai negara induk (centre state) yang sebelumnya

terpusat di daerah-daerah koloni atau tempat-tempat produk

61

Yulius P. Hermawan. 2007. Transformasi dalam Studi Internasional: Aktor, Isu dan

Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 212 62

Ibid. Hal. 213

Page 55: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

55

primer. Daerah lain yang menjadi lokasi cabang usaha/

investasi justru dapat disebut sebagai daerah pinggiran

(periphery).

b. Umumnya MNCs mengkonsentrasikan diri pada industri

manufaktur (pengolahan), khususnya yang berhubungan

dengan volume produksi dan teknologi tinggi yang juga

semakin beragam bentuknya, dimana teknologi tinggi yang

juga semakin beragam bentuknya, dimana sebelumnya adalah

pada produk pertambangan dan perkebunan.

c. Volume investasi sangat besar daripada nilai sebelumnya yang

pernah terjadi sebab adanya keyakinan bahwa stabilitas politik

di negara-negara sasaran memberi peluang membesarnya

konsentrasi modal yang nantinya akan membuahkan imbal

balik yang sangat menguntungkan.

d. Adanya kecenderungan untuk mengatur jaringan cabang di luar

negeri sebagai bagian integral dari perusahaan induk (integrasi

vertikal) yang terjadi disebabkan berkurangnya kendala

perdagangan internasional oleh karena banyak pemerintah

negara-negara (negara berkembang) mendukung masuknya

unsur MNCs dalam pembangunan negara.63

63

Yanuar Ikbar. Op Cit. Hal: 323

Page 56: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

56

MNCs dapat dibedakan ke dalam berbagai jenis atau tipe,

tergantung pada objek analisanya. Dunning membedakan bentuk-

bentuk MNCs ke dalam empat kriteria, yaitu:

a. Multinational producing enterprise (MPE), yakni perusahaan

yang memiliki dan mengontrol berbagai fasilitas produksi lebih

dari satu negara.

b. Multinational trade enterprise (MTE), yaitu perusahaan yang

semata-mata bergerak dalam bidang perdagangan dengan

menjual barang yang diproduksi didalam negeri, langsung

kepada badan usaha atau orang di negeri lain.

c. Multinational internationally owned enterprise (MOE), dan

d. Multinational (Financial) controlled enterprise (MCE),

sebagaimana MOE, MCE diawasi oleh lebih dari satu negara.64

Sebagaimana setiap orang maupun organisasi yang memiliki

target atau tujuan dalam menjalankan berbagai daya upayanya, MNCs

pun demikian adanya. Sebagai lembaga ekonomi, MNCs takkan bisa

lepas dari sifat yang mengarah pada motif ekonomi. Lalu, karena

ekonomi dan politik selalu berjala beriringan, maka kekayaan dan

kekuasaan pun akan senantiasa melekat padanya. Barnet dan Muller

mengemukakan bahwa pada prinsipnya MNCs memiliki sifat serta

tujuan-tujuan:

64

John Dunning. 1974. The Multinational Enterprises. George Allen & Unwin, ltd. New Jersey:

Routledge. Hal: 420 - 426

Page 57: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

57

a. Mencari keuntungan sebesar-besarnya, baik keunggulan

monopolis maupun keuntungan komparatif dalam rangka

mengantisipasi saingan-saingan bisnis mereka diseluruh dunia.

b. Memperluas pasar produksinya di seluruh dunia dengan jalan

menempatkan pabrik-pabriknya dilokasi pasar terdekat untuk

menekan biaya transportasi hasil produk.

c. Memperoleh bahan-bahan primer sumber alam dan energi,

tenaga kerja secara murah untuk menekan biaya produksi dan

kebutuhan industrinya secara teratur dan berkesinambungan.65

Bila tujuan-tujuan berdirinya MNCs dikaitkan dengan ketiga

pola hubungan MNCs dengan negara tuan rumah, maka cukup logis

bila bentuk hubungan kedua yakni hubungan penolakan, pertentangan,

dan konflik kerap terjadi. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, MNCs adalah lembaga ekonomi swasta dengan motif mencari

keuntungan sebesar-besarnya, sedangkan negara dan masyarakat tuan

rumah meluangkan jalan bagi berdirinya MNCs dengan harapan MNCs

dapat mebantu pencapaian tujuan pembangunan. Kedua, MNCs

bertujuan memperoleh bahan-bahan primer dengan tenaga kerja murah,

sedangkan negara dan masyarakat tuan rumah tentunya menginginkan

upah yang lebih tinggi, yang setimpal dengan apa yang diperoleh oleh

pihak perusahaan.

65

Yanuar Ikbar. Op.cit. Hal: 324

Page 58: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

58

2. Pertumbuhan MNC

Adapun alasan - alasan pertumbuhan MNCs sebagai berikut:66

a. Ketersediaan Bahan Baku

Banyak perusahaan industri, khususnya perusahaan

perdagangan, memiliki sedikit pilihan selain berlokasi didekat

sumber bahan baku. Tetapi perusahaan pribumi tidak

menghasilkan penanaman modal asing. Jadi, untuk mejelaskan

tentang PMA, kita harus menjelaskan tentang mengapa organisasi

perusahaan multinasional dapat melakukan sesuatu lebih baik dan

lebih murah daripada perusahaan lokal.

b. Mengintegrasikan Kegiatan Operasi

Ketika terdapat keunggulan untuk integrasi vertikal antara

tahap produksi tertentu dengan tahap produksi lainnya yang dapat

lebih baik dilakukan dilokasi yang berbeda, terdapat alasan bagus

untuk berinvestasi diluar negeri.

c. Pengetahuan yang Tidak Dapat Ditransfer

Adalah mungkin bagi perusahaan untuk menjual pengetahuan

mereka dalam bentuk hak paten dan memberikan lisensi pada

produsen asing. Ini meringankan sebuah perusahaan dari

kebutuhan untuk melakukan penanaman modal asing. Namun,

kadangkala sebuah perusahaan yang memiliki proses produksi

atau paten produk dapat menghasilkan laba yang lebih besar

denga melakukan produksi asing sendiri. Hal ini karena terdapat

66

Maurice D. Levi. 2001. Keuangan Internasional. Yogyakarta: ANDI. Hal: 518

Page 59: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

59

beberapa jenis pengetahuan yang tidak dapat dijual dan yang

merupakan hasil dari pengalaman bertahun-tahun.

d. Menjaga Reputasi

Produk yang menghasilkan nama baik atau buruk, dan ini

terbawa melintasi batas internasional. Bahkan masyarakat di

Rusia,sebagai contoh, mengetahui nama merek jean tertentu.

Begitu pula, adalah penting bagi jaringan restoran dan hotel

multinasional untuk menjaga kualitas yang sama untuk

melindungi reputasi mereka. Kita menemukan bahwa terdapat

alasan sah untuk investasi langsung daripada memberikan lisensi

dalam bentuk transfer keahlian dalam menjamin terjaganya nama

baik.

e. Mengeksploitasi Reputasi

Penanaman modal asing mungkin terjadi untuk

mengeksploitasi daripada melindungi reputasi. Dorongan ini

mungkin merupakan kepentingan khusus dalam penanaman

modal asing oleh bank, dan PMA ini mengambil bentuk

pembukaan cabang dan pendirian atau pembelian anak

perusahaan. Salah satu alasan mengapa perbankan menjadi

sebuah industri dengan multinasional hebat adalah bahwa sebuah

reputasi internasionalnya dapat menarik deposito, bangsa asing

menghubungkan ukuran sebuah bank dengan keamanan. Reputasi

juga penting dalam akuntasi, ini sebabnya banyak banyak negara

industri besar seperti Amerika Serikat dan Inggris terdorong

Page 60: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

60

dalam negosiasi perdagangan global untuk liberalisasi

pembatasan terhadap jasa, termasuk akuntansi dan perbankan. Ini

juga alasan mengapa sebagian besar negara kurang berkembang

menolak liberalisasi ini.

f. Perlindungan Kerahasiaan

Investasi langsung mungkin lebih suka mendapatkan lisensi

dari perusahaan asing untuk menghasilkan produk jika

kerahasiaan penting. Point dikembangkan oleh Erick Spitaler,

yang berpendapat bahwa sebuah perusahaan dapat terdorong

untuk memilih investasi langsung pada lisensi dengan merasakan

bahwa, ketika penerima lisensi akan berjaga-jaga untuk

melindungi hak paten, dia mungkin kurang berhati-hati

dibandingkan pemilik paten asli.

g. Hipotesis Siklus Hidup Periodik

Telah dikemukakan bahwa kesempatan untuk mendapatkan

keuntungan didalam negeri akhirnya akan berkurang. Untuk

mempertahankan pertumbuhan laba, perusahaan harus

memperluas diri keluar negeri yang pasarnya belum dipenetrasi

dengan baik dan dimana mungkin terdapat persaingan yang

kurang tajam. Ini membuat investasi langsung sebagai

konsekuensi alami untuk berada dalam bisnis dalam waktu yang

cukup lama dan melakukannya secara baik dalam negeri.

Page 61: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

61

h. Ketersediaan Modal

Robert Aliber menyatakan bahwa akses kepasar modal dapat

menjadi alasan mengapa perusahaan itu sendiri berpindah keluar

negeri. Sebuah negeri kecil penerima lisensi tidak memiliki akses

yang sama untuk mendapatkan dana yang lebih murah seperti

halnya perusahaan besar, dan perusahaan besar juga dapat

beroperasi di pasar luar negeri dengan tingkat bunga diskonto

yang lebih rendah. Namun, Edward Graham dan Paul Krugman

mempertanyakan argumen ini dengan dua dasar. Pertama,

meskipun perusahaan multinasional besar memiliki biaya modal

(cost of capital) yang lebih rendah daripada perusahaan kecil,

perusahaan-perusahaan asli, bentuk investasi luar negeri tidak

berbentuk investasi langsung. Sebaiknya investasi ini berbentuk

portofolio. Kedua, sebagian besar penanaman modal asing

langsung memiliki dua arah. Pola ini bukanlah sebuah implikasi

dari argumen biaya modal yang berbeda.

i. PMA Strategis

Perusahaan masuk kepasar luar negeri untuk mempertahankan

pangsa pasar ketika terancam oleh pemasok potensial dalam

negeri atau multinasional dari luar negeri. Dorongan strategis

untuk melakukan PMA selalu ada, tetapi ini mungkin

memberikan kontribusi kepada multinasionalisasi usaha sebagai

hasil peningkatan akses ke pasar modal. Dalam hal peningkatan

PMA strategis, globalisasi pasar keuangan yang mengurangi

Page 62: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

62

halangan masuk mengacu pada biaya tetap yang besar. Akses ke

modal yang dibutuhkan berarti perluasan perusahaan dengan

kemampuan untuk berkembang ke pasar tertentu. Ini

meningkatkan insentif untuk berpindah dan menikmati keutungan

pemindah pertama potensial (potential first-move advantage).

j. Faktor Organisasional

Pandangan teori organisasi tentang investasi langsung

menekankan pada tujuan manajemen secara luas melalui usaha

manajemen untuk memindahkan risiko dengan beroperasi

dibanyak pasar, mencapai pertumbuhan dalam penjualan dan

seterusnya, sebagai penentang terhadap tujuan maksimalisasi laba

dalam tujuan ilmu ekonomi tradisional.

k. Pengelakan Tarif dan Kuota

Alasan lain untuk berproduksi di luar negeri daripada

berproduksi didalam negeri dihubungkan dengan tarif impor yang

harus dibayar. Apabila kewajiban impor diberlakukan didalam

negeri, perusahaan akan berproduksi di pasar luar negeri untuk

menghindari kewajiban tersebut.

l. Menghindari Regulasi

Investasi langsung dilakukan oleh bank untuk menghindari

regulasi. Ini juga menjadi dorongan bagi investasi asing oleh

perusahaan manufaktur.

Page 63: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

63

m. Fleksibilitas Produksi

Manifestasi penyimpangan PPP adalah terdapatnya periode

ketika biaya produksi di suatu negara rendah karena depriasi riil

mata uangnya. Perusahaan multinasional mungkin dapat

menetapkan lagi produksi untuk memanfaatkan kesempatan yang

ditawarkan depresiasi riil. Ini tentu saja membutuhkan teknologi

yang ditransfer dengan mudah antar negara dan serikat dagang

atau pemerintah yang tidak menyebabkan perubahan produksi

terlalu sulit.

n. Hubungan Simbiosis

Beberapa perusahaan mengikuti klien yang melakukan

penanaman modal asing. Sebagai contoh, perusahaan besar

akuntan AS yang memilki pengetahuan tentang praktek dan

kebutuhan khusus perusahaan induk membuka kantor di negara-

negara dimana klien mereka membuka cabang.

o. Diversifikasi Tidak Langsung

Salah satu faktor yang juga memberi sumbangan kepada

pertumbuhan MNC adalah kemungkinan bagi MNC untuk secara

tidak langsung menyediakan diversifikasi portofolio bagi

pemegang saham. Jasa ini akan, tentunya, bernilai hanya jika

pemegang saham tidak dapat melakukan diversifikasi sendiri. Ini

mengisyaratkan keberadaan pasar modal tersegmentasi yang

hanya MNC yang dapat menguasainya.

Page 64: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

64

3. Motif MNC

Ada beberapa alasan (motif) mengapa MNCs melakukan ekspansi

melintasi batas-batas negara dan juga melakukan investasi ke daerah-

daerah baru. Secara sederhana, motif MNCs dapat dibagi menjadi dua

faktor. Pertama adalah faktor permintaan dan kedua adalah faktor biaya.

Faktor permintaan biasanya didasarkan dengan adanya tekanan kepada

MNCs untuk mendapatkan keuntungan. Tekanan untuk mendapatkan

keuntungan membuat MNCs harus mencari daerah-daerah baru yang

dianggap mampu memberikan sumber-sumber produksi baru. Hal lain

yang terkait faktor permintaan adalah keuntungan akan adanya lokasi

yang tepat. Dengan membuka fasilitas produksi diluar negeri, MNCs

dapat mengakses informasi yang lebih detil mengenai selera konsumen

yang dituju dan juga dapat merespons perubahan pasar tadi.

Faktor kedua adalah faktor biaya. Faktor biaya berbicara mengenai

bagaimana MNCs tadi menurunkan (menekan) biaya produksi dengan

tujuan memaksimalkan profit dan juga menjaga daya saing

internasional atas produk yang dihasilkan. Dibukanya fasilitas produksi

diluar negeri jelas akan mengurangi biaya produksi suatu produk. Mulai

dari tersedianya bahan baku mentah untuk produksi sampai dengan

tersedianya tenaga kerja dengan upah buruh yang cukup rendah.

Dengan dikurangi biaya operasional tadi maka harga jual produk MNCs

tadi akan bisa bersaing dipasar domestik atau global.

Page 65: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

65

B. Perusahaan Ritel

Salah satu sektor industri yang cukup menarik untuk diperhatikan

adalah perkembangan industri berbasis retail. Beberapa tahun terakhir,

bisnis ritel di Indonesia telah menjadi fenomena di Asia terutama di

negara-negara berkembang. Saat ini di Indonesia terdapat berbagai macam

perusahaan yang tengah bersaing ketat dalam usaha ritel. Dalam konteks

global,usaha ritel merupakan usasha yang menjanjikan dalam pasar

industri Indonesia.

Dalam laporan berjudul Global Retail Development Index (GRDI)

2011 menilai, kondisi industri ritel di 30 negara berkembang di dunia dan

memeringkatkan mereka berdasarkan sejumlah faktor di antaranya risiko

usaha, populasi penduduk, serta kekayaan yang dikaitkan dengan kondisi

industri ritel terkini. GRDI menilai pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia

akan tetap cerah dengan pertumbuhan permintaan domestik dan ekspor

yang tinggi, penjualan ritel yang stabil dan membaiknya kepercayaan

konsumen. GRDI memperkirakan bahan pangan merupakan sektor bisnis

yang sangat penting bagi kawasan ini, bahkan bias mencapai dua pertiga

dari penjualan ritel.

Dalam laporan tersebut, pertumbuhan ritel Indonesia tercepat

ketiga setelah Cina dan India. Negeri ini, disebut pertumbuhan dengan

underlying yang kuat. Indonesia harus bersyukur dengan underlying

ekonominya yang sangat kuat berupa populasi penduduk yang mencapai

235,5 juta jiwa. Pendapatan per kapita penduduk Indonesia juga terus naik

dengan pertumbuhan infrasruktur industri ritel yang terus meningkat akan

Page 66: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

66

menunjang penjualan ritel bahan pangan. Sektor ritel lain yang bakal

tumbuh adalah elektronikan yang dipimpin oleh produk komputer, dan

diperkirakan tumbuh 13 persen dalam lima tahun mendatang.67

Peluang pertumbuhan itu makin menjanjikan bila dilihat dari rasio

ritel dan populasi penduduk. Hingga kini rasio populasi ritel di Indonesia

dibandingkan dengan jumlah penduduk termasuk yang paling rendah di

Asia Pasifik. Di Indonesia satu juta penduduk baru dilayani oleh 50 peritel

termasuk supermarket, hypermarket dan minimarket. Bandingkan dengan

Taiwan, di mana setiap penduduk dilayani oleh 400 ritel modern. Jika

dilihat secara total nasional rata-rata populasi ritel modern di Jawa masih

yang terpadat dibandingkan wilayah lain. Ini semua merupakan peluang

yang harus terus digarap, sehingga rasio ritel dan populasi akan

menemukan titik keseimbangannya.

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan

pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir

bisnis ritel modern dengan format hypermarket, supermarket dan

minimarket menjamur, menyusul maraknya pembangunan mall atau pusat

perbelanjaan di kota-kota besar. Peritel besar seperti hypermarket dan

department store menjadi tempat yang dapat menarik minat pengunjung.

Bahkan kini bisnis ritel mulai merambah ke kota-kota kabupaten terutama

jenis supermarket dan minimarket. Saat ini bisnis ritel tumbuh pesat di

pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman banyak di daerah tersebut.

67

Global Retail Expansion. [Online]. http://www.atkearney.com/consumer-products-retail/global-

retail-development-index. Diakses pada tanggal 13 November 2012 pukul 23.35.

Page 67: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

67

Dengan dibukanya pintu masuk bagi para peritel asing sebagaimana

Keputusan Presiden No. 118/2000 yang telah mengeluarkan bisnis ritel

dari negative list bagi Penanaman Modal Asing (PMA), maka sejak itu

ritel asing mulai marak masuk ke Indonesia.68

Masuknya ritel asing dalam

bisnis ini, menunjukkan bisnis ini sangat menguntungkan.

Globalisasi juga merupakan faktor utama terciptanya permintaan

atau meningkatnya permintaan barang dan jasa ritel. Karena itu, banyak

peritel besar mengamati perkembangan globalisasi khususnya

perkembangan yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat.

Infrastruktur yang berkembang akan memperbesar kesempatan tumbuhnya

pasar ritel. Bidang hukum dan peraturan juga mempengaruhi pertumbuhan

pasar ritel, baik dalam arti mendorong maupun dalam arti menghambat.

Dalam arti mendorong, misalnya peraturan tentang pembuatan atau

pembangunan usaha baru yang semakin mudah. Dalam arti menghambat,

misalnya peraturan besarnya pajak yang semakin meningkat.

Perkembangan dan peluang usaha di bisnis ritel yang sangat besar

membuat banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan usaha ritel

dan hal ini mengakibatkan pesaingan antar ritel yang terjadi di semua

tingkat, mulai dari tingkat perusahaan ritel besar bersaing dengan

perusahaan ritel besar lainnya, peritel skala menegah bersaing dengan

peritel yang sekelas dengannya, hingga pada tingkat mikro antara sebuah

68

INDONESIAN COMMERCIAL NEWSLETTER Juni 2011. [Online]

http://www.datacon.co.id/Ritel-2011ProfilIndustri.html Diakses pada tanggal 10

November 2012 pukul 14.25 Wita

Page 68: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

68

warung dan warung lainnya. Bukan hanya itu saja, peritel dari suatu kelas

tidak hanya bersaing dengan peritel sesama kelasnya tapi juga dengan

peritel dari kelas yang berbeda, misalnya suatu supermarket tidak cuma

bersaing terhadap supermarket yang lain, tetapi juga terhadap hypermarket

atau minimarket yang kebetulan lokasinya tidak berjauhan.

Kota makassar tak jauh beda dengan kota-kota besar lainnya di

Indonesia, yakni dilihat sebagai wilayah potensial untuk ekspansi bisnis

ritel. Di kota Makassar telah dibangun beberapa pusat perbelanjaan besar

dan modern seperti Mal Ratu Indah, Panakkukang Mal, Makassar Town

Square, Graha Tata Cemerlang, Makassar Trade Center, Panakkukang

Trade Center, Trans Mal, dan pusat-pusat perdagangan yang terdapat di

kawasan jalan Sulawesi, Sombaopu, Panakkukang, Bulu Saraung, Irian,

Latimojong, dan lain-lain.

Kota Makassar merupakan pintu gerbang Kawasan Timur

Indonesia yang memiliki prospek bisnis cukup menjanjikan. Peluang

bisnis itu semakin terbuka lebar sejak diberlakukannya otonomi daerah,

dimana sikap pemerintah daerahnya yang sangat akomodatif terhadap para

investor. Berbagai kemudahan dalam berinvestasi, seperti penyederhanaan

birokrasi perijinan di berikan untuk menggaet lebih banyak investor masuk

ke Makassar.

Pusat ritel atau perbelanjaan makin menjamur seiring pertumbuhan

ekonomi dan bertambahnya masyarakat kelas menengah di Indonesia,

termasuk di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Tren pertumbuhan ritel

Page 69: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

69

di Makassar juga dapat dilihat dengan kian ramainya tempat-tempat

perbelanjaan ritel, baik skala kecil yang dimainkan pengusaha lokal

maupun pemain besar oleh investor asing. Bahkan, sejumlah peritel besar

Asia diperkirakan akan masuk ke Makassar.69

C. Lotte Mart

Pada 2009 satu lagi ritel asing yaitu Grup Lotte dari Korea Selatan

masuk ke Indonesia, dengan mengakuisisi Makro yang sebelumnya

dimiliki oleh SHV Holding dari Belanda senilai US$ 223 juta. Setelah

diakuisisi kini Makro berubah menjadi LotteMart. Grup Lotte manjalankan

bisnis ritel sejak 1979, mengoperasikan lebih dari 90 gerai di berbagai

negara diantaranya Cina, Rusia, Vietnam, dan India.70

Lotte Co. Ltd merupakan raksasa makanan terbesar dan grosir

terlengkap di Korea Selatan dan Jepang. Lotte didirikan di Tokyo pada

bulan Juni 1948, oleh seorang pengusaha Korea, Shin Kyuk-Ho, yang juga

dikenal sebagai Takeo Shigemitsu (Shigemitsu Takeo). Pasca perang

Korea (1965), normalisasi relasi antar Jepang dan Korea memberi angin

segar bagi peluang perluasan Lotte ke Korea, yang ditandai dengan

dibentuknya Lotte penganan di Seoul-Korea Selatan, 3 April 1967. Lotte

Mart merupakan divisi Lotte Co. Ltd. Dengan aneka penganan yang lazim

dijumpai, divisi Lotte Co. Ltd berkembang menjadi layanan belanja yang

tak asing lagi di Korea Selatan dan Jepang bahkan hingga merambah ke

69

Pasar Ritel Kian Menjamur Di Makassar. [Online]. http://www.seputar-

indonesia.com/edisicetak/content/view/534690/ Diakses 24 Desember pukul 14.22

Wita 70

Ibid.

Page 70: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

70

beberapa negara Asia lainnya. Berawal dari sebuah bisnis kecil, Lotte

Group kini terdiri atas lebih dari 60 unit usaha yang mempekerjakan

sekitar 60.000 pegawai dalam berbagai industri. Dari industri manufaktur

yang bergerak di bidang penganan (industri permen, fast food hingga

minuman), kini Lotte telah diakui baik dalam industri manufaktur dibidang

perhotelan, ritel, jasa keuangan, bahan kimia berat, elektronik, IT,

konstruksi, penerbitan bahkan industri hiburan.71

Sebagai salah satu usaha milik "Lotte", sang konglomerat dari

Korea, cabang pertama Lotte Mart dibuka di Guui-Dong, GangByeon,

Seoul, Korea Selatan, 1 April 1998 silam. Selanjutnya, di tahun 2006,

Lotte Mart kemudian melebarkan sayapnya pertama kali dan membuka

cabang diluar negeri. Sejak saat itu, Lotte Mart semakin menunjukkan

eksistensinya hingga berhasil dikenal luas bahkan hingga di Indonesia.

Rekapitulasi data sejak tahun 2006 hingga 8 Agustus 2011 mencatat,

perusahaan ini telah memiliki 199 cabang, yang meliputi: 92 cabang di

Korea, 82 cabang di Cina, 23 cabang di Indonesia serta 2 cabang lainnya

ada di Vietnam. Belajar dari pengalaman, Lotte bukan hanya

memperdagangkan produknya namun juga tak hentinya berinovasi dengan

produk-produk yang lazim ditemukan dimana saja. Lotte bukan hanya

menjual namun juga menciptakan. Beberapa merek Lotte yang beredar di

pasaran meliputi: Herbon, Wiselect, Withone, Basicicon, Tasse Tasse juga

Gerard Darel.

71

LOTTE MART Salah Satu Bisnis Retail Yang Terus Berkembang. [Online].

http://cybersulut.com/8943915 Diakses pada tanggal 29 November pukul 00.31 Wita

Page 71: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

71

Dalam pengoperasiannya, Lotte Group diawasi oleh keluarga Shin

Kyuk-Ho di Korea Selatan dan Jepang, yang dibarengi operasi bisnis

tambahan di Cina, Thailand, Indonesia, Vietnam, India, Amerika Serikat,

Rusia, Filipina, Pakistan dan Polandia. Pada Juni 2010, Lotte membeli

‘Wedel’, perusahaan permen terbesar di Polandia dari Kraft Food.

Sekarang, Lotte telah menjadi produsen permen karet terbesar, di Korea

Selatan dan Jepang, dan telah diperhitungkan sebagai salah satu

konglomerat terbesar di Korea Selatan.

Lotte Mart masuk ke Indonesia dengan dua konsep toko. Pertama,

berbentuk hypermarket (di dalam mal) di bawah PT Lotte Mart Indonesia.

Kedua, tipe wholesale, merupakan gerai independen di luar mal yang

dikelola PT Lotte Shopping Indonesia. Sejauh ini, sudah terdapat delapan

hipermarket Lotte Mart yang tersebar di Jabodetabek dan 22 Lotte Mart

wholesale di seluruh Indonesia.72

D. Korean Culture

Korean wave adalah sebuah istilah yang merujuk pada popularitas

budaya pop Korea di luar negeri. Genre Korean wave berkisar dari film,

drama televisi, dan musik pop (K-pop). Perkembangan yang sangat pesat

dialami oleh industri budaya Korea melalui produk tayangan drama

televisi, film, dan musik menjadikannya suatu fenomena yang menarik

untuk diimplementasikan sebagai sebuah bagian dalam pelaksanaan soft

diplomacy yang mampu membangun citra Korea Selatan dan mendukung 72

http://properti.kompas.com/read/2012/08/13/11313080/Lotte.Mart.Makin.Getol.Buka.Gerai.Baru

Diakses pada tanggal 29 November 15.33 Wita

Page 72: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

72

peningkatan posisi Korea Selatan di forum internasional secara umum dan

Indonesia secara khusus.73

Dewasa ini, Korea Selatan telah berkembang menjadi salah satu

negara paling makmur di Asia yang ditandai dengan perekonomian Korea

Selatan kini terbesar ketiga di Asia dan ke-13 di dunia.74

Hal penunjang

kebangkitan ekonomi Korea Selatan tidak lain karena sektor industri

teknologi transportasi dan teknologi komunikasi yang juga didukung oleh

sektor kebudayaannya melalui Korean wave. Pada tahun 2004, ekspor film

dan program televisi bersama dengan pariwisata dan produk K-Pop

menghasilkan pendapatan total hampir US$ 2 miliar.75

Selain itu, menurut

statistik Bank Of Korea dari bidang ekspor budaya dan jasa hiburan,

industri musik K-pop telah menghasilkan US$ 794 juta tahun 2011 dan

mengalami peningkatan 25% dari US$ 637 juta di tahun 2010 seiring K-

pop semakin diminati oleh masyarakat internasional.76

Pada dasarnya, globalisasi budaya Korea tersebut tak bisa

dilepaskan dari peran media. Media membawa nilai-nilai budaya Korea ke

luar negeri dan menjadi salah satu penunjang utama berhasilnya gerakan

hallyu atau globalisasi budaya Korea di dunia internasional. Media yang

banyak berperan dalam persebaran nilai-nilai budaya Korea pada mulanya

73

KOCIS. Korean wave. [Online]. http://www.korea.net/Government/Current-Affairs/Korean-

Wave?affairId=209. Diakses pada tanggal 19 Desember 2011 pukul 14.15 Wita. 74

BBC News. South Korea Profile. [Online]. http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-

15289563. Diakses pada tanggal 25 Desember 2011 pukul 21.14 Wita. 75

VOA News. 2006. Asia Goes Crazy Over K-Pop. [Online].

http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.html.

Diakses pada tanggal 20 Februari 2012 pukul 20.04 Wita. 76

Chosun Ilbo. 2012. K-Pop Leads Record Earnings from Cultural Exports. [Online].

http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/2012020700892.html.

diakses pada tanggal 20 Februari 2012 pukul 17.45 Wita.

Page 73: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

73

adalah televisi, yang menayangkan drama-drama Korea. Kesuksesan

televisi memediasi masuknya budaya Korea ke Indonesia ini tak

dipungkiri menimbulkan efek domino ke musik danfilm. Jenis media yang

mengantarkan produk-produk budaya Korea ke tangan khalayak Indonesia

itu punsemakin beragam, yaitu VCD, DVD, dan yang paling fenomenal,

tentu saja, internet. Internet bahkan bisadisebut sebagai media yang paling

berpengaruh dalam globalisasi budaya Korea karena tak banyak film

danmusik Korea mendapatkan tempat di media mainstream internasional.

Hal ini pun berlaku di Indonesia. Meskipun salah satu stasiun televisi

Indonesia masih konsisten menayangkan drama-drama Korea yang

booming, televisi Indonesia jarang menampilkan musik, film, atau

program TV produksi Korea. Tentu saja halini terkait dengan kendala

regulasi media nasional mengenai porsi konten asing di televisi dalam

negeri. Oleh karena itu, saluran persebaran lain yang paling efektif adalah

melalui internet, di mana kontennya dapat dengan bebas dan mudah

diakses oleh semua orang di seluruh dunia.

Dahsyatnya kekuatan internet dalam penyebaran “Korean Wave”

ini terlihat dari ramainya arus informasi mengenai budaya Korea di

internet. Situs jejaring sosial Twitter mencatat bahwa sepanjang 2010,

Super Junior, grup boyband ternama asal Korea, menempati posisi

trending topic kedua dalam hal musik. Super Junior hanya dikalahkan oleh

Justin Bieber, penyanyi remaja Amerika yang disebut sebagai raja twitter

(Twitter.com, Desember 2010). Di situs YouTube, setiap kali penyanyi

Korea merilis teaser dan music video (MV) di YouTube, dalam beberapa

Page 74: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

74

hari saja dapat ditonton oleh lebih dari 1 juta orang dan bahkan seringkali

menjadi video top favorite, most popular, atau most discussed

(YouTube.com, 2010). Sedangkan drama-drama Korea menjadi drama

yang paling banyak dibajak dan dijual dalam bentuk kepingan DVD.

Belum lagi program-program TV seperti reality show Korea pun banyak

digemari oleh masyarakat dunia dan memiliki banyak international fans.

Padahal acara-acara tersebut tidak ditayangkan di stasiun televisi

terrestrial, kecuali TV kabel dan satelit.

Di internet, terdapat kelompok-kelompok yang sukarela men-

translate acara-acara TV Korea ke dalam bahasa Inggris dan mengunduh

video tersebut agar dapat diunggah oleh para penggemar acara TV Korea

di seluruh dunia (Soompi.com). Hal tersebut menunjukkan bukti

bagaimana kuatnya peran internet dalam penyebaran budaya Korea. Di

Indonesia sendiri, gegap gempita “Korean Wave” juga lebih bergaung di

media internet dibandingkan media tradisional seperti televisi, radio, dan

majalah.

Arus informasi utama mengenai musik, film, ataupundrama-drama

Korea berasal dari internet. Hal yang menarik di Indonesia berkaitan

dengan media dan Korean Wave ini adalah banyaknya situs-situs berbasis

blog di Indonesia yang menjadi sumber informasiberita tentang budaya

popular Korea. Tercatat ada sekitar puluhan situs dan blog di Indonesia

yang rutin memuat informasi dan berita mengenai dunia hiburan Korea. Di

antara situs-situs tersebut, yang paling aktif meng-update berita dan

memiliki pengunjung paling banyak adalah situs Asian Fans Club

Page 75: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

75

(asianfansclub.wordpress.com) dan yang lebih menarik, situs tersebut

kebanyakan bersifat non-komersial dan independen karena aktivitas

menulis author di dalamnya bersifat voluntary.

Budaya korea melalui korean wave ini kemudian dimanfaatkan

oleh ratusan perusahaan berbagai macam bisnis. Demam korea telah

merajalela diseluruh dunia termasuk didalamnya adalah Indonesia, hal ini

kemudian merupakan peluang besar untuk melakukan bisnis yang

berkaitan dengan budaya korea. Salah satunya adalah perusahaan ritel

seperti Lotte Mart. Saat ini Lotte Mart merupakan perusahaan ritel Korea

pertama yang masuk di Indonesia.

Di tahun 2011, KOTRA (Korean Trade - Investment Promotion

Agency) memilih Lotte sebagai contoh perusahaan ritel yang sukses

beroperasi di Indonesia. Laporan itu berjudul “Business Hallyu (the

Korean wave Ed.) Status and Strategy in Southeast Asia” menyataka

bahwa sejak gelombang demam budaya Korea di Indonesia menyebar,

konsumen lokal sangat tertarik untuk dengan gaya hidup Korea bahkan

kebiasaan berbelanja pun termasuk. Berdasarkan hal ini, Lotte Mart

mampu meraih citra merek terfavorit dan sukses beroperasi di pasar

Indonesia.77

77

TEMPO. Korean Wave. [Online]

http://www.asiaviews.org/index.php?option=com_content&view=article&id=34609:

the-korean-wave. Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 19.47 Wita

Page 76: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

76

BAB IV

PENGARUH BRAND IMAGE HOME COUNTRY LOTTE MART TENTANG

KOREAN PRODUCT TERHADAP MASYARAKAT MAKASSAR

A. Faktor Pendorong Hadirnya Lotte Mart di Makassar.

Kebutuhan manusia begitu beragam. Kebutuhan primer, sekunder

dan tersier membuat kita mencari tempat yang menyediakan kebutuhan

kita tersebut. Dimulai dengan tempat bertransaksi secara angsung atau

menggunakan media elektronik. Untuk memenuhi kebutuhan populasi

lebih dari 200 juta penduduk, retail industri dihadiri oleh berbagai macam

toko atau pasar. Secara tradisional, masyarakat Indonesia memulai

bertransaksi dengan melakukan barter antara masyarakat, hal ini dilakukan

pada pasar tradisional. Kemudian Indonesia menggunakan uang dalam

bertransaksi. Pasar tradsional merupakan objek tujuan untuk mencari

kebutuhan rumah tangga. Perkembangan bisnis ritel untuk pasar modern

pun mengalami perkembangan setiap tahunnya. Baik dari usaha yang

dimulai dengan dana sendiri (standalone), hingga menggunakan waralaba

(franchise). Hal ini terjadi karena potensi dari bisnis pasar modern ini pun

sangat menguntungkan. Hingga pada akhirnya keberadaan pasar modern

merubah budaya belanja masyarakat.

Di era globalisasi MNCs memainkan peran penting dalam

perekonomian. Dalam menjalankan operasinya, MNCs bertindak dengan

menghindari setiap kemungkinan resiko yang ada. Dalam kacamata

MNCs, resiko dilihat dari berbagai perubahan yang mungkin terjadi di

Page 77: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

77

negara penerima yang dapat mempengaruhi operasi, tujuan, dan profit

perusahaan. Dengan memperhitungkan berbagai resiko yang mungkin

terjadi, sebuah perusahaan kemudian memutuskan apakah yang

bersangkutan bersedia menanamkan investasi dalam suatu negara.

Beberapa jenis resiko yang menjadi pertimbangan utama MNCs adalah

kondisi politik domestik suatu negara, kondisi infrastruktur di negara

penerima, kondisi birokrasi suatu negara, dan banyak tidaknya kebijakan

yang menghambat munculnya kewirausahaan di negara penerima. Untuk

meningkatkan masuknya investasi, suatu negara haruslah memiliki

kebijakan atau memenuhi kondisi-kondisi yang dapat meminimalkan

resiko-resiko tersebut karena MNCs hanya akan masuk ke dalam suatu

negara bila situasi dan kondisi negara itu menunjang untuk pengembangan

usaha.

Setelah mengalami pertumbuhan yang lamban sebesar 5% pada

tahun 2009 lalu, Economist Intelligent Unit (EIU) mengukur bahwa tahun

2010 sektor ritel tumbuh sebesar 10% dan sampai dengan 2015 diprediksi

sektor ritel akan tumbuh sebesar 12 – 15%.78

Konsumen yang selama ini

terbiasa dengan adanya pasar tradisional sebagai pusat kegiatan akan

segera beralih dengan adanya pusat perbelanjaan dan hypermarket yang

menawarkan kenyamanan dan juga hiburan. Sejak tahun 1998, perusahaan

penanaman modal asing (PMA) telah diizinkan untuk membuka kegiatan

78

http://www.datacon.co.id/Ritel-2011ProfilIndustri.html Diakses pada tanggal 27 Desember 2013

pukul 22.45 Wita.

Page 78: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

78

usahanya di sektor ritel dimana terlihat pada saat itu PMA Perancis yaitu

Carrefour masuk ke Indonesia kemudian diikuti oleh LotteMart

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan

pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir

bisnis ritel modern dengan format hypermarket, supermarket dan

minimarket menjamur, menyusul maraknya pembangunan mall atau pusat

perbelanjaan di kota-kota besar. Peritel besar seperti hypermarket dan

department store menjadi tempat yang dapat menarik minat pengunjung.

Bahkan kini bisnis ritel mulai merambah ke kota-kota kabupaten terutama

jenis supermarket dan minimarket. Saat ini bisnis ritel tumbuh pesat di

pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman banyak di daerah tersebut.

Dengan dibukanya pintu masuk bagi para peritel asing sebagaimana

Keputusan Presiden No. 118/2000 yang telah mengeluarkan bisnis ritel

dari negative list bagi Penanaman Modal Asing (PMA), maka sejak itu

ritel asing mulai marak masuk ke Indonesia. Masuknya ritel asing dalam

bisnis ini, menunjukkan bisnis ini sangat menguntungkan.79

Saat ini

Carrefour telah memiliki 64 outlet hypermarket. Peritel asing lainnya yang

kemudian bergabung adalah Lotte Mart dari Korea Selatan, dan Sogo dari

Jepang yang bergerak di format Department Store. Keberadaan peritel

asing ini kemudian berdampingan dengan peritel lokal yang sudah berdiri

seperti Matahari yang merupakan peritel terbesar dilihat dari market value-

nya, Indomarco Prismatama dan Hero Supermarket. Format hypermarket

menjadi semakin populer sejak diperkenalkan pada tahun 2003. Saat ini

79

Ibid

Page 79: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

79

format hypermarket telah membukukan 40% dari penjualan sektor ritel di

Indonesia. Dalam format ini, Carrefour memperoleh pangsa pasar tertinggi

pada tahun 2010 yaitu sebesar 40%. Perubahan gaya hidup masyarakat dan

juga kombinasi kenyamanan dan murahnya harga produk yang dijual

menyebabkan format ini cocok bagi konsumen Indonesia. 80

Meskipun pertumbuhan ritel modern cukup pesat, namun

masyarakat Indonesia masih membutuhkan keberadaan pasar tradisional.

Tercatat 60% dari total pengeluaran untuk sektor ritel mengalir ke pasar

tradisional karena fasilitas ritel modern masih terkonsentrasi di pulau

Jawa. Namun demikian dalam beberapa periode ke depan seiring dengan

rencana ekspansi pengembang dan peritel modern ke luar Jawa, peran

pasar tradisional diperkirakan akan menurun. Lotte Mart yang masuk ke

Indonesia dengan mengakuisisi Makro Indonesia pada tahun 2008

merencanakan untuk membukan 30 hypermarket sampai dengan tahun

2015. Mini market dan convenience store juga tidak ketinggalan dengan

memiliki rencana yang cukup ambisius untuk berkontribusi pada

perkembangan ritel modern.81

Pada tahun 2015 diperkirakan penjualan di sektor ritel akan

meningkat sampai dengan US$ 513 miliar. Peningkatan ini didorong oleh

kemajuan di sektor perbankan. Untuk menyikapi persaingan yang

semakin ketat, peritel bekerjasama dengan bank menawarkan program

loyalitas pelanggan dalam bentuk kartu keanggotaan sekaligus kartu

80

Membangun Bisnis Ritel. [Online].

http://www.manadopost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=84883 Diakses pada

tanggal 2 Desember 2012 pukul 21.53 Wita 81

Ibid

Page 80: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

80

kredit. Sebagai contoh, Carrefour melakukan kerjasama dengan Bank

Mega sementara Hypermart melakukan kerjasama dengan Bank Mandiri,

sedangkan Lotte Mart bekerja sama dengan BNI. Para pemegang kartu

kredit ditawarkan berbagai program diantaranya mulai dari diskon reguler

sampai dengan program pembiayaan untuk pembelian dalam nilai besar

seperti elektronik dan perkakas. Program ini mendorong tumbuhnya

kredit konsumsi yang selaras dengan pertumbuhan penetrasi kartu kredit

sebesar 4,5% (Bank Indonesia). Kenyamanan penggunaan kartu kredit

tersebut akan mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat di ritel

modern.82

Bisnis ritel telah menjadi bisnis global dan Indonesia tidak

terhindarkan dari serbuan ritel asing. Dengan kekuatan yang besar dari

segi keuangan, manajemen, maupun jaringannya ritel modern raksasa

masuk ke Indonesia. Maka terjadi perubahan peta bisnis yang cukup

signifikan dalam lima terakhir akibat jatuh bangunnya bisnis ritel.

Serbuan ritel modern di Indonesia bukan kali ini terjadi, setiap dekade

muncul format baru ritel modern yang menggeser ritel tradisional.

Penyebaran supermarket yang gencar di awal tahun 1990-an mulai

mempersempit ruang gerak pasar dan ritel tradisionil. Pada waktu itu

diberbagai kawasan pemukiman di Jabotabek dan kota besar lainnya di P.

Jawa supermarket mulai menjamur. Memasuki pertengahan tahun

1990’an supermarket mulai mendapat saingan dari hypermarket dengan

munculnya Makro (sekarang bernama Lotte Mart). Format pasar modern 82

http://bangka.tribunnews.com/2011/01/27/bni-dan-lotte-mart-kerjasama-terbitkan-kartu-kredit/

Diakses pada tanggal 5 Desember 20 57 Wita

Page 81: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

81

yang ditawarkan oleh Lotte Mart berbeda dengan supermarket terutama

dari luas dan produk yang ditawarkan,sedangkan dari segi pelayanan

format hypermarket sangat berbeda dengan supermarket karena pada

Lotte Mart pelayanan dibuat seminim mungkin untuk mengejar harga

yang murah.

Lotte Mart menargetkan membuka 100 toko di Indonesia hingga

2018. Saat ini, jumlah toko Lotte Mart di Indonesia baru 24 unit. Rencana

tersebut merupakan bagian dari tujuan utama peretail asal Korea Selatan

yang akan meningkatkan jumlah tokonya sebanyak 1.000 unit pada tujuh

tahun mendatang. Jadi, selain di Indonesia, pada 2018, Lotte Mart

berharap bisa mencapai 300 toko di Korea Selatan. Sementara itu, mereka

juga berharap jumlah toko di Cina mencapai 500 unit, 30 toko di

Vietnam, dan 70 toko di India. Peretail asal Korea Selatan itu berharap

penjualan di luar Korea mencapai US$ 25 miliar pada tahun tersebut.

Sementara penjualan untuk seluruh Lotte Mart pada 2018 diharapkan US$

50 miliar dengan keuntungan operasional US$ 3,1 miliar. Sampai akhir

tahun ini, Lotte Mart menargetkan akan membuka 223 toko di Korea,

Cina, Indonesia, Vietnam, dan India. Terdiri dari 99 toko di Korea dan

124 toko di luar Korea. Penghasilan yang diperoleh dari toko di Korea

saja mencapai US$ 7 miliar pada 2011. Kontribusi pendapatan dari toko

di luar Korea diperkirakan mencapai US$ 3 miliar. Dari Indonesia saja,

penjualan ditargetkan mencapai US$ 14 juta.83

83

Lotte Mart Targetkan Buka 100 Toko di Indonesia. [Online]. http://www.tempo.com/lottemart-

targetkan-buka-100-toko-di-indonesia Diakses 9 Januari 2013 pukul 21.15 Wita.

Page 82: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

82

Lotte selama beroperasi mulai tahun 2008 telah mengalami

penambahan jumlah barang yang dijual menjadi 16 ribu jenis. Padahal

waktu pertama kali hanya ada 11 ribu jenis barang. Pengunjung pusat

grosir ini juga tercatat naik dari 1.200 orang per hari menjadi 1.300 orang

per hari. Di tahun ini, perseroan menargetkan akan membangun 4 gerai

lagi. Tiga di antaranya berlokasi di Jakarta. Sementara sisanya akan

dibangun di salah satu kota besar di Indonesia.84

Bagi Lotte Mart,

Indonesia merupakan salah satu dari empat negara yang akan menjadi

fokus bisnisnya. Tiga negara lainnya adalah China, Vietnam, dan India.

Sampai saat ini memang penjualan masih kurang, tapi Lotte Mart akan

meningkatkan penjualan produk Indonesia.85

PT Lotte Shopping Indonesia, pengelola gerai ritel dan grosir Lotte

Mart, mencatatkan penjualan Rp 5,31 triliun sepanjang kuartal I 2011,

naik 9% dibanding kuartal I 2010 yang sebesar Rp 4,87 triliun. Direksi

perusahaan menilai faktor yang mendorong peningkatan tersebut adalah

kerja sama kartu kredit yang dibuat Januari 2011 antara Lotte dengan

salah satu bank milik pemerintah. Setiap hari penjualan grosir di 19 gerai

mencapai Rp 3 miliar, sementara penjualan ritel mencapai Rp 700 juta

yang dilayani oleh tiga unit gerai yang dikelola perseroan.86

84

LOTTE Mart Bidik Omset US$ 660 Juta. [Online]. http://www.tempo.com/view/1041799/lotte-

mart-bidik-omset-us-660-juta Diakses pada tanggal 10 Januari pukul 00.04 Wita 85

Lotte Mart Akan Buka 100 Toko di Indonesia. [Online].

http://properti.kompas.com/index.php/read/2012/08/13/11313080/lotte-mart-akan-

buka-100-toko-di-Indonesia Diakses pada tanggal 9 Januari pukul 21.35 Wita. 86 http://www.antaranews.com/berita/1316765130/lotte-mart-korea. Diakses pada tanggal 10

Januari 2013 pukul 12.56 Wita

Page 83: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

83

Pada tahun 1990-an, Lotte siap untuk melompat ke depan sebagai

sebuah super grup yang terbaik dari abad ke-21, berdasarkan kompetensi

di inti daerah strategis. Hal ini mempertahankan posisi Nomor 1 di

distribusi, pariwisata, dan sektor makanan dan membangun landasan bagi

korporasi global dengan manajemen dan investasi yang agresif. Mata

rantai Lotte Hotel dan Lotte Shopping diperluas secara nasional dan

bisnis-bisnis baru diluncurkan. Mereka memperluas pasar ke Jepang,

China, negara-negara Asia Timur lain, dan Amerika Serikat,

meningkatkan pemasaran global yang efektif untuk makanan dan

minuman, perdagangan, dan bisnis pariwisata. Lotte Data Communication

dan Lotte.Com didirikan untuk menciptakan model bisnis bertekhnologi

tinggi. Korea Seven, Lotte Logistics, dan Lotte Fresh Delica didirikan

untuk menciptakan sistem logistik makanan yang baru dan aman. Bahkan

setelah awal dari krisis keuangan Asia tahun 1997, Lotte tidak berhenti

berkembang didasarkan pada daya saing dalam inti bisnis strategis dan

struktur keuangan yang kokoh. Hal ini dapat dicapai dengan memilih

bisnis di mana dapat lebih unggul dan memusatkan semua upaya

kompetitif perusahaan sektor tersebut.87

Sewaktu Korea masih dalam masa pemulihan dari Perang Korea,

Lotte, pada 1960-an, mulai membangun dirinya sebagai pelopor bisnis.

Sejak tahun-tahun awal tersebut, Lotte Group telah tumbuh menjadi

entitas bisnis kelas satu yang kompetitif, tangguh dalam sektor makanan,

87

LotteMart. [Online]. http://www.lottemart.co.id/lotte/index.php?link=about&type=greeting-

from-ceo. Diakses pada tanggl 12 Desember 2012 pukul 23.20 Wita.

Page 84: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

84

ritel, pariwisata, konstruksi dan kimia berat. Tak satupun yang puas begitu

saja, Lotte telah mulai menerapkan rencana untuk industri tekhnologi

tinggi, berbasis di struktur keuangan yang solid, sistem manajemen yang

inovatif, dan investasi yang kuat. Pada saat yang sama, Lotte juga tumbuh

sebagai bisnis kelas dunia dengan kehadirannya sekarang di China dan

Rusia. Tetapi pada intinya, Lotte menyadari pentingnya menempatkan

prioritas pada nilai-nilai pemegang saham, dengan berusaha untuk

memaksimalkan laba melalui manajemen yang bertanggung jawab,

kegiatan operasional yang menguntungkan, dan respon kreatif terhadap

perubahan dalam lingkungan bisnis.88

Kota makassar tak jauh beda dengan kota-kota besar lainnya di

Indonesia, yakni dilihat sebagai wilayah potensial untuk ekspansi bisnis

ritel. Di kota Makassar telah dibangun beberapa pusat perbelanjaan besar

dan modern seperti Mal Ratu Indah, Panakkukang Mal, Makassar Town

Square, Graha Tata Cemerlang, Makassar Trade Center, Panakkukang

Trade Center, Trans Mal, dan pusat-pusat perdagangan yang terdapat di

kawasan jalan Sulawesi, Sombaopu, Panakkukang, Bulu Saraung, Irian,

dan Latimojong. Kota Makassar merupakan pintu gerbang Kawasan Timur

Indonesia yang memiliki prospek bisnis cukup menjanjikan. Peluang

bisnis itu semakin terbuka lebar sejak diberlakukannya otonomi daerah,

dimana sikap pemerintah daerahnya yang sangat akomodatif terhadap para

investor. Berbagai kemudahan dalam berinvestasi, seperti penyederhanaan

88

Ibid

Page 85: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

85

birokrasi perijinan di berikan untuk menggaet lebih banyak investor masuk

ke Makassar.

Dari data mengenai penaikan omset dari Lotte Mart dan

pertumbuhan perusahaan ritel yang cukup menjanjikan di Makassar maka

Lotte Mart tentu saja tidak akan membuang kesempatan untuk mulai

mengekspansi perusahaannya ke Makassar. Apalagi Lotte Mart memang

telah menargetkan untuk membuka usaha ritelnya di berbagai daerah di

Indonesia dan salah satu kota besar di Indonesia adalah Makassar.

“Makassar telah berkembang menjadi kota besar dan memilki banyak

potensi untuk dibangunnya pusat-pusat perbelanjaan seperti LotteMart”,

kata salah satu supervisor LotteMart ketika diwawancarai.89

Ada tiga faktor yang mendorong usaha ritel Lotte Mart di

Makassar berhasil, antara lain sebagai berikut.

1. Lokasi Usaha

Lokasi usaha ritel Lotte Mart di Makassar adalah di Jalan

Boulevard tepat di dalam Mall Panakukang, salah satu Mall

besar di Makassar.

a. Terlihat

Lokasi yang dipilih oleh Lotte Mart merupakan lokasi

yang strategis karena mudah didapatkan dan sangat

terlihat ketika melewati daerah tersebut. Salah satu

pelanggan berkomentar bahwa LotteMart didalam Mall

Panakukang sangat menguntungkan karena MP (Mall

89

Yulianti (Supervisor LotteMart). Wawancara, tanggal 22 Februari 2013).

Page 86: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

86

Panakukang) ini adalah pusat perbelanjaan yang paling

ramai di Makassar karena lokasinya yang strategis dan

mudah diakses oleh masyarakat setempat.90

b. Lalu lintas yang padat

Lokasi Jalan Boulevard merupakan lokasi dengan lalu

lintas padat bahkan tak jarang terjadi kemacetan sekitar

area tersebut. Lalu lintas yang padat ini cukup dikeluhkan

oleh beberapa pengunjung LotteMart.91

c. Fasilitas umum

Lokasi Lotte Mart dekat dengan fasilitas umum seperti

terminal angkutan umum, pasar, atau stasiun kereta.

Fasilitas umum tersebut bisa menjadi pendorong bagi

sumber lalu lalang calon pembeli/pelanggan untuk

kemudian berbelanja di toko ritel. “Saya biasa ke Mall

Panakukang naik pete-pete (angkutan kota) dan lebih

dekat dari rumah saya dibanding mall-mall lainnya” kata

Indah yang sering berkunjung ke LotteMart Panakukang.92

d. Akses

Akses merupakan jalan masuk dan keluar menuju lokasi.

Akses yang baik haruslah memudahkan calon

pembeli/pelanggan untuk sampai ke suatu usaha ritel.

Jenis-jenis hambatan akses bisa berupa perubahan arus

90

Silvia Paramita, wawancara tanggal 20 Februari 2013. 91

Endah Trisna Ayu, wawancara, tanggal 2 Maret 2013 92

Indah Lestari, wawancara, tanggal 21 Februari 2013

Page 87: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

87

lalu lintas atau halangan langsung ke lokasi toko, seperti

pembatas jalan. Lokasi di Jalan Boulevard ini cukup

mudah untuk diakses angkutan umum, salah satunya

angkutan kota berkode E. Biasanya para pengunjung Mall

Panakukang yang tidak memiliki kendaraan menggunakan

angkutan kota tersebut.93

e. Infrastruktur

Infrastruktur yang dapat menunjang keberadaan suatu

usaha ritel, antara lain lahan parkir yang memadai, toilet,

dan lampu penerangan. Hal tersebut dapat menunjang

kenyamanan pelanggan dalam mengunjungi suatu toko

ritel. Pengunjung Mall Panakukang sangat banyak apalagi

dihari-hari libur, hal itu disebabkan oleh infrastruktur Mall

Panakukang yang cukup nyaman untuk dinikmati para

pengunjungnya.94

f. Potensi pasar yang tersedia

Pelanggan biasanya akan memilih lokasi belanja yang

dekat dengan kediamannya. Menetapkan lokasi usaha ritel

yang dekat dengan pelanggan akan meringankan usaha

peritel dalam mencari pelanggan. Lokasi Jalan Boulevard

ini dekat dengan beberapa kompleks perumahan, jadi

seringkali banyak konsumen yang merasa mudah untuk

mengakses Lotte Mart. Beberapa mahasiswa yang tinggal 93

Op.Cit. Endah Trisna Ayu. 94

Ibid

Page 88: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

88

di sekitar Jalan Pettarani memilih berbelanja di LotteMart

yang berada di dalam Mall Panakukang karena tempat

tersebut dekat dengan tempat tinggal mereka.95

Kesalahan dalam menentukan lokasi usaha ritel dapat

memiliki dampak jangka panjang. Peritel harus

mempertimbangkan biaya yang sudah dikeluarkan ketika

menjalankan usaha ritel seperti pemasangan listrik, jaringan

sistem komputer, dan dekorasi bangunan. Memindahkan bisnis

ke lokasi yang baru yang dinilai akan lebih menguntungkan juga

bukan hal yang mudah karena harus mempertimbangkan

barbagai hal, seperti luas ruangan yang dibutuhkan, dekorasi

ruangan, perizinan, dan lain sebagainya.

2. Harga yang tepat

Usaha ritel biasanya menjual produk-produk yang biasa

dibeli/dikonsumsi pelanggan sehari-hari. Oleh karena itu,

pelanggan bisa mengontrol harga dengan baik. Jika suatu toko

menjual produk dengan harga yang tinggi, maka pelanggan akan

pindah ke toko lain yang menawarkan harga yang lebih rendah,

sehingga toko menjadi sepi pelangaan. Sebaliknya, penetapan

harga yang terlalu murah mengakibatkan minimnya keuntungan

yang akan diperoleh, sehingga peritel belum tentu mampu menutup

biaya-biaya yang timbul dalam menjalankan usahanya.

95

Febi, wawancara 2 Maret 2013

Page 89: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

89

Lotte Mart merupakan hypermarket yang menjual hampir

semua kebutuhan sehari-hari kita. Semua yang anda butuhkan bisa

anda dapatkan hanya dengan mengunjungi satu tempat itu. Selain

itu, Lotte Mart sering melakukan promosi-promosi harga murah

yang menarik banyak konsumen untuk berbelanja. Kata pelanggan

mereka sering melihat promosi-promosi harga murah di LotteMart

dan tentu saja sebagai konsumen hal itu akan sangat menarik.96

Gambar 1. Produk Made in Korea

Sumber : Koleksi Pribadi

Gambar diatas menunjukkan harga makanan ringan asal Korea yang

dijual dengan harga yang lumayan terjangkau bagi pengunjung LotteMart.

96

Ibid

Page 90: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

90

Gambar 2. Promosi Produk

Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar diatas menunjukkan pamflet promosi harga barang-barang di

LotteMart sebagai salah satu strategi LotteMart menarik pelanggan.

3. Suasana toko

Suasana toko yang sesuai bisa mendorong pelanggan untuk

datang dan berlama-lama di dalam toko, seperti memasang alunan

musik ataupun mengatur tata cahaya toko. Ada dua hal yang perlu

di perhatikan untuk menciptakan suasana toko yang

menyenangkan, yaitu eksterior toko dan interior toko.

a. Eksterior toko, meliputi keseluruhan bangunan fisik

yang bisa dilihat dari bentuk bangunan, pintu masuk,

tangga, dinding, jendela dan sebagainya. Eksterior toko

berperan dalam mengounikasikan informasi tentang apa

yang ada didalam gedung, serta dapat membentuk citra

terhadap keseluruhan tampilan toko. Ketika melihat

Page 91: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

91

Lotte Mart dari sejak pintu masuk maka kesan pertama

yang timbul adalah toko ini merupakan toko yang besar

dan luas serta sangat menarik perhatian. Melihat dari

luar saja membuat rasa penasaran muncul untuk masuk

dan berbelanja didalam. “Saya sering menemani pacar

saya berbelanja dan ketika LotteMart pertama kali buka

di Mall Panakukang, saya menyarankan pacar saya

untuk berbelanja disana karena sejak melihat dari depan

saja, LotteMart membuat penasaran ingin melihat apa

yang ada didalamnya,” kata salah seorang pelanggan

setia LotteMart.97

b. Interior toko, meliputi estetika toko, desain ruangan,

dan tata letak toko, seperti penempatan barang, kasir,

serta perlengkapan lainnya. Lotte Mart identik dengan

warna merah menyala di setiap sudutnya. Penempatan

barang dan desain toko menimbulkan kesan mewah.

Serta akses ke kasir yang banyak cukup membuat

nyaman para pelanggan sehingga tidak perlu mengantri

terlalu lama. “Saya senang berlama-lama seperti

berekreasi didalam LotteMart karena suasananya yang

menyenangkan dan selain belanja bisa sekalian cuci

97

Brahma Kasim, wawancara 22 Februari 2013

Page 92: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

92

mata melihat barang-barang yang unik di LotteMart,”

kata salah seorang pengunjung LotteMart.98

Pelanggan menangkap eksterior toko dengan baik, maka ia

akan termotivasi untuk memasuki toko. Ketika pelanggan sudah

memasuki toko, ia akan memperhatikan interior toko dengan

cermat. Apabila pelanggan memiliki persepsi / anggapan yang baik

tentang suatu toko, maka ia akan senang dan betah berlama-lama

didalam toko. Petugas LotteMart sendiri mengakui bahwa pihak

LotteMart sengaja membuat suasana LotteMart senyaman mungkin

agar konsumen bisa sekalian rekreasi atau cuci mata didalamnya,

siapa tahu mereka jadi tertarik untuk membeli barang – barang

yang ditawarkan.99

Gambar 3. Interior Lotte Mart

Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar diatas menunjukkan interior LotteMart yang rapi dan

menarik.

98

Ibid 99

Op. Cit. Yulianti

Page 93: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

93

Selain eksterior dan interior toko, faktor penting lainnya

yang memengaruhi keberhasilan Lotte Mart adalah pramuniaga.

Pramuniaga menentukan puas tidaknya pelanggan setelah

berkunjung sehingga terjadi transaksi jual beli ditoko tersebut.

Pramuniaga yang berkualitas sangat menunjang kemajuan toko.

Pramuniaga Lotte Mart mampu menarik simpati pelanggan dengan

segala keramahannya, tegur sapanya, informasi yang diberikan,

cara bicara, dan suasana yang bersahabat. Pihak LotteMart

memang telah mewanti-wanti semua petugasnya agar bersikap

ramah dan melayani semua kebutuhan pelanggan. Petugas-petugas

LotteMart dituntut untuk selalu tersenyum pada pelanggan. 100

B. Strategi Lotte Mart Dalam Membangun Brand Image Home Country

Terhadap Masyarakat di Makassar.

Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), bisnis

ritel atau usaha eceran di Indonesia mulai berkembang pada kisaran tahun

1980-an seiring dengan mulai dikembangkannya perekonomian Indonesia.

101 Hal ini timbul sebagai akibat dari pertumbuhan yang terjadi pada

masyarakat kelas menengah, yang menyebabkan timbulnya permintaan

terhadap supermarket dan departement store di wilayah perkotaan. Tren

inilah yang diperkirakan akan berlanjut dimasa-masa yang akan datang.

Hal lain mendorong perkembangan ritel di Indonesia adalah perubahan

100

Ibid 101

http://swa.co.id/tag/asosiasi-pengusaha-ritel-indonesia-aprindo Diakses pada tanggal 15 Januari

2013 pukul 21.24 Wita.

Page 94: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

94

gaya hidup masyarakat kelas menengah ke atas, terutama di kawasan

perkotaan yang cenderung memilih berbelanja di pusat perbelanjaan

modern. Perubahan pola belanja yang terjadi pada masyarakat tidak hanya

untuk memenuhi kebutuhan belanja saja namun juga sekedar jalan-jalan

dan mencari hiburan.

Lotte tumbuh menjadi perusahaan yang mewakili Korea diberbagai

bidang seperti distribusi makanan dan rekreasi. Saat ini perusahaan ini

sedang berkembang menjadi perusahaan global yang memperkaya

kehidupan orang-orang diseluruh dunia. Dengan brand image LotteMart

tentu menimbulkan persepsi yang berbeda-beda dari konsumen tentang

brand image Lotte Mart karena Lotte Mart merupakan hypermart asal

korea yang tergolong baru bagi masyarakat. Dengan brand Lotte Mart,

Lotte Mart wholesaler harus menciptakan lingkungan yang dapat

mempengaruhi minat konsumen dalam berbelanja. Seperti memberikan

layanan yang lebih tinggi bagi kenyamanan pelanggan. Konsumen juga

memiliki bemacam-macam motivasi atau alasan untuk berbelanja, itu

dikarenakan konsumen melakukannya sebagai suatu hal yang

menyenangkan seperti, membelanjakan uang, menikmati suasana toko,

mengamati penawaran-penawaran toko serta mendapatkan informasi dari

pramuniaga mengenai sebuah produk. Konsep Lotte Mart menggunakan

harga rendah, biaya rendah, melayani diri sendiri, belanja secara tunai.

Menjual berbagai macam variasi produk makanan dan non makanan.

Terbuka untuk konsumen dan institusi yang telah terdaftar, lapangan parkir

yang luas.

Page 95: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

95

Hal tersebutlah yang kemudian dimanfaatkan oleh Lotte Mart untuk

mengembangkan brand image home country-nya. Lotte Mart menciptakan

budaya konsumsi yang mewah untuk dinikmati masyarakat Indonesia,

khususnya Makassar seperti budaya konsumsi di Korea asal Lotte Mart.

Strategi Lotte Mart dalam membangun brand image home country adalah

salah satunya dengan memasang iklan. Mulai dari promosi, fasilitas yang

memberikan kenyamanan kepada konsumen, distribution center sendiri,

sampai pemberian diskon besar besaran terhadap suatu barang. Bahkan,

masyarakat banyak menilai pergi ke Lotte Mart bukan hanya bertujuan

untuk melakukan transaksi jual beli melainkan sebagai ajang rekreasi

keluarga. Sehingga realitas ini memunculkan pola yang baru kepada

masyarakat dalam hal berbelanja. Namun pihak Lotte Mart Makassar tidak

terlalu mengkhususkan promosi produk Korea. Mereka hanya memasang

bagian produk internasional, dibagian itulah akan terlihat stan - stan

produk Korea khususnya makanan yang banyak menarik pelanggan.

Gambar 4. Stan Produk Korea

Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar diatas menunjukkan stan khusus produk Korea didalam

LotteMart.

Page 96: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

96

Tidak tepat jika periklanan hanya ditujukan untuk mempengaruhi

penjualan, sebab banyak variabel yang mempengaruhi penjualan, termasuk

iklan itu sendiri. Pendekatan yang lebih tepat adalah apabila tujuan

periklanan diarahkan pada tahap-tahap kesiapan pembeli untuk membeli

produk, yaitu mengubah pelanggan dari tidak tahu menjadi memahami,

mengambil sikap, lalu membeli. Oleh karena itu, pemasar harus

menentukan tahap mana yang perlu digarap lewat iklan. Tujuan periklanan

adalah untuk membujuk konsumen melakukan sesuatu (mempersuasi,

membujuk pelanggan mencoba produk atau jasa yang dijalankan).

Usaha Lotte Mart untuk menarik pelanggan melalui lima cara,

antara lain102

:

a. Memberikan suplai / pasokan barang dan jasa pada saat dan

ketika dibutuhkan konsumen/pelanggan dengan sedikit atau

tanpa penundaan. Lotte Mart berlokasi didekat kompleks-

kompleks perumahan, sehingga pelanggan bisa dengan

segera mendapatkan suatu produk tanpa perlu menunggu

lama.

b. Memudahkan konsumen / pelanggan dalam memilih atau

membandingkan bentuk, kualitas, dan barang serta jasa

yang ditawarkan. Pelanggan mungkin hanya ingin lebih dari

sekedar mendapatkan barang yang diinginkan pada tempat

yang nyaman. Mereka hampir ingin selalu belanja di mana

bisa mendapatkan kemudahan memilih, membandingkan

102

Yulianti (LotteMart Supervisor). Wawancara, tanggal 23 Desember 2012

Page 97: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

97

kualitas, bentuk, dan harga dari produk yang diinginkan.

Dalam menarik dan memuaskan pelanggan, para peritel

biasanya akan berusaha menciptakan suasana belanja yang

nyaman. Meskipun banyak masyarakat awam yang tidak

tahu bahwa Lotte Mart berasal dari Korea, namun para

pecinta K-Pop tentu merasa senang berbelanja di Lotte Mart

yang cukup berbau Korea dan mereka bisa menemukan

produk-produk Korea dengan harga yang cukup terjangkau.

“Meskipun harganya sedikit mahal tapi nyaman karena

semua kebutuhan ada disana, lalu yg unik di dalam ada

foodcourt pastry-nya juga enak,” kata pengunjung

LotteMart.103

d. Membantu meningkatkan standar hidup masyarakat. Produk

yang dijual dalam usaha ritel, tergantung pada apa yang

dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat. Upaya promosi

yang dilakukan, tidak hanya memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai beragam produk barang dan jasa,

tetapi juga dapat meningkatkan keinginan pelanggan untuk

membeli. Hasil akhirnya adalah peningkatan standar hidup

dan penjualan produk. Promosi produk-produk Korea pun

cukup banyak ditemukan di Lotte Mart. Berdasarkan

wawancara dari salah satu supervisor LotteMart, LotteMart

103

Nori Palayukan, wawancara 18 Februari 2013.

Page 98: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

98

memang menjual hampir seluruh barang-barang kebutuhan

sehari-hari masyarakat pada umumnya.104

Melihat dari logo Lotte Mart bisa dikenali bahwa logo Lotte Mart

berwarna yang sama dengan bendera Korea Selatan. Selain itu, ketika memasuki

Lotte Mart kita juga disuguhi oleh jingle Lotte Mart yang berbahasa Korea. Selain

Jingle LotteMart, kadang-kadang terputar lagu-lagu berbahsa korea yang sedang

booming di pasaran. “Sudah beberapa kali saya masuk ke LotteMart dan sedang

terputar lagu-lagu Korea yang laku dipasaran. Saya juga pernah mendengar lagu

tema LotteMart berbahasa Korea. Saya bisa langsung tahu itu lagu tema

LotteMart karena saya mendengan kata-kata LotteMart di refrain lagu tersebut,

saya sangat penasaran sampai mencarinya di Google, sayang saya tidak bisa

menemukan link untuk mendownload lagu tersebut,” kata mahasiswi salah satu

pelanggan setia LotteMart dan juga penggemar K-Pop.105

Gambar 5. Logo Lotte Mart

Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar diatas menunjukkan logo LotteMart sebagai bentuk promosi brand

LotteMart.

104

Yulianti (LotteMart Supervisor), (Wawancara, tanggal 23 Desember 2012) 105

Diani, (wawancara, tanggal 22 Februari 2013)

Page 99: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

99

C. Pengaruh Lotte Mart Terhadap Brand Image Home Country di

Makassar

Diabad 21 ini fenomena MNCs sudah banyak kita bisa jumpai

dimana-mana, bahkan sebenarnya kehadiran MNCs ini sudah ada beratus-

ratus tahun yang lalu, semisal di Indonesia adanya VOC, suatu perusahana

multinasional yang berasal dari Belanda sudah beroperasi ratusan tahun di

Indonesia dan sejumlah Negara lainnya. Ketika melihat performa sebuah

MNCs dalam suatu negara penerima, sering terlihat bahwa dalam

praktiknya MNC seringkali memiliki ikatan yang kuat pada

negara/pemerintah asalnya (home country). Ikatan yang kuat ini lantas

membuat MNC seringkali, dalam tindakannya, cenderung mewujudkan

kepentingan nasional negara asalnya, sekaligus berperan sebagai alat

diplomasi negara asalnya.

MNCs merupakan unit yang tersentralisasi, MNCs jugalah

didominasi oleh perusahaan induk yang berlokasi di negara penerima.

Kebijakan yang dikeluarkan perusahaan juga seringkali disesuaikan

dengan kebijakan ekonomi dan kebijakan luar negeri asal negara MNCs

tersebut. Adanya ikatan yang kuat antara MNCs dengan negara asalnya

inilah yang membuat berbagai kebijakan MNCs seringkali menguntungkan

negara asalnya. MNCs seringkali memproduksi produk-produk tertentu -

dimana pembeli utama dari produk tersebut adalah negara asalnya -

dengan harga relatif rendah.106

106

Muhittin Ataman, The Impact of Non-State Actors to World Politic: A Challenge to Nation-

States. http://www.alternativejournals.net/volume2/number1/ataman2.htm.

Page 100: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

100

Kecenderungan MNCs membuat perusahaan yang berhasil dan

memiliki bermacam-macam keunggulan kompetitif, jadi mereka

membawa hal-hal positif didasarkan kepada apa yang dibawanya kenegara

tujuan (host country) seperti membawa teknologi, produk yang

dihasilkannya, capital financial, dan teknik management canggih yang

tidak dimiliki oleh negara-negara host country. MNC ini bisa mendorong

pertumbuhan perusahaan atau UKM (Usaha Kecil Menengah) yang lebih

kecil di host country semisal ketika ada MNCs yang bergerak dibidang

produksi mobil maka secara langsung perusahaan tersebut membutuhkan

pasokan baja, karet untuk memproduksi ban mobilnya, dengan begitu

mereka akan membeli kebutuhan tersebut ke negara host country,

perdagangan semakin bergairah, artinya dilain sisi MNCs ini

menghidupkan perusahaan atau UKM dengan dibelinya produk yang

dihasilkan oleh mereka, manfaat lainnya adalah perekrutan buruh yang

dilakukan secara massal oleh MNCs dan juga perusahaan kecil yang

menjual produk terhadap MNCs itu turut serta mengurangi pengangguran

di host country.

Manfaat-manfaat tersebut terkadang mepunyai permasalahan yang

cukup kompleks apabila kurangnya pemantaunya dai berbagai hal semisal,

pemantauan pembayaran pajak dan minimnya upah yang diberi, sangat

diupayakan juga peran pemerintah biar tidak terjadi zero zum, dimana

hanya satu pihak yang diuntungkan, assistensi pemerintah dalam hal ini

sangat diperlukan dan terbukti adanya MNCs ini sangat dibutuhkan

sebagai motor penggerak perekonomian house country, terbukti dari upaya

Page 101: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

101

tiap negara untuk merangsang agar MNCs ini menginvestasikan atau

membangun pabrik di negaranya.

Dilihat dari aspek persaingan semata maka kita akan memperoleh

fakta bahwa kehadiran ritel modern sangat sesuai dengan prinsip-prinsip

universal persaingan usaha yang sehat, dimana kehadiran mereka telah

menyebabkan terciptanya beberapa nilai positif yakni hadirnya alternatif

tempat belanja yang sesuai dengan tuntutan konsumen (nyaman dan

mudah), harga yang cenderung bergerak turun (sebagian dihasilkan oleh

efisiensi distribusi), kualitas barang semakin beragam dan sebagainya.

Kehadiran pasar modern dengan market power yang sangat besar,

berbasiskan kapital, mampu menggerus setiap lawan termasuk pasar

tradisional. Kita bisa melihat dari posisi Carefour saat ini. Berbagai

strategi bisnis yang dikembangkannya untuk menopang brand image

sebagai ritel penyedia barang dengan harga termurah di Indonesa, selalu

menjadi trend dalam pengelolaannya di Indonesia. Dalam berbagai hal

harus diakui bahwa Carrefour telah berkembang menjadi trend setter

bisnis ritel Indonesia termasuk Lotte Mart yang mulai merambah

Indonesia.

Keseriusan Lotte terlihat dengan menyewa seluruh area mal di

Ciputra World Jakarta seluas 130.000 m2 selama 20 tahun dan investasi

sebesar US$ 27 juta untuk tahun pertama. Meningkatnya pertumbuhan ritel

di Indonesia merupakan salah satu faktor yang mendorong dibukanya

Lotte Department Store. Sebelumnya, Lotte Department Store telah dibuka

di Moskow (Rusia), Beijing, Tianjin (China), dan Ho Chi Minh (Vietnam).

Page 102: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

102

Ekspansi bisnis di luar Korea merupakan salah satu upaya Lotte

Department Store untuk masuk dalam jajaran 5 department store terbesar

di dunia pada tahun 2018. Lotte Department Store merupakan retailer

terbesar di Korea yang berada dibawah manajemen Lotte Group, grup

konglomerat kelima terbesar di Korea. Pada tahun 2010, Lotte Group

membukukan penjualan sebesar US$ 55,3 miliar dan Lotte Department

Store memberikan kontribusi sebesar US$ 10 miliar. 107

Lotte Department Store juga dinobatkan sebagai perusahaan ritel

nomor satu di Asia pada tahun 2010 dan masuk dalam jajaran 6

department store terbesar dunia tahun 2011 versi Forbes 2000.108

Sedangkan di Makassar sendiri, Lotte Mart mulai diresmikan tanggal 26

Juni 2011. Sebenarnya masyarakat telah mengenal Lotte Wholesale setelah

mengganti nama pusat grosir Makro di Jalan Sultan Hasanuddin. Inti

bisnisnya tetap pada usaha grosir seperti yang dilakukan Makro sebelum

akhirnya diakuisisi Lotte dua tahun lalu109

. Masuknya Lotte Mart

hypermarket ke Makassar tentu saja merupakan hal yang menggembirakan

bagi para penggemar K-Pop.

Pengaruh Korea melalui Lotte Mart memang tidak bisa dipisahkan

dari Korean Wave yang belakangan ini sangat menggemparkan Asia

termasuk Indonesia. Pihak Lotte Mart di Makassar sendiri merasa bahwa

promosi yang mereka lakukan itu pun sudah cukup karena masyarakat

107

Asing Di Tanah Retail Indonesia. [Online].

http://www.lintas.me/article/wartaekonomi.co.id/asing-di-tanah-retail-indonesia/1

Diakses tanggal 5 Desember 2012 pukul 20.06 Wita 108

Ibid 109

Yulianti (LotteMart Supervisor), (Wawancara, tanggal 23 Desember 2012)

Page 103: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

103

disekitar secara otomatis akan berbelanja di Lotte Mart tanpa perlu adanya

promosi besar-besaran mengenai produk Korea yang mereka tawarkan.110

Para penggemar K-Pop khususnya di Makassar (Komunitas

Makassar Korean Lovers) mengakui sendiri bahwa sejak ada Lotte Mart

mereka lebih memilih berbelanja di Lotte Mart. Barang-barang Korea yang

ada di LotteMart sekitar 18% dari keseluruhan barang di LotteMart.111

Salah satu anggota komunitas penggemar Korea Makassar berkata bahwa

dia mengetahui kalau Korea berasal dari Korea berdasarkan iklan, film dan

barang-barang yang dijual di Lottemart.112

Produk yang paling banyak di

beli oleh para penggemar Korea tersebut adalah produk makanan. Memang

di beberapa drama Korea sering menunjukkan berbagai macam kuliner

khas Korea dan mereka tentu saja senang bisa mendapatkan kuliner Korea

tanpa perlu langsung terbang ke Korea. “Saya senang membeli ramyeon

di Lottemart, saya sangat penasaran dengan makanan-makanan Korea

yang biasa disajikan di drama-drama Korea. Maka dari itu, ketika melihat

ramyeon dijual di LotteMart saya sangat senang dan akhirnya sering

membelinya,” kata pelanggan LotteMart.113

Secara otomatis Lotte Mart tentu memberikan dampak bagi

masyarakat Makassar untuk merasakan hidup ala masyarakat Korea,

meskipun hal itu tidak lepas dari faktor K-Pop lainnya. Bahkan salah satu

konsumen berkomentar “Lotte Mart tidak hanya menjual produk Indonesia

tapi juga memiliki corner international brands dan pada umumnya

110

ibid 111

Ibid 112

Nori Palayukan, M. Ridha Anugrah L.,Nur Awaliah, (wawancara, tanggal 18 Februari 2013 113

Harni Nur Auliah Sari, (wawancara, tanggal 21 Februari 2013)

Page 104: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

104

mayoritas korean brand. Makanan brand korea hanya bisa didapatkan di

Lotte Mart. Ramyeon, Choco Pie, Peppero, minuman soda (Cider-Sprite

ala Korea), adalah makanan atau cemilan korean brand yang bisa

didapatkan di Lotte Mart. tidak terdapat di Carrefour, Hypermart, dan

Hero.”114

Selain konsumen tersebut, dari hasil wawancara dengan

beberapa anggota Makassar Korean Lover, diketahui bahwa para

penggemar Korea memang senang berbelanja di stan-stan Korea yang ada

di LotteMart. Mereka berkata bahwa “terlihat dari produk-produk yang

dijual di LotteMart seperti bahan-bahan masakan Korea. Selain itu juga

ada foodcourt pastry di LotteMart tempat dijualnya ramyeon yang

langsung bisa disantap ditempat.” 115

“Saya melihat ada stan khusus

makanan Korea di tempat khusus stan internasional di dalam LotteMart,

cukup menarik perhatian,” kata salah seorang pengunjung LotteMart.116

Gambar 6. Produk Made in Korea

Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar diatas menunjukkan barang-barang atau makanan (ramyeun) yang

berasal dari Korea.

114

Ayu Riska Wahyudiya, (Wawancara, 3 Januari 2013) 115

http://facebook/groups/makassarkoreanlover 116

Quddus Rahman Fattah, wawancara 21 Februari 2013.

Page 105: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

105

Pada tahun 2011 Korean Trade-Investment Promotion Agency

(KOTRA) memilih Lotte sebagai contoh pasar ritel yang sukses di

Indonesia. Laporan yang berjudul "Bisnis Hallyu (The Korean Wave)

Status and Strategy in South East Asia" menyatakan bahwa, "Karena

gelombang budaya pop Korea baru-baru ini di Indonesia, konsumen lokal

yang tertarik dengan gaya hidup Korea dan kebiasaan belanja.117

Berdasarkan hal ini, Lotte Mart mampu untuk mendapatkan citra merek

yang menguntungkan dan mendarat sukses di pasar Indonesia. Faktor

kunci keberhasilan adalah bersih dan mewah belanja mereka interior

seperti di Korea. Pemasaran perlu memahami kecemasan dan keinginan

pelanggan, bukan hanya apa yang mereka butuhkan dan inginkan. K-Pop

adalah keinginan generasi muda Indonesia saat ini Korea cerdas dalam

mengendarai gelombang K-Pop.

117

The Korean Wave. [Online]. http://asiaviews.org/business/8-on-business/34609-the-korean-

wave?tmpl=component&print=1&page= Diakses pada tanggal 20 November 2012

pukul 23.44 Wita

Page 106: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

106

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Faktor Pendorong Hadirnya Lotte Mart di Makassar

Bagi Lotte Mart, Indonesia merupakan salah satu dari empat

negara yang akan menjadi fokus bisnisnya. Kota makassar tak jauh beda

dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia, yakni dilihat sebagai wilayah

potensial untuk ekspansi bisnis ritel. Di kota Makassar telah dibangun

beberapa pusat perbelanjaan besar dan modern seperti Mal Ratu Indah,

Panakkukang Mal, Makassar Town Square, Graha Tata Cemerlang,

Makassar Trade Center, Panakkukang Trade Center, Trans Mal, dan pusat-

pusat perdagangan yang terdapat di kawasan jalan Sulawesi, Sombaopu,

Panakkukang, Bulu Saraung, Irian, Latimojong, dan lain-lain. Kota

Makassar merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia yang

memiliki prospek bisnis cukup menjanjikan. Peluang bisnis itu semakin

terbuka lebar sejak diberlakukannya otonomi daerah, dimana sikap

pemerintah daerahnya yang sangat akomodatif terhadap para investor.

Berbagai kemudahan dalam berinvestasi, seperti penyederhanaan birokrasi

perijinan di berikan untuk menggaet lebih banyak investor masuk ke

Makassar.

Lotte Mart saat ini sangat berkembang pesat, bisa dilihat dari

banyaknya pengunjung Lotte Mart setiap harinya. Tentu saja banyak faktor

Page 107: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

107

yang mendukung perkembangan tersebut, seperti format hypermarket yang

kini digandrungi masyarakat karena menjual hampir semua barang

kebutuhan sehari-hari dalam satu tempat, kemudian peraturan-peraturan

pemerintah juga tidak banyak memberatkan perusahaan-perusahaan ritel

yang masuk di Makasar. Selain itu, tentu Lotte Mart juga memiliki usaha-

usaha tersendiri untuk menarik konsumennya sebagai salah satu tolak ukur

perkembangan Lotte Mart, seperti misalnya menentukan lokasi yang tepat,

harga yang terjangkau serta interior toko yang sangat menarik pelanggan.

2. Strategi Lotte Mart Dalam Membangun Brand Image Home Country

Terhadap Masyarakat di Makassar

Tentu saja tujuan yang paling penting dari promosi Lotte Mart

adalah bagaimana ritel tersebut mencirikan negara asal perusahaan ritel

tersebut. Hal ini bisa dillihat dari logo Lotte Mart ataupun barang-barang

yang ditawarkan Lotte Mart. Lotte Mart menawarkan barang-barang dari

Korea yang tidak bisa didapatkan di swalayan lain, selain itu harganya

yang murah menarik pelanggan yang sangat ingin merasakan Korean

Lifestyle mengingat saat ini K-Pop sangat diminati oleh masyarakat

Indonesia, khususnya Makassar. Tembakan konsumen Lotte Mart memang

juga menarik pelanggan dari kalangan bawah dan mudah diakses.

Page 108: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

108

3. Pengaruh Brand Image Home Country yang Dilakukan Oleh Lotte Mart di

Makassar

Lotte Mart mampu untuk mendapatkan citra merek yang

menguntungkan dan mendarat sukses di pasar Indonesia. Faktor kunci

keberhasilan adalah bersih dan mewah belanja mereka interior seperti di

Korea. Pemasaran perlu memahami kecemasan dan keinginan pelanggan,

bukan hanya apa yang mereka butuhkan dan inginkan. K-Pop adalah

keinginan generasi muda Indonesia saat ini Korea cerdas dalam

mengendarai gelombang K-Pop dan salah satu kendaraannya adalah Lotte

Mart. Secara otomatis Lotte Mart tentu memberikan dampak bagi

masyarakat Makassar untuk merasakan hidup ala masyarakat Korea,

,meskipun hal itu tidak lepas dari faktor K-Pop lainnya. Meskipun dampak

tersebut tidak terlalu siginifikan karena LotteMart hanya sebagai salah satu

faktor pendukung penyebaran budaya K-Pop di Indonesia.

B. Saran

Dalam meningkatkan citra home country, Lotte Mart sebaiknya

mempunyai cara yang unik dan menarik untuk memberikan pesona pada

pelanggannya. Saat ini di Lotte Mart hanya punya corner International

Brand, sebaiknya Lotte Mart memulai untuk mengkhususkan Korean Corner

sebagai bentuk pencitraan Korea. Hal ini tentu akan lebih menarik pelanggan

yang tertarik untuk mengenal Korea. Pemerintah Korea tentu seharusnya bisa

mengambil kesempatan seperti ini untuk lebih banyak bekerja sama dengan

perusahaan-perusahaan MNC asal negaranya untuk mengenalkan budaya

Page 109: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

109

khasnya disamping strategi-strategi lain yang telah dilakukan oleh pemerintah

Korea seperti yang telah banyak kita lihat dan rasakan saat ini. Tentu saja

selain memperkenalkan budaya, keuntungan dalam hal materi juga akan

meningkat bila bisa dilakukan secara intensif.

Melihat keberhasilan Korea yang sangat pesat tentu saja Indonesia bisa

menerapkan hal yang sama dalam memperkenalkan identitas Indonesia

sendiri. Indonesia bisa memulai memperkenalkan produk-produk lokal

Indonesia di luar Indonesia agar Indonesia bisa dikenal secara luas mengingat

bahwa banyak pula turis asing yang penasaran dengan budaya lokal

Indonesia. Indonesia sebaiknya juga pintar-pintar dalam mengambil

kesempatan seperti yang dilakukan oleh Korea.

Page 110: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

110

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Azwar,Saefuddin. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Balaam, David N. 1996. Introduction to International Political Economy. Jersey;

Prentice Hall.

Ball, Donald A., et. al. 2004. Bisnis Internasional: Tantangan Persaingann

Global, terjemahan Syahrizal Noor. Jakarta: PT Salemba Emban

Patria.

Baudrillard, Jean P. 2004. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi Wacana

Yogyakarta.

Coplin, William D. dan Marsedes Marbun. 1992. Pengantar Politik Internasional;

Suatu Telaah Teoritis. Bandung: CV. Sinar Baru.

Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Edelman Spero, Joan. 1985. The Politics of International Economic Relations. NJ:

Princeton University Press.

Dunning, John. 1974. The Multinational Enterprises. George Allen & Unwin, ltd. New Jersey: Routledge.

George, Susan. Republik Pasar Bebas : Menjual Kekuasaan Negara, Demokrasi

danCivil Society kepada Kapitalisme Global, terjemahan Esti

Sumarah. Jakarta: INFID.

Giddens, Anthony. 2001. Runaway World. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gilpin, Robert. 1987. The Political Economy of Internasional Relations. NJ:

Princeton University Press.

Hayati, Sri dan Ahmad Yani. 2007. Geografi Politik. Bandung: PT.Refika

Aditama.

Hermawan, Yulius P. 2007. Transformasi dalam Studi Internasional: Aktor, Isu

dan Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hogan. 2005 Employees and Image: Bringing Brand Image To Life. The 2nd

Annual Strategic Public Relation Conference. Chicago: Lippincot

Mercer

Ikbar, Yanuar. 2002. Ekonomi Politik Internasional: Studi Pengenalan Umum.

Jatinangor: PT Universitas Padjadjaran.

Page 111: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

111

Jackson, Robert dan Georg Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan

Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Kartajaya, Hermawan. 2004. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen.

Bandung : CV. Alfabeta.

Keller, K.L. 2003. Strategic Brand Management: intl ed. Building, Measuring and

Managing Brand Equity 2nd ed. New Jersey: Pearson Education.

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta: PT.

Prenhallindo.

Kusumohamidjo, Budiono. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi

Analisis. Jakarta: Bina Cipta.

Levi, Maurice D. 2001. Keuangan Internasional. Yogyakarta: ANDI.

Mas’oed, Mohtar. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.

Jakarta: LP3ES.

May Rudy, T. 2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-

Masalah Global. Bandung: PT Refika Aditama.

May Rudi, T. 1992. Teori Etika dan Kebijakan Hubungan Internasional.

Bandung: Angkasa Grup.

Micklewaith, John & Andra Wooldridge.1998. The Witch Doctors, terjemahan

Soesanto B., Jakarta: Elex Media Komputindo.

Miller, Lynn H. 2006. Agenda Politik Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mowen, John C. 1995. Consumer Behaviour 4th ed. Jersey: Prentice Hall.

Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Noble. 1999. Development in Marketing Science. Vol. 22, 1 -5, Corall Gables.

Florida: Academy of Marketing Science.

Nye, Joseph S. 2004. Soft power: The Means to Succes In World Politics. New

York: Public Affairs.

Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan M.Yani. 2005. Pengantar Ilmu

Hubungan Internasional. Bandung: Rosdakarya.

Page 112: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

112

Priyono, B. Herry. 2003. Anthony Giddens : Suatu Pengantar. Jakarta: KPG (

Kepustakaan Populer Gramedia).

Sepu, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Steans, Jill dan Lloyd Pettiford. Hubungan Internasional: Perspektif dan Tema.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumami, Murti dan Salamah Wahyuni. 2006. Metode Penelitian Bisnis.

Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Sumantoro. 1987. Kegiatan Perusahaan Multinasional: Problema Politik,

Hukum, dan Ekonomi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: PT.

Gramedia Press.

Umar, Husain. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Waters, Malcolm. 1995. Globalization. London: Routledge.

Winaro, Budi. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS.

JURNAL

Charles & Albert Michalet. 1994. Transnasional Corporations ( Transnational

corporationand the changing international economic system). United

Nations: Volume 3, number 1.

C.P.F Luhulima. Peranan Diplomasi Multi-track dalam Penyelesaian Sengketa

Laut Cina Selatan; Upaya dan Tantangan. Jurnal Ilmiah Hubungan

Internasional, 5(2).

Keller, Kevin Lane (1993), Conceptualizing, Measuring, and Managing Costumer

– Based Brand Equity, Journal of Marketing, Vol. 57, No. 1, pp. 1 –

22

Morgan, R.P. (2000). ‘A Consumer-Oriented Framework of Brand Equity’,

International Journal of Market Research, 42, 65 – 78.

Muhittin Ataman, The Impact of Non-State Actors to World Politic: A Challenge

toNation-States.

http://www.alternativejournals.net/volume2/number1/ataman2.htm .

ARTIKEL

Prasetyantoko, A. Privatisasi Pelayanan Publik. Kompas, 24 September 2003.

Page 113: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

113

KORESPONDENSI DAN KOMUNIKASI PERSONAL

Ayu Riska Wahyudia, ( Wawancara, tanggal 3 Januari 2013)

Yulianti (LotteMart Supervisor), (Wawancara, tanggal 23 Desember 2012 dan 23

Februari 2013)

Harni Nur Auliah Sari, (Wawancara, 21 Februari 2013)

Quddus Rahman Fattah, (Wawancara, tanggal 21 Februari 2013)

Nori Palayukan, (Wawancara tanggal 18 Februari 2013)

M. Ridha Anugrah L., (Wawancara tanggal 18 Februari 2013)

Nur Awaliah, (Wawancara tanggal 18 Februari 2013)

Diani, (Wawancara tanggal 22 Februari 201)

Brahma Kasim, (Wawancara 22 Februari 2013)

Silvia Paramita, (Wawancara tanggal 20 Februari 2013)

Indah Lestari, (Wawancara, tanggal 21 Februari 2013)

Rifai Anwar, (Wawancara, tanggal 18 22 Februari 2013)

Arwinda Andiani Asmal, (Wawancara, tanggal 22 Februari 2013)

Endah Trisna Ayu, (Wawancara, tanggal 2 Maret 2013)

Febi, (Wawancara, tanggal 2 Maret 2013)

SITUS

Bahan Kuliah Manajemen Pemasaran. [Online] http://jurnal-

sdm.blogspot.com/2009/05/membangun-brand-image-produk.html.

Diakses pada tanggal 2 Oktober 2012 pukul 14.56 Wita

Sigit. 2010. Berita Pasar Modal (Laba Bersih Hero Supermarket Naik 78%). [Online].

http://www.businessreview.co.id/berita-pasar-modal

232.html?page=rubrik_read&id=232&add=kom. Diakses pada tanggal 3

Oktober 2012 pukul 22.15 Wita

Page 114: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

114

Susanto Pudjomartono. 2011. Soft diplomacy. [Online]. http://www.suarakarya-

online.com/news.html?id=293039. Diakses pada tanggal 11

September pukul 22.13 Wita.

TEMPO. Korean Wave. [Online]

http://www.asiaviews.org/index.php?option=com_content&view=artic

le&id=34609:the-korean-wave . Diakses pada tanggal 11 September

2012 pukul 19.47 Wita

Seputar Indonesia. Pasar Ritel Kian Menjamur Di Makssar. [Online].

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/534690/

Diakses pada tanggal 27 Oktober 2012 pukul 23.15 Wita.

Azka Nabila Islami. 2011. Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap

Keputusan Pembelian Produk Sophie Martin Pada Mahasiswa

Lembaga Pendidikan Politeknik MBP Medan. [Online].

http://www.academia.edu/1147849/Pengaruh_Citra_Merek_Brand_Im

age_Terhadap_Keputusan_Pembelian_Produk_Sophie_Martin_Pada_

Mahasiswa_Lembaga_Pendidikan_Politeknik_MBP_Medan . Diakses

pada tanggal 6 November 2012 pukul 13.55 Wita.

Global Retail Expansion. [Online]. http://www.atkearney.com/consumer-

products-retail/global-retail-development-index. Diakses pada tanggal

13 November 2012 pukul 23.35.

INDONESIAN COMMERCIAL NEWSLETTER Juni 2011. [Online]

http://www.datacon.co.id/Ritel-2011ProfilIndustri.html.Diakses pada

tanggal 10 November 2012 pukul 14.25 Wita

Pasar Ritel Kian Menjamur Di Makassar. [Online]. http://www.seputar-

indonesia.com/edisicetak/content/view/534690/ . Diakses 24

Desember pukul 14.22 Wita.

LOTTE MART Salah Satu Bisnis Retail Yang Terus Berkembang. [Online].

http://cybersulut.com/8943915 Diakses pada tanggal 29 November

pukul 00.31 Wita

LotteMart Makin Getol Buka Gerai Baru. [Online].

http://properti.kompas.com/read/2012/08/13/11313080/Lotte.Mart.Ma

kin.Getol.Buka.Gerai.Baru. Diakses pada tanggal 29 November 15.33

Wita

KOCIS. Korean wave. [Online]. http://www.korea.net/Government/Current-

Affairs/Korean-Wave?affairId=209 . Diakses pada tanggal 19

Desember 2011 pukul 14.15 Wita.

Page 115: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3892 › ISI.pdf?sequence=1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPada awal tahun 1980-an perkembangan pasar ritel ditunjukan

115

BBC News. South Korea Profile. [Online]. http://www.bbc.co.uk/news/world-

asia-pacific-15289563 . Diakses pada tanggal 25 Desember 2011

pukul 21.14 Wita.

VOA News. 2006. Asia Goes Crazy Over K-Pop. [Online].

http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/20060107610

03.html . Diakses pada tanggal 20 Februari 2012 pukul 20.04 Wita.

Chosun Ilbo. 2012. K-Pop Leads Record Earnings from Cultural Exports.

[Online].

http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/20120207008

92.html . diakses pada tanggal 20 Februari 2012 pukul 17.45 Wita.

Membangun Bisnis Ritel. [Online].

http://www.manadopost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=84883

Diakses pada tanggal 2 Desember 2012 pukul 21.53 Wita

Asing Di Tanah Retail Indonesia. [Online].

http://www.lintas.me/article/wartaekonomi.co.id/asing-di-tanah-retail-

indonesia/1 Diakses tanggal 5 Desember 2012 pukul 20.06 Wita

LOTTE MART. [Online].

http://www.lottemart.co.id/lotte/index.php?link=about&type=about-

lotte-group diakses pada tanggal 10 November 2013 pukul 23.40

Wita

Lotte Perkuat Jaringan Ritel di Makassar. [Online]. http://www.fajar.co.id/read-

20110623020134-lotte-perkuat-jaringan-ritel-di-makassar diakses

pada tanggal 10 November 2012 pukul 23.55 Wita

http://bangka.tribunnews.com/2011/01/27/bni-dan-lotte-mart-kerjasama-terbitkan-

kartu-kredit/ Diakses pada tanggal 5 Desember 20 57 Wita

http://www.carrefour.co.id/. Diakses pada tanggal 11 september 2012 pukul 21.35

Wita

http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2009-2-00358-MN%20Bab%202.pdf. Diakses

pada tanggal 6 November 2012 pukul 14.05 Wita

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4216/41.htm. Diakses 17 November pukul

07.33 Wita