repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · web view...

83
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekayaan perairan laut khususnya di Kawasan Timur Indonesia merupakan potensi yang sangat besar dalam meningkatkan pembangunan dan perekonomian masyarakat Indonesia. Namun, kekayaan perairan laut tersebut belum dikelola secara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah terbatasnya data dan informasi mengenai potensi sumber daya wilayah pesisir dan laut nusantara (Manggabarani, 2003). Padang lamun merupakan tempat bagi organisme lain untuk mencari makan, tempat memijah, sebagai tempat asuhan atau pembesaran. Pada ekosistem padang lamun tersebut hidup bermacam-macam biota laut seperti crustacea, molusca, cacing dan juga ikan. Ada yang hidup menetap dan ada pula sebagai pengunjung yang setia (Nontji, 1993). Tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air. Lamun memiliki rizhoma, daun, dan akar sejati (Nontji, 1993; Nasmia, 2012) seperti halnya tumbuhan di darat. Lamun adalah tumbuhan laut yang hidup pada ekosistem padang lamun (Seagrass Bed) terutama 1

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekayaan perairan laut khususnya di Kawasan Timur Indonesia

merupakan potensi yang sangat besar dalam meningkatkan pembangunan dan

perekonomian masyarakat Indonesia. Namun, kekayaan perairan laut tersebut

belum dikelola secara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain

adalah terbatasnya data dan informasi mengenai potensi sumber daya wilayah

pesisir dan laut nusantara (Manggabarani, 2003).

Padang lamun merupakan tempat bagi organisme lain untuk mencari

makan, tempat memijah, sebagai tempat asuhan atau pembesaran. Pada

ekosistem padang lamun tersebut hidup bermacam-macam biota laut seperti

crustacea, molusca, cacing dan juga ikan. Ada yang hidup menetap dan ada pula

sebagai pengunjung yang setia (Nontji, 1993).

Tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara

penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam

air. Lamun memiliki rizhoma, daun, dan akar sejati (Nontji, 1993; Nasmia, 2012)

seperti halnya tumbuhan di darat. Lamun adalah tumbuhan laut yang hidup pada

ekosistem padang lamun (Seagrass Bed) terutama di daerah tropis dan

subtropis. Komunitas lamun memegang peranan penting baik secara ekologis,

maupun biologis di daerah pantai dan estuaria. Disamping itu juga mendukung

aktifitas perikanan, komunitas kerang-kerangan dan biota avertebrata lainnya

(Bastyan and Cambridge, 2008).

Lamun yang terdapat di dunia berkisar antara 50 – 60 (Hemminga, 2002;

Waycott, 2004) atau 66 jenis (den Hartog dan Kuo, 2006), sedangkan di

Indonesia terdapat 7 marga, yaitu Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule,

Cymodocea, Syrongidium, dan Thalssodendrom (Nontji, 1993), dan terdiri dari 12

1

Page 2: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

jenis, yaitu Halodule uninervis, H. pinifolia, Cymodocea rotundata, C. serrulata,

Syringodium isoetifolium, Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides,

Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, H. minor, H. decipiens, dan H. spiulosa

(Hutomo,1985). Selanjutnya Hutomo (1985) menyatakan bahwa terdapat 10 jenis

lamun di Sulawesi, yaitu Halodule uninervis, H. pinifolia, Cymodocea rotundata,

Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, Thalassodendron ciliatum,

Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, dan H. minor.

Habitat padang lamun terdapat pada perairan yang dangkal dan memiliki

substrat yang lunak, perairan yang cerah, dan mempunyai sirkulasi air yang

cukup baik (Dahuri. Et al, 2001). Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan

dan distribusi lamun banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor

oseanografi dan morfologi pantai. Faktor-faktor tersebut antara lain: arus, pasang

surut, gelombang, suhu, salinitas, kecerahan perairan, kedalaman, kelerengan,

serta material dasar. Oleh karena itu pendataan potensi sumber daya lamun

sebaiknya disertai dengan pengambilan data oseanografi.

Inventarisasi data potensi sumber daya kelautan merupakan hal yang

sangat penting, dan potensi dapat menjadi basis data untuk perencanaan

pengelolaan kawasan pesisir. Upaya pendataan potensi distribusi dan tutupan

lamun merupakan salah satu data penting, mengingat lamun memiliki banyak

peran dalam ekosistem pesisir.

Perairan Kepulauan Balabalakang, Mamuju, Sulawesi Barat merupakan

salah satu wilayah kepulauan yang perlu dijadikan sebagai lokasi objek

penelitian. Kegiatan penelitian di lokasi ini tentunya dapat membantu upaya

inventarisasi data dalam rangka mendapat basis data guna untuk pengelolaan

dan pelestarian sumber daya di kepulauan ini. Salah satu potensi sumber daya

yang terdapat pada wilayah Kepulauan Balabalakang yaitu ekosistem lamun.

Penelitian mengenai distribusi dan tutupan padang lamun di perairan Kepulauan

2

Page 3: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

Balabalakang masih sangat kurang, oleh karena itu perlu suatu penelitian yang

dapat memberikan informasi tentang distribusi dan tutupan padang lamun di

perairan Kepulauan Balabalakang.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi lamun yang

terkait dengan distribusi dan tutupan lamun di kepulauan Balabalakang

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai salah satu sumber

informasi bagi penelitian selanjutnya dan dapat menjadi dasar pengelolaan

pesisir, konservasi dan pemanfaatan lamun beserta biota yang berasosiasi

dengannya.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada beberapa parameter berikut :

1.Distribusi vegetasi lamun : kerapatan jenis, persen penutupan lamun,

komposisi jenis.

2.Parameter oseanografi, terdiri dari suhu, salinitas, arus, kekeruhan,

kedalaman, substrat, dan pH.

3

Page 4: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Lamun

Lamun adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang sudah

sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut. Lamun

(seagrass) sebagai tumbuhan berbunga yang telah beradaptasi untuk hidup

terendam dalam air laut. Tumbuhan ini terdiri dari rhizoma, daun dan akar.

Tumbuhan lamun ini mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya berhasil

hidup di laut, yaitu (1) mampu hidup di media air asin, (2) mampu berfungsi

normal dalam keadaan terbenam, (3) mempunyai sistem perakaran yang

berkembang baik dan (4) mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan

terbenam (Den Hartog,1977).

Hal serupa dinyatakan pula oleh Nontji (1993) yaitu lamun (seagrass)

sebagai tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk

hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari rhizoma, daun dan akar.

Rhizoma merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar serta

berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke

atas, berdaun dan berbunga. Pada buku tumbuh pula akar dan rhizoma sehingga

tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar laut sehingga

tahan terhadap hempasan gelombang dan arus. Sebagian besar lamun berumah

dua, artinya dalam satu tumbuhan hanya ada bunga jantan saja atau bunga

betina saja, sistem pembiakannya bersifat khas karena mampu melakukan

penyerbukan di dalam air (Hydrophylous Polination) buahnya terendam dalam

air.

Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan tingkat keseragaman yang tinggi.

Hampir semua genera mempunyai rhizoma yang berkembang baik dan bentuk

daun yang memanjang (linear) dan berbentuk sangat panjang seperti ikat

4

Page 5: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

pinggang, kecuali pada genus Halophila yang umumnya berbentuk bulat telur.

Bentuk pertumbuhannya, sistem percabangannya dan struktur anatomiknya

memperlihatkan keanekaragaman yang jelas. Berdasarkan karakter-karakter

sistem vegetatif tersebut lamun dapat dikelompokkan dalam 6 kategori (Den

Hartog, 1967 dalam Kiswara, 1985).

1. Herba, percabangan monopodial

1.1. Daun Panjang, berbentuk pita atau ikat pinggang, punya saluran udara.

a) Parvosoterid, daunnya panjang dan sempit : Halodule dan Zostera

subgenus Zubsterella.

b) Magnososterid, daun panjang atau berbentuk pita tetapi tidak

lebar: Zoster subgenus Zostera, Cymodocea dan Thalassia.

c) Syringodid, daun bulat seperti lidi dengan ujung runcing:

Syringodium.

d) Enhalid, daun panjang dan kaku seperti kulit atau berbentuk ikat

pinggang yang kasar : Enhalus Posidonia, Phyllopadix.

1.2. Daun berbentuk Elips, bilat telur, berbentuk tombak atau panjang, rapuh

dan tanpa saluran udara.

a) Halophilid : Halophila.

2. Berkayu, percabangan simpodial, daun tumbuh teratur di kiri dan kanan,

cabang tegak.

Amphibolid : Amphibolis, Thalasodendron dan Heterosostera

Di dunia tercatat 50 jenis lamun, yang sering dijumpai dalam jumlah

besar menutupi dasar perairan yang luas, membentuk padang lamun. Di

Indonesia tercatat ada 12 jenis lamun, yaitu :

1. Cymodocea rotundata (Lamun berujung bulat)

2. Cymodocea serrulata (lamun bergigi)

3. Enhalus acoroides (Lamun tropika)

5

Page 6: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

4. Halodule pinifolia (Lamun serabut)

5. Halodule uninervis (Lamun serabut)

6. Halophila decipiens (Lamun senduk tak berurat)

7. Halophila minor (Lamun senduk kecil)

8. Halophila ovalis (Lamun senduk)

9. Halophila spinulosa (Lamun senduk dasar keriting)

10. Syringodium isoetifolium (Lamun alat suntik)

11. Thalassia hemprichii (Lamun dugong)

12. Thalassodendron ciliatum ( Lamun kayu)

Secara lengkap klasifikasi beberpa jenis tumbuhan lamun yang terdapat

di perairan pantai Indonesia (Haruna, 1994) yaitu sebagai berikut :

Divisi : Anthophyta

Klass : Monocotyledonae

Ordo : Helobeae

Family : Potamogetonaceae

Genus : Cymodoceae, Halodule, Syringodium, Thalassodendron.

Spesies :Cymodocea rotundata, C.serrulata, Halodule pinifolia,

H. uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassodendron

ciliatum.

Family : Hydrocaritaceae

Genus : Enhalus, Halophila , Thalassia.

Spesies : Enhalus acoroides, Halophila decipiens, Halophila minor,

Halophila ovalis, Halophila spinulosa, Thalassia hemprichii.

Morfologi daun dari ketujuh marga lamun tersebut adalah berbeda, jenis

lamun yang mempunyai morfologi daun berbentuk pita yang panjang seperti kulit

(leathery linier) atau berbentuk ikat pinggang yang kasar (coarse strap-sloped)

(Enhalus), daun berbentuk pita ukuran sedang (Thalassia, Cymodocea), daun

6

Page 7: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

panjang dan sempit (Halodule) daun berbentuk batang seperti lidi dengan ujung

runcing (Syringodium), daun yang berbentuk lonjong ukuran kecil (Halophila).

(Den Hartog,1977)

Selanjutnya Nybakken (1992) menyatakan, kebanyakan spesies lamun

mempunyai morfologi luar yang kasar hampir serupa. Mereka mempunyai daun

yang panjang, tipis, mirip pita dan mempunyai saluran – saluran air, serta bentuk

pertumbuhannya monopodial. Tumbuhan ini tumbuh dari rhizoma yang

merambat.

Komunitas lamun terdapat pada daerah mid – intertidal sampai

kedalaman 50 – 60 meter, namun biasanya sangat melimpah di daerah sub

litoral. Jumlah spesiesnya lebih banyak terdapat di daerah ugahari, hidup pada

berbagai jenis substrat, mulai dari lumpur encer sampai batu – batuan, tetapi

lamun yang paling luas dijumpai pada substrat yang lunak (Nybakken, 1992).

Dalam ekosistem lamun, rantai makanan tersusun dari tingkat – tingkat

tropik yang mencakup proses dan pengangkutan detritus organik dari ekosistem

lamun ke konsumen yang agak rumit, sumber organik berasal dari produk lamun

itu sendiri, disamping tumbuhan epifit dan alga makrozoobentos, fitoplankton,

dan tanaman darat (Romimohtarto,1999).

Djais et al (2002) menambahkan, padang lamun biasanya dijumpai pada

perairan yang dangkal dan jernih (antara 2 meter – 12 meter) dimana masih ada

penetrasi cahaya matahari untuk perkembangan dan pertumbuhan tumbuhan

laut tersebut .

B. Distribusi Lamun

Habitat lamun dipandang sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu

padang lamun merupakan suatu kerangka struktural dengan tumbuhan dan

binatang saling berhubungan. Habitat lamun dapat pula dipandang sebagai suatu

ekosistem dalam hal ini saling berhubungan, tumbuhan dan binatang tadi

7

Page 8: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

dipandang sebagai proses-proses tunggal yang dikendalikan oleh pengaruh-

pengaruh interaktif dari faktor biologis dan fisika kimia (Romimohtarto, 1991).

Padang lamun biasanya dijumpai pada perairan yang dangkal dan jernih

(antara 2 meter – 12 meter) dimana masih ada penetrasi cahaya matahari untuk

perkembangan dan pertumbuhan tumbuhan laut tersebut (Djais et al. 2002).

Romimohtarto (1991) menambahkan bahwa lamun biasanya terdapat dalam

jumlah yang melimpah dan sering membentuk padang yang lebat dan luas di

perairan tropik, menunjukkan spektrum fungsi biologi dan fisik yang lebar, sifat-

sifat lingkungan pantai terutama dekat estuaria cocok untuk pertumbuhan dan

perkembangan lamun.

Dahuri et al (2001) menambahkan bahwa Lamun dapat hidup di perairan

dangkal agak berpasir, sering juga dijumpai pada ekosistem terumbu karang.

Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang

yang luas dan lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh cahaya matahari

dengan tingkat energi cahaya matahari yang masih memadai bagi

pertumbuhannya. Pertumbuhan padang lamun memerlukan sirkulasi air yang

baik. Air yang mengali inilah yang mengantarkan zat-zat nutrien dan oksigen

serta mengangkut hasil metabolisme lamun seperti karbondioksida keluar daerah

padang lamun. Secara umum semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun,

namun padang lamun yang luas hanya dijumpai pada dasar laut berlumpur

berpasir lunak dan tebal. Padang lamun sering terdapat di perairan laut antara

hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Di beberapa daerah beberapa lamun

dapat tumbuh, namun tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak

terlindung pada saat air surut. Karena membutuhkan intensitas cahaya yang

cukup, padang lamun tidak dapat tumbuh di kedalaman lebih dari 20 meter,

kecuali perairan tersebut sangat jernih dan transparan.

8

Page 9: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

Den hartog (1977) dalam Kiswara (1985) mengatakan bahwa berbagai

bentuk pertumbuhan berbagai jenis lamun terlihat mempunyai kaitan dengan

perbedaan habitatnya. Parvososterid dan Halophylid dapat ditemukan pada

hamper semua habitat, mulai dari dasar pasir kasar sampai lumpur yang lunak,

mulai dari daerah pasang surut sampai ketempat yang cukup dalam dan mulai

dari laut terbuka sampai estuaria. Bahkan Halophila telah didapatkan dari

kedalaman 90 meter. Sedangkan untuk Magnozosterid dapat dijumpai pada

berbagai habitat, tetapi lebih terbatas pada daerah sublitoral. Mereka memasuki

daerah dangkal tetapi lebih terbatas sampai batas air surut rata-rata perbani.

Batas kedalaman sebagian besar spesiesnya yaitu 10 sampai 12 meter, tetapi

pada perairan yang sangat jernih dapat dijumpai pada tempat yang lebih dalam.

Enhalid dan Amphibolid juga terbatas pada bagian atas dari sublitoral, tetapi

dengan beberapa perkecualian. Posidonia oseania dapat mencapai kedalaman

paling sedikit 60 meter. Kisaran kedalaman dimana phyllospadix hidup agak

besar; dia hidup mulai litoral bawah sampai kedalaman 30 meter.

Thalassodendron ciliatum dilaporkan pernah ditemukan tumbuh pada kedalaman

30 meter. Enhalid dan Amphibolid hidup pada substrat pasir dan karang, Kecuali

Enhalus acoroides.

Hal serupa dikatakan oleh Romimohtarto dan Juwana, (1999) bahwa ada

tiga marga yang banyak kita jumpai di perairan pantai yaitu Halophila, Enhalus

dan Cymodocea. Halophila ovalis banyak terdapat di pantai berpasir, di paparan

terumbu, dan di dasar pasir dari paras pasut rata-rata sampai batas bawah dari

mintakat pasut. Enhalus acoroides adalah tumbuhan lamun yang banyak

terdapat di bawah air surut rata-rata pada pasut purnama pada dasar pasir

lumpuran. Mereka tumbuh subur pada tempat yang terlindung di pinggir bawah

dari mintakat pasut dan di batas atas mintakat bawah-litoral. Sedangkan

Cymodocea rotundata merupakan jenis lamun yang banyak ditemukan pada

9

Page 10: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

daerah di bawah air surut rata-rata pada pasut purnama pada pantai pasir dan

pasir lumpuran (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Distribusi Lamun

Berdasarkan potensi sistem padang lamun dalam ekosistem perairan

yang begitu baik, maka tentu saja sistem ini perlu dilindungi dari semua faktor

yang mempengaruhinya. Supriharyono (2000) menyatakan bahwa ada beberapa

faktor yang diketahui sangat mempengaruhi kelangsungan hidup tumbuhan laut,

diantaranya adalah penetrasi cahaya matahari, suhu air dan salinitas.

a. Suhu

Suhu perairan pada umumnya selalu berfluktuasi karena hal ini di

pengaruhi oleh faktor oseanografi dan pengaruh daratan. Nontji (1993)

menyatakan bahwa suhu air di perairan nusantara kita umumnya berkisar 28 –

380C, sedangkan pada lokasi yang sering terjadi penaikan air (upwelling) seperti

laut Banda, suhu permukaannya bisa turun sekitar 250C.

Kisaran temperatur optimal bagi spesies lamun adalah 28 – 300C,

pengaruh suhu bagi lamun di perairan sangat besar. Suhu mempengaruhi proses

– proses fisiologis yaitu proses fotosintesis, laju respirasi pertumbuhan dan

reproduksi. Proses – proses fisiologi tersebut akan menurun tajam apabila

temperatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut (Nybakken,1992).

b. Salinitas

Salinitas adalah banyaknya zat – zat terlarut yang meliputi garam –

garam anorganik, senyawa – senyawa organik yang berasal dari organisme

hidup dan gas – gas terlarut (Nybakken,1992)

Walaupun spesies padang lamun memiliki toleransi terhadap salinitas

yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar terhadap

salinitas yaitu antara 10 – 40 o/oo. Nilai optimum toleransi terhadap salinitas di air

10

Page 11: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

laut adalah 35 o/oo, penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan

fotosintesis spesies lamun (Dahuri et al, 2001).

c. Arus

Arus laut permukaan merupakan pencerminan langsung dari pola angin

yang bertiup pada waktu itu, jadi arus permukaan ini digerakkan oleh angin, arus

juga dapat disebabkan oleh perbedaan dalam densitas air laut dan dapat pula

disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang. Arus yang disebabkan oleh

pasang surut biasanya lebih banyak diamati di perairan pantai terutama di selat –

selat yang sempit dengan kisaran pasang surut yang tinggi (Hutabarat dan

Evans, 1985).

Pada padang lamun, kecepatan arus mempunyai pengaruh yang sangat

nyata, produktifitas padang lamun tampak dari pengaruh keadaan kecepatan

arus perairan, dimana mempunyai kemampuan maksimum menghasilkan

“standing crop” pada saat kecepatan arus 0,5 m/detik (Dahuri et al, 2001).

d. Kekeruhan

Adanya bahan – bahan yang melayang – layang (suspended matter) dan

tingginya nilai kekeruhan di periran dekat pantai menyebabkan penetrasi cahaya

akan berkurang di tempat ini, akibatnya penyebaran tanaman hijau disini hanya

dibatasi sampai kedalaman antara 15 – 40 meter (Hutabarat dan Evans, 1985).

Kebutuhan padang lamun akan intensitas cahaya yang berfungsi untuk

membantu proses fotosintesis dapat dilihat berdasarkan distribusinya yang

terbatas pada periran dengan kedalaman tidak lebih dari 10 meter. Beberapa

aktivitas yang meningkatkan muatan sedimentasi pada badan air akan berakibat

mengurangi penetrasi cahaya, hal ini dapat mengganggu produktivitas primer

dari ekosistem padang lamun (Dahuri et al, 2001)

11

Page 12: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

e. pH (Derajat keasaman)

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran tentang besarnya

konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau

basa dalam reaksinya.

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan,

dimana fluktuasinya di pengaruhi oleh kapasistas penyangga (buffer), yaitu

adanya garam – garam karbonat dan bikarbonat yang larut dalam air (Boyd,

1979).

Derajat kesaman (pH) merupakan suatu parameter yang dapat

menentukan produktivitas suatu perairan. Pada umumnya pH air laut tidak

banyak bervariasi karena adanya sistem karbondioksida dalam laut maka air laut

mempunyai kapasitas penyangga yang kuat (Nontji, 1993)

Zieman (1982) dalam Arifin (2001) menyatakan bahwa lamun menyerap

karbon anorganik untuk digunakan dalam fotosintesis sebagai CO atau CO32-

Rata-rata pH air laut normal 7,8 – 8,2 suatu kadar dimana karbon monoksida

bebas tidak melimpah. Selama fotosintesis aktif, pH dapat naik hingga 8,9 dan

bahkan sampai 9,4 di perairan tropik. Nilai pH 8,9 tidak terdapat karbon

monoksida bebas di dalam air dan karbon ion bikarbonat juga kurang.

D. Peranan dan Fungsi Padang Lamun

Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah

membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang

terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen. Selain itu, padang lamun

juga memiliki kemampuan berproduksi primer yang tinggi secara langsung

berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya.

Padang lamun juga diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan, baik

yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor (Mc Roy dan Helferich, 1977).

12

Page 13: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

Dari segi fungsi ekologis, lamun merupakan ekosistem yang produktif

karena dapat memproduksi bahan organik yang menjadi sumber bahan makanan

biota lainnya. Karena itu, di padang lamun ditemukan berbagai jenis ikan dan

organisme lainnya baik sebagai habitat maupun sebagai tempat mencari makan.

Fungsi ekologis lainnya ialah sebagai substrat yaitu melindungi pantai dari erosi

dan melindungi terumbu karang dari proses sedimentasi.

Secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting di

daerah pesisir. Komunitas ini mempunyai peran ganda dalam pengendalian atau

perubahan ekosistem perairan, yaitu sebagai makanan hewan, habitat biota

epifit, produser serasah melalui proses dekomposisi, pendaur zat hara organik

maupun anorganik, serta perangkap dan penstabil sedimen (Purwanto dan

Suryadiputra, 1984)

(Nybakken, 1992 dan Den Hartog, 1970) membagi fungsi lamun sebagai

sumber utama produktivitas primer di perairan dangkal. Merupakan sumber

makanan yang penting bagi organisme, penstabil dasar-dasar yang lunak,

perangkap sedimen dan melindungi organisme dari pengaruh cahaya matahari

yang kuat.

Di daerah padang lamun, organisme melimpah karena lamun digunakan

sebagai tempat perlindungan dan persembunyian dari predator dan dari

pengaruh kecepatan arus yang tinggi serta sebagai sumber makanan baik

daunnya maupun epifit atau detritus. Jenis-jenis polychaeta dan hewan-hewan

nekton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga memproduksi

sejumlah besar bahan-bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit,

mikroflora dan mikrofauna (Fortes, 1989).

Peranan lamun terhadap lingkungan terutama ekosistem pantai telah

diidentifikasikan lima tipe interaksi utama antara padang lamun, mangrove dan

terumbu karang, yaitu interaksi fisik, nutrient dan zat-zat organik terlarut, materi

13

Page 14: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

organik melayang, ruaya hewan dan dampak manusia (Unesco, 1983 dalam Abdi

2002).

Meskipun padang lamun merupakan ekosistem yang penting namun

pemanfaatan langsung tumbuhan lamun untuk kebutuhan manusia tidak banyak

dilakukan. Beberapa jenis lamun dapat digunakan sebagai bahan makanan,

samo-samo Enhalus acoroides misalnya, bijinya dimanfaatkan sebagai bahan

makanan (Nontji, 1993).

Padang lamun juga berfungsi sebagai perangkap sedimen dan

selanjutnya membentuk dasar. Jika pertumbuhannya mencapai permukaan,

daun yang mengapung mematahkan kekuatan ombak, dan dengan demikian

membentuk habitat yang berair tenang di bawahnya (Nybakken, 1992).

Apabila air sedang surut rendah, sebagian padang lamun ini tersembul

keluar dari air (exposed) terutama bila komponen utamanya adalah Enhalus

acoroides yang berdaun seperti pita yang panjang. Pada kondisi ini burung-

burung pantai menjadikan padang lamun ini sebagai tempat mencari makan

(Nontji, 1993).

Tumbuhan lamun sebagai komoditi sudah banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat baik secara tradisional maupun modern. Secara tradisional lamun

telah dimanfaatkan untuk : dianyam menjadi keranjang, dibakar untuk garam,

soda atau penghangat, mengisi kasur, atap rumbai, kompos dan pupuk, isolasi

suara dan suhu, tumpukan untuk pematang, cerutu dan mainan anak-anak.

Sedangkan secara modern lamun telah dimanfaatkan sebagai penyaring limbah,

stabilisator pantai, bahan untuk pabrik kertas, sumber bahan kimia penting,

pupuk, makanan dan obat-obatan (Romimohtarto, 1991).

14

Page 15: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan, yaitu dari

bulan Mei - Oktober 2014. Jangka waktu tersebut mencakup studi literatur, survei

lokasi, pengambilan data di lapangan, dan pengolahan data. Penelitian ini

dilakukan di perairan Kepulauan Balabalakang Kabupaten Mamuju Provinsi

Sulawesi Barat (Gambar 1). Kepulauan Balabalakang berjarak sekitar 85 mil dari

daratan utama Kabupaten Mamuju (Pemda Kabupaten Mamuju, 2009). Kondisi

padang lamun di Kepulauan Balabalakang bervariasi dari kategori miskin sampai

kaya.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

15

Page 16: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perahu motor sebagai

alat transportasi ke lokasi penelitian, alat selam dasar untuk mempermudah

pengambilan data lapangan, GPS untuk mengetahui koordinat lokasi stasiun,

Salinometer mengukur salinitas, layang-layang arus dan stop wach untuk

mengukur kecepatan arus, turbidimeter digunakan untuk mengukur kekeruhan,

tiang berskala digunakan untuk mengukur kedalaman, pH-meter digunakan

untuk mengukur pH, transek kuadran untuk mengamati tutupan lamun, roll meter

mengukur jarak tiap stasiun pengamatan, Pensil dan sabak untuk mencatat hasil

di lapangan, kamera bawah air untuk dokumentasi, kantong sampel untuk tempat

penyimpan sampel, Cool box untuk menyimpan sampel selama perjalanan ke

laboratorium,

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap ini meliputi studi literatur dan pengumpulan data yang berhubungan

dengan penelitian, serta mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan selama

penelitian di lapangan.

2. Observasi Lapangan

Observasi lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kondisi

umum lokasi penelitian. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan

secara umum sebelum dilakukan penentuan stasiun.

3. Penentuan Stasiun

Penentuan stasiun ini dilakukan dengan memperhatikan keterwakilan dari

lokasi penelitian secara keseluruhan berdasarkan pada luasan dan sebaran

lamun pada setiap pulau. Pada setiap stasiun ditetapkan sebanyak masing-

16

Page 17: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

masing 3 transek garis pada ekosistem lamun yang ditarik tegak lurus dari arah

pantai ke arah laut.

4. Tahap Pengambilan Data

a. Pengambilan data lamun

Persentase penutupan lamun, kerapatan jenis dan komposisi jenis

dilakukan menurut metode transek kuadran yang ditempatkan secara

sistematis sepanjang transek garis (English et al, 1994).

Adapun prosedur umumnya yaitu :

1) Menentukan posisi stasiun.

2) Pada tiap stasiun diletakkan 3 transek garis pararel satu dengan yang

lainnya dan tegak lurus garis pantai. Jarak antara transek garis 100

meter dan pada setiap transek garis dipasang transek kuadran secara

sistematis dengan jarak 10 meter.

Gambar 2. Prosedur penempatan transek line untuk pengamatan sebaran dan tutupan lamun (McKeinzie et al, 2001)

3) Mengestimasi persentase penutupan lamun dengan menempatkan

transek kuadrat (50cm x 50cm) dengan kisi-kisi (10cm x 10cm) pada

setiap titik sampling di sepanjang transek garis tersebut (Azhar et al,

1997). Pengamatan persen penutupan lamun dilakukan dengan

menghitung berapa persen suatu spesies menutupi areal dalam tiap

17

Page 18: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

sub plot pengamatan. Estimasi penutupan di dasarkan pada Seagrass

Watch Method (McKeinzie et al, 2001) (Gambar 2).

4) Kerapatan lamun didapatkan dengan cara menghitung banyaknya

spesies yang terdapat dalam setiap plotnya.

Gambar 3. Estimasi tutupan lamun untuk kegiatan seagrass watch method (McKeinzie et al, 2001)

Untuk mengetahui kondisi lamun berdasarkan penutupan, digunakan

standar berdasarkan Kepmen LH No. 200 tahun 2004 tentang kriteria baku

kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun (Tabel 1)

Tabel 1. Kepmen Lingkungan Hidup No. 200 tahun 2004

KONDISI TUTUPAN (%)

BAIK KAYA/SEHAT ≥ 60

RUSAK

KURANG KAYA/KURANG SEHAT 30 – 59,9

MISKIN ≤ 29,9

18

Page 19: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

b. Pengukuran Parameter Oseanografi.

1) Suhu

Pengukuran suhu dilakukan langsung di lapangan pada setiap

stasiun dengan menggunakan termometer, yakni dengan cara

mencelupkan termometer ke dalam sampel air laut kemudian

mencatat yang ditunjukan skala suhu. Satuan suhu yang digunakan

yaitu derajat celcius ( C)

2) Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan langsung di lapangan pada setiap

stasiun yang diamati dengan menggunakan alat ukur salinometer.

Satuan yang digunakan yaitu permil (ppm).

3) Kecepatan Arus

Pengukuran arus dilakukan pada setiap stasiun pengamatan. dengan

menggunakan layang-layang arus dan stop watch, Kecepatan arus

diketahui dengan cara menghitung selang waktu (t) yang dibutuhkan

layang arus untuk menempuh jarak (s).

4) Kekeruhan

Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan menggunakan turbidimeter

pada setiap stasiun pengamatan.

5) pH (derajat keasaman)

Pengukuran derajat keasaman atau pH pada air dilakukan dengan

menggunakan alat pH-meter.

19

Page 20: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

D. Analisis Data

Dari semua hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif

dalam bentuk tabel, grafik dan gambar.

1. Kerapatan jenis lamun

D=ni

A

Dimana : D = Kerapatan jenis lamun (tegakan/m2)

ni = Jumlah tegakan jenis lamun ke-i

A = Luas area (m2)

2. Frekuensi kemunculan jenis (Bengen, 2000)

F= p

∑ Px100%

Dimana : F = Frekuensi kemunculan jenis (%)

P = Jumlah plot dimana lamun ditemukan

∑ P = Jumlah seluruh plot

Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun di Kepulauan

Balabalakang dianalisis dengan regresi linear sederhana dengan menggunakan

bantuan soft ware Microsoft Exel 2007. Pada analisis tersebut, data tutupan

lamun digunakan sebagai sumbu Y dan data kerapatan digunakan sebagai

sumbu X.

20

Page 21: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kepulauan Balabalakang berjarak sekitar 85 mil dari daratan utama

Kabupaten Mamuju. Kondisi padang lamun di Kepulauan Balabalakang

bervariasi dari kategori miskin sampai kaya. Kondisi yang berada dalam kategori

rusak sampai sedang terdapat pada Pulau Pongpongan, Tappilagaan, Ambo dan

Samataha. Untuk kondisi yang masih bagus ditemukan di Pulau Seloang,

Salissingan dan Sabakkatan. Semmentara yang masih tergolong sangat bagus

hanya ditemukan di Pulau Saboyan (Pemda Kabupaten Mamuju, 2009).

B. Parameter Oseanografi

Dalam suatu ekosistem tentunya terdapat berbagai parameter lingkungan

yang menentukan karakteristik dari ekosistem tersebut. Adapun parameter yang

diukur pada penelitian adalah suhu, salinitas,, kekeruhan, pH, kecepatan arus.

Hasil nilai rata-rata pengukuran parameter oseanografi disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil rata-rata suhu, salinitas,, kekeruhan, pH, dan kecepatan arus.

Parameter Ocseanografi

Pulau Suhu (ºC)

Salinitas (o/oo)

Kekeruhan (NTU) pH Kec. Arus

(m/det)Ambo 30 31 0,58 6,7 0,076Lamudaan 29,1 30 0,08 7,87 0,082Malambir besar 29,7 30 0,01 7,5 0,081Malambir kecil 29,8 30 0,03 7,6 0,083Siloang 31,8 31 0,05 7,93 0,043Popongan 29,5 31 0,53 7,54 0,076Sumanga Besar 29,6 31 0,52 7,72 0,227Salisihang 29,8 31 0,5 7,54 0,093Saboyang 29,7 31 0,51 7,67 0,500

21

Page 22: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

Sabakatang 29,4 31 0,6 7,41

0,172

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh

terhadap ekosistem lamun. Suhu juga menjadi faktor pembatas bagi

pertumbuhan dan distribusi lamun. Hasil pengukuran parameter lingkungan

terlihat bahwa kisaran suhu yang diperoleh pada saat pengukuran adalah 29ºC –

31ºC. Hasil pengukuran suhu air laut tersebut tidak menunjukkan perbedaan nilai

suhu yang besar. Suhu yang diperoleh dalam pengukuran masih dalam kisaran

yang optimun untuk pertumbuhan lamun (gambar 4). Seperti yang dinyatakan

Arifin (2001) bahwa suhu optimun untuk pertumbuhan lamun adalah 28ºC –

30ºC, Ditambahkan pula oleh Dahuri (1996), bahwa lamun masih dapat

mentolerir suhu sampai 36ºC. Suhu mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu

proses fotosintesis, pertumbuhan dan reproduksi. Proses fisiologis tersebut akan

menurun tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal

tersebut.

Ambo

Lamudaa

n

Malambir b

esar

Malambir k

ecil

siloan

g

Popongan

Suman

ga Besa

r

Salisih

ang

Saboya

ng

Sabaka

tang

27.528

28.529

29.530

30.531

31.532

32.5

Suhu

(ºC

)

Gambar 4. Suhu perairan pada stasiun penelitian

22

Page 23: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

2. Salinitas

Lamun diketahui memiliki kisaran toleransi yang besar terhadap salinitas.

Perubahan gradien salinitas umumnya terjadi di daerah estuaria atau muara

sungai yang menjadi tempat bertemunya air tawar dengan air laut. Salinitas di

perairan Kepulauan Babalakang yang terukur berkisar antara 30 – 31 ‰. Kisaran

salinitas yang terukur di semua Pulau tersebut masih dalam batas normal untuk

pertumbuhan lamun di daerah tropis (Gambar 5). Sesuai dengan apa yang

dikatakan oleh Ziemen (1975) dalam Supriharyono (2000) bahwa salinitas yang

optimun untuk pertumbuhan lamun berkisar antara 25 – 35 ‰. Menurut Dahuri et

al (2001) bahwa kisaran salinitas yang optimal untuk mendukung pertumbuhan

lamun adalah 35 ‰.

Ambo

Lamudaa

n

Malambir b

esar

Malambir k

ecil

siloan

g

Popongan

Suman

ga Besa

r

Salisih

ang

Saboya

ng

Sabaka

tang

29.429.629.8

3030.230.430.630.8

3131.2

Salin

itas

(‰)

Gambar 5. Salinitas perairan pada stasiun penelitian

3. Kekeruhan

Kekeruhan berkaitan dengan intensitas cahaya yang dapat tembus ke

dalam kolom air, di mana perairan dengan kekeruhan yang tinggi akan

mengakibatkan banyaknya cahaya yang dipantulkan kembali oleh partikel-

23

Page 24: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

partikel tersuspensi sehingga intensitas cahaya matahari yang bisa di terima oleh

lamun tidak optimal dan akan mengganggu proses fotosintesis (Hamid, 1996)

dalam Supriadi (2002).

Kisaran kekeruhan air yang terukur berkisar antara 0,01 – 0,60 NTU

(Gambar 6), dimana pada tingkat kekeruhan terendah didapatkan pada Pulau

Melambir besar sebesar 0,01 NTU dan pada tingkat kekeruhan tertinggi pada

Pulau Sabakatang sebesar 0,60 NTU.

Ambo

Lamudaa

n

Malambir b

esar

Malambir k

ecil

siloan

g

Popongan

Suman

ga Besa

r

Salisih

ang

Saboya

ng

Sabaka

tang

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

Kek

eruh

an (N

TU)

Gambar 6. Kekeruhan perairan pada stasiun penelitian

4. pH

Kisaran derajat keasaman yang ditemukan dari seluruh stasiun penelitian

berkisar 7,25 -7,93 dan merupakan kisaran yang masih normal untuk perairan

tropis (gambar 7). Kaswadji (1997) dalam Patiung (2004) mengatakan bahwa

suatu perairan dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih dari 8,5 merupakan

perairan yang tidak produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5

mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi.

24

Page 25: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

Ambo

Lamudaa

n

Malambir b

esar

Malambir k

ecil

siloan

g

Popongan

Suman

ga Besa

r

Salisih

ang

Saboya

ng

Sabaka

tang

6.8

7

7.2

7.4

7.6

7.8

8

pH

Gambar 7. pH perairan pada stasiun penelitian

5. Kecepatan Arus

Hasil pengukuran kecepatan arus yang didapatkan berkisar 0,045 m/detik

– 0,172 m/detik, keberadaan lamun juga sangat berpengaruh terhadap

kecepatan arus, karena lamun dapat menghalangi pergerakan arus. Dengan

demikian dapat mendukung kehidupan organisme di dalamnya (Gambar 8).

Dahuri (2003) menjelaskan bahwa kecepatan arus perairan berpengaruh

terhadap produktivitas padang lamun. Arus dengan kecepatan 0,5 m/detik masih

termasuk kondisi yang baik untuk pertumbuhan lamun.

Gambar 8. Kecepatan Arus perairan pada stasiun penelitian

25

Ambo

Lamudaa

n

Malambir b

esar

Malambir k

ecil

siloan

g

Popongan

Suman

ga Besa

r

Salisih

ang

Saboya

ng

Sabaka

tang

00.020.040.060.08

0.10.120.140.160.18

0.2

Kec

. Aru

s (m

/dtk

)

Page 26: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

C. Distribusi Lamun di Kepulauan Balabalakang

Berdasarkan penelitian ditemukan sebanyak 5 jenis lamun yang tersebar

di Kepulauan Balabalakang yaitu Thalassia hempricii, Halophila ovalis, Halodule

uninervis, cymodocea rotundata dan cymodocea serrulata. Jumlah jenis lamun

masing-masing pulau dari 2 sampai 5 jenis. Pulau Lamudaan, Melambir kecil,

Melambir besar, Saboyan, dan Sabakatang mempunyai 2 jenis lamun yang di

dapatkan. Jumlah jenis lamun di pulau Ambo, dan Sumanga besar sebanyak 3

jenis, Pulau Popoongan dan Salisingan sebanyak 4 jenis, sementara di Pulau

Seloan di temukan jumlah jenis terbanyak yaitu 5 jenis (Tabel 3).

Namun demikian, besar kemungkinan ada jenis-jenis lamun yang belum

tercatat karena keterbatasan stasiun pada masing-masing pulau.

Tabel 3. Distribusi Lamun di Kepulauan Balabalakang

No JenisLokasi

FK (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Thalassia hemprichii

√ √ √ √ √ √ √ 70

2 Halophila ovalis

√ √ √ √ √ √ √ √ 80

3 Halodule uninervis

√ √ √ √ √ √ √ √ 80

4 Cymodocea rotundata

√ √ √ √ √ 50

5 Cymodocea serrulata

√ 10

Jumlah Jenis 3 2 2 2 5 4 3 4 2 3

Ket.

1. Pulau Ambo

2. Pulau Lamudaan

3. Pulau Melambir kecil

4. Pulau Melambir besar

26

Page 27: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

5. Pulau Seloan

6. Pulau popoongan

7. Pulau Sumanga besar

8. Pulau Salisingan

9. Pulau Saboyan

10. Pulau Sabakatang

Frekuensi kemunculan dari suatu spesies lamun menunjukkan derajat

penyebaran jenis lamun dalam suatu komunitas. Menurut Tomascik et al. (1997),

pola penyebaran jenis-jenis lamun di Indonesia cenderung mengelompok

(patchy) dan didominasi oleh komunitas campuran. Dari hasil perhitungan

frekuensi jenis lamun di kepulauan Balabalakang, kemunculan jenis lamun

Halophila ovalis dan Halodule uninervis yang paling sering ditemukan

dibandingkan dengan jenis lamun lainnya. Frekuensi kemunculan kedua jenis

tersebut masing-masing sebesar 80%, dimana kedua jenis lamun ini

penyebarannya hampir diseluruh lokasi di kepulauan balabalakang, Halophila

ovalis tidak ditemukan di Pulau Melambir kecil dan Pulau Saboyan, sedangkan

Halodule uninervis tidak ditemukan di Pulau Sumanga besar dan Pulau Saboyan.

Disamping kedua jenis tersebut jenis Thalassia hemprichii juga

mempunyai frekuensi kemunculan yang tergolong tinggi mencapai 70%, namun

jenis ini tidak ditemukan di Pulau Lamudaan, Pulau Melambir besar, dan Pulau

Sabakatang. Frekuensi kemunculan jenis lamun yang paling sedikit adalah jenis

Cymodocea serrulata dengan nilai frekuensi kemunculan sebesar 10% yang

hanya terdapat di Pulau Seloan. Menurut Hemminga dan Duarte (2000), daerah

sebaran lamun yang luas mengindikasikan daya adaptasi yang tinggi sehingga

suatu jenis lamun dapat tumbuh dengan baik pada tipe habitat yang berbeda-

beda dengan kondisi lingkungan yang berubah-ubah setiap saat.

27

Page 28: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

D. Tutupan Lamun

1. Tutupan Total

Persentase penutupan lamun menggambarkan seberapa luas lamun

menutupi dasar perairan. Tingginya persen penutupan lamun tidak selamanya

linear dengan tingginya jumlah jenis maupun tingginya kerapatan jenis karena

pengamatan penutupan yang dilihat adalah penutupan substrat oleh helaian

daun sedangkan pada kerapatan jenis yang dilihat adalah jumlah tegakan. Lebar

helaian daun sangat berpengaruh pada penutupan substrat, makin lebar helaian

daun maka semakin besar menutupi substrat.

Penutupan lamun berhubungan erat dengan habitus atau bentuk

morfologi dan ukuran suatu spesies lamun. Mengacu pada Kepmen LH No. 200

tahun 2004 maka kondisi penutupan lamun di Kepulauan Balabalakang berkisar

dari kondisi miskin sampai kaya/sehat (Gambar 9). Nontji (1993) mengatakan

bahwa kerusakan lamun di timbulkan oleh beberapa faktor seperti gangguan fisik

dan lingkungan baik oleh alam maupun manusia. Gangguan tersebut dapat

mempengaruhi jumlah tegakan, kerapatan, pola sebaran dan dapat mengurangi

persen tutupan lamun.

28

Page 29: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

P. ambo

P. Lamudaan

P. Mela

mbir keci

l

P. Mela

mbir besa

r

P. Selo

an

P. Poopongan

P.Suman

ga besa

r

P.Salisi

ngan

P. Sab

oyan

P.Sabaka

tang

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

Series1

Penu

tupa

n To

tal (

%) Kurang

Kaya/Kurang Miskin

Miskin

Kaya

Gambar 9. Penutupan Total lamun di Kepulauan Balabalakang

Kondisi kaya / sehat di temukan pada 2 pulau dari total 10 pulau (20%),

kondisi kurang kaya / kurang sehat juga di temukan pada 2 pulau (20%),

sedangkan kondisi miskin di temukan pada 6 pulau (60%). Umumnya kondisi

lamun di Kepulauan Balabalakang tergolong ke dalam kategori miskin. Pulau

dengan kondisi tutupan lamun sehat/kaya terdapat pada Pulau Saboyan dengan

persentase tutupan 84% dan Pulau Salisingan dengan persentase tutupan 61%,

Pulau dengan kondisi tutupan lamunnya kurang kaya / kurang sehat terdapat

pada Pulau Seloan dengan persentase tutupan 32% dan Pulau Sumanga besar

dengan persentase tutupan 48%, sedangkan tutupan terendah pada Pulau

Melambir kecil dengan persentase tutupan 1%, Pulau Melambir besar dengan

persentase tutupan 2%, Pulau Sabakatang dengan persentase tutupan 4%,

Pulau Lamudaan dengan persentase penutupan 12%, Pulau Ambo dengan

29

Page 30: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

persentase tutupan 18%, dan Pulau Poopongan dengan persentase tutupan

22%.

2. Tutupan jenis

a) Thalassia Hempricii

Hasil penelitian menunjukan tutupan jenis lamun Thalassia hempricii

berkisar antara 1-46% , dimana pulau dengan tutupan lamun tertinggi di temukan

pada Pulau Salisingan dan Pulau Saboyan dengan nilai tutupan masing-masing

sebesar 46% dan yang terendah ditemukan pada Pulau Melambir besar dan

Pulau Ambo dengan nilai tutupan masing-masing sebesar 2% dan 1% (Gambar

10). Jenis lamun Thalassia hemprichii yang menyebar merata hampir di setiap

pulau dengan tutupan yang merata. Hal tersebut disebabkan karena Thalassia

hemprichii menyukai habitat dengan kecepatan arus yang cukup tinggi

mempunyai struktur morfologi akar yang kokoh sehingga tidak mudah tercabut

(Fauziyah, 2004).

P. ambo

P. Lamudaan

P. Mela

mbir keci

l

P. Mela

mbir besa

r

P. Selo

an

P. Poopongan

P.Suman

ga besa

r

P.Salisi

ngan

P. Sab

oyan

P.Sabaka

tang

0%5%

10%15%20%25%30%35%40%45%50%

Tutu

pan

Lam

un (%

)

Gambar 10. Penutupan Jenis lamun Thalassia Hempricii di Kepulauan Balabalakang

30

Page 31: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

b) Halophila ovalis

Tutupan jenis lamun Halophila ovalis berkisar antara 5%-60% dimana

jenis lamun dengan tutupan tertinggi ditemukan pada Pulau Melambir besar

dengan tutupan sebesar 60% dan jenis lamun dengan tutupan terendah

ditemukan di Pulau Seloan dengan tutupan sebesar 5%.

P. ambo

P. Lamudaan

P. Mela

mbir keci

l

P. Mela

mbir besa

r

P. Selo

an

P. Poopongan

P.Suman

ga besa

r

P.Salisi

ngan

P. Sab

oyan

P.Sabaka

tang

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Tutu

pan

Lam

un (%

)

Gambar 11. Penutupan Jenis lamun Halophila ovalis di Kepulauan Balabalakang.

c) Halodule Uninervis

Tutupan jenis lamun Halodule Uninervis terdapat disemua pulau pada

Kepulauan Balabalakang yang berkisar antara 1%-49%. Dimana pulau dengan

tutupan lamun tertinggi di temukan pada Pulau Sumanga besar dengan nilai

tutupan sebesar 49%, dan terendah ditemukan pada Pulau Lamudaan dengan

tutupan lamun 1%.

31

Page 32: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

P. ambo

P. Lamudaan

P. Mela

mbir keci

l

P. Mela

mbir besa

r

P. Selo

an

P. Poopongan

P.Suman

ga besa

r

P.Salisi

ngan

P. Sab

oyan

P.Sabaka

tang

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Tutu

pan

Lam

un (%

)

Gambar 12. Penutupan Jenis lamun Halodule Uninervis di Kepulauan Balabalakang

d) Cymodocea rotundata

Tutupan jenis lamun Cymodocea rotundata hanya terdapat pada 2 pulau

dengan kisaran antara 13%-24%. Dimana pulau dengan tutupan tertinggi

ditemukan pada Pulau Poopongan dengan nilai tutupan lamun sebesar 24%,

dan pulau dengan tutupan terendah ditemukan pada Pulau Seloan dengan

tutupan lamun sebesar 13%.

Gambar 13. Penutupan Jenis lamun Cymodocea rotundata di Kepulauan Balabalakang

32

P. ambo

P. Lamudaan

P. Mela

mbir keci

l

P. Mela

mbir besa

r

P. Selo

an

P. Poopongan

P.Suman

ga besa

r

P.Salisi

ngan

P. Sab

oyan

P.Sabaka

tang

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Tutu

pan

Lam

un (%

)

Page 33: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

e) Cymodocea serrulata

Sedangkan tutupan jenis Lamun Cymodocea serrulata hanya ditemukan

di Pulau Seloan dengan tutupan lamun sebesar 10%.

P. ambo

P. Lamudaan

P. Mela

mbir keci

l

P. Mela

mbir besa

r

P. Selo

an

P. Poopongan

P.Suman

ga besa

r

P.Salisi

ngan

P. Sab

oyan

P.Sabaka

tang

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

Tutu

pan

Lam

un (%

)

Gambar 14. Penutupan Jenis lamun Cymodocea serrulata di Kepulauan Balabalakang

E. Hubungan antara kerapatan dan penutupan

Uji regresi sederhana menggunakan bantuan software Microsoft Excel

2007. Variabel yang diuji yaitu nilai total kerapatan lamun di semua pulau dan

persentase tutupan lamun pada semua pulau pada perairan Kepulauan

Balabalakang. Secara umum hubungan antara kerapatan dan tutupan untuk

semua jenis lamun bersifat positif. Hal ini berarti semakin tinggi kerapatan maka

semakin nilai tutupannya.

1) Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun Thalassia hemprichii

Hubungan linear antara kerapatan dan tutupan lamun jenis

Thalassia hemprichii ditunjukan oleh persamaan Y = 12,207 + 0,1421X,

dimanan Y merupakan tutupan lamun dan X merupakan kerapatan

lamun. Nilai koefisien determinasi (R2) antara kerapatan lamun dengan

33

Page 34: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

tutupan lamun diperoleh 0,8394 (83,94%) yang berarti hubungan

diantara keduanya cukup erat dan berhubungan searah (Gambar 15).

Koefisien determinasi menunjukkan bahwa 83,94% kerapatan lamun

dipengaruhi oleh persentase tutupan dan 16,06% oleh faktor lain.

150 200 250 300 350 400 450 500 550 6000

10

20

30

40

50

60

70

80

90f(x) = 0.142071106094808 x + 12.206546275395R² = 0.839402149394774

Series2

Tegakan (m2)

Tutu

pan

(%)

Gambar 15. Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun Thalassia hemprichii

2) Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun Halophila ovalis.

Hubungan linear antara kerapatan dan tutupan lamun jenis Nilai

Halophila ovalis ditunjukan oleh persamaan Y = 6,9848 + 0,5314X,

dimanan Y merupakan tutupan lamun dan X merupakan kerapatan

lamun. Nilai koefisien determinasi (R2) antara kerapatan lamun dengan

tutupan lamun diperoleh 0,5314 (53,14%) yang berarti hubungan

diantara keduanya kurang erat (Gambar 16). Sebagian mempunyai

variabel independent (kerapatan lamun) yang tinggi bertolak belakang

dengan variabel dependent (tutupan lamun) yang rendah. koefisien

determinasi menunjukkan bahwa hanya 53,14% kerapatan lamun

dipengaruhi oleh persentase tutupan dan 46,86% oleh faktor lain.

34

Page 35: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

100 150 200 250 300 350 400 450 5000

10

20

30

40

50

60

70

80

90

f(x) = 0.14529404372958 x + 6.98479517466701R² = 0.531423449781976

Tegakan (m2)

Tutu

pan

(%)

P.Sabakatang

P.Popoongan

P.Sumanga besar

P.AmboP.lamudaan

P.Melambir besar

Gambar 16. Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun Halophila ovalis.

3) Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun Cymodocea rotundata

Hubungan linear antara kerapatan dan tutupan lamun jenis Nilai

Cymodocea rotundata ditunjukan oleh persamaan Y = 5,8623 + 0,1047X,

dimanan Y merupakan tutupan lamun dan X merupakan kerapatan

lamun. Nilai koefisien determinasi (R2) antara kerapatan lamun dengan

tutupan lamun diperoleh 0,6807 (68,07%) yang berarti hubungan

diantara keduanya cukup erat dan berhubungan searah (Gambar 17).

Koefisien determinasi menunjukkan bahwa 68,07% kerapatan lamun

dipengaruhi oleh persentase tutupan dan 31,93% oleh faktor lain.

35

Page 36: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

150 200 250 300 350 400 450 500 5500

10

20

30

40

50

60

70

f(x) = 0.104710144927536 x + 5.8623188405797R² = 0.680665009575812 Se

...

Tegakan (m2)

Tutu

pan

(%)

P.Seloan

P.Saboyan

P.Sumanga besar

P.Popoongan

Gambar 17. Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun Cymodocea rotundata.

4) Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun Halodule uninervis

Hubungan linear antara kerapatan dan tutupan lamun jenis Nilai

Cymodocea rotundata ditunjukan oleh persamaan Y = 3,0527 + 0,186X,

dimanan Y merupakan tutupan lamun dan X merupakan kerapatan

lamun. Nilai koefisien determinasi (R2) antara kerapatan lamun dengan

tutupan lamun diperoleh 0,8205 (82,05%) yang berarti hubungan diantara

keduanya cukup erat dan berhubungan searah (Gambar 18). Koefisien

determinasi menunjukkan bahwa hampir 82,05% kerapatan lamun

dipengaruhi oleh persentase tutupan dan 17,95% oleh faktor lain.

36

Page 37: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

50 100 150 200 250 300 350 400 450 5000

10

20

30

40

50

60

70

80

90

f(x) = 0.186037061118335 x − 3.0526657997399R² = 0.820498714643295

Se...

Tegakan (m2)

Tutu

pan

(%)

P.melambir kecil

P.Seloan

P.Ambo

P.Salisingan

Gambar 18. Hubungan antara kerapatan dan tutupan lamun Halodule uninervis.

37

Page 38: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah jenis lamun yang ditemukan di Kepulauan Balabalakang terdiri dari 5

jenis, yaitu Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halodule uninervis,

cymodocea rotundata dan cymodocea serrulata. Jenis cymodocea serrulata

mempunyai sebaran yang terbatas ditemukan hanya pada satu pulau (Pulau

Seloan) sementara jenis Halophila ovalis dan Halodule uninervis mempunyai

sebaran yang paling luas, yaitu ditemukan pada 8 pulau, kecuali di Pulau

Melambir kecil dan Pulau Saboyan untuk jenis Halophila ovalis serta Pulau

Sumanga besar dan Pulau Saboyan untuk jenis Halodule uninervis.

2. Umumnya kondisi padang lamun berdasarkan tutupan di Kepulauan

Balabalakang tergolong kategori miskin (≤ 29,9), yakni ditemukan 6 dari 10

pulau yang ada. Sementara kategori kaya/sehat dan kurang kaya / kurang

sehat ditemukan pada masing-masing 2 pulau.

Saran

Ada pun saran yang kami berikan sehubungan dengan penelitian ini

adalah, dengan melihat kurangnya jumlah jenis lamun yang ada di Kepulauan

Balabalakang disarankan mengadakan transplatasi lamun di beberapa pulau

karena substrat yang ada di lokasi sangat memungkinkan jenis lamun seperti

Enhalus acoroides dan Halodule pinifolia untuk bisa tumbuh di Kepulauan

Balabalakang.

38

Page 39: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, M., 2002. Interaksi Antara Kepadatan Vegetasi Padang Lamun dan Kelimpahan Makrozoobentos di pulau Hoga, Taman Laut Nasoinal Wakatobi. Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.

Arifin., 2001. Ekosistem Padang Lamun. Jurusan Ilmu Kelautan. FIKP. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Azhar I., Benny P., Hanny T., FORPELA SC. 1997. Metode Pemantauan Wilayah Pesisir. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir . Manado.

Bahri, S., 2003. Struktur Komunitas dan Distribusi Spasial Vegetasi Lamun Sepanjang Perairan Pantai Majene. Skripsi Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Bastyan, G.R. and M.L. Cambridge 2008., Transplantation as a method for restoring the seagrass Posidonia australis. Estuarine, Coastal and Shelf Science . 79: 289–299.

Bengen, D. G., 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. PKSPL-IPB. Bogor.

Boyd, C. E., 1979. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevies. Scientific Publishing. Co. New York

Dahuri, R, R Jacub, P.G Sapta, dan M. J . Sitepu, 2001 Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Den Hartog ., 1970. The Seagrass of The World, North Holland Publ.Co. Australian

Djais Ferianto H., Anzori S.,Yvonne, I.P., Pandu, P., 2002. Modul Sosialisasi Dan Orientasi Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Direktorat Jendral Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil, Dinas Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.

English, S., C. Wilkinson and V. Baker, 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australia Institute of Marine Science. Townsville. Australia.

Fauziyah,I,M.,2004. Struktur Komunitas Padang Lamun di Pantai Batu Jimbaran

Sanur. Skripsi. IPB.Bogor

Fortes, M. D., 1989. Sea Grasses, A Resource Unknown in The Asean Region. Iccarm Education.

39

Page 40: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

Haruna, F. S., 1994. Pengaruh Sedimen Dasar Terhadap Penyebaran, Kepadatan, Keanekaragaman, Keseragaman dan Pertumbuhan Padang Lamun Di Laut Sekitar Barang Lompo. Tesis Program Pasca Sarjana Unhas.Ujung Pandang.

Hemminga, 2002. Seagrass Ecology. Published by The Press Syndicate of the

University of Cambridge, United Kingdom

Hutabarat, S. dan S. M. Evans, 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hutomo, M., 1985. Telaah Ekologik Komunitas Ikan pada Padang Lamun

(Seagrass, Anthophyta) di Perairan Teluk Banten. Disertasi. Fakultas

Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Kepmen LH, Nomor 200. 2004. Kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun.

Kiswara W. dan M. Hutomo. 1985. Habitat dan Sebaran Geografik Lamun. Oseana, Volume X. Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI. Jakarta.

Koesbiono, 1995. Ekologi Wilayah Pesisir. PPLH-LP-IPB. Bogor

Mangga Barani, 2003. Kebijakan Perikanan Tangkap dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan. Makalah Seminar Nasional Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

McKeinzie et al, 2001. Estimasi tutupan lamun untuk kegiatan seagrass watch method. Department of Primary Industries Queensland. Australia.

Mc Roy, C. P and C. Hellferich. 1977. Seagrass Ecosystem. A Scientific

Perspective. Mar. Sci. Vol.4. Marcel Dekker inc. New York.

Nasmia, 2012. Produk Alam Laut dari Rumput Laut (Seaweeds) dan Lamun

(Seagrass). Tugas Mata Kuliah Bioteknologi Bahan Hayati Alam Laut.

Ilmu Pertanian. Program Pascasarjanan S3. Universitas Hasanuddin,

Makassar

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nuryanti, 2002. Distribusi dan Kerapatan Vegetasi Lamun Di Perairan Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Skripsi Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Makassar

40

Page 41: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. P. T. Gramedia. Jakarta.

Patiung R.T., 2004. Distribusi dan kepadatan Lamun Di Perairan Pulau Salemo, Pulau Sabangko, dan Pulau Sagara Kabupaten Pangkep.Skripsi Ilmu Kelautan dan Perikanan. UNHAS. Makassar.

Pemerintah Daerah, 2009. Kondisi lamun di Kepulauan Balabalakang Kabupaten Mamuju.

Purwanto J. dan Suryadiputra, 1984. Telaah Ekologis Komunitas Organisme Akuatik Di Padang Sea Grass Dalam Rangka Pengelolaan Perairan Teluk Banten. Proyek Pengembangan Peningkatan Perguruan Tinggi, Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Romimohtarto, K., 1991. Ekosistem Laut dan Pantai. Jakarta

Romimohtarto, K. dan Juana, S., 1999. BIOLOGI LAUT, Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Peberbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI Jakarta.

Supriadi, 2002. Produktivitas Lamun Enhalus acroides dan Thalassia hemprichii di Pulau Barrang Lompo Makassar. Tesis Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Wilayah Pesisir Tropis, P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji dan M.K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas. Part Two. Periplus Editions. Singapura.

Waycott, M., K. McMahon, J. Mellors, A. Calladine, and D. Kleine, 2004. A Guide to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook University, Townsville-Queensland-Australia

Zieman JC. 1975. A Review of Certain Aspects of The Life, Death and Distribution of the seagrass of the South.

41

Page 42: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

42

Page 43: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

STASIUN

LOKASI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 14% 10% 0% 0% 10% 35% 35% 76% 85% 4%

2 23% 20% 0% 0% 53% 28% 40% 49% 85% 4%

3 17% 8% 2% 7% 33% 5% 70% 59% 83% 3%Rata-rata

18% 12% 1% 2% 32% 22% 48% 61% 84% 4%STDEV

4,8% 6,2% 1,0% 4,0% 21,2% 15,4% 19,0% 13,7% 1,2% 0,3%

Lampiran 1. Penutupan Total lamun di Kepulauan Balabalakang

Ket.1. Pulau Ambo

2. Pulau Lamudaan

3. Pulau Melambir kecil

4. Pulau Melambir besar

5. Pulau Seloan

6. Pulau popoongan

7. Pulau Sumanga besar

8. Pulau Salisingan

9. Pulau Saboyan

10. Pulau Sabakatang

Lokasi Lamun

43

Page 44: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

P. Ambo TH HO CR HU CS

Transek I

10        20   25%    30   80%    40       1%50       25%60 1%      70        80       1%90 1%      100       1%

Transek II

10        20   30%   30%30       1%40   45%   45%50   15%   15%60   15%   15%70   10%   10%80        90        100        

Transek III

10   20%   20%20   30%   30%30       1%40   20%   20%50   20%   10%60        70        80        90        100        

Tutupan Jenis  1% 28%   15%

Lampiran 2. Tutupan Jenis lamun di Pulau Ambo

LokasiLamun

44

Page 45: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

P. Lamudaan TH HO CR HU CS

Transek I

10        20        30   45%    40   1%    50   1%    60   1%    70        80   45%    90   5%    100        

Transek II

10        20   45%    30   15%   1%40   80%    50        60   45%    70   10%    80        90        100        

Transek III

10   80%    20        30        40        50        60        70        80        90        100        

Tutupan Jenis    31%   1%

Lampiran 3. Tutupan Jenis lamun di Pulau Lamudaan

Lokasi Lamun

P.Melambir kecil TH HO CR HU CS

45

Page 46: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

Transek I

10        20        30        40 1%      50 1%      60        70        80        90        100        

Transek II

10        20        30        40        50        60        70        80        90        100        

Transek III

10        20        30 1%     1%40 5%      50 1%     10%60        70        80        90        100        

 Tutupan Jenis 2% 6%

Lampiran 4. Tutupan Jenis lamun di Pulau Melambir kecil

Lokasi Lamun

P.Melambir besar TH HO CR HU CS

Transek I 10        

46

Page 47: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

20        30        40        50        60        70        80        90        

100        

Transek II

10        20        30        40        50        60        70        80        90        

100        

 Transek III

10        20        30        40        50   60%   10%60        70        80        90        

100         Tutupan Jenis 60% 10%

Lampiran 5. Tutupan jenis lamun di Pulau Melambir besar

Lokasi Lamun

P.Seloan TH CR HO CS HU

Transek I 10 10%       85%20 1%        

47

Page 48: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

30 5%        40 1%        50          60          70          80        90        

100        

Transek II

10 60%       25%20 45%   5% 10% 25%30 65% 20%      40 65%       15%50 50% 10%     25%60 45% 15%      70 40% 5%      80        90        

100        

Transek III

10 60%       25%20 80%       5%30 60%       1%40 80%   5%    50 5%        60 1%        70          80 5%        90        

100        

Tutupan Jenis 38% 13% 5% 10% 26%

Lampiran 6. Tutupan Jenis di Pulau Seloan

Lokasi Lamun

P.Popoongan TH CR HO CS HU

Transek I 10          20     5%   60%30     45%   45%

48

Page 49: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

40 25%   60%    50 1%        60     60%    70     45%    80        90        100        

Transek II

10          20   45%     15%30 85%        40 65%        50     5%   45%60     15%    70   <1%      80        90        100        

Transek III

10   45%      20   3%      30   3%      40          50          60          70        80        90        100        

 Penutupan Jenis  44% 24% 34% 41%

Lampiran 7. Tutupan jenis lamun di Pulau popoongan

Loaksi Lamun

P.Sumanga besar TH CR HO HR HU

Transek I

10 60%        20 5%        30 45%        40 85%        

49

Page 50: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

50 85%        60 65%        70 5%        80 <1%        90        100        

Transek II

10 10%        20 30% 30%      30   30% 10%    40 15% 35%      50 15% 5%      60   15%      70 30% 40%      80 5%        90 25% 35%      100 20% 45%      

Transek III

10   55% 30%    20   60% 25%    30   60% 25%    40   65% 5%    50   45%      60   80%      70   80%      80   65% 20%    90   85%      100        

  Tutupan Jenis 33% 49% 19%

Lampiran 8. Tutupan jenis lamun di Pulau Sumanga besar

Lokasi Lamun

P.Salisingan TH CR HO CS HU

Transek I

10          20 15% 10%     60%30 20% 10%     55%40 65% 20%      50 60% 20% 5%    

50

Page 51: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

60 55% 20% 10%    70 50% 15% 10%   10%80 65% 20%      90 70% 15%      

100 80%        

Transek II

10   5%     25%20   25%     60%30 3% 15%     15%40 45% 3%     5%50 45%        60 60%        70 45%       5%80 45%       5%90 25%        

100 60%        

Transek III

10   65%     20%20 5% 25%     45%30 45% 20%      40 65%        50 45% 20%      60 25% 5%      70 65%        80 65%        90 25%        

100 45%          Tutupan Jenis 46% 18% 8% 28%

Lampiran 9. Tutupan jenis lamun di Pulau salisingan

Lokasi Lamun

P.Saboyan TH CR HO CS HU

Transek I

10 40% 45%      20 35% 50%      30 30% 55%      40 30% 55%      50 25% 60%      60 35% 50%      

51

Page 52: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

70 40% 45%      80 50% 35%      90 65% 20%      

100 70% 15%      

Transek II

10 65% 20%      20 60% 25%      30 60% 25%      40 55% 30%      50 60% 25%      60 55% 30%      70 45% 40%      80 50% 35%      90 60% 25%      

100 55% 30%      

Transek III

10 70% 15%      20 20% 65%      30 20% 65%      40 25% 60%      50 45% 45%      60 30% 50%      70 20% 65%      80 35% 50%      90 70% 15%      

100 55% 10%        Tutupan Jenis 46% 39%

Lampiran 10. Tutupan Jenis lamun di Pulau Saboyan

Lokasi Lamun

P.Sabakatang TH CR HO CS HU

Transek I

10          20          30     5%   5%40     10%   5%50     10%   3%60          70          

52

Page 53: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

80          90          

100          

Transek II

10          20          30     10%   5%40     10%   3%50     5%   5%60          70          80          90          

100          

Transek III

10          20          30     5%   3%40     10%   5%50     5%   5%60          70          80          90          

100            Tutupan Jenis 8% 4%

Lampiran 11. Tutupan jenis lamun di Pulau sabakatang

 

LamunLokasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Thalassia hemprichii 1%   2%   38% 44% 33% 46% 46%  

Lampiran 12. Tutupan jenis lamun Thalassia hemprichii di Kepulauan Balabalakang

 LamunLokasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Halophila 28% 31%   60% 5% 34% 19% 8%   8%

53

Page 54: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

ovalis

Lampiran 13. Tutupan jenis lamun Halophila ovalis di Kepulauan Balabalakang

LamunLokasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Halodule uninervis 15% 1% 6% 10% 26% 41% 49% 18% 39% 4%

Lampiran 14. Tutupan jenis lamun Halodule uninervis di Kepulauan Balabalakang

 LamunLokasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Cymodocea rotundata         13% 24%        

Lampiran 15. Tutupan jenis lamun Cymodocea rotundata di Kepulauan Balabalakang

 LamunLokasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Cymodocea serrulata        

10%          

Lampiran 16. Tutupan jenis lamun Cymodocea serrulata di Kepulauan Balabalakang

Lokasi Lamun

P.Ambo TH HO CR HU CS

Transek I

10        20   25%    

30   (19/25)*85%    

40       1%50       25%60 1%      70        80       1%

54

Page 55: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

90 <1%      100       1%

Transek II

10        20   30%   30%30       1%

40   (12/25)*45%   (11/25)45%

50   15%   15%60   15%   15%70   10%   10%80        90        100        

Transek III

10   20%   20%20   (9/25)*30%   (7/25)30%30       1%40   20%   20%50   20%   10%60        70        80        90        100        

Lampiran 17. Data kerapatan Lamun di Pulau Ambo

Lokasi Lamun

P.Lamudaan TH HO CR HU CS

Transek I

10        20        

30   (22/25)*45%    

40   <1%    50   <1%    

55

Page 56: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

60   <1%    70        80   18/25x45%    90   5%    

100        

Transek II

10        20   8/25 x 45%    30   15%   1%

40   19/25 x 80%    

50        60   8/25 x 45%    70   10%    80        90        

100        

Transek III

10   16/25 x 80%    

20        30        40        50        60        70        80        90        

100        

Lampiran 18. Data kerapatan Lamun di Pulau Lamudaan

Lokasi Lamun

P.Melambir kecil TH HO CR HU CS

Transek I

10        20        30        40 <1%      50 <1%      60        

56

Page 57: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

70        80        90        

100        

Transek II

10        20        30        40        50        60        70        80        90        

100        

Transek III

10        20        30 <1%     1%40 5%      50 <1%     (5/25)10%60        70        80        90        

100        

Lampiran 19. Data kerapatan Lamun di Pulau Melambir kecil

Lokasi Lamun

P.Melambir besar TH HO CR HU CS

Transek I

10        20        30        40        50        60        70        80        

57

Page 58: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

90        100        

Transek II

10        20        30        40        50        60        70        80        90        100        

Transek III

10        20        30        40        50   16/25x60%   10%60        70        80        90        100        

Lampiran 20. Data kerapatan Lamun di Pulau Melambir besar

Lokasi Lamun

P.Seloan TH CR HO C.S HU

Transek I

10 10%       (23/25)85%

20 <1%        30 5%        40 <1%        50          60          70          80 karang        

58

Page 59: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

90 karang        100 karang        

Transek II

10 (16/25)60%       (7/25)25%

20 (12/25)45%   5% (7/25)10% 25%

30 65% 9/25)20%      

40 (15/25)65%       15%50 50% 10%     (9/25)25%60 45% 15%      70 (11/25)40% 5%      80 karang        90 karang        100 karang        

Transek III

10 (16/25)60%       (14/25)25%

20 (21/25)80%       5%30 60%       1%40 (24/25)80%   5%    50 5%        60 1%        70          80 5%        90 karang        100 karang        

Lampiran 21. Data kerapatan Lamun di Pulau Seloan

Lokasi Lamun

P.Popoongan TH CR HO CS HU

Transek I

10          20     5%   60%

30     (17/25)45%   45%

40 (9/25)25% (21/25)60    

59

Page 60: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

%50 1%        60     60%    70     45%    80 karang        90 karang        

100 karang        

Transek II

10          20   (17/25)45%     15%30 85%        40 65%        50     5%   45%60     (8/25)15%    70   <1%      80 karang        90 karang        

100 karang        

Transek III

10   (13/25)45%      20   3%      30   3%      40          50          60          70 karang        80 karang        90 karang        

100 karang        

Lampiran 22. Data kerapatan Lamun di Pulau Popoongan

Lokasi Lamun

P.Sumanga besar TH CR HO CS HU

Transek I

10 (21/25)60%        20 5%        30 45%        40 (27/25)85%    

60

Page 61: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

50 (26/25)85%        60 65%        70 5%        80 <1%        90 karang        100 karang        

Transek II

10 10%        20 30% 30%      30   (11/25)30% 10%    40 15% 35%      50 15% 5%      60   15%      70 30% (17/25)40%      80 5%        90 25% (9/25)35%      100 20% 45%      

Transek III

10   55% (12/25)30%    20   60% 25%    30   60% 25%    40   65% 5%    50   45%      60   80%      70   80%      80   65% 20%(7/25)    90   85%      100 karang        

Lampiran 23. Data kerapatan Lamun di Pulau Sumanga besar

Lokasi Lamun

P.Salisingan TH CR HO CS HU

Transek I

10          20 15% 10%     60%30 20% 10%     (14/25)55%40 (19/25)65% 20%      50 60% 20% 5%    

61

Page 62: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

60 (15/25)55% 20% 10%    70 50% 15% 10%   10%80 65% 20%      90 (20/25)70% 15%      100 (24/25)80%        

Transek II

10   5%     25%20   25%     (17/25)60%30 3% 15%     15%40 45% 3%     5%50 45%        60 60%        70 45%       5%80 45%       5%90 25%        100 60%        

Transek III

10   65%     20%20 5% 25%     (16/25)60%30 45% 20%      40 65%        50 45% 20%      60 25% 5%      70 (18/25)65%        80 65%        90 25%        100 45%        

Lampiran 24. Data kerapatan Lamun di Pulau Salisingan

Lokasi Lamun

P.Saboyan TH CR HO CS HU

Transek I

10 40% 21/25)45%      20 35% 23/25)50%      30 30% 55%      40 30% 55%    50 25% 60%      60 35% 50%      

62

Page 63: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

70 40% 45%      80 50% 35%      90 65% 20%      

100 70% 15%      

Transek II

10 65% 13/25)20%      20 60% 25%      30 60% 25%      40 55% 17/25)30%      50 60% 25%      60 55% 30%      70 45% 40%      80 50% 35%      90 60% 25%      

100 55% 30%      

Transek III

10 70% 15%      20 20% 25/25)65%    30 20% 65%    40 25% 23/25)60%    50 45% 45%    60 30% 50%    70 20% 65%    80 35% 50%    90 70% 15%    

100 55% 10%      

Lampiran 25. Data kerapatan Lamun di Pulau Saboyan

Lokasi Lamun

P.Sabakatang TH C.R H.O C.S HD.

Transek I

10          20          30     5%   5%40     10%   5%50     10%   3%60          70          80          

63

Page 64: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 14095... · Web view repository.unhas.ac.idsecara optimal, karena terdapatnya beberapa kendala, antara lain adalah

90          100          

Transek II

10          20          30     10%   5%40     10%   3%50     5%   5%60          70          80          90          100          

Transek III

10          20          30     5%   3%40     6/25)10%   5%50     5%   5%60          70          80          90          100          

Lampiran 26. Data kerapatan Lamun di Pulau Sabakatang

64