a. aktivitas antimikroba ekstrak non polar dan polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan)....

30
A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar Pengujian aktivitas antimikroba terhadap ekstrak non polar dan ekstrak polar (defatted dan non defatted) daun beluntas terhadap sel vegetatif bertujuan untuk mengetahui potensi sifat antimikroba. Pengujian dilakukan dengan metode difusi sumur dan kertas cakram, dengan konsentrasi ekstrak yang diuji adalah 20 persen (wlv) dengan konsentrasi bakteri uji adalah lo4 CFUIml. Hasil yang diperoleh merlunjukkan bahwa dengan metode kertas cakram semua ekstrak yang diuji tidak menunjukkan aktivitas antimikroba. Hal ini kemungkinan disebabkan ekstrak yang menempel pada kertas saring jumlahnya terlalu kecil sehingga tidak marr~pu untuk berdifusi ke dalam media. Oleh karena itu untuk pengujian selanjutnya tjigunakan metode difusi sumur. Pengujian ekstrak non polar dengan medium 0,5 persen Tween 80 terhadap bakteri dan kapang uji tidak menunjukkan aktivitas. Hal ini kemungkinan disebabkan komponen aktif yang terdapat di dalam daun beluntas tidak terekstrak dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah ekstrak polar (defatted dan non defatted), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4 terlihat bahwa diameter penghambatan ekstrak non defatted lebih lebar daripada ekstrak defatted terhadap semua bakteri uji. Hal ini diduga disebabkan komponen aktif lebilh banyak terekstrak dalam ekstrak non defatted. Oleh karena itu ekstrak yang digunakan untuk pengujian selanjutnya adalah ekstrak polar non defatted.

Upload: trancong

Post on 28-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar

Pengujian aktivitas antimikroba terhadap ekstrak non polar dan ekstrak

polar (defatted dan non defatted) daun beluntas terhadap sel vegetatif bertujuan

untuk mengetahui potensi sifat antimikroba. Pengujian dilakukan dengan metode

difusi sumur dan kertas cakram, dengan konsentrasi ekstrak yang diuji adalah 20

persen (wlv) dengan konsentrasi bakteri uji adalah l o 4 CFUIml.

Hasil yang diperoleh merlunjukkan bahwa dengan metode kertas cakram

semua ekstrak yang diuji tidak menunjukkan aktivitas antimikroba. Hal ini

kemungkinan disebabkan ekstrak yang menempel pada kertas saring jumlahnya

terlalu kecil sehingga tidak marr~pu untuk berdifusi ke dalam media. Oleh karena

itu untuk pengujian selanjutnya tjigunakan metode difusi sumur.

Pengujian ekstrak non polar dengan medium 0,5 persen Tween 80 terhadap

bakteri dan kapang uji tidak menunjukkan aktivitas. Hal ini kemungkinan

disebabkan komponen aktif yang terdapat di dalam daun beluntas tidak terekstrak

dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai

aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah ekstrak polar (defatted dan non

defatted), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 terlihat bahwa diameter penghambatan ekstrak non defatted

lebih lebar daripada ekstrak defatted terhadap semua bakteri uji. Hal ini diduga

disebabkan komponen aktif lebilh banyak terekstrak dalam ekstrak non defatted.

Oleh karena itu ekstrak yang digunakan untuk pengujian selanjutnya adalah

ekstrak polar non defatted.

Page 2: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah
Page 3: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Puupponen-Pimia et al. (200'1) menyebutkan bahwa komponen fenolik yang

terkandung pada ekstrak berry mampu menghambat beberapa bakteri Gram

negatif, diantaranya adalah Salmonella enterica SH-5014 dan E. coli CM871.

Naidu (2000), mensitir pernyataan Aqeel et al. (1989), menyatakan bahwa

komponen alkaloid yang terdapat pada tanaman Prosopis juliflora mempunyai

kemampuan untuk rnenghambat 31 spesies bakteri, dua spesies Candida, lima

spesies jamur penyebab sakit kulit, dan dua spesies virus. Lebih lanjut Naidu

(2000), mensitir pernyataan Aguwa dan Lawal (1988), menyatakan bahwa pada

daun Caliandra portoricensis mengandung tanin yang dapat menghambat

aktivitas pertum bu han E. coli, S aureus, dan Streptococcus faecalis.

lstilah fenolik atau polifenol dapat didefinisikan secara kimia sebagai suatu

substansi yang mempunyai satu cincin aromatik dan minimal satu (kebanyakan

lebih dari satu) substitusi gugus hidroksi yang termasuk gugus fungsional. Pada

Tabel 4 disajikan kelompok utama fenolik pada tanaman.

Senyawa-senyawa fenol~k tanaman yang telah terbukti memiliki aktivitas

antibakteri, diantaranya adalah turunan dari p-benzekuinon seperti : 2,3-

dimetoksi-5-metil-p-benzokuinon, 2,6-difenil-p-benzekuinon, dan 2,6-dimetoksi-

p-benzokuinon (Nishina et al., 1991). Ekstrak metanol dari tanaman

Mitracarpus scaber yang mempunyai komponen asam galat (Gambar 5-a) dan

asam 3,4,5-trimetoksi asam benzoat (Gambar 5-b), dapat menghambat

pertumbuhan Staphylococcus aureus (MIC 3,90 dan 0,97 pg ml-I), 4-

metoksiasetophenon (Gambar 5-c) dan 3,4,5-trimetoksiasetophenon (Gambar

5 -4 yang sangat efektif menghambat Candida albicans (MIC 1,95 pg ml-'), dan

komponen kaemferol-3-0-rutir~osida (Gambar 5-e), rutin (Gambar 5-f), dan

Page 4: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

psoralen (Gambar 5-g), mempunyai aktivitas rendah terhadap bakteri dan

kapang (MIC 125-500 pg ml-I) ( Bisignano et a/., 2000).

E3enzokuinon 2,6-Dimetoksibenzokuionon Asam fenolik p-Hidroksibenzoat, salisilat Asetofenon 3-Asetil-6-

I I I I metoksibenzaldehida I

lsoflavonoid Genistein Podo h llotoxin

30 . (C6'C3- Biflavonoid Amentoflavon

9

10 13 14

. c6-c3

. C6-C4 . C6-C1-C6 . C6-C2-C6

N

Tanin adalah salah satu kelompok fenolik yang merupakan polimer linear

I ~ 6 h - 1

dari flavan-3-01 dan flavan-3,4-diol. Unit-unit tersebut dihubungkan bersama

Asam fenilasetat Asam hidroksinamik F:enilpropena Kumarin I!;okumarin Kromonon Naftokuinon Xhantone Stilben

c6)2

(C6-C3),, (c6)n (C6-C3-

tanin)

oleh rantai-rantai karbon C4 pada unit yang satu dan C6 atau C8 pada unit yang

p-Hidroksifenilasetat Caffeic, Ferulik Miristisin, eugenol Ambeliferon, aeskuletin Bergenin Eugenin Juglone,plumbagin Mangiferin Asam lunularik

Lignin Katekol melanin Flavolan (kondensat

Sumber : Harborne (1 99613).

lain (Shahidi dan Baczk, 1995). Tanin bersifat dapat menggumpalkan protein,

dapat membentuk kompleks dengan beberapa polisakarida, asam nukleat, dan

alkaloid, dapat mempengaruhi warna, dan berkontribusi terhadap rasa dan

aroma (Shahidi dan Baczk, 1995). Struktur kimia tanin dapat dilihat pada

Gambar 6.

Page 5: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Gambar 5. Beberapa senyawa antimikroba fenol dari tanaman M. scaber (a) asam galat; (b) 3,4,5-trimetoksi asam benzoat; (c) 4- metoksiasetopenon; (d) 3,4,5-trimetoksiasetopenon, (e)kaemferol-3- 0-rutinosida; (9 rutin; (g) prosalen (Bisignano et a/., 2000).

GC EGC EGCg

Gambar 6. Struktur kimia tamin; (C) Katekin; (EC) Epikatekin; (ECg) Epikatekin galat; (GC) Galokatekin; (EGC) Epigalokatekin; (EGCg) Epigalokatein galat (Sakanaka et a/., 1989).

Senyawa-senyawa tanin yang telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri,

adalah berasal dari ekstrak teh hijau yang mempunyai kemampuan untuk

menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Senyawa aktif dari

tanin tersebut adalah galokatekin, epigalokatekin, dan epigalokatekin galat.

Diantara ketiga senyawa aktif tersebut galokatekin mempunyai aktivitas paling

Page 6: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

tinggi dengan nilai MIC 250 pglml. Penghambatan oleh ketiga senyawa aktif

tersebut diduga karena adanya gugus hidroksil (Sakanaka et al., 1989).

Secara umum alkaloid merupakan metabolit basa yang mengandung

nirogen dan banyak sekali ragamnya termasuk struktur kimianya (Mann, 1996).

Aktivitas senyawa-senyawa alkaloid atau senyawa yang mengandung N dari

tanaman sebagai senyawa antimiktoba, belum banyak diketahui, salah satu

yang dikratahui mempunyai aktivitas antimikroba adalah senyawa alkaloid

karbazol dengan struktur dasar seperti disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Struktur dasar alkaloid karbazol (a) dan beberapa senyawa antimikroba alkaloid karbazol (b-e) (Bhattacharyya et al., 1993; Chakraborty et a/., 1995; Ramsewak et al., 1999).

Senyawa antimikroba alkaloid karbazol yang terbukti memiliki aktivitas

antimikroba, diantaranya adalah (a) senyawa 3-metil-6,7-metilenadioksikarbaml

(CI4HllNO2; Gambar 7-b), bersifat antibakteri kuat dengan nilai MIC (pg/ml)

terhadap B. subtilis (15), E, coli (25), dan S. aureus (33), senyawa ini diisolasi

dari fraksi netral ekstrak dietil eter kulit kayu tanaman Clausena heptaphylla

(Bhattacharryya et al., 1993:); (b) 1,8-dimetoksi-3-formilkarbazol (CI5Hl3NO3;

Page 7: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Gambar 7-c), merupakan senyawa antibakteri dan antikapang kuat dengan nilai

MIC (pglml) terhadap S. aureus (3), E. coli (6), C. albicans (8), P. aeruginosa,

dan S. typhi (25), diisolasi dari fraksi netral ekstrak etanol daun tanaman

Clausena heptaphylla (Chakraborty et al., 1995); (c) beberapa senyawa alkaloid

karbazol lain seperti mahanirrrbina (Gambar 7-dl), mahanina (Gambar 7-d.2),

dan murayanol (Gambar 7-e), diisolasi dari ekstrak aseton daun tanaman

Murraya koenigii, terbukti merniliki aktivitas antimikroba khususnya terhadap S.

aireus, E. coli, dan S. pyogenes (Ramsewak et a/., 1999).

Senyawa 1,8-dimetoksi-0-formilkarbazol (CI5Hl3NO3; Gambar 7-c) memiliki

aktivitas antibakteri (S. aureus dan E. coli) lebih tinggi dibandingkan dengan

senyawa 3-metil-6,7-metilenadioksikarbazol (C14HllN02; Gambar 7-b) dari jenis

tanaman yang sama. Hal ini erat kaitannya dengan keberadaan dua gugus

fungsional metoksi (-0-CH3) pada posisi ikatan 1 dan 8 serta gugus aldehida (-

CHO) pada posisi 3 yang bersifat lebih bebas dan terbuka dibandingkan dengan

ikatan rnetilenadioksi pada posisi 6 dan 7 pada senyawa 3-metil-6,7-

metilenadioksikarbazol sehingga diduga senyawa 1,8-dimetoksi-3-formilkarbazol

lebih reaktif terhadap membran sel bakteri dan enzim-enzim respirasi sel

bakteri.

Steroid terdapat pada hewan, tanaman, dan juga pada mikroorganisme.

Kelompok senyawa ini dapat sebagai dalam bentuk ekstrak atau minyak atsiri.

Steroid merupakan degradasi dari senyawa karbon C30 dan mempunyai

hubungan dengan golongan senyawa terpenoid (Banthorpe, 1996). Steroid

merupakan subklas dari triterpenoid (komponen C30). Struktur kimia steroid

dapat dilihat pada Gambar 8.

Page 8: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Penelitian yang dilakukan oleh Kokpol et a/. (1993) mengidentifikasi

kandungan steroid pada ekstrak tanaman Rhizophora apicula. Ekstrak metilen

diklorida tanaman R. apicula mengandung tiga komponen steroid, yaitu

kampesterol (4,61%), stigrnaterol (18,47%), dan sitosterol (76,92%). Ketiga

komponen steroid yang teridentifikasi sebagai senyawa aktif tidak memiliki

aktivitas antimikroba. Keller et a/. (1998) melaporkan bahwa kandungan steroid

yang mempunyai aktivitas antimikroba merupakan senyawa metabolit sekunder

yang terdapat pada fungi Fomitopsis pinicola.

Gambar 8. Struktur dasar steroid ; R (Co-Clo) (Banthorpe, 1996).

C. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas Terhadap Sel Vegetatif Bakteri dan Kapang

Aktivitas antimikroba ekstraK daun beluntas terhadap sel vegetatif dan

kapang dapat dilihat pada Gambar 9. Pada Gambar 9-a, dapat dilhat bahwa

aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas terhadap bakteri uji berbeda-beda.

Urutan kesensitifitan bakteri ~uji berturut turut adalah B. cereus, B. subtilis, S.

typhi, E. coli, S. aureus, dan yi2ng paling resisten adalah P. fluorescens.

Bakteri Gram positif mennpunyai kecenderungan lebih sensitif dibandingkan

dengan bakteri Gram negatif ha1 ini disebabkan karena perbedaan struktur

dinding sel bakteri. Pada balcteri Gram positif sebagian besar dinding selnya

terdiri dari lapisan peptidoglikan dan asam teikoat, sedangkan pada bakteri Gram

negatif dinding selnya terdapat lapiran terluar yang disebut dengan membran luar

Page 9: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

yang terdiri dari lipopolisakarida, protein dan fosfolipid dan lapisan tipis

peptidoglikan (Cano dan Colome, 1986). Membran luar bakteri Gram negatif

akan memberikan ketegaran yang lebih kuat dibandingkan dengan bakteri Gram

positif. Adanya ketiga senyawa ini pada membran luar menyebabkan bakteri

Gram negatif mempunyai ketahanan terhadap s enyawa antimikroba.

E coli 8 S. aureils Mrouxii Rnicillium sp A. f lavus S. typhi a P. fluorescens

(a) (b)

Gambar 9. Aktivitas ekstrak polar non defatted daun beluntas terhadap (a) sel vegetatif; (b) kapangi.

Penelitian ini juga menu~njukkan bahwa ekstrak daun beluntas mampu

menghambat bakteri Gram negatif (S. typhi dan E. coli). Penelitian dilakukan oleh

Helander et al. (1998), menyebllrtkan bahwa komponen fenolik dari karvakrol dan

thymol mampu menghambat bakteri E, coli dan Salmonella, karena kemampuan

senyawa ini untuk menghambat: pembentukan DNA dari kedua bakteri tersebut.

Hal ini didukung pula oleh Puupponen-Pimia et a/. (2001) yang mensitir

pernyataan Stammati et a/. (1999), bahwa senyawa fenolik adalah senyawa

mutagenik yang dapat menyebalbkan kerusakan DNA bakteri E. coli.

Pengujian aktivitas antimikroba terhadap kapang perusak makanan (M.

rouxii dan Penicillium sp.) dan kapang penghasil aflatoksin (A. flavus).

Konsentrasi spora kapang yang diuji adalah lo6 CFU/ml. Pada Gambar 8-b

dapat dilihat bahwa ekstrak memiliki kemampuan yang berbeda untuk

Page 10: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

menghambat pertumbuhan kapang. Kapang yang dapat dihambat dengan baik

adalah M. rouxii, Penicillium sp. sedikit dihambat, sementara A. flavus tidak dapat

dihambat.

Data yang diperoleh mer~unjukkan bahwa ekstrak daun beluntas memiliki

kemampuan yang rendah dalam menghambat pertumbuhan kapang bila

dibandingkan dengan bakteri. Hal ini disebabkan karena kapang adalah

organisme eukariot dimana struktur penyusun dinding selnya lebih kompleks

dibandingkan dengan bakteri. Struktur dinding selnya terdiri dari polimer glukosa

dengan ikatan P-1,3 (Fardiaz, 1989b). Sehingga untuk dapat menghambat

pertumbuhan kapang kemungkinan diperlukan konsentrasi yang lebih tinggi. Hal

ini sesuai dengan peneltian yang dilakukan oleh Wan eta/. (1998), menyebutkan

bahwa diperlukan minyak atsiri daun kemangi dengan konsentrasi yang lebih

tinggi untuk menghambat pertumbuhan kapang M. piriformis, P. candidurn, dan P.

expansium.

D. Nilai MlC

lnaktivasi mikroba dinyatakan dengan nilai MIC yaitu konsentrasi terendah

dari suatu komponen antimikroba dimana tidak terjadi pertumbuhan mikroba pada

masa inkubasi 24 jam. Konscntrasi ekstrak yang diuji adalah 10-70 persen,

dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak menunjukkan semakin lebar areal

penghambatan. Nilai MIC ekstrak daun beluntas disajikan pada Tabel 5, serta

sebagai perbandingan disajikarl pula nilai MIC dari ekstrak daun salam dan

ekstrak biji picung.

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai MIC ekstrak daun beluntas menunjukkan

nilai yang berbeda-beda untuk setiap spesies bakteri. Nilai MIC berkisar antara

Page 11: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

2,26 - 3,19 persen. S. typhi adalah bakteri yang paling resisten dibandingkan

bakteri lainnya, karena untu~k menghambat pertumbuhan bakteri tersebut

diperlukan konsentrasi ekstrak sebesar 3,19 persen. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Nuraida et al. (1999a) bahwa S. typhi merupakan salah satu bakteri

Gram negatif yang sangat reslsten. Ketahanan ini karena S. typhi merupakan

bakteri Gram negatif yang memiliki struktur dinding sel yang lebih komplek (Cano

dan Colome, 1986), kemudian dikuti berturut-turut oleh S. aureus, E. coli, P.

fluorescens, B. subtilis, dan yang paling sensitif adalah B. cereus.

Tabel 5. Nilai MIC ekstrak daun beluntas, daun salam, dan biji picung

Keterangan : Jumlah bakteri awal lo4. Nuraida dan Dewanti-Hariyadi (2001 b); Jumlah bakteri awal 10'. Nuraida et al. (1999a) ; Jumlah bakteri awal lo6. Tidak diuji.

Tabel 5 menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas, daun salam, dan biji

picung mempunyai nilai MIC yang berbeda untuk setiap spesies bakteri. Nilai

MIC ekstrak daun salam berkisar antara 0,66 - 3,97 persen, bakteri yang paling

sensitif adalah P. fluorescens dan yang paling resisten adalah B. cereus

Sedangkan nilai MIC ekstrak biji picung berkisar antara 3,46 - 6,25 persen

dengan bakteri yang paling sensitif adalah S. aureus dan paling resisten adalah

B. cereus. Tingginya resistensi B. cereus diduga karena sebagian sel 6. cereus

berada dalam bentuk spora yang secara alami jauh lebih resisten terhadap

Page 12: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

perlakuan kimia dan fisik bila dibandingkan dengan sel vegetatif baik bakteri

Gram positif maupun Gram negatif (Nuraida et a/., 1999a). Disamping itu,

perbedaan efektifitas dalam menghambat bakteri, diduga disebabkan perbedaan

komponen aktif yang terdapat di dalam masing-masing ekstrak.

E. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas Terhadap Spora

Pengujian aktivitas antimikroba terhadap spora dilakukan terhadap B.

cereus dan B. subtilis. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas

antimikroba ekstrak daun beluntas bila dibandingkan dengan sel vegetatif.

Pengujian aktivitas antimikroba terhadap spora dilakukan pada kultur cair

berumur 48 jam, karena pada umur tersebut hampir semua sel vegetatif telah

membentuk spora berdasarkan pengamatan dengan mikroskop setelah

pewarnaan. Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas disajikan pada

Gambar 10.

10 , - EI Sel vegetat~f ~ S p o r a , ,

B. cereus B, subtilis

Gambar 10. Aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas terhadap spora dan sel vegetatif

Dari Gambar 10 dapat tlilihat terdapat perbedaan aktivitas antimikroba

ekstrak daun beluntas terhadap spora bakteri bila dibandingkan dengan sel

vegetatifnya. Areal penghabatan terhadap sel vegetatif lebih lebar bila

Page 13: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

dibandingkan dengan spora. Ini menunjukkan bahwa spora mempunyai

ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel vegetatifnya.

Penelitian yang dilakukan~ oleh Ultee et a/. (1998) dan Nuraida et a/.

(1999a), menyebutkan bahwa spora lebih tahan terhadap aktivitas senyawa

antimikroba alami bila dibandingkan dengan sel vegetatif telah dilaporkan Ultee

et a/. (1998), melaporkan balhwa karvakrol mempunyai aktivitas sporosidal

terhadap spora 6. cereus baik pada konsentrasi 1,75 dan 2,O mmolll. Spora lebih

tahan dibandingkan dengan sel vegetatif karena diperlukan waktu inkubasi yang

lebih lama untuk menurunkan lkonsentrasi selnya. Pada konsentrasi 2 mmolll

diperlukan waktu inkubasi 37 rnenit untuk menurunkan spora sebanyak 2 log

(CFUlml), sedangkan untuk sel vegetatif diperlukan waktu inkubasi selama 20

menit. Penelitian yang dilakukan oleh Nuraida et a/. (1999a), menunjukkan

bahwa ekstrak biji picung marripu menghambat spora 6. cereus dengan areal

penghambatan sebesar 1 mm, sedangkan terhadap sel vegetatif ekstrak mampu

menghasilkan areal penghambatan yang lebih lebar yaitu sebesar 4,2 mm.

Perbedaan ketahanan ini diduga karena perbedaan struktur fisik dan kimia antara

spora dengan sel vegetatifnya (Cano dan Colome, 1986 ; Fardiaz, 1992d). Pada

Gambar 11 dapat dilihat bahwa struktur spora yang kompak terdiri dari dari

beberapa lapisan. Pada spora terdapat lapisan terluar yang tipis dan lembut yang

disebut dengan eksosporium. Di bawah lapisan eksosporium terdapat suatu

lapisan lagi yang disebut dengan bungkus spora (kor spora) yang terdiri dari satu

lapisan atau berlapis-lapis yang membentuk struktur yang mirip dengan dinding

sel. Dibawah bungkus spora terdapat korteks yang terdiri dari peptidoglikan.

Adanya struktur yang berlapis-lapis pada spora akan mengakibatkan

terhambatnya penetrasi ekstrak daun beluntas. Disamping itu kandungan air

Page 14: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

yang lebih rendah yaitu 15 lpersen bila dibandingkan dengan sel vegetatif yang

mempunyai kandungan air 75 persen akan menyebabkan spora lebih tahan

dibandingkan dengan set vegetatifnya (Cano dan Colome, 1986). Kandungan

asam dipikolinat dan tingginya kandungan ion kalsium yang hanya dimiliki oleh

spora juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan spora tahan terhadap

perlakuan kimia (Fardiaz, 1992d).

Gambar 11. Struktur spora ; G (Komponen DNA), IM (membran dalam), /C (korteks), OM (membran luar), SC (kor spora), dan E (eksosporium) (Cano dan Colome, 1986).

F. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun BeluntasTerhadap Sferoplas dan Protoplas

Pengujian aktivitas antiniikroba terhadap sferoplas dan proroplas dilakukan

dengan tujuan untuk menduga mekanisme penghambatan antimikroba ekstrak

daun beluntas. Pengujian dilakukan terhadap sferoplas S. typhi dan protoplas B.

cereus dan S. aureus. Sferoplas dan protoplas adalah adalah bagian set bakteri

yang hanya terdiri dari membran sel sitoplasma dan materi sel intraselulernya

(Williams dan Gladhill, 1991). lstilah sferoplas untuk bakteri Gram negatif dan

Page 15: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

protoplas untuk bakteri Gram positip. Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak

daun beluntas terhadap sferoplas dan protopla s disajikan pada Gambar 12.

B. cereus S. aureus

Gambar 12. Aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas terhadap ; (a) sferoplas ; (b) protoplas.

Gambar 12 dapat dilihat bahwa sferoplas S. typhi lebih sensitif

dibandingkan dengan bentuk sel utuhnya, demikian pula protoplas B. cereus dan

S. aureus. Adanya penurunan resistensi disebabkan karena dinding sel bakteri

telah terhidrolisis dengan adanya aktivitas enzim lisozim yang ditambahkan pada

saat preparasi sferoplas dan protoplas. Enzim lisozim yang ditambahkan pada

saat preparasi sel berfungsi untuk memecah ikatan N-asetilglukosamin dan asam

N-asetilmuramat pada peptidogilan dinding sel bakteri (Fardiaz, 1989b). Dengan

terhidrolisisnya dinding sel bakteri menyebabkan ekstrak daun beluntas lebih

mudah berpenetrasi ke dalam sel. Diduga mekanisme penghambatan mikroba

oleh ekstrak daun beluntas disebabkan karena bereaksi terhadap membran sel

atau komponen-komponen di dalam sitoplasma, bukan terhadap dinding sel

bakteri. Pada Gambar 13 dapat dilihat mekanisme penghambatan bakteri oleh

beberapa senyawa antimikroba.

Page 16: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

FormaMehid Broponol

Germai i I 1 I Membran

Dinding sel i sitoplasma

Paraben phenlletanol

Fenol Asam llpofllat

lemah n Sistem elektron

Bahan kationik n

blsfenol Paraben Asam llpofilat

Gambar 13. Mekanisme penghambatan bakteri oleh beberapa senyawa antimikroba (Hugo dan Russel, 1987).

Gambar 13 menunjulckan bahwa ethylene diamine tetra acetic acid

(EDTA) bereaksi dengan dinding sel bakteri. EDTA akan mengikat ion ca2' dan

~ g * ' pada membran luar yang akan mengakibatkan hidrolisis komponen LPS.

Senyawa fenol dapat bereaksi dengan membran sel bakteri, mengganggu

proses transport, pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan koagulasi

komponen sitoplasma sel, dan mengganggu sistem proton motive force yang

berperan dalam produksi energi pada sel. Diduga senyawa aktif yang terdapat

pada ekstrak daun belunta:~ seperti fenol hidrokuinon dan tanin sebagai

senyawa aktif yang mempunyai mekanisme yang sama dengan senyawa fenol

yang terdapat pada Gambair 13. Kemampuan senyawa fenol hidrokuinon

sebagai senyawa antimikroba karena adanya gugus hidroksil (OH), gugus keton

Page 17: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

(CO), dan gugus metoksi (OCH3) (Nishina et a/., 1991; Bisignano et a/., 2000),

sedangkan tanin sebagai senyawa antimikroba karena mempunyai gugus

hidroksil (Sakanaka et a/., 1989). Senyawa lain yang juga berperan dalam

mekanisme penghambatan sel bakteri diantaranya adalah paraben yang dapat

mengganggu proses transpol? dan mengganggu sistem proton motive force,

klorheksidin yang dapat mengganggu sistem kerja enzim ATPase dan dapat

mempengaruhi komponen sitoplasma, akridin menyebabkan inaktivasi fungsi

materi genetik, formaldehid mampu mempengaruhi enzim-enzim yang terdapat

pada membran dan sitoplasma sel (Hugo dan Russel, 1987).

Mekanisme penghambatan ekstrak yang bereaksi dengan membran sel

diantaranya telah dilaporkan oleh Nuraida et a/. (1999); Kim et a/. (1995); dan

Nishina et a/. (1991). Nuraida et a/. (1999a) menyebutkan bahwa aktivitas

antimikroba dari ekstrak polar biji picung dengan konsentrasi 60 persen

menyeba bkan pening katan sensitifitas sferoplas S. typhi sebesar 77,8 persen

dibandingkan dengan sel utuhnya. Mekanisme aktivitas antimikroba dari

komponen minyak atsiri (karvakrol, sitral, dan geraniol) dapat mengakibatkan

terganggunya lapisan fosfolipid dari membran sel, sehingga akan menyebabkan

peningkatan permeabilitas membran sel, sehingga akan menyebabkan

kehilangan unsur pokok yang menyusun sel (Kim et a/., 1995). Sedangkan

Nishina et a/. (1 999) menunjukkan bahwa kinerja inaktivasi dari komponen anetol

biji jintan manis dapat mengakibatkan rusaknya struktur membran plasma bakteri

dan asam nukleat DNA dalam sel aktif.

Page 18: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

G. Pengaruh Garam (NaCI) Terhadap Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas

Pengujian pengaruh perlakuan garam atau NaCl bertujuan untuk

mengetahui kestabilan aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas. Garam

diketahui sebagai bahan yang dapat mempengaruhi kestabilan bahan pangan

dan kestabilan mikroorganisme (Jay, 1997).

Larutan garam yang telah disterilkan berfungsi sebagai medium ekstrak

daun beluntas. Konsentrasi larutan garam yang digunakan adalah 1-5 persen,

sedangkan konsentrasi ekstrak uji adalah 30 persen. Pengujian dilakukan

terhadap bakteri dalam bentuk sel vegetatif maupun spora dengan konsentrasi

l o 4 CFUIml. Aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas dengan berbagai

konsentrasi garam disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 menunjukkan bahwa

aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas bervariasi untuk setiap bakteri uji baik

dalam bentuk sel vegetatif maupun sporanya.

Analisis statistik menunjukkan bahwa larutan garam dengan konsentrasi 1-5

persen tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap aktivitas antimikroba pada 6.

cereus (sel vegetatif), S.typhi, tlan P. fluorescens. Hasil analisis uji lanjut beda

nyata tengah (BNT) menunjukkan bahwa larutan garam satu persen merupakan

konsentrasi yang dapat meningkatkan aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas

terhadap B. cereus (spora) dan B, subtilis (sel vegetatif dan spora). Peningkatan

konsentrasi garam dari 2-5 persen mengakibatkan terjadi penurunan aktivitas

antimikroba ekstrak daun beluntas.

Page 19: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

0 Diameter Diameter penghambatan Diameter Diameter penghambatan

5 penghambatan (mm) 2 2

(mm) penghambatan (mm) O h ) P C n 0 3 0 , O N P c n C o --L (mm)

U 0 N A O ) O J O 0 - N o P C n o *

e A 7i ii P

2 -A

- < - T I s 5 ( D 0) (D s - m w 3 81 3250% 4 ,

n, ii 2 - . o 2 m s 0 3 s a? 3- 2 V)

$zap m q 8. ‘a s @ s w 3 s ~ g s CD - Q J B cn. 3 mg 3 (n 3 A - . (n -- 3 s s < ( D 2 3 s 3 3 -so n, X ( n m Q

wl ul

o,FD s s 3 cn %= -- -i u-n, O e - . x Diameter penghambatan Diameter pengham batan Diameter penghambatan -n,-=.

Diamater pengham batan G".s 5 (mm) (mm)

Cn 0 * 0 N P a ) C O (mm) (mm)

n 9) C n C n u l - J C n 0 N P Q ) C O O A N W P C n ~ ~ [ b c n o n , 4

% ~ C D g i ii = m 2 3 w e e - . x - (n q A c CD s n, c - 0 , ( n w - - - . - 0 . N

- 7 (D an, x f 3 s $0: g 3 V) -- I - 2 b . l 3-9" q s

n 2 [b n, E. - . C n O ) 3

Cn s VI

- 3

- . (D"

Page 20: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan

bahwa peningkatan konsentrasi garam akan menurunkan aktivitas antimikroba

beberapa senyawa antimikroba (Beuchat et a/., 1994 ; Lachowicz et a/., 1998 ;

Casey dan Condon, 2002 ; Nuraida et al., 2002~). Beuchat et a/. (1994)

melaporkan bahwa NaCl pada konsentrasi 5 persen dapat memberikan efek

perlindungan pada proses inaktivasi L. monocytogenes pada ekstrak jus wortel.

Disebutkan lebih lanjut bahwa efek perlindungan ini disebabkan oleh adanya

penghambatan mekanisme senyawa atau bahan yang dapat menyebabkan

inaktivasi L. monocytogenes. Lachowicz et a/. (1998), melaporkan adanya efek

sinergisme anise oil dengan NaCl pada konsentrasi 5 persen dan pada pH 4,2

terhadap pertumbuhan Lactococcus curvatus yang ditunjukkan dengan semakin

lamanya time detection growth (TDG). Pengaruh garam dan pH dapat

meningkatkan TDG, yang berarti dapat memperpanjang masa adaptasi bakteri L.

curvatus. Data ini menunjukkan bahwa adanya efek sinergisme antara garam,

pH, dan anise oil sehingga dapat memperpanjang fase adaptasi pertumbuhan

Lact. curvatus.

Penelitian yang dilakukan oleh Casey dan Condon (2002), menunjukkan

bahwa NaCl pada konsentrasi 4 persen dapat menurunkan efek bakterisidal

asam laktat terhadap pertumbuhan E. coli 01 57:H45 sebanyak 3 log. Pengaruh

ini disebabkan karena adanya peningkatan pH sitoplasma (pH,) sel sebanyak

0,56 unit dengan adanya penambahan NaCI. Penelitian yang dilakukan oleh

Nuraida et a/. (2002c), menunjukkan bahwa larutan garam dengan konsentrasi 1-

5 persen terhadap aktivitas antimikroba daun salam berpengaruh nyata pada

pertumbuhan S. aureus, E. coli, S. typhi, dan P. fluorescens dengan

Page 21: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

kecenderungan semakin tinggi konsentrasi garam yang ditambahkan pada

eksktrak akan menyebabkan penurunan aktivitas antimikroba.

Sementara itu hasil uji larijut BNT menunjukkan bahwa adanya perbedaan

konsentrasi garam tidak menunjukkan perbedaan terhadap penghambatan S.

aureus dan E. coli. Gambar 14-e dan Gambar 14-g menunjukkan kecenderungan

bahwa peningkatan konsentrasi larutan garam 4 dan 5 persen akan

menyebabkan penurunan aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas.

Efek perlindungan dari larutan garam diduga disebabkan adanya sifat atau

kemampuan pengikatan air oleh garam sehingga akan menurunkan jumlah air

bebas yang terdapat di dalam sel bakteri maupun di dalam medium (Troller,

1987). Kemampuan pengikatar~ ini tercermin dari nilai a, yang dihasilkan oleh

larutan garam, seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai a, larutan garam berbagai konsentrasi Konsentrasi garam (% blv) 1 Nilai a, I

Penurunan jumlah air bebas di dalam set akan mengakibatkan sel

mengering sehingga akan menyebabkan peningkatan ketahanan bakteri (Fardiaz,

1 992d).

H. Pengaruh Gula Terhadap Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas

Konsentrasi larutan gula yang digunakan adalah 10-50 persen, sedangkan

konsentrasi ekstrak daun beluntas adalah 30 persen. Pengujian dilakukan

terhadap bakteri dalam bentuk sel vegetatif maupun spora dengan konsentrasi

lo4 CFUIml.

Page 22: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas dengan berbagai konsentrasi

gula disajikan pada Gambar 15. Aktivitas antimikroba bervariasi untuk setiap

bakteri uji.

Analisis statistik menunjukkan bahwa larutan gula dengan konsentrasi 10-

50 persen berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap aktivitas antimikroba pada

semua bakteri uji. Pada Tabel 7 disajikan konsentrasi gula pada ekstrak yang

meningkatkan penghambatan. Tabel 7 juga merupakan hasil analisis lanjut BNT

terhadap masing-masing bakteri uji yang memberikan pengaruh secara nyata.

1 6. cereus (s~ora) I 50 I

Tabel 7. Konsentrasi gula pada ekstrak yang meningkatkan penghambatan 6akteri I ' Konaentrisj ad6 (%)

I B. subtilis (sel veaetatin 1 30 1

6. cereus (sel veaetatif) 20

I E. coli I 40 I

B. subtilis (spora)

I P. fluorescens I 50 1

40 dan 50

Penambahan gula 50 persen dapat meningkatkan aktivitas antimikroba

daun beluntas terhadap spora 6. cereus secara nyata. Sedangkan pada

konsentrasi gula 40 dan 50 persen meningkatkan aktivitas antimikroba ekstrak

daun beluntas terhadap spora B. subtilis.

S. t v ~ h i 40

Page 23: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

iameter pengham batan Diameter Dis ~enghambatan (mm) O N P r n a ,

meter penghambatan Dian (mm) A

X

neter penghambatan (mm)

O V I d G

- (b p,

x m a ( n Diameter pengharnbatan Diameter penghambatan Diameter penghambatan Diameter penghambatan x q c p,

(mm) (mm) ! g g z g mrn) A o h , P a ) ~ o h , & A 2 A (mm) 2 A 2 A ONPa)030h,P r m c n 3 O N P O ~ , O " - . % 3

w n 7 5 ii a&, x - . p,

9'- (D 2 -5 F"p 0 s 1 s 0 ' " s " ~ I

8 N -- (n 7 i ii8 - - $ s 7 0 CD s s s r 39, -h 2 - z* 3 0 3 w

g. 3 pl-, g. s g g (0 IP

0 8 f s O C Z = ( D p, s s - . 0

CDp ul - -h 0 = w p , 8 - =.w s s ?J? P U1 U1

Page 24: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Terhadap sel vegetatif 81. cereus dan B. subtilis penghambatan tertinggi

ekstrak daun beluntas terjadi pada konsentrasi gula 20 dan 30 persen. Adanya

penurunan aktivitas antimikroba terhadap sel vegetatif B. cereus dan B. subtilis

diduga karena terjadi penurunlan a, (Tabel 8). Penurunan jumlah air bebas di

dalam sel akan mengakibatkan sel mengering sehingga akan menyebabkan

peningkatan resistensi bakteri (Fardiaz, 19924). Hal yang sama juga diamati oleh

Nuraida et a/., (2002c), yang menunjukkan penambahan gula 20 persen dapat

meningkatkan aktivitas antimikroba ekstrak daun salam terhadap sel vegetatif B.

cereus dan penambahan gills 30 persen dapat meningkatkan aktivitas

antimikroba ekstrak daun salam terhadap sel vegetatif B. subtilis. Sementara itu

hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa penambahan gula pada ekstrak daun

beluntas tidak mempengaruhi aktivitas antimikroba terhadap S. aureus.

Tabel 8. Nilai a, larutan aula berbaaai konsentrasi

I. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas

Pengaruh pH terhadap aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas disajikan

pada Gambar 16. Pengaruh pH menunjukkan bahwa semakin rendah pH ekstrak

daun beluntas semakin tinggi sifat antimikrobanya, kecuali terhadap P.

fluorescens Hal ini disebabkan karena secara umum pH dapat mempengaruhi

aktivitas antimikroba dengan cara mempengaruhi komponen aktif yang terdapat

pada ekstrak daun beluntas. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pH

Page 25: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas

dalam menghambat semua bak.teri uji, kecuali terhadap spora B. subtilis.

Mekanisme penghambata~n ekstrak beluntas lebih efektif pada pH rendah.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan ekstrak sebagai bahan pengawet yang lebih

aktif pada pH rendah, karena berhubungan dengan bentuk tak terdisosiasi.

Branen dan Davidson (1993), lbentuk tak terdisosiasi dari senyawa antimikroba

akan semakin efektif bila pada pH rendah. Komponen aktif yang terdapat dalam

ekstrak daun beluntas, seperti fenol kuinon dan tanin merupakan kelompok

fenolik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Raman dan Hougton (1998), bahwa

fenolik adalah senyawa asam lemah yang bersifat relatif polar. Komponen fenolik

yang terdapat di dalam ekstrak tanaman semakin efektif pada pH rendah

berhubungan dengan kenyataar~ bahwa komponen fenolik bersifat lebih hidrofobik

dan mempunyai kelarutan yang baik pada fase lipid pada membran sel (Tassou

et a/. , 1 995).

Komponen fenolik yang terdapat di dalam ekstrak daun beluntas akan

bereaksi dengan komponen sel bakteri. Struktur gugus hidroksil senyawa fenol

memegang peranan penting dalam aktivitas antimikroba dan terjadi pada pH

rendah, terutama terjadinya reaksi alkilasi dan tingkat hidroksilasi sehingga akan

meningkatkan distribusi gugus fenol pada fase air dan fase lipid pada membran

sel bakteri (Dorman dan Deans, 2000 ; Puupponen-Pimia, 2001).

Page 26: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Gambar 16. Pengaruh pH terhadap aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas. (a) B. cereus (sel vegetatif) ; (b) B. cereus (spora) ; (c) B. subtilis (sel vegetatif) ; (d) B. subtilis (spora) ; (e) S. aureus ; (f) S. typhi ; (g) E. coli ; (h) P. fluorescens

Page 27: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Keefektifan senyawa antimikroba alami pada pH rendah dalam

menghambat beberapa bakteri telah dilaporkan oleh Ultee et a/. (1998) ; Tassou

et a/. (1995) ; Beuchat et a/. (1994). Ultee et a/. (1998) melaporkan bahwa

karvakrol efektif menghambat B. cereus pada pH 5 sampai 6, bila dibandingkan

pada pH 7. Tassou et a/. (1995), melaporkan bahwa senyawa fen01 pada minyak

atsiri mint lebih efektif pada pH 5,5-6 dalam menghambat S. enteridis

dibandingkan pada pH 7 dan 8. Beuchat et a/. (1994),menyebutkan bahwa pada

pH 5,O dan 6,4 efek penghambatan jus wortel dapat mengakibatkan kematian

pada L. monocytogenes.

Lambert dan Startford (1999), menyebutkan bahwa bahan pengawet

kelompok asam lemah lebih efctktif pada pH rendah dimana akan meningkatkan

bentuk tak terdisosiasi. Penghambatan yang terjadi melalui difusi yang cepat

molekul tak terdisosiasi melalui membran plasma, dapat mengakibatkan

pengasaman sitoplasma sehingga akan mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan. Mekanisme penghambatannya disebabkan karena pada kondisi

asam sel bereaksi untuk mempertahankan pH konstan di dalam sel. Jika pH

diturunkan maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi dalam medium akan

masuk ke dalam sitoplasma sel. Sehingga proton ini harus dikeluarkan untuk

mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel. Hal

ini akan mengakibatkan terjadinya perbedaan gradien konsentrasi sehingga

memerlukan energi. Semakin rendah pH semakin dibutuhkan energi dalam

jumlah tinggi untuk menghilangkan proton tersebut dan lama-kelamaan sel akan

mengalami kematian (Fardiaz, 1992d). Bentuk tak terdisosiasi suatu komponen

antimikroba akan semakin mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel.

Page 28: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

J. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Terhadap Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas

Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antimikroba ekstrak

daun beluntas dapat dilihat pada Gambar 17. Perlakuan pemanasan ekstrak

daun beluntas menghilangkan aktivitas antimikroba terhadap S. typhi. Analisis

statistik menunjukkan bahwa suhu pemanasan berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap semua bakteri uji, sedangkan waktu pemanasan berpengaruh nyata

(P>0,05) terhadap spora B. cereus dan sel vegetatif S. aureus, sementara

terhadap sel vegetatif B. cereus dan P. fluorescen tidak berpengaruh nyata

(P>0,05).

Gambar 17 menunjukkan bahwa ekstrak daun beluntas masih menunjukkan

aktivitas antimikroba terhadap sel vegetatif B. cereus setelah pemanasan 75 OC

pada berbagai lama pemanasan. Aktivitas antimikroba mengalami penurunan

setelah ekstrak dipanaskan pada suhu 100 OC, tetapi pemanasan pada suhu 121

OC dapat meningkatkan kembali aktivitas antimikroba ekstrak. Aktivitas

antimikroba ekstrak terhadap spora B. cereus mengalami penurunan dengan

peningkatan suhu dan lama pernanasan, walaupun ekstrak masih aktif pada suhu

100 OC selama 20 menit.

Ekstrak daun beluntas menunjukkan aktivitas terhadap sel vegetatif S.

aureus setelah pemanasan 75 OC pada berbagai waktu pemanasan. Aktivitas

antimikroba mengalami peningkatan setelah ekstrak dipanaskan pada suhu 100

OC. Pemanasan ekstrak pada suhu 121 OC selama 10 menit, mengakibatkan

terjadinya penurunan aktivitas antimikroba, tetapi dengan peningkatan waktu

pemanasan pada 20 dan 30 menit, dapat kembali meningkatkan aktivitas

antimikroba. Ekstrak daun beli~ntas masih menunjukkan aktivitas terhadap sel

Page 29: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

vegetatif P. fluorescens setelah pemanasan 75 OC. Terjadi peningkatan aktivitas

antimikroba setelah ekstrak (lipanaskan pada suhu 100 dan 121 OC pada

berbagai lama pemanasan. Peningkatan aktivitas antimikroba karena pengaruh

pemanasan diduga disebabkan oleh terjadinya penguapan medium ekstrak,

sehingga ekstrak semakin tinggi konsentrasinya. Disamping itu pula diduga

karena terbentuknya senyawal atau komponen lain yang berperan sebagai

senyawa antimikroba.

Sementara itu beberapa laporan menyebutkan bahwa komponen

antimikroba dari ekstrak tanaman menunjukkan aktivitas antimikroba yang

menurun karena adanya pengaruh pemanasan. Ewald et a/. (1999), pemanasan

kuersetin dan kaemferol dari golongan flavonoid pada suhu 60 OC selama 2 jam

akan menurunkan aktivitas sebanyak sebesar 48 dan 68 persen. Shashikant et a1

(1981), melaporkan bahwa aktivitas antimikroba tetap stabil selama 48 jam bila

disimpan pada suhu 37 OC, dan hanya stabil selama 36 jam bila suhu

penyimpanan dinaikkan menjadi~ 58 OC. Molins et al. (1984), pemanasan dengan

otaklaf (121 OC ; 15 menit) akan menurunkan efektivitas daya hambat fosfat pada

pertumbuah S. typhimurium dim P. aeruginosa hingga lebih dari 50 persen

selama inkubasi 24 jam.

Page 30: A. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Non Polar dan Polar 20 · dengan pelarut non polar (heksan). Ekstrak daun beluntas yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri maupirn kapang adalah

Gambar 17. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas. (a) B. cereus (sel vegetatif) ; (b) B. cereus (spora) ; (c) S. aureus ; (d) P. fluorescens ; ( K ) kontrol (tanpa perlakuan)