aktivitas antibakteri ekstrak buah dan biji …

60
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI KAPULAGA (Amomum compactum Soland ex Maton) TERHADAP BAKTERI Haemophilus influenzae RESISTAN TETRASIKLIN REZA AMALIA PUTRI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1442 H

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

1

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI

KAPULAGA (Amomum compactum Soland ex Maton) TERHADAP

BAKTERI Haemophilus influenzae RESISTAN TETRASIKLIN

REZA AMALIA PUTRI

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1442 H

Page 2: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

i

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI

KAPULAGA (Amomum compactum Soland ex Maton) TERHADAP

BAKTERI Haemophilus influenzae RESISTAN TETRASIKLIN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

REZA AMALIA PUTRI

11160950000070

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1442 H

Page 3: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

ii

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI

KAPULAGA (Amomum compactum Soland ex Maton) TERHADAP

BAKTERI Haemophilus influenzae RESISTAN TETRASIKLIN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

REZA AMALIA PUTRI

11160950000070

Menyetujui:

Mengetahui,

Pembimbing I

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si

NIP. 197203222002122002

Pembimbing II

Dodi Safari, S. Si., Ph. D

NIP. 197703052014061001

Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulllah Jakarta

Dr. Priyanti, M. Si

NIP. 197505262000122001

Page 4: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

iii

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah dan Biji Kapulaga

(Amomum compactum Soland ex Maton) terhadap Bakteri Haemophilus

influenzae Resistan Tetrasiklin” yang ditulis oleh Reza Amalia Putri, NIM

11160950000070 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Mengetahui,

Penguji I,

Narti Fitriana, M. Si.

NIDN. 0331107403

Penguji II,

Etyn Yunita, M. Si.

NIP. 197006282014112002

Pembimbing II,

Dodi Safari, S. Si., Ph. D.

NIP. 197703052014061001

Pembimbing I,

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si.

NIP. 197203222002122002

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud.

NIP. 196904042005012005

Ketua Program Studi Biologi

Dr. Priyanti, M. Si.

NIP. 197505262000122001

Page 5: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Oktober 2020

Reza Amalia Putri

11160950000070

Page 6: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke

hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas rahmat dan ridho-Nya, Penulis

dapat menyelesaikan penulisan dan penyusunan skripsi yang berjudul “Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Buah dan Biji Kapulaga (Amomum compactum Soland ex

Maton) terhadap Bakteri Haemophilus influenzae Resistan Tetrasiklin” dengan

baik.

Penyelesaian tulisan ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak,

pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada

seluruh pihak yang terlibat atas segala bantuan, bimbingan, dan dukungan nya.

Dengan rasa hormat Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

2. Dr. Priyanti, M. Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta penguji I pada Seminar

Proposal dan Seminar Hasil yang telah memberikan saran dan masukan yang

membangun untuk Penulis.

3. Narti Fitriana, M. Si. selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta penguji I pada Sidang

Skripsi yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk

Penulis.

4. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M. Si. dan Dodi Safari, S. Si., Ph. D. selaku

pembimbing I dan II yang telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat serta

saran yang membangun untuk Penulis.

5. Arina Findo Sari, M. Si. selaku penguji II pada Seminar Proposal dan

Seminar Hasil yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun

untuk Penulis.

6. Etyn Yunita, M. Si. selaku penguji II pada Sidang Skripsi yang telah

memberikan saran dan masukan yang membangun untuk Penulis.

Page 7: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

vi

7. Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph. D., Sp.MK. selaku kepala Lembaga Biologi

Molekuler Eijkman yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk

menyelesaikan penelitian tugas akhir di sana.

8. Wisnu Tafroji dan Yayah Winarti selaku pembina lapangan yang telah

membantu dan memberi arahan selama pelaksanaan kegiatan penelitian.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung Penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Jakarta, Oktober 2020

Penulis

Page 8: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

vii

ABSTRAK

Reza Amalia Putri. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah dan Biji Kapulaga

(Amomum compactum Soland ex Maton) terhadap Bakteri Haemophilus

influenzae Resistan Tetrasiklin. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas

Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

2020. Dibimbing oleh Megga Ratnasari Pikoli dan Dodi Safari.

Bakteri Haemophilus influenzae merupakan salah satu patogen penyebab penyakit

infeksi, terutama infeksi pada saluran pernapasan. Bakteri ini dilaporkan telah

mengalami resistansi terhadap antibiotik tetrasiklin. Kapulaga (Amomum

compactum Soland ex Maton) merupakan tanaman obat yang dimanfaatkan

masyarakat Kampung Naga sebagai obat tradisional, buah dan biji kapulaga

dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui potensi aktivitas antibakteri ekstrak buah dan biji kapulaga asal

Kampung Naga terhadap H. influenzae resistan tetrasiklin. Penelitian ini

dilakukan menggunakan metode eksperimen dengan perlakuan pelarut ekstraksi.

Ekstrak buah dan biji kapulaga diperoleh dari proses maserasi menggunakan

pelarut etil asetat. Pengujian antibakteri dengan metode difusi cakram

menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga memiliki

aktivitas antibakteri terhadap H. influenzae resistan tetrasiklin dengan rerata

diameter zona hambat sebesar 11,4±0,87 mm. Penentuan nilai Konsentrasi

Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dengan

metode mikrodilusi cair menunjukkan nilai KHM dan KBM masing-masing

sebesar 5 mg/ml dan 10 mg/ml. Studi literatur menunjukkan senyawa fitokimia

yang terkandung dalam ekstrak buah dan biji kapulaga, di antaranya minyak atsiri,

terpenoid, tanin, alkaloid, fenol, flavonoid, saponin, dan steroid. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekstrak kapulaga asal Kampung Naga memiliki potensi

aktivitas antibkateri terhadap H. influenzae resistan tetrasiklin, dengan aktivitas

penghambatan yang tergolong lemah.

Kata kunci: Amomum compactum; Antibakteri; Haemophilus influenzae; Resistan;

Tetrasiklin

Page 9: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

viii

ABSTRACT

Reza Amalia Putri. Antibacterial Activity of Fruit and Seed Cardamom

(Amomum compactum Soland ex Maton) Extract against Tetracycline-

Resistant Haemophilus influenzae. Undergraduate Thesis. Department of

Biology. Faculty of Science and Technology. State Islamic University Syarif

Hidayatulah Jakarta. 2020. Advised by Megga Ratnasari Pikoli and Dodi

Safari.

Haemophilus influenzae is a pathogenic bacterium causing infectious diseases,

especially respiratory infections. This bacterium has been reported to be resistant

to tetracyclines antibiotics. Cardamom (Amomum compactum Soland ex Maton) is

a medicinal plant that is used by the people of Kampung Naga as a traditional

medicine, fruit and seeds of cardamom are reported to have antibacterial activity.

Therefore, this study is aimed to determine the potential antibacterial activity of

fruit and seed cardamom extracts from Kampung Naga against tetracycline-

resistant H. influenzae. Cardamom fruit and seed extract was obtained from the

maceration process using ethyl acetate. The results of the antibacterial test using

disc diffusion method showed that cardamom ethyl acetate extract from Kampung

Naga had antibacterial activity against tetracycline-resistant H. influenzae with an

inhibition zone diameter of 11.4±0,87 mm on average. Using microdilution

method, the concentration of 5 mg/ml and 10 mg/ml were determined as

Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal

Concentration (MBC) of this extract, respectively. Literature study described that

the phytochemical compounds within cardamom extract include essential oils,

terpenoids, tannins, alkaloids, phenols, flavonoids, saponins, and steroids. The

results showed that the extract had the potential of antibacterial activity against

tetracycline-resistant H. influenzae classified as weak activity.

Key words: Amomum compactum; Antibacterial; Haemophilus influenzae;

Resistant; Tetracycline

Page 10: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3

1.3. Hipotesis ............................................................................................ 3

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3

1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3

1.6. Kerangka Berpikir Penelitian ............................................................ 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5

2.1. Antibakteri ......................................................................................... 5

2.2. Tanaman Kapulaga (Amomum compactum Soland ex Maton).......... 7

2.2.1. Deskripsi dan Morfologi Tanaman Kapulaga ......................... 7

2.2.2. Manfaat dan Kandungan Kimia Kapulaga .............................. 9

2.3. Bakteri Haemophilus influenzae ........................................................ 10

2.3.1. Deskripsi Haemophilus influenzae .......................................... 10

2.3.2. Resistansi Haemophilus influenzae terhadap Tetrasiklin ........ 12

BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 14

3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................. 14

3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 14

3.3. Rancangan Penelitian......................................................................... 15

3.4. Cara Kerja .......................................................................................... 15

3.4.1. Pembuatan Simplisia Buah dan Biji Kapulaga Asal Kampung

Naga ....................................................................................... 15

3.4.2. Pengukuran Kadar Air Simplisia Buah dan Biji Kapulaga

Asal Kampung Naga .............................................................. 16

3.4.3. Ekstraksi Simplisia Buah dan Biji Kapulaga Asal Kampung

Naga ....................................................................................... 16

3.4.4. Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri Haemophilus

influenzae ............................................................................... 17

3.4.5. Subkultur Bakteri Uji .............................................................. 17

3.4.6. Uji Antibakteri Metode Difusi Cakram ................................... 18

3.4.7. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan

Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Antibakteri ................ 19

3.4.8. Pendugaan Senyawa Fitokimia Ekstrak Buah dan Biji Kapulaga

Asal Kampung Naga melalui Studi Literatur ........................ 20

3.5. Analisis Data ...................................................................................... 20

Page 11: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

x

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 21

4.1. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Kapulaga Asal Kampung

Naga terhadap Bakteri Haemophilus influenzae Resistan Tetrasiklin 21

4.2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) Ekstrak Etil Asetat Kapulaga Asal Kampung Naga

terhadap Bakteri Haemophilus influenzae Resistan Tetrasiklin ........ 26

4.3. Senyawa Fitokimia Ekstrak Kapulaga Asal Kampung Naga berdasarkan

Studi Literatur .................................................................................... 29

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 33

5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 33

5.2. Saran .................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 34

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 42

Page 12: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ............................................................ 4

Gambar 2. Struktur Molekul Tetrasiklin ............................................................. 6

Gambar 3. Mekanisme Penghambatan Sintesis Protein oleh Tetrasiklin ........... 7

Gambar 4. Morfologi Bagian Tanaman Kapulaga .............................................. 9

Gambar 5. Koloni Bakteri Haemophilus influenzae pada Media Agar Cokelat . 11

Gambar 6. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Kapulaga Asal Kampung

Naga terhadap Bakteri Haemophilus influenzae ............................... 22

Page 13: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kadar Air Simplisia Kapulaga ....................................................... 42 Lampiran 2. Rendemen Ekstrak Etil Asetat Kapulaga....................................... 42 Lampiran 3. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Antibakteri ................. 43 Lampiran 4. Hasil Uji Antibakteri Metode Difusi Cakram ............................... 43 Lampiran 5. Hasil Uji Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ....... 44 Lampiran 6. Hasil Uji Penentuan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) ......... 45 Lampiran 7. Perhitungan Pendugaan Kadar Senyawa Penyusun Miyak Atsiri pada

Ekstrak Buah dan Biji Kapulaga Asal Kampung Naga ................ 46

Page 14: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan utama di dunia

kesehatan yang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas orang di berbagai

usia (Kurniawan, Erly, & Semiarty, 2015; Ullah & Ali, 2017). Forum of

International Respiratory Societies (FIRS) (2017) melaporkan bahwa Infeksi

Saluran Napas Bawah Akut (ISNBA) telah menjadi salah satu penyebab utama

kematian sejak tahun 1990, jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai 2,7 juta

jiwa pada tahun 2015 (Wang et al., 2016). Pneumonia merupakan bentuk ISNBA

yang menjadi penyebab utama kematian pada balita dan anak-anak di dunia,

diperkirakan sebanyak 700.000 kasus kematian anak-anak akibat pneumonia

terjadi setiap tahun (FIRS, 2019). Penyakit pneumonia terjadi akibat peradangan

pada jaringan paru-paru, salah satunya disebabkan oleh infeksi mikroorganisme

patogen (Caesar, Nurjazuli, & Endah, 2015).

Bakteri Haemophilus influenzae merupakan salah satu patogen utama

penyebab pneumonia dan tercatat telah menyebabkan 7,9 juta kasus pneumonia

secara global (Watt et al., 2009; Bellos et al., 2010). Selain pneumonia, bakteri H.

influenzae juga mampu menyebabkan penyakit infeksi lain, seperti sinusitis,

bronkitis akut, otitis media akut, meningitis, dan bakteremia (Pfeifer, Meisinger,

Brechtel, & Gro, 2013; Whittaker et al., 2017). Centers of Disease Control and

Prevention (CDC) (2020) melaporkan bahwa bakteri H. influenzae telah

menyebabkan 30-52% kasus otitis media akut dan sinusitis pada anak-anak.

Pengobatan penyakit infeksi akibat H. influenzae dilakukan melalui terapi

antibiotik. Namun pelaksanaan terapi antibiotik yang sudah berlangsung sejak

lama serta penggunaan antibiotik secara luas menyebabkan munculnya H.

influenzae yang resistan terhadap beberapa golongan antibiotik (Pfeifer et al.,

2013). Sebelum dilaporkan adanya resistansi beberapa spesies bakteri terhadap

tetrasiklin, antibiotik ini umum digunakan dalam penanganan infeksi saluran

pernapasan, termasuk akibat H. influenzae. Shooraj, Mirzaei, Mousavi, &

Hosseini (2019) mengungkapkan bahwa sejak 1987 resistansi H. influenzae

Page 15: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

2

terhadap antibiotik tetrasiklin telah ditemukan dengan rata-rata persentase 9%,

namun penelitiannya pada tahun 2019 melaporkan bahwa 90% bakteri H.

influenzae menunjukkan resistansi terhadap antibiotik tetrasiklin. Munculnya

bakteri H. influenzae yang resistan terhadap antibiotik menyebabkan pengobatan

penyakit infeksi menjadi lebih sulit (Pfeifer et al., 2013). Timbulnya

permasalahan tersebut mendorong penemuan alternatif lain yang berpotensi

mengatasi infeksi akibat H. influenzae resistan antibiotik.

Ferdes (2018) mengungkapkan bahwa ekstrak tanaman obat berpotensi

sebagai alternatif untuk melawan penyakit infeksi. Khasiat suatu tanaman obat

berkaitan erat dengan kandungan senyawa metabolit dalam tanaman tersebut

(Muharni, Fitrya, & Farida, 2017). Kandungan senyawa metabolit dapat berbeda

pada suatu spesies tanaman yang sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan

faktor biotik maupun abiotik lingkungan pertumbuhan (Borges, Minatel, Gomez-

gomez, & Lima, 2017). Di Indonesia, telah banyak tanaman obat yang

dimanfaatkan oleh masyarakat, salah satunya adalah kapulaga (Amomum

compactum Soland ex. Maton). Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat

Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya hingga saat ini masih memanfaatkan

buah dan biji kapulaga sebagai obat tradisional yang ampuh untuk mengobati

batuk dan sakit tenggorokan.

Ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga telah dikonfirmasi memiliki

aktivitas antibakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Sukandar, Hermanto, Amelia,

& Zaenudin (2015) melaporkan bahwa fraksi etil asetat biji kapulaga asal Desa

Cintaratu Pangandaran memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli

dan Staphylococcus aureus. Selain itu, ekstrak tersebut mengandung senyawa

fenol, tanin, dan terpenoid. Penelitian lain yang dilakukan Putri, Susilowati, &

Setyaningsih (2016) membuktikan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan

Aeromonas hydrophila yang paling besar oleh ekstrak etil asetat biji kapulaga.

Ekstrak tersebut mengandung senyawa yang bersifat semi polar, seperti alkaloid.

Aktivitas antibakteri ekstrak buah dan biji kapulaga terhadap H. influenzae

resistan tetrasiklin belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian mengenai aktivitas antibakteri ekstrak buah dan biji kapulaga asal

Kampung Naga dari pelarut etil asetat terhadap bakteri H. influenzae resistan

Page 16: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

3

tetrasiklin. Penggunaan etil asetat karena pelarut tersebut bersifat semi polar,

sehingga diharapkan dapat mengekstraksi senyawa fitokimia dengan kepolaran

yang luas dari simplisia kapulaga asal Kampung Naga. Selain itu, perlu juga

dilakukan penelusuran senyawa fitokimia dan pendugaan kadar senyawa yang

diduga terkandung dalam ekstrak buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga

dengan pendekatan studi literatur.

1.2. Rumusan Masalah

1) Apakah ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga

memiliki aktivitas antibakteri terhadap H. influenzae resistan tetrasiklin?

2) Berapakah konsentrasi minimum ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga

asal Kampung Naga yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan

(KHM) dan membunuh (KBM) bakteri H. influenzae resistan tetrasiklin?

3) Apa sajakah senyawa fitokimia yang diduga terkandung dalam ekstrak buah

dan biji kapulaga asal Kampung Naga berdasarkan studi literatur?

1.3. Hipotesis

1) Ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga mampu

menghambat pertumbuhan bakteri H. influenzae resistan tetrasiklin

(menjawab rumusan masalah nomor 1).

2) Senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak buah dan biji kapulaga

berdasarkan studi literatur, di antaranya minyak atsiri, terpenoid, tanin,

alkaloid, fenol, flavonoid, saponin, dan steroid. Senyawa-senyawa tersebut

dilaporkan berperan dalam aktivitas antibakteri ekstrak kapulaga (menjawab

rumusan masalah nomor 3).

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi aktivitas antibakteri

ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga terhadap bakteri H.

influenzae resistan tetrasiklin.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggali potensi sumber daya

ekstrak kapulaga asal Kampung Naga sebagai agen antimikroba dan menyajikan

Page 17: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

4

data awal untuk eksplorasi senyawa aktif yang dapat dikembangkan menjadi

antibakteri terhadap H. influenzae resistan tetrasiklin.

1.6. Kerangka Berpikir Penelitian

Kerangka berpikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini

adalah sebagai berikut (Gambar 1).

H. influenzae merupakan bakteri

patogen penyebab penyakit infeksi,

terutama infeksi saluran pernapasan

Pengobatan infeksi dengan terapi

antibiotik

Telah ditemukan resistansi H. influenzae

terhadap antibiotik tetrasiklin

Masyarakat Kampung Naga

memanfaatkan buah dan

biji kapulaga sebagai obat

tradisional

Ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga asal Kampung

Naga diharapkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri

H. influenzae resistan tetrasiklin

Perlu dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak

etil asetat buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga

terhadap H. influenzae resistan tetrasiklin

Ekstrak etil asetat kapulaga

memiliki aktivitas

antibakteri

Alternatif lain untuk pengobatan dengan

memanfaatkan senyawa aktif dalam

ekstrak tanaman obat

Kapulaga sebagai tanaman

obat

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian aktivitas antibakteri ekstrak buah dan biji

kapulaga (Amomum compactum Soland ex Maton) terhadap bakteri

Haemophilus influenzae resistan tetrasiklin

Page 18: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antibakteri

Antibakteri adalah suatu zat yang dapat menekan pertumbuhan,

kemampuan reproduksi, hingga membunuh bakteri melalui mekanisme

penghambatan metabolisme (Talaro, 2008). Secara umum, antibakteri

digolongkan ke dalam 2 kelompok berdasarkan aktivitasnya, yaitu bakteriostatik

dan bakterisidal. Aktivitas antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri

disebut bakteriostatik, sedangkan aktivitas antibakteri dalam membunuh atau

mematikan bakteri disebut bakterisidal (Ullah & Ali, 2017). Antibakteri dapat

bersifat spektrum sempit (narrow spectrum), artinya hanya dapat bekerja atau

menghambat pertumbuhan dari jenis bakteri tertentu, misalnya Gram positif atau

Gram negatif saja; dan spektrum luas (broad spectrum), artinya dapat bekerja dan

menghambat pertumbuhan dari jenis bakteri yang lebih luas, antibakteri tersebut

dapat bekerja baik pada Gram positif maupun Gram negatif (Ullah & Ali, 2017).

Senyawa antibakteri dilaporkan dapat diproduksi oleh mikroorganisme

dan juga tumbuhan dari berbagai famili (Abbassi & Hani, 2011; Bereksi,

Hassaïne, Bekhechi, & Abdelouahid, 2018). Senyawa antibakteri umumnya

adalah senyawa alami berupa metabolit sekunder yang disintesis oleh tumbuhan

dan mikroorganisme sebagai respon terhadap rangsangan eksternal berupa

ancaman keberadaan organisme lain, terutama bakteri. Saat ini telah banyak

penelitian yang mengkaji aktivitas antibakteri dari metabolit sekunder tumbuhan

untuk keperluan farmakologi, salah satunya digunakan untuk mengendalikan

pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen (Bereksi et al., 2018). Dengan

demikian, pemanfaatan aktivitas antibakteri dari tumbuhan kini menjadi salah satu

upaya dalam pencegahan dan penanganan penyebaran penyakit infeksi.

Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh

mikroorganisme hidup, senyawa tersebut dapat membunuh atau menghambat

pertumbuhan suatu mikroorganisme. Antibiotik merupakan suatu produk yang

memiliki aktivitas antibakteri. Antibiotik terdiri dari beberapa golongan yang

umum digunakan untuk terapeutik, di antaranya beta-laktam (penisilin,

Page 19: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

6

sefalosporin, karbapenem, monobaktam), aminoglikosida, kloramfenikol,

makrolida, kuinolon, florokuinolon, sulfonamid, trimetoprim, dan tetrasiklin

(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014; Singh, 2015).

Tetrasiklin termasuk salah satu golongan antibiotik berbiaya rendah yang

banyak digunakan di negara berkembang. Tetrasiklin merupakan golongan

antibiotik yang umum digunakan dalam terapeutik, khususnya terapi infeksi

akibat patogen. Sifatnya yang spektrum luas, menunjukkan aktivitasnya dapat

melawan berbagai bakteri Gram positif dan Gram negatif, klamidia, mikoplasma,

riketsia, dan protozoa parasit (Chopra & Roberts, 2001; Badan Pengawas Obat

dan Makanan, 2014). Roberts (2003) mengungkapkan bahwa tetrasiklin telah

direkomendasikan untuk pengobatan penyakit infeksi saluran pernapasan, bahkan

tetrasiklin telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan pneumonia.

Tetrasiklin tersusun atas 4 cincin hidrokarbon yang kompak dengan

banyak rantai gugus fungsional, di antaranya gugus alkil, hidroksil, dan amina

pada bagian atas dan bawah molekul. Aktivitas antibiotik pada tetrasiklin

disebabkan oleh keberadaan gugus dimetilamina di posisi C4 pada rantai atas

cincin A (Gambar 2). Penambahan atau penghilangan gugus dimetilamina di C4

akan mengurangi aktivitas antibakteri tetrasiklin (Tariq, Rizvi, & Anwar, 2018).

Mekanisme kerja tetrasiklin adalah menghambat sintesis protein dengan

mencegah pelekatan aminoasil-tRNA ke akseptor ribosom di subunit 30s rRNA

pada site A, sehingga proses translasi tidak dapat berlangsung (Gambar 3)

A B D C

4

1

Gambar 2. Struktur molekul tetrasiklin (Tariq et al., 2018)

Page 20: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

7

(Chopra & Roberts, 2001; National Information Program on Antibiotics (NIPA),

2016; Tariq et al., 2018).

Perannya yang penting dalam terapi infeksi menyebabkan tetrasiklin

digunakan secara luas dan sering kali tidak rasional. Hal tersebut meningkatkan

resistansi dan memunculkan bakteri patogen yang resistan, sehingga membatasi

efektivitas kerja tetrasiklin (Utami, 2011; Tariq et al., 2018). Resistansi bakteri

terhadap tetrasiklin muncul karena akuisisi genetik dari gen tet. Mayoritas

keberadaan gen tet dalam bakteri berkaitan dengan plasmid seluler dan

transposon. Unit seluler ini memungkinkan gen tet untuk berpindah dari satu

spesies ke spesies lain dan ke berbagai genera melalui konjugasi. Gen tet pada

bakteri Gram negatif pertama kali ditemukan pada kelompok Enterobacteriaceae

dan Pseudomonadaceae, saat ini telah ditemukan juga pada Neisseria,

Haemophilus, Mannheimia, Treponema, dan Vibrio (Chopra & Roberts, 2001).

2.2. Tanaman Kapulaga (Amomum compactum Soland ex Maton)

2.2.1. Deskripsi dan Morfologi Tanaman Kapulaga

Tanaman kapulaga merupakan tanaman liar asli Indonesia yang kini sudah

banyak dibudidayakan (de Guzman & Siemonsma, 2013). Tanaman kapulaga

Rantai

polipeptida

Aminoasil-

tRNA

Sisi

transferase

tetrasiklin

mRNA

template

Site A Site P

Gambar 3. Mekanisme penghambatan sintesis protein oleh tetrasiklin (NIPA,

2016)

Page 21: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

8

diklasifikasikan ke dalam famili Zingiberaceae dan genus Amomum, bersinonim

dengan Amomum cardamomum Auct. non L. dan Amomum kapulaga Sprague &

Burke (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008; Integrated

Taxonomic Information System Report). Tanaman ini merupakan spesies

endemik dari Jawa Barat yang menghasilkan black cardamom sehingga disebut

sebagai kapulaga Jawa (Setyawan, Wiryanto, Suranto, Bermawie, & Sudarmono,

2014). Selain Jawa Barat, beberapa wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur,

Sumatera Barat dan Maluku adalah daerah pembudidaya kapulaga (Hidayat, 2013;

Silalahi, 2017). Kapulaga dapat tumbuh liar di hutan primer dan daerah

pegunungan yang rendah pada ketinggian 200-1000 m di atas permukaan laut.

Kapulaga memiliki beberapa nama daerah, di antaranya palago, pelaga, puwar

(Minangkabau); kapulaga, kardamon (Aceh, Melayu); kapol, pelaga (Sunda);

kapulogo, pulogo, kapol (Jawa), kapolagha, palagha (Madura); kapolagha,

korkolaka (Bali); garidimong, kapulaga (Makasar); kapulaga (Bugis) (Sinaga,

2008; Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008).

Kapulaga merupakan tanaman perenial dengan habitus berupa terna dan

tinggi mencapai 1,5 m (Gambar 4A). Batang kapulaga merupakan batang semu

yang tersusun atas pelepah-pelepah daun, berbentuk silindris dan tumbuh tegak.

Satu rumpun tanaman dapat terdiri dari 20-30 batang semu yang tumbuh dari

rizoma (Maryani, 2003) (Gambar 4B). Buah kapulaga berkumpul dalam tandan

kecil dan pendek yang menempel di atas tanah, setiap tandan dapat berisi 10-20

butir buah kapulaga (Gambar 4C). Buah kapulaga berupa buah sejati berbentuk

hampir bulat telur dengan 3 alur membujur pada permukaan yang membagi buah

menjadi 3 bagian, panjang sekitar 1-1,8 cm dan lebar ±1,5 cm. Kulit buah

berwarna kecokelatan atau kuning muda (Gambar 4D). Buah memiliki 3 ruang

yang dipisahkan dengan septum, setiap ruang terdapat 2 deret biji berwarna

cokelat kemerahan saat matang dengan panjang 3-5 mm dan lebar 2-3,5 mm. Biji

menghasilkan bau khas aromatik, berbentuk poligonal tumpul dan diselubungi

selaput tipis berwarna putih (Gambar 4E) (Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia, 2008; Silalahi, 2017).

Page 22: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

9

2.2.2. Manfaat dan Kandungan Kimia Kapulaga

Kapulaga telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat terutama dalam

bidang kuliner dan kesehatan. Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan adalah

buah, biji, dan rimpang. Buah kapulaga berkhasiat untuk mengobati batuk,

amandel, radang tenggorokan, demam, sesak nafas, influenza, radang lambung,

dan asma. Buah keringnya dimanfaatkan sebagai bumbu rempah untuk masakan.

Bagian biji biasanya digunakan untuk memperoleh minyak atsiri yang

dimanfaatkan sebagai penyedap kue dan parfum. Rimpang kapulaga biasanya

A

C

E D

B

Gambar 4. Morfologi bagian tanaman kapulaga. A. Individu tanaman kapulaga;

B. Batang semu kapulaga; C. Buah kapulaga yang masih menempel

pada tandan; D. Buah kapulaga; E. Buah dengan biji kapulaga

(Dokumemtasi Pribadi, 2020)

Page 23: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

10

dimanfaatkan untuk menghilangkan bau mulut, obat batuk, dan menurunkan

panas. Rimpang yang dikeringkan, dihancurkan, kemudian direbus dapat

dimanfaatkan menjadi minuman penghangat dan untuk mengobati panas dalam.

Kapulaga juga dimanfaatkan sebagai bahan aromatik (Sinaga, 2008; Silalahi,

2017; Kurniawati, Widodo, Artama, & Yusiati, 2018).

Ekstrak buah dan biji kapulaga telah dikonfirmasi memiliki aktivitas

antimikroba terhadap beberapa mikroorganisme, seperti Escherichia coli,

Staphylococcus aureus (Sukandar et al., 2015), Streptococcus pyogenes (Komala,

Ismanto, & Maulana, 2020), Aeromonas hydrophila (Putri et al., 2016), dan

cendawan Botrytis cinerea (Prasasty, Suranto, & Setyaningsih, 2003). Aktivitas

antibakteri tersebut berkaitan dengan senyawa kimia yang terkandung dalam

kapulaga. Minyak atsiri adalah senyawa dengan kandungan paling tinggi pada

kapulaga, di antaranya tersusun atas 1,8-sineol, karvon, α-terpineol, α-pinena,

famesol, linalool, β-simena, sabinen, mirsenol, 1,2-sineol, 3-carense, β-terpinol,

kamfor, dan borneol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008; Silalahi,

2017). Kadar sineol dalam buah kapulaga sebesar ±12 %. Senyawa fitokimia lain

yang terkandung dalam buah dan biji kapulaga, di antaranya golongan senyawa

terpenoid, tanin, alkaloid, flavonoid, fenol, saponin, dan steroid (Bamu’min,

Djamil, & Kartiningsih, 2013; Sukandar et al., 2015; Afrina, Chismirina, & Aulia,

2016; Komala et al., 2020).

2.3. Bakteri Haemophilus influenzae

2.3.1. Deskripsi Haemophilus influenzae

Bakteri Haemophilus influenzae diklasifikasikan ke dalam famili

Pasteurellaceae dan genus Haemophilus. Bakteri H. influenzae merupakan bakteri

Gram negatif, pleomorfik, berbentuk coccobacillus dengan panjang 2 µm dan

diameter 0,4-1 µm, non motil, tidak berspora, anaerob fakultatif, dan

membutuhkan faktor pertumbuhan yang khusus, yaitu kandungan hemin (faktor

X), Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD) (faktor V), kadar CO2 sebanyak

5%, dan tumbuh baik pada suhu 35-37°C. Media pertumbuhan yang digunakan

adalah media agar cokelat, bakteri tumbuh sebagai koloni besar, bulat, permukaan

halus, cembung, dan tidak berwarna sampai abu-abu (Gambar 5A & 5B) (CDC,

2011; Pfeifer et al., 2013; Whittaker et al., 2017).

Page 24: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

11

. Bakteri H. influenzae digolongkan ke dalam 2 kelompok berdasarkan

keberadaan kapsul polisakarida, yaitu encapsulated (memiliki kapsul

polisakarida) dan nonencapsulated (tidak memiliki kapsul polisakarida).

Kelompok encapsulated terdiri atas 6 serotipe, yaitu H. influenzae serotipe a

(Hia), b (Hib), c (Hic), d (Hid), e (Hie), dan f (Hif), sedangkan kelompok

nonencapsulated adalah serotipe Non-Typeable H. influenzae (NTHi) (Whittaker

et al., 2017). H. influenzae dari kelompok encapsulated, terutama serotipe Hib

dikenal sebagai patogen dari kelompok H. influenzae yang paling banyak

menyebabkan kasus infeksi berat, terutama infeksi saluran pernapasan bawah

pada bayi dan anak-anak, sedangkan kelompok nonencapsulated umumnya

menginfeksi saluran pernapasan bagian atas dan menyebabkan infeksi mukosa,

namun dapat juga menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah. Kelompok

yang rentan terinfeksi adalah balita, anak-anak, dan orang lanjut usia (Agrawal &

Murphy, 2011).

Secara umum, H. influenzae merupakan flora normal yang hidup pada

saluran pernapasan atas, namun apabila masuk ke dalam jaringan atau bagian

tubuh lain dapat menyebabkan infeksi serius, terutama infeksi pada saluran

pernapasan bawah dan menyebabkan pneumonia (CDC, 2011; Pfeifer et al., 2013;

Safari et al., 2020). Selain itu, H. influenzae juga dapat menyebabkan penyakit

infeksi lainnya, seperti bronkitis, konjungtivatis, epiglotitis, otitis media, dan

sinusitis, serta penyakit infeksi berat seperti meningitis, septikemia, dan

bakteremia yang terutama disebabkan oleh kelompok encapsulated. Kapsul

A B

Gambar 5. Koloni bakteri Haemophilus influenzae pada media agar cokelat.

A. Penampakan koloni H. influenzae; B. Koloni tunggal H.

influenzae (CDC, 2011)

Page 25: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

12

polisakarida adalah faktor virulensi kritis yang memediasi invasi, sehingga

infeksinya melibatkan invasi ke aliran darah. Mekanisme patogenesis infeksi dari

kelompok nonencapsulated didominasi oleh penyebaran secara berdekatan,

melalui migrasi bakteri dari nasofaring ke struktur terdekat, seperti sinus, telinga

tengah, trakea, dan saluran pernapasan di bagian atas (Agrawal & Murphy, 2011).

Penyebaran penyakit akibat infeksi H. influenzae terjadi melalui kontak langsung

dengan tetesan pernapasan (droplets) dari seorang pembawa (carrier) atau pasien.

Hal tersebut terjadi ketika seseorang yang memiliki bakteri H. influenzae di

saluran pernapasannya batuk atau bersin. Orang yang tidak sakit tetapi memiliki

bakteri H. influenzae di saluran pernapasannya tetap dapat menyebarkan bakteri

tersebut (CDC, 2020).

Pencegahan infeksi H. influenzae dilakukan dengan pemberian vaksin H.

influenzae serotipe b (vaksin Hib) pada bayi dan anak-anak. Hal tersebut karena

sebagian besar penyakit infeksi H. influenzae terjadi akibat infeksi oleh H.

influenzae serotipe b (Hib). Namum saat ini telah banyak penelitian yang

melaporkan bahwa terjadi peningkatan kasus infeksi akibat bakteri H. influenzae

dari serotipe non-b dan NTHi (Soeters et al., 2018). Upaya pengobatan infeksi

akibat H. influenzae umumnya diatasi dengan terapi antibiotik. Antibiotik yang

umumnya digunakan yaitu dari golongan tetrasiklin, sefriakson, sefotaksin,

sefalosporin, florokuinolon, dan kloramfenikol (Badan Pengawas Obat dan

Makanan, 2014; Bush, 2018). Namun, penggunaan antibiotik secara luas, dalam

jangka waktu yang panjang, dan pemakaian yang tidak rasional (tidak sesuai

anjuran medis) menyebabkan munculnya strain H. influenzae yang resistan

terhadap beberapa golongan antibiotik. Adanya mekanisme transformasi

horizontal gen pengekspresi resistan juga menyebabkan peningkatan prevalensi H.

influenzae yang resistan terhadap antibiotik.

2.3.2. Resistansi Haemophilus influenzae terhadap Tetrasiklin

Resistansi H. influenzae terhadap antibiotik tetrasiklin pertama kali

ditemukan di tahun 1975 pada pasien anak-anak, penemuan tersebut cukup

mengejutkan karena pada saat itu penggunaan antibiotik tetrasikin untuk anak <2

tahun masih jarang dilakukan (Wallace et al., 1988). Prevalensi resistansi H.

Page 26: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

13

influenzae terhadap tetrasiklin di beberapa negara terbilang cukup tinggi, di

antaranya adalah Spanyol (25,4%), Belgia (17,8%) dan Thailand (36%) (Gessner,

Njanpop-Lafourcade, & Herbert, 2017). Resistansi bakteri terhadap tetrasiklin

diatur oleh gen tet yang jenisnya beragam dan memiliki mekanisme resistansi

yang spesifik, di antaranya tet(A), tet(B), tet(D), tet(E) dan tet(G) dilaporkan

terdapat dalam bakteri resistan Gram negatif, ada pun gen tet(K), tet(L), tet(M),

tet(O), dan tet(S) ditemukan pada bakteri resistan Gram positif (Doherty,

Trzcinski, Pickerill, Zawadzki, & Dowson, 2000; Hedayatianfard, Akhlaghi, &

Sharifiyazdi, 2014).

Terdapat 3 mekanisme yang terlibat dalam resistansi bakteri terhadap

tetrasiklin, yaitu pompa pengeluaran antibiotik dari sel (antibiotic efflux pumps),

modifikasi target dengan ribosomal protection protein (RPP), dan inaktivasi

antibiotik (Ahmed, Alao, Alexis, Eleazer, & Joseph, 2013; Ousmane, Diallo, &

Ouedraogo, 2018). 1) Pompa pengeluaran antibiotik dari sel (antibiotic efflux

pumps) terjadi melalui pembatasan akses tetrasiklin menuju ribosom,

mekanismenya adalah mengurangi konsentrasi tetrasiklin yang masuk ke dalam

sel dengan memompanya keluar pada kecepatan yang sama atau lebih besar dari

penyerapannya. Protein eflux akan menukar proton dengan kompleks kation

tetrasiklin untuk melawan gradien konsentrasi. Gen yang melakukan mekanisme

ini umumnya terintegrasi di dalam plasmid, di antaranya gen tet(A), tet(B), tet(E)

dan tet(L). 2) Modifikasi target dengan ribosomal protection protein (RPP) terjadi

melalui mekanisme pengikatan RPP dengan ribosom yang menyebabkan

perubahan konformasi ribosom, sehingga mencegah pengikatan tetrasiklin

terhadap ribosom tanpa mengubah atau menghentikan sintesis protein. RPP

berinteraksi atau berasosiasi dengan ribosom, sehingga ribosom tidak sensitif

terhadap penghambatan tetrasiklin. Gen yang menyebabkan mekanisme tersebut

di antaranya tet(M), tet(O), tet(Q), tet(S) dan tet(W), yang ditemukan terintegrasi

dalam plasmid. 3) Mekanisme inaktivasi tetrasiklin terjadi secara enzimatik dan

hanya terjadi akibat keberadaan gen tet(X). Gen tet(X) adalah protein sitoplasmik

yang secara kimia memodifikasi tetrasiklin dengan menggunakan oksigen dan

NADPH, sehingga tetrasiklin menjadi inaktif (Ahmed et al., 2013; Hedayatianfard

et al., 2014).

Page 27: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Januari sampai dengan Agustus 2020.

Proses pengukuran kadar air dan ekstraksi simplisia dilakukan di Pusat

Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, sedangkan proses pengujian antibakteri dan penentuan nilai Konsentrasi

Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) dilakukan di

Laboratorium Molekuler Bakteriologi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman,

Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini di antaranya timbangan

duduk [Nagako], oven [Memmert], blender [Philips], cawan porselen, spatula,

desikator [Nalgene], neraca analitik [Sartorius], corong kaca, kertas saring, plastik

ziplock, gelas ukur 100 ml [Pyrex Iwaki Glass], Erlenmeyer 250 ml, 500 ml, dan

1000 ml [Schott Duran], botol pot urin, gelas piala 50 ml, 250 ml, 600 ml [Schott

Duran], termometer 200°C [Boeco Germany], shaker [Lokal], rotary vacuum

evaporator [Heidolph Instruments Laborota], vortex [Thermo Scientific], lemari

asam [Lokal], cawan petri [Thermo Scientific], loop 1 µl [Goselin], 1,8 ml

cryotube [Biologix], pipet mikro [Eppendorf], inkubator CO2 [Thermo Scientific],

reservoir [Goselin], multichannel pippette [Eppendorf], mirror [Fisher Scientific],

filter tips [Axygen], McFarland standard [Remel], densitometer [Biosan DEN-1],

cotton swab [Sensi], inkubator 37°C [Thermo Scientific], Biosafety Cabinet Class

II [Thermo Scientific], Laminar Air Flow [Thermo Scientific], microplate 96-well

round bottom [FL Medical].

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, di antaranya buah dan

biji kapulaga yang diperoleh dari Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan

Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (Gambar 4), satu isolat bakteri H.

influenzae ATCC 49247 yang merupakan strain normal sebagai kontrol bakteri,

dan 1 isolat bakteri H. influenzae 1337 yang merupakan strain resistan tetrasiklin

Page 28: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

15

sebagai bakteri uji, kedua isolat bakteri merupakan koleksi Laboratorium

Molekuler Bakteriologi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta. Bahan

yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah pelarut etil asetat. Bahan-bahan

yang digunakan untuk uji antibakteri serta penentuan nilai KHM dan KBM, di

antaranya GC agar [BD], Haemophilus Test Media (HTM) [Oxoid], HTM Broth

[Thermo Scientific], Dimethyl sulfoxide (DMSO) 100% [Sigma], Mueller Hinton

Broth (MH broth) [Thermo Scientific], seal [ABI], aluminium foil, kertas cakram

[Oxoid], darah domba 5%, isovitalex 1%, cakram antibiotik tetrasiklin 30 µg

[Oxoid] sebagai kontrol positif pada uji antibakteri, serta antibiotik vankomisin

2,5 mg/ml sebagai kontrol negatif pada penentuan nilai KHM dan KBM.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimen dengan

perlakuan pelarut ekstraksi, yaitu etil asetat. Perlakuan dilakukan dengan 3 kali

pengulangan. Variabel terikat adalah diameter zona hambat yang terbentuk pada

uji antibakteri, kekeruhan suspensi pada penentuan nilai KHM dan pertumbuhan

bakteri di media agar cokelat pada penentuan nilai KBM.

3.4. Cara Kerja

Cara kerja dalam penelitian ini meliputi pembuatan simplisia buah dan biji

kapulaga asal Kampung Naga, pengukuran kadar air simplisia, ekstraksi simplisia,

pembuatan media pertumbuhan bakteri, subkultur bakteri uji, uji antibakteri difusi

cakram, penentuan nilai KHM dan KBM, serta penelusuran kandungan senyawa

fitokimia ekstrak kapulaga dengan studi literatur.

3.4.1. Pembuatan Simplisia Buah dan Biji Kapulaga Asal Kampung Naga

Prosedur pembuatan simplisia mengacu pada literatur Prasasty et al.

(2003). Tanaman kapulaga diperoleh dari Kampung Naga, Tasikmalaya. Buah dan

biji kapulaga diambil sebanyak ±500 g, kemudian dipisahkan dari kulit buahnya.

Buah kapulaga dibersihkan dari kotoran yang menempel dan dikeringkan-

anginkan selama ±22 jam pada suhu ruang. Setelahnya buah kapulaga dimasukkan

ke dalam plastik ziplock untuk dibawa ke Jakarta, proses pengeringan buah dan

biji kapulaga dilanjutkan di Jakarta selama 3 hari di bawah sinar matahari secara

Page 29: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

16

tidak langsung dengan ditutup kain. Selanjutnya, buah dan biji yang telah kering

dihancurkan menjadi serbuk dengan menggunakan blender, lalu serbuk diayak

menggunakan saringan teh. Serbuk yang telah disaring kemudian dimasukkan ke

dalam plastik ziplock dan disimpan pada suhu ruang. Bobot serbuk simplisia yang

diperoleh sebesar 19 g.

3.4.2. Pengukuran Kadar Air Simplisia Buah dan Biji Kapulaga Asal

Kampung Naga

Prosedur pengukuran kadar air simplisia mengacu pada protokol

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000) dengan menggunakan metode

gravimetri yang dimodifikasi. Metode gravimetri berprinsip pada penguapan air

bebas dalam bahan melalui proses pemanasan (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2000). Cawan porselen dicuci menggunakan air mengalir, lalu

dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105°C selama 30 menit, kemudian

cawan porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang

bobot kosongnya. Sebanyak 1 g simplisia dimasukkan ke dalam cawan porselen,

lalu ditimbang bobot totalnya. Cawan porselen yang berisi simplisia dikeringkan

menggunakan oven pada suhu 105°C selama 3 jam, kemudian didinginkan

menggunakan desikator selama 30 menit dan ditimbang bobotnya. Proses

pemanasan dilakukan berulang dengan waktu pemanasan selama 30 menit hingga

diperoleh bobot konstan. Pengukuran dilakukan dengan 3 kali pengulangan.

Persentase kadar air ditentukan melalui pengurangan hasil penimbangan bobot

sebelum pengeringan (g) dengan bobot setelah pengeringan (g), kemudian hasil

pengurangan tersebut dibagi dengan bobot sebelum pengeringan (g). Hasil yang

diperoleh kemudian dikali dengan 100% dan dihitung nilai rata-ratanya.

3.4.3. Ekstraksi Simplisia Buah dan Biji Kapulaga Asal Kampung Naga

Ekstraksi simplisia dilakukan dengan mengacu pada protokol Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (2008) yang dimodifikasi. Ekstraksi buah dan biji

kapulaga dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi adalah proses ekstraksi

sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia menggunakan suatu pelarut

dengan beberapa kali pengadukan pada suhu ruang (Departemen Kesehatan

Page 30: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

17

Republik Indonesia, 2000). Proses ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut etil

asetat. Sebanyak 13 g bubuk simplisia direndam dalam 130 ml pelarut etil asetat

(1:10 b/v) selama 24 jam pada suhu ruang menggunakan shaker dengan kecepatan

150 rpm. Setelahnya, larutan disaring dan filtrat yang dihasilkan dipekatkan

menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 50°C, sehingga diperoleh

ekstrak kental etil asetat. Bobot ekstrak yang diperoleh kemudian ditimbang.

Persentase rendemen ditentukan dengan membagi hasil penimbangan bobot

ekstrak (g) dengan bobot simplisia awal (g). Hasil yang diperoleh kemudian dikali

dengan 100%.

3.4.4. Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri Haemophilus influenzae

Media pertumbuhan yang digunakan adalah media agar cokelat untuk

subkultur bakteri dan media Haemophilus Test Media (HTM) untuk pengujian

antibakteri. Kedua media tersebut dibuat dengan melarutkan 20 g GC agar (untuk

media agar cokelat) dan HTM agar (untuk media HTM agar) masing-masing ke

dalam 500 ml akuabides dan disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C

selama 15 menit. Selanjutnya media dipanaskan pada suhu 80°C dan ditambahkan

25 ml darah domba 5%, larutan dihomogenkan perlahan sampai berubah warna

menjadi cokelat. Setelah homogen, media diinkubasi pada suhu 70-80°C selama

20 menit, kemudian didinginkan pada suhu 56°C. Sebanyak 5 ml isovitalex (1%)

ditambahkan ke dalam media dan dihomogenkan perlahan. Selanjutnya, media

dituang ke cawan petri. Media pertumbuhan yang digunakan untuk penentuan

nilai KHM adalah Mueller-Hinton Broth (MH Broth) yang dibuat dengan

melarutkan serbuk media MH broth ke dalam 500 ml akuades, kemudian larutan

dipanaskan dan dihomogenkan. Setelah homogen, media dituangkan ke dalam

tabung reaksi dan disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15

menit.

3.4.5. Subkultur Bakteri Uji

Prosedur subkultur bakteri uji dilakukan dengan mengacu pada protokol

Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI) (2016). Kultur stok isolat H.

influenzae ATCC 49247 dan H. influenzae 1337 diinokulasi ke medium agar

cokelat pada cawan. Kemudian diinkubasi pada inkubator anaerob dengan suhu

Page 31: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

18

37°C dan kadar CO2 5% selama 16-18 jam. Setelah inkubasi, kultur bakteri yang

tumbuh diinokulasi kembali pada media dengan kondisi yang sama seperti proses

kultur awal untuk memperoleh kultur bakteri yang murni.

3.4.6. Uji Antibakteri Metode Difusi Cakram

Prosedur uji antibakteri dilakukan sebagai penapisan awal aktivitas

antibakteri ekstrak kapulaga asal Kampung Naga yang bertujuan untuk

mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antibakteri dari ekstrak tersebut terhadap

H. influenzae resistan tetrasiklin. Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode

difusi cakram (disc diffusion). Metode ini berprinsip pada difusi agen antibakteri

ke dalam media agar yang akan menghambat pertumbuhan bakteri uji, keberadaan

aktivitas antibakteri divisualisasikan dengan terbentuknya zona hambat

pertumbuhan bakteri uji yang berwarna bening (Balouiri, Sadiki, dan Ibnsouda,

2016). Pengujian antibakteri didahului dengan pembuatan larutan ekstrak uji dan

suspensi bakteri uji. Prosedur pembuatan larutan ekstrak uji mengacu pada

literatur Alaga, Edema, Atayese, & Bankole (2014) dengan modifikasi. Larutan

ekstrak tanaman dibuat dengan melarutkan ekstrak ke dalam pelarut dimetil

sulfoksida (DMSO) 100%, hingga konsentrasi 200 mg/ml. Larutan

dihomogenisasi menggunakan vortex hingga larut. Sebanyak 4 mg ekstrak

ditransfer ke cakram kosong berukuran 6 mm dengan cara diteteskan (drop test).

Cakram tersebut kemudian digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri.

Prosedur pembuatan suspensi bakteri uji mengacu pada protokol CLSI

(2016). Bakteri hasil subkultur dimasukkan ke dalam 5 ml media MH broth dan

dihomogenkan menggunakan vortex. Tingkat kekeruhan suspensi bakteri diukur

menggunakan densitometer, suspensi bakteri dapat digunakan apabila

kekeruhannya telah mencapai 0,5 McFarland (McF).

Prosedur pengujian antibakteri dilakukan dengan mengacu pada protokol

CLSI (2016). Suspensi bakteri diusap secara merata pada media HTM agar

dengan menggunakan cotton swab. Setelah itu, 3 cakram yang berisi larutan

ekstrak uji ditempelkan pada media. Selanjutnya sampel diinkubasi pada

inkubator anaerob bersuhu 37°C dengan kadar CO2 5% selama 20-24 jam.

Kontrol positif yang digunakan adalah cakram antibiotik tetrasiklin (30 µg),

sedangkan kontrol negatifnya adalah DMSO 100%. Aktivitas antibakteri dari

Page 32: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

19

larutan ekstrak ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat (zona bening) di

sekitar kertas cakram.

3.4.7. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi

Bunuh Minimum (KBM) Antibakteri

Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) didahului dengan pembuatan larutan ekstrak uji dan suspensi

bakteri uji. Prosedur pembuatan larutan ekstrak uji dilakukan dengan mengacu

pada literatur Omar, Fares, Almasri, Slaileh, & Zurba (2013) dengan modifikasi.

Larutan stok ekstrak dengan konsentrasi awal 200 mg/ml diencerkan terlebih

dahulu, kemudian diencerkan secara bertingkat sebanyak 9 level dengan faktor

pengenceran 2 kali. Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan larutan ekstrak

ke dalam MH broth (perbandingan 10:90). Konsentrasi akhir larutan ekstrak yang

digunakan untuk uji KHM dan KBM adalah 10 mg/ml; 5 mg/ml; 2,5 mg/ml; 1,25

mg/ml; 0,625 mg/ml; 0,313 mg/ml; 0,156 mg/ml; 0,078 mg/ml, dan 0,039 mg/ml.

Prosedur pembuatan suspensi bakteri uji dilakukan dengan mengacu pada

protokol CLSI (2016). Bakteri uji hasil sub kultur dimasukkan ke dalam 5 ml

media MH broth, kemudian dihomogenkan menggunakan vortex. Tingkat

kekeruhan suspensi bakteri diukur menggunakan densitometer hingga

kekeruhannya mencapai 0,5 McFarland (McF). Selanjutnya sebanyak 50 µl

suspensi bakteri tersebut dipindahkan ke dalam 10 ml media HTM broth.

Prosedur penentuan nilai KHM dan KBM dilakukan dengan mengacu

pada protokol CLSI (2016). Penentuan nilai KHM dilakukan dengan metode

mikro dilusi cair (broth microdilution). Metode tersebut dilakukan dengan

menambahkan suspensi bakteri uji ke dalam ekstrak dengan seri konsentrasi

ekstrak yang berbeda-beda, pengujian dilakukan menggunakan microplate 96 well

round bottom plate (Balouiri et al., 2016). Sumuran uji diisi dengan 90 µl

suspensi bakteri dan 10 µl larutan ekstrak (perbandingan 90:10). Sumuran kontrol

positif diisi dengan 100 µl suspensi bakteri; sumuran kontrol pelarut diisi dengan

suspensi bakteri dan DMSO 100% (perbandingan 90:10); sumuran kontrol negatif

diisi dengan suspensi bakteri dan antibiotik vankomisin 2 mg/ml (perbandingan

90:10); sumuran kontrol pembanding diisi dengan campuran media HTM broth

dan larutan ekstrak masing-masing sumuran uji (perbandingan 90:10).

Page 33: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

20

Selanjutnya, plate diinkubasi pada suhu 37°C selama 20-24 jam. Pertumbuhan

bakteri pada masing-masing konsentrasi larutan ekstrak diamati, adanya

pertumbuhan bakteri ditandai dengan perubahan warna larutan pada sumuran uji

menjadi keruh. Apabila kekeruhan pada sumuran uji terlihat sama dengan kontrol

pembanding maka konsentrasi tersebut dideskripsikan sebagai nilai KHM.

Selanjutnya, 20 µl dari 6 konsentrasi larutan uji KHM, kontrol positif, dan kontrol

pelarut diinokulasikan ke permukaan media agar cokelat dengan cara diteteskan,

kemudian media diinkubasi pada suhu 37°C selama 20-24 jam. Konsentrasi

ekstrak terendah yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri di lokasi tetesan

suspensi dari sumuran uji KHM pada media agar dideskripsikan sebagai nilai

KBM.

3.4.8. Pendugaan Senyawa Fitokimia Ekstrak Buah dan Biji Kapulaga Asal

Kampung Naga melalui Studi Literatur

Penelusuran kandungan senyawa fitokimia yang diduga terdapat dalam

ekstrak buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga dilakukan dengan metode

studi literatur. Dilakukan juga pendugaan mengenai kadar senyawa penyusun

minyak atsiri pada ekstrak kapulaga asal Kampung Naga dengan mengacu pada

kadar senyawa yang diperoleh dari literatur. Literatur yang digunakan adalah

referensi yang menganalisis kandungan senyawa fitokimia ekstrak buah dan biji

kapulaga secara kualitatif maupun kuantitatif. Pendugaan kadar tersebut dilakukan

dengan mengalikan persentase rendemen ekstrak kapulaga asal Kampung Naga

yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan kadar senyawa penyusun minyak atsiri

ekstrak kapulaga yang diperoleh dari literatur.

3.5. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dengan menghitung rata-

rata dan standar deviasi dari 3 ulangan pada kadar air simplisia dan diameter zona

hambat pada uji antibakteri. Keseluruhan data yang diperoleh termasuk persentase

rendemen ekstrak kapulaga asal Kampung Naga serta nilai KHM dan KBM

dibahas secara deskriptif.

Page 34: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Kapulaga Asal Kampung Naga

terhadap Bakteri Haemophilus influenzae Resistan Tetrasiklin

Aktivitas antibakteri suatu ekstrak tanaman obat berbanding lurus dengan

kualitas simplisia yang digunakan dalam proses ekstraksi (Sembiring & Suhirman,

2014). Kadar air dalam suatu simplisia merupakan salah satu parameter yang

dapat menggambarkan kualitas simplisia tanaman. Pengukuran kadar air simplisia

adalah tahap awal dalam pengolahan serbuk simplisia buah dan biji kapulaga asal

Kampung Naga. Hasil pengukuran rerata kadar air simplisia kapulaga asal

Kampung Naga adalah sebesar 15,43%±0,005 (Lampiran 1). Nilai kadar air yang

diperoleh menunjukkan bahwa simplisia kapulaga asal Kampung Naga telah

memenuhi standar kadar air simplisia kapulaga yang ditetapkan. Hal tersebut

sesuai dengan pernyataan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017)

bahwa batas kadar air simplisia kapulaga adalah tidak lebih dari 27,3%.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000) mengungkapkan bahwa

standar kadar air simplisia bertujuan untuk memberikan batasan maksimal

kandungan air yang diperbolehkan dalam suatu simplisia. Nilai kadar air yang

diperoleh menunjukkan bahwa simplisia kapulaga asal Kampung Naga telah layak

digunakan untuk proses penyimpanan dan pengolahan selanjutnya. Hal tersebut

sesuai dengan Herawati (2008) yang mengungkapkan bahwa simplisia yang

memenuhi standar kadar air menunjukkan kualitas yang baik dalam hal usia

penyimpanan karena rendahnya peluang kontaminasi, serta menunjukkan

kelayakan simplisia untuk proses penyimpanan dan pengolahan lebih lanjut.

Simplisia buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga selanjutnya

diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Ekstraksi bertujuan untuk menarik

senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia dengan bantuan pelarut, sehingga

diperoleh hasil akhir berupa ekstrak (Ali, Ferawati, dan Arqomah, 2013). Hasil

pengukuran menunjukkan ekstraksi simplisia kapulaga asal Kampung Naga

menghasilkan ekstrak sebanyak 1,189 g dengan rendemen sebesar 9,15%

(Lampiran 2). Rendemen ekstrak menggambarkan persentase banyaknya senyawa

Page 35: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

22

dalam simplisia yang berhasil terlarut saat proses ekstraksi (Sayuti, 2017;

Hasnaeni, Wisdawati, & Usman, 2019). Persentase rendemen ekstrak yang

diperoleh menunjukkan banyaknya senyawa pada simplisia kapulaga asal

Kampung Naga yang terlarut dalam pelarut etil asetat. Hal tersebut menunjukkan

dalam ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga diduga banyak terdapat

senyawa organik yang bersifat semi polar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Rahardjo, Fauzantoro, & Gozan (2018) bahwa senyawa-senyawa yang bersifat

semi polar akan terlarut dalam pelarut etil asetat. Etil asetat adalah pelarut yang

umum digunakan dalam proses ekstraksi, bersifat semi polar dengan indeks

kepolaran sebesar 4,4 (Sarker, Latif, & Gray, 2006; Mukhriani, 2014). Sifat semi

polar memungkinkan etil asetat dapat melarutkan senyawa-senyawa polar maupun

non polar (Putra, Supriyadi, & Santoso, 2019).

Ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga yang

diperoleh diujikan aktivitas antibakterinya terhadap 2 bakteri uji, yaitu H.

influenzae 1337 yang merupakan isolat resistan tetrasiklin dan H. influenzae

ATCC 49247 yang merupakan isolat normal dan tidak mengalami resistansi

sebagai kontrol bakteri. Cakram antibiotik tetrasiklin 30 µg digunakan sebagai

kontrol positif dan DMSO 100% sebagai kontrol negatif pada pengujian

antibakteri difusi cakram.

Gambar 6. Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga

terhadap bakteri Haemophilus influenzae

26

10,9

0

19,05

11,4

0 0

5

10

15

20

25

30

Tetrasiklin 30 µg

(Kontrol positif)

Ekstrak kapulaga DMSO 100%

(Kontrol negatif)

H. influenzae

ATCC 49247

H. influenzae

1337

Rer

ata

dia

met

er z

ona

ham

bat

(m

m)

(mm

)

Page 36: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

23

Hasil pengujian menunjukkan rerata diameter zona hambat yang terbentuk

oleh antibiotik tetrasiklin 30 µg terhadap isolat H. influenzae ATCC 49247 dan H.

influenzae 1337 masing-masing sebesar 26±0,28 mm dan 19,05±0,49 mm

(Gambar 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa isolat H. influenzae ATCC 49247

yang digunakan sebagai kontrol bakteri termasuk dalam kategori intermediat dan

H. influenzae 1337 termasuk dalam kategori resistan terhadap antibiotik tetrasiklin

30 µg. Kategori tersebut sesuai dengan CLSI (2016) yang menyatakan bahwa

bakteri H. influenzae dianggap telah resistan terhadap antibiotik tetrasiklin 30 µg

apabila zona hambat yang terbentuk ≤25 mm dan menunjukkan intermediat

apabila zona hambat yang terbentuk sebesar 26-28 mm. Kategori intermediat

menunjukkan bahwa bakteri H. influenzae ATCC 49247 memiliki sensitivitas

menengah terhadap antibiotik tetrasiklin 30 µg, dengan tingkat sensitivitas yang

tidak setinggi isolat sensitif (Tankeshwar, 2013). Luas diameter zona hambat yang

terbentuk oleh tetrasiklin 30 µg membuktikan bahwa isolat H. influenzae 1337

yang digunakan untuk pengujian pada penelitian ini adalah benar bakteri H.

influenzae yang telah resistan terhadap tetrasiklin.

Hasil pengujian antibakteri menunjukkan ekstrak etil asetat kapulaga asal

Kampung Naga memiliki aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri uji dengan

rerata luas diameter zona hambat yang tidak berbeda jauh, yaitu sebesar 10,9±0,78

mm untuk isolat H. influenzae ATCC 49247 dan 11,4±0,87 mm untuk isolat H.

influenzae 1337 (Gambar 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat

kapulaga asal Kampung Naga memiliki aktivitas antibakteri yang relatif sama

besar terhadap H. influenzae ATCC 49247 dan H. influenzae 1337. Aktivitas

antibakteri ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga terhadap bakteri H.

influenzae ATCC 49247 dan H. influenzae 1337 tergolong dalam kategori lemah

dengan diameter zona hambat yang terbentuk terhadap kedua bakteri uji masing-

masing sebesar 10,9 mm dan 11,4 mm (Gambar 6). Hal tersebut sesuai dengan

kategori aktivitas antibakteri ekstrak yang disampaikan oleh Zhang et al. (2017),

yaitu aktivitas antibakteri suatu ekstrak digolongkan ke dalam 3 kelompok

berdasarkan luas diameter zona hambat yang dihasilkan. Aktivitas antibakteri

ekstrak dikategorikan lemah apabila diameter zona hambat <12 mm,

Page 37: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

24

dikategorikan sedang atau menengah apabila diameter zona hambat 13-19 mm,

dan dikategorikan kuat apabila diameter zona hambat >20 mm.

Berdasarkan hasil pengujian, aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat

kapulaga asal Kampung Naga terhadap bakteri uji dapat dikatakan tidak lebih

efektif daripada antibiotik tetrasiklin 30 µg yang digunakan sebagai kontrol

positif. Hasil pengujian menunjukkan luas diameter zona hambat terhadap H.

influenzae ATCC 49247 dan H. influenzae 1337 yang dihasilkan oleh ekstrak

kapulaga masing-masing sebesar 10,9 mm dan 11,4 mm, dibandingkan luas

diameter zona hambat yang dihasilkan antibiotik tetrasiklin 30 µg masing-masing

sebesar 26 mm dan 19,05 mm (Gambar 6). Hal tersebut dapat menunjukkan

bahwa mekanisme kerja senyawa yang berperan sebagai antibakteri pada ekstrak

etil asetat kapulaga asal Kampung Naga tidak lebih efektif daripada mekanisme

kerja antibiotik tetrasiklin dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Hal

tersebut diduga disebabkan karena penggunaan ekstrak pada penelitian ini yang

masih berupa ekstrak kasar, berbeda dengan antibiotik tetrasiklin yang sudah

berupa senyawa murni. Ekstrak kasar merupakan ekstrak yang diperoleh dari satu

proses ekstraksi tanpa melalui proses pemurnian senyawa-senyawa, sehingga

masih mengandung berbagai campuran senyawa yang terlarut saat proses

ekstraksi (Azhari, Makisake, Tomasoa, Lumiu, & Balansa, 2018). Hal tersebut

memungkinkan terdapat komponen senyawa lain yang bercampur dengan

senyawa utama yang berperan sebagai agen antibakteri di dalam ekstrak. Fadila

(2018) mengungkapkan bahwa keberadaan senyawa lain yang bukan agen

antibakteri di dalam ekstrak dapat berpeluang menurunkan aktivitas antibakteri

ekstrak tersebut. Penggunaan DMSO 100% sebagai kontrol negatif

memperlihatkan tidak adanya aktivitas antibakteri, ditunjukkan dengan tidak

terbentuknya zona hambat. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa zona hambat

yang terbentuk oleh ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga terhadap

kedua bakteri uji adalah murni berasal dari aktivitas antibakteri ekstrak tersebut

dan tidak dipengaruhi oleh DMSO 100% sebagai pelarutnya.

Aktivitas antibakteri suatu ekstrak tumbuhan berkaitan dengan komponen

senyawa metabolit yang terkandung dalam tumbuhan tersebut (Ferdes, 2018).

Anugrah, Rijai, & Prabowo (2018) mengungkapkan bahwa kandungan minyak

Page 38: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

25

atsiri berperan dalam aktivitas antibakteri ekstrak kapulaga. Aktivitas antibakteri

minyak atsiri secara umum disebabkan oleh keberadaan komponen senyawa

terpenoid dan fenol (Mutlu-Ingok & Karbancioglu-Guler, 2017). Sukandar et al.

(2015) mengungkapkan bahwa senyawa 1,8-sineol pada ekstrak kapulaga yang

merupakan komponen minyak atsiri dari golongan terpenoid dapat memberikan

efek penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri. Hal tersebut dibuktikan

dengan hasil penelitian Yang, Hu, & Feng (2015) yang melaporkan aktivitas

antibakteri 1,8-sineol terhadap H. influenzae ATCC 33391, Klebsiella pneumonia,

Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, dan Escherichia coli.

Penelitian yang dilakukan Putri, Nurmagustina, & Chandra (2017) melaporkan

bahwa senyawa fenol dalam ekstrak kelopak buah rosela memiliki aktivitas

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Selain minyak atsiri, senyawa-senyawa lainnya dilaporkan berperan dalam

aktivitas antibakteri ekstrak kapulaga. Berdasarkan laporan dari penelitian-

penelitian sebelumnya, senyawa fitokimia meliputi tanin, alkaloid, flavonoid,

saponin, dan steroid yang terkandung dalam ekstrak kapulaga diduga berperan

sebagai agen antibakteri (Sukandar et al., 2015; Afrina, Chismirina, & Aulia,

2016; Tambunan, 2017; Komala, Ismanto, & Maulana, 2020). Senyawa-senyawa

tersebut dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Komala et al. (2020)

melaporkan bahwa senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan terpenoid yang

terkandung dalam ekstrak biji kapulaga memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Streptococcus pyogenes. Afrina et al. (2016) melaporkan bahwa senyawa saponin

dalam ekstrak buah kapulaga memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Senyawa steroid dalam ekstrak daun

pacar air dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap Poprhyromonas

gingivalis (Sapara, Waworuntu, & Juliantri, 2016).

Mekanisme antibakteri senyawa terpenoid terjadi melalui reaksi dengan

protein transmembran (porin) pada membran luar dinding sel bakteri. Reaksi

tersebut dapat menyebabkan kerusakan porin dan mengganggu permeabilitas

membran yang berakibat pada terganggunya transportasi ion-ion organik,

sehingga pertumbuhan sel bakteri terhambat (Sukandar et al., 2015). Aktivitas

antibakteri senyawa fenol terjadi dengan mengganggu permeabilitas membran sel

Page 39: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

26

bakteri, inaktivasi enzim, serta mendenaturasi protein sehingga dinding sel dapat

mengalami kerusakan. Perubahan permeabilitas membran memungkinkan

terganggunya transportasi ion-ion organik yang dibutuhkan sel sehingga dapat

menghambat pertumbuhan bakteri (Purwantiningsih, Suranindyah, & Widodo,

2014). Mekanisme antibakteri senyawa alkaloid adalah merusak dan berpenetrasi

ke dalam dinding sel bakteri dengan memutus ikatan peptidoglikan. Alkaloid juga

bekerja dengan mengganggu biosintesis enzim-enzim yang dibutuhkan dalam

reaksi metabolisme, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Komala et

al., 2020). Mekanisme antibakteri flavonoid di antaranya dengan mengganggu

fungsi membran sel, menghambat sintesis asam nukleat, serta menghambat proses

metabolisme dengan mengganggu proses respirasi sel (Nomer, Duniaji, &

Nocianitri, 2019). Aktivitas antibakteri senyawa tanin terjadi dengan mengganggu

proses metabolisme bakteri, mendenaturasi protein, serta mampu menginaktivasi

enzim sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Komala et al., 2020).

Mekanisme antibakteri senyawa steroid terjadi melalui reaksi dengan membran

sel yang dapat mengganggu keutuhan dan kerusakan struktur sel bakteri. Aktivitas

antibakteri senyawa saponin terjadi dengan meningkatkan permeabilitas membran

sel bakteri yang menyebabkan sel menjadi lisis (Sapara et al., 2016). Berdasarkan

pemaparan tersebut, diduga senyawa-senyawa antibakteri meliputi minyak atsiri,

terpenoid, tanin, alkaloid, flavonoid, fenol, saponin, dan steroid yang dilaporkan

pada ekstrak kapulaga juga berperan dalam aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat

kapulaga asal Kampung Naga.

4.2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) Ekstrak Etil Asetat Kapulaga Asal Kampung Naga

terhadap Bakteri Haemophilus influenzae Resistan Tetrasiklin

Nilai KHM menunjukkan konsentrasi terendah suatu ekstrak untuk dapat

menghambat pertumbuhan bakteri uji, sedangkan nilai KBM menunjukkan

konsentrasi terendah suatu ekstrak untuk dapat membunuh atau mematikan

bakteri uji (Chismirina, Rezeki, & Rusiwan, 2014). Penentuan nilai KHM dan

KBM dilakukan menggunakan 9 konsentrasi ekstrak etil asetat kapulaga asal

Kampung Naga.

Page 40: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

27

Tabel 1. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga

terhadap bakteri Haemophilus influenzae

KHM (mg/ml) KBM (mg/ml)

Rasio

KBM/KHM

H. influenzae ATCC 49247 5 5 1

H. influenzae 1337 5 10 2

Hasil pengujian menunjukkan bahwa Nilai KHM dan KBM ekstrak etil

asetat kapulaga asal Kampung Naga terhadap H. influenzae ATCC 49247

menunjukkan konsentrasi yang sama, yaitu 5 mg/ml (Tabel 1). Hal tersebut

menunjukkan ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga dengan konsentrasi

terendah 5 mg/ml dapat memberikan efek penghambatan pertumbuhan sekaligus

membunuh bakteri H. influenzae ATCC 49247. Sementara itu, nilai KHM dan

KBM ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga terhadap bakteri H.

influenzae 1337 menunjukkan konsentrasi 5 mg/ml dan 10 mg/ml. Hal tersebut

menunjukkan bahwa dibutuhkan ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga

dengan konsentrasi yang lebih besar untuk dapat membunuh bakteri H. influenzae

1337.

Berdasarkan hasil pengujian, ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung

Naga dapat menghambat pertumbuhan bakteri H. influenzae ATCC 49247 dan H.

influenzae 1337 pada konsentrasi yang sama, yaitu 5 mg/ml (Tabel 1). Hasil

tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi 5 mg/ml adalah konsentrasi terendah

ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga yang mampu menghambat

pertumbuhan bakteri H. influenzae, baik isolat normal (ATCC 49247) maupun

isolat yang telah resistan terhadap tetrasiklin (1337). Hal tersebut menunjukkan

bahwa ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga memiliki aktivitas

penghambatan yang relatif sama besar terhadap kedua bakteri uji. Hal tersebut

sejalan dengan hasil penapisan aktivitas antibakteri ekstrak melalui uji difusi

cakram yang menunjukkan luas diameter zona hambat ekstrak terhadap H.

influenzae ATCC 49247 dan H. influenzae 1337 tidak jauh berbeda, yaitu masing-

masing sebesar 10,9 mm dan 11,4 mm (Gambar 6). Nilai KHM ekstrak kapulaga

asal Kampung Naga menunjukkan konsentrasi yang lebih besar dari nilai KHM

tetrasiklin 30 µg terhadap bakteri H. influenzae yang ditetapkan CLSI (2016),

Page 41: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

28

yaitu sebesar 4 µg/ml untuk isolat sensitif intermediat dan ≥8 µg/ml untuk isolat

resistan. Hal tersebut diduga disebabkan karena penggunaan ekstrak kapulaga

yang berupa ekstrak kasar yang masih mengandung berbagai campuran senyawa,

sehingga aktivitas penghambatannya tidak seefektif senyawa murni. Ekstrak kasar

memungkinkan komponen senyawa lain bercampur dengan senyawa utama yang

berperan sebagai antibakteri di dalam ekstrak, keberadaan campuran lain di dalam

ekstrak dapat berpotensi menurunkan keefektifan aktivitas antibakteri ekstrak

tersebut (Fadila, 2018).

Nilai KBM menunjukkan bahwa konsentrasi terendah ekstrak etil asetat

kapulaga asal Kampung Naga yang dapat membunuh bakteri H. influenzae ATCC

49247 adalah sebesar 5 mg/ml, sedangkan untuk dapat membunuh H. influenzae

1337 konsentrasi terendah yang dibutuhkan adalah 10 mg/ml (Tabel 1). Hasil

tersebut menunjukkan bahwa diperlukan ekstrak etil asetat kapulaga asal

Kampung Naga dengan konsentrasi yang lebih besar untuk dapat membunuh

bakteri H. influenzae resistan tetrasiklin (1337) dibandingkan H. influenzae strain

normal (ATCC 49247). Hal tersebut diduga karena H. influenzae 1337 telah

mengalami mekanisme resistansi yang memungkinkan bakteri tersebut memiliki

pertahanan lebih kuat terhadap efek antibakteri dibandingkan H. influenzae ATCC

49247. Li, Xie, Ahmed, Wang, & Gu (2017) mengungkapkan bahwa mekanisme

resistansi suatu bakteri terhadap antibiotik berkorelasi positif dengan kemampuan

bakteri tersebut dalam membentuk pertahanan yang lebih kuat terhadap efek suatu

bahan antibakteri.

Aktivitas antibakteri ekstrak kapulaga asal Kampung Naga termasuk

dalam kategori lemah baik terhadap bakteri H. influenzae ATCC 49247 dan H.

influenzae 1337 berdasarkan nilai KHM yang diperoleh, yaitu sebesar 5 mg/ml

(Tabel 1). Hal tersebut sesuai dengan Snoussi et al. (2018) yang mengungkapkan

bahwa aktivitas antibakteri suatu ekstrak dapat dikategorikan ke dalam 3

kelompok berdasarkan nilai KHM yang diperoleh. Aktivitas antibakteri suatu

ekstrak dikategorikan kuat apabila nilai KHM sebesar 0,05 mg/ml – 0,5 mg/ml,

dikategorikan sedang atau menengah apabila nilai KHM sebesar 0,6 mg/ml – 1,5

mg/ml, dan dikategorikan lemah apabila nilai KHM >1,5 mg/ml. Hal tersebut

sejalan dengan kategori aktivitas antibakteri ekstrak kapulaga asal Kampung Naga

Page 42: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

29

berdasarkan diameter zona hambat yang termasuk dalam kategori lemah terhadap

kedua bakteri uji (Gambar 6).

Ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga menunjukkan aktivitas

bakterisidal pada pengujian in vitro terhadap H. influenzae ATCC 49247 dan H.

influenzae 1337 berdasarkan rasio KBM/KHM yang diperoleh, yaitu masing-

masing sebesar 1 dan 2 (Tabel 1). Hal tersebut sesuai dengan Mogana, Adhikari,

Tzar, Ramliza, & Wiart (2020) yang mengungkapkan bahwa sifat antibakteri

suatu ekstrak dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan rasio nilai KBM dan KHM

yang diperoleh (KBM/KHM). Aktivitas antibakteri suatu ekstrak menunjukkan

efek bakteriostatik apabila rasio KBM/KHM >4 dan memberikan efek bakterisidal

apabila rasio KBM/KHM ≤4. Aktivitas bakterisidal menunjukkan bahwa ekstrak

tersebut memiliki kemampuan untuk membunuh atau mematikan seluruh sel

bakteri pada saat pengujian (Ullah & Ali, 2017).

Penentuan nilai KHM dan KBM suatu ekstrak bertujuan untuk mengetahui

efektivitas antibakteri suatu ekstrak terhadap bakteri uji, juga untuk mencegah

timbulnya masalah resistansi bakteri karena penggunaan dosis yang tidak tepat

(Kuspradini, Pasedan, & Kusuma, 2016). Tinggi atau rendahnya nilai KHM dan

KBM suatu ekstrak terhadap bakteri uji menunjukkan keefektifan aktivitas

antibakteri ekstrak tersebut. Semakin rendah nilai KHM dan KBM suatu ekstrak,

maka semakin tinggi efektivitas antibakteri ekstrak tersebut terhadap bakteri uji

(Fadila, 2018). Pembacaan nilai KHM ekstrak dilakukan dengan melihat

kekeruhan suspensi pada sumuran uji, apabila kekeruhannya terlihat sama dengan

kontrol pembanding maka konsentrasi tersebut dianggap sebagai nilai KHM

(Lampiran 5). Pembacaan nilai KBM dilakukan dengan melihat pertumbuhan

bakteri di lokasi tetesan suspensi dari sumuran uji KHM pada media agar cokelat,

apabila tidak terdapat pertumbuhan bakteri maka konsentrasi tersebut dianggap

sebagai nilai KBM (Lampiran 6).

4.3. Senyawa Fitokimia Ekstrak Kapulaga Asal Kampung Naga berdasarkan

Studi Literatur

Penelusuran kandungan senyawa fitokimia ekstrak kapulaga asal

Kampung Naga dilakukan dengan pendekatan studi literatur. Hasil studi literatur

Page 43: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

30

menunjukkan bahwa ekstrak kapulaga mengandung berbagai macam senyawa

fitokimia. Kandungan senyawa-senyawa tersebut diduga berperan dalam potensi

kapulaga sebagai obat asma, antikanker, antioksidan, antifungi, dan antibakteri

(Silalahi, 2017). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2008)

mengungkapkan bahwa minyak atsiri merupakan kandungan kimia utama pada

buah kapulaga. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017),

minyak atsiri terkandung dalam ekstrak kental buah kapulaga dengan kadar tidak

kurang dari 0,75%. Minyak atsiri adalah senyawa fitokimia yang tersusun oleh

bermacam-macam komponen senyawa. Komponen tersebut berperan dalam

pembentukkan karakteristik minyak atsiri yang khas pada setiap tanaman

(Endarini, 2016). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2008)

melaporkan bahwa minyak atsiri pada ekstrak kapulaga terdiri atas berbagai

macam komponen senyawa penyusun.

Tabel 2. Komponen senyawa penyusun minyak atsiri ekstrak kapulaga dan

pendugaan kadar senyawa penyusun minyak atsiri ekstrak kapulaga

asal Kampung Naga berdasarkan studi literatur

Komponen

senyawa

Kadar

berdasarkan

referensi (%)

Referensi

Pendugaan kadar

pada ekstrak uji

(%)

Dipenten 8,3

Feng, Jiang, Wang,

& Li (2011)

0,75

α-terpineol 6,8 0,62

β-pinen 13,7 1,25

α- pinen 3,8 0,34

Terpinen 1,5 0,13

Linalool 1,4 0,12

Kamfor 0,2 0,01

Karvon 0,3 0,02

1,8-sineol 40-60 Setyawan et al.

(2014) 3,66-5,49

α-terpinil asetat 11,43 Raissa, Amalia,

Ayurini, Khumaini,

& Ratri (2020)

1,04

Camphene 5,35 0,48

Eugenol 0,37 0,03

Studi literatur menunjukkan bahwa komponen penyusun minyak atsiri

pada ekstrak kapulaga terlihat bervariasi dengan kadar yang berbeda-beda (Tabel

2). Berdasarkan literatur, senyawa 1,8-sineol menunjukkan kadar yang paling

tinggi di antara komponen senyawa lainnya, yaitu berkisar antara 40-60%. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Page 44: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

31

(2017) bahwa sineol merupakan senyawa identitas utama pada ekstrak kapulaga.

Pendugaan kadar senyawa penyusun minyak atsiri pada ekstrak etil asetat

kapulaga asal Kampung Naga dilakukan dengan cara mengalikan persentase

rendemen ekstrak etil asetat kapulaga asal Kampung Naga yang diperoleh dari

hasil ekstraksi sebesar 9,15% dengan kadar senyawa penyusun minyak atsiri

ekstrak kapulaga yang diperoleh dari literatur (Lampiran 7).

Kandungan senyawa dalam ekstrak tumbuhan berkorelasi dengan kondisi

lingkungan tumbuhnya (Ferdes, 2018). Hal tersebut dapat disebabkan karena

sintesis senyawa fitokimia dalam tumbuhan diinduksi oleh interaksi antara

tumbuhan dengan lingkungan tumbuhnya. Faktor lingkungan biotik seperti

kehadiran organisme lain dan faktor abiotik seperti suhu, curah hujan,

kelembapan, radiasi matahari, serta kuantitas nutrien dalam tanah dapat

memberikan pengaruh terhadap variasi senyawa metabolit pada tumbuhan,

bahkan pada spesies yang sama dapat terjadi variasi kadar dan kandungan

senyawa metabolit. Hal tersebut berkaitan dengan variabilitas genetik dan

utamanya dipengaruhi oleh perbedaan kondisi lingkungan tumbuh (Borges et al.,

2017). Dengan demikian, kondisi lingkungan Kampung Naga di Kabupaten

Tasikmalaya dapat berpengaruh terhadap variasi dan kadar senyawa penyusun

minyak atsiri maupun senyawa fitokimia lainnya pada ekstrak kapulaga asal

Kampung Naga.

Selain minyak atsiri, terdapat juga golongan senyawa fitokimia lain yang

terdeteksi keberadaannya pada ekstrak kapulaga. Penelitian yang dilakukan oleh

Bamu’min et al. (2013) melaporkan bahwa ekstrak buah kapulaga mengandung 4

golongan senyawa fitokimia, di antaranya flavonoid, saponin, steroid, dan

triterpenoid. Sukandar et al. (2015) dalam penelitiannya melaporkan bahwa

kandungan senyawa fitokimia yang terdeteksi dalam ekstrak biji kapulaga asal

Desa Cintaratu, Kabupaten Pangandaran mengandung senyawa golongan fenol,

tanin, dan terpenoid. Penelitian lain yang dilakukan oleh Afrina et al. (2016)

melaporkan bahwa ekstrak buah kapulaga dari Nagan Raya Aceh mengandung 6

golongan senyawa fitokimia, meliputi alkaloid, tanin, polifenol, saponin,

flavonoid dan triterpenoid. Hasil penelitian Komala et al. (2020) melaporkan

dalam ekstrak biji kapulaga asal Desa Cileungsi, Kabupaten Ciawi, Bogor

Page 45: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

32

terdeteksi 4 golongan senyawa fitokimia, di antaranya alkaloid, flavonoid, tanin,

dan terpenoid. Berdasarkan hasil uji fitokimia pada penelitian-penelitian tersebut,

senyawa-senyawa yang dilaporkan meliputi terpenoid, tanin, alkaloid, flavonoid,

fenol, saponin, dan steroid diduga juga ditemukan dalam ekstrak kapulaga asal

Kampung Naga.

Berdasarkan laporan dari penelitian-penelitian tersebut, dapat dilihat

bahwa senyawa terpenoid selalu terdeteksi pada uji fitokimia ekstrak kapulaga.

Silalahi (2017) mengungkapkan bahwa kapulaga merupakan tumbuhan dengan

aroma yang khas. Aroma khas tersebut berkaitan dengan kandungan senyawa

terpenoid, khususnya seskuiterpen dan monoterpen yang mudah menguap. Hal

tersebut sesuai dengan Apriliani, Sukarsa, & Hidayah (2014) yang

mengungkapkan bahwa aroma wangi dan bau yang khas pada minyak tumbuhan

disebabkan karena kandungan terpenoid. Dengan demikian keberadaan senyawa

terpenoid selalu terdeteksi pada ekstrak kapulaga karena senyawa tersebut

berkontribusi dalam terbentuknya aroma yang khas pada buah kapulaga.

Page 46: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

33

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1) Ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga asal Kampung Naga memiliki

potensi aktivitas antibakteri yang tergolong lemah terhadap H. influenzae

resistan tetrasiklin, dengan rerata diameter zona hambat sebesar 11,4±0,87

mm.

2) Konsentrasi minimum ekstrak etil asetat buah dan biji kapulaga asal

Kampung Naga untuk menghambat pertumbuhan (KHM) dan membunuh

(KBM) bakteri H. influenzae resistan tetrasiklin masing-masing sebesar 5

mg/ml dan 10 mg/ml.

3) Senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak kapulaga di antaranya

minyak atsiri, terpenoid, tanin, alkaloid, flavonoid, fenol, saponin, dan

steroid, berdasarkan studi literatur. Senyawa-senyawa tersebut diduga

berperan dalam aktivitas antibakteri ekstrak kapulaga.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendeteksi senyawa

fitokimia dari ekstrak kapulaga asal Kampung Naga, baik secara kualitatif dan

juga kuantitatif. Perlu juga dilakukan pengukuran faktor lingkungan pada tempat

tumbuh kapulaga di Kampung Naga yang dapat berpengaruh terhadap senyawa

fitokimia pada tanaman tersebut. Selain itu, perlu juga dilakukan identifikasi

senyawa aktif yang berperan sebagai agen antibakteri dalam ekstrak kapulaga asal

Kampung Naga terhadap bakteri H. influenzae resistan tetrasiklin.

Page 47: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

34

DAFTAR PUSTAKA

Abbassi, F., & Hani, K. (2011). In vitro antibacterial and antifungal activities of

Rhus tripartitum used as antidiarrhoeal in Tunisian folk medicine. Natural

Product Research, 1–4. https://doi.org/10.1080/14786419.2011.639072

Afrina, Chismirina, S., & Aulia, C. R. P. (2016). Konsentrasi hambat dan bunuh

minimum ekstrak buah kapulaga (Amomum compactum) terhadap

Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Jurnal Syiah Kuala Dentistry

Society, 1(2), 192–200.

Agrawal, A., & Murphy, T. F. (2011). Minireview: Haemophilus influenzae

infections in the H. influenzae type b conjugate vaccine era. Journal of

Clinical Microbiology, 49(11), 3728–3732.

https://doi.org/10.1128/JCM.05476-11

Ahmed, H., Alao, A., Alexis, S., Eleazer, S., & Joseph, F. (2013). Evolution of

tetr gene.

http://sgugenetics.pbworks.com/w/page/65592437/Mechanism%20of%20Tet

racycline%20Resistance. Diakses pada 20 November 2019.

Alaga, T. O., Edema, M. O., Atayese, A. O., & Bankole, M. O. (2014).

Phytochemical and in vitro anti-bacterial properties of Hibiscus sabdariffa L

(Roselle) juice. Journal of Medicinal Plant Research, 8(6), 339–344.

https://doi.org/10.5897/JMPR12.1139

Ali, F., Ferawati, & Arqomah, R. (2013). Ekstraksi zat warna dari kelopak bunga

rosella (study pengaruh konsentrasi asam asetat dan asam sitrat). Jurnal

Teknik Kimia, 19(1), 26–34.

Anugrah, L. P., Rijai, L., & Prabowo, W. C. (2018). Formulasi krim berbahan

aktif minyak kapulaga (Amomum compactum Soland.) sebagai antibakteri

Staphylococcus aureus. Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals

Conferences, 8(1), 57–62. https://doi.org/10.25026/mpc.v8i1.303

Apriliani, A., Sukarsa, S., & Hidayah, H. A. (2014). Kajian etnobotani tumbuhan

sebagai bahan tambahan pangan secara tradisional oleh masyarakat di

kecamatan Pekuncen kabupaten Banyumas. Scripta Biologica, 1(1), 76–84.

https://doi.org/10.20884/1.sb.2014.1.1.30

Azhari, D., Makisake, A. M., Tomasoa, A. M., Lumiu, G., & Balansa, W. (2018).

Aktivitas antibakteri ekstrak kasar spons Agelas clathrodes terhadap bakteri

patogenik ikan Vibrio parahaemolyticus. Jurnal Ilmiah Tindalung, 4(2), 53–

56.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2014). Informatorium obat nasional

Indonesia. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/513-

tetrasiklin. Diakses pada 21 Oktober 2019

Page 48: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

35

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2008). Acuan sediaan

herbal volume keempat edisi pertama. Jakarta: BPOM RI.

Balouiri, M., Sadiki, M., & Ibnsouda, S. K. (2016). Methods for in vitro

evaluating antimicrobial activity: A review. Journal of Pharmaceutical

Analysis, 6(2), 71–79. https://doi.org/10.1016/j.jpha.2015.11.005

Bamu’min, N., Djamil, R., & Kartiningsih. (2013). Skrining fitokimia dan

formulasi sediaan tablet hisap ekstrak kering kapulaga jawa (Amomum

cardamomum Willd.) dengan PVP sebagai pengikat. Prosiding Seminar

Nasional Lustrum x Fakultas Farmasi. Universitas Pancasila.

Bellos, A., Mulholland, K., Brien, K. L. O., Qazi, S. A., Gayer, M., & Checchi, F.

(2010). The burden of acute respiratory infections in crisis-affected

populations : a systematic review. Conflict and Health, 4(3), 1–12.

Bereksi, M. S., Hassaïne, H., Bekhechi, C., & Abdelouahid, D. E. (2018).

Evaluation of antibacterial activity of some medicinal plants extracts

commonly used in Algerian traditional medicine against some pathogenic

bacteria. Pharmacognosy Journal, 10(3), 507–512.

Borges, C. V., Minatel, I. O., Gomez-gomez, H. A., & Lima, G. P. P. (2017).

Medicinal plants: influence of environmental factors on the content of

secondary metabolites. Medicinal Plants and Environmental Challenges,

259–277. https://doi.org/10.1007/978-3-319-68717-9_15

Bush, L. M. (2018). Haemophilus influenzae infections. MSD Manual Concumer

Version. https://www.msdmanuals.com/home/infections/bacterial-infections-

gram-negative-bacteria/haemophilus-influenzae-infections. Diakses pada 29

Oktober 2019

Caesar, D. L., Nurjazuli, & Endah, N. (2015). Relationship between amount

bacterial pathogen in the house with incidence of pneumonia on children

under five years in working areas public health center Ngesrep Banyumanik

Semarang 2014. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 14(1), 21–26.

Centers of Disease Control and Prevention. (2011). Laboratory methods for the

diagnosis of meningitis. chapter 9: identification and characterization of

Haemophilus influenzae, https://www.cdc.gov/meningitis/lab-

manual/chpt09-id-characterization-hi.pdf. Diakses pada 12 November 2019

Chismirina, S., Rezeki, S., & Rusiwan, Z. (2014). Konsentrasi hambat dan bunuh

minimum ekstrak buah jamblang (Syzygium cumini) terhadap pertumbuhan

Candida albicans. Cakradonya Dental Journal, 6(1), 655–660.

Chopra, I., & Roberts, M. (2001). Tetracycline antibiotics: mode of action,

applications, molecular biology, and epidemiology of bacterial resistance.

Microbiology and Molecular Biology Research, 65(2), 232–260.

https://doi.org/10.1128/MMBR.65.2.232

Clinical and Laboratory Standard Institute. (2016). Performance standards for

Page 49: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

36

antimicrobial susceptibility testing. 26th ed. Supplement M100. Wayne, PA:

Clinical Laboratory Standards Institute.

de Guzman, C., & Siemonsma, J. (2013). Spices. Plant Resources of Southeast

Asia 13. Leiden: Backhuijs.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter standar umum

ekstrak tumbuhan obat. Jakarta: Direktorat Jerndral Pengawasan Obat dan

Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Farmakope herbal Indonesia.

Jakarta: Direktorat Jerndral Pengawasan Obat dan Makanan.

Doherty, N., Trzcinski, K., Pickerill, P., Zawadzki, P., & Dowson, C. G. (2000).

Genetic diversity of the tet(M) gene in tetracycline-resistant clonal lineages

of Streptococcus pneumoniae. Antimicrobial Agents and Chemotherapy,

44(11), 2979–2984.

Endarini, L. H. (2016). Farmakognisi dan Fitokimia. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Fadila, F. (2018). Aktivitas antibakteri ekstrak rumput kebar (Biophytum

petersianum) dan sarang semut (Myrmecodia pendens) terhadap bakteri

patogen pernapasan. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Feng, X., Jiang, Z. T., Wang, Y., & Li, R. (2011). Composition comparison of

essential oils extracted by hydro distillation and microwave-assisted

hydrodistillation from Amomum kravanh and Amomum compactum. Journal

of Essential Oil-Bearing Plants, 14(3), 354–359.

https://doi.org/10.1080/0972060X.2011.10643945

Ferdes, M. (2018). Antimicrobial compounds from plants. Faculty of Biotechnical

Systems Engineering, University Politechnica of Bucharest,.

https://doi.org/10.5599/obp.15.15

Forum of International Respiratory Societies. (2017). The global impact of

respiratory disease. Second Edition. Sheffield. European Respiratory

Society.

Forum of International Respiratory Societies. (2019). Fact sheet: world

pneumonia day. Sheffield. European Respiratory Society.

Gessner, B. D., Njanpop-Lafourcade, B.-M., & Herbert, M. A. (2017).

Haemophilus influenzae. Infectious Disease and Antimicrobial Agents.

http://www.antimicrobe.org/new/b67.asp diakses pada 1 Desember 2019.

Hasnaeni, Wisdawati, & Usman, S. (2019). Pengaruh metode ekstraksi terhadap

rendemen dan kadar fenolik ekstrak tanaman kayu beta-beta (Lunasia amara

Blanco). Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy), 5(2),

175–182. https://doi.org/10.22487/j24428744.2019.v5.i2.13149

Hedayatianfard, K., Akhlaghi, M., & Sharifiyazdi, H. (2014). Detection of

Page 50: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

37

tetracycline resistance genes in bacteria isolated from fish farms using

polymerase chain reaction. Veterinary Research Form, 5(4), 269–275.

Herawati, H. (2008). Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang

Pertanian, 27(4), 124–130.

Hidayat, T. (2013). Membongkar selaksa khasiat kapulaga dalam dunia

kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Integrated Taxonomic Information System Report. (n.d.). Amomum compactum

Sol. ex Maton. https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt#null diakses

pada 15 September 2020.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Farmakope herbal

Indonesia. Edisi II. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Komala, O., Ismanto, & Maulana, M. A. (2020). Aktivitas antibakteri ekstrak

etanol biji kapulaga Jawa (Amomum compactum Soland. ex Maton) terhdapp

Streptococcus pyogenes. Ekologia : Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar Dan

Lingkungan Hidup, 20(1), 31–39.

https://doi.org/10.33751/ekologia.v20i1.1985

Kurniawan, J., Erly, & Semiarty, R. (2015). Pola kepekaan bakteri penyebab

pneumonia terhadap antibiotika di laboratorium mikrobiologi RSUP Dr. M.

Djamil Padang periode Januari sampai Desember 2011. Jurnal Kesehatan

Andalas, 4(2), 562–566.

Kurniawati, A., Widodo, Artama, W. T., & Yusiati, L. M. (2018). Amomum

compactum Soland ex Maton addition as essential oil source and its 18 effect

on ruminal feed fermentation by in vitro analysis. Biotropia. 26(3), 1–14.

Kuspradini, H., Pasedan, W. F., & Kusuma, I. W. (2016). Aktivitas antioksidan

dan antibakteri ekstrak daun Pometia pinnata. Jurnal Jamu Indonesia, 1(1),

26–34.

Li, J., Xie, S., Ahmed, S., Wang, F., & Gu, Y. (2017). Antimicrobial activity and

resistance: influencing factors. Frontiers in Pharmacology, 8(364), 1–11.

https://doi.org/10.3389/fphar.2017.00364

Maryani, H. (2003). Tanaman Obat untuk Mengatasi Penyakit pada Usia Lanjut.

Jakarta: Agromedia Pustaka.

Mogana, R., Adhikari, A., Tzar, M. N., Ramliza, R., & Wiart, C. (2020).

Antibacterial activities of the extracts, fractions and isolated compounds

from Canarium patentinervium miq. Against bacterial clinical isolates. BMC

Complementary Medicine and Therapies, 20(1), 1–11.

https://doi.org/10.1186/s12906-020-2837-5

Muharni, Fitrya, & Farida, S. (2017). Antibacterial assay of ethanolic extract musi

tribe medicinal plant in Musi Banyuasin, South Sumatera. Jurnal

Kefarmasian Indonesia, 7(2), 127–135.

Page 51: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

38

Mukhriani. (2014). Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.

Juenal Kesehatan, 7(2). 1-6.

Mutlu-Ingok, A., & Karbancioglu-Guler, F. (2017). Cardamom, cumin, and dill

weed essential oils: chemical compositions, antimicrobial activities, and

mechanisms of action against Campylobacter spp. Molecules (Basel,

Switzerland), 22(1191), 1–13. https://doi.org/10.3390/molecules22071191

National Information Program on Antibiotics. (2016). Antibiotic drugs:

tetracycline. http://www.antibiotics-info.org/ures.html. Diakses pada 30

November 2019.

Nomer, N. M. G. R., Duniaji, A. S., & Nocianitri, K. A. (2019). Kandungan

senyawa flavonoid dan antosianin ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan

L.) serta aktivitas antibakteri terhadap Vibrio cholerae. Jurnal Ilmu Dan

Teknologi Pangan (ITEPA), 8(2), 216-221.

https://doi.org/10.24843/itepa.2019.v08.i02.p12

Ousmane, S., Diallo, B. A., & Ouedraogo, R. (2018). Genetic determinants of

tetracycline resistance in clinical Streptococcus pneumoniae serotype 1

isolates from Niger. Antibiotics, 7(19), 1–9.

https://doi.org/10.3390/antibiotics7010019

Pfeifer, Y., Meisinger, I., Brechtel, K., & Gro, S. (2013). Emergence of a

multidrug-resistant Haemophilus influenzae strain causing chronic

pneumonia in a catient with common variable immunodeficiency. Microbial

Drug Resistance, 19(1), 1–5. https://doi.org/10.1089/mdr.2012.0060

Prasasty, I., Suranto, & Setyaningsih, R. (2003). Aktivitas anticendawan biji dan

buah kapulaga lokal (Amomum cardamomum Willd.) terhadap Botrytis

cinerea Pers. asal buah anggur (Vitis sp.). BioSMART, 5(1), 61–64.

Purwantiningsih, T. I., Suranindyah, Y. Y., & Widodo. (2014). Aktivitas senyawa

fenol dalam buah mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai antibakteri alami

untuk penghambatan bakteri penyebab mastitis. Buletin Peternakan, 38(1),

59. https://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v38i1.4618

Putra, A. Y. T., Supriyadi, & Santoso, U. (2019). Skrining fitokimia ekstrat etil

asetat daun simpor (Dillenia suffruticosa). Jurnal Teknologi dan Industri

Pangan, 4(1), 36–40. https://doi.org/10.33061/jitipari.v4i1.3017

Putri, D. D., Nurmagustina, D. E., & Chandra, A. A. (2017). Kandungan total

fenol dan aktivitas antibakteri kelopak buah rosela merah dan ungu sebagai

kandidat feed additive alami pada broiler. Jurnal Penelitian Pertanian

Terapan, 14(3), 174–180. https://doi.org/10.25181/jppt.v14i3.157

Putri, S. D. K., Susilowati, A., & Setyaningsih, R. (2016). Uji aktivitas ekstrak biji

kapulaga (Amomum compactum) terhadap Aeromonas hydrophila secara in

vitro. Biofarmasi, 14(1), 10–18. https://doi.org/10.13057/biofar/f140102

Rahardjo, A. P., Fauzantoro, A., & Gozan, M. (2018). Fractionation and

Page 52: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

39

characterization of semi polar and polar compounds from leaf extract

Nicotiana tabaccum L. reflux ethanol extraction results. AIP Conference

Proceedings, 1933. https://doi.org/10.1063/1.5023969

Raissa, Amalia, W. C., Ayurini, M., Khumaini, K., & Ratri, P. J. (2020). The

optimization of essensial oil extraction from java cardamom. Journal of

Tropical Pharmacy and Chemistry, 8(2), 7.

https://doi.org/https://doi.org/10.25026/jtpc.vxix.xxx

Roberts, M. C. (2003). Tetracycline therapy: update. Antimicrobial Resistance,

36, 462–467.

Safari, D., Lestari, A. N., Khoeri, M. M., Tafroji, W., Giri-Rachman, E. A.,

Harimurti, K., & Kurniati, N. (2020). Nasopharyngeal carriage and

antimicrobial susceptibility profile of Haemophilus influenzae among

patients infected with HIV in Jakarta, Indonesia. Access Microbiology, 1–3.

https://doi.org/10.1099/acmi.0.000165

Sapara, T. U., Waworuntu, O., & Juliantri. (2016). Efektivitas antibakteri ekstrak

daun pacar air (Impatiens balsamina L.) terhadap pertumbuhan

Porphyromonas gingivalis. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(4), 10–17.

https://doi.org/10.35799/pha.5.2016.13968

Sarker, S. D., Latif, Z., & Gray, A. I. (2006). Natural Products Isolation, 2nd ed.

In Natural Products Isolation. New Jersey (US): Humana Press Inc.

Sayuti, M. (2017). Pengaruh perbedaan metode ekstraksi, bagian dan jenis pelarut

terhadap rendemen dan aktifitas antioksidan bambu laut (Isis Hippuris).

Tecnology Science and Engineering Journal, 1(3), 166–174.

https://doi.org/10.1016/j.mce.2005.09.015

Sembiring, B. B., & Suhirman, S. (2014). Pengaruh cara pengeringan dan teknik

ekstraksi terhadap kualitas simplisia dan ekstrak meniran. Prosiding Seminar

Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian, 509–513.

Setyawan, A. D., Wiryanto, Suranto, Bermawie, N., & Sudarmono. (2014). Short

communication: comparisons of isozyme diversity in local Java cardamom

(Amomum compactum) and true cardamom (Elettaria cardamomum).

Nusantara Biosci, 6(1), 94–101. https://doi.org/10.13057/nusbiosci/n060115

Shooraj, F., Mirzaei, B., Mousavi, S. F., & Hosseini, F. (2019). Clonal diversity of

Haemophilus influenzae carriage isolated from under the age of 6 years

children. BMC Research Notes, 12(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/s13104-

019-4603-7

Silalahi, M. (2017). Bioaktivitas Amomum compactum Soland Ex Maton dan

perspektif konservasinya. Jurnal Pro-Life, 4(2), 320–328.

Sinaga, E. (2008). Amomum cardamomum Willd, Prosiding Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat. Universitas Nasional.

Page 53: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

40

Singh, B. R. (2015). Antibiotics: Introduction to classification. Indian Veterinary

Research Institute.

https://www.researchgate.net/publication/281405283_Antibiotics_Introducti

on_to_Classification. Diakses pada 27 November 2019.

Snoussi, M., Noumi, E., Punchappady-Devasya, R., Trabelsi, N., Kanekar, S.,

Nazzaro, F., … Al-Sieni, A. (2018). Antioxidant properties and anti-quorum

sensing potential of Carum copticum essential oil and phenolics against

Chromobacterium violaceum. Journal of Food Science and Technology,

55(8), 2824–2832. https://doi.org/10.1007/s13197-018-3219-6

Soeters, H. M., Blain, A., Pondo, T., Doman, B., Farley, M. M., Harrison, L. H.,

… Briere, E. C. (2018). Current epidemiology and trends in invasive

Haemophilus influenzae disease — United States, 2009–2015. Clinical

Infectious Diseases, 67(6), 881–889. https://doi.org/10.1093/cid/ciy187

Sukandar, D., Hermanto, S., Amelia, E. R., & Zaenudin, M. (2015). Aktivitas

antibakteri ekstrak biji kapulaga (Amomum compactum Soland ex Maton).

JKTI, 17(2), 119–129.

Talaro, K. P. (2008). Foundation in microbiology: basic principles sixth edition,

New York: Mc Graw Hill.

Tambunan, L. R. (2017). Isolasi dan identifikasi komposisi minyak atsiri dari bji

tanaman kapulaga (Amomm cardamoum Willd). Jurnal Kimia Riset, 2(1),

57–60.

Tankeshwar, A. (2013). Interpretation of susceptibility testing: what does

susceptiblle, intermediate, and resistant mean?

https://microbeonline.com/interpretation-susceptibility-testing-susceptible-

intermediate-resistant-mean/. Diakses pada 10 September 2020.

Tariq, S., Rizvi, S. F. A., & Anwar, U. (2018). Tetracycline : classification,

structure activity relationship and mechanism of action as a theranostic agent

for infectious lesions-a mini review. Biomedical Journal of Scientist &

Technical Research, 5(4), 5787–5796.

https://doi.org/10.26717/BJSTR.2018.07.001475

Ullah, H., & Ali, S. (2017). Classification of antibacterial agents and their

function. Intech Open, 1–16. https://doi.org/10.1016/j.colsurfa.2011.12.014

Utami, E. R. (2011). Antibiotika, resistensi, dan rasionalitas terapi. El-Hayah,

1(4), 191–198.

Wallace, R. J., Steele, L. C., Brooks, D. L., Forrester, G. D., Garcia, J. O. E. G.

N., Wman, J. I., … Mclarty, J. (1988). Ampicillin, tetracycline, and

chloramphenicol resistant Haemophilus influenzae in adults with chronic

lung disease. AM.REV.RESPIR.DIS, 137, 695–699.

Wang, H., Naghavi, M., Allen, C., Barber, R. M., Carter, A., Casey, D. C., …

Zuhlke, L. J. (2016). Global, regional, and national life expectancy, all-cause

Page 54: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

41

mortality, and cause-specific mortality for 249 causes of death, 1980–2015: a

systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2015. The

Lancet, 388(10053), 1459–1544. https://doi.org/10.1016/S0140-

6736(16)31012-1

Watt, J. P., Wolfson, L. J., O’Brien, K. L., Henkle, E., Deloria-Knoll, M., McCall,

N., … Cherian, T. (2009). Burden of disease caused by Haemophilus

influenzae type b in children younger than 5 years: global estimates. The

Lancet, 374(9693), 903–911. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(09)61203-

4

Whittaker, R., Economopoulou, A., Dias, J. G., Bancroft, E., Ramliden, M., &

Celentano, L. P. (2017). Epidemiology of invasive Haemophilus influenzae

disease, Europe, 2007–2014. Emerging Infectious Disease, 23(3), 2007–

2014.

Yang, C., Hu, D. H., & Feng, Y. (2015). Antibacterial activity and mode of action

of the Artemisia capillaris essential oil and its constituents against

respiratory tract infection-causing pathogens. Molecular Medicine Reports,

11(4), 2852–2860. https://doi.org/10.3892/mmr.2014.3103

Zhang, J., Ye, K. P., Zhang, X., Pan, D. D., Sun, Y. Y., & Cao, J. X. (2017).

Antibacterial activity and mechanism of action of black pepper essential oil

on meat-borne Escherichia coli. Frontiers in Microbiology, 7, 1–10.

https://doi.org/10.3389/fmicb.2016.02094

Page 55: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

42

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Kadar Air Simplisia Kapulaga

Ulangan Bobot awal (g) Bobot akhir (g) Kadar air (%) Rerata SD

I 1,0025 0,855 14,96%

15,43% 0,005 II 1,0028 0,8515 15,37%

III 1,0024 0,8447 15,97%

Perhitungan:

( ) ( )

( )

Lampiran 2. Rendemen Ekstrak Etil Asetat Kapulaga

Pelarut Bobot simplisia (g) Bobot ekstrak (g) Rendemen (%)

Etil asetat 13 1,189 9,15%

Perhitungan:

( )

( )

Page 56: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

43

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Antibakteri

Larutan Uji Ulangan

Diameter Zona Hambat (mm)

H. influenzae ATCC

49247

H. influenzae

1337

Ekstrak etil asetat (200

mg/mL)

I 11,4 10,4

II 10 12

III 11,3 11,8

Rerata diameter zona hambat ± SD 10,9 ± 0,78 11,4 ± 0,87

Kontrol positif (Tetrasiklin

30µg/cakram)

I 25,6 19,4

II 26 18,7

Rerata diameter zona hambat ± SD 26 ± 0,28 19,05 ± 0,49

Kontrol negatif (DMSO

100%)

0 0

Rerata diameter zona hambat 0 0

*Diameter cakram: 6mm

Lampiran 4. Hasil Uji Antibakteri Metode Difusi Cakram

Bakteri uji

Larutan uji

Ekstrak etil asetat (200 mg/mL)

& Tetrasiklin 30µg DMSO 100%

H. influenzae

ATCC 49247

H. influenzae

1337

Keterangan: A. Tetrasiklin 30µg (kontrol positif); B. DMSO 100% (kontrol

negatif); 1,2,3. Ekstrak etil asetat 200 mg/ml (ulangan 1-3).

A A

1

2

3

A A

1

2

3

B

A

Page 57: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

44

Lampiran 5. Hasil Uji Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

Keterangan :

Angka 1-9 : variasi konsentrasi ekstrak: 1=10 mg/ml; 2=5 mg/ml; 3=2,5 mg/ml;

4=1,25 mg/ml; 5=0,625 mg/ml; 6=0,313 mg/ml; 7=0,156 mg/ml;

8=0,078 mg/ml; 9=0,039 mg/ml

Sumuran A1-A9 : perlakuan 90µl suspensi suspensi bakteri H. influenzaze ATCC

49247 + 10µl ekstrak kapulaga konsentrasi 1-9

Sumuran B1-B9 : perlakuan 90µl suspensi suspensi bakteri H. influenzaze 1337 +

10µl ekstrak kapulaga konsentrasi 1-9

Sumuran C1-C9 : kontrol pembanding (90µl media HTM Broth (tanpa bakteri) +

10µl ekstrak kapulaga konsentrasi 1-9)

Kolom 10 : kontrol negatif (90µl suspensi bakteri + 10µl vankomisin 2 mg/ml)

Kolom 11 : kontrol pelarut (90µl suspensi bakteri + 10µl DMSO 100% )

Kolom 12 : kontrol positif (100µl suspensi bakteri)

** : Nilai KHM untuk H. influenzaze ATCC 49247 dan H. influenzaze 1337

adalah konsentrasi 5 mg/ml.

A

B

C

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

**

Page 58: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

45

Lampiran 6. Hasil Uji Penentuan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)

H. influenzae ATCC 49247

H. influenzae 1337

Keterangan:

A1-A6: tetesan suspensi dari sumur uji KHM (90 µl suspensi bakteri uji + 10 µl

ekstrak kapulaga: konsentrasi 1=10 mg/ml; 2=5 mg/ml; 3=2,5 mg/ml;

4=1,25 mg/ml; 5=0,625 mg/ml; 6=0,313 mg/ml)

A11 : kontrol pelarut KHM (90µl suspensi bakteri + 10µl DMSO 100% )

A12 : kontrol positif KHM (100µl suspensi bakteri)

A1 : Nilai KBM untuk H. influenzaze 1337 adalah konsentrasi 10 mg/ml.

A2 : Nilai KBM untuk H. influenzaze ATCC 49247 adalah konsentrasi 5 mg/ml.

A1 A2

A3 A4

A6

A5

A11 A12

A1

A3 A4

A5 A6

A11 A12

A2

Page 59: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

46

Lampiran 7. Perhitungan Pendugaan Kadar Senyawa Penyusun Miyak Atsiri pada

Ekstrak Buah dan Biji Kapulaga Asal Kampung Naga

% kadar senyawa penyusun miyak atsiri pada ekstrak buah dan biji kapulaga asal

Kampung Naga = rendemen ekstrak × kadar senyawa senyawa penyusun miyak

atsiri ekstrak kapulaga dari literatur dalam Tabel 2.

Perhitungan:

% rendemen ekstrak kapulaga asal Kampung Naga hasil ekstraksi adalah 9,15%

kadar dipenten yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 8,3%

= 0,0915 × 8,3%

= 0,75%

kadar α-terpineol yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 6,8%

= 0,0915 × 6,8%

= 0,62%

kadar β-pinen yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 13,7%

= 0,0915 × 13,7%

= 1,25%

kadar α- pinen yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 3,8%

= 0,0915 × 3,8%

= 0,34%

kadar terpinen yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 1,5%

= 0,0915 × 1,5%

= 0,13%

Page 60: AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH DAN BIJI …

47

kadar linalool yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 1,4%

= 0,0915 × 1,4%

= 0,12%

kadar kamfor yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung Naga:

= 9,15% × 0,2%

= 0,0915 × 0,2%

= 0,01%

kadar karvon yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung Naga

= 9,15% × 0,3%

= 0,0915 × 0,3%

= 0,02%

kadar 1,8-sineol yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 40% = 9,15% × 60%

= 0,0915 × 40% = 0,0915 × 60%

= 3,66% = 5,49%

kadar α-terpinil asetat yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal

Kampung Naga:

= 9,15% × 11,43%

= 0,0915 × 11,43%

= 1,04%

kadar camphene yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 5,35%

= 0,0915 × 5,35%

= 0,48%

kadar eugenol yang diduga terdapat pada ekstrak kapualga asal Kampung

Naga:

= 9,15% × 0,37%

= 0,0915 × 0,37%

= 0,03%