96580926-referat-fungsi-kognitif
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan kognitif
erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan
dipengaruhi oleh keadaan otak.
Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah
pengamatan, pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut
tertuang dalam fungsi sensorik, luhur dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsur-unsur
tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologic elementer,
misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya tetapi dapat pula
berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan integratif yang kompleks
dari ke tiga fungsi di atas.
Yang dimaksud dengan fungsi luhur atau fungsi kognitif adalah fungsi-fungsi:
1. bahasa
2. persepsi
3. memori
4. emosi
Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk menetapkan
adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya. Kedua fungsi
tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya menuruti
prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan diuraikan kemudian.
Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau diabaikan, maka disini akan
diuraikan secara singkat peranan fungsi ini, terutama fungsi bahasa, persepsi dan
memori pada kelainan otak.
Seperti halnya gejala elementer, maka gejala fungsi Iuhur ini dapat dipakai
untuk menetapkan diagnosis dan rehabilitasi pasien dengan penyakit otak. Pada
2
kerusakan difus dan berat dari otak, maka semua fungsi-fungsi luhur tersebut dapat
terkena dan hasilnya adalah suatu demensia atau retardasi mental. Tetapi pada
kerusakan yang fokal, maka biasanya hanya satu atau beberapa dari fungsi ini
terganggu. Justru pada kerusakan otak yang fokal inilah, gejala luhur mempunyai
peranan penting. Pada pasien dengan kelainan tingkah laku, perlu ditentukan apakah
kelainan ini disebabkan oleh kerusakan otak (brain damage) ataukah sesuatu yang
fungsional (kasus psikiatrik).
Penelusuran gangguan fungsi luhur inilah yang dapat membedakan kedua
kemungkinan tadi.
Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas dan menggali lebih mendalam
mengenai fungsi kognitif, yang meliputi atensi dan konsentrasi, memori, bahasa,
persepsi, praksis, dan gnosis.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi otak yang lebih tinggi dapat disubklasifikasi menjadi :
1. Fungsi yang terdistribusi
Fungsi yang terlokalisasi pada region otak tertentu, namun membutuhkan aksi
dari berbagai bagian pada kedua sisi otak, seperti :
- Atensi dan konsentrasi
- Memori
- Fungsi eksekutif yang lebih tinggi
- Konduksi social dan kepribadian.
2. Fungsi yang terlokalisasi
Tergantung dari struktur dan fungsi normal dari suatu area tertentu pada satu
hemisfer serebri.
Fungsi Kognitif Distribusi
Atensi dan Konsentrasi
Atensi merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) perhatian
pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi adalah kemampuan untuk mempertahankan
focus tersebut. Atensi memungkinkan seseorang untuk menyeleksi aliran stimulus
eksogen dan endogen yang memborbardir otak, yang dianggap perlu, dan
membutuhkan pemrosesan lebih lanjut dan dari hal-hal yang perlu diabaikan.
Atensi yang terpusat merupakan hal esensi dalam belajar. Hal ini memberikan
kemampuan untuk memproses item penting yang dipilih, dan mengabaikan yang
lainnya.
4
Anatomi
Pemeliharaan atensi normal tergantung dari dasar anatomis yang sama dengan
kesadaran, yaitu sistem aktivasi retikuler yang berproyeksi ke thalamus, dan
kemudian ke korteks serebri secara difus.
Gambar 1. Formatio Retikulatis
Sumber : http://www.michaeljuhl.dk/Skovweb
Gambar 2. Formatio Retikularis pada Batang otak
Sumber : http://www.catsclem.nl/medisch/medheh.htm
5
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan atensi dan konsentrasi meliputi :
1. Pemeriksaan Orientasi
Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan
pengalaman lampau. Orientasi terhadap waktu dan tempat dapat dianggap
sebagai ukuran memori jangka pendek, yaitu kemampuan pasien memantau
perubahan sekitar yang continue. Bila orientasi pasien terganggu, hal ini
menunjukkan memori jangka pendeknya mungkin terganggu.
Orientasi terhadap orang
Siapa nama anda? Berapa usia anda? Apa tugas anda? Kapan anda dilahirkan?
Apakah ia mengenal orang lain disekitarnya, serta pemeriksa sebagai dokter.
Orientasi tempat
Dimana kita sekarang berada? Apa nama tempat ini? Di kota mana kita
sekarang?
Orientasi waktu
Hari apa sekarang? Hari ini tanggal berapa? Bulan apa? Tahun berapa? Kira-
kira jam berapa sekarang?
2. Tes mengulang angka
Mengulangi angka dapat mengukur atensi terhadap stimulus verbal, selain itu
juga mengukur kemampuan mempertahankan atensi selama mengulangi
urutan angka.
Pada tes ini pasien disuruh mengulangi sebaris angka yang dipilih secara acak,
dimulai dengan tiga angka, kemudian ditingkatkan sampai terdapat kesalahan,
atau sampai dapat mengulang 7 angka. Pemeriksa menyebutkan angka dengan
lambat dan jelas, satu angka dalam satu detik. Pasien disuruh mengulangnya,
pasien tidak perlu mengulanginya dengan lambat, satu angka satu detik.
Contohnya 3-2-9, 2-5-7-8, 2-6-9-3-8, 3-7-1-9-6-4, 9-4-5-8-1-6-3.
6
3. Tes mengetukkan jari
Tes ini juga dapat menilai atensi dan kesiagaan pasien. Suruh pasien
mengetukkan jarinya ke meja bila ia mendengar angka tertentu, misalnya
angka 4. Kita sebutkan serangkaian angka misalnya 1-12-4-7-9-2-6-0-4- dan
seterusnya. Angka-angka kita sebutkan dengan jelas, dengan kecepatan satu
angka satu detik.
Orang normal dapat melakukan hal ini tanpa kesalahan. Kesalahan mengetuk
yang konstan dapat dijumpai pada lesi di frontal. Komprehensi yang
terganggu bagi bahasa mengakibatkan tes mengulang angka dan tes mengetuk
tidak dapat digunakan sebagai tes untuk atensi dan kesiagaan.
Aspek klinik
Sindrom yang paling sering berhubungan dengan gangguan atensi dan
konsentrasi adalah acute confutional state, yang saat ini disebut delirium, atau kadang
sindrom otak organic akut, yang merupakan masalah tata laksana yang sering
didapatkan dalam praktek umum, terutama pada orang usia lanjut. Gambaran lain
keadaan ini meliputi :
- Pikiran yang keruh dan tata bicara yang tidak jelas
- Halusinasi visual
- Gangguan siklus bangun-tidur, pasien seringkali terbangun dan bahkan
menjadi lebih bingung pada malam hari.
- Gangguan memori, dengan ketidakmampuan menerima hal-hal baru.
- Perubahan mood.
Pasien mungkin terlihat gelisah dan mudah terangsang, atau akan terlihat
lemah, dan apatis.
Dari anatominya dapat diprediksi bahwa penyebab delirium adalah sama
dengan penyebab perubahan tingkat kesadaran. Bahkan, sindrom ini dapat dianggap
sebagai akhir yang ringan dari suatu spectrum yang dapat berlanjut menjadi koma.
7
Tergantung dari penyebabnya, keadaan ini umumnya sementara, yang biasanya
berlangsung selama beberapa hari.
Memori
Memori menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat kita
mampu menginterpretasi dan bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu
kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fungsi memori
merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam evaluasi neuropsikologi pada
manula. Pada usia lanjut perubahan memori dapat disebabkan oleh factor neurologic,
psikiatrik atau proses menua. Demensia ditandai oleh gangguan memori dan fungsi
intelektual. Pada amnesia, fungsi memori terganggu dengan latar belakang fungsi
intelektual terpelihara.
Gangguan memori merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada
pasien dengan sindrom mental organic. Hampir semua penderita demensia
menunjukkan masalah memori dini pada perjalanan penyakitnya. Mereka mungkin
lupa tanggal, bulan, lupa rincian pekerjaannya atau gagal mengingat janji yang diluar
kegiatan rutin sehari-hari. Dapat terjadi efek yang buruk pada penyesuaian social dan
vokasional sebelum sifat organic dari masalahnya dapat difahami. Mengetahui
adanya gangguan memori dapat menolong pasien terhindar dari kerugian yang besar
pada pribadinya.
Memperhatikan dengan seksama hasil tes memori sering dapat
mengungkapkan adanya gangguan organic sebelum terlihat adanya kelainan pada
pemeriksaan neurologi rutin baku. Hal ini disebabkan oleh berbagai penyakit organic
mengakibatkan berbagai jenis gangguan memori, misalnya : deficit memori yang
terisolasi pada sindrom Korsakoff, gangguan memori yang disertai in-atensi dan
agitasi pada keadaan konfusi kacau, atau gangguan memori baru disertai disfungsi
kognitif umum pada demensia. Pada tiap kelainan ini, mekanisme patofisiologi
gangguan memori berbeda-beda. Memori verbal dapat terganggu pada lesi unilateral
8
hemisfer kiri, dan memori visual non-verbal dapat terganggu pada lesi hemisfer
kanan yang unilateral.
Tidak semua gangguan memori disebabkan oleh kelainan organic. Factor
psikiatrik, terutama depresi dan ansietas dapat juga mempengaruhi fungsi memori dan
kognitif. Sering keluhan disfungsi memorik pada usia lanjut lebih berkaitan dengan
keadaan afektif daripada factor neurologic. Penderita yang depresi dan cemas, dan
juga pasien dengan gangguan psikiatrik yang berarti, sering mengalami gangguan
memori.
Terminologi
Memori merupakan terminology umum untuk status mental yang
memungkinkan seseorang menyimpan informasi untuk dipanggil kembali di
kemudian hari. Rentang waktu untuk memanggil kembali dapat singkat, beberapa
detik, atau setelah beberapa tahun.
Proses memori terdiri dari beberapa tahapan. Pertama-tama informasi diterima
oleh modalitas sensorik khusus (misalnya raba, auditif, atau visual), dan kemudian
diregistrasi. Sekali input memori telah diterima, dan diregistrasi, informasi ini
disimpan sebentar di memori jangka pendek (memori kerja). Langkah kedua terdiri
dari penyimpanan dan mempertahankan informasi ke dalam bentuk yang lebih
permanen (memori jangka panjang). Proses penyimpanan ini dapat ditingkatkan oleh
repetisi atau oleh penggabungan dengan informasi lain yang sudah berada di dalam
simpanan. Penyimpanan merupakan proses aktif yang membutuhkan upaya melalui
praktek dan latihan. Langkah akhir pada proses memori ialah memanggil kembali
(recall) atau menjumput (retrieval) informasi yang disimpan. Langkah menjumput
merupakan proses aktif, memobilisasi informasi yang telah disimpan. Tiap tahapan
pada seluruh proses memori bertumpu pada integritas langkah-langkah sebelumnya.
Bila ada interupsi dalam urutannya, hal ini dapat menghalangi penyimpanan atau
penjumputan suatu memori. Penelitian mengenai memori memberikan kesan bahwa
tiap aspek memori melibatkan substrata atau sistem neurobiologik yang terpisah,
9
namun saling berkaitan, dan dengan demikian memproduksi gambaran klinik yang
beragam.
Dengan kemajuan dalam sistem neuropsikologi, sistem memori telah dibagi
menjadi beberapa komponen :
1. Memori implicit
Respon motorik yang dipelajari yang tidak berhubungan dengan akses
kesadaran, misalnya mengendarai mobil dan keterampilan motorik kompleks
lainnya.
2. Memori eksplisit
Berhubungan dengan akses kesadaran, yang kemudian disubklasifikasikan
lagi menjadi :
- Memori episodic
Misalnya menceritakan kembali detil autobiografi dan kejadian
pengalaman pribadi lainnya yang berhubungan dengan waktu tertentu.
- Memori semantic
Penyimpanan pengetahuan dunia secara umum.
Konsep-konsep lain yang berguna adalah :
1. Memori jangka pendek
Memori yang bertanggung jawab untuk mengingat segera materi verbal atau
spasial dalam jumlah sedikit.
2. Memori anterograd
Penerimaan hal-hal baru.
3. Memori retrograde
Mengingat kembali hal yang telah dipelajari.
Di klinik, memori dibagi atas tiga jenis berdasarkan kurun waktu antara
presentasi stimulus dan penjumputan memori. Kata segera, baru, dan lama biasanya
digunakan untuk menyatakan jenis memori.
10
Memori segera merupakan pemanggilan setelah rentang waktu beberapa
detik, seperti pada pengulangan deretan angka.
Memori baru jangka pendek. Memori baru mengacu pada kemampuan
pasien untuk mengingat kejadian yang baru terjadi, kejadian sehari-hari. Lebih tegas
lagi, memori baru ialah kemampuan untuk mengingat materi yang baru dan
menjumput materi tersebut setelah interval beberapa menit, jam, atau hari.
Memori rimot (jangka panjang). Memori rimot digunakan bagi kemampuan
mengumpulkan fakta atau kejadian yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya, seperti
nama guru, atau nama teman satu sekolah dulu.
Anatomi
Dasar anatomis untuk memori episodic adalah sistem limbic (terutama
hipokampus dan thalamus, serta hubungan-hubungannya), sementara memori
semantic terletak pada neokorteks temporal. Memori implicit melibatkan berbagai
struktur termasuk ganglia basalis dan serebelum dan hubungannya dengan korteks
serebri.
Gambar 3. Pusat Memori
Sumber : lecture anatomi SSP blok Neurobihavioural System
11
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan status mental, tiap aspek memori perlu dinilai secara rinci.
Dalam hal ini perlu dinilai memori segera, memori baru dan memori rimot.
Pemeriksaan ini membutuhkan jaminan bahwa jawaban yang diberi oleh
pasien dapat di cek kebenarannya melalui sumber yang mengetahui, misalnya bila
ditanya kepada pasien tentang apa yang dimakannya waktu pagi tadi. Dalam hal ini
dibutuhkan sumber pengecekan yang mengetahui keadaan pasien, misalnya anggota
keluarga atau teman dekatnya. Tidak jarang pasien dengan defisit memori
memberikan jawaban yang salah atau ia berkonfabulasi untuk menutupi
kekurangannya.
Memori segera. Kemampuan memanggil kembali biasanya dites dengan tes
mengulang angka. Orang dengan intelegensi rata-rata dapat dengan akurat mengulang
5 sampai 7 angka tanpa kesulitan. Pasien yang tidak retardasi mental dan tanpa afasia
yang nyata bila tidak mampu mengulang lebih dari 5 angka, menunjukkan atensi atau
memori segera- terganggu.
Memori baru. Pemeriksaan memori baru mencangkup memori verbal dan memori
visual. Pemeriksaan memori verbal antara lain :
1. menilai memori baru tentang orientasi.
2. menilai kemampuan mempelajari hal baru.
3. tes memori 4 kata yang tidak berhubungan.
Pasien diperintahkan untuk mengulangi 4 kata yang sebelumnya disebutkan
oleh pemeriksa, dimana kata-kata tersebut tidak saling berhubungan, misal :
cokelat, jujur, mawar, lengan.
Menilai memori visual bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut : pemeriksaan
menggunakan 5 objek kecil, yang dengan mudah dapat disembunyikan di sekitar
pasien, misalnya pensil, sisir, kunci. Sambil menyembunyikan objek, pemeriksa
menyebutkan nama objek, sehingga pasien mengetahui apa yang disembunyikan, dan
12
dimana. Setelah objek disembunyikan, pasien diberi tugas lain untuk mengalihkan
perhatiannya, misalnya dengan mengajukan pertanyaan atau berkonversasi. Setelah 5
menit berlalu, pasien ditanya objek apa yang disembunyikan dan dimana lokasinya.
Memori rimot. Tes memori rimot ini dapat mengenai informasi pribadi, pengetahuan
umum dan sejarah. Data pribadi membutuhkan perivikasi dari orang lain yang
mengetahui. Pengetahuan umum dan sejarah dipengaruhi oleh tingkat edukasi,
pengalaman social, dan intelegensi premorbid.
Pertanyaan yang dapat diajukan : informasi pribadi :
- Dimana anda dilahirkan
- Sekolah : dimana anda dulu bersekolah?
- Pekerjaan : apa saja pekerjaan anda?
Pengetahuan umum, fakta sejarah misalnya dengan menyuruh pasien menyebutkan
nama empat wakil presiden Indonesia, mulai dari yang saat ini dengan urutan ke
belakang. Tes ini cukup sering gagal dilakukan oleh penyakit Alzeimer dini.
Implikasi Klinik
Beberapa aspek proses memori terjadi pada bangunan neuroanatomi tertentu
atau sistem neuronal. Penelitian patologi anatomi telah banyak mendokumentasikan
bahwa bangunan limbic terlibat dalam penyimpanan jangka panjang dan penjumputan
informasi baru. Namun demikian, bangunan yang berperan untuk pemanggilan
kembali segera dan memori rimot belum dapat ditentukan. Walaupun jejak memori
visual, verbal dan taktil mungkin sekali disimpan di neokorteks, banyak bangunan
subkortikal dibutuhkan untuk proses total dari memori (registrasi, penyimpanan,
penjumputan). Kerusakan pada berbagai sistem kortikal akan mengakibatkan
berbagai pola gangguan fungsi.
Perhatian, berbahasa dan memori merupakan dasar dari proses yang menjadi
pondasi dari perkembangan fungsi intelektual yang lebih tinggi. Fungsi kognitif yang
13
lebih tinggi mencangkup manupulasi bahan yang telah dipelajari, pemikiran abstrak,
menyelesaikan masalah (problem solving), menghitung, dsbnya.
Amnesia. Amnesia umumnya melukiskan defek pada fungsi memori. Rentang
waktu amnesia dapat sesingkat mungkin beberapa detik sampai beberapa tahun.
Kejadian ini paling sering dijumpai pasca trauma kepala, tapi dapat juga terjadi
setelah jejas otak mayor (misalnya stroke). Walaupun istilah amnesia digunakan
untuk defek memori dengan spectrum yang luas, paling sering amnesia digunakan
untuk melabel pasien dengan deficit memori yang relative terbatas (terisolasi),
misalnya amnesia pasca trauma, amnesia retrograde.
Amnesia dapat terjadi akut dan sementara atau kronik dan persisten. Amnesia
dapat terjadi tanpa keadaan lain, atau pada konteks adanya deficit kognitif lainnya.
Amnesia anterograd dan retrograde. Ketidakmampuan mempelajari materi
baru setelah jejas otak disebut amnesia anterograd. Amnesia retrograde berarti
amnesia terhadap kejadian sebelum terjadinya jejas atau insult otak.
Amnesia psikogenik. Amnesia dapat juga berbentuk amnesia psikogenik.
Dalam hal ini pasien memblok suatu kurun waktu tertentu. Pasien ini tidak
menunjukkan deficit memori baru, ia dapat mempelajari item baru sewaktu periode
amnesia dan setelah periode amnesia berlalu, dan tidak menderita defek pada memori
jangka pendek dan jangka panjang bila dites. Hilangnya memori yang berdasarkan
keadaan psikologis mengakibatkan lubang-lubang pada memori terhadap kejadian
sewaktu adanya amnesia. Kadang pasien dapat mengingat sebagian dari periode
amnesia yang tidak bermuatan trauma emosional, namun akan memblok kejadian
yang secara emosional traumatic.
Amnesia global sementara (transient global amnesia) adalah suatu kondisi
pada pasien usia pertengahan atau usia lanjut yang tiba-tiba menjadi amnesia berat
dengan hilangnya memori anterograd dan retrograde. Memori retrograde dapat hilang
sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Pasien akan tampak panic, menanyakan
14
pertanyaan sederhana (misalnya “apa yang terjadi ?”) secara berulang-ulang, tetapi
tanpa adanya gangguan kesadaran atau deficit kognitif lainnya. Perbaikan terjadi
dalam beberapa jam, termasuk amnesia retrograde, sehingga pasien hanya mengalami
amnesia pada periode serangan tersebut. Rekurensi jarang terjadi dan prognosisnya
baik. Dahulu, gangguan ini diperkirakan sebagai manifestasi penyakit
serebrovaskuler, namun etiologinya masih belum diketahui, walaupun gangguan ini
berhubungan dengan migren.
Beberapa pasien dengan episode berulang biasanya mengalami epilepsy yang
berasal dari lobus temporalis (amnesia epilepsik transien).
Sindrom amnestik merujuk pada kegagalan memori yang kronik dan persisten
(anterograd dan retrograd), biasanya irreversible, tetapi dengan fungsi kognitif lain
yang masih baik. hal ini disebabkan oleh kerusakan fokal sistem limbic, misalnya
anoksia hipokampus, kerusakan hipokampus akibat ensefalitis virus herpes simpleks,
infark thalamus, defisiensi vitamin B (sindrom Korsakoff), dan cedera kepala
tertutup. Amnesia berat umumnya merupakan gambaran awal penyakit Alzaimer.
Amnesia sering terjadi secara akut dan sementara pada acute confusional state
bersamaan dengan adanya deficit kognitif lainnya, dan juga amnesia dapat terjadi
secara persisten pada demensia.
Fungsi eksekutif yang lebih tinggi, kepribadian dan perilaku.
Fungsi eksekutif sulit didefinisikan dengan tepat, tetapi meliputi kemampuan
untuk membuat rencana, beradaptasi, menangani konsep abstrak, dan menyelesaikan
masalah, digabung dengan aspek perilaku social dan kepribadian, misalnya inisiatif,
motivasi, dan inhibisi.
15
Anatomi
Lobus frontal hemisfer serebri, terutama area prefrontal, merupakan area yang
penting untuk fungsi eksekutif normal, sementara lobus ventromedial frontal
memiliki peran yang penting dalam kognisi social, kepribadian, dan perilaku.
Gambar 4. Area Frontalis Cerebri
Sumber : lecture anatomi SSP blok Neurobihavioural System
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk disfungsi lobus frontal umumnya hanya secara kasar
dan bisa didapatkan dari alloanamnesa, misalnya dari anggota keluarga (apakah
pasien dapat mengerjakan tugas? Pergi berbelanja?) dan dari observasi klinis.
Pasien dengan disfungsi bifrontal dapat menunjukkan hasil yang sangat jelek
pada tes-tes berikut :
- Kelancaran verbal, misalnya dengan membuat daftar belanja yang dibeli
di supermarket, kata-kata yang diawali huruf tertentu.
- Interpretasi peribahasa, menjelaskan maksud konkret peribahasa.
- Perkiraan kognitif, misalnya memperkirakan tinggi suatu gedung.
Perseverasi juga merupakan gambaran kerusakan lobus frontal, yaitu
pengulangan kompulsif kata-kata atau gerakan.
16
Dengan kerusakan lobus frontal yang lebih berat, control inhibisi akan hilang,
pasien menjadi mudah tersinggung dan agresif, dengan penurunan perilaku social dan
higien, yang akhirnya mengakibatkan inkontinensia. Sementara beberapa pasien
menjadi suka bergurau dan rebut, yang lain mungkin lebih pasif, berbicara dan
bergerak sedikit, dan pada hal yang ekstrem menjadi mutisme akinetik.
Hilangnya inbihisi lobus frontal normal dapat mengakibatkan timbulnya reflex
primitive, dan dua reflex primitive yang paling berguna adalah :
1. Reflex genggam (grasping) : gerakan menggenggam yang involunter yang
dirangsang dengan mengelus talapak tangan pasien, akan lebih jelas jika
perhatian pasien dialihkan.
2. Reflex mengerutkan bibir (pouting) : dirangsang dengan mengetukkan spatula
yang diletakkan di bibir pasien. Jika positif, bibir akan melipat ke arah
spatula.
Aspek klinik
Kerusakan bifrontal dapat terjadi akibat trauma, tumor, infark, dan penyakit
degenerative fokal.
Fungsi Kognitif yang Terlokalisasi
Dominansi Hemisfer
Pada kebanyakan individu, hemisfer serebri merupakan hemisfer yang
dominan untuk fungsi bahasa. Bahkan mayoritas orang kidal juga memiliki hemisfer
yang dominan.
17
Fungsi Hemisfer Dominan
Bahasa
Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan, yaitu : bicara spontan,
komprehensi, menamai, repetisi, membaca dan menulis.
Bahasa merupakan instrument dasar bagi komunikasi pada manusia, dan
merupakan dasar dan tulang punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat deficit
pada sistem berbahasa, penilaian factor kognitif seperti memori verbal, interpretasi
pepatah dan berhitung lisan menjadi sulit dan mungkin tidak dapat dilakukan.
Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sangat penting. Bila
terdapat gangguan, hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi pasien.
Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi merupakan manifestasi
eksternal. Tetapi kita bisa berbahasa di dalam pikiran kita sendiri, seperti ketika
berhitung, berfikir dan berhayal ataupun ketika merencanakan sesuatu, tanpa
berbicara atau berunding dengan siapapun. Bahasa yang kita gunakan tanpa
berkomunikasi dengan dunia luar itu dikenal dengan bahasa internal.
Anak yang sedang berkembang, setelah memiliki kemampuan untuk
mengenal (gnosis) akan belajar memperhatikan dan mengingat perbedaan,
persamaan, dan perbandingan, sehingga ia mulai dapat menafsirkan mana yang berat,
mana yang halus, yang bagus, dan seterusnya. Dengan demikian, pengenalan benda
atau apa saja yang dapat dipegang, diraba dan ditekan dengan mudah dapat dilakukan
secara tepat tanpa melihat. Juga dari bahan apa sesuatu dibuat dapat diketahui dengan
jalan perabaan, penekanan, dan pemegangan, yang secara singkat dinamakan
sensibilitas taktil.
Baik perkembangan bahasa maupun sensibilitas taktil terkait pada
perkembangan gerakan tangkas selanjutnya. Hal ini berarti bahwa mekanisme
neuronal yang mendasari proses mental itu beroperasi di hemisferium dominan.
18
Pada perkembangan ontogenik terjadi mekanisme neuronal yang khas bagi
manusia, yaitu proses lateralisasi. Perkembangan gerakan tangkas, yang bermula
dengan gerakan canggung sampai akhirnya menjadi gerakan yang luwes dan terampil,
ternyata tidak berjalan serasi pada kedua belahan tubuh. Pada kebanyakan orang,
belahan tubuh kanan dapat bergerak lebih terampil, luwes dan tangkas daripada
belahan tubuh kiri.
Anatomi dan Fisiologi Berbahasa
G
C E H
B F D
A
Gambar 5. Fisiologi Berbahasa
Sumber : Neurologi Klinis Dasar
Semua impuls auditorif disampaikan kepada korteks auditori primer kedua
sisi. Pada hemisfer yang dominan data auditorik tersebut dikirim (A) ke pusat
Wernicke. Pengiriman data dari hemisfer yang tak dominan ke pusat Wernicke
dilaksanakan melalui serabut korpus kalosum. Di pusat Wernicke suara dikenal
sebagai symbol bahasa. Kemudian data itu dikirim (E) ke pusat pengertian bahasa. Di
situ symbol bahasa lisan (auditorik) diintegrasikan dengan symbol bahasa visual dan
sifat-sifat lain dari bahasa. Bahasa lisan dihasilkan oleh kegiatan di pusat pengertian
19
bahasa yang menggalakan (F) pusat pengenalan kata (Wernicke), yang pada
gilirannya mengirimkan (B) pesan ke pusat Broca (yang menyelenggarakan produksi
kata-kata) melalui (C) daerah motorik primer dan melalui lobus frontalis (area
motorik suplementer), yang ikut mengatur produksi aktivitas motorik yang tangkas
dalam bentuk kata-kata yang jelas.
Bahasa visual dikembangkan melalui persepsi visual bilateral. Dari korteks
visual primer kedua sisi data visual disampaikan (H) kepada korteks visual sekunder
di hemisferium yang dominan. Data tersebut dikirim (D) ke pusat Wernicke dan ke
(G) pusat pengintegrasian pengertian bahasa.
Manifestasi dari lesi di berbagai lokasi pada hemisferium yang dominan adalah
sebagai berikut :
Lesi A : word deafness, lesi di pusat Wernicke, afasia sensorik.
Lesi B : afasia konduktif (berbahasa verbal terganggu, tapi masih mengerti lengkap
bahasa verbal, lesi di pusat Broca – afasia motorik).
Lesi C : afemia (afasia motorik dengan utuhnya kemampuan untuk mengerti bahasa
lisan dan tertulis dan mampu berekspresi dengan tulisan). Lesi di daerah motorik
suplementer irama dan lafal bahasa kacau.
Lesi D : aleksia tapi tidak agrafia.
Lesi E : afasia transkortikal, lesi di pusat pengertian bahasa- afasia sensorik
transkortikal.
Lesi F : afasia nominatif
Lesi G : agnosia asosiatif tanpa aleksia.
Lesi H : agnosia visual (tidak dapat menyebut nama segala sesuatu yang dilihat).
20
Terminology
Disartria (pelo, cadel) merupakan gangguan pada artikulasi, pengucapan kata.
Pada keadaan ini, kemampuan berbahasa seperti gramatika (tata bahasa),
komprehensi dan pemilihan kata tidak terganggu. Disartria disebabkan oleh gangguan
pada control neuromuskuler pada proses artikulasi. Dalam praktek, hal ini biasanya
berarti kesulitan dalam menggerakan palatum, lidah dan bibir sewaktu artikulasi
(berbicara).
Disfonia (serak, bindeng) ialah kesulitan dalam fonasi (mengeluarkan bunyi
atau suara). Disfonia terjadi pada gangguan fungsi neuromuskuler yang melibatkan
pita suara atau palatum.
Disprosodi ialah gangguan pada irama bicara. Dalam hal ini, melodi, ritme,
dan intonasi suara terganggu. Sebagai akibatnya pasien bicara secara monoton (irama
datar).
Apraksia oral atau apraksia bukofasial ialah ketidakmampuan melakukan
gerakan terampil dari otot wajah dan otot berbicara sedangkan komprehensi, tenaga
otot, dan koordinasi otot normal. Bila pasien disuruh memperagakan bagaimana cara
menghembuskan geretan yang sedang menyala, pasien yang apraksia mungkin
mengalami kesulitan mengatur bibirnya. Ia mungkin akan menghirup udara pada saat
harus menghembus udara, atau ia mungkin menghembus kuat namun tidak
mengerutkan bibirnya.
Aleksia adalah kata yang digunakan untuk menyatakan kehilangan
kemampuan membaca yang sebelumnya ia mampu. Aleksia perlu dibedakan dengan
disleksia. Disleksia merupakan gangguan perkembangan membaca pada anak dengan
intelegensi yang normal.
Agrafia ialah gangguan pada bahasa yang dinyatakan dalam penulisan. Jadi,
bukan pada bentuk huruf dan tulisan yang buruk.
21
Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan
gangguan dalam memproduksi dan atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia
adalah pada pemrosesan bahasa di tingkat integrative yang lebih tinggi. Gangguan
artikulasi dan praksis mungkin ada sebagai gejala penyerta. Afasia biasanya berarti
hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata afasia perkembangan
(sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai keterlambatan
spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan
kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif
umumnya.
Mutisme adalah kegagalan total untuk bersuara, yang mungkin dapat terjadi
pada disfasia berat atau disartria, atau bagian dari penyakit psikiatrik.
Klasifikasi gangguan bahasa
Berbagai klasifikasi gangguan berbahasa telah dikemukakan oleh berbagai
pakar, namun semua bentuk klasifikasi mempunyai kekurangan, dan sampai saat ini
belum didapat suatu bentuk klasifikasi yang dapat mencangkup seluruh gangguan
berbahasa atau mengatasi seluruh kekurangan pada klasifikasi yang ada sebelumnya.
Sebelum menelaah beberapa bentuk klasifikasi yang dikenal, perlu diketahui bahwa
jarang sekali dijumpai jenis gangguan bahasa yang murni. Pasien dengan afasia jenis
ekspresif (motorik) ditandai oleh gangguan ekspresif; selain itu, defek dalam
komprehensi hampir selalu ada, namun tidak menonjol. Jadi, bila seseorang
diklasifikasikan sebagai menderita afasia motorik, seharusnya ini berarti afasianya
bersifat motorik, sedang bentuk lainnya seperti afasia reseptif sedikit banyak
dijumpai.
Gangguan cara berbahasa
Gangguan cara berbahasa dinamakan afasia. Lebih tepat untuk menggunakan
istilah disfasia, karena umumnya kemampuan untuk berbahasa tidak hilang secara
22
mutlak. Tetapi afasia sudah umum digunakan baik untuk afasia ringan maupun afasia
berat.
Afasia ialah kesulitan dalam memahami dan atau memproduksi bahasa yang
disebabkan oleh gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak.
Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan
mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu
gramatikanya miskin (sedikit) dan menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi
yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien sadar akan kekurangan dan atau
kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan kurang terganggu
dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak
mungkin atau sangat terganggu.
Pada lesi di temporoparietal pasien justru terlalu banyak bicara, cara
mengucapkan baik dan irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada
memformulasi dan menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti.
Bahasa lisan dan tulisan tidak atau kurang difahami, dan menulis secara motorik
terpelihara, namun isi tulisan tidak menentu. Pasien tidak begitu sadar akan
kekurangannya.
Afasia jenis pertama dinamakan afasia Broca atau afasia motorik atau
ekspresif. Afasia jenis kedua dinamakan afasia Wernicke atau sensorik atau reseptif.
Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas
bahasa. Pasien sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa,
yang selalu diulang-ulang, dengan artikulasi dan irama yang buruk dan tidak
bermakna.
Sindrom afasia dapat dibagi dalam afasia motorik dan sensorik atau afasia
ekspresif dan reseptif. Lesi yang menimbulkan afasia motorik terletak di sekitar
daerah Broca. Afasia motorik terberat ialah jika penderita sama sekali tidak dapat
mengeluarkan kata-kata. Adakalanya hanya dapat mengucapkan “ya” atau “he-ng”
23
saja, sambil menganggukan kepalanya. Namun demikian, ia masih mengerti bahasa
verbal dan visual. Juga perintah-perintah untuk melakukan sesuatu (praksis) bisa
dilaksanakan sesuai dengan makna perintah. Ketidakmampauan untuk menyatakan
fikirannya dengan kata-kata menjengkelkan penderita. Dan yang lebih-lebih menekan
jiwanya ialah bahwa ia sadar akan apa yang hendak diucapkan, tetapi tidak mampu
mengucapkan kata-kata yang terkandung dalam fikirannya. Jadi bahasa internalnya
masih utuh. Pada afasia motorik, umumnya kemampuan untuk menulis kata-kata
masih tidak terganggu, tetapi bisa juga terjadi adanya agrafia.
Afasia motorik yang ringan ialah afasia nominative atau afasia amnestik.
Afasia ini ditandai dengan kesulitan menemukan nama suatu benda. Penderitanya
tidak bisa menemukan simbolik verbal dari benda yang diperlihatkan kepadanya. Ia
tahu abstraksi dari benda tersebut dalam fikiran, tetapi lafal dari abstraksi itu tidak
bisa dinyatakan. Misalnya penderita diminta untuk menyebutkan nama benda yang
disodorkan kepadanya. Ia bisa menjawab sebagai berikut “ tu….itu….tu…tulis…”.
Tetapi ia tidak bisa mengucapkan kata pensil. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
penyimpanan kata pensil utuh, juga persandian abstraksi masih utuh. Tetapi decoding
dari abstraksi terganggu. Lesi yang dapat menimbulkan afasia nominative itu terletak
di luar area Broca, tetapi juga diluar daerah Wernicke. Memang, lesi tersebut
diketemukan di daerah antara daerah Broca dan Wernicke.
Pada afasia motorik yang terberat, adakalanya kata-kata yang bersifat
ledakan-ledakan emosional masih bisa diucapkan secara spontan misalnya “asu”.
Afasia motorik yang mencerminkan kerusakan terhadap seluruh korteks
daerah Broca ialah afasia pada mana penderita tidak bisa melakukan ekspresi dengan
cara apapun, baik secara verbal maupun visual (afasia motorik kortikal). Afasia
motorik pada mana penderita tidak bisa mengucapkan satu kata apapun, namun masih
bisa mengutarakan fikirannya dengan jalan tulis menulis, bisa timbul akibat lesi di
masa putih daerah Broca. Oleh karena itu, afasia motorik termaksud dinamakan juga
afasia motorik subkortikal. Untuk jenis afasia ini digunakan juga istilah awam “pure
24
word dumbness” atau “bisu kata-kata yang tulen”. Jika seorang penderita afasia
motorik masih bisa membeo, namun tidak mampu lagi untuk mengeluarkan kata-kata
sebagai cara ekspresi aktifnya, maka afasia motorik semacam itu disebabkan oleh
suatu lesi kortikal yang agak besar di daerah Broca dan Wernicke. Afasia motorik
yang berat dengan masih adanya kemampuan untuk membeo ini dinamakan afasia
motorik transkortikal.
Tergolong dalam afasia motorik adalah juga akalkulia ekspresif dan agrafia
ekspresif, yang berarti hilangnya kemampuan untuk ekspresi dengan menggunakan
simbolik matematika dan huruf.
Pada akalkulia ekspresif dan agrafia ekspresif, ekspresi dengan cara berbahasa
masih bisa, tetapi apabila ekspresi itu diwujudkan dalam bentuk tulisan, penderita
sendiri sadar akan ketidakmampuannya. Lesi yang berkorelasi dengan gangguan
terletak di lobus frontalis yang berdampingan dengan korteks motorik.
Afasia sensorik atau afasia persepsif dikenal juga sebagai afasia Wernicke,
kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual terganggu atau hilang sama
sekali. Tetapi kemampuan untuk secara aktif mengucapkan kata-kata dan menulis
kata-kata masih ada, kendatipun apa yang diucapkan dan ditulis tidak mempunyai arti
sama sekali. Penderita dengan afasia perseptif tidak mengerti lagi bahasa yang
didengarnya, walaupun ia tidak tuli. Iapun tidak mengerti lagi isi surat yang
dibacanya, walaupun ia tidak buta huruf. Penyimpanan (storage) berikut proses
coding dari apa yang didengar dan ditulis terjadi didaerah antara bagian belakang
lobus temporalis, lobus oksipitalis, dan lobus parietalis. Jika daerah tersebut rusak,
proses coding pun tidak akan menghasilkan apa-apa. Ibaratnya gudang yang bisa
dibuka dengan kunci yang masih kita miliki tetapi isi gudangnya atau gudangnya
sendiri sudah terbakar habis. Derah tersebut dikenal sebagai daerah Wernicke. Dan
daerah itu dapat diumpamakan dengan gudang pengertian. Hancurnya gudang
pengertian berarti hilangnya daya untuk mengerti apa yang dibicarakan atau ditulis.
Hilangnya pengertian berarti juga hilangnya gnosis dan kognisio. Oleh karena kata
25
dan tulisan yang masih dapat diucapkan dan ditulis oleh seorang penderita tidak lagi
dikenal dan diketahui, maka ia akan berbicara dan menulis suatu bahasa yang tidak
dimengerti oleh dirinya sendiri ataupun orang lain. Adakalanya bahasa baru
(neologisme) mengandung kata-kata yang menyerupai kata-kata yang awajar, tetapi
kebanyakan merupakan ocehan yang tidak mempunyai arti. Ocehan itu dinamakan
jargon afasia.
Semacam afasia sensorik yang ringan, yang dikenal dalam bahasa Inggris
sebagai word deafness (tuli kata-kata), bisa dijumpai. Dalam hal tersebut, penderita
sama sekali tidak mengerti bahasa verbal yang didengarnya, tetapi ia masih bisa
mengerti bahasa tertulis dengan baik. Juga afasia sensorik yang dinamakan buta kata-
kata, pada mana bahasa verbal masih bisa dimengerti, tetapi bahasa visual tidak
mempunyai arti baginya, jarang dijumpai. Tuli kata-kata atau buta kata-kata timbul
akibat lesi kecil di sekitar daerah Wernicke, yang terletak baik di lobus temporalis
ataupun parietal bahkan oksipital.
Sebagai varian dari buta kata-kata ialah agrafia, akalkulia, dan aleksia reseptif.
Dalam hal agrafia ekspresif (akibat lesi di sekitar Broca), ekspresi melalui bahasa ikut
terganggu. Jika kemampuan untuk mengerti bahasa verbal masih utuh tetapi daya
untuk mengerti bahasa tertulis hilang, maka kita namakan gejala tersebut agrafia
reseptif. Demikian juga arti istilah akalkulia reseptif, pada mana si penderita masih
bisa mengerti bahasa verbal tetapi tidak dapat mengerti soal-soal yang menyangkut
hitung berhitung. Pada aleksia reseptif, hanya kemampuan untuk mengerti apa yang
dibaca terganggu, sedangkan ia masih mengerti bahasa verbal. Lesi-lesi yang relevan
bagi afasia reseptif fraksional itu terbatas pada girus angularis dan supramarginalis.
Girus yang tersebut pertama terletak di ujung sulkus temporalis superior dan girus
yang tersebut terakhir terletak di ujung fisura serebri lateralis Sylvii.
Klasifikasi afasia
Klasifikasi afasia yang berpedoman pada lesi anatomic, dibedakan atas :
26
1. Sindrom afasia peri-silvian
- Afasia broca
- Afasia wernicke
- Afasia konduksi
2. Sindrom afasia daerah perbatasan (border zone)
- Afasia transkortikal motorik
- Afasia transkortikal sensorik
- Afasia transkortikal campuran
3. Sindrom afasia subkortikal
- Afasia talamik
- Afasia striatal
4. Sindrom afasia non-lokalisasi
- Afasia anomik
- Afasia global
Klasifikasi yang merujuk pada linguistic, dalam hal ini afasia dapat dibedakan atas :
1. Afasia sintaktik
2. Afasia semantic
3. Afasia pragmatic
4. Afasia jargon
5. Afasia global
Pada klasifikasi yang berdasarkan manifestasi klinik ada yang membagi atas dasar
lancarnya berbicara. Terdiri dari :
1. Afasia lancar
Pada afasia yang lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, irama
dan prosodi baik, namun sering isi bicara tidak bermakna dan tanpa isi
(kalimat yang diucapkan tidak tahu kita maksud dan maknanya). Kata-kata
yang digunakan sering salah dan sering didapatkan parafasia.
Afasia yang lancar mencangkup :
27
- Afasia reseptif (Wernicke)
- Afasia konduksi
- Afasia amnesik (anomik)
- Afasia transkortikal
Seorang afasia yang fluen mungkin mengatakan (dengan lancar) : “rokok
tembakau beli kemana situ tadi gimana dia”
Gambaran klinik afasia yang fluen (jenis Wernicke) :
- Keluaran bicara yang lancar
- Panjang kalimat normal
- Artikulasi baik
- Prosodi baik
- Anomi
- Terdapat parafasia fonemik dan semantic
- Komprehensi auditif dan membaca buruk
- Repetisi terganggu
- Menulis lancar tetapi isinya kosong.
Pada keadaan ini, aliran bicaranya lancar, irama berbicara terpelihara,
namun isi bicara atau kalimat-kalimatnya kosong (tidak mempunyai arti).
Banyak menggunakan kata-kata yang abnormal (parafasia, neologisme).
Parafasia ialah mensubstitusi kata. Kita mengenal 2 jenis parafasia, yaitu
parafasia semantic (ventral) dan parafasia fonemik (literal). Parafasia semantic
ialah mensubstitusi satu kata dengan kata yang lain, misalnya menggantikan
kata mobil dengan kuda. Parafasia fonemik ialah mensubstitusi suatu bunyi
dengan bunyi yang lain, misalnya mengganti kata mobil dengan gobin.
Bentuk parafasia yang menggunakan kata yang sama sekali asing, misalnya
tandi, miban, disebut neologisme.
2. Afasia tidak lancar
28
Pada afasia yang tidak lancar output (keluaran) bicara terbatas, sering
disertai artikulasi yang buruk, bicara dalam bentuk yang sederhana, bicara
singkat berbentuk gaya telegram. Afasia yang tidak lancar mencangkup :
- Afasia ekspresif
- Afasia global
Penyandang afasia yang menggunakan kalimat pendek (kurang dari 5
kata) dan kurang baik gramatikanya dianggap non-fluen. Kebanyakan
penyandang afasia yang non-fluen mempunyai deficit dalam artikulasi dan
juga dalam prosodi (irama bicara).
Gambaran klasik afasia non fluen ialah :
- Pasien tampak sulit memulai bicara
- Panjang kalimat berkurang (5 kata atau kurang per kalimat)
- Gramatika bahasa berkurang, kurang kompleks
- Artikulasi umumnya terganggu
- Irama kalimat dan irama bicara terganggu.
- Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memhami kalimat
yang sintaksisnya kompleks)
- Pengulangan (repetisi) buruk
- Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk.
- Terdapat kesalahan parafasia.
29
Algoritme Klasifikasi Afasia Kortikal
Kelancaran pemahaman mengulang jenis afasia
(komprehensi) (repetisi)
Baik anomik
Baik
Lancar buruk konduksi
Baik transkortikal sensorik
Buruk
AFASIA Buruk wernick
Baik transkortikal motorik
Baik
Tidak lancar Buruk Broca
Baik transkortikal campuran
Buruk
Buruk global
30
Beberapa bentuk afasia mayor
Bentuk
afasia
ekspresi Kompreh
ensi
verbal
repetisi menamai Kompreh
ensi
membaca
menulis lesi
Ekspresif
(broca)
Tak
lancer
Relative
terpelihara
terganggu terganggu Bervariasi terganggu Frontal
inferior-
posterior
Reseptif
(wernicke)
Lancar terganggu terganggu terganggu Terganggu terganggu Temporal
superior
posterior
(Wernicke)
Global Tak
lancer
terganggu terganggu terganggu Terganggu terganggu Fronto
temporal
Konduksi Lancar Relative
terpelihara
terganggu terganggu Bervariasi terganggu Fasikulus
arkuatus,
girus supra
marginalis
Nominal Lancar Relative
terpelihara
terpelihara terganggu Bervariasi bervariasi Girus
angular,
temporal
superior
posterior
Transkortik
al motor
Tak
lancer
Relative
terpelihara
terpelihara terganggu Bervariasi terganggu Peri
sylvian
anterior
Transkortik
al sensorik
Lancar terganggu terpelihara terganggu Terganggu terganggu Peri
sylvian
posterior
Gambaran dan gejala klinik afasia
1. Afasia Global
Afasia global adalah bentuk afasia yang paling berat. Keadaan ini
ditandai dengan tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurangnya sekali
dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara stereotip , misalnya
“iya…iya…iya…”. Komprehensi menghilang atau sangat terbatas, misalnya
hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi juga
sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga
terganggu berat.
31
Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar
atau semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri
karotis interna atau arteri serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih
ialah buruk. Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegic
yang menyebabkan invaliditas kronis yang parah.
2. Afasia Broca
Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai dengan bicara
yang tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara.
Pasien sering atau paling banyak mengucapkan kata benda dan kata kerja.
Contoh : “Saya…….sembuh……rumah……..kontrol……ya….kon…trol….”.
Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti
bicara spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya
tidak terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tata bahasa yang
kompleks sering terganggu.
Ciri klinik afasia Broca :
- Bicara tidak lancar
- Tampak sulit memulai bicara
- Kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)
- Repetisi buruk
- Kemampuan menamai buruk
- Kesalahan parafasia
- Pemahaman lumayan
- Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks
- Irama kalimat dan irama bicara terganggu.
Menamai (naming) dapat menunjukkan jawaban yang parafasik. Lesi yang
menyebabkan afasia Broca mencangkup daerah Brodmann 44 dan sekitarnya.
Lesi yang mengakibatkan afasia Broca biasanya melibatkan operculum frontal
(area Broadmann 44 dan 45) dan massa alba frontal dalam (tidak melibatkan
korteks motorik bawah dan massa alba paraventrikuler daerah Brodmann 4;
32
ada pula yang terganggu di daerah peri-rolandik dengan kerusakan massa alba
yang ekstensif.
Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya di
area Brocca di korteks, tanpa melibatkan jaringan di sekitarnya, maka tidak
akan terjadi afasia.
Penderita afasia Broca sering mengalami perubahan emosional, seperti
frustasi dan depresi. Apakah hal ini disebabkan oleh gangguan berbahsanya
atau merupakan gejala yang menyertai lesi di lobus frontalis kiri belum dapat
dipastikan.
Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik
daripada afasia global. Karena pemahaman relative baik, pasien dapat lebih
baik beradaptasi dengan keadaannya.
3. Afasia Wernicke
Afasia Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di
klinik, pasien afasia Wernicke ditandai oleh ketidakmampuan memahami
bahasa lisan, dan bila ia menjawab iapun tidak mampu mengetahui apakah
jawabannya salah. Ia tidak mampu memahami kata yang diucapkannya, dan
tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah.
Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme.
Misalnya menjawab pertanyaan : bagaimana keadaan ibu sekarang? Pasien
mungkin menjawab : Anal saya lalu sana sakit tanding tak bertabir.
Repetisi terganggu berat. Menamai (naming) umumnya parafasik.
Membaca dan menulis juga terganggu berat.
Gambaran klinik afasia Wernick :
- Keluaran afasik yang lancar
- Panjang kalimat normal
- Artikulasi baik
- Prosodi baik
33
- Anomia (tidak dapat menamai)
- Parafasia fonemik dan semantic
- Komprehensi auditif dan membaca buruk
- Repetisi terganggu
- Menulis lancar tapi isinya kosong.
Penderita afasia jenis Wernicke ada yang menderita hemiparese, ada
pula yang tidak. Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya
atau terutama pada berbahasa, yaitu bicara yang kacau disertai banyak
parafasia, dan neologisme, bisa-bisa disangka menderita psikosis.
Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah
bahasa bagian posterior. Semakin berat defek dalam komprehensi auditif,
semakin besar kemungkinan lesi mencangkup bagian posterior dari girus
temporal superior. Bila pemahaman kata tunggal terpelihara, namun kata
kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal,
ketimbang lobus temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga
dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir
signal aferen inferior ke korteks temporal.
Penderita dengan deficit komprehensi yang berat, prognosis
penyembuhannya buruk, walaupun diberikan terapi bicara yang intensif.
4. Afasia Konduksi
Merupakan gangguan bahasa yang lancar yang ditandai oleh gangguan
yang berat pada repetisi, kesulitan dalam membaca kuat-kuat (namun dalam
pemahaman membaca baik), gangguan dalam menulis, parafasia yang jelas,
namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat.
Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga
menyebabkan manifestasi kelainan klinik ini. Terlibatnya girus
supramarginalis diimplikasikan pada beberapa pasien. Sering lesi ada di
34
massa alba subkortikal di korteks parietal inferior, dan mengenai fasikulus
arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.
5. Afasia Transkortikal
Ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun
fungsi bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam
memproduksi bahasa, namun komprehensinya lumayan.
Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun
komprehensinya buruk. Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu
mengulang (repetisi), memahami dan membaca, namun dalam bicara- spontan
terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca. Sebaliknya, pasien dengan afasia
sensorik transkortikal, dapat mengulang dengan baik, namun tidak memahami
apa yang didengarnya atau yang diulangnya. Bicara spontannya dan menamai
lancar, tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke. Sesekali ada pasien yang
menderita kombinasi dari afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini
mampu mengulangi kalimat yang panjang, juga dalam bahasa asing dengan
tepat. Mudah mencetuskan repetisi pada pasien ini, dan mereka cenderung
menjadi echolalia (mengulang apa yang didengarnya).
Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal :
- Keluaran (output) lancar.
- Pemahaman buruk
- Repetisi baik
- Echolalia
- Komprehensi auditif dan membaca terganggu
- Deficit motorik dan sensorik jarang dijumpai
- Didapatkan deficit lapangan pandang di sebelah kanan.
Gambaran klinik afasia motorik transkortikal :
- Keluaran tidak lancar
- Komprehensi baik
35
- Repetisi baik
- Inisiasi output terlambat
- Ungkapan-ungkapan singkat
- Parafasia semantic
- Echolalia.
Gambaran klinik afasia transkortikal campuran :
- Tidak lancar (non-fluent)
- Komprehensi buruk
- Repetisi baik
- Echolalia mencolok.
Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark
berbentuk bulan sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah
serebral mayor (misalnya di lobus frontal antara daerah arteri serebri anterior
dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di perbatasan
anterior yang menyerupai huruf C terbalik. Lesi ini tidak mengenai korteks
temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan sekitar)
dan korteks peri sylvii parietal. Korteks perisylvii yang utuh ini dibutuhkan
untuk kemampuan mengulang yang baik.
Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah :
1. Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun, misalnya
cardiac arrest.
2. Oklusi atau stenosis berat arteri karotis
3. Anoksia oleh keracunan CO
4. Demensia.
6. Afasia Anomik
Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam
menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan
36
kepadanya. Keadaan ini disebut sebagai afasia anomik, nominal, atau
amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika,
namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama
objek.
Gambaran klinik afasia anomik :
- Keluaran lancar
- Komprehensi baik
- Repetisi baik.
- Gangguan (defisit) dalam menemukan kata.
Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia
anomik, dengan demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia
dapat demikian ringannya sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan
biasa, atau dapat pula demikian beratnya sehingga keluaran spontan tidak
lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan bergantung kepada
beratnya defek inisial. Karena output bahasa relative terpelihara dan
komprehensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan
lebih baik daripada jenis afasia lain yang lebih berat.
Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal
saja. Lesi di thalamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya
oleh perdarahan atau infark, dapat menyebabkan afasia anomik. Mekanisme
terjadinya afasia ini masih belum jelas, mungkin antara lain oleh berubahnya
input ke serta fungsi korteks sekitarnya.
37
a
c
B C
b
W
Gambar 6. Lokalisasi dan subklasifikasi sindrom disfasia
Sumber : lecture Notes Neurologi.
Lesi yang terletak anterior dari garis a, yang melalui sulkus sentral
hemisfer dominan, akan menyebabkan disfasia tidak lancar. Bila lesi tejadi di
posterior garis a, maka kelancaran berbicara akan dipertahankan. Lesi di
bawah garis b yang melalui fisura Sylvii, akan mempengaruhi komprehensi,
sedangkan lesi di atas garis b, komprehensinya masih baik. Lesi yang berada
di dalam garis c mempenagruhi kemampuan pasien untuk mengulangi frase,
di luar lesi ini kemampuan repetisi dipertahankan. Jadi afasia Broca (B)
merupakan afasia tidak lancar, repetisi terganggu, tetapi komprehensi masih
baik. Gambar diatas menunjukkan afasia konduksi (C) dan afasia Wernicke
(W). Afasia global mempengaruhi semua aspek fungsi bahasa.
Pemeriksaan fisik
1. Kelancaran berbicara
Apakah pasien dapat mengeluarkan frase atau kalimat yang panjang yang
normal (lima atau lebih kata) secara spontan? Jika berbicaranya tidak
lancar, maka tata bicara (sintaks) umumnya juga abnormal.
38
2. Pengertian / komprehensi
Sejumlah benda dijajarkan di depan pasien, dan pasien diperintahkan
menunjuk benda yang disebutkan oleh pemeriksa, misalnya pulpen, jam
tangan, kunci, apakah pasien mampu melakukannya? Apakah pasien dapat
mengeluarkan perintah yang lebih kompleks? (“Coba anda ambil kunci
dan berikan pulpen kepada saya”). Apakah pasien dapat mengerti konsep
di balik pertanyaan (“Apakah nama debu yang tertinggal setelah rokok
habis?”).
3. Repetisi
Apakah pasien dapat mengulang kata-kata tunggal atau seluruh kalimat
seperti ”jika tidak, dan, atau tetapi?”
4. Menyebutkan nama
Misalnya nama-nama benda sehari-hari, seperti jam tangan, pulpen, dan
benda-benda yang kurang familiar – pena, gesper, kumparan.
5. Selain itu, membaca dan menulis dapat diperiksa secara terpisah.
Anatomi Klinik
Kerusakan frontal pada berbagai area bahasa yang berbeda dapat disebabkan
oleh trauma, infark, atau tumor. Penyakit otak degenerative (sementara demensia)
jarang menimbulkan deficit seperti ini. Kemampuan menulis terletak di region girus
angularis, yang berada di posterior dari area bahasa mayor. Lesi pada region ini,
selain menyebabkan disgrafia, umumnya juga menyebabkan deficit lainnya seperti
diskalkulia-gangguan dalam komprehensi angka dan tulisan, sehingga menyebabkan
ketidakmampuan berhitung.
39
Praksis
Apraksia
Apraksia merupakan gangguan didapat pada gerakan motorik yang dipelajari
dan berurutan, yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer pada tenaga,
koordinasi, sensorik atau kurangnya pemahaman (komprehensi) atau atensi. Hal ini
merupakan hendaya (impairment) dalam menyeleksi dan mengorganisasi inervasi
motorik yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu aksi.
Apraksia bukanlah gangguan motorik tingkat rendah, namun merupakan defek
dalam perencanaan motorik, yang mencangkup langkah-langkah integrative yang
dibutuhkan pada gerakan terampil atau yang dipelajari. Berbagai jenis apraksia telah
dikemukakan oleh para pakar, tergantung kepada kerumitan (kompleksitas) dan sifat
dari tugas yang dilaksanakan.
Kerusakan pada lobus parietal dominan akan menyebabkan apraksia. Jaras
untuk praksis normal melewati region ini ke area premotorik ipsilateral pada lobus
frontal, dan ke region yang ekuivalen pada hemisfer lainnya melalui korpus kalosum.
1. Apraksia Ideomotor
Merupakan jenis apraksia yang paling sering dijumpai. Penderita tidak
mampu melakukan gerak motorik yang sebelumnya pernah dipelajari, secara
akurat. Pada keadaan ini terdapat ketidakmampuan lobus frontalis untuk
menerjemahkan aksi menjadi gerakan motorik.
Gangguan dapat dilihat pada otot bukofasial, ekstremitas atas atau bawah,
atau otot badan. Pasien misalnya tidak mampu melakukan suruhan berikut :
peragakan bagaimana menghembuskan api pada geretan yang sedang menyala!
Peragakan bagaimana minum dengan menggunakan sedotan! Kegagalan ini
dinamakan : apraksia bukofasial. Kesulitan dalam gerakan lengan atau tungkai
dapat dideteksi dengan : peragakan bagaimana menendang bola! Kegagalan ini
40
dinamakan apraksia anggota gerak. Kesulitan dalam gerakan tubuh dapat
dideteksi dengan : peragakan bagaimana sikap seorang peninju menangkis
serangan lawan! Kegagalan ini disebutkan apraksia gerak tubuh seluruhnya.
Pasien dengan apraksia ideomotor mungkin tidak mampu menutup
(memejamkan) mata atas suruhan, namun ia dapat mengedipkan mata secara
spontan.
Implikasi klinik
Kemampuan melaksanakan gerakan terampil atas suruhan verbal
berasosiasi erat dengan fungsi bahasa pada hemisfer yang dominan.
Bila suruhan telah dipahami, informasi meluas ke girus supramarginalis
yang letaknya berbatasan, tempat kata (misalnya :hembus lilin yang menyala) di
asosiasikan dengan memori kinetic yang berada di korteks parietal post rolandik.
Memori dari gerakan ini di transfer melalui jaras C ke daerah pre motor tempat
memori bagi pola motorik dicetuskan. Daerah premotor kemudian mengarahkan
neuron pyramid di daerah motor E untuk melaksanakan gerakan (aksi). Lesi di
salah satu titik sepanjang jalur ini dapat mengakibatkan apraksia ideomotorik.
Banyak pasien dengan mempunyai lesi di daerah ini, pada hemisfer yang
dominan, juga menderita afasia. Oleh karenanya dalam menilai apraksia kita
harus teliti, untuk memastikan bahwa pemahaman tidak terganggu dan gangguan
kinerja motorik bukan disebabkan oleh gangguan komprehensi.
2. Apraksia Ideasional
Merupakan gangguan perencanaan motorik yang kompleks, yang lebih tinggi
dari ideomotorik. Hal ini merupakan kegagalan dalam melaksanakan tugas yang
mempunyai berbagai komponen yang berurutan.
Pada keadaan ini pasien tidak mampu memformulasikan rancangan aksi (plan
of action). Suruhan melakukan aksi jelas difahami, namun pasien tidak mampu
41
merencanakan rentetan aktivitas yang dibutuhkan untuk melakukan aksi yang
diminta.
Contoh : pasien disuruh menuangkan air dari teko ke dalam gelas, kemudian
meminum air dari gelas. Pasien mungkin akan gagal menuangkan air ke dalam
gelas, dan mungkin mengangkat gelas ke bibirnya atau mengangkat teko dan
minum langsung dari teko.
Apraksia jenis ini merupakan disabilitas yang kompleks yang biasa dijumpai
pada pasien dengan penyakit otak bilateral. Penyakit kortikal yang difus terutama
yang mengenai lobus parietal. Satu unsur menarik pada kinerja pasien dengan
apraksia ideasional ialah adanya kesan ketidakmampuan mengetahui kegunaan
suatu objek.
Fungsi Hemisfer non-Dominan
Jika sebagian besar fungsi bahasa terletak pada hemisfer dominan, maka
hemisfer non dominan sebagian besar, walaupun tidak semuanya, bertanggung jawab
untuk keterampilan untuk keterampilan visuospasial. Gangguan utuk menafsirkan
posisi, jarak, gerak, bentuk dan hubungan anggota tubuhnya terhadap objek
sekitarnya. la seakan-akan tidak tahu terhadap konsep atas-bawah, depan-belakang,
dan dalam-luar. Pasien mengalami kesukaran bila harus melewati sebuah gang, ia
tidak ingat lagi tata ruang yang pernah dikenalnya, tidak tahu letak kamar tidurnya,
tidak kenal peta rumah tinggalnya. Pasien tidak dapat menjiplak sebuah gambar
bergaris, tidak sanggup menggambar kubus atau binatang dan tidak dapat menyusun
balok-balok yang diperlihatkan kepadanya. Gangguan orientasi ini disebabkan
kelainan hemisfer non-dominan.
1. Pengabaian (neglect)
Pasien dengan lesi hemisfer serebri kanan ekstensif akut, misalnya
stroke, bisa menunjukkan sikap bahwa sepertinya sisi kiri tubuh dan
lingkungannya tidak ada. Sehingga sebagai akibatnya mereka mungkin :
42
- Menyangkal ketidakmampuan sisi kiri tubuh, walaupun sisi kiri tubuh
telah mengalami paralisis akibat stroke.
- Mengatakan bahwa lengan kiri mereka sendiri bukan miliknya, tetapi
lengan orang lain.
- Mengacuhkan rangsang visual dan taktil pada sisi kiri.
- Berpakaian hanya di sisi kanan, makan hanya dari sisi kanan piring.
Tidak mengakui adanya penyakit atau kelainan dan keadaan tidak
mengakui atau tidak menyadari adanya gangguan fungsi pada sebagian tubuh
dinamakan juga anosognosia. Anosognosia merupakan gambaran kelainan di
frontal posterior dan lobus parietal dari otak dan lebih sering terlihat bila lesi
melibatkan hemisfer yang yang non-dominan.
Pengabaian dapat diuji secara klinis dengan meminta pasien untuk
meniru suatu gambar rumah atau jam - mereka akan tidak mengikutsertakan
sisi kiri gambar. Abnormalitas yang tidak jelas dapat diperiksa dengan
meminta pasien untuk menyilang susunan kata-kata dalam suatu halaman,
atau untuk membagi dua garis-garis yang bervariasi penjangnya (pasien yang
mengalami pengabaian akan secara konsisten membagi dua di sebelah kanan
titik tengah).
Mekanisme dasar penyebab pengabaian masih controversial, tetapi
merupakan fenomena yang penting dan sering tidak disadari. Walaupun
banyak pasien stroke yang pulih dari pengabaian, tetapi beberapa pasien tetap
mengalami masalah yang persisten sehingga mempersulit rehabilitasi.
2. Apraksia berpakaian
Pasien dengan lesi hemisfer kanan seringkali tidak mampu berpakaian
dengan benar. Istilah „apraksia‟ digunakan secara tidak tepat dalam konteks
ini, karena problem yang ada bukanlah motorik, tetapi lebih ke masalah
visuospasial – berhubungan dengan orientasi terhadap bagian tubuh atau
pakaian.
43
3. Apraksia kostruksional
Praksis dalam arti sempit berarti integrasi motorik yang digunakan
untuk melakukan gerakan kompleks yang bertujuan. Kemampuan
konstruksional (praksis konstruksional). Tugas konstruksional seperti
menggambar garis dan bangunan balok sangat berguna dalam mendeteksi
penyakit otak organic dan harus dimasukkan pada tiap pemeriksaan status
mental. Ketidakmampuan melaksanakan tugas konstruksional disebut
ketidakmampuan konstruksional (apraksia konstruksional).
Fungsi kognitif non verbal, tingkat tinggi ini merupakan tugas
motorik perceptual yang kompleks yang melibatkan integrasi fungsi lobus
oksipital, parietal dan frontal. Karena luasnya daerah kortikal yang dibutuhkan
dalam melaksanakan tugas konstruksional, jejas otak yang dini atau ringan
sering telah mengganggu kinerjanya.
Reproduksi gambar garis atau bangunan balok mencangkup lebih dari
hanya mengorganisasi gerak tangan yang terampil. Reproduksi demikian
membutuhkan persepsi visual yang akurat, integrasi persepsi ke dalam citra
kinestetik dan penerjemahan citra kinestetik ke pola gerak motorik akhir yang
dibutuhkan untuk membangun konstruksi. Tahap akhir tentunya
membutuhkan tenaga ekstremitas serta koordinasi.
Pemeriksaan
Kemampuan konstruksional dapat dinilai dengan berbagai cara, dan
berbagai tingkat kinerja dapat dijumpai pada pasien yang sama bila diberikan
tes yang berbeda. Dapat digunakan 6 tes dasar untuk menunjukkan bukti
adanya gangguan konstruksional, yaitu :
- Menggambar segi empat
- Mereproduksi bangunan geometri dengan pensil dan kertas
- Menggambar secara spontan
44
- Reproduksi pola dengan menggunakan batang korek api
- Membuat konstruksi dari balok tiga dimensi.
- Tugas analisa spasial, yaitu pasien diminta menandai bagian yang
bertindihan.
Meniru gambar : suruh pasien meniru gambar di bawah ini.
4. Agnosia
Agnosia adalah gangguan persepsi sensasi, walaupun sensabilitas primernya
normal. Agnosia dapat melibatkan semua jenis sensasi, misalnya visual, rasa
raba dan persepsi tubuh. Gangguan visuopersepsi yang lebih kompleks
umumnya terjadi pada kerusakan parieto-oksipitotemporal bilateral dan
meliputi :
- Ketidakmampuan mengenali benda yang ditunjukkan secara visual
(agnosia objek visual)-gangguan ini hanya dapat didiagnosis jika tidak ada
disfasia, disfungsi visual dasar, atau fungsi intelektual umum yang rendah.
- Ketidakmampuan mengenali wajah-wajah yang familiar (prosopagnosia).
- Defek sentral penglihatan warna.
45
DEMENSIA
Ada sejumlah defisi tentang demensia, tetapi semuanya harus mengandung
tiga hal pokok : gangguan kognitif, gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek
fungsi kognitif dan bukannya sekedar penjelasan deficit neuropsikologik, dan pada
penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium, yang
merupakan gambaran yang menonjol.
Demensia adalah hilangnya fungsi kognisi secara multidimensional dan terus
menerus, disebabkan oleh kerusakan organic sistem saraf pusat, tidak disertai oleh
penurunan kesadaran secara akut seperti halnya terjadi pada delirium.
Etiologi Demensia
Penyebab Demensia
Diturunkan :
- Penyakit Alzeimer familial
- Penyakit Huntington
- Beberapa Ataksia serebelar
- Penyakit Wilson
Trauma :
- Hematoma subdural
- Cedera kepala berat lainnya
Infeksi :
- Sifilis
- Panensefalitis sklerosis subakut
- Demensia terkait AIDS
- Leukoensefalopati multifocal progresif
- Penyakit Whipple serebral (berhubungan dengan
arthritis dan gejala usus)
Inflamasi :
46
- Sklerosis multiple
- Sarkoidosis, lupus, vaskulitis
Neoplasma :
- Tumor lobus frontalis
- Metastasis serebral multiple
- Hidrosefalus sekunder akibat tumor fossa posterior
(nb : hidrosefalus tekanan normal, tanpa adanya
penyebab structural)
- Paraneoplastik
Vaskuler :
- Demensia multi infark
Metabolic :
- Miksedema
- Defisiensi vitamin B12
- Gagal organ kronik
Obat / toksin :
- Contohnya : barbiturate, alcohol, timbal.
Degenerative :
- Penyakit alzeimer
- Penyakit pick
- Penyakit Parkinson (kadang) dan sindrom rigiditas
akinetik
- Penyakit prion.
Demensia kortikal dan subkortikal
Pembagian subdivisi demensia yang berguna adalah berdasarkan letak lesi,
mulai dari demensia dimana korteks serebri sebagai letak primer penyakit, hingga
demensia dengan struktur subkortikal yang lebih banyak terlibat (walaupun beberapa
gangguan menunjukkan bentuk campuran). Pada demensia kortikal, pasien memiliki
47
memori, kemampuan bahasa, praksis dan atau fungsi spasial yang terganggu.
Karakterisitik demensia subkortikal adalah fungsi kognitif yang melambat
(bradifrenia), serta gangguan kepribadian dan mood. Pasien nampak apatis dan sulit
dipengaruhi, disertai gambaran lain dari disfungsi frontal. Walaupun memori
terganggu, tetapi bahasa, praksis, dan keterampilan visuospasial umumnya cukup
baik setidaknya pada awal penyakit.
Demensia ialah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan
kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun bergandengan
dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi
sedikit pada tiap orang dari semua golongan usia.
Orang awam menyebutnya dengan nama pikun. Namun pikun selalu
dihubungkan dengan usia yang sudah lanjut. Orang tua dapat menjadi pikun dan hal
ini dianggap lazim. Keluarga seorang yang pikun baru membawa kakek dan
neneknya ke dokter, karena perangai kakek atau neneknya mengganggu. Selama
mereka tidak mengganggu, walaupun pikun, mereka tidak akan dibawa ke dokter.
Mereka dapat mengganggu rumah tangga dalam hal-hal berikut. Mengompol atau
buang air seenaknya saja, menjadi galak terhadap cucu atau istrinya, mengaduk-
ngaduk isi lemari pakaian, sebentar-sebentar mau menangis, bermusuhan atau
terlampau usil terhadap sekelilingnya. Hal-hal itu tampaknya merupakan perubahan
watak dan tabiat saja. Tetapi pada penilaian lebih mendalam, akan ternyata bahwa
fungsi intelektual yang memperlihatkan sifat-sifat perencanaan, regulasi dan
verifikasi, semuanya menurun sekali. Daya berfikir, daya untuk dapat
mempertimbangkan dan berbuat sesuatu selaras dengan tata adab dan karma semua
terganggu dengan nyata.
Demensia dapat dibagi dalam demensia yang reversible dan yang tak
reversible. Pembagian dalam demensia senilis dan presenilis menyesatkan karena
demensia dikaitkan dengan usia. Batas usia lanjut dan kurang lanjut itu sangat samar.
48
Lagipula sebutan senilis dan presenilis bersifat deskriptif, sehingga diagnosis senilis
dan presenilis mudah dibuat tanpa menghiraukan patologinya.
Pada demensia yang reversible, daya kognitif global dan fungsi luhur lainnya
terganggu oleh karena metabolisme neuron-neuron kedua belah hemisferium tertekan
atau dilumpuhkan oleh berbagai sebab. Apabila sebab ini dapat dihilangkan, maka
metabolism kortikal dapat berjalan kembali sempurna. Dengan demikian fungsi luhur
dalam keseluruhannya akan kembali pulih. Apabila sebab ini telah menimbulkan
kerusakan infrastruktur neuron-neuron kortikal, tentu fungsi kortikal tidak akan pulih
kembali dan demensia menetap.
Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah
hemisferium, yang mencangkup daerah persepsi primer, korteks motorik, dan semua
daerah asosiatif menimbulkan demensia. Sebab-sebab yang disebut di atas sebagai
penyebab subacute amnestic confusional syndrome merupakan penyebab juga bagi
demensia reversible dan tak reversible. Karena daerah motorik, pyramidal, dan
ekstrapiramidal ikut terlibat secara difus, maka hemipareses, monoparese dan diplegi
juga dapat melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks
pyramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organic masih dapat
ditimbulkan. Pada umumnya tanda-tanda tersebut mencerminkan gangguan pada
korteks premotor atau prefrontal. Tanda tersebut dapat dibangkitkan dengan refleks-
refleks.
1. Reflex memegang (grasping refleks)
Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si
penderita. Reflex memegang adalah positif apabila jari pemeriksa dipegang
oleh tangan penderita.
2. Reflex menetek (suck refleks)
Reflex menetek adalah positif bila bibir penderita dicucurkan secara
reflektorik seolah-olah mau menetek, jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu,
misalnya sebatang pensil.
49
3. Snout reflex
Pada penderita dengan demensia tiap kali bibir atau bawah diketuk, m.oblikus
oris berkontraksi.
Gambar 7. Snout Refleks
Sumber : http://www.alzinfo.org/clinical-stages-of-alzheimers-disease
4. Reflex glabela
Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali glabelanya
diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali pada
glabela timbul dua tiga kali saja, dan selanjutnya mata tidak akan memejam
lagi.
5. Reflex palmomental
Pada penderita dengan demensia, goresan pada kulit tenar membangkitkan
kontraksi otot mentalis ipsilateral.
6. Reflex korneomandibular
Pada penderita dengan demensia, goresan kornea membangkitkan pemejaman
mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan mandibula ke sisi kontralateral.
7. Reflex kaki tonik
Pada demensia penggoresan pada telapak kaki membangkitkan kontraksi
tonik dari kaki berikut jari-jarinya.
50
Gejala Demensia.
Rincian gambaran klinik demensia adalah sebagai berikut :
1. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuan untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa
akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Penderita
sering kehilangan dompet dan kunci, lupa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing dengan tetangganya.
Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat
sehingga penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota
keluarga, dan bahkan namanya sendiri.
2. Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita
afasia berbicara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-
kata yang panjang, dan menggunakan istilah yang tidak menentu, misalnya
“anu”, “itu”. Bahasa lisan dan tertulis juga dapat terganggu. Pada tahap lanjut,
penderita dapat menjadi bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang
dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang didengar) atau palilalia
(mengulang suara atau kata terus menerus).
3. Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik,
fungsi sensorik, dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat
mengalami kesulitan dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut)
atau melakukan gerakan yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia
dapat mengganggu keterampilan memasak, mengenakan pakaian,
menggambar.
4. Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda meskipun
fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tidak mengenali kursi,
pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya penderita tidak mengenal lagi
51
anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang nampak pada cermin.
Demikian pula, walaupun sensai taktilnya utuh, penderita tak dapat mengenali
benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya, misalnya uang
logam.
5. Gangguan fungsi eksekutif
Gejala yang sering dijumpai, gejala ini erat kaitannya dengan gangguan di
lobus frontalis atau jaras subkortikal yang berhubungan dengan lobus
frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan berfikir abstrak,
merencanakan, mengambil keputusan, inisiatif, membuat urutan, memantau,
atau menghentikan kegiatan yang kompleks. Gangguan dalam berfikir abstrak
dapat muncul sebagai kesulitan dalam hal menguasai tugas/ide baru serta
menghinari situasi yang memerlukan pengolahan informasi baru atau
kompleks.
6. Gejala yang lain.
Sangat bervariasi. Penderita demensia dapat mengalami gangguan orientasi
ruang. Dengan demikian akan sulit untuk melakukan kegiatan yang berkaitan
dengan ruangan. Sementara itu wawasan menjadi sempit dan sulit untuk
menyatakan pendapat. Penderita kurang menyadari adanya gangguan memori
dan kelainan kognitif lainnya. Penderita melakukan pengukuran yang tidak
realistic terhadap kemampuannya dan membuat rencana yang tidak sesuai
dengan tingkat kemampuannya. Memperhitungkan resiko dalam aktivitasnya
juga dapat keliru. Kadang-kadang penderita demensia dapat membahayakan
orang lain dengan tindakan kekerasan yang dilakukannya. Dapat terjadi
percobaan bunuh diri, terutama pada tahap awal dimana penderita masih lebih
mampu untuk melaksanakan tugas kerjanya. Demensia kadang-kadang
disertai gangguan motorik, mudah terjatuh saat berjalan. Sementara perilaku
melakukan tindakan yang tak terkendali atau aneh, misalnya membuat lelucon
yang tidak lucu, lupa akan higien dirinya, memperlihatkan hal-hal yang tak
pantas pada orang lain, atau tak menganggap lagi adanya aturan social yang
berlaku.
52
Beberapa penderita menunjukkan adanya gangguan ekstrapiramidal,
abnormalitas aktivitas susunan saraf pusat dan tepi, inkontinensia urin dan
feses. Kejang dapat terjadi tetapi sangat jarang ditemukan.
7. Tanda klinik dan kondisi medik secara umum
Bergantung pada riwayat penyakit, letak dan tahap perjalanan proses
patologik yang mendasarinya. Penyebab utama demensia adalah penyakit
Alzeimer kemudian diikuti oleh penyakit vascular dan kemudian factor
etiologi multipleks. Penyebab-penyebab lainnya ialah penyakit Pick,
hidrosefalus normotensif, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, trauma
kepala, tumor otak, anoksia, infeksi, penyakit endokrin, defisiensi vitamin,
penyakit hepar, gangguan metabolic, dan sklerosis multipleks.
8. Gambaran spesifik tentang budaya dan umur
Sekelompok orang dengan latar belakang tertentu mungkin saja tidak
mengerti sama sekali tentang pengetahuan umum (misalnya nama presiden,
pengetahuan geografi), memori (tanggal lahir yang dalam budayanya tidak
diperingati secara rutin), dan orientasi (perasaan tentang tampat atau lokasi
yang tidak pernah diperhatikan).
9. Perjalanan klinik demensia
Istilah demensia memang merujuk pada makna progresif atau sesuatu yang
tidak kembali lagi (irreversibel). Namun demikian, definisi demensia
didasarkan pada pola deficit kognitif dan tidak membawa konotasi prognosis.
Demensia dapat bersifat progresif, static, atau mengalami remisi. Pola awitan
dan gejala klinik berikutnya bergantung pada etiologi yang mendasarinya.
Tingkat disabilitas tidak hanya bergantung pada beratnya gangguan kognitif
tetapi juga bergantung pada pendukung social. Pada demensia lanjut,
penderita dapat terlupa secara total terhadap lingkungannya dan memerlukan
perawatan yang konstan. Penderita demensia lanjut rentan terhadap
kecelakaan dan penyakit infeksi, yang seringkali bersifat fatal.
53
Membedakan Delirium Dengan Demensia
Delirium Demensia
Terjadi secara tiba-tiba Terjadi secara perlahan
Berlangsung selama beberapa
minggu
Bisa menetap
Berhubungan dengan pemakaian
obat atau gejala putus obat, penyakit berat,
kelainan metabolisme
Bisa tanpa penyakit
Hampir selalu memburuk di
malam hari
Sering bertambah buruk di
malam hari
Tidak mampu memusatkan
perhatian
Perhatiannya 'mengembara'
Kesiagaan berfluktuasi dari letargi
menjadi agitasi
Kesiagaan seringkali
berkurang
Orientasi terhadap lingkungan
bervariasi
Orientasi terhadap lingkungan
terganggu
Bahasanya lambat, seringkali tidak
dapat dimengerti & tidak tepat
Kadang mengalami kesulitan
dalam menemukan kata-kata yg tepat
Ingatannya bercampur baur,
linglung
Ingatannya hilang, terutama
untuk peristiwa yang baru saja terjadi
Diagnosis Demensia
1. Pemeriksaan memori
Secara formal pemeriksaan memori dapat dilakukan dengan meminta pasien
untuk mencatat, menyimpan, mengingat, dan mengenal informasi.
Kemampuan untuk mempelajari informasi baru dapat diperiksa dengan minta
penderita untuk mempelajari suatu daftar kata-kata (registration), mengingat
kembali informasi tadi setelah istirahat beberapa menit (retention, recall), dan
54
mengenal kata-kata dari banyak daftar (recognition). Penderita yang
mengalami kesulitan dalam mempelajari hal-hal baru tidak diperiksa dengan
tebak-tebakan (multiple choice question) karena pada awalnya penderita tidak
mempelajari hal-hal yang tidak ditanyakan. Sebaliknya penderita yang sejak
awal mengalami deficit dalam hal “mendapatkan kembali” dapat diperiksa
dengan MCQ karena gangguannya terletak dalam kemampuan untuk
menggunakan memorinya. Memori lama dapat diperiksa dengan meminta
penderita untuk mengingat orang-orang lain atau bahan-bahan lama yang
dahulu pernah diminatinya (politik, olah raga).
2. Pemeriksaan kemampuan bahasa
Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan (misalnya,
dasi, meja, baju) atau bagian dari tubuh, mengikuti perintah atau aba-aba, atau
mengulang ungkapan.
3. Pemeriksaan apraksia
Meminta penderita untuk melakukan gerakan tertentu, misalnya
memperlihatkan bagaimana cara menggosok gigi.
4. Pemeriksaan daya abstraksi
Menyuruh penderita untuk menghitung sampai sepuluh, menyebut seluruh
alphabet, menulis huruf m dan n secara bergantian.
5. Mini Mental State Examination
6. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi
Pemeriksaan laboratorium didasarkan atas hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Pemeriksaan radiologi dapat membantu dalam penyusunan diagnosis banding.
CT Scan atau MRI mungkin memperlihatkan atrofi otak, lesi otak fokal
(stroke, tumor, hematom subdural), hidrosefalus, atau iskemia otak
periventrikuler. Pemeriksaan fungsional imaging, misalnya PET (positron
emition tomografi) tidak dikerjakan secara rutin, namun dapat membantu
informasi untuk diagnosis banding kasus-kasus yang tidak memperlihatkan
adanya kelainan pada CT Scan atau MRI, misalnya perubahan di lobus
55
parietal pada penyakit Alzeimer atau perubahan di lobus frontal pada
degenerasi lobus frontalis.
Pengobatan Demensia
1. Cholinergic enhancing agent
Pemberian ini menunjukkan keberhasilan pada demensia Alzeimer. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia Alzeimer tidak semata-mata
disebabkan oleh defisiensi kolinergik, tetapi defisiensi neurotransmitter
lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata
bersifat kompleks.
2. Choline dan lecithin
Deficit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzeimer dan
hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti
untuk mengarahakan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian
precursor, choline dan lecithin merupakan salah satu pilihan dan member hasil
lumayan, namun tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan cholin ada
sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lesitin
hasilnya cenderung negative.
3. Neuropeptida, vasopressin, dan ACTH
Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantic yang berkaitan dengan
informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko organic, pemberian
ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
4. Notropic agent
Memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskuler dan
meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku,
aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi.
5. Dihydropiridin
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskuler dan neuronal. Memelihara sel-
sel endothelial / kondisi mikrovaskuler tanpa dampak hipotensif, dengan
56
demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternative untuk lansia yang
mengidap hipertensi esensial.
Membantu penderita demensia dan keluarganya:
1. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding
dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita
tetap memiliki orientasi.
2. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelakaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.
3. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin,
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
4. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
5. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan, akan sangat membantu.
Pencegahan Demensia
1. Jagalah agar pikiran aktif. Kegiatan merangsang secara mental dapat
meningkatkan kemampuan untuk menangani atau mengkompensasi perubahan
yang berhubungan dengan demensia. Ini mencakup hal-hal seperti teka-teki dan
permainan kata, belajar bahasa, bermain alat musik, membaca, menulis, melukis
atau menggambar. Tidak hanya kegiatan ini dapat menunda mulainya dementia,
tetapi juga dapat membantu menurunkan efek - semakin sering aktivitas, semakin
memberi efek menguntungkan.
2. Jadilah aktif secara fisik dan sosial. Fisik dan kegiatan sosial dapat menunda
mulainya dementia dan juga mengurangi gejala. Semakin sering aktivitas,
semakin signifikan efeknya. Contoh aktivitas fisik berjalan kaki, berenang dan
57
menari. Kegiatan sosial meliputi perjalanan, menonton teater dan pameran seni,
dan bermain kartu atau permainan.
3. Turunkan kadar homosistein. Penelitian awal menunjukkan bahwa tiga dosis
tinggi vitamin B - asam folat, B-6 dan B-12 - membantu menurunkan kadar
homosistein dan berguna untuk memperlambat perkembangan penyakit
Alzheimer.
4. Turunkan kadar kolesterol. Endapan yang terjadi dalam otak orang-orang dengan
kolesterol tinggi merupakan salah satu penyebab demensia vaskular. Jadi,
menurunkan kadar kolesterol dapat membantu mencegah kondisi ini. Statin obat-
obatan, yang membantu menurunkan kadar kolesterol, juga dapat membantu
menurunkan risiko berkembangnya demensia.
5. Kendalikan diabetes. Mengontrol diabetes dapat mengurangi resiko terkena
penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.
6. Menurunkan tekanan darah. Menjaga tekanan darah pada tingkat normal dapat
secara signifikan mengurangi risiko penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.
7. Pendidikan. Orang-orang yang telah menghabiskan lebih banyak waktu di
pendidikan formal tampaknya memiliki insiden lebih rendah dari penurunan
mental, bahkan ketika mereka memiliki kelainan otak. Para peneliti berpendapat
bahwa pendidikan dapat membantu Anda mengembangkan jaringan sel saraf otak
yang kuat yang mengkompensasi kerusakan sel saraf yang disebabkan oleh
penyakit Alzheimer.
8. Pertahankan pola makan yang sehat. Diet yang sehat adalah penting karena
berbagai alasan, tetapi studi menunjukkan bahwa makanan yang kaya buah-
buahan, sayuran dan omega-3 asam lemak, umumnya ditemukan di ikan dan
kacang-kacangan tertentu, dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan
resiko terkena demensia.
9. Vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk influenza, tetanus, difteri dan
polio tampaknya secara signifikan mengurangi risiko penyakit Alzheimer, jadi
tetap jalani vaksinasi dapat memiliki efek perlindungan terhadap berkembangnya
demensia.
58
EVALUASI NEUROPSIKOLOGIS
Fungsi kognitif yang terdistribusi dan terlokalisasi dapat dinilai secara klinis
dengan menggunakan berbagai komponen pemeriksaan. Selain itu terdapat tes mental
standar seperti pemeriksaan mental mini / mini mental state examination (MMSE).
Domain Nilai maksimum
Orientasi :
- Tahun, bulan, hari, tanggal, musim
- Negara, provinsi, kota, nama rumah
sakit, nama ruang rawat.
5
5
Registrasi :
- Pemeriksa menyebutkan 3 kata/
benda dan minta pasien mengulangi
kata-kata tadi (kemudian
mengulangi lagi sebanyak 3 kali).
3
Atensi :
7 serial : hentikan setelah 5 jawaban, 1 poin
untuk setiap jawaban yang benar; alternative
lain minta pasien untuk menyebut huruf yang
membentuk kata DUNIA, dari belakang ke
depan.
5
Mengingat kembali :
- Pasien diminta untuk mengulang
kembali 3 kata yang telah
disebutkan sebelumnya.
3
Bahasa :
- Pasien diminta untuk menyebutkan
2
59
merek pulpen dan merek jam.
- Pasien diminta untuk mengulang “
jika tidak, dan atau tetapi”
- Berikan perintah 3 tahap. Nilai 1
untuk setiap tahap (misalnya :
ambil kertas ini dengan tangan
kanan, lipat jadi dua, dan letakkan
di atas meja).
- Pasien diminta untuk membaca dan
mematuhi suatu perintah yang
ditulis pada selembar kertas yang
menyatakan “tutup mata”
- Pasien diminta untuk menulis
sebuah kalimat – beri nilai bila
kalimat mamsuk akal, dan
mengandung subjek dari kata kerja.
1
3
1
1
Meniru :
- Pasien diminta untuk meniru
gambar pentagon yang saling
berpotongan.
1
TOTAL 30
Skor di bawah 24/30 pada tes ini mengindikasikan demensia. Akan tetapi,
keseluruhan nilai tes ini tidak sensitive pada tahap awal demensia, teutama jika
kemampuan intelektual premorbid cukup tinggi, dan pada deficit kognitif
sirkumskrip, terutama yang melibatkan fungsi hemisfer non dominan dan lobus
frontal. Oleh karena itu, banyak pasien dengan deficit kognitif membutuhkan evaluasi
psikometrik yang lebih detail oleh neuropsikologi.
60
KESIMPULAN
1. Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan.
2. Fungsi otak yang lebih tinggi dapat disubklasifikasi menjadi : Fungsi yang
terdistribusi serta fungsi terlokalisasi.
3. Fungsi yang terdistribusi antara lain mencangkup : Atensi dan konsentrasi,
Memori, Fungsi eksekutif yang lebih tinggi, Konduksi social dan kepribadian.
4. Fungsi yang terlokalisasi tergantung dari struktur dan fungsi normal dari suatu
area tertentu pada satu hemisfer serebri. Terdiri dari fungi hemisfer dominan
(bahasa dan praksis), serta fungsi hemisfer non dominan (pengabaian,
apraksia berpakaian, apraksia konstruksional, agnosia).
5. Demensia ialah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan
kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun
bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara
mendadak atau sedikit demi sedikit pada tiap orang dari semua golongan usia.
6. Fungsi kognitif yang terdistribusi dan terlokalisasi dapat dinilai secara klinis
dengan menggunakan tes mental standar seperti pemeriksaan mental mini /
mini mental state examination (MMSE).
61
DAFTAR PUSTAKA
1. Duus, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi. Jakarta : EGC.
2. Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes : Neurologi. Jakarta : Erlangga.
3. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
4. Lumbantobing. 2008. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Balai Penerbit FK-UI.
5. Marjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :
Dian Rakyat.
6. Sidharta, Priguna. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta : Dian
Rakyat.
7. Sidharta, Priguna. 1999. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian
Rakyat.
8. Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik. Jakarta : EGC.