96580926-referat-fungsi-kognitif

61
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak. Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah pengamatan, pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut tertuang dalam fungsi sensorik, luhur dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsur-unsur tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologic elementer, misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya tetapi dapat pula berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan integratif yang kompleks dari ke tiga fungsi di atas. Yang dimaksud dengan fungsi luhur atau fungsi kognitif adalah fungsi-fungsi: 1. bahasa 2. persepsi 3. memori 4. emosi Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk menetapkan adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya. Kedua fungsi tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya menuruti prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan diuraikan kemudian. Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau diabaikan, maka disini akan diuraikan secara singkat peranan fungsi ini, terutama fungsi bahasa, persepsi dan memori pada kelainan otak. Seperti halnya gejala elementer, maka gejala fungsi Iuhur ini dapat dipakai untuk menetapkan diagnosis dan rehabilitasi pasien dengan penyakit otak. Pada

Upload: daudsutrisno

Post on 27-Oct-2015

95 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk

proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan kognitif

erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan

dipengaruhi oleh keadaan otak.

Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah

pengamatan, pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut

tertuang dalam fungsi sensorik, luhur dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsur-unsur

tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologic elementer,

misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya tetapi dapat pula

berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan integratif yang kompleks

dari ke tiga fungsi di atas.

Yang dimaksud dengan fungsi luhur atau fungsi kognitif adalah fungsi-fungsi:

1. bahasa

2. persepsi

3. memori

4. emosi

Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk menetapkan

adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya. Kedua fungsi

tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya menuruti

prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan diuraikan kemudian.

Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau diabaikan, maka disini akan

diuraikan secara singkat peranan fungsi ini, terutama fungsi bahasa, persepsi dan

memori pada kelainan otak.

Seperti halnya gejala elementer, maka gejala fungsi Iuhur ini dapat dipakai

untuk menetapkan diagnosis dan rehabilitasi pasien dengan penyakit otak. Pada

2

kerusakan difus dan berat dari otak, maka semua fungsi-fungsi luhur tersebut dapat

terkena dan hasilnya adalah suatu demensia atau retardasi mental. Tetapi pada

kerusakan yang fokal, maka biasanya hanya satu atau beberapa dari fungsi ini

terganggu. Justru pada kerusakan otak yang fokal inilah, gejala luhur mempunyai

peranan penting. Pada pasien dengan kelainan tingkah laku, perlu ditentukan apakah

kelainan ini disebabkan oleh kerusakan otak (brain damage) ataukah sesuatu yang

fungsional (kasus psikiatrik).

Penelusuran gangguan fungsi luhur inilah yang dapat membedakan kedua

kemungkinan tadi.

Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas dan menggali lebih mendalam

mengenai fungsi kognitif, yang meliputi atensi dan konsentrasi, memori, bahasa,

persepsi, praksis, dan gnosis.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi otak yang lebih tinggi dapat disubklasifikasi menjadi :

1. Fungsi yang terdistribusi

Fungsi yang terlokalisasi pada region otak tertentu, namun membutuhkan aksi

dari berbagai bagian pada kedua sisi otak, seperti :

- Atensi dan konsentrasi

- Memori

- Fungsi eksekutif yang lebih tinggi

- Konduksi social dan kepribadian.

2. Fungsi yang terlokalisasi

Tergantung dari struktur dan fungsi normal dari suatu area tertentu pada satu

hemisfer serebri.

Fungsi Kognitif Distribusi

Atensi dan Konsentrasi

Atensi merupakan kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) perhatian

pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi adalah kemampuan untuk mempertahankan

focus tersebut. Atensi memungkinkan seseorang untuk menyeleksi aliran stimulus

eksogen dan endogen yang memborbardir otak, yang dianggap perlu, dan

membutuhkan pemrosesan lebih lanjut dan dari hal-hal yang perlu diabaikan.

Atensi yang terpusat merupakan hal esensi dalam belajar. Hal ini memberikan

kemampuan untuk memproses item penting yang dipilih, dan mengabaikan yang

lainnya.

4

Anatomi

Pemeliharaan atensi normal tergantung dari dasar anatomis yang sama dengan

kesadaran, yaitu sistem aktivasi retikuler yang berproyeksi ke thalamus, dan

kemudian ke korteks serebri secara difus.

Gambar 1. Formatio Retikulatis

Sumber : http://www.michaeljuhl.dk/Skovweb

Gambar 2. Formatio Retikularis pada Batang otak

Sumber : http://www.catsclem.nl/medisch/medheh.htm

5

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan atensi dan konsentrasi meliputi :

1. Pemeriksaan Orientasi

Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan

pengalaman lampau. Orientasi terhadap waktu dan tempat dapat dianggap

sebagai ukuran memori jangka pendek, yaitu kemampuan pasien memantau

perubahan sekitar yang continue. Bila orientasi pasien terganggu, hal ini

menunjukkan memori jangka pendeknya mungkin terganggu.

Orientasi terhadap orang

Siapa nama anda? Berapa usia anda? Apa tugas anda? Kapan anda dilahirkan?

Apakah ia mengenal orang lain disekitarnya, serta pemeriksa sebagai dokter.

Orientasi tempat

Dimana kita sekarang berada? Apa nama tempat ini? Di kota mana kita

sekarang?

Orientasi waktu

Hari apa sekarang? Hari ini tanggal berapa? Bulan apa? Tahun berapa? Kira-

kira jam berapa sekarang?

2. Tes mengulang angka

Mengulangi angka dapat mengukur atensi terhadap stimulus verbal, selain itu

juga mengukur kemampuan mempertahankan atensi selama mengulangi

urutan angka.

Pada tes ini pasien disuruh mengulangi sebaris angka yang dipilih secara acak,

dimulai dengan tiga angka, kemudian ditingkatkan sampai terdapat kesalahan,

atau sampai dapat mengulang 7 angka. Pemeriksa menyebutkan angka dengan

lambat dan jelas, satu angka dalam satu detik. Pasien disuruh mengulangnya,

pasien tidak perlu mengulanginya dengan lambat, satu angka satu detik.

Contohnya 3-2-9, 2-5-7-8, 2-6-9-3-8, 3-7-1-9-6-4, 9-4-5-8-1-6-3.

6

3. Tes mengetukkan jari

Tes ini juga dapat menilai atensi dan kesiagaan pasien. Suruh pasien

mengetukkan jarinya ke meja bila ia mendengar angka tertentu, misalnya

angka 4. Kita sebutkan serangkaian angka misalnya 1-12-4-7-9-2-6-0-4- dan

seterusnya. Angka-angka kita sebutkan dengan jelas, dengan kecepatan satu

angka satu detik.

Orang normal dapat melakukan hal ini tanpa kesalahan. Kesalahan mengetuk

yang konstan dapat dijumpai pada lesi di frontal. Komprehensi yang

terganggu bagi bahasa mengakibatkan tes mengulang angka dan tes mengetuk

tidak dapat digunakan sebagai tes untuk atensi dan kesiagaan.

Aspek klinik

Sindrom yang paling sering berhubungan dengan gangguan atensi dan

konsentrasi adalah acute confutional state, yang saat ini disebut delirium, atau kadang

sindrom otak organic akut, yang merupakan masalah tata laksana yang sering

didapatkan dalam praktek umum, terutama pada orang usia lanjut. Gambaran lain

keadaan ini meliputi :

- Pikiran yang keruh dan tata bicara yang tidak jelas

- Halusinasi visual

- Gangguan siklus bangun-tidur, pasien seringkali terbangun dan bahkan

menjadi lebih bingung pada malam hari.

- Gangguan memori, dengan ketidakmampuan menerima hal-hal baru.

- Perubahan mood.

Pasien mungkin terlihat gelisah dan mudah terangsang, atau akan terlihat

lemah, dan apatis.

Dari anatominya dapat diprediksi bahwa penyebab delirium adalah sama

dengan penyebab perubahan tingkat kesadaran. Bahkan, sindrom ini dapat dianggap

sebagai akhir yang ringan dari suatu spectrum yang dapat berlanjut menjadi koma.

7

Tergantung dari penyebabnya, keadaan ini umumnya sementara, yang biasanya

berlangsung selama beberapa hari.

Memori

Memori menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat kita

mampu menginterpretasi dan bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu

kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fungsi memori

merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam evaluasi neuropsikologi pada

manula. Pada usia lanjut perubahan memori dapat disebabkan oleh factor neurologic,

psikiatrik atau proses menua. Demensia ditandai oleh gangguan memori dan fungsi

intelektual. Pada amnesia, fungsi memori terganggu dengan latar belakang fungsi

intelektual terpelihara.

Gangguan memori merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada

pasien dengan sindrom mental organic. Hampir semua penderita demensia

menunjukkan masalah memori dini pada perjalanan penyakitnya. Mereka mungkin

lupa tanggal, bulan, lupa rincian pekerjaannya atau gagal mengingat janji yang diluar

kegiatan rutin sehari-hari. Dapat terjadi efek yang buruk pada penyesuaian social dan

vokasional sebelum sifat organic dari masalahnya dapat difahami. Mengetahui

adanya gangguan memori dapat menolong pasien terhindar dari kerugian yang besar

pada pribadinya.

Memperhatikan dengan seksama hasil tes memori sering dapat

mengungkapkan adanya gangguan organic sebelum terlihat adanya kelainan pada

pemeriksaan neurologi rutin baku. Hal ini disebabkan oleh berbagai penyakit organic

mengakibatkan berbagai jenis gangguan memori, misalnya : deficit memori yang

terisolasi pada sindrom Korsakoff, gangguan memori yang disertai in-atensi dan

agitasi pada keadaan konfusi kacau, atau gangguan memori baru disertai disfungsi

kognitif umum pada demensia. Pada tiap kelainan ini, mekanisme patofisiologi

gangguan memori berbeda-beda. Memori verbal dapat terganggu pada lesi unilateral

8

hemisfer kiri, dan memori visual non-verbal dapat terganggu pada lesi hemisfer

kanan yang unilateral.

Tidak semua gangguan memori disebabkan oleh kelainan organic. Factor

psikiatrik, terutama depresi dan ansietas dapat juga mempengaruhi fungsi memori dan

kognitif. Sering keluhan disfungsi memorik pada usia lanjut lebih berkaitan dengan

keadaan afektif daripada factor neurologic. Penderita yang depresi dan cemas, dan

juga pasien dengan gangguan psikiatrik yang berarti, sering mengalami gangguan

memori.

Terminologi

Memori merupakan terminology umum untuk status mental yang

memungkinkan seseorang menyimpan informasi untuk dipanggil kembali di

kemudian hari. Rentang waktu untuk memanggil kembali dapat singkat, beberapa

detik, atau setelah beberapa tahun.

Proses memori terdiri dari beberapa tahapan. Pertama-tama informasi diterima

oleh modalitas sensorik khusus (misalnya raba, auditif, atau visual), dan kemudian

diregistrasi. Sekali input memori telah diterima, dan diregistrasi, informasi ini

disimpan sebentar di memori jangka pendek (memori kerja). Langkah kedua terdiri

dari penyimpanan dan mempertahankan informasi ke dalam bentuk yang lebih

permanen (memori jangka panjang). Proses penyimpanan ini dapat ditingkatkan oleh

repetisi atau oleh penggabungan dengan informasi lain yang sudah berada di dalam

simpanan. Penyimpanan merupakan proses aktif yang membutuhkan upaya melalui

praktek dan latihan. Langkah akhir pada proses memori ialah memanggil kembali

(recall) atau menjumput (retrieval) informasi yang disimpan. Langkah menjumput

merupakan proses aktif, memobilisasi informasi yang telah disimpan. Tiap tahapan

pada seluruh proses memori bertumpu pada integritas langkah-langkah sebelumnya.

Bila ada interupsi dalam urutannya, hal ini dapat menghalangi penyimpanan atau

penjumputan suatu memori. Penelitian mengenai memori memberikan kesan bahwa

tiap aspek memori melibatkan substrata atau sistem neurobiologik yang terpisah,

9

namun saling berkaitan, dan dengan demikian memproduksi gambaran klinik yang

beragam.

Dengan kemajuan dalam sistem neuropsikologi, sistem memori telah dibagi

menjadi beberapa komponen :

1. Memori implicit

Respon motorik yang dipelajari yang tidak berhubungan dengan akses

kesadaran, misalnya mengendarai mobil dan keterampilan motorik kompleks

lainnya.

2. Memori eksplisit

Berhubungan dengan akses kesadaran, yang kemudian disubklasifikasikan

lagi menjadi :

- Memori episodic

Misalnya menceritakan kembali detil autobiografi dan kejadian

pengalaman pribadi lainnya yang berhubungan dengan waktu tertentu.

- Memori semantic

Penyimpanan pengetahuan dunia secara umum.

Konsep-konsep lain yang berguna adalah :

1. Memori jangka pendek

Memori yang bertanggung jawab untuk mengingat segera materi verbal atau

spasial dalam jumlah sedikit.

2. Memori anterograd

Penerimaan hal-hal baru.

3. Memori retrograde

Mengingat kembali hal yang telah dipelajari.

Di klinik, memori dibagi atas tiga jenis berdasarkan kurun waktu antara

presentasi stimulus dan penjumputan memori. Kata segera, baru, dan lama biasanya

digunakan untuk menyatakan jenis memori.

10

Memori segera merupakan pemanggilan setelah rentang waktu beberapa

detik, seperti pada pengulangan deretan angka.

Memori baru jangka pendek. Memori baru mengacu pada kemampuan

pasien untuk mengingat kejadian yang baru terjadi, kejadian sehari-hari. Lebih tegas

lagi, memori baru ialah kemampuan untuk mengingat materi yang baru dan

menjumput materi tersebut setelah interval beberapa menit, jam, atau hari.

Memori rimot (jangka panjang). Memori rimot digunakan bagi kemampuan

mengumpulkan fakta atau kejadian yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya, seperti

nama guru, atau nama teman satu sekolah dulu.

Anatomi

Dasar anatomis untuk memori episodic adalah sistem limbic (terutama

hipokampus dan thalamus, serta hubungan-hubungannya), sementara memori

semantic terletak pada neokorteks temporal. Memori implicit melibatkan berbagai

struktur termasuk ganglia basalis dan serebelum dan hubungannya dengan korteks

serebri.

Gambar 3. Pusat Memori

Sumber : lecture anatomi SSP blok Neurobihavioural System

11

Pemeriksaan

Pada pemeriksaan status mental, tiap aspek memori perlu dinilai secara rinci.

Dalam hal ini perlu dinilai memori segera, memori baru dan memori rimot.

Pemeriksaan ini membutuhkan jaminan bahwa jawaban yang diberi oleh

pasien dapat di cek kebenarannya melalui sumber yang mengetahui, misalnya bila

ditanya kepada pasien tentang apa yang dimakannya waktu pagi tadi. Dalam hal ini

dibutuhkan sumber pengecekan yang mengetahui keadaan pasien, misalnya anggota

keluarga atau teman dekatnya. Tidak jarang pasien dengan defisit memori

memberikan jawaban yang salah atau ia berkonfabulasi untuk menutupi

kekurangannya.

Memori segera. Kemampuan memanggil kembali biasanya dites dengan tes

mengulang angka. Orang dengan intelegensi rata-rata dapat dengan akurat mengulang

5 sampai 7 angka tanpa kesulitan. Pasien yang tidak retardasi mental dan tanpa afasia

yang nyata bila tidak mampu mengulang lebih dari 5 angka, menunjukkan atensi atau

memori segera- terganggu.

Memori baru. Pemeriksaan memori baru mencangkup memori verbal dan memori

visual. Pemeriksaan memori verbal antara lain :

1. menilai memori baru tentang orientasi.

2. menilai kemampuan mempelajari hal baru.

3. tes memori 4 kata yang tidak berhubungan.

Pasien diperintahkan untuk mengulangi 4 kata yang sebelumnya disebutkan

oleh pemeriksa, dimana kata-kata tersebut tidak saling berhubungan, misal :

cokelat, jujur, mawar, lengan.

Menilai memori visual bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut : pemeriksaan

menggunakan 5 objek kecil, yang dengan mudah dapat disembunyikan di sekitar

pasien, misalnya pensil, sisir, kunci. Sambil menyembunyikan objek, pemeriksa

menyebutkan nama objek, sehingga pasien mengetahui apa yang disembunyikan, dan

12

dimana. Setelah objek disembunyikan, pasien diberi tugas lain untuk mengalihkan

perhatiannya, misalnya dengan mengajukan pertanyaan atau berkonversasi. Setelah 5

menit berlalu, pasien ditanya objek apa yang disembunyikan dan dimana lokasinya.

Memori rimot. Tes memori rimot ini dapat mengenai informasi pribadi, pengetahuan

umum dan sejarah. Data pribadi membutuhkan perivikasi dari orang lain yang

mengetahui. Pengetahuan umum dan sejarah dipengaruhi oleh tingkat edukasi,

pengalaman social, dan intelegensi premorbid.

Pertanyaan yang dapat diajukan : informasi pribadi :

- Dimana anda dilahirkan

- Sekolah : dimana anda dulu bersekolah?

- Pekerjaan : apa saja pekerjaan anda?

Pengetahuan umum, fakta sejarah misalnya dengan menyuruh pasien menyebutkan

nama empat wakil presiden Indonesia, mulai dari yang saat ini dengan urutan ke

belakang. Tes ini cukup sering gagal dilakukan oleh penyakit Alzeimer dini.

Implikasi Klinik

Beberapa aspek proses memori terjadi pada bangunan neuroanatomi tertentu

atau sistem neuronal. Penelitian patologi anatomi telah banyak mendokumentasikan

bahwa bangunan limbic terlibat dalam penyimpanan jangka panjang dan penjumputan

informasi baru. Namun demikian, bangunan yang berperan untuk pemanggilan

kembali segera dan memori rimot belum dapat ditentukan. Walaupun jejak memori

visual, verbal dan taktil mungkin sekali disimpan di neokorteks, banyak bangunan

subkortikal dibutuhkan untuk proses total dari memori (registrasi, penyimpanan,

penjumputan). Kerusakan pada berbagai sistem kortikal akan mengakibatkan

berbagai pola gangguan fungsi.

Perhatian, berbahasa dan memori merupakan dasar dari proses yang menjadi

pondasi dari perkembangan fungsi intelektual yang lebih tinggi. Fungsi kognitif yang

13

lebih tinggi mencangkup manupulasi bahan yang telah dipelajari, pemikiran abstrak,

menyelesaikan masalah (problem solving), menghitung, dsbnya.

Amnesia. Amnesia umumnya melukiskan defek pada fungsi memori. Rentang

waktu amnesia dapat sesingkat mungkin beberapa detik sampai beberapa tahun.

Kejadian ini paling sering dijumpai pasca trauma kepala, tapi dapat juga terjadi

setelah jejas otak mayor (misalnya stroke). Walaupun istilah amnesia digunakan

untuk defek memori dengan spectrum yang luas, paling sering amnesia digunakan

untuk melabel pasien dengan deficit memori yang relative terbatas (terisolasi),

misalnya amnesia pasca trauma, amnesia retrograde.

Amnesia dapat terjadi akut dan sementara atau kronik dan persisten. Amnesia

dapat terjadi tanpa keadaan lain, atau pada konteks adanya deficit kognitif lainnya.

Amnesia anterograd dan retrograde. Ketidakmampuan mempelajari materi

baru setelah jejas otak disebut amnesia anterograd. Amnesia retrograde berarti

amnesia terhadap kejadian sebelum terjadinya jejas atau insult otak.

Amnesia psikogenik. Amnesia dapat juga berbentuk amnesia psikogenik.

Dalam hal ini pasien memblok suatu kurun waktu tertentu. Pasien ini tidak

menunjukkan deficit memori baru, ia dapat mempelajari item baru sewaktu periode

amnesia dan setelah periode amnesia berlalu, dan tidak menderita defek pada memori

jangka pendek dan jangka panjang bila dites. Hilangnya memori yang berdasarkan

keadaan psikologis mengakibatkan lubang-lubang pada memori terhadap kejadian

sewaktu adanya amnesia. Kadang pasien dapat mengingat sebagian dari periode

amnesia yang tidak bermuatan trauma emosional, namun akan memblok kejadian

yang secara emosional traumatic.

Amnesia global sementara (transient global amnesia) adalah suatu kondisi

pada pasien usia pertengahan atau usia lanjut yang tiba-tiba menjadi amnesia berat

dengan hilangnya memori anterograd dan retrograde. Memori retrograde dapat hilang

sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Pasien akan tampak panic, menanyakan

14

pertanyaan sederhana (misalnya “apa yang terjadi ?”) secara berulang-ulang, tetapi

tanpa adanya gangguan kesadaran atau deficit kognitif lainnya. Perbaikan terjadi

dalam beberapa jam, termasuk amnesia retrograde, sehingga pasien hanya mengalami

amnesia pada periode serangan tersebut. Rekurensi jarang terjadi dan prognosisnya

baik. Dahulu, gangguan ini diperkirakan sebagai manifestasi penyakit

serebrovaskuler, namun etiologinya masih belum diketahui, walaupun gangguan ini

berhubungan dengan migren.

Beberapa pasien dengan episode berulang biasanya mengalami epilepsy yang

berasal dari lobus temporalis (amnesia epilepsik transien).

Sindrom amnestik merujuk pada kegagalan memori yang kronik dan persisten

(anterograd dan retrograd), biasanya irreversible, tetapi dengan fungsi kognitif lain

yang masih baik. hal ini disebabkan oleh kerusakan fokal sistem limbic, misalnya

anoksia hipokampus, kerusakan hipokampus akibat ensefalitis virus herpes simpleks,

infark thalamus, defisiensi vitamin B (sindrom Korsakoff), dan cedera kepala

tertutup. Amnesia berat umumnya merupakan gambaran awal penyakit Alzaimer.

Amnesia sering terjadi secara akut dan sementara pada acute confusional state

bersamaan dengan adanya deficit kognitif lainnya, dan juga amnesia dapat terjadi

secara persisten pada demensia.

Fungsi eksekutif yang lebih tinggi, kepribadian dan perilaku.

Fungsi eksekutif sulit didefinisikan dengan tepat, tetapi meliputi kemampuan

untuk membuat rencana, beradaptasi, menangani konsep abstrak, dan menyelesaikan

masalah, digabung dengan aspek perilaku social dan kepribadian, misalnya inisiatif,

motivasi, dan inhibisi.

15

Anatomi

Lobus frontal hemisfer serebri, terutama area prefrontal, merupakan area yang

penting untuk fungsi eksekutif normal, sementara lobus ventromedial frontal

memiliki peran yang penting dalam kognisi social, kepribadian, dan perilaku.

Gambar 4. Area Frontalis Cerebri

Sumber : lecture anatomi SSP blok Neurobihavioural System

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik untuk disfungsi lobus frontal umumnya hanya secara kasar

dan bisa didapatkan dari alloanamnesa, misalnya dari anggota keluarga (apakah

pasien dapat mengerjakan tugas? Pergi berbelanja?) dan dari observasi klinis.

Pasien dengan disfungsi bifrontal dapat menunjukkan hasil yang sangat jelek

pada tes-tes berikut :

- Kelancaran verbal, misalnya dengan membuat daftar belanja yang dibeli

di supermarket, kata-kata yang diawali huruf tertentu.

- Interpretasi peribahasa, menjelaskan maksud konkret peribahasa.

- Perkiraan kognitif, misalnya memperkirakan tinggi suatu gedung.

Perseverasi juga merupakan gambaran kerusakan lobus frontal, yaitu

pengulangan kompulsif kata-kata atau gerakan.

16

Dengan kerusakan lobus frontal yang lebih berat, control inhibisi akan hilang,

pasien menjadi mudah tersinggung dan agresif, dengan penurunan perilaku social dan

higien, yang akhirnya mengakibatkan inkontinensia. Sementara beberapa pasien

menjadi suka bergurau dan rebut, yang lain mungkin lebih pasif, berbicara dan

bergerak sedikit, dan pada hal yang ekstrem menjadi mutisme akinetik.

Hilangnya inbihisi lobus frontal normal dapat mengakibatkan timbulnya reflex

primitive, dan dua reflex primitive yang paling berguna adalah :

1. Reflex genggam (grasping) : gerakan menggenggam yang involunter yang

dirangsang dengan mengelus talapak tangan pasien, akan lebih jelas jika

perhatian pasien dialihkan.

2. Reflex mengerutkan bibir (pouting) : dirangsang dengan mengetukkan spatula

yang diletakkan di bibir pasien. Jika positif, bibir akan melipat ke arah

spatula.

Aspek klinik

Kerusakan bifrontal dapat terjadi akibat trauma, tumor, infark, dan penyakit

degenerative fokal.

Fungsi Kognitif yang Terlokalisasi

Dominansi Hemisfer

Pada kebanyakan individu, hemisfer serebri merupakan hemisfer yang

dominan untuk fungsi bahasa. Bahkan mayoritas orang kidal juga memiliki hemisfer

yang dominan.

17

Fungsi Hemisfer Dominan

Bahasa

Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan, yaitu : bicara spontan,

komprehensi, menamai, repetisi, membaca dan menulis.

Bahasa merupakan instrument dasar bagi komunikasi pada manusia, dan

merupakan dasar dan tulang punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat deficit

pada sistem berbahasa, penilaian factor kognitif seperti memori verbal, interpretasi

pepatah dan berhitung lisan menjadi sulit dan mungkin tidak dapat dilakukan.

Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sangat penting. Bila

terdapat gangguan, hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi pasien.

Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi merupakan manifestasi

eksternal. Tetapi kita bisa berbahasa di dalam pikiran kita sendiri, seperti ketika

berhitung, berfikir dan berhayal ataupun ketika merencanakan sesuatu, tanpa

berbicara atau berunding dengan siapapun. Bahasa yang kita gunakan tanpa

berkomunikasi dengan dunia luar itu dikenal dengan bahasa internal.

Anak yang sedang berkembang, setelah memiliki kemampuan untuk

mengenal (gnosis) akan belajar memperhatikan dan mengingat perbedaan,

persamaan, dan perbandingan, sehingga ia mulai dapat menafsirkan mana yang berat,

mana yang halus, yang bagus, dan seterusnya. Dengan demikian, pengenalan benda

atau apa saja yang dapat dipegang, diraba dan ditekan dengan mudah dapat dilakukan

secara tepat tanpa melihat. Juga dari bahan apa sesuatu dibuat dapat diketahui dengan

jalan perabaan, penekanan, dan pemegangan, yang secara singkat dinamakan

sensibilitas taktil.

Baik perkembangan bahasa maupun sensibilitas taktil terkait pada

perkembangan gerakan tangkas selanjutnya. Hal ini berarti bahwa mekanisme

neuronal yang mendasari proses mental itu beroperasi di hemisferium dominan.

18

Pada perkembangan ontogenik terjadi mekanisme neuronal yang khas bagi

manusia, yaitu proses lateralisasi. Perkembangan gerakan tangkas, yang bermula

dengan gerakan canggung sampai akhirnya menjadi gerakan yang luwes dan terampil,

ternyata tidak berjalan serasi pada kedua belahan tubuh. Pada kebanyakan orang,

belahan tubuh kanan dapat bergerak lebih terampil, luwes dan tangkas daripada

belahan tubuh kiri.

Anatomi dan Fisiologi Berbahasa

G

C E H

B F D

A

Gambar 5. Fisiologi Berbahasa

Sumber : Neurologi Klinis Dasar

Semua impuls auditorif disampaikan kepada korteks auditori primer kedua

sisi. Pada hemisfer yang dominan data auditorik tersebut dikirim (A) ke pusat

Wernicke. Pengiriman data dari hemisfer yang tak dominan ke pusat Wernicke

dilaksanakan melalui serabut korpus kalosum. Di pusat Wernicke suara dikenal

sebagai symbol bahasa. Kemudian data itu dikirim (E) ke pusat pengertian bahasa. Di

situ symbol bahasa lisan (auditorik) diintegrasikan dengan symbol bahasa visual dan

sifat-sifat lain dari bahasa. Bahasa lisan dihasilkan oleh kegiatan di pusat pengertian

19

bahasa yang menggalakan (F) pusat pengenalan kata (Wernicke), yang pada

gilirannya mengirimkan (B) pesan ke pusat Broca (yang menyelenggarakan produksi

kata-kata) melalui (C) daerah motorik primer dan melalui lobus frontalis (area

motorik suplementer), yang ikut mengatur produksi aktivitas motorik yang tangkas

dalam bentuk kata-kata yang jelas.

Bahasa visual dikembangkan melalui persepsi visual bilateral. Dari korteks

visual primer kedua sisi data visual disampaikan (H) kepada korteks visual sekunder

di hemisferium yang dominan. Data tersebut dikirim (D) ke pusat Wernicke dan ke

(G) pusat pengintegrasian pengertian bahasa.

Manifestasi dari lesi di berbagai lokasi pada hemisferium yang dominan adalah

sebagai berikut :

Lesi A : word deafness, lesi di pusat Wernicke, afasia sensorik.

Lesi B : afasia konduktif (berbahasa verbal terganggu, tapi masih mengerti lengkap

bahasa verbal, lesi di pusat Broca – afasia motorik).

Lesi C : afemia (afasia motorik dengan utuhnya kemampuan untuk mengerti bahasa

lisan dan tertulis dan mampu berekspresi dengan tulisan). Lesi di daerah motorik

suplementer irama dan lafal bahasa kacau.

Lesi D : aleksia tapi tidak agrafia.

Lesi E : afasia transkortikal, lesi di pusat pengertian bahasa- afasia sensorik

transkortikal.

Lesi F : afasia nominatif

Lesi G : agnosia asosiatif tanpa aleksia.

Lesi H : agnosia visual (tidak dapat menyebut nama segala sesuatu yang dilihat).

20

Terminology

Disartria (pelo, cadel) merupakan gangguan pada artikulasi, pengucapan kata.

Pada keadaan ini, kemampuan berbahasa seperti gramatika (tata bahasa),

komprehensi dan pemilihan kata tidak terganggu. Disartria disebabkan oleh gangguan

pada control neuromuskuler pada proses artikulasi. Dalam praktek, hal ini biasanya

berarti kesulitan dalam menggerakan palatum, lidah dan bibir sewaktu artikulasi

(berbicara).

Disfonia (serak, bindeng) ialah kesulitan dalam fonasi (mengeluarkan bunyi

atau suara). Disfonia terjadi pada gangguan fungsi neuromuskuler yang melibatkan

pita suara atau palatum.

Disprosodi ialah gangguan pada irama bicara. Dalam hal ini, melodi, ritme,

dan intonasi suara terganggu. Sebagai akibatnya pasien bicara secara monoton (irama

datar).

Apraksia oral atau apraksia bukofasial ialah ketidakmampuan melakukan

gerakan terampil dari otot wajah dan otot berbicara sedangkan komprehensi, tenaga

otot, dan koordinasi otot normal. Bila pasien disuruh memperagakan bagaimana cara

menghembuskan geretan yang sedang menyala, pasien yang apraksia mungkin

mengalami kesulitan mengatur bibirnya. Ia mungkin akan menghirup udara pada saat

harus menghembus udara, atau ia mungkin menghembus kuat namun tidak

mengerutkan bibirnya.

Aleksia adalah kata yang digunakan untuk menyatakan kehilangan

kemampuan membaca yang sebelumnya ia mampu. Aleksia perlu dibedakan dengan

disleksia. Disleksia merupakan gangguan perkembangan membaca pada anak dengan

intelegensi yang normal.

Agrafia ialah gangguan pada bahasa yang dinyatakan dalam penulisan. Jadi,

bukan pada bentuk huruf dan tulisan yang buruk.

21

Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan

gangguan dalam memproduksi dan atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia

adalah pada pemrosesan bahasa di tingkat integrative yang lebih tinggi. Gangguan

artikulasi dan praksis mungkin ada sebagai gejala penyerta. Afasia biasanya berarti

hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata afasia perkembangan

(sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai keterlambatan

spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan

kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif

umumnya.

Mutisme adalah kegagalan total untuk bersuara, yang mungkin dapat terjadi

pada disfasia berat atau disartria, atau bagian dari penyakit psikiatrik.

Klasifikasi gangguan bahasa

Berbagai klasifikasi gangguan berbahasa telah dikemukakan oleh berbagai

pakar, namun semua bentuk klasifikasi mempunyai kekurangan, dan sampai saat ini

belum didapat suatu bentuk klasifikasi yang dapat mencangkup seluruh gangguan

berbahasa atau mengatasi seluruh kekurangan pada klasifikasi yang ada sebelumnya.

Sebelum menelaah beberapa bentuk klasifikasi yang dikenal, perlu diketahui bahwa

jarang sekali dijumpai jenis gangguan bahasa yang murni. Pasien dengan afasia jenis

ekspresif (motorik) ditandai oleh gangguan ekspresif; selain itu, defek dalam

komprehensi hampir selalu ada, namun tidak menonjol. Jadi, bila seseorang

diklasifikasikan sebagai menderita afasia motorik, seharusnya ini berarti afasianya

bersifat motorik, sedang bentuk lainnya seperti afasia reseptif sedikit banyak

dijumpai.

Gangguan cara berbahasa

Gangguan cara berbahasa dinamakan afasia. Lebih tepat untuk menggunakan

istilah disfasia, karena umumnya kemampuan untuk berbahasa tidak hilang secara

22

mutlak. Tetapi afasia sudah umum digunakan baik untuk afasia ringan maupun afasia

berat.

Afasia ialah kesulitan dalam memahami dan atau memproduksi bahasa yang

disebabkan oleh gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak.

Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan

mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu

gramatikanya miskin (sedikit) dan menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi

yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien sadar akan kekurangan dan atau

kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan kurang terganggu

dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak

mungkin atau sangat terganggu.

Pada lesi di temporoparietal pasien justru terlalu banyak bicara, cara

mengucapkan baik dan irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada

memformulasi dan menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti.

Bahasa lisan dan tulisan tidak atau kurang difahami, dan menulis secara motorik

terpelihara, namun isi tulisan tidak menentu. Pasien tidak begitu sadar akan

kekurangannya.

Afasia jenis pertama dinamakan afasia Broca atau afasia motorik atau

ekspresif. Afasia jenis kedua dinamakan afasia Wernicke atau sensorik atau reseptif.

Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas

bahasa. Pasien sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa,

yang selalu diulang-ulang, dengan artikulasi dan irama yang buruk dan tidak

bermakna.

Sindrom afasia dapat dibagi dalam afasia motorik dan sensorik atau afasia

ekspresif dan reseptif. Lesi yang menimbulkan afasia motorik terletak di sekitar

daerah Broca. Afasia motorik terberat ialah jika penderita sama sekali tidak dapat

mengeluarkan kata-kata. Adakalanya hanya dapat mengucapkan “ya” atau “he-ng”

23

saja, sambil menganggukan kepalanya. Namun demikian, ia masih mengerti bahasa

verbal dan visual. Juga perintah-perintah untuk melakukan sesuatu (praksis) bisa

dilaksanakan sesuai dengan makna perintah. Ketidakmampauan untuk menyatakan

fikirannya dengan kata-kata menjengkelkan penderita. Dan yang lebih-lebih menekan

jiwanya ialah bahwa ia sadar akan apa yang hendak diucapkan, tetapi tidak mampu

mengucapkan kata-kata yang terkandung dalam fikirannya. Jadi bahasa internalnya

masih utuh. Pada afasia motorik, umumnya kemampuan untuk menulis kata-kata

masih tidak terganggu, tetapi bisa juga terjadi adanya agrafia.

Afasia motorik yang ringan ialah afasia nominative atau afasia amnestik.

Afasia ini ditandai dengan kesulitan menemukan nama suatu benda. Penderitanya

tidak bisa menemukan simbolik verbal dari benda yang diperlihatkan kepadanya. Ia

tahu abstraksi dari benda tersebut dalam fikiran, tetapi lafal dari abstraksi itu tidak

bisa dinyatakan. Misalnya penderita diminta untuk menyebutkan nama benda yang

disodorkan kepadanya. Ia bisa menjawab sebagai berikut “ tu….itu….tu…tulis…”.

Tetapi ia tidak bisa mengucapkan kata pensil. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

penyimpanan kata pensil utuh, juga persandian abstraksi masih utuh. Tetapi decoding

dari abstraksi terganggu. Lesi yang dapat menimbulkan afasia nominative itu terletak

di luar area Broca, tetapi juga diluar daerah Wernicke. Memang, lesi tersebut

diketemukan di daerah antara daerah Broca dan Wernicke.

Pada afasia motorik yang terberat, adakalanya kata-kata yang bersifat

ledakan-ledakan emosional masih bisa diucapkan secara spontan misalnya “asu”.

Afasia motorik yang mencerminkan kerusakan terhadap seluruh korteks

daerah Broca ialah afasia pada mana penderita tidak bisa melakukan ekspresi dengan

cara apapun, baik secara verbal maupun visual (afasia motorik kortikal). Afasia

motorik pada mana penderita tidak bisa mengucapkan satu kata apapun, namun masih

bisa mengutarakan fikirannya dengan jalan tulis menulis, bisa timbul akibat lesi di

masa putih daerah Broca. Oleh karena itu, afasia motorik termaksud dinamakan juga

afasia motorik subkortikal. Untuk jenis afasia ini digunakan juga istilah awam “pure

24

word dumbness” atau “bisu kata-kata yang tulen”. Jika seorang penderita afasia

motorik masih bisa membeo, namun tidak mampu lagi untuk mengeluarkan kata-kata

sebagai cara ekspresi aktifnya, maka afasia motorik semacam itu disebabkan oleh

suatu lesi kortikal yang agak besar di daerah Broca dan Wernicke. Afasia motorik

yang berat dengan masih adanya kemampuan untuk membeo ini dinamakan afasia

motorik transkortikal.

Tergolong dalam afasia motorik adalah juga akalkulia ekspresif dan agrafia

ekspresif, yang berarti hilangnya kemampuan untuk ekspresi dengan menggunakan

simbolik matematika dan huruf.

Pada akalkulia ekspresif dan agrafia ekspresif, ekspresi dengan cara berbahasa

masih bisa, tetapi apabila ekspresi itu diwujudkan dalam bentuk tulisan, penderita

sendiri sadar akan ketidakmampuannya. Lesi yang berkorelasi dengan gangguan

terletak di lobus frontalis yang berdampingan dengan korteks motorik.

Afasia sensorik atau afasia persepsif dikenal juga sebagai afasia Wernicke,

kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual terganggu atau hilang sama

sekali. Tetapi kemampuan untuk secara aktif mengucapkan kata-kata dan menulis

kata-kata masih ada, kendatipun apa yang diucapkan dan ditulis tidak mempunyai arti

sama sekali. Penderita dengan afasia perseptif tidak mengerti lagi bahasa yang

didengarnya, walaupun ia tidak tuli. Iapun tidak mengerti lagi isi surat yang

dibacanya, walaupun ia tidak buta huruf. Penyimpanan (storage) berikut proses

coding dari apa yang didengar dan ditulis terjadi didaerah antara bagian belakang

lobus temporalis, lobus oksipitalis, dan lobus parietalis. Jika daerah tersebut rusak,

proses coding pun tidak akan menghasilkan apa-apa. Ibaratnya gudang yang bisa

dibuka dengan kunci yang masih kita miliki tetapi isi gudangnya atau gudangnya

sendiri sudah terbakar habis. Derah tersebut dikenal sebagai daerah Wernicke. Dan

daerah itu dapat diumpamakan dengan gudang pengertian. Hancurnya gudang

pengertian berarti hilangnya daya untuk mengerti apa yang dibicarakan atau ditulis.

Hilangnya pengertian berarti juga hilangnya gnosis dan kognisio. Oleh karena kata

25

dan tulisan yang masih dapat diucapkan dan ditulis oleh seorang penderita tidak lagi

dikenal dan diketahui, maka ia akan berbicara dan menulis suatu bahasa yang tidak

dimengerti oleh dirinya sendiri ataupun orang lain. Adakalanya bahasa baru

(neologisme) mengandung kata-kata yang menyerupai kata-kata yang awajar, tetapi

kebanyakan merupakan ocehan yang tidak mempunyai arti. Ocehan itu dinamakan

jargon afasia.

Semacam afasia sensorik yang ringan, yang dikenal dalam bahasa Inggris

sebagai word deafness (tuli kata-kata), bisa dijumpai. Dalam hal tersebut, penderita

sama sekali tidak mengerti bahasa verbal yang didengarnya, tetapi ia masih bisa

mengerti bahasa tertulis dengan baik. Juga afasia sensorik yang dinamakan buta kata-

kata, pada mana bahasa verbal masih bisa dimengerti, tetapi bahasa visual tidak

mempunyai arti baginya, jarang dijumpai. Tuli kata-kata atau buta kata-kata timbul

akibat lesi kecil di sekitar daerah Wernicke, yang terletak baik di lobus temporalis

ataupun parietal bahkan oksipital.

Sebagai varian dari buta kata-kata ialah agrafia, akalkulia, dan aleksia reseptif.

Dalam hal agrafia ekspresif (akibat lesi di sekitar Broca), ekspresi melalui bahasa ikut

terganggu. Jika kemampuan untuk mengerti bahasa verbal masih utuh tetapi daya

untuk mengerti bahasa tertulis hilang, maka kita namakan gejala tersebut agrafia

reseptif. Demikian juga arti istilah akalkulia reseptif, pada mana si penderita masih

bisa mengerti bahasa verbal tetapi tidak dapat mengerti soal-soal yang menyangkut

hitung berhitung. Pada aleksia reseptif, hanya kemampuan untuk mengerti apa yang

dibaca terganggu, sedangkan ia masih mengerti bahasa verbal. Lesi-lesi yang relevan

bagi afasia reseptif fraksional itu terbatas pada girus angularis dan supramarginalis.

Girus yang tersebut pertama terletak di ujung sulkus temporalis superior dan girus

yang tersebut terakhir terletak di ujung fisura serebri lateralis Sylvii.

Klasifikasi afasia

Klasifikasi afasia yang berpedoman pada lesi anatomic, dibedakan atas :

26

1. Sindrom afasia peri-silvian

- Afasia broca

- Afasia wernicke

- Afasia konduksi

2. Sindrom afasia daerah perbatasan (border zone)

- Afasia transkortikal motorik

- Afasia transkortikal sensorik

- Afasia transkortikal campuran

3. Sindrom afasia subkortikal

- Afasia talamik

- Afasia striatal

4. Sindrom afasia non-lokalisasi

- Afasia anomik

- Afasia global

Klasifikasi yang merujuk pada linguistic, dalam hal ini afasia dapat dibedakan atas :

1. Afasia sintaktik

2. Afasia semantic

3. Afasia pragmatic

4. Afasia jargon

5. Afasia global

Pada klasifikasi yang berdasarkan manifestasi klinik ada yang membagi atas dasar

lancarnya berbicara. Terdiri dari :

1. Afasia lancar

Pada afasia yang lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, irama

dan prosodi baik, namun sering isi bicara tidak bermakna dan tanpa isi

(kalimat yang diucapkan tidak tahu kita maksud dan maknanya). Kata-kata

yang digunakan sering salah dan sering didapatkan parafasia.

Afasia yang lancar mencangkup :

27

- Afasia reseptif (Wernicke)

- Afasia konduksi

- Afasia amnesik (anomik)

- Afasia transkortikal

Seorang afasia yang fluen mungkin mengatakan (dengan lancar) : “rokok

tembakau beli kemana situ tadi gimana dia”

Gambaran klinik afasia yang fluen (jenis Wernicke) :

- Keluaran bicara yang lancar

- Panjang kalimat normal

- Artikulasi baik

- Prosodi baik

- Anomi

- Terdapat parafasia fonemik dan semantic

- Komprehensi auditif dan membaca buruk

- Repetisi terganggu

- Menulis lancar tetapi isinya kosong.

Pada keadaan ini, aliran bicaranya lancar, irama berbicara terpelihara,

namun isi bicara atau kalimat-kalimatnya kosong (tidak mempunyai arti).

Banyak menggunakan kata-kata yang abnormal (parafasia, neologisme).

Parafasia ialah mensubstitusi kata. Kita mengenal 2 jenis parafasia, yaitu

parafasia semantic (ventral) dan parafasia fonemik (literal). Parafasia semantic

ialah mensubstitusi satu kata dengan kata yang lain, misalnya menggantikan

kata mobil dengan kuda. Parafasia fonemik ialah mensubstitusi suatu bunyi

dengan bunyi yang lain, misalnya mengganti kata mobil dengan gobin.

Bentuk parafasia yang menggunakan kata yang sama sekali asing, misalnya

tandi, miban, disebut neologisme.

2. Afasia tidak lancar

28

Pada afasia yang tidak lancar output (keluaran) bicara terbatas, sering

disertai artikulasi yang buruk, bicara dalam bentuk yang sederhana, bicara

singkat berbentuk gaya telegram. Afasia yang tidak lancar mencangkup :

- Afasia ekspresif

- Afasia global

Penyandang afasia yang menggunakan kalimat pendek (kurang dari 5

kata) dan kurang baik gramatikanya dianggap non-fluen. Kebanyakan

penyandang afasia yang non-fluen mempunyai deficit dalam artikulasi dan

juga dalam prosodi (irama bicara).

Gambaran klasik afasia non fluen ialah :

- Pasien tampak sulit memulai bicara

- Panjang kalimat berkurang (5 kata atau kurang per kalimat)

- Gramatika bahasa berkurang, kurang kompleks

- Artikulasi umumnya terganggu

- Irama kalimat dan irama bicara terganggu.

- Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memhami kalimat

yang sintaksisnya kompleks)

- Pengulangan (repetisi) buruk

- Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk.

- Terdapat kesalahan parafasia.

29

Algoritme Klasifikasi Afasia Kortikal

Kelancaran pemahaman mengulang jenis afasia

(komprehensi) (repetisi)

Baik anomik

Baik

Lancar buruk konduksi

Baik transkortikal sensorik

Buruk

AFASIA Buruk wernick

Baik transkortikal motorik

Baik

Tidak lancar Buruk Broca

Baik transkortikal campuran

Buruk

Buruk global

30

Beberapa bentuk afasia mayor

Bentuk

afasia

ekspresi Kompreh

ensi

verbal

repetisi menamai Kompreh

ensi

membaca

menulis lesi

Ekspresif

(broca)

Tak

lancer

Relative

terpelihara

terganggu terganggu Bervariasi terganggu Frontal

inferior-

posterior

Reseptif

(wernicke)

Lancar terganggu terganggu terganggu Terganggu terganggu Temporal

superior

posterior

(Wernicke)

Global Tak

lancer

terganggu terganggu terganggu Terganggu terganggu Fronto

temporal

Konduksi Lancar Relative

terpelihara

terganggu terganggu Bervariasi terganggu Fasikulus

arkuatus,

girus supra

marginalis

Nominal Lancar Relative

terpelihara

terpelihara terganggu Bervariasi bervariasi Girus

angular,

temporal

superior

posterior

Transkortik

al motor

Tak

lancer

Relative

terpelihara

terpelihara terganggu Bervariasi terganggu Peri

sylvian

anterior

Transkortik

al sensorik

Lancar terganggu terpelihara terganggu Terganggu terganggu Peri

sylvian

posterior

Gambaran dan gejala klinik afasia

1. Afasia Global

Afasia global adalah bentuk afasia yang paling berat. Keadaan ini

ditandai dengan tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurangnya sekali

dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara stereotip , misalnya

“iya…iya…iya…”. Komprehensi menghilang atau sangat terbatas, misalnya

hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi juga

sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga

terganggu berat.

31

Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar

atau semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri

karotis interna atau arteri serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih

ialah buruk. Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegic

yang menyebabkan invaliditas kronis yang parah.

2. Afasia Broca

Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai dengan bicara

yang tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara.

Pasien sering atau paling banyak mengucapkan kata benda dan kata kerja.

Contoh : “Saya…….sembuh……rumah……..kontrol……ya….kon…trol….”.

Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti

bicara spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya

tidak terganggu, namun pemahaman kalimat dengan tata bahasa yang

kompleks sering terganggu.

Ciri klinik afasia Broca :

- Bicara tidak lancar

- Tampak sulit memulai bicara

- Kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)

- Repetisi buruk

- Kemampuan menamai buruk

- Kesalahan parafasia

- Pemahaman lumayan

- Gramatika bahasa kurang, tidak kompleks

- Irama kalimat dan irama bicara terganggu.

Menamai (naming) dapat menunjukkan jawaban yang parafasik. Lesi yang

menyebabkan afasia Broca mencangkup daerah Brodmann 44 dan sekitarnya.

Lesi yang mengakibatkan afasia Broca biasanya melibatkan operculum frontal

(area Broadmann 44 dan 45) dan massa alba frontal dalam (tidak melibatkan

korteks motorik bawah dan massa alba paraventrikuler daerah Brodmann 4;

32

ada pula yang terganggu di daerah peri-rolandik dengan kerusakan massa alba

yang ekstensif.

Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya di

area Brocca di korteks, tanpa melibatkan jaringan di sekitarnya, maka tidak

akan terjadi afasia.

Penderita afasia Broca sering mengalami perubahan emosional, seperti

frustasi dan depresi. Apakah hal ini disebabkan oleh gangguan berbahsanya

atau merupakan gejala yang menyertai lesi di lobus frontalis kiri belum dapat

dipastikan.

Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik

daripada afasia global. Karena pemahaman relative baik, pasien dapat lebih

baik beradaptasi dengan keadaannya.

3. Afasia Wernicke

Afasia Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di

klinik, pasien afasia Wernicke ditandai oleh ketidakmampuan memahami

bahasa lisan, dan bila ia menjawab iapun tidak mampu mengetahui apakah

jawabannya salah. Ia tidak mampu memahami kata yang diucapkannya, dan

tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah.

Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme.

Misalnya menjawab pertanyaan : bagaimana keadaan ibu sekarang? Pasien

mungkin menjawab : Anal saya lalu sana sakit tanding tak bertabir.

Repetisi terganggu berat. Menamai (naming) umumnya parafasik.

Membaca dan menulis juga terganggu berat.

Gambaran klinik afasia Wernick :

- Keluaran afasik yang lancar

- Panjang kalimat normal

- Artikulasi baik

- Prosodi baik

33

- Anomia (tidak dapat menamai)

- Parafasia fonemik dan semantic

- Komprehensi auditif dan membaca buruk

- Repetisi terganggu

- Menulis lancar tapi isinya kosong.

Penderita afasia jenis Wernicke ada yang menderita hemiparese, ada

pula yang tidak. Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya

atau terutama pada berbahasa, yaitu bicara yang kacau disertai banyak

parafasia, dan neologisme, bisa-bisa disangka menderita psikosis.

Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah

bahasa bagian posterior. Semakin berat defek dalam komprehensi auditif,

semakin besar kemungkinan lesi mencangkup bagian posterior dari girus

temporal superior. Bila pemahaman kata tunggal terpelihara, namun kata

kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal,

ketimbang lobus temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga

dijumpai pada lesi subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir

signal aferen inferior ke korteks temporal.

Penderita dengan deficit komprehensi yang berat, prognosis

penyembuhannya buruk, walaupun diberikan terapi bicara yang intensif.

4. Afasia Konduksi

Merupakan gangguan bahasa yang lancar yang ditandai oleh gangguan

yang berat pada repetisi, kesulitan dalam membaca kuat-kuat (namun dalam

pemahaman membaca baik), gangguan dalam menulis, parafasia yang jelas,

namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat.

Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga

menyebabkan manifestasi kelainan klinik ini. Terlibatnya girus

supramarginalis diimplikasikan pada beberapa pasien. Sering lesi ada di

34

massa alba subkortikal di korteks parietal inferior, dan mengenai fasikulus

arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.

5. Afasia Transkortikal

Ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun

fungsi bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam

memproduksi bahasa, namun komprehensinya lumayan.

Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun

komprehensinya buruk. Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu

mengulang (repetisi), memahami dan membaca, namun dalam bicara- spontan

terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca. Sebaliknya, pasien dengan afasia

sensorik transkortikal, dapat mengulang dengan baik, namun tidak memahami

apa yang didengarnya atau yang diulangnya. Bicara spontannya dan menamai

lancar, tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke. Sesekali ada pasien yang

menderita kombinasi dari afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini

mampu mengulangi kalimat yang panjang, juga dalam bahasa asing dengan

tepat. Mudah mencetuskan repetisi pada pasien ini, dan mereka cenderung

menjadi echolalia (mengulang apa yang didengarnya).

Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal :

- Keluaran (output) lancar.

- Pemahaman buruk

- Repetisi baik

- Echolalia

- Komprehensi auditif dan membaca terganggu

- Deficit motorik dan sensorik jarang dijumpai

- Didapatkan deficit lapangan pandang di sebelah kanan.

Gambaran klinik afasia motorik transkortikal :

- Keluaran tidak lancar

- Komprehensi baik

35

- Repetisi baik

- Inisiasi output terlambat

- Ungkapan-ungkapan singkat

- Parafasia semantic

- Echolalia.

Gambaran klinik afasia transkortikal campuran :

- Tidak lancar (non-fluent)

- Komprehensi buruk

- Repetisi baik

- Echolalia mencolok.

Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark

berbentuk bulan sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah

serebral mayor (misalnya di lobus frontal antara daerah arteri serebri anterior

dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di perbatasan

anterior yang menyerupai huruf C terbalik. Lesi ini tidak mengenai korteks

temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan sekitar)

dan korteks peri sylvii parietal. Korteks perisylvii yang utuh ini dibutuhkan

untuk kemampuan mengulang yang baik.

Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah :

1. Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun, misalnya

cardiac arrest.

2. Oklusi atau stenosis berat arteri karotis

3. Anoksia oleh keracunan CO

4. Demensia.

6. Afasia Anomik

Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam

menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan

36

kepadanya. Keadaan ini disebut sebagai afasia anomik, nominal, atau

amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika,

namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama

objek.

Gambaran klinik afasia anomik :

- Keluaran lancar

- Komprehensi baik

- Repetisi baik.

- Gangguan (defisit) dalam menemukan kata.

Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia

anomik, dengan demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia

dapat demikian ringannya sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan

biasa, atau dapat pula demikian beratnya sehingga keluaran spontan tidak

lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan bergantung kepada

beratnya defek inisial. Karena output bahasa relative terpelihara dan

komprehensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan

lebih baik daripada jenis afasia lain yang lebih berat.

Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal

saja. Lesi di thalamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya

oleh perdarahan atau infark, dapat menyebabkan afasia anomik. Mekanisme

terjadinya afasia ini masih belum jelas, mungkin antara lain oleh berubahnya

input ke serta fungsi korteks sekitarnya.

37

a

c

B C

b

W

Gambar 6. Lokalisasi dan subklasifikasi sindrom disfasia

Sumber : lecture Notes Neurologi.

Lesi yang terletak anterior dari garis a, yang melalui sulkus sentral

hemisfer dominan, akan menyebabkan disfasia tidak lancar. Bila lesi tejadi di

posterior garis a, maka kelancaran berbicara akan dipertahankan. Lesi di

bawah garis b yang melalui fisura Sylvii, akan mempengaruhi komprehensi,

sedangkan lesi di atas garis b, komprehensinya masih baik. Lesi yang berada

di dalam garis c mempenagruhi kemampuan pasien untuk mengulangi frase,

di luar lesi ini kemampuan repetisi dipertahankan. Jadi afasia Broca (B)

merupakan afasia tidak lancar, repetisi terganggu, tetapi komprehensi masih

baik. Gambar diatas menunjukkan afasia konduksi (C) dan afasia Wernicke

(W). Afasia global mempengaruhi semua aspek fungsi bahasa.

Pemeriksaan fisik

1. Kelancaran berbicara

Apakah pasien dapat mengeluarkan frase atau kalimat yang panjang yang

normal (lima atau lebih kata) secara spontan? Jika berbicaranya tidak

lancar, maka tata bicara (sintaks) umumnya juga abnormal.

38

2. Pengertian / komprehensi

Sejumlah benda dijajarkan di depan pasien, dan pasien diperintahkan

menunjuk benda yang disebutkan oleh pemeriksa, misalnya pulpen, jam

tangan, kunci, apakah pasien mampu melakukannya? Apakah pasien dapat

mengeluarkan perintah yang lebih kompleks? (“Coba anda ambil kunci

dan berikan pulpen kepada saya”). Apakah pasien dapat mengerti konsep

di balik pertanyaan (“Apakah nama debu yang tertinggal setelah rokok

habis?”).

3. Repetisi

Apakah pasien dapat mengulang kata-kata tunggal atau seluruh kalimat

seperti ”jika tidak, dan, atau tetapi?”

4. Menyebutkan nama

Misalnya nama-nama benda sehari-hari, seperti jam tangan, pulpen, dan

benda-benda yang kurang familiar – pena, gesper, kumparan.

5. Selain itu, membaca dan menulis dapat diperiksa secara terpisah.

Anatomi Klinik

Kerusakan frontal pada berbagai area bahasa yang berbeda dapat disebabkan

oleh trauma, infark, atau tumor. Penyakit otak degenerative (sementara demensia)

jarang menimbulkan deficit seperti ini. Kemampuan menulis terletak di region girus

angularis, yang berada di posterior dari area bahasa mayor. Lesi pada region ini,

selain menyebabkan disgrafia, umumnya juga menyebabkan deficit lainnya seperti

diskalkulia-gangguan dalam komprehensi angka dan tulisan, sehingga menyebabkan

ketidakmampuan berhitung.

39

Praksis

Apraksia

Apraksia merupakan gangguan didapat pada gerakan motorik yang dipelajari

dan berurutan, yang bukan disebabkan oleh gangguan elementer pada tenaga,

koordinasi, sensorik atau kurangnya pemahaman (komprehensi) atau atensi. Hal ini

merupakan hendaya (impairment) dalam menyeleksi dan mengorganisasi inervasi

motorik yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu aksi.

Apraksia bukanlah gangguan motorik tingkat rendah, namun merupakan defek

dalam perencanaan motorik, yang mencangkup langkah-langkah integrative yang

dibutuhkan pada gerakan terampil atau yang dipelajari. Berbagai jenis apraksia telah

dikemukakan oleh para pakar, tergantung kepada kerumitan (kompleksitas) dan sifat

dari tugas yang dilaksanakan.

Kerusakan pada lobus parietal dominan akan menyebabkan apraksia. Jaras

untuk praksis normal melewati region ini ke area premotorik ipsilateral pada lobus

frontal, dan ke region yang ekuivalen pada hemisfer lainnya melalui korpus kalosum.

1. Apraksia Ideomotor

Merupakan jenis apraksia yang paling sering dijumpai. Penderita tidak

mampu melakukan gerak motorik yang sebelumnya pernah dipelajari, secara

akurat. Pada keadaan ini terdapat ketidakmampuan lobus frontalis untuk

menerjemahkan aksi menjadi gerakan motorik.

Gangguan dapat dilihat pada otot bukofasial, ekstremitas atas atau bawah,

atau otot badan. Pasien misalnya tidak mampu melakukan suruhan berikut :

peragakan bagaimana menghembuskan api pada geretan yang sedang menyala!

Peragakan bagaimana minum dengan menggunakan sedotan! Kegagalan ini

dinamakan : apraksia bukofasial. Kesulitan dalam gerakan lengan atau tungkai

dapat dideteksi dengan : peragakan bagaimana menendang bola! Kegagalan ini

40

dinamakan apraksia anggota gerak. Kesulitan dalam gerakan tubuh dapat

dideteksi dengan : peragakan bagaimana sikap seorang peninju menangkis

serangan lawan! Kegagalan ini disebutkan apraksia gerak tubuh seluruhnya.

Pasien dengan apraksia ideomotor mungkin tidak mampu menutup

(memejamkan) mata atas suruhan, namun ia dapat mengedipkan mata secara

spontan.

Implikasi klinik

Kemampuan melaksanakan gerakan terampil atas suruhan verbal

berasosiasi erat dengan fungsi bahasa pada hemisfer yang dominan.

Bila suruhan telah dipahami, informasi meluas ke girus supramarginalis

yang letaknya berbatasan, tempat kata (misalnya :hembus lilin yang menyala) di

asosiasikan dengan memori kinetic yang berada di korteks parietal post rolandik.

Memori dari gerakan ini di transfer melalui jaras C ke daerah pre motor tempat

memori bagi pola motorik dicetuskan. Daerah premotor kemudian mengarahkan

neuron pyramid di daerah motor E untuk melaksanakan gerakan (aksi). Lesi di

salah satu titik sepanjang jalur ini dapat mengakibatkan apraksia ideomotorik.

Banyak pasien dengan mempunyai lesi di daerah ini, pada hemisfer yang

dominan, juga menderita afasia. Oleh karenanya dalam menilai apraksia kita

harus teliti, untuk memastikan bahwa pemahaman tidak terganggu dan gangguan

kinerja motorik bukan disebabkan oleh gangguan komprehensi.

2. Apraksia Ideasional

Merupakan gangguan perencanaan motorik yang kompleks, yang lebih tinggi

dari ideomotorik. Hal ini merupakan kegagalan dalam melaksanakan tugas yang

mempunyai berbagai komponen yang berurutan.

Pada keadaan ini pasien tidak mampu memformulasikan rancangan aksi (plan

of action). Suruhan melakukan aksi jelas difahami, namun pasien tidak mampu

41

merencanakan rentetan aktivitas yang dibutuhkan untuk melakukan aksi yang

diminta.

Contoh : pasien disuruh menuangkan air dari teko ke dalam gelas, kemudian

meminum air dari gelas. Pasien mungkin akan gagal menuangkan air ke dalam

gelas, dan mungkin mengangkat gelas ke bibirnya atau mengangkat teko dan

minum langsung dari teko.

Apraksia jenis ini merupakan disabilitas yang kompleks yang biasa dijumpai

pada pasien dengan penyakit otak bilateral. Penyakit kortikal yang difus terutama

yang mengenai lobus parietal. Satu unsur menarik pada kinerja pasien dengan

apraksia ideasional ialah adanya kesan ketidakmampuan mengetahui kegunaan

suatu objek.

Fungsi Hemisfer non-Dominan

Jika sebagian besar fungsi bahasa terletak pada hemisfer dominan, maka

hemisfer non dominan sebagian besar, walaupun tidak semuanya, bertanggung jawab

untuk keterampilan untuk keterampilan visuospasial. Gangguan utuk menafsirkan

posisi, jarak, gerak, bentuk dan hubungan anggota tubuhnya terhadap objek

sekitarnya. la seakan-akan tidak tahu terhadap konsep atas-bawah, depan-belakang,

dan dalam-luar. Pasien mengalami kesukaran bila harus melewati sebuah gang, ia

tidak ingat lagi tata ruang yang pernah dikenalnya, tidak tahu letak kamar tidurnya,

tidak kenal peta rumah tinggalnya. Pasien tidak dapat menjiplak sebuah gambar

bergaris, tidak sanggup menggambar kubus atau binatang dan tidak dapat menyusun

balok-balok yang diperlihatkan kepadanya. Gangguan orientasi ini disebabkan

kelainan hemisfer non-dominan.

1. Pengabaian (neglect)

Pasien dengan lesi hemisfer serebri kanan ekstensif akut, misalnya

stroke, bisa menunjukkan sikap bahwa sepertinya sisi kiri tubuh dan

lingkungannya tidak ada. Sehingga sebagai akibatnya mereka mungkin :

42

- Menyangkal ketidakmampuan sisi kiri tubuh, walaupun sisi kiri tubuh

telah mengalami paralisis akibat stroke.

- Mengatakan bahwa lengan kiri mereka sendiri bukan miliknya, tetapi

lengan orang lain.

- Mengacuhkan rangsang visual dan taktil pada sisi kiri.

- Berpakaian hanya di sisi kanan, makan hanya dari sisi kanan piring.

Tidak mengakui adanya penyakit atau kelainan dan keadaan tidak

mengakui atau tidak menyadari adanya gangguan fungsi pada sebagian tubuh

dinamakan juga anosognosia. Anosognosia merupakan gambaran kelainan di

frontal posterior dan lobus parietal dari otak dan lebih sering terlihat bila lesi

melibatkan hemisfer yang yang non-dominan.

Pengabaian dapat diuji secara klinis dengan meminta pasien untuk

meniru suatu gambar rumah atau jam - mereka akan tidak mengikutsertakan

sisi kiri gambar. Abnormalitas yang tidak jelas dapat diperiksa dengan

meminta pasien untuk menyilang susunan kata-kata dalam suatu halaman,

atau untuk membagi dua garis-garis yang bervariasi penjangnya (pasien yang

mengalami pengabaian akan secara konsisten membagi dua di sebelah kanan

titik tengah).

Mekanisme dasar penyebab pengabaian masih controversial, tetapi

merupakan fenomena yang penting dan sering tidak disadari. Walaupun

banyak pasien stroke yang pulih dari pengabaian, tetapi beberapa pasien tetap

mengalami masalah yang persisten sehingga mempersulit rehabilitasi.

2. Apraksia berpakaian

Pasien dengan lesi hemisfer kanan seringkali tidak mampu berpakaian

dengan benar. Istilah „apraksia‟ digunakan secara tidak tepat dalam konteks

ini, karena problem yang ada bukanlah motorik, tetapi lebih ke masalah

visuospasial – berhubungan dengan orientasi terhadap bagian tubuh atau

pakaian.

43

3. Apraksia kostruksional

Praksis dalam arti sempit berarti integrasi motorik yang digunakan

untuk melakukan gerakan kompleks yang bertujuan. Kemampuan

konstruksional (praksis konstruksional). Tugas konstruksional seperti

menggambar garis dan bangunan balok sangat berguna dalam mendeteksi

penyakit otak organic dan harus dimasukkan pada tiap pemeriksaan status

mental. Ketidakmampuan melaksanakan tugas konstruksional disebut

ketidakmampuan konstruksional (apraksia konstruksional).

Fungsi kognitif non verbal, tingkat tinggi ini merupakan tugas

motorik perceptual yang kompleks yang melibatkan integrasi fungsi lobus

oksipital, parietal dan frontal. Karena luasnya daerah kortikal yang dibutuhkan

dalam melaksanakan tugas konstruksional, jejas otak yang dini atau ringan

sering telah mengganggu kinerjanya.

Reproduksi gambar garis atau bangunan balok mencangkup lebih dari

hanya mengorganisasi gerak tangan yang terampil. Reproduksi demikian

membutuhkan persepsi visual yang akurat, integrasi persepsi ke dalam citra

kinestetik dan penerjemahan citra kinestetik ke pola gerak motorik akhir yang

dibutuhkan untuk membangun konstruksi. Tahap akhir tentunya

membutuhkan tenaga ekstremitas serta koordinasi.

Pemeriksaan

Kemampuan konstruksional dapat dinilai dengan berbagai cara, dan

berbagai tingkat kinerja dapat dijumpai pada pasien yang sama bila diberikan

tes yang berbeda. Dapat digunakan 6 tes dasar untuk menunjukkan bukti

adanya gangguan konstruksional, yaitu :

- Menggambar segi empat

- Mereproduksi bangunan geometri dengan pensil dan kertas

- Menggambar secara spontan

44

- Reproduksi pola dengan menggunakan batang korek api

- Membuat konstruksi dari balok tiga dimensi.

- Tugas analisa spasial, yaitu pasien diminta menandai bagian yang

bertindihan.

Meniru gambar : suruh pasien meniru gambar di bawah ini.

4. Agnosia

Agnosia adalah gangguan persepsi sensasi, walaupun sensabilitas primernya

normal. Agnosia dapat melibatkan semua jenis sensasi, misalnya visual, rasa

raba dan persepsi tubuh. Gangguan visuopersepsi yang lebih kompleks

umumnya terjadi pada kerusakan parieto-oksipitotemporal bilateral dan

meliputi :

- Ketidakmampuan mengenali benda yang ditunjukkan secara visual

(agnosia objek visual)-gangguan ini hanya dapat didiagnosis jika tidak ada

disfasia, disfungsi visual dasar, atau fungsi intelektual umum yang rendah.

- Ketidakmampuan mengenali wajah-wajah yang familiar (prosopagnosia).

- Defek sentral penglihatan warna.

45

DEMENSIA

Ada sejumlah defisi tentang demensia, tetapi semuanya harus mengandung

tiga hal pokok : gangguan kognitif, gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek

fungsi kognitif dan bukannya sekedar penjelasan deficit neuropsikologik, dan pada

penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium, yang

merupakan gambaran yang menonjol.

Demensia adalah hilangnya fungsi kognisi secara multidimensional dan terus

menerus, disebabkan oleh kerusakan organic sistem saraf pusat, tidak disertai oleh

penurunan kesadaran secara akut seperti halnya terjadi pada delirium.

Etiologi Demensia

Penyebab Demensia

Diturunkan :

- Penyakit Alzeimer familial

- Penyakit Huntington

- Beberapa Ataksia serebelar

- Penyakit Wilson

Trauma :

- Hematoma subdural

- Cedera kepala berat lainnya

Infeksi :

- Sifilis

- Panensefalitis sklerosis subakut

- Demensia terkait AIDS

- Leukoensefalopati multifocal progresif

- Penyakit Whipple serebral (berhubungan dengan

arthritis dan gejala usus)

Inflamasi :

46

- Sklerosis multiple

- Sarkoidosis, lupus, vaskulitis

Neoplasma :

- Tumor lobus frontalis

- Metastasis serebral multiple

- Hidrosefalus sekunder akibat tumor fossa posterior

(nb : hidrosefalus tekanan normal, tanpa adanya

penyebab structural)

- Paraneoplastik

Vaskuler :

- Demensia multi infark

Metabolic :

- Miksedema

- Defisiensi vitamin B12

- Gagal organ kronik

Obat / toksin :

- Contohnya : barbiturate, alcohol, timbal.

Degenerative :

- Penyakit alzeimer

- Penyakit pick

- Penyakit Parkinson (kadang) dan sindrom rigiditas

akinetik

- Penyakit prion.

Demensia kortikal dan subkortikal

Pembagian subdivisi demensia yang berguna adalah berdasarkan letak lesi,

mulai dari demensia dimana korteks serebri sebagai letak primer penyakit, hingga

demensia dengan struktur subkortikal yang lebih banyak terlibat (walaupun beberapa

gangguan menunjukkan bentuk campuran). Pada demensia kortikal, pasien memiliki

47

memori, kemampuan bahasa, praksis dan atau fungsi spasial yang terganggu.

Karakterisitik demensia subkortikal adalah fungsi kognitif yang melambat

(bradifrenia), serta gangguan kepribadian dan mood. Pasien nampak apatis dan sulit

dipengaruhi, disertai gambaran lain dari disfungsi frontal. Walaupun memori

terganggu, tetapi bahasa, praksis, dan keterampilan visuospasial umumnya cukup

baik setidaknya pada awal penyakit.

Demensia ialah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan

kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun bergandengan

dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi

sedikit pada tiap orang dari semua golongan usia.

Orang awam menyebutnya dengan nama pikun. Namun pikun selalu

dihubungkan dengan usia yang sudah lanjut. Orang tua dapat menjadi pikun dan hal

ini dianggap lazim. Keluarga seorang yang pikun baru membawa kakek dan

neneknya ke dokter, karena perangai kakek atau neneknya mengganggu. Selama

mereka tidak mengganggu, walaupun pikun, mereka tidak akan dibawa ke dokter.

Mereka dapat mengganggu rumah tangga dalam hal-hal berikut. Mengompol atau

buang air seenaknya saja, menjadi galak terhadap cucu atau istrinya, mengaduk-

ngaduk isi lemari pakaian, sebentar-sebentar mau menangis, bermusuhan atau

terlampau usil terhadap sekelilingnya. Hal-hal itu tampaknya merupakan perubahan

watak dan tabiat saja. Tetapi pada penilaian lebih mendalam, akan ternyata bahwa

fungsi intelektual yang memperlihatkan sifat-sifat perencanaan, regulasi dan

verifikasi, semuanya menurun sekali. Daya berfikir, daya untuk dapat

mempertimbangkan dan berbuat sesuatu selaras dengan tata adab dan karma semua

terganggu dengan nyata.

Demensia dapat dibagi dalam demensia yang reversible dan yang tak

reversible. Pembagian dalam demensia senilis dan presenilis menyesatkan karena

demensia dikaitkan dengan usia. Batas usia lanjut dan kurang lanjut itu sangat samar.

48

Lagipula sebutan senilis dan presenilis bersifat deskriptif, sehingga diagnosis senilis

dan presenilis mudah dibuat tanpa menghiraukan patologinya.

Pada demensia yang reversible, daya kognitif global dan fungsi luhur lainnya

terganggu oleh karena metabolisme neuron-neuron kedua belah hemisferium tertekan

atau dilumpuhkan oleh berbagai sebab. Apabila sebab ini dapat dihilangkan, maka

metabolism kortikal dapat berjalan kembali sempurna. Dengan demikian fungsi luhur

dalam keseluruhannya akan kembali pulih. Apabila sebab ini telah menimbulkan

kerusakan infrastruktur neuron-neuron kortikal, tentu fungsi kortikal tidak akan pulih

kembali dan demensia menetap.

Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah

hemisferium, yang mencangkup daerah persepsi primer, korteks motorik, dan semua

daerah asosiatif menimbulkan demensia. Sebab-sebab yang disebut di atas sebagai

penyebab subacute amnestic confusional syndrome merupakan penyebab juga bagi

demensia reversible dan tak reversible. Karena daerah motorik, pyramidal, dan

ekstrapiramidal ikut terlibat secara difus, maka hemipareses, monoparese dan diplegi

juga dapat melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks

pyramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organic masih dapat

ditimbulkan. Pada umumnya tanda-tanda tersebut mencerminkan gangguan pada

korteks premotor atau prefrontal. Tanda tersebut dapat dibangkitkan dengan refleks-

refleks.

1. Reflex memegang (grasping refleks)

Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si

penderita. Reflex memegang adalah positif apabila jari pemeriksa dipegang

oleh tangan penderita.

2. Reflex menetek (suck refleks)

Reflex menetek adalah positif bila bibir penderita dicucurkan secara

reflektorik seolah-olah mau menetek, jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu,

misalnya sebatang pensil.

49

3. Snout reflex

Pada penderita dengan demensia tiap kali bibir atau bawah diketuk, m.oblikus

oris berkontraksi.

Gambar 7. Snout Refleks

Sumber : http://www.alzinfo.org/clinical-stages-of-alzheimers-disease

4. Reflex glabela

Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali glabelanya

diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali pada

glabela timbul dua tiga kali saja, dan selanjutnya mata tidak akan memejam

lagi.

5. Reflex palmomental

Pada penderita dengan demensia, goresan pada kulit tenar membangkitkan

kontraksi otot mentalis ipsilateral.

6. Reflex korneomandibular

Pada penderita dengan demensia, goresan kornea membangkitkan pemejaman

mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan mandibula ke sisi kontralateral.

7. Reflex kaki tonik

Pada demensia penggoresan pada telapak kaki membangkitkan kontraksi

tonik dari kaki berikut jari-jarinya.

50

Gejala Demensia.

Rincian gambaran klinik demensia adalah sebagai berikut :

1. Gangguan memori

Dalam bentuk ketidakmampuan untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa

akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Penderita

sering kehilangan dompet dan kunci, lupa sedang meninggalkan bahan

masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing dengan tetangganya.

Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat

sehingga penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota

keluarga, dan bahkan namanya sendiri.

2. Afasia

Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita

afasia berbicara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-

kata yang panjang, dan menggunakan istilah yang tidak menentu, misalnya

“anu”, “itu”. Bahasa lisan dan tertulis juga dapat terganggu. Pada tahap lanjut,

penderita dapat menjadi bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang

dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang didengar) atau palilalia

(mengulang suara atau kata terus menerus).

3. Apraksia

Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik,

fungsi sensorik, dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat

mengalami kesulitan dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut)

atau melakukan gerakan yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia

dapat mengganggu keterampilan memasak, mengenakan pakaian,

menggambar.

4. Agnosia

Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda meskipun

fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tidak mengenali kursi,

pena, meskipun visusnya baik. Akhirnya penderita tidak mengenal lagi

51

anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang nampak pada cermin.

Demikian pula, walaupun sensai taktilnya utuh, penderita tak dapat mengenali

benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya, misalnya uang

logam.

5. Gangguan fungsi eksekutif

Gejala yang sering dijumpai, gejala ini erat kaitannya dengan gangguan di

lobus frontalis atau jaras subkortikal yang berhubungan dengan lobus

frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan berfikir abstrak,

merencanakan, mengambil keputusan, inisiatif, membuat urutan, memantau,

atau menghentikan kegiatan yang kompleks. Gangguan dalam berfikir abstrak

dapat muncul sebagai kesulitan dalam hal menguasai tugas/ide baru serta

menghinari situasi yang memerlukan pengolahan informasi baru atau

kompleks.

6. Gejala yang lain.

Sangat bervariasi. Penderita demensia dapat mengalami gangguan orientasi

ruang. Dengan demikian akan sulit untuk melakukan kegiatan yang berkaitan

dengan ruangan. Sementara itu wawasan menjadi sempit dan sulit untuk

menyatakan pendapat. Penderita kurang menyadari adanya gangguan memori

dan kelainan kognitif lainnya. Penderita melakukan pengukuran yang tidak

realistic terhadap kemampuannya dan membuat rencana yang tidak sesuai

dengan tingkat kemampuannya. Memperhitungkan resiko dalam aktivitasnya

juga dapat keliru. Kadang-kadang penderita demensia dapat membahayakan

orang lain dengan tindakan kekerasan yang dilakukannya. Dapat terjadi

percobaan bunuh diri, terutama pada tahap awal dimana penderita masih lebih

mampu untuk melaksanakan tugas kerjanya. Demensia kadang-kadang

disertai gangguan motorik, mudah terjatuh saat berjalan. Sementara perilaku

melakukan tindakan yang tak terkendali atau aneh, misalnya membuat lelucon

yang tidak lucu, lupa akan higien dirinya, memperlihatkan hal-hal yang tak

pantas pada orang lain, atau tak menganggap lagi adanya aturan social yang

berlaku.

52

Beberapa penderita menunjukkan adanya gangguan ekstrapiramidal,

abnormalitas aktivitas susunan saraf pusat dan tepi, inkontinensia urin dan

feses. Kejang dapat terjadi tetapi sangat jarang ditemukan.

7. Tanda klinik dan kondisi medik secara umum

Bergantung pada riwayat penyakit, letak dan tahap perjalanan proses

patologik yang mendasarinya. Penyebab utama demensia adalah penyakit

Alzeimer kemudian diikuti oleh penyakit vascular dan kemudian factor

etiologi multipleks. Penyebab-penyebab lainnya ialah penyakit Pick,

hidrosefalus normotensif, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, trauma

kepala, tumor otak, anoksia, infeksi, penyakit endokrin, defisiensi vitamin,

penyakit hepar, gangguan metabolic, dan sklerosis multipleks.

8. Gambaran spesifik tentang budaya dan umur

Sekelompok orang dengan latar belakang tertentu mungkin saja tidak

mengerti sama sekali tentang pengetahuan umum (misalnya nama presiden,

pengetahuan geografi), memori (tanggal lahir yang dalam budayanya tidak

diperingati secara rutin), dan orientasi (perasaan tentang tampat atau lokasi

yang tidak pernah diperhatikan).

9. Perjalanan klinik demensia

Istilah demensia memang merujuk pada makna progresif atau sesuatu yang

tidak kembali lagi (irreversibel). Namun demikian, definisi demensia

didasarkan pada pola deficit kognitif dan tidak membawa konotasi prognosis.

Demensia dapat bersifat progresif, static, atau mengalami remisi. Pola awitan

dan gejala klinik berikutnya bergantung pada etiologi yang mendasarinya.

Tingkat disabilitas tidak hanya bergantung pada beratnya gangguan kognitif

tetapi juga bergantung pada pendukung social. Pada demensia lanjut,

penderita dapat terlupa secara total terhadap lingkungannya dan memerlukan

perawatan yang konstan. Penderita demensia lanjut rentan terhadap

kecelakaan dan penyakit infeksi, yang seringkali bersifat fatal.

53

Membedakan Delirium Dengan Demensia

Delirium Demensia

Terjadi secara tiba-tiba Terjadi secara perlahan

Berlangsung selama beberapa

minggu

Bisa menetap

Berhubungan dengan pemakaian

obat atau gejala putus obat, penyakit berat,

kelainan metabolisme

Bisa tanpa penyakit

Hampir selalu memburuk di

malam hari

Sering bertambah buruk di

malam hari

Tidak mampu memusatkan

perhatian

Perhatiannya 'mengembara'

Kesiagaan berfluktuasi dari letargi

menjadi agitasi

Kesiagaan seringkali

berkurang

Orientasi terhadap lingkungan

bervariasi

Orientasi terhadap lingkungan

terganggu

Bahasanya lambat, seringkali tidak

dapat dimengerti & tidak tepat

Kadang mengalami kesulitan

dalam menemukan kata-kata yg tepat

Ingatannya bercampur baur,

linglung

Ingatannya hilang, terutama

untuk peristiwa yang baru saja terjadi

Diagnosis Demensia

1. Pemeriksaan memori

Secara formal pemeriksaan memori dapat dilakukan dengan meminta pasien

untuk mencatat, menyimpan, mengingat, dan mengenal informasi.

Kemampuan untuk mempelajari informasi baru dapat diperiksa dengan minta

penderita untuk mempelajari suatu daftar kata-kata (registration), mengingat

kembali informasi tadi setelah istirahat beberapa menit (retention, recall), dan

54

mengenal kata-kata dari banyak daftar (recognition). Penderita yang

mengalami kesulitan dalam mempelajari hal-hal baru tidak diperiksa dengan

tebak-tebakan (multiple choice question) karena pada awalnya penderita tidak

mempelajari hal-hal yang tidak ditanyakan. Sebaliknya penderita yang sejak

awal mengalami deficit dalam hal “mendapatkan kembali” dapat diperiksa

dengan MCQ karena gangguannya terletak dalam kemampuan untuk

menggunakan memorinya. Memori lama dapat diperiksa dengan meminta

penderita untuk mengingat orang-orang lain atau bahan-bahan lama yang

dahulu pernah diminatinya (politik, olah raga).

2. Pemeriksaan kemampuan bahasa

Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan (misalnya,

dasi, meja, baju) atau bagian dari tubuh, mengikuti perintah atau aba-aba, atau

mengulang ungkapan.

3. Pemeriksaan apraksia

Meminta penderita untuk melakukan gerakan tertentu, misalnya

memperlihatkan bagaimana cara menggosok gigi.

4. Pemeriksaan daya abstraksi

Menyuruh penderita untuk menghitung sampai sepuluh, menyebut seluruh

alphabet, menulis huruf m dan n secara bergantian.

5. Mini Mental State Examination

6. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi

Pemeriksaan laboratorium didasarkan atas hasil anamnesis dan pemeriksaan

fisik.

Pemeriksaan radiologi dapat membantu dalam penyusunan diagnosis banding.

CT Scan atau MRI mungkin memperlihatkan atrofi otak, lesi otak fokal

(stroke, tumor, hematom subdural), hidrosefalus, atau iskemia otak

periventrikuler. Pemeriksaan fungsional imaging, misalnya PET (positron

emition tomografi) tidak dikerjakan secara rutin, namun dapat membantu

informasi untuk diagnosis banding kasus-kasus yang tidak memperlihatkan

adanya kelainan pada CT Scan atau MRI, misalnya perubahan di lobus

55

parietal pada penyakit Alzeimer atau perubahan di lobus frontal pada

degenerasi lobus frontalis.

Pengobatan Demensia

1. Cholinergic enhancing agent

Pemberian ini menunjukkan keberhasilan pada demensia Alzeimer. Hal ini

disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia Alzeimer tidak semata-mata

disebabkan oleh defisiensi kolinergik, tetapi defisiensi neurotransmitter

lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata

bersifat kompleks.

2. Choline dan lecithin

Deficit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzeimer dan

hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti

untuk mengarahakan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian

precursor, choline dan lecithin merupakan salah satu pilihan dan member hasil

lumayan, namun tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan cholin ada

sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lesitin

hasilnya cenderung negative.

3. Neuropeptida, vasopressin, dan ACTH

Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantic yang berkaitan dengan

informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko organic, pemberian

ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.

4. Notropic agent

Memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskuler dan

meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku,

aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi.

5. Dihydropiridin

Pada lansia dengan perubahan mikrovaskuler dan neuronal. Memelihara sel-

sel endothelial / kondisi mikrovaskuler tanpa dampak hipotensif, dengan

56

demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternative untuk lansia yang

mengidap hipertensi esensial.

Membantu penderita demensia dan keluarganya:

1. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap

memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding

dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita

tetap memiliki orientasi.

2. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa

membantu mencegah terjadinya kecelakaan pada penderita yang senang

berjalan-jalan.

3. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin,

bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.

4. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan

memperburuk keadaan.

5. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan

perawatan, akan sangat membantu.

Pencegahan Demensia

1. Jagalah agar pikiran aktif. Kegiatan merangsang secara mental dapat

meningkatkan kemampuan untuk menangani atau mengkompensasi perubahan

yang berhubungan dengan demensia. Ini mencakup hal-hal seperti teka-teki dan

permainan kata, belajar bahasa, bermain alat musik, membaca, menulis, melukis

atau menggambar. Tidak hanya kegiatan ini dapat menunda mulainya dementia,

tetapi juga dapat membantu menurunkan efek - semakin sering aktivitas, semakin

memberi efek menguntungkan.

2. Jadilah aktif secara fisik dan sosial. Fisik dan kegiatan sosial dapat menunda

mulainya dementia dan juga mengurangi gejala. Semakin sering aktivitas,

semakin signifikan efeknya. Contoh aktivitas fisik berjalan kaki, berenang dan

57

menari. Kegiatan sosial meliputi perjalanan, menonton teater dan pameran seni,

dan bermain kartu atau permainan.

3. Turunkan kadar homosistein. Penelitian awal menunjukkan bahwa tiga dosis

tinggi vitamin B - asam folat, B-6 dan B-12 - membantu menurunkan kadar

homosistein dan berguna untuk memperlambat perkembangan penyakit

Alzheimer.

4. Turunkan kadar kolesterol. Endapan yang terjadi dalam otak orang-orang dengan

kolesterol tinggi merupakan salah satu penyebab demensia vaskular. Jadi,

menurunkan kadar kolesterol dapat membantu mencegah kondisi ini. Statin obat-

obatan, yang membantu menurunkan kadar kolesterol, juga dapat membantu

menurunkan risiko berkembangnya demensia.

5. Kendalikan diabetes. Mengontrol diabetes dapat mengurangi resiko terkena

penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.

6. Menurunkan tekanan darah. Menjaga tekanan darah pada tingkat normal dapat

secara signifikan mengurangi risiko penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.

7. Pendidikan. Orang-orang yang telah menghabiskan lebih banyak waktu di

pendidikan formal tampaknya memiliki insiden lebih rendah dari penurunan

mental, bahkan ketika mereka memiliki kelainan otak. Para peneliti berpendapat

bahwa pendidikan dapat membantu Anda mengembangkan jaringan sel saraf otak

yang kuat yang mengkompensasi kerusakan sel saraf yang disebabkan oleh

penyakit Alzheimer.

8. Pertahankan pola makan yang sehat. Diet yang sehat adalah penting karena

berbagai alasan, tetapi studi menunjukkan bahwa makanan yang kaya buah-

buahan, sayuran dan omega-3 asam lemak, umumnya ditemukan di ikan dan

kacang-kacangan tertentu, dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan

resiko terkena demensia.

9. Vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk influenza, tetanus, difteri dan

polio tampaknya secara signifikan mengurangi risiko penyakit Alzheimer, jadi

tetap jalani vaksinasi dapat memiliki efek perlindungan terhadap berkembangnya

demensia.

58

EVALUASI NEUROPSIKOLOGIS

Fungsi kognitif yang terdistribusi dan terlokalisasi dapat dinilai secara klinis

dengan menggunakan berbagai komponen pemeriksaan. Selain itu terdapat tes mental

standar seperti pemeriksaan mental mini / mini mental state examination (MMSE).

Domain Nilai maksimum

Orientasi :

- Tahun, bulan, hari, tanggal, musim

- Negara, provinsi, kota, nama rumah

sakit, nama ruang rawat.

5

5

Registrasi :

- Pemeriksa menyebutkan 3 kata/

benda dan minta pasien mengulangi

kata-kata tadi (kemudian

mengulangi lagi sebanyak 3 kali).

3

Atensi :

7 serial : hentikan setelah 5 jawaban, 1 poin

untuk setiap jawaban yang benar; alternative

lain minta pasien untuk menyebut huruf yang

membentuk kata DUNIA, dari belakang ke

depan.

5

Mengingat kembali :

- Pasien diminta untuk mengulang

kembali 3 kata yang telah

disebutkan sebelumnya.

3

Bahasa :

- Pasien diminta untuk menyebutkan

2

59

merek pulpen dan merek jam.

- Pasien diminta untuk mengulang “

jika tidak, dan atau tetapi”

- Berikan perintah 3 tahap. Nilai 1

untuk setiap tahap (misalnya :

ambil kertas ini dengan tangan

kanan, lipat jadi dua, dan letakkan

di atas meja).

- Pasien diminta untuk membaca dan

mematuhi suatu perintah yang

ditulis pada selembar kertas yang

menyatakan “tutup mata”

- Pasien diminta untuk menulis

sebuah kalimat – beri nilai bila

kalimat mamsuk akal, dan

mengandung subjek dari kata kerja.

1

3

1

1

Meniru :

- Pasien diminta untuk meniru

gambar pentagon yang saling

berpotongan.

1

TOTAL 30

Skor di bawah 24/30 pada tes ini mengindikasikan demensia. Akan tetapi,

keseluruhan nilai tes ini tidak sensitive pada tahap awal demensia, teutama jika

kemampuan intelektual premorbid cukup tinggi, dan pada deficit kognitif

sirkumskrip, terutama yang melibatkan fungsi hemisfer non dominan dan lobus

frontal. Oleh karena itu, banyak pasien dengan deficit kognitif membutuhkan evaluasi

psikometrik yang lebih detail oleh neuropsikologi.

60

KESIMPULAN

1. Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk

proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan.

2. Fungsi otak yang lebih tinggi dapat disubklasifikasi menjadi : Fungsi yang

terdistribusi serta fungsi terlokalisasi.

3. Fungsi yang terdistribusi antara lain mencangkup : Atensi dan konsentrasi,

Memori, Fungsi eksekutif yang lebih tinggi, Konduksi social dan kepribadian.

4. Fungsi yang terlokalisasi tergantung dari struktur dan fungsi normal dari suatu

area tertentu pada satu hemisfer serebri. Terdiri dari fungi hemisfer dominan

(bahasa dan praksis), serta fungsi hemisfer non dominan (pengabaian,

apraksia berpakaian, apraksia konstruksional, agnosia).

5. Demensia ialah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan

kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun

bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara

mendadak atau sedikit demi sedikit pada tiap orang dari semua golongan usia.

6. Fungsi kognitif yang terdistribusi dan terlokalisasi dapat dinilai secara klinis

dengan menggunakan tes mental standar seperti pemeriksaan mental mini /

mini mental state examination (MMSE).

61

DAFTAR PUSTAKA

1. Duus, Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi. Jakarta : EGC.

2. Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes : Neurologi. Jakarta : Erlangga.

3. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gajah Mada University

Press.

4. Lumbantobing. 2008. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :

Balai Penerbit FK-UI.

5. Marjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :

Dian Rakyat.

6. Sidharta, Priguna. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta : Dian

Rakyat.

7. Sidharta, Priguna. 1999. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian

Rakyat.

8. Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik. Jakarta : EGC.