917-978-1-pb

9
Artikel Penelitun Identifikasi Faktor Risiko Tirberkulosis Multidrug Resistant (TB-MDR) Dedi Nofizar, Arifin Nawas, Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan llmu Kedoheran Respirasi, Fakultas Kedoheran Universitas Indonesia, Jakarta Abstrak: Berbagai penelitian telah diupayakan untuk Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB- MDR) memahami walaupun epidemi yang terjadi relatif masih baru. Lebih dari 500 000 kasus TB-MDR telah diidenffikasi di seluruh dunia. Faktor risiko terjadinya TB-MDR antara lain faktor doher pasien, obqt, dan program nasional TB diduga berperan dalam keberhasilan maupun kegagalan terapi TB. Identffiknsi faktor risiko timbulnya TB-MDR diharapkan dapat membantu penyusunan strategi untuk mengatasi epidemi TB-MDR. Penelitian ini dilakukan secqre retrospektifmenggunakan rekam medik serta pengisian kuesioner pada 50 pasien TB- MDR yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Persahqbatan selqma Agustus 2009-Agustus 2010. Pengisian kuesioner dilakukan pada September-Ohober 2010. Didapatknn 92o% pasien TB-MDR telah memiliki riwayat pengobatan TB lebih dari satu kali sebelumnya. Sebagian besar kasus merupakan kasus kronik/gagal pengobatan kategori dua. Lebih dari separuh pasien tidak mendapatkan pengobatan TB secqra benar walaupun telah memiliki komunikasi yang baik, informasi, dan edukasi tentang TB dari doher mereka. Pasien TB sangat membutuhkan edukasi secara dini tentang pengobatannya serta faktor-faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan/kegagalan terapi. Data menunjukkan bahwa pelaksanaan program nasional TB yang baik dan penggunaan obat secara efisien dapat menunda dan mengatasi epidemi TB- MDR. Kuta kunci: TB-MDR, faktor risiko Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

Upload: fachrizal

Post on 25-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asa

TRANSCRIPT

  • Artikel Penelitun

    Identifikasi Faktor Risiko TirberkulosisMultidrug Resistant (TB-MDR)

    Dedi Nofizar, Arifin Nawas, Erlina Burhan

    Departemen Pulmonologi dan llmu Kedoheran Respirasi,Fakultas Kedoheran Universitas Indonesia, Jakarta

    Abstrak: Berbagai penelitian telah diupayakan untuk Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB-MDR) memahami walaupun epidemi yang terjadi relatif masih baru. Lebih dari 500 000 kasusTB-MDR telah diidenffikasi di seluruh dunia. Faktor risiko terjadinya TB-MDR antara lainfaktor doher pasien, obqt, dan program nasional TB diduga berperan dalam keberhasilanmaupun kegagalan terapi TB. Identffiknsi faktor risiko timbulnya TB-MDR diharapkan dapatmembantu penyusunan strategi untuk mengatasi epidemi TB-MDR. Penelitian ini dilakukansecqre retrospektifmenggunakan rekam medik serta pengisian kuesioner pada 50 pasien TB-MDR yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Persahqbatan selqma Agustus 2009-Agustus2010. Pengisian kuesioner dilakukan pada September-Ohober 2010. Didapatknn 92o% pasienTB-MDR telah memiliki riwayat pengobatan TB lebih dari satu kali sebelumnya. Sebagianbesar kasus merupakan kasus kronik/gagal pengobatan kategori dua. Lebih dari separuhpasien tidak mendapatkan pengobatan TB secqra benar walaupun telah memiliki komunikasiyang baik, informasi, dan edukasi tentang TB dari doher mereka. Pasien TB sangat membutuhkanedukasi secara dini tentang pengobatannya serta faktor-faktor yang akan mempengaruhikeberhasilan/kegagalan terapi. Data menunjukkan bahwa pelaksanaan program nasional TByang baik dan penggunaan obat secara efisien dapat menunda dan mengatasi epidemi TB-MDR.Kuta kunci: TB-MDR, faktor risiko

    Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

  • Identifikasi Falctor Risika Tuberkulosis

    Identification of Risk Factors in Multidrug Resistant Tuberculosis

    Dedi Nofizar, Arifin Nawas, Erlina Burhan

    Department of Pulmonology and Respiratory Medicine,Faculty of Medicine University of Indonesia.

    Abstract: Although the multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) epidemic is a very recentproblem, many studies have attempted to understand it. There are approximately 500 000 MDR-TB cases worldwide. Many risk factors such as physician, patient, drugs, and national TBprogrammes contributes to previous history of TB treatment. Identification of the riskfactors mayhelp thefuture strategies to decrease the MDR-TB epidemic. Retrospective studywas conductedusingmedicalrecord and questionnairefor 50 MDR-TB patient of Persahabatan Hospital treatedfor MDR-TB during Agustus 2009 to Agustus 2010. Questionnaires were given in September toOctober 2010. This studyfound that 92% of MDR-TB patients have history ofprevious treatmentmore than once. The majority ofcases were chronic case/failure treatment ofsecond categories.More than half patient did not get the proper TB treatment eventhough they had good communi-cation, information, and education about TB from the physician. Early and more education ofassociatedfactors especially compliance is important to patient and recent data have suggestedthat national TB programmes that use existing drugs fficiently can postpone and even reverse theMDR-TB epidemicKqtwords : MDR-TB, riskfactors

    PendahuluanLebih dari beberapa dekade, tuberkulosrs (TB) menjadi

    perhatian utama masalah kesehatan global dan mempakanpenyebab tertinggi untuk kasus kematian karena penyakitinfeksi yang bisa disembuhkan.Data World Health Organi-zation (WHO) menunjukkan sepertiga penduduk dunia telahterinfeksi TB. Sekitar 8 juta orang yang terinfeksi setiaptahunnya mengalami kematian lebih dari 2 juta orang setiaptahun.l'2 Diperkirakan saat ini terdapat 500 000 kasts multi-drug-resistant tuberculosis (TB-MDR) yaitukuman TB yangresisten sekurangnya terhadap rifampisin dan isoniazid(INH). Hal ini menjadikannya sebagai kasus kegawatan glo-bal pada tahun 2006.13Pada tahun 2008 diperkirakan terdapat390 000-5 10 000 kasus TB-MDR di seluruh dunia. Dari semuainsidens TB, sekitar 3,60/omenjadi TB-MDR. Hampir 50%kasus TB-MDR di seluruh dunia terjadi di Cina dan India.Diperkirakan TB-MDR ini menyebabkan 150 000 angkakematian pada tahun 2008.4

    Resistensi obat antituberkulosis (OAT) sangat erathubungannya dengan riwayat pengobatan sebelumnya.Pasien yang pernah diobati sebelumnya mempunyaikemungkinan resisten 4 kali lebih tinggi dan untuk TB-MDRlebih 10 kali lebih tinggi daripada pasien yang belum pernahmenjalani pengobatan.s Harus diakui bahwa pengobatanterhadap tuberkulosis dengan resistensi ganda ini amat sulitdan memerlukan waktu yang lama bahkan sampai 24 bulan.

    s38

    Hasil pengobatan terhadap resistensi ganda tuberkulosis inijuga kurang mengembirakan.6 Faktor ketidakpatuhan pasienTB dalam pengobatan diyakini menj adi faktor utama bersamafaktor pengobatan tidak adekuat yang menjadi penyebabterjadinya TB-MDR pada pasien tersebut. Hal inilah yangakan diidentifikasi dalam penelitian ini. Perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien TB yangkemudian menjadi TB-MDR agar penanganan kasus TBmenjadi lebih komprehensif dan tidak berlanjut menjadi kasusTB-MDR. Upaya preventif dalam menekan angka TB-MDRsudah selayaknya ditingkatkan di seluruh unit pelayanankesehatan di Indonesia.

    MetodePenelitian ini merupakan suatu survei retrospektifdengan

    menggunakan kuesioner yang dirancang untuk mencarifaktor-faktor yang berperan dalam proses pengobatan TBparu pada kasus-kasus yang berkembang menj adi TB-MDR.Penelitian dilakukan di poliklinik Paru Rumah Sakit Persa-habatan JakartalBagian Pulmonologi dan Ilmu KedokteranRespirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mulaiSeptember sampai Oktober 20 1 0.

    Populasi terjangkau adalah 50 pasien TB-MDR yangterdata di poliklinik paru khusus TB-MDR Rumah SakitPersahabatan dari bulanAgustus 2009 sampai Agustus 2010yang ikut dalam program DOTS plus dan sedang menjalani

    Maj Kedokt fndon, Volum: 60, Nomor: l2o Desember 2010

  • Identifikasi Faktor Risiko Tuberkulosis

    program pengobatan di Rumah Sakit Persahabatan. ProgramDOTS plus awalnya direncanakan untuk 50 orang pasien.Semua populasi terjangkau dimasukkan sebagai sampelpenelitian. Setiap subjek dimintai kesediaannya untukmengikuti penelitian dan menandatangan i formulir informe dconsent.

    Data dasar pasien diambil dari rekam medik. Kriteriasuspek TB-MDR diidentifikasi berdasarkan data rekam medikkemudian dilakukan anamnesis ulang pada pasien TB-MDRdengan cara melakukan wawancara langsung tentang riwayatpengobatannya serta faktor yang berpengaruh dalam riwayatpengobatan (menggunakan kuesioner yang terstmktur). Datayang didapat serta data sosiodemografik dicatat dandianalisis menggunakan SPSS I 6. Data daTamlatar belakangakan dianalisis secara deskriptif. Data kategorikal akandijelaskan menggunakan tabel frekuensi dan grafik. Data/numerik akan dijelaskan nilai tengah dan sebarannyatergantung sebaran dari variabel tersebut. Apabila sebarannormal akan dijelaskan rata-rata dan standar deviasinya,sedangkan sebaran tidak normal akan dijelaskan median dankisarannya (minimum-maksimum). Penelitian ini tidakmenggunakan sampel yang bukan TB-MDR sebagaipembanding.

    HasilPenelitian retrospektifini dilakukan pada bulan Sep-

    tember sampai Oktober 2010 dengan melihat data sekunderberupa rekam medis dan data dasar pasien TB-MDR serta

    Tabel 1. Karakteristik Pasien TB MDR

    Karakteristik

    melakukan wawancara menggunakan kuesioner terstrukfurpada seluruh pasien TB-MDR yang sedang menjalani pro-gram pengobatan berdasarkan program DOTS-Plus sejakbulanAgustus 2009 sampai bulanAgustus 2010. Pasien yangsudah drop-out tidak diikutkan sebagai sampel penelitian.Pengambilan sampel berdasarkan urutan mulai terapi OALKarakteristik pasien TB-MDR seperti terlihat pada tabel 1.

    Asal Rujukan dan Kriteri.e SuspekPasien TB-MDR berasal dari rujukan yang berbeda-beda

    seperti puskesmas 8 orang (l6Vo),rumah sakit pemerintah 30orang, rumah sakit swasta 8 orang, dokter praktek swasta(DPS) 2 oraag, klinik pengobatan 2 orang, seperti yang terlihatpada tabel 3. Distribusi kriteria suspek yang paling banyakadalah kriteri a pertama y aitu kasus kronik/gagal pengobatankategori 2 sebanyak 18 orang (36%), diihlti kriteria ketiga(pasien TB yang pernah diobati termasuk oat TB-MDRmisalnya flourokuinolon dan kanamisin sebanyak 9 orang.Kriteria ketujuh (pengobatan setelah lalai kategori I atau2) 8pasien. Kriteria keempat (gagal pengobatan kategori I) 5 or-ang. Kriteria keenam (kasus kambuh) 3 orang. Kriteria kelima(pasien dengan hasil dahak masuh tetap positif setelah sisipanpada pengobatan kategori I) 2 orang. Kriteria lainnya masing-masing 1 pasien seperti yang terlihat pada gambar 1.

    e l${{*kl$agslkfrl2

    lfli'Ss$lE+r$ft$hhi*dJ #ri2rlgi*$Ht*at t

    rk4s#t{nr{Sdls pffiigNsffi$isi$@}*at"t

    r Fssi*f stf : $isipfrn *Fta

    s srsF"Nftdgkw{H{flffiisrTShffiR

    Gambar 1. Sebaran Pasien TB-MDR Berdasarkan KriteriaKasus

    Riwuyat Pengobatun TBSekitar 90% pasien TB-MDR mempunyai riwayat

    pengobatan TB sebelumnya sebanyak lebih dari I kali. Riwayatpengobatan terbanyak yaitu 6 kali hanya pada I orang pasien.Jumlah pasien terbanyak dengan iwayat 2 kali pengobatansebesar 32% dllkufi iwayal pengobatan 3 kali dan 4 kalipengobatan TB sebelumnya. Pasien yang mengakui hanyamempunyai riwayat pengobatan I kali sebanyak 4 orang (8%)seperti yang terlihat pada gambar 2.

    Polu resistensi OAT pasien TB-MDRPola resistensi yang didapatkan pada penelitian ini,

    resisten rifampisin dan isoniazid 12 pasien, resisten rifampisin,

    o/

    Jenis kelaminLaki-lakiPerempuan

    Umur14-24 tahun25,3435-4445-5455-62

    PendidikanSDSMPSMAD.IIIs-1

    PekerjaanSwastaIbu rumah tanggaBuruhPegawai negri sipil (PNS)Pensiunan PNSPelajarPengangguran

    Penghasilan keluargaRp 2 000 000,-

    3218

    91515

    65

    137

    24

    1830301210

    6436

    1697222

    13

    3686

    26l448

    412

    3218t4

    444

    26

    72l6l2

    Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

  • Identifikasi F aktor Risiko Tuberkulosis

    t*46

    tfffi

    *

    Gambar 2. Riwayat Pengobatan TB Sebelumnya

    isoniazid dan etambutol 9, resisten rifampisin, isoniazid danstreptomisin 160/o dan yang paling banyak adalah resistenrifampisin, isoniazid, etambutol dan streptomi sirt 42oh sepertiterlihat pada gambar 3.

    I{q

    Fala reiistlhsi

    Gambar 3. Pola Resistensi OAT Pasien TB-MDR

    Faktorpasien .Tabel 2 memperlihatkan sebaran pasien TB-MDR

    berdasarkan faktor risiko pada pasien. Sebanyak 27 otangpasien (54%) memiliki pengawas minum obat (PMO)sedangkan sisanya tidak. Dukungan keluarga diakui oleh44pasien, 6 orang pasien mengatakan tidak mendapatkandukungan keluarga dalam riwayat pengobatan TB sebe-lumnya. Pasienyang kontrol teratur 42 orang(84%),8 orangmengaku tidak kontrol teratur. Sebanyak 92o/o pasienmengatakan tidak mempunyai masalah dalam biayapengobatan. Lebih7 0% pasien tidak mengalami efek sampingOAI saat menjalani pengobatan TB sebelumnya. Terdapatpasien yang mempunyai komorbid diabetes melitus (DM)sebanyak 5 orang (10%) dan pada penelitian ini tidakditanyakan komorbid lainnya. Pasien yang memiliki kontakserumah 1 5 orang (30o/o) retapi tidak diketahui apakah kontak

    s40

    serumah ini juga merupakan pasien TB-MDR. Sebanyak 62%pasien mengatakan tidak pernah mangkir dari pengobatanTB.

    Tabel 2. Sebaran Pasien TB-MDR Berdasarkan Faktor Pasien

    Ya oh Tidak o/o

    PMODukungan keluargaKontrol teraturMasalah biayaEfek sampingKomorbid (DM)Kontak serumahMangkir

    2'7 54 23 46448861242 84 8 16484692

    14 28 46 '725 10 4s 90

    15 30 35 7019 38 31 62

    FaktorDokterPada penelitian ini pasien ditanyakan tentang peran

    dokter dalam pengobatan TB dalam hal menjalin komtrnikasi,pemberian informasi dan edukasi tentangpenyakit TB kepadapasien. Lebih dari 90%o pasien mengatakan telah mendapatkankomunikasi, informasi dan edukasi tentang TB dari dokter/petugas medis pada saat pengobatan TB sebelumnya. Doktermenjelaskan tentang TB, lama terapi yang harus dijalani danbisa disembuhkannya penyakit TB sehingga menambahmotivasi pasien untuk berobat. Informasi tentang kemung-kinan untuk terjadinya TB-MDR pada kasus-kasuspengobatan TB yang tidak teratur tidak pernah disampaikanoleh dokter/tenaga medis, hal ini diakui oleh 98% pasien danhanya 1 orang pasien yang mengatakan pemah mendengarhal tersebut. Faktor dokter yang berhubungan dengan riwayatpengobatan seperti terlihat pada tabel 3.

    Riwayat pengobatan TB pertama kali pada pasienpenelitian sangat bervariasi dariyangminum OAI pertamakali hanya 1 bulan sampai adayangminum OAI selama 36bulan. Pasien yang menjalani pengobatan kurang dari standarpengobatan TB (6 bulan) sebanyak 20 orang (40Vo) dan yangmenjalani pengobatan sampai 6 bulan hany a 44o/o. Terdapatmasing-masing I orang pasien yang menjalani terapi sampai24 bulan dan 36 bulan serta 3 orang yang menjalani terapiselama 12 bulan seperti yang terlihat pada tabel 4. Jenis OAIyang diminum pada pengobatan pefiama, 35 orang pasien(70%) mengatakan meminum 4 jenis OAI sesuai standarpaduan OAT minimal 4 jenis rejimen OAT yang harusdiberikan. Sisanya mengatakan pernah minum 3 jenis OAI

    Tabel 3. Faktor Dokter yang Berhubungan dengan RiwayatPengobatan

    Ya Vo Tidak '/'KIE TBKIE lama terapiKIR TB-MDRKIE TB sembuh

    46 9247 94t2

    48 96

    4836

    49 9824

    Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

  • Identifikasi Faktor Risiko Tuberkulosis

    dan masing-masing sebanyak I orang pernah hanya minum1 ,2 dan 5 jenis OAL Pada penelitian ini juga terdapat 5 orangpasien mengaku tidak ingat berapa jenis OAI yang pernahdiminumnya.

    FaktorObatTempat mendapatkan OAT ditanyakan pada pasien

    penelitian dengan maksud untuk melihat OAI yang diminumoleh pasien merupakan jenis OAI yang sesuai standard.Pasien mendapatkan OAI yang berasal dari program TB dipus-kesmas dan rumah sakit sebanyak 44% dan menebusresep OAI di apotik sebanyak 42%o. Sisanya mendapatkanlangsung di praktek dokter atau klinik, seperti yang terlihatpada tabel 5. Pasien pada penelitian ini diminta juga untukmenyebutkan jenis OAI yang diminumnya walaupun sangatdipengaruhi oleh recall bias. Sebanyak I 7 orang pasien tidakdapat menyebutkan jenis OAI yang diminumnya dan sisanyadapat menyebutkan beberapa jenis OAT yang diminumnya,RHZE sebanyak 23 orang (46%), RHE sebanyak 5 orang(10%), 1 orang pasien (2o/o) menyebutkan HSPAS, I orangpasien (2o/o) menyebutkan RE, I orang pasien (2Yo)menyebutkan RIIZ, I orang pasien (2o/o) menyebutkan HEZdan I orang p asien (2Yo) menyebutkan RHES. Terdapat pulapasien yang mengakui pemah mengkonsumsi OAI bebassebanyak 5 orang (10%) dengan alasan bilapun pergi kedokter akan mendapatkan obat yang sama.

    Tabel 4. Lama Pengobatan pada Terapi TB yang pertama

    Jumlah bulan

    secara kontinyu, pelacakan kasus-kasus drop-out. Sebanyak41 orang pasien (82%) tempat tinggalnya tidak jauh denganfasilitas kesehatan pemerintah. Namun hanya 33 orang pasien(66%)yangberobat TB pertama kali di tempat tersebut dan1 7 orang pasie n (34%) tidakberobat TB pertama kali di tempattersebut tetapi pada penelitian ini tidak ditanyakan alasanmengapa tidak berobat pertama kali di tempat tersebut.Ketersediaan OAT pada tempat berobat pertamakal|46 or-ang pasien (92oh)mengatakan OAT selalu tersedia di tempattersebut. Pada pasien-pasien yang mangkir saat pengobatanTB, 3 pasien (15,7 o/o) pemahdilacaVdikunjungi oleh petugaspuskesmas/rumah sakit tempat pasien berobat, 16 orangpasien (84,2o/o) yang mangkir tidak pernah dilacak/dikunjungioleh petugas puskesmas/rumah sakit tempat pasien berobat,seperti yang terlihat pada tabel 6. Pasien yang pernahdikunjungi oleh petugas puskesmas/rumah sakit saat mangkirberobat, 2 pasien (66,6%) mau untuk melanjutkan progmmpengobatan yang terputus dan 1 orang pasien (33,3Yo)tetaptidak mau melanjutkan pengobatan TB-nya.

    Tabel 6. Faktor Program dan Sistem Kesehatan

    Tidak o/oYaDekat dengan fasilitas kesehatanTempat berobat pertamaKetersediaan OATPelacakan

    4t 82 9 1833 66 17 344692483 15,7 16 84,2

    I bulan2 bulan3 bulan4 bulan5 bulan6 bulan8 bulan9 bulan12 bulan24 btlan36 bulan

    Faktor Program dan Sistem KesehatunFaktor program kesehatan dan sistem kesehatan yang

    didapatkan dari penelitian ini adalah jarak dari rumah pasiendengan fasilitas kesehatan pemerintah terdekat, programpengobatan TB pada tempat tersebut, ketersediaan obat

    Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

    DiskusiSampel penelitian adalah pasien yang sudah terdiag-

    nosis TB-MDR berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriummikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Semua pasien yang ikut dalam program pengobatan TB-MDRdi Rumah Sakit Persahabatan sejak bulan Agustus 2009sampai dengan bulan Agustus 2010. Program DOTS plusawalnya direncanakan untuk 50 pasien TB-MDR. Wawancaradengan menggunakan kuesioner penelitian dilakukanterhadap 50 pasien yang masih menjalani pengobatanberdasarkan urutan awal mulai terapi. Tempat wawanaaradilakukanpada 4 tempat dimanapasien minum obat yaitu RSPersahabatan, Puskesmas Lubang Buaya KecamatanCipayung Jakarta Timur, Puskesmas Kecamatan CiracasJakarta Timur dan Puskesmas Kampung Tengah KecamatanKramat Jati Jakarta Timur.

    Karakteristik SubjekSebaran penderita TB-MDR berdasarkan jenis kelamin

    pada penelitian ini terdiri dari laki-laki 32 orang (64%) danperempuan l8 orang (36%). Penelitian Granich et al.2smendapatkan lah.r-lak:t 241 orang (59%) sedangkan perempuan166 orang (4l%).Iseman et a1.26 memperoleh rasio laki-lakidibandingkan perempuan 7 loh: 29%o.Penelitian Ye Wai27 danTsukamura28 juga mendapatkan laki-laki lebih banyakdibandingkan perempuan, berturut-turut 7 2o/o: 28% dart 63Yo:

    4J'7

    24

    221

    231

    1

    86

    1448

    4424622

    Tabel 5. Tempat mendapat OAT

    Tempat mendapat OAT t/t

    Program TB di RSProgram TB di PuskesmasMenebus di apotikDapat langsung di praktik dokter atau klinik

    51721

    7

    101442I4

  • Identifikasi Fahor Risiko Tuberkulosis

    3lYo.Terdapat 1 penelitian berbeda dari Taiwan yang dila-kukan oleh Jen Suo et al.2e yang mendapatkan perempuanlebih banyak menderita TB-MDR dibandingkan dengan laki-laki l1 $a%): 7 (36%). Perempuan lebih sering terlambatdatang ke fasilitas kesehatan karena berhubungan denganrasa malu yang lebih dirasakan perempuan dibanding laki-laki dan mereka khawatir akan dikucilkan dari keluarga danlingkungan akibat penyakitnya. t t

    WHO melaporkan prevalensi TB paru 2,3 kali lebihbanyak pada laki-laki dibanding perempuan terutama padanegara yang sedang berkembang karena laki-laki dewasalebih sering melakukan aktivitas sosial.dil-tipd-i30 Holmes e/a1.30 melaporkan perbandingan prevalensi TB paru antaralaki-laki dan perempuan sama hingga umur remaja tetapisetelah remaja prevalensi laki-laki lebih tinggi dari perempuan.Hal ini diduga karena hingga umur remaja kontakhanya terjadipada lingkun ganyanglebih kecil tetapi setelah dewasa laki-laki banyak kontak dengan lingkungan yang lebih besar diluar rumah dibandingkan dengan perempuan di sampingfaktor biologi, sosial budaya termasuk stigma TB.

    Pasien termuda pada penelitian ini berumur 14 tahundan yang tertua berumur 62 tahurt, rerata umur 36,46 dansimpang baku I 1,89 dengan sebaran terbanyak pada rentangumtx 25-44 tahrn Penelitian oleh Rieder el a/.3r mendapatkanusia produktif 25 sampai 44 tahun. Begitu pula denganpenelitian Hadiarto et a1.32 yang mendapatkan rerata umur37,8 tuhutr dan juga mendapatkan kelompok usia produktifyang terbanyak menderita TB-MDR.

    Pekerjaan pasien berdasarkan urutan yang terbanyaksampai yang sedikit, swasta,pengangguran, ibu rumahtangga,buruh, PNS dan pensiunan PNS serta pelajar- Hal inisama dengan penelitian Munir et a1.23 yang mendapatkanpekerjaan terbanyak pada sektor swasta 35,6oh dan dalampenelitian ini tidak diperinci tentangjenis peke{aan di sektorswasta. Bila hal ini dikaitkan dengan penghasilan keluargaperbulan (7 2o/o mengatakan penghasilan keluarga perbulankurangdari l jutarupiah, 16%penghasilan l juta sld2 jularypiah dan hanya l2o/e ya\g beryenghasilan>2 juta) makapekerjaan di sektor swasta sepertinya tidak berarti memilikipenghasilan yang lebih baik. Frieden et ql.dikttipda'i33menyatakan bahwa pasien dengan status sosial/pendapatanatau pendidikan rendah temyata tidak memiliki hubunganbermakna dengan terjadinya kejadian TB-MDR.

    Pendidikan pasien TB-MDR dari yang tertinggi S1sampai yang terendah SD, 4 orang pasien S 1, 2 orang pasienD-III, 24 orang pasien SMA/sederaj at, 7 orang pasien SMP/sederajat dan SD/sederajat sebanyak 13 orang pasien. Halini menunjukkan tingkat pendidikan terbanyak pada tingkatSMA/sederajat yang diikuti tingkat SD/sederajat. Belum bisadisimpulkan bahwa tingkat pendidikan rendah cenderungmenjadi risiko untuk te{adinya TB-MDR.

    Asal rujukan, kriteria suspek dan riwayat pengobatanPasien TB-MDR pada penelitian ini paling banyak di

    542

    rujuk oleh rumah sakit pemerintah diikuti oleh rumah sakitswasta dan puskesmas, serta klinik swasta maupun dokterpraktek swasta. Rujukan terbanyak dari RS Persahabatanmaksudnya adalah rujukan yang dibuat oleh dokter poli paruRS Persahabatan yang ditujukan kepada poli MDR RSPersahabatan. Seperti telah ditetapkan oleh DepartemenKesehatan bahwa RS Persahabatan dijadikan sebagai pusatrujukan nasional untuk kasus-kasus penyakit paru. Namunpasien penelitian yang pernah menjalani program pengobatanTB sebelumnya di RS Persahabatan hanya 2 orang pasienyang lainnya di luar RS Persahabatan. PenelitianMwit eta1.23 juga mendapatkan rumah sakit pemerintah yangterbanyak merujuk kasus-kasus TB-MDR ini. Suspek TB-MDR ada 8 kriteria walaupun seorang suspek bisa sajamemiliki 2 atau lebih kriteria. Kriteria suspek yang terbanyakadalah kasus kronik/gagal pengobatan kategori 2, diikutikasus riwayat pengobatan flourokuinolon dan kanamisin.Kasus berikutnya gagal pengobatan kategori 1 . Dari 8 kriteria,7 di antaranya ditemukan pada penelitian ini namun hanyakriteria ke- 8 (suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekatdengan pasien TB-MDR terkonfirmasi, termasuk petugaskesehatan yang berhrgas di bangsal TB-MDR) yang tidakditemukan pada penelitian ini. Berbeda dengan penelitianMunir yang mendapatkan kasus kambuh sebagai kasusterbanyak menjadi TB-MDR. Secara teori faktor risikoterjadinya TB-MDR terjadi pada tipe kasus gagal terapi.3aSebany ak 92o/o pasien TB-MDR memiliki riwayat pengobatanlebih dari 1 kali, hanya 4 orang pasien yang mengatakanmemiliki riwayat pengobatan TB 1 kali, bahkan adayangriwayat pengobatan TB sampai 6 kali. Hal ini tentu menjadifaktor risiko untuk terjadinya resistensi OAT. Meskipunpenelitian ini tidak dapat melihat status rekam medik pasiensaat pengobatan TB sebelumnya untuk validasi keteranganyang diberikan oleh pasien saat wawancara karena pasienberasal dari berbagai daerah dan dari luar RS Persahabatan.Hal ini merupakan keterbatasan penelitian.

    Fuktor PasienFaktor pasien yang ditemukan dalam penelitian ini

    meliputi ada atat tidaknya PMO dan dukungan keluarga,riwayat kontrol teratur, masalah pembiayaan pengobatan, efeksamping OAI, komorbid (DM), kontak serumah danriwayatmangkir (putus obat). Pengawas minum obat dimiliki oleh 30pasien dan 28 pasien mengatakan tidak memiliki PMO. Lebih80% mengatakan dukungan keluarga dalam riwayat pengo-batan TB sebelumnya namun juga terdapat 6 pasien yangtidak mendapatkan dukungan keluarga. Hal ini sama denganpenelitian Solarte et q1.35 yang mendapatkan dukungankeltarga 90o/o. Tefiapat 7 3Yopasien yang mengatakan kontrolteratu padaiwayatpertama pengobatan TB dan I I pasienmengakui bahwa mereka tidak pernah kontrol teratur padasaat pertama pengobatan TB. Biaya saat pengobatan TBtidak menjadi masalah bagi84,4Yo pasien hanya 6%o pasienyang mengatakan ada masalah biaya saat pengobatan TB

    Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

  • Identifikasi Faktor Risiko Tuberkulosis

    sebelumnya. Hampir sepertiga pasien mendapatkan efeksamping saat pengobatan TB sebelumnya bahkan keluhanefek samping tersebut dijadikan alasan untuk berhenti minumOAI namun pada penelitian ini tidak diperinci efek sampingyang dirasakan pasien. Pasien dengan komorbid DMditemukan pada 5 orang pasien. Faktor komorbid lain sepertikelainan ginjal, fungsi hati dan penyakit defisiensi imun tidakditeliti karena pada awal penentuan kasus TB-MDR yangakan menjalani pengobatan sudah di singkirkan. Hal yangmenarik adalah terdapatnya l5 pasien yang mengakui pemahmemiliki riwayat kontak'serumah dengan pasien TB walaupuntidak bisa dipastikan apakah pasien tersebut juga menderitaTB-MDR. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihatkemungkinan kontak serumah tersebut adalah sumberpenularan TB-MDR. Riwayat mangkir berobat juga diakuioleh 19 pasien. Bila dikaitkan dengan pemyataan awal merekabahwa mereka yang kontrol teratur sebanyak 39 pasien tentutidak sesuai jumlahnya. Sisanya mengatakan tidak pernahmangkir dalam pengobatan TB pertama kali. Keterbatasannyaadalah tidak ditanyakan alasan pasien mangkir pada penelitianini

    Faktor DokterDokter diharapkan dapat menekan kasus-kasus TB di

    Indonesia sesuai program dan target yang telah ditetapkanoleh pemerintah. Terlebih lagi dengan timbulnya kasus TB-MDR, dokter harus berupaya melakukan upaya preventifdalam mencegah timbulnya kasus TB-MDR terutama darikasus-kasus TB yang tidak ditatalaksana dengan tepat.Pasien penelitian ini ditanyakan tentang komunikasi,informasi dan edukasi yang dilakukan dokter saat berobatTB dahulu. Lebrh9}Yo pasien mengatakan dokter memberikankomunikasi, informasi dan edukasi pada pasien tentangpenyakit TB, lama terapi dan bisa disembuhkannya penyakitTB bila pasien menjalankan pengobatan yang teratur danbenar. Dokter harus mempunyai strategi khusus dalammengobati pasien-pasien yang mempunyai risiko ketidak-patuhan karena dari penelitian Solarte et a|.35 terdapathubungan yang bermakna antara kejadian putus obat danpelayanan dokter/petugas medis.dihtip dari 36 Liam melaporkandengan pemberian konseling yang adekuat dan edukasipenderita sangat berperan dalam pengobatan TB danmeningkatkan kepatuhan. Ketidakpatuhan tidak hanyaberpengaruh terhadap penderita dan keluarganya tetapi jugapada masyarakat akibat peningkatan resistensi obat.Konseling dapat membantu pederita mengerti penyakit danpengobatan juga percaya bahwa TB dapat disembuhkan bilamereka mengikuti paduan terupi yang benar.37 Boyle mela-porkan di kota Kinabalu Sabah Malaysia bahwa kepatuhandapat ditingkatkan dengan peningkatan edukasi penderita,keluarga dan populasi umum.38 Hal lain yang harusdisampaikan oleh dokter kepada pasien TB saat berobat yaitutentang kemungkinan pasien mendapatkan TB-MDR bilapengobatan TB tidak dijalankan dengan benar. Dari penelitian

    Mai Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desemtrer 2010

    ini hanya I orang pasien yang mengatakan pernah diberitahuoleh dokter tentang kemungkinan timbulnya TB-MDR danpengobatan jauh lebih sulit bila terjadi TB-MDR. Pemberianinformasi tentang kemungkinan timbulnya TB-MDRsebaiknyamulai disampaikan sejak awal oleh doktermaupuntenaga medis lainnya untuk mencegah terjadinya TB-MDR.Lama pengobatan TB ditanyakan untuk melihat riwayatpengobatan TB yang dijalankan oleh pasien penelitian danhasilnya tidak sampai 507o pasien mengikuti pengobatan TBsampai minimal 6 bulan. Artinya tidak sampai 50% pasienpenelitian ini yang menjalani program pengobatan TB sesuaistandar. Banyak pasien yang tidak sesuai menjalani pengo-batannya padahal pada komunikasi, informasi dan edukasiyang diberikan oleh dokter alautenaga medis diakui olehlebih 90% pasien bahwa lama pengobatan TB minimal 6bulan. Meskipun peneliti tidak melakukan konfrmasi kepadadokter yang mengobati pasien selama riwayat pengo-batannya dan juga tidak melihat rekam medis pasien saatpengobatan TB sebelumnya karena keterbatasan penelitian.

    Fuktor ObatKebanyakan pasien sulit menyebutkan nama OAI yang

    didapatkan saat pengobatan sebelumnya. Berapa jenis OATyang diminum pasien, ju ga agak sulit untuk mengingatnya.Peneliti berusaha mengambil kesimpulan bahwa bilapasienmendapat obat dari puskesmas atau rumah sakit secara gratislangsung, bisa dipastikan OAI tersebut berasal dari OATprogram TB sesuai standar 4 jenis OAI yang tersedia diseluruh puskesmas atau rumah sakit pemerintah. Terdapat 5orang pasien pernah mengkonsumsi OAI yang dibeli bebastanpa resep dokter di toko obat dengan alasan bahwa obattersebutlah yang harus diminum bila mempunyai keluhanpenyakit TB dan bila berobat ke dokter pasti akan mendapatobat yang sama. Obat anti tuberkulosis yang dijual bebas ditoko obat belum diketahui pasti bioavaibilitasnya. Pasienyang tidak ikut program pengobatan TB dari pemerintahsebanyak 560lo, sisanya mendapatkan OAI dengan caramenebus resep di apotik atau toko obat dan ada juga OATyang langsung diberikan di tempatpraktek atauklinik doktertempat pasien berobat. Sulit dinilai kepastian jenis OAT yangdidapatkan pasien saat pengobatan sebelumnya karenapasien tidak dapat mengingat dengan detil riwayat pengo-batannya.

    Faktor Program dun Sistem KesehutunPasien penelitian tidak seluruhnya mengikuti progmm

    pengobatan TB pada fasilitas kesehatan pemerintah walau-pun hampir 80% mengatakan tempat tinggalnya tidak jauhdari fasilitas kesehatan pemerintah. Pada penelitian ini tidakditanyakan alasan mengapa pasien tidak melakukan pengo-batan pertama di fasilitas kesehatan pemerintah yang dekatdengan tempat tinggalnya. Ketersediaan OAT pada fasilitaskesehatan pertama tempat pasien berobat hampir selalutersedia. Program pelacakan tidak be{alan dengan baik karena

    543

  • Identifikasi Fqhor Risiko Tuberkulosis

    dari 19 pasien TB yang putus obat hanya3 orang pasienyang mengatakan pemah didatangi oleh petugas untuk diajakmelanjutkan kembali pengobatan TB, sisanya mengatakantidak pernah didatangi oleh petugas. Konsep Directly Ob'served Treatment Shortcourse (DOTS) merupakan upayapenting dalam menjamin keteraturan berobat. Weiss et al.3edi Amerika Serikat melaporkan bahwa dengan strategi DOTdapat menurunkan kasus kambuh dari2},9Yo menjadi 5,5%sedangkan kasus TB-MDR menurun dari 6,lYo menjadi 0,9o/o.Semua pihak meyakini bila konsep DOTS ini benar-benardijalankan di setiap negara maka angka kejadian TB-MDRdiharapkan dapat dikurangi. Sebaliknya bila tidak dijalankandengan benar maka angka kejadiannya dapat meningkat lebihbesar. Prioritas yang dianjurkan bukan pengobatan TB-MDRtetapi pencegahan terjadinya TB-MDR.zt'zz Saat ini WHO telahberupaya melakukan standarisasi penanganan TB di seluruhdunia melalui International Standard for TB Care (ISTC)termasuk Indonesia (dalamhal ini Perkumpulan DokterParuIndonesia dan beberapa perkumpulan lainnya) yang ikutberkomitmen menjalankan ISTC tersebut. Dalam kaitannyadengan kasus TB-MDR, ISTC pada standar 10, 11, dan 12menekankan pentingnya penemuan, penanganan dan kontrolinfeksi kasus TB-MDR.r6Promosi kesehatan di tingkatpelayanan primer belum berjalan dengan baik. Riwayatpengobatan pasien penelitian ini memang sangat bervariasidengan rentang waktu dimulainyapengobatan yang berbedadiantara pasien, bahkan adayang sudah menjalani terapi TBsejak lebih 30 tahun yang lalu. Hal inilah yang menurut penelititidak bisa dinilai keberhasilan program dan sistem kesehatan.

    KesimpulanPasien TB-MDR mempunyai riwayat pengobatan TB

    sebelumnya lebih dari I kali. Riwayat pengobatan TBsebelumnya yang terbanyak adalah kasus kroniklgagalpengobatan kategori 2. Faktor pasien yang diidentifrkasiadalah ketidakpatuhan berupa kontrol tidak teratur danmangkir/putus obat. Komunikasi, informasi, dan edukasi yangdisampaikan oleh dokter pada riwayat pengobatan TBsebelumnya menj adi faktor risiko dari sisi dokter 2o/o. Sebagianbesar pasien tidak meminum OAT sesuai panduan yang benaryang dalam penelitian ini diidentifrkasi sebagai faktor risikodari obat. Penelitian ini juga mengidentifftasi rendahnyakunjungan pada layanan kesehatan primer untuk pengobatanTB sebagai faktor risiko dari program dan sistem kesehatan.

    SaranPasien TB dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya

    harus diperiksakan juga biakan M.Tb dan resistensi OAIpada awal pengobatan berikutnya agar penemuan kasus TB-MDR menjadi lebih dini.Obat anti tuberkulosis sebaiknyahanya boleh diberikan oleh dokter yang telah mendapatlisensi untuk pengobatan TB dan dipandu dengan programDOTS dan ISTC. Komunikasi, informasi, dan edukasi yangadekuta tentang TB-MDR seharusnya dilakukan pada saat

    544

    awal pengobatan TB.

    DaftarPustaka

    2.

    J.

    Aziz MA, Wright A, Laszlo A, De Muynck A, Portaels F, VanDeun A, et al. WHO/International Union Against TuberculosisAnd Lung Disease Global Project On Anti-tuberculosis drug resis-tance suweillance. Epidemiology anti-tuberculosis drug resistance(The Global Project on Anti-tuberculosis Drug Resistance Sur-veillance): an updated analysis. Lancet. 2006;368:2142-54-Dye C. Global epidemiology of tuberculosis. Lancet. 2006;367:938-9.Chiang CY, Yew WW. Multidrug-resistant and extensively drug-resistant tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis. 2009;'13(3):304-11.World Health OrgarLtzation. Multidrug and extensively drug-re-sisiant TB (M/XDR-TB): 2010 global report on surveillance andresponse. Geneve: WHO Press; 2010.World Health Organization. Guidelines for the programmaticmanagement of drug resistant tuberculosis. Emergency Update2008- Geneva: WHO Press. 2008.Aditama TY. Tuberkulosis masalah dan perkembangannya. Pidatopengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Pulmonologi danIlmu Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta: UI Press; 2008.h.22-7.Chiang C! Centis R, Migliori GB. Drug-resistant tuberculosis:Past, present, future. Respirology. 2010;1 5 :413 -32.Crofton J. Home N, Miller F. General background to clinicaltuberkulosis. Dalam: Crofton J, pen)'unting. Clinical tuberkulosisl"ted. London: IUALTD and TALC; 1992.h.1-27.Agrawal A, Thomas NS, Dhanakula AB, Kaul CL, Panchagnula R.antituberkulosis drugs and new drug development. Curr Opin PulmMed. 2001:7:142-7.

    9.

    10. Lalvani A, Pathan AA, McShane H, Wilkinson RJ, Latif M,Conlon CP, et al. rapid detection of Mycobacterium tuberkulosisinfection by enumeration of antigen-spesific T cells. Am J RespirCrit Care Med 2001;163:824-8.

    1 1. Donald PR, van Helden PD. The global burden of tuberculosis -combating drug resistance in difficult times. N Eng J Med.2009:360(23):2393-5.

    12. Aditama TY, Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya. EdisiV. Jakarta : Yayasan penerbit IDI; 2005.h.37-48.

    13. World Health Organization. Why DOTS-Plus for MDR TB?[cited on 2008 April 14]. Available from: URL: http://www.who.intietb/oubl ication /busdocs/index.html.

    14. Soepandi PZ. Peranan Kombinasi Dosis Tetap dalam mencegahTB-MDR. Disampaikan pada: Seminar TB 2010;22-23 Marel2010. Jakarta.

    15. Masniari L, Soepandi PZ, Aditama TY. Faktor-faktor yangmempengaruhi kesembuhan pasien TB Paru. J. Respir Indo.2007;27;17 6-85 .

    16. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. InternationalStandards for Tuberculosis Care (ISTC), second edition. TheHague: Tuberculosis Coalition for Technical Assistance; 2009.

    17. Sharrna SK, Mohan A. Multidrug-Resistant Tuberculosis A Men-ace That Threatens To Destabilize Tuberculosis Control. Chest.2006;130:'261-72.

    18. Munro SA, Lewin SA, Smith H, Engel ME, Fretheim A, VolminkJ. Patient adherence to tuberculosis heatment: A systematic re-view of qualitative research. Plos Med. 2007;4(7):1230-44.

    19. World Health Organization. Treatment of tuberculosis: guide-lines-4th ed. 2009. Geneva: WHO Press; 2009.

    20. Caminero JA. Management. of multidrug-resistant tuberculosisand patients in retreatment. Eur Respir J. 2005;25:928-36.

    21. Reichman LB, Hershfield ES. Tuberculosis A Comprehensive,International Approach. 3'd ed. Informa Healthcare USA: NewYork; 2006.h.417-57.

    22. Perhimpttnan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. PDPI.

    4.

    7.

    8.

    Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

  • Identffikasi Falctor Risiko Tuberkulosis

    JJ.

    34

    35

    Jh

    23.

    24.

    25

    26

    27

    38.

    39

    28

    29

    30

    31.

    J akarta'. PDPI; 2006.h.9-45.Munir SM, Nawas A, Sutoyo DK. Pengamatan Pasien TuberkulosisParu dengan Multidrug Resistant (MDR TB) di poliklinik paruRSUP Persahabatan. J Respir Indo. 2010;30:92-104.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasionalpenanggulangan tuberkulosis. Edisi IL Jakarta: Depkes RI; 2008.Granich RM, Oh P, Lewis B, Porco TC, Flood J. Multidrug resis-tance among persons with tuberculosis in Califomia 1994-2003.JAMA. 2005 ;293 (22):27 32-9.Iseman MD. Treatment of multidrug resistant tuberculosis. NEng J Med. 1993:,329:784-91.Yew WW, Kwan SYL, Ma WK, Khin MA, Chau PY. In vitroactivity of ofloxacin against Mycobacterium Tuberculosis andits clinical efficacy in multiply resistant pulmonary tuberculosis.J Antimicrob Chemother. 19901'26(2):227 -36.Tsukamura M, Nakamura E, Yohii S, Amano H. Therapeuticeffect of a new antibacterial substance ofloxacin (DL 8280) onpulmonary tuberculosis. An Rev Respir Dis. 1985;131:352-6.Suo J, Yu MC, Lee CN, Chiang C! Lin TP. Treatment of multidrugresistant tuberculosis in Taiwan. Chemotherapy. 1996;42(Suppl3):20-3.Holmes CB, Hausler H, Nunn P. A review of sex differences in theepidemiology oftuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis. 7996;77:391-400.Rieder HL. Drug resistant tuberculosis: issue epidemiology andchallenges for public health. Tubercle. 1994;327-2.Mangunnegoro H, Aditama T! Hudoyo A. Treabnent of multidrugresistant tuberculosis in Indonesia. Chemotherapy. I 996;42(Supp13):24-9.

    Suradi, Christianto EN, Prasetyo W, Surjanto E, Subagio YHubungan antara diabetes melitus dengan multidrug resistant(MDR) pada pasien tuberkulosis di Surakarta. J Respir Indo.2004;24:25-8.Teienti A. Genetic of drug resistance in tuberculosis. Clin ChestMed. 1997;18:55-64.Solarte JC, Barona RC. Factors predictive of adherence to tuber-culosis treatment, Valle del Cauca, Colombia. Int J Tuberc LungDis. 2008; 12(s):520-6.Liam CK, Lim KH, Wong CMM, Tang WBG. Attitudes and knowl-edge of newly diagnosed tuberculosis patients regarding the dis-ease and factors affecting treatment compliance. Int J TubercLung Dis. 1999;4:300-9.Liefooge R, Suetens C, Meulemans H, Moran MB, DeMulmck A.A randomized trial of the impact of counseling on treatmentadherence of tuberculosis patients in Sialkot, Pakistan. Int JTuberc Lung Dis. 1999;3:1073-80.O'Boyle SJ, Power JJ, Ibrahim MY, Watson, JP. Factors affectingpatient compliance with anti-tuberculosis chemotherapy usingthe directly obseffed treatment shorcourse strategy (DOTS). IntJ Tuberc Lung Dis. 2002;6:307-12.Weis SE, Slocum PC, Blais FX, King B, Nunn M, Matney GB, ela/. The effect of directly observed therapy on the rates of drugresistance and relapse in tuberculosis. N Eng J Med. 1994;330:tt79-84.

    i#tuWts

    1'7

    32.

    Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010 545