90780586-makalah-perbaikan

45
PENYAKIT-PENYAKIT DAN MASALAH YANG SERING TERJADI PADA LANSIA MAKALAH disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Gerontik oleh : Kelompok V Abraham Caesar 3 0 1 2 0 1 0 9 0 0 1 Esterlina 3 0 1 2 0 1 0 9 0 0 Maria Asitoret Hirera Woda 3 0 1 2 0 1 0 9 0 2 1 Marintan Gurning 3 0 1 2 0 1 0 9 0 2 2 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS BANDUNG 1

Upload: husin-boys

Post on 01-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: 90780586-makalah-perbaikan

PENYAKIT-PENYAKIT DAN MASALAH YANG SERING TERJADI PADA LANSIA

MAKALAH

disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Gerontik

oleh :

Kelompok V

Abraham Caesar 3 0 1 2 0 1 0 9 0 0 1

Esterlina 3 0 1 2 0 1 0 9 0 0

Maria Asitoret Hirera Woda 3 0 1 2 0 1 0 9 0 2 1

Marintan Gurning 3 0 1 2 0 1 0 9 0 2 2

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

BANDUNG

2012

1

Page 2: 90780586-makalah-perbaikan

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENYAKIT YANG SERING DIALAMI OLEH LANSIA

Menurut Sudoyo,W. Aru,dkk. 2009.Ilmu Penyakit Dalam, terdapat beberapa penyakit yang sering

dialami oleh lansia, yaitu:

- Dizziness

- Demensia

- Penyakit Parkinson

- dan Stroke

Penyakit yang sering ditemukan pada lansia di Indonesia, yaitu:

- Penyakit system pernapasan

- Penyakit system kardiovaskular

- Penyakit system pencernaan makana

- Penyakit system urogenital

- Penyakit gangguan metabolic/endokrin

- Penyakit pada persendian dan tulang,

- dan penyakit yang disebabkan oleh proses keganasan

1. DIZZINESS

a. Pengertian

Dizziness adalah:

-Sensasi kepala, kepala terasa ringan, seperti akan pingsan, berputar, perasaan mabuk, dan

bisa juga tidak mengarah seperti ganguan mental, pandangan kabur, pusingm atau perasaan

2

Page 3: 90780586-makalah-perbaikan

nyeri. (Triwibowo, 2001; Daroff & Carlson, 2005; Wasillah Rochmah 2006, dalam Sudoyo,W.

Aru,dkk. 2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1).

b. Etiologi dan penyebab

Menurut Wasillah Rochmah dan Probosuseno (2006) telah menganalisis secara rinci

penyebab dizziness, antara lain:

1) Vestibulopati perifer (antara lain Benign Positional Vertigo (BPV), labirinitis, penyakit

Meniere sebesar 38-44%

2) Vestibulopati sentral. Iskemik serebrovaskular merupakan penyebab dizziness yang

makin sering seiring peningkatan usia. Pasien dengan penyebab sentral jarang mengeluhkan

dizziness sebagai gejala tunggal karena awitannya baru disertai dengan simtom lain (sakit

kepala, gangguan visus, atau simtom neurologis) harus dipikirkan kemungkinan gangguan

system saraf pusat yang serius. Evaluasi lebih lanjut termasuk pencitraan system saraf pusat

biasanya diperlukan 10-11%.

3) Psikiatris (16-32%)

4) Kondisi lain (26%)

5) Tidak diketahui penyebabnya (9-13%)

6) Defisit sensori multiple (13%)

7) Penyakit sistemik (8%)

c. Macam-macam dizziness

1) Vertigo

Vertigo merupakan sensasi berputar, pasien merasa bahwa dia ataupun lingkungan berputar.

Seringkali vertigo terjadi dengan seketika, kadang-kadang, dan ketika berat umumnya

dibarengi dengan mual, muntah. dan jalan yang terhuyung-huyung. Vertigo merupakan tipe

dizziness yang paling banyak ditemukan pada perawatan primer sebanyak 54%. Diperawatan

primer jenis vertigonya 93% benign paroxysmal vertigo (BPPV), neuronitis vertibular akut,

3

Page 4: 90780586-makalah-perbaikan

atau penyakit Meniere. Penyebab lain adalah obat-obatan (alkoohol, aminoglikosida, obat

antikejang, dll). Penyebab vertigo bisa perifer atau sentral.

a. Penyebab vertigo perifer

Benign Paroxysmal Posional Vertigo/Benign Posional Vertigo (BPPV)

Benign paroxysmal posional vertigo/benign posional vertigo umumnya penyebab

tunggal dizziness pada lansia. BVP merupakan kondisi episodic, sembuh sendiri,

dicetuskan oleh gerakan kepala mendadak atau karena perubahan pada posisi tubuh

seperti berguling di tempat tidur. BVP disebabkan oleh akumulasi debris dalam kanal

semisirkular. Pergerakan dari debris menstimulasi mekanisme vestibular

menghasilkan symptom pasien . BVP kadang-kadang berkaitan temporer dengan

penyakit viral, dan menghasilkan inflamasi. Diagnosis BPV dapat ditegakkan melalui

tes Dix-Hallpike (kadang disebut juga sebagai tes Barany atau Nylen-Barany).

Labirinitis

Labirinitis merupakan penyebab lain dizziness karena vestibuler perifer, kelainan ini

sembuh dengan sendirinya. Umumnya kelainan ini akan berakhir pada hitungan hari

atau beberapa minggu. Labirinitis diperkirakan terjadi karena adanya inflamasi pada

saraf vestibular.

Penyakit Meniere

Sindrom ini terjadi pada usia muda dan bukan penyebab umum dizziness pada lanjut

usia. Episode penyakit ini biasanya sembuh sendiri, tetapi seringkali berulang. Pada

akhirnya tercapai suatu fase kronik “burned out” yang ditandai oleh hilangnya

pendengaran makin jelas, tetapi episode dizziness berkurang.

b. Penyebab vertigo sentral

Dizziness karena penyebab sentral biasanya jarang, prevalensi pada lanjut usia kurang

dari 10%. Iskemik serebrovaskular merupakan penyebab dizziness yang makin sering

seiring peningkatan usia. Pasien dengan penyebab central jarang mengeluhkan dizziness

sebagai gejala tunggal. Dizziness yang awitannya baru terjadi disertai symptom lain (sakit

kepala, gangguan visus, atau symptom neurologis), harus dipikirkan kemungkinan

4

Page 5: 90780586-makalah-perbaikan

gangguan system saraf pusat yang serius. Evaluasi lebih lanjut termasuk pencitraan

system saraf pusat biasanya diperlukan.

2) Presinkop (Nearsinkop)

Presinkop adalah suatu sensasi dari seperti akan pingsan atau hilangnya kesadaran,

kesadaran seringkali diawali pandangan yang buram, dan terdengar suara gemuruh di telinga.

Presinkop biasanya menandakan adanya pasokan darah dan atau nutrisi yang tidak adekuat

ke seluruh otak dan bukan merupakan suatu gambaran dari iskemik serebral fokal. Jika

penyebabnya berasal dari kardiovaskular timbulnya gejala tiba-tiba, dan dapat terjadi pada

segala posisi. Apabila penyebabnya hipotensi ortostatik maka pasien akan mengeluh timbul

dizziness dalam hitungan detik sampai menit saat bangun atau berdiri. Apabila timbulnya

onset graudual dan menetap saat posisi berbaring menunjukkan adanya gangguan

metabolisme serebral seperti hipoglikemia. Umumnya penyebab dizziness tipe ini adalah

factor kardiovaskular.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik awal mencakup pemeriksaaan ortostatik, kardiovaskular, neurootologik, tajam

penglihatan, tajam penglihatan, hiperventilasi selama 2 menit, tes Romberg, tes langkah tandem

pemijatan sinus karotis, maneuver Hallpike, status kognitif, symptom depresi, dan ansietas.

Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik ≥20 mmHg dengan atau tanpa gejala

segera setelah berdiri atau setelah 2 menit berdiri (setelah ≥ 5 menit dalam posisi terlentang.

Pemeriksaan kardiovaskular dilakukan untuk mencari kemungkinan aritmia, kelainan katup jantung,

dan bruit karotis.

Pemeriksaan neurologic mencakup pemeriksaan telinga termasuk saraf cranial, evaluasi telinga luar,

dan tengah dan tes fisula . Tes fistula dilakukan dengan memberikan tekanan ke telinga dan

dievaluasi terjadinya vertigo dan nystagmus. Hasil positif menunjukkan adanya fistula dari labirin

karena kolesteoma, atau infeksi.

Tes Romberg dan tes langkah tandem ditujukan untuk mengevaluasi komponen vestibuler,

proprioceptive, dan serebelar.

5

Page 6: 90780586-makalah-perbaikan

Pemijatan sinus karotis dilakukan di bawah pengawasan ketat, diperlukan monitoring EKG.

Kontraindikasi pemijatan sinus karotis bila terdapat carotid bruit, mendapat digoksin, riwayat stroke,

atau terdapat tanda stenosis aorta.

2. DEMENSIA

a. Pengertian

Dementia adalah suatu syndrome klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan

atau memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari – hari

(Brocklehurst and allen, 1987)

Dementia adalah gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari

dimana klien menunjukan beberapa gangguan dan perubahan tingkah laku harian yang

menggangu maupun tidak mengganggu. (Volicer, 1998)

Dementia adalah kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tettentu

sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. (Grayson, 2004)

Jadi menurut kelompok kami dementia adalah penurunan kemampuan menta lyang biasanya

berkembang secara perlahan tetapi terjadi gangguan kognitif sehingga menyebabkan aktivitas

sehari-hari terganggu dan terjadi perubahan tingkah laku.

b. Etiologi

Penyebab dementia 60 %adalah penyakit alzaheimer. Alzheimer adalah kondisi dimana sel

syaraf pada otak mengalami kematian sehingga membuat sinyal dari otak tidak dapat di

transmisikan sebagaimana mestinya. (Grayson, 2004)

Selain itu penyebab dementia yang lain ialah :

D : Drungs (obat - obatan)

E : Emosional (gangguan emosional , missalnya : depresi)

M : Metabolik atau endokrin

E : Eye and ear (disfungsi mata dan telinga)

N : Nutritional

6

Page 7: 90780586-makalah-perbaikan

T : Tumor dan trauma

I : Infeksi

A : Arterioscerotik (komplikasi penyakit arterosklerosis, misalnya : AMI, gagal

jantung) dan akohol

c. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari dementia adalah :

1) Gangguan daya ingat jangka pendek dan jangka panjang,

2) Gangguan proses berfikir abstrak, misalnya : tidak dapat memahami arti suatu konsep

atau kata

3) Gangguan dalam judgement , misalnya tidak mampu mengatasi masalah dalam

pekerjaan, hubungan interpersonal dan hubungan keluarga

4) Afasia (gangguan berbahasa), apraksia (gangguan aktivitas motorik), Agnosia (gangguan

identifikasi objek )

5) Perubahan kepribadian, cepat marah dan sulit diatur.

6) Aktivitas social terganggu

7) Sering mengulang kata-kata

8) Tidak mengenal dimensi waktu, contohnya: tidur di ruang makan.

d. Pengenalan Dini Gejala Pikun (Dementia)

Peningkatan kualitas hidup dan kemajuan dibidang kesehatan telah meningkatkan

pula usia harapan hidup, di indonesia pada saat ini 67,2 tahun untuk wanita dan 63,3

tahun untuk pria. Pada tahun 2000 jumlah warga usia lanjut akan mencapai 7,28 %

atau kuarng lebih 15 juta orang.

Usia lanjut merupakan harapan semua orang, tentu saja dalam keadaan tetap

sehat, tetap berguna, tetap sejahtera dan bahagia. Lansia merupakan suatu tahap

kehidupan dimana penurunan fungsi biologis dengan tanda-tanda menjadi keriput,

kekuatan otot menurun, mata menjadi rabun, rambut manjadi menipis dan beruban,

dorongan seksual menurun.

7

Page 8: 90780586-makalah-perbaikan

3. PARKINSON

a. Pengertian Parkinson

Parkinson adalah:

Suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses degenerative progresif sehubungan

dengan proses menua di sel-sel substansia nihra pars compacta (SNc) dan karakteristik

ditandai dengan tremor waktu istirahat, kekakuan otot, dan sendi, kelambanan gerak, dan

bicara, dan stabilitas.

Gejala seperti tremor waktu istirahat awalnya hanya muncul kadang-kadang, menjadi

memberat dan menetap saat ada stress fisik dan psikis. (Sudoyo,W. Aru,dkk. 2009.Ilmu

Penyakit Dalam Jilid 1).

Parkinsonism adalah:

Suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia, dan

hilangnya reflex postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab.

SIndrom ini biasa disebut sebagai sindrom Parkinson. (Sudoyo,W. Aru,dkk. 2009.Ilmu

Penyakit Dalam Jilid 1).

Berdasarkan pengertian tersebut maka sindrom Parkinson diklasifikasikan sebagai berikut:

Primer atau idiopatik:

- penyebabnya tidak diketahui

- sebagian besar merupakan penyakit Parkinson

- ada peran toksin yang berasal dari lingkungan

- ada peran factor genetic

Sekunder

- timbul setelah terpajan suatu penyakit atau zat

- infeksi dan paska infeksi otak

8

Page 9: 90780586-makalah-perbaikan

- terpapar kronik oleh toksin 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP), Mn

(Mangan), CO, sianida, dll.

- efek samping obat penghambat reseptor dopamine

- pasca stroke

b. Etiologi

1) Faktor genetic

DItemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan mengakibatkan

protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitin-proteosomal pathway. Kegagalan

degradasi ini menyebabkan peningkatan sel-sel SNc sehingga meningkatkan kematian sel

neuron di SNc. Inilah yang mendasari terjadinya penyakit Parkinson sporadic yang bersifat

familial.

2) Faktor lingkungan

Berbagai penelitian yang dilakukan antara lain peranan pestisida/herbisida, terpapar zati

kimia seperti bahan-bahan cat dan logam, kafein dan alcohol, diet tinggi protein, merokok,

trauma kepala, depresi dan stress.

3) Umur (proses menua)

Pada penderita penyakit Parkinson terdapat suatu tanda reaksi mikroglial pada neuron yang

rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua merupakan factor resiko yang

mempermudah terjadinya proses degenerasi di SNc tetapi memerlukan penyebab lain untuk

terjadinya penyakit Parkinson.

4) Ras

Angka kejadian penyakit Parkinson lebih tinggi pada orang kulit dibandingkan kulit

berwarna.

5) Cedera kranioseberal

Proses belum jelas. Trauma kepala, infeksi, dan tumor di otak lebih berhubungan dengan

sindrom Parkinson daripada penyakit Parkinson.

9

Page 10: 90780586-makalah-perbaikan

6) Stress emosional

Diduga merupakan salah satu factor risiko terjadinya penyakit parkinson

c. Patofisiologi penyakit Parkinson

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar

dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang

disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifactor.

Substansia nigra adalah suatu region kecil di otak yang terletak sedikit di atas medulla spinalis.

Bagian yang merupakan pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya

menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh

pergerakan otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh system saraf pusat. Dopamin

diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam

mengatur pergerakan, keseimbangan, dan reflex postural, serta kelancaran berkomunikasi.

Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi

dopamine menurun, akibatnya semua fungsi neuron di system saraf pusat menurun dan

menghasilkan kelambatan gerak dan kelambatan bicara dan berpikir, tremor, dan kekakuan.

4. STROKE

a. Pengertian Stroke

Stroke adalah:

Suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan deficit

neurologis. (Sudoyo,W. Aru,dkk. 2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1).

b. Jenis stroke

1) Stroke non hemoragik

Jenis stroke ini pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian

menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Stroke ini sering

10

Page 11: 90780586-makalah-perbaikan

diakibatkan oleh thrombosis akibat plak aterosklerosis asteri otak atau yang memberi

vaskularisasi pada otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar otak yang tersangkut

di arteri otak. Stroke jenis ini merupakan stroke tersering yang didapat, sekitar 80% dari

semua stroke. Stroke jenis ini juga bisa disebabkan berbagai hal yang menyebabkan

terhentinya aliran darah otak antara lain syok atau hipovolemia, dan berbagai penyakit

lainnya.

2) Stroke hemoragik

Stroke jenis ini merupakan sekitar 20% dari semua stroke yang disebabkan oleh pecahnya

STsuatu mikro aneurisma. Dibedakan antara perdarahan intraserebral, subdural, dan

subarachnoid.

c. Faktor resiko stroke

- Usia, yang merupakan factor risiko independen terjadinya stroke

- Jenis kelamin, pada perempuan pre menopause lebih rendah dibandingkan pria. Setelah

menopause factor perlindungan pada wanita ini menghilang, dan insidens menjadi hampir

sama dengan pria.

- Hipertensi, baik sistolik maupun diastolic merupakan factor resiko dominan untuk terjadinya

stroke baik non hemoragik maupun hemoragik.

- Diabetes mellitus dan hiperlipidemia

- Keadaan berbagai hipervisikositas berbagai kelainan jantung

b. Tanda Dan Gejala

Gejala stroke bisa dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi dan gejala/tanda yang diakibatkan

oleh komplikasinya. Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang

menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut.

Lesi di korteks

- gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari letak lesi

- hilangnya sensasi kortikal ambang sensorik yang bervariasi

11

Page 12: 90780586-makalah-perbaikan

- kurang perhatian terhadap rangsang sensorik

- bicara dan penglihatan mungkin terkena

Lesi di korteks

- lebih luas, mengenai daerah lawan letak lesi

- sensari primer menghilang

- bicara dan penglihatan mungkin terganggu

Lesi batang otak

- luas, bertentangan letak lesi

- kenai saraf kepala sesisi dengan letak lesi (III-IV otak tengah)

- (V, VI, VII. dan VIII di pons), (IX, X, XI, XII di medulla)

Lesi di medulla spinalis

- neuron motorik di bawah daerah lesi

- neuron motorik atas di bawah lesi, berlawanan letak lesi

- gangguan sensorik

5. DIABETES MELITUS

a. Definisi

Diabetes militus adalah gangguan metabolism yang secara genetic dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang

penuh secara klinis, maka diabetes militus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan

postprandial, aterosklerotik dan penyakit vascular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi

klinis hiperglikemia biasanya sudah betahu-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari

penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa

dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolic diabetes.

12

Page 13: 90780586-makalah-perbaikan

b. Etiologi

Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes militus bermacam-macam. Meskipun

berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufiensi insulin, tetapi

determinan genetic biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes.

Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan

gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang

memproduksi insulin. Manifestasi klinis diabetes militus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta

menjadi rusak. Pada diabetes militus dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak

semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolic yang berkaitan dengan

defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetic diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan dengan

tipe-tipe histokompatibilitas spesifik. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan

berperan penting dalam pathogenesis perusakan sel-sel pulau langerhans. Obat-obat teretntu

yang diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai proses autoimun

pada pasien-pasien diabetes tipe 1. Penapisan imunologik dan pemeriksaan sekresi insulin pada

orang-orang dengan resiko tinggi terhadap diabetes tipe 1 akan member jalan untuk

pengobatan imunosupresif dini yang dapat menunda awitan manifestasi klinis defisiensi insulin.

Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat.

Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya

diabetes tipe 2 pada sudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang

tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan

sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan

sekresi insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4

glukosa dan meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Akibatnya, terjadi

penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan system transport glukosa.

Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan

resistensi insulin, maka kelihatanya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang

menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan

perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan tolerasi glukosa.

13

Page 14: 90780586-makalah-perbaikan

c. Klasifikasi diabetes melitus

Tiga klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa:

1. Diabetes melitus tipe 1 dan 2

2. Diabetes gestasional (diabetes kehamilan)

3. Tipe khusus lain

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenileonset dan tipe dependen insulin; namun, kedua

tipe ini dapat muncul padas embarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru

setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam subtype:

1. Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta;

2. Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dengan tidak diketahui sumbernnya.

Diabetes tipe 2 dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependent

insulin. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone yang mempunyai efek metabolic

terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik.

Tipe khusus lain adalah kelainan genetic dalam sel beta. Diabetes subtype ini memiliki prevelensi

familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun.

d. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin.

Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma

puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya

berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul timbul glikosuria. Glikosuria ini akan

mengakibatkan dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul

rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami

keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang. Rasa lapar timbul (polifagia) mungkin

akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori.

6. HIPERTENSI

a. Hipertensi pada lanjut usia

14

Page 15: 90780586-makalah-perbaikan

Usia lanjut membawa konsekuensi meningkatnya morbiditas dan mortalitas berbagai

penyakit kardiovaskular. TDS (tekanan darah sistolik) meningkat sesuai dengan peningkatan

usia, akan tetapi TDD (tekanan darah diastolic) meningkat seiring dengan TDS sampai sekitar

usia 55 tahun, yang kemudian menurun oleh karena terjadinya proses kekakuan arteri

akibat aterosklerosis. Sekitar 60 tahun dua pertiga pasien dengan hipertensi mempunyai

hipertensi sistolik terisolasi (HST), sedangkan di atas 75 tahun tiga perempat dari sleuruh

pasien mempunyai hipertensi sistolik.

b. Pengukuran tekanan darah

Dalam rekomendasi pengukuran TD dari Canadian Hypertension Education Program

(CHEP,2009) dilakukan pengukuran minimal 3 kali pada posisi duduk dengan jarak

pemeriksaan minimal 1 menit. Pengukuran pertama diabaikan, kemudian diambil nilai rata-

rata dari dua pengukuran selanjutnya. TD saat berdiri juga harus diukur setelah pasien

berdiri 2 menit, demikian pula bila pasien memiliki keluhan hipertensi ortostatik.

Pengukuran TD sebaiknya dilakukan pada kedua lengan pada minimal 1x kunjungan. Bila

salah satu lengan secara konsisten menunjukkan TD yang lebih tinggi, maka lengan tersebut

sebaiknya digunakan sebagai patokan untuk pengukuran maupun interpretasi TD.

Pada usia lanjut terdapat berbagai keadaan yang seing menjadi masalah dalam penentuan

tekanan darah. TD yang akurat yang dianggap mewakili nilai sebenarnya amat dipengaruhi

oleh keadaan pembuluh darah pasien yang sudah mengalami kekakuan akibat

arterosklerosis dan barorefleks yang berkurang. TD dapat menurun secara berlebihan pada

posisi berdiri, sesudah makan atau terdapat pseudohipertensi akibat manset pengukuran TD

harus menekan lebih keras arteri brachialis dipertimbangkan apabila terdapat hipotensi

ortostatik atau respon pengobatan yang kurang. Oleh karena pada usia lanjut pengukuran

tekanan darah sebaikknya dilakukan pada posisi berdiri.

c. Definisi hipertensi pada lanjut usia

Definisi hipertensi sama untuk semua golongan umur. Pengobatan juga didasarkan bukan

atas umur akan tetapi pada tingkat tekanan darah dan adanya resiko kardiovaskuler yang

ada pada pasien.

d. Hipertensi sistolik terisolasi

15

Page 16: 90780586-makalah-perbaikan

Hipertensi sistolik terisolasi sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dengan tekanan

darah diastolic < 90 mmHg. Keadaan ini diakibatkan oleh kehilangan elastisitas arteri karena

proses menua. Kekaukan aorta akan meningkatkan TDS dan penggurangan volume aorta,

yang pada akhirnya menurunkan TDD. Semakin besar perbedaan TDS dan TDD atau tekanan

nadi (pulse pressure), semakin risiko komplikasikardiovaskuler. Tekanan nadi yang

meningkat pada usia lanjut dengan hipertensi sistolik terisolasi (HST) berkaitan dengan

besarnya kerusakan yang terjadi pada organ target : jantung,otak dan ginjal. Pada usia lanjut

TDS lebih berkaitan dengan prognosis komplikasi KV dibandingkan TDD.

e. Pengaruh hipertensi terhadap morniditas selain kardiovaskular

Pada usia lanjut, hasil pengobatan tidak hanya diukur oleh keberhasilan penurunan tekanan

darah pada morbiditas dan mortalitas, kardiovaskular, tetapi juga oleh barbagai hal,

termasuk efek terhadap diabetes, pencegahan demensia atau penurunan kognitif, dan

pengaruhnya kepada indeks massa tubuh atau obesitas.

f. Diabetes Militus

Pasien DM mempunyai resiko kardiovaskular yang lebiih besar dibandingkan yang tanpa

DM. dari hasil penelitian SHEP yang dilaporkan pertama kali tahun 1996, dan systeur tahun

1999 pada pasien usia lanjut dengan DM, didapatkan bahwa pengobatan diuretic atau

antagonis kalsium mempunyai efek penurunan tekanan darah yang sama, dibandingkan

dengan non DM, pasien dengan DM mempunyai penurunan morbiditas atau mortalitas yang

lebih besar.

g. Indeks Massa Tubuh

Pada penelitian SHEP yang menggunakan diuretic, mengghasilkan parameter, survival dan

kejadian klinik, lebih pada yang termasuk obes, dibandingkan yang mempunyai IMT normal.

sudah lama diketahui bahwa pasien hipertensi yang gemuk mempunyai prognosis lebih baik

dibandingkan pada pasien yang kurus. Salah satu penjelasanya adalah bahwa pada

hipertensi gemuk peningkatan tekanan darah terutama diakibatkan oleh peningkatan

volume plasma sedangkan pada yang hipertensi yang tidak gemuk diakibatkan peningkatan

system simpatis dan system rennin angiotensin.

h. Fungsi Kognitif Dan Demensia

16

Page 17: 90780586-makalah-perbaikan

Keadaan penurunan fungsi kognitif dan demensia pada usia lanjut, lebih sering didapat pada

hipertensi kronik. Keadaan ini terjadi karena penyempitan dan sklerosis arteri kecil didaerah

subkortikal, yang mengakibatkan hipoperfusi, kehilangan autoregulasi, penurunan sawar

otak, dan pada akhirnya akan terjadi proses demyelenisasi White matter subkortilkal,

mikroinfrak dan penurunan kognitif. Kemunduran kognitif ditandai dengan lupa pada hal

yang baru, akan tetapi masih dapat melakukan aktivitas dasar sehari-hari. Hipertensi dan

hiperkolesterolemia merupakan factor resiko utama.

i. Hipotensi Ortostatik

Hipertensi ortostatik ditemukan pada usia lanjut yang mendapat pengobatan obat hipertensi,

terutama apabila mendapat pengobatan obat hipertensi, terutama apabila ia pasien DM.

dikatakan hipotensi ortostatik apabila perbedaan TD pada posisi berbaring dengan posisi

berdiri > 20 mmHg sistolik atau >mmHg diastolic. Hipotensi ortostatik juga sering mengalami

komplikasi seperti jatuh, fraktur sehingga meningkatkan morbiditas dan mortilitas. Penyebab

hipotensi ortostatik cukup banyak antara lain kurangnya cairan tubuh, disfungsi barorefleks,

insufisiensi saraf otonom, obat antihipertensi tertentu seperti penghambat reseptor alfa atau

penghambat beta. Penggunaan diuretic dan obat golongan nitrat memacu terjadinya

hipotensi ortostatik. Gejala hipotensi ortostatik seperti rasa tidak stabil, riwayat terjatuh, rasa

oleng atau pernah pingsan, harus dipastikan dengan pengukuran tekanan darah pada posisi

berbaring, duduk dan berdiri atau tegak. Diperlukan penyesuaian obat dosis Gr keluhan

dapat berkurang atau tidak terjadi.

7. RHEMATOID ARHTRITIS

a. Pengertian

17

Page 18: 90780586-makalah-perbaikan

i. Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progesif,

cenderung kronik, dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad

Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165)

ii. Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi

pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).

iii. Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut.

Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo,

1999).

iv. Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui

penyebabnya dikarakteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang

mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan Martin

Tucker.1998)

v. Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran

sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku

sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman. 2000)

vi. Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama

poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)

b. Etiologi

1. Unknown

2. Faktor genetik

Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan dan

ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan kejadian AR telah

diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR

seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear factor

kappa B (NF-kB). Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada AR. Faktor genetik

juga berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim seperti

methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme

methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monozigot

mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit

putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka

18

Page 19: 90780586-makalah-perbaikan

kesesuaian sebesar 80%. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic (seperti HLA-

Dw4 dan HLA-DR5 pada orang Kaukasia, namun pada orang amerika, afrika, jepang, dan

indian chippewa hanya ditemukan kaitan dengan HLA-Dw4), lingkungan, hormonal, dan

faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti

bakteri, mikoplasma, dan virus (Lemone & Burke, 2001).

3. Hormon sex

Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga

hormon sex berperan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa

terjadi perbaikan gajala AR selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena:

a) Adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi

hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit.

b) Adanya perubahan profil hormon. Placental corticotropin-releasing hormone secara

langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen

utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat

imunosupresi terhadap respon imun seluler dan humoral. DHEA merupakan substrat

penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan progesteron menstimulasi respon

imun humoral (Th2) dan menghambat respon imun seluler (Th1). Oleh karena pada AR

respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang

berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan

mencegah perkembangan AR atau berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih

berat.

4. Faktor infeksi

Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit. Organisme ini diduga

menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T, sehingga

mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara

nyata terbukti sebagai penyebab penyakit.

Tabel. Agen Infeksi yang Diduga sebagai Penyebab Artritis Reumatoid

Agen infeksi Mekanisme Patogenik

19

Page 20: 90780586-makalah-perbaikan

Mycoplasma Infeksi sinovial langsung, superantigen

Parvovirus B19 Infeksi sinovial langsung

Retrovirus Infeksi sinovial langsung

Enteric bacteria Kemiripan molekul

Mycobacteria Kemiripan molekul

Epstein-Barr virus Kemiripan molekul

Bacterial cell walls Aktifasi makrofag

5. Protein heat shock (HSP)

HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon

terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP tertentu

manusia dan HSP mikobakterium tuberkulosis mempunyai 65% untaian yang homolog.

Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal

ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis.

Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry).

Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai

penyebab artritis reumatoid, yaitu :

a) Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus

b) Endokrin

c) Autoimun

d) Metabolik

e) Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.

Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini

bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan

organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang

rawan sendi penderita.

c. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit

ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi:

20

Page 21: 90780586-makalah-perbaikan

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun, dan demam.

Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya

tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.

3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tetapi terutama

menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekauan sendi pada osteoartritis, yang

biasanya hanya berlangsung beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.

4. Artritis erosif: merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang

kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.

5. Deformitas: kerusakan struktur penunajng sendi meningkat dengan perjalanan penyakit.

Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere,

dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai. Pada kaki terdapat

protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi

yang besar juga terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam

melakukan gerakan ekstensi.

6. Nodul-nodul reumatoid: adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang

dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering adalah bursa olekranon (sendi siku)

atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat

juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu

petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar

sendi, jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Gambaran Ekstra-artikular

1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia

2. Fenomena Raynaud.

3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan

subkutan di atas tonjolan tulang.

Manifestasi Ekstra-artikular Artritis Reumatoid

Kulit: nodul subkutan, vaskulitis (menyebabkan bercak-bercak coklat), lesi-lesi ekimotik

21

Page 22: 90780586-makalah-perbaikan

Jantung: perikarditis, tamponade perikardium (jarang), lesi peradangan pada miokardium dan

katup jantung

Paru-paru: pleuritis denga atau tanpa efusi, lesi peradangan paru-paru

Mata: skleritis

Sistem saraf: neuropati perifer, sindrom kompresi perifer (termasuk sindrom carpal tunnel,

neuropati saraf ulnaris, paralisis peronealis, dan abnormalitas vertebra servikal)

Sistemik: anemia (sering), osteoporosis generalisata, sindrom Felty, sindrom Sjogren

(keratokonjungtivitis sika), amiloidosis (jarang)

d. Patofisiologi

Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh

produksi protease, kolagenase, dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah

kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama-sama dengan radikal

oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial.

Proses ini diduga adalah bagian dari respons autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara

lokal.

Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi

vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang

pinggir panus terjadi destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam

panus tersebut.

Pada reumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses

fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen

sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukkan pannus. Pannus

akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah

menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena

karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot

dan kekuatan kontraksi otot.

8. DEPRESI

Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada pasien berusia di atas 60 tahun dan

merupakan contoh penyakit yang paling umum dengan tampilan gejala yang tidak spesifik/tidak khas

pada populasi geriatric.

22

Page 23: 90780586-makalah-perbaikan

Faktor Penyebab

Terdapat beberapa factor biologis, fisis,psikologis, dan social yang membuat seorang berusia lanjut

rentan terhadap depresi. Perubahan pada system saraf pusat seperti meningkatnya aktivitas monomain

oksidase dan berkurangnya konsentrasi neurotransmitter (terutama neurotransmitter katekolaminergik)

dapat berperan dalam terjadinya depresi pada usia lanjut.

Factor –faktor predisposisi psikososial juga berperan sebagai factor predisposisi depresi. Orang tua

sering kali mengalami periode kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Factor kehilangan fisik juga

meningkatkan kerentanan terhadap depresi dengan berkurangnya kemauan merawat diri serta

hilangnya kemandirian, berkurangnya kapasitas sensoris (terutama penglihatan,pendengaran),

berkurangnyya kemampuan daya ingat dan fungsi intelektual sering dikaitkan dengan depresi.

Tanda Dan Gejala

Menurut ICD-10 gejala-gejal depresi terdiri dari :

Gejala utama :

1. Perasaan depresif

2. Hilangnya minat dan semangat

3. Mudah lelah dan tenaga hilang

Gejala lain adalah :

1. Konsentrasi menurun

2. Harga diri rendah

3. Pesimis terhadap masa depan

4. Gagasan membahayakan diri (self harm) atau bunuh diri

5. Gangguan tidur

6. Gangguan nafsu makan

7. Menurunnya libido

23

Page 24: 90780586-makalah-perbaikan

Tabel Penggolongan Depresi Menurut ICD-10

Tingkat Depresi Gejala Utama Gejala Lain Fungsi Keterangan

Ringan 2 2 Baik

Sedang 2 3-4 Ternganggu Nampak distress

Berat 3 ≥4 Sangat ternganggu Sangat distress

Berdasarkan gejala diatas, pasien yang didiagnosis depresi dapat digolongkan dalam depresi ringan,

sedang. Dan berat, sebagai berikut. Ciri khas depresi pada usia lanjut antara lain :

1. Terdapat fluktuasi yang jelas dari gejala

2. Gejala depresi mungkin tertutup keluhan somatic

3. Adanya depresi yang bersamaan dengan demensia

4. Terdapat hubungan yang erat antara pennyakit fisis dan depresi

Pasien depresi dapat mengalami imobilisasi lebih lama dan secara bermakna mengalami perburukan

status fungsional lebih besar dibandingkan dengan penderita penyakit kronis.

Prognosis

Komplikasi yang dapat terjadi adalah malnutrisi dan pneumonia (akibat imobilitas atau berbaring terus

menerus) serta akibat sampingan dari pemberian obat anti depresi. Pasien yang depresi mempunyai

risiko lebih tinggi untuk bunuh diri dari populasi lain. Sepertiga pasien usia lanjut melaporkan kesepian

sebagai alasan utama untuk bunuh diri, sepuluh persen karena masalah keuangan. Kira-kira 60% yang

melakukan bunuh diri adalah laki-laki, dan 75% yang mencoba bunuh diri adalah perempuan.

HIPERTENSI PADA USIA LANJUT

Definisi

Definisi hipertensi sama untuk semua golongan umur. Pengobatan juga didasarkan bukan atas umur

akan tetapi pada tingkat tekanan darah dan adanya resiko kardiovaskuler yang ada pada pasien.

24

Page 25: 90780586-makalah-perbaikan

Hipertensi Sistolik Terisolasi (HST)

Hipertensi sistolik terisolasi sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dengan tekanan darah diastolic

< 90 mmHg. Keadaan ini diakibatkan oleh kehilangan elastisitas arteri karena proses menua. Kekaukan

aorta akan meningkatkan TDS dan penggurangan volume aorta, yang pada akhirnya menurunkan TDD.

Semakin besar perbedaan TDS dan TDD atau tekanan nadi (pulse pressure), semakin risiko

komplikasikardiovaskuler. Tekanan nadi yang meningkat pada usia lanjut dengan hipertensi sistolik

terisolasi (HST) berkaitan dengan besarnya kerusakan yang terjadi pada organ target : jantung,otak dan

ginjal. Pada usia lanjut TDS lebih berkaitan dengan prognosis komplikasi KV dibandingkan TDD.

Pengaruh hipertensi terhadap morbiditas selain kardiovaskuler

Pada usia lanjut, hasil pengobatan tidak hanya diukur oleh keberhasilan penurunan tekanan darah pada

morbiditas dan mortalitas, kardiovaskular, tetapi juga oleh barbagai hal, termasuk efek terhadap

diabetes, pencegahan demensia atau penurunan kognitif, dan pengaruhnya kepada indeks massa

tubuh atau obesitas.

Diabetes Militus

Pasien DM mempunyai resiko kardiovaskular yang lebiih besar dibandingkan yang tanpa DM. dari hasil

penelitian SHEP yang dilaporkan pertama kali tahun 1996, dan systeur tahun 1999 pada pasien usia

lanjut dengan DM, didapatkan bahwa pengobatan diuretic atau antagonis kalsium mempunyai efek

penurunan tekanan darah yang sama, dibandingkan dengan non DM, pasien dengan DM mempunyai

penurunan morbiditas atau mortalitas yang lebih besar.

Indeks Massa Tubuh

Pada penelitian SHEP yang menggunakan diuretic, mengghasilkan parameter, survival dan kejadian

klinik, lebih pada yang termasuk obes, dibandingkan yang mempunyai IMT normal. sudah lama

diketahui bahwa pasien hipertensi yang gemuk mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan pada

pasien yang kurus. Salah satu penjelasanya adalah bahwa pada hipertensi gemuk peningkatan tekanan

darah terutama diakibatkan oleh peningkatan volume plasma sedangkan pada yang hipertensi yang

tidak gemuk diakibatkan peningkatan system simpatis dan system rennin angiotensin.

Fungsi Kognitif Dan Demensia

25

Page 26: 90780586-makalah-perbaikan

Keadaan penurunan fungsi kognitif dan demensia pada usia lanjut, lebih sering didapat pada hipertensi

kronik. Keadaan ini terjadi karena penyempitan dan sklerosis arteri kecil didaerah subkortikal, yang

mengakibatkan hipoperfusi, kehilangan autoregulasi, penurunan sawar otak, dan pada akhirnya akan

terjadi proses demyelenisasi White matter subkortilkal, mikroinfrak dan penurunan kognitif.

Kemunduran kognitif ditandai dengan lupa pada hal yang baru, akan tetapi masih dapat melakukan

aktivitas dasar sehari-hari. Hipertensi dan hiperkolesterolemia merupakan factor resiko utama.

Hipotensi Ortostatik

Hipertensi ortostatik ditemukan pada usia lanjut yang mendapat pengobatan obat hipertensi, terutama

apabila mendapat pengobatan obat hipertensi, terutama apabila ia pasien DM. dikatakan hipotensi

ortostatik apabila perbedaan TD pada posisi berbaring dengan posisi berdiri > 20 mmHg sistolik atau

>mmHg diastolic. Hipotensi ortostatik juga sering mengalami komplikasi seperti jatuh, fraktur sehingga

meningkatkan morbiditas dan mortilitas. Penyebab hipotensi ortostatik cukup banyak antara lain

kurangnya cairan tubuh, disfungsi barorefleks, insufisiensi saraf otonom, obat antihipertensi tertentu

seperti penghambat reseptor alfa atau penghambat beta. Penggunaan diuretic dan obat golongan

nitrat memacu terjadinya hipotensi ortostatik. Gejala hipotensi ortostatik seperti rasa tidak stabil,

riwayat terjatuh, rasa oleng atau pernah pingsan, harus dipastikan dengan pengukuran tekanan darah

pada posisi berbaring, duduk dan berdiri atau tegak. Diperlukan penyesuaian obat dosis Gr keluhan

dapat berkurang atau tidak terjadi.

26

Page 27: 90780586-makalah-perbaikan

B. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI PADA LANSIA

Imobilisasi Pada Lansia

Imobilisasi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup besar di bidang geriatric yang

timbul sebagai akibat penyakit atau masalah psikososial yang diderita.

Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih,

dengan gerak anatomis menghilang akibat perubahan fungsi fisiologik. Di dalam praktik medic istilah

imobilisasi digunakan untuk menggambarkan sebuah sindrom degenerasi fisiologis yang merupakan

akibat menurunnya aktivitas atau deconditioning. Terdapat beberapa factor resiko utama imobilisasi

seperti kontraktur, demensia berat, osteoporosis, ulkus, gangguan penglihatan, dan fraktur.

a. Penyebab imobilisasi

Berbagai factor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut.

Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,

ketidakseimbangan dan masalah psikologis. Rasa lemah sering kali disebabkan oleh malnutrisi,

gangguan elektrolit, tidak digunakannya otot, anemia, gangguan neurologis atau miopati.

Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. penyakit Parkinson,

arthritis rheumatoid, gout, dan obat-obatan antipsikotik seperti haloperidol juga dapat

menyebabkan kekakuan. Rasa nyeri,baik dari tulang (osteoporosis, osteomalasis,paget’s disease,

metatase kanker tulang, gout), otot (polimalgia, pseudoclaudication) atau masalah pada kaki

dapat menyebabkan imobilisasi. Ketidakseimbangan dapat disebabkan karena kelemahan,

factor neurologis, hipotensi ortostatik, atau obat-obatan.

Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada

depresi tertentu sangat sering menyebabkan terjadinya imobilisasi.efek samping beberapa obat

dapat menyebabkan gangguan pada imobilisasi, namun biasanya tidak terindentifikasi oleh

petugas kesehatan.

b. Komplikasi imobilisasi

1. Thrombosis

Thrombosis vena dalam merupakan salah satu gangguan vascular perifer yang penebabnya

bersifat multifaktorial, meliputi factor genetic dan lingkungan. terdapat tiga factor yang

27

Page 28: 90780586-makalah-perbaikan

meningkatkan resiko thrombosis vena dalam yaitu adanya luka di vena dalam karena trauma

atau pembedahan, sirkulasi darah yang tidak baik pada vena dalam, dan berbagai kondisi

yang meningkatkan resiko pembekuan darah. beberapa kondisi yang menyebabkan

terjadinya sirkulasi darah tidak baik di vena dalam meliputi gagal jantung kongestif,

imobilisasi lama, dan adanya gumpalan darah yang telah timbul sebelumnya. Gejala

thrombosis vena dalam timbul pada kurang dari separuh pasien dengan thrombosis vena

dalam. Gejala yang timbul bervariasi, tergantung pada ukuran dan lokasi thrombosis vena

dalam, dapat berupa rass panas, bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri pada tungkai; sebagian

thrombosis vena dalam timbul hanya pada satu kaki. untuk penampisan adanya thrombosis

vena dalam akhir-akhir ini dilakukan dengan pemeriksaan test D-dimer dan pletismografi.

sedangkan untuk diagnosis pasti thrombosis vena dalam dapat digunakan pemeriksaan

venografi, ultrasonografi,tomografi terkumputerisasi, dan dengan MRI.

ii. Emboli Paru

Emboli paru dapat diakibatkan oleh banyak factor seperti emboli air ketuban, emboli udara,

dan sebagainya. emboli paru dapat menghambat aliran darah ke paru dan memicu reflex

tertentu yang dapat menyebabkan panas yang mengakibatkan nafas berhenti secara tiba-

tiba. emboli paru sebagai akibat thrombosis merupakan penyebab utama kesakitan dan

kematian pada pasien-pasien dirumah sakit, terutama pada pasien lanjut usia.

Suatu penelitian yang dilakukan pada 617 pasien yang mengalami imobilisasi menunjukkan

adanya kejadian emboli paru sebesar 27%, dimana sebagian terjadi tidak pernah terdiagnosis

sebelum pasien meninggal. gejala emboli paru dapat berupa sesak nafas, nyeri dada, dan

peningkatan denyut nadi.

iii. Kelemahan otot

imobilisasi lama akan mengakibatkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dan kekuatan

otot. penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2 persen sehari. untuk mengetahui penurunan

kekuatan otot dapat juga dilihat dari ukuran lingkar otot. kelemahan otot pada pasien

dengan imobilisasi seringkali terjadi dan berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan,

dan jatuh. terdapat beberapa factor lain yang menyebabkan atrofi otot yaitu perubahan

biologis proses menua itu sendiri, akumulasi penyakit akut kronik, serta maltrunisi.

Perubahan otot selama imobilisasi lama menyebabkan degenrasi serat otot, peningkatan

28

Page 29: 90780586-makalah-perbaikan

jaringan menyebabkan degenerasi serat otot, eningkatan jaringan lemak, serta fibrosis. Posisi

imobilisasi juga berperan terhadap beratnya pengurangan otot.

iv. Kontraktur otot dan sendi

kontraktur dapat terjadi karena perubahan patologis pada bagian tulang sendi, pada otot,

atau pada jaringan penunjang di sekitar sendi. penyebab kontraktur otot lainnya adalah

spatisitas dan neuroleptik. factor posisi dan mekanik juga dapat menyebabkan kontraktur

atrogenik seringkali disebabkan karena inflamasi, luka sendi degenerative, infeksi, dan

trauma. kolagen sendi dan jaringan lunak sekitar akan mengerut. metode yang digunakan

untuk mencegah kontraktur adalah mobilisasi sendi didni dengan penatalaksanaan nyeri yang

sesuai serta positioning yang optimal dari ekstremitas yang terlibat.

v. Osteoporosis

Osteoporosis timbul sebagai akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan

pembentukan tulang. imobilisasi ternyata meningkatkan resorpsi tulang, meningkatkan kadar

kalsium serum. menghambat sekresi PTH, dan produksi vitamin D3 aktif (1,25-(OH)2D). factor

utama yang menyebabkan kehilangan massa tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya

resorpsi tulang. Massa tulang menurun tetapi komponen rasio antara matriks inorganic dan

organic tidak berubah.

vi. Ulkus dekubitus

pasien imobilisasi umumnya tidak bergerak pada malam hari karena tidak adanya gerakan

pasif maupun aktif. tekanan akan memberikan pengaruh pada daerah kulit sacral ketika

dalam posisi berbaring. Aliran darah akan terhambat pada derah kulit yang tertekan dan

menghasilkn anoksia jaringan dan nekrosis. jumlah tekanan yang dapat mempengaruhi

mikrosirkulasi kulit pada lanjut usia berkisar antara 25 mmHg. Terkanan lebih dari 25 mmHg

secara terus menerus pada kulit atau jaringan lunak dalam waktu yang lama akan

menyebabkan kompresi pembuluh darah. Luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang

paling sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi. Faktor resiko timbilnya ulkus

dekubitus adalah semua jenis penyakit dan kondisi yang menyebabkan seseorang terbatas

aktivitasnya. factor resiko yang sering pada usia lanjut adalah demam, kondisi koma, penyakit

serebrovaskuler, infeksi, anemia, malnutrisi, kaheksia, hipotensi, syok, dehidrasi, penyakit

29

Page 30: 90780586-makalah-perbaikan

neurologis dengan paralisis, limfosit, imobilisasi, penurunan berat badan, kulit kering, dan

eritema.

vii. Hipotensi postural

komplikasi yang sering timbul akibat imobilisasi lama pada pasien usia lanjut adalah

penuruna efisiensi jantung, perubahan tanggapan kardiovaskular postural, dan penyakit

tromboemboli. hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah sebanyak 20 mmHg dari

posisi baring ke duduk dengan salah satu gejala klinik yang sering timbul adalah iskemia

serebral, khususnya sinkop. pada orang normal sehat, mekanisme kompensasi enyebabkan

vasokontriksi dan peningkatan denyut jantung yang menyebabkan tekanan darah tidak turun.

pada usia lanjut umunya fungsi baroreseptor menurun. tirah baring total selama paling

sedidikit 3 minggu akan menggangu kemampuan seseorang untuk menyesuaikan posisi

berdiri dari berbaring pada orang sehat, hal ini akan lebih terlihat pada usia lanjut.

Tirah baring lama akan membalikkan respons kardiovaskular normal menjadi tidak normal

yang akan menghasilkan penurunan volume sekuncup jantung dan curah jantung. gejala dan

tanda hipotensi postural adalah penuruna tekanan darah sistolik dari tidur ke duduk lebih

dari 20 mmHg, berkeringat, pucat, kebingungan, peningkatan denyut jantung, letih, dan pada

keadaan berat dapat menyebabkan jatuh yang pada akhirnya akan mengakibatkan fraktur,

hematoma jaringan lunak dan perdarahan otak.

viii. Pneumonia dan infeksi saluran kemih

Imobilisasi juga dikaitkan dengan terjadinya pneumonia dan infeksi saluran kemih. akibat

imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada pasien geriatric. liran urin

juga terganggu akibat tirah baring yang kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih lebih

mudah terjadi. inkontinensia urin juga sering terjadi pada usia lanjut yang mengalami

imobilisasi, yang umunya disebabkan ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak

sempurna, gangguan status mental, dan gangguan sensasi kandung kemih. retensi urin ini

akan memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih dan bila dibarengi dengan hiperkalsiuria

akan mengakibatkan terjadinya pembentukan batu ginjal kalsium. bila hal ini dibiarkan, maka

akan menurunkan fungsi saluran kemih bawah dan timbulnya hidronefrosis.

30

Page 31: 90780586-makalah-perbaikan

ix. Gangguan nutrisi

Selain infeksi, imobilisasi ternyata juga berperan ada terjadinya hipoalbuminemia pada

pasien lanjut usia yang menjalani perawatan dirumah sakit. Imobilisasi akan mempengaruhi

system metabolic dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolism

zat gizi. salah satu perubahan yang terjadi adalah pada metabolism protein. kadar plasma

kortisol lebih tinggi pada usia lanjut dengan imobilisasi dibandingkan dengan udia lanjut

tanpa imobilisasi. Keadaan tidak beraktivitas dan imobilisasi selama 7 hari akan

meningkatkan eksresi nitrogen urin. Peningkatan eksresi nitrogen mencapai puncak dengan

rata-rata kehilangan 2 mg/hari sehingga pasien akan mengalami hipiproteinemia, edema, dan

penurunan berat badan. Kehilangan nitrogen meningkat sehingga 12 gram pada keadaan

imobilisasi dengan malnutrisi, trauma, fraktur pinggul, atau infeksi. Penekanan sekresi

hormone antidiuretik selama imobilisasi juga akan memiliki natrium serum dan natrium urin

yang lebih rendah dibandingkan pada yang tidak imobilisasi, sehingga imobilisasi lama akan

memiliki defisiensi natrium kronik.

x. Konstipasi dan sklibala

Konstipasi, skibala, dan obstruksi usus merupakan masalah utama pada lanjut usia dengan

imobilisasi. Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin lama

feses tinggal di usus besar, maka absorbs cairan akan lebih besar sehingga feses akan menjadi

lebih keras. Asupan cairan yang kurang, dehidrasi, dan penggunaan obat-obatan juga

menyebabkan konstipasi pada pasien imobilisasi.

Masalah Khusus Pada Usia Lanjut

Ada berbagai masalah khusus yang sering dijumpai pada usia lanjut seperti dibawah ini:

1. Pasien usia lanjut sering mendapat banyak obat, sehingga kemungkinan interaksi harus selalu

dipikirkan.

2. Pendengaran dan penglihatan yang menurun sering mengakibatkan kesulitan dalam memahami

intruksi dokter.

3. Adanya demensia atau gangguan fungsi kognitif perlu jadi pertimbangan untuk menentukan pilihan

obat.

31

Page 32: 90780586-makalah-perbaikan

4. Kemasan dan tempat obat yang diberikan apotik. Kesulitan membuka tutup, mengeluarkan obat

mengakibatkan kepatuhan minum obat terngaggu.

5. Kebanyakan pasien usia lanjut mempunyai kesulitan keuangan,sehingga dalam pemilihan obat,

pemeriksaan penunjang dan lainnya harus dipertimbangkan.

6. Komunikasi dengan pasien. Agar dokter menyediakan lebih banyak waktu untuk mendengarkan

keluhan seprti efek obat, segala kesulitan dan menasehatinya.

32

Page 33: 90780586-makalah-perbaikan

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo,W. Aru,dkk. 2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.Jakarta: Interna Publishing

Sudoyo,W. Aru,dkk. 2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2.Jakarta: Interna Publishing

Sylvia, Price and Lorraine Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit.Jakarta: EGC

33