87924749-analisis-wacana
TRANSCRIPT
A. LATAR BELAKANG
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan oleh pembaca untuk memperolah
pesan yang disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Dari segi
linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi.
Atau dengan kata lain membaca sebagai suatu penafsiran atau interpretasi terhadap
ujaran yang berada dalam bentuk tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
membaca yaitu melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan
melisankan atau hanya di hati), mengucapkan, mengeja atau melafalkan apa yang
tertulis. Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh
informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Dengan kata lain membaca
bertujuan untuk :
Memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta
Memperoleh ide-ide utama
Mengetahui urutan atau susunan dan organisasi cerita
Menyimpulkan/membaca inferensi
Mengelompokan/mengklasifikasikan
Menilai/mengevaluasi
Memperbandingkan/mempertentangkan
Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa, terbagi kedalam dua
aktivitas, yaitu membaca nyaring dan membaca dalam hati. Membaca
dalam hati dibagi atas membaca ekstensif dan membaca intensif.
Sedangkan membaca ide termasuk kedalam cakupan membaca telaah isi yang
tergolong membaca intensif.
I . Membaca Ide (Reading for Ideas)
A. Pengertian Membaca Ide
Seperti halnya dengan keterampilan membaca telaah isi yang lainnya (yaitu
membaca teliti, membaca pemahaman, dan membaca kritis), membaca ide
juga merupakan hal yang sangat penting dalam memahami serta menemukan
gagasan yang disampaikan oleh penulis pada tulisannya.
Di atas telah dikemukakan tentang pengertian dari membaca. Sedangkan
1
kata ”ide” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti
rancangan yang tersusun di dalam pikiran; gagasan; cita-cita.
Terdapat beberapa pengertian tentang membaca ide, diantaranya yaitu :
Membaca ide juga berarti sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari,
memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.
Membaca ide merupakan mengerahkan kemampuan keterampilan membaca
untuk menangkap ide pokok pada sebuah bacaan.
Membaca ide berarti membaca untuk menemukan pikiran, gagasan,
cita-cita yang terdapat pada wacana yang dibaca.
Membaca ide merupakan tahapan pertama untuk memajukan pemahaman
dari maksud penulis yang terdapat pada tulisannya.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca ide
adalah proses membaca yang bermaksud menemukan dan memahami ide,
gagasan, cita-cita dan maksud pengarang/penulis yang terdapat pada
tulisannya.
Contohnya ketika kita membaca sebuah buku/bacaan. Untuk memudahkan
kita mendalami buku/bacaan tersebut, hendaklah kita selalu menemukan ide
pokok pada setiap buku/bacaan yang meliputi:
Ide pokok buku/bacaan keseluruhan
Ide pokok bab/judul.
Ide pokok bagian bab dan sub judul
Ide pokok paragraph
Ke-empat ide pokok tersebut harus kita temukan dan pahami. Hal ini lah yang
disebut dengan membaca ide.
B. Hubungan Membaca Ide dengan Keterampilan Membaca Telaah Isi yang lain
(membaca teliti, membaca pemahaman, dan membaca kritis)
1. Hubungannya dengan membaca teliti
Untuk membaca ide pada setiap bacaan tentunya perlu ketelitian yang
baik dari pembaca untuk menemukan ide, gagasan pada tulisan yang
2
dibacanya. Maka terlihat jelas membaca teliti merupakan tahapan untuk
mencapai/menemukan ide, gagasan dalam bacaan.
2. Hubungannya dengan membaca pemahaman
Bagaimana kita dapat menemukan ide, gagasan dalam tulisan apabila
kita tidak memahami bacaan yang kita baca tersebut. Maka membaca
pemahamn juga erat hubungannya dengan membaca ide.
3. Hubungnya dengan membaca kritis
Seorang pembaca kritis tidak akan mampu menganalisis suatu bacaan
apabila dia sendiri tidak mengetahui/menemukan gagasan, ide yang
sebenarnya yang dimaksud oleh penulis. Maka membaca ide adalah salah
satu tahapan untuk menjadi pembaca kritis, dan begitu juga sebaliknya.
C. Manfaat Membaca Ide
Orang yang lebih banyak membaca maka akan mempunyai banyak ilmu
pengetahuan dan pengalaman, dan orang yang kaya akan ilmu dan pengalaman akan
mudah berbicara atau menulis tentang ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya.
Begitu juga semakin banyak membaca orang akan semakin terampil berbahasa, dan
orang yang terampil dalam berbahasa akan semakin cerah dan jelas jalan fikirannya.
Ketika kita membaca sebuah buku, apakah buku tersebut kita baca secara
keseluruhan begitu saja? Tanpa tahu apa maksud yang disampaikan si penulis yang
mampu memberikan peningkatan kualitas ilmu dan pengalaman kita. Atau kita cukup
tahu saja maksud si penulis? Namun tanpa menemukan ide, gagasan, serta cita-cita si
penuli dalam tulisannya. Dalam membaca apa saja, hendaklah kita menemukan ide
pokok pada bacaan tersebut. Jangan sampai hanya membuang waktu untuk menekuni
detail semua bacaan.
Dengan membaca ide memberikan banyak manfaat bagi tercapainya tujuan
membaca yang optimal dan mampu membawa kepada peningkatan berbahasa bagi
pembacanya. Dengan membaca ide kita dapat menemukan gagasan, ide yang
terkandung pada bacaan dengan cepat dan tepat tanpa membacanya secara
keseluruhan secara detail. Dengan membaca ide atau gagasan pokok maka kita
sebenarnya telah menghemat waktu dan tenaga dalam membaca.
3
D. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca Ide?
Kemampuan membaca ide merupakan keharusan yang dimilki oleh para
mahasiswa/pelajar pada khususnya, begitu juga bagi setiap pembaca pada umumnya.
Tentunya dengan maksud untuk mencapai tujuan membaca yang optimal. Untuk
menjadi seorang pembaca ide, kita harus menjadi seorang pembaca yang baik
(a good raider). Bagaimana untuk menjadi seorang pembaca yang baik?
Berikut ada beberapa cara untuk menjadi sorang pembaca yang baik, yaitu:
1. Mengetahui alasan kenapa dia membaca
2. Memahami apa yang dibacanya
3. Menguasai takhnik kecepatan membaca
4. Mengenal berbagai media cetak
Selain cara di atas ada cara yang lain untuk menjadi seorang pembaca ide,
yaitu berusaha menemukan dan menangkap ide pokok. Untuk mendapatkan ide
pokok dengan cepat dan tepat kita harus :
1. Berpikir bersama penulis, mengikuti struktur dan gaya
penulisannya.
2. Baca dengan mendesak, dengan tujuan mendapatkan ide pokok,
secara cepat.
3. Jangan baca kata per kata, melainkan serap ide.
4. Bergerak lebih cepat, tapi jangan kehilangan pengertian.
5. Bacalah dengan cepat, dengan cepat mengerti idenya. Get in, get the
thought, and get out.
6. Anda harus melecut diri untuk cepat mencari arti sentral.
7. Kurangi kebiasaan menekuni detail kecil.
8. Cepat bereaksi terhadap pokok dari suatu karangan dengan akurat.
Namun pada dasarnya untuk meningkatkan kemampuan membaca
ide tidak ada cara/metode yang paling tepat, karena setiap pembaca
harus mengembangkan sendiri strategi ataupun metode-metode
untuk membaca ide. Tapi beberapa cara/metode/resep di atas
tentunya bisa dicoba
4
B. Memahami Prinsip – Prinsip Membaca Ide Pada Wacana Surat Kabar
Bahasa merupakan sarana komunikasi terpenting yang digunakan dalam
interaksi antarindividu. Bahasa akan menjadi bermakna ketika digunakan dalam
kehidupan sehari-hari oleh para pemakainya. Dalam pemakaiannya, para pemakai
bahasa dapat menafsirkan sesuatu yang disampaikan oleh pemakai bahasa yang lain
dengan penafsiran yang berbeda. Dalam hal ini para pemakai bahasa harus
mengenali wacana dengan baik, agar pesan dalam wacana dapat diterima dan tidak
menimbulkan salah penafsiran.
Untuk meminimalisir salah paham, diperlukan istilah kohesi yang mengacu pada
hubungan antar bagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur
bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk
koherensi. Kohesi dan koherensi sudah seharusnya terjadi pada sebuah wacana agar
pembaca (bentuk wacana tulis) atau pendengar (bentuk wacana lisan (tentunya
didukung oleh konteks)) memahami maksud dari wacana itu sendiri.
Menurut Samsuri (dalam Alex Sobur, 2004: 10) wacana merupakan rekaman
kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas
seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang
lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula dengan bahasa
tulisan.
Dalam hal ini wacana merupakan suatu kesatuan gramatikal yang utuh dan
berkesinambungan serta mempunyai makna. Untuk dapat memahami sebuah wacana,
diperlukan suatu kajian yang membahas tentang wacana baik dari segi leksikal dan
gramatikal maupun dari konteksnya. Ilmu yang mengkaji tentang wacana dalam hal
ini adalah analisis wacana. Menurut Stubbs (dalam Bambang Yudi Cahyono, 1994:
227) analisis wacana merupakan objek kajian pragmatik yang menekankan telaahnya
pada penafsiran wacana dan teks. Di samping itu, analisis wacana juga
memanfaatkan hasil kajian pragmatik. Oleh karena itu, analisis wacana juga
berupaya menafsirkan suatu wacana yang tidak terjangkau oleh semantik tertentu
maupun sintaksis (Bambang Yudi Cahyono, 1994: 228). Dari pengertian tersebut kita
dapat menyimpulkan bahwa analisis wacana berkaitan dengan hal-hal di luar
5
kebahasaan, seperti konteks dan situasi penutur.Wacana dalam hal ini wacana
berbentuk tertulis, menjadi bahan yang menarik untuk dikaji.
Wacana-wacana yang berasal dari media cetak maupun elektronik, seperti surat
kabar, majalah ataupun surat kebar elektronik (harian online) dapat dikaji baik dari
segi leksikal dan gramatikal maupun dari segi konteksnya. Wacana-wacana dalam
teks media yang menggunakan bahasa jurnalistik mempunyai keunikan tersendiri dan
menarik untuk dikaji.
Salah satu wacana yang terdapat dalam media cetak adalah opini. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III opini adalah pendapat, pikiran, dan
pendirian. Jadi, opini pada surat kabar merupakan pendapat atau pemikiran seorang
ahli pada sebuh permasalahan yang sedang terjadi, yang dipublikasikan melalui
media cetak seperti surat kabar.
C. BATASAN MASALAH
Agar anlisis ini tidak mengambang, maka pada pembahasan kali ini akan
dibatasi masalah yang akan dibahas pada analisi kohesi dan koherensi wacana.
Adapun pembatasan masalahnya sebagai berikut:
“Analisis kohesi gramatikal yang meliputi pengacuan (referensi) dan perangkai
(konjungsi). Kemudian, kohesi leksikal yang meliputi repetisi (pengulangan) dan
sinonim (padan kata). Dan koherensi yang meliputi hubungan sebab akibat
(kausalitas), hubungan penjelasan (amplikatif), dan hubungan penambahan pada
rubrik opini Koran kompas”.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka pada rumusan
masalah penulis akan membahasa masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penggunaan aspek kohesi gramatikal yang meliputi pengacuan
dan perangkai dan kohesi leksikal yang meliputi repitisi dan sinonim dalam
wacana pada rubrik opini surat kabar elektronik kompas?
6
2. Bagaimana penggunaan aspek koherensi dalam wacana pada rubrik opini
dalam surat kabar elektronik kompas yang meliputi hubungan sebab akibat
(kausalitas), hubungan penjelasan (amplikatif), dan hubungan penambahan?
3. Bagaimanakah keterkaitan aspek kohesi dan koherensi dalam wacana?
E. SUMBER DATA
Adapun sumber data yang penulis kumpulkan bersumber dari surat kabar media
elektronik kompas (kompas.com) dalam kurun waktu 6 hari mulai dari tanggal terbit
8 – 13 November tahun 2010. Berikut rekapitulasi data yaang telah terkumpul:
Tabel 1. rekapitulasi wacana pada rubrik opini dalam kompas.com (8 – 13 November
2010)
No. Judul Wacana Opini Tanggal Terbit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Kota Hijau oleh Eko Budiharjo
Obama-SBY Versus Globalisasi oleh Christianto
Wibisono
Perencanaan Cerdas Mewujudkan Kota Hijau oleh
Nirwono Joga
Maskapai Asing Takut Abu Merapi? oleh Chappy
Hakim
Semiotika Bencana oleh Yasfar Amir Piliang
MK Minta Tolong pada Refly oleh Moh Mahfud MD
Polemik Ipo Pt Krakatau Steel oleh Iman Sugema
Pemindahan Tan Malaka ke Kalibata oleh Asvi
Warman Adam
Tamu Agung yang Merepotkan oleh Ikrar Nusa Bhakti
Merawat islam Indonesia oleh Abd A’la
Rekayasa IPO Krakatau Steel? oleh Hikmahanto
Juwana
Relokasi Korban Bencana Mentawai oleh Frans R
Siahaan
8 November 2010
8 November 2010
8 November 2010
9 November 2010
9 November 2010
10 November 2010
10 November 2010
10 November 2010
11 November 2010
11 November 2010
11 November 2010
11 November 2010
7
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Rekonsolidaso Ekonomi Global oleh Syamsul Hadi
“Doorstoot Naar Bali” oleh Saldi Isra
Mencari “Kutu” di MK oleh Febri Diansyah
Merokok: Kebiasaan atau Kebinasaan? oleh Tan Shot
Yen
Tahab Baru Hubungan RI-Jepang oleh Koijiro Shiojiri
Erupsi Saham Krakatau Steel oleh Yanuar Rizky
G-20 dan KM-35 oleh Makmur Keliat
Inmemoriam Des Alwi oleh Rosihan Anwar
12 November 2010
12 November 2010
12 November 2010
12 November 2010
13 November 2010
13 November 2010
13 November 2010
13 November 2010
Dari data yang tersaji pada tabel.1, tidak semuanya akan dianalisis. Karena
keterabatasan waktu maka akan dipilih hanya beberapa judul yang dianggap sudah
dapat mewakili seluruh data yang ada untuk dianaliis.
Berikut awacana yang akan dianalisis:
1. Tamu Agung yang Merepotkan oleh Ikrar Nusa Bhakti. Terbit tanggal 11
November 2010
2. Maskapai Asing Takut Abu Merapi? oleh Chappy Hakim. Terbit tanggal 9
November 2010
F. METODE PENELITIAN
Pada analisis yang akan dikerjakan ini penulis menggunakan metode analisis
deskriptif kualitatif. Kenapa dipilih metode ini? Karena metode penelitian deskriptif
kualitatif menekankan pada metode penelitian observsi di lapangan dan datanya
dianalisa dengan cara non-statistik melainkan dengan membahasakan apa yang
dianalisis, meskipun tidak selalu meniadakan penggunaan angka.
Data yang dikumpulkan bersumber dari rubrik opini pada harian kompas dalam
kurun waktu enam hari, terhitung dari tanggal 8 – 13 November 2010. Jumlah
wacana selama enam hari tersebut adalah 20 wacana dalam bentuk opini. Tetapi
seperti yang telah dikemukakan pada sumber data, penulis hanya menganalisis tiga
opini yang dianggap telah mewakili dari keseluruhan data yang ada.
8
G. TEKNIS ANALISIS DATA
Untuk memudahkan penulis dan pembaca melihat data yang akan dianalisis,
maka penulis melakukan pengkodean data sebagai berikut:
K : Kalimat
Kn : Kalimat ke…
Misal
K1 : Kalimat ke satu
K4 : Kalimat ke empat
P : Paragraf
Pn : Paragraf ke…
P2 : Paragraf kedua
P6 : Paragraf keenam
Tentunya akan terjadi kombinasi kode data untuk menunjukkan data. Maka,
bentuknya sebagai berikut:
Pn-Kn : Paragraf ke… baris ke…
atau
Kn-Pn : Baris ke… paragraf ke…
Untuk opini dilambangkan dengan huruf ‘O’.
O1 = opini satu
O2 = opini dua
O3 = opini tiga
Hanya pengkodean data seperti yang telah dijelaskan yang berlaku dan
terdapat pada analisis yang akan dilakukan.
H. KAJIAN TEORITIS
Kohesi
Halliday dan Hasan (1976 : 6) membagi kohesi didalam wacana menjadi dua
jenis, yaitu kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Kohesi gramatikal yang akan
9
dikemukakan pada penelitian ini meliputi pengacuan ( referensi ) dan perangkaian
( konjungsi ).
1. Pengacuan ( referensi )
Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang
berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain ( atau suatu
acuan ) yang mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, maka
pengacuan dibedakan menjadi dua jenis : (1) pengacuan endofora apabila acuannya
(satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat didalam teks wacana itu, dan (2)
pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana.
Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu pengacuan anaforis dan pengacuan kataforis. Pengacuan anaforis adalah
salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada
satuan lingual lain yang mendahuluinya atau mengacu pada unsur yang telah disebut
terlebih dahulu. Pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang
berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang
mengikutinya atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian.
Jenis kohesi gramatikal pengacuan dapat juga diklasifikasikan menjadi tiga
macam, yaitu (1) pengacuan persona, (2) pengacuan demonstratif dan (3) pengacuan
komparatif.
a. Pengacuan Persona
Pengacuan persona meliputi persona I tunggal (aku, saya, ku-, -ku), persona I
jamak (kami, kami semua, kita), persona II tunggal (kamu, anda, kau-, -mu), persona
II jamak (kamu semua, kalian, kalian semua), persona III tunggal (ia, dia, beliau, di-,
-nya) dan persona III jamak (mereka, mereka semua).
b. Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu pronominal demonstratif waktu (temporal) dan pronominal demonstratif tempat
(lokasional). Pronominal demonstratif waktu meliputi pengacuan waktu kini (kini,
sekarang, saat ini), lampau (kemarin, dulu, yang lalu), yang akan datang (besok, yang
akan datang) dan netral (pagi, siang, sore, pukul 12). Pronominal demonstrative
tempat meliputi pengacuan tempat yang dekat dengan penutur (sini, ini), agak dekat
10
dengan penutur (situ, itu), jauh dengan penutur (sana) dan menunjuk tempat secara
eksplisit (Solo, Yogya).
c. Pengacuan Komparatif (Perbandingan)
Pengacuan Komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi
gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai
kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan
sebagainya. Kata-kata yang digunakan untuk membandingkan misalnya seperti,
bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti dan
persis sama dengan.
2. Perangkaian (Konjungsi)
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan
cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur
yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat
juga berupa unsur yang lebih besar dari itu.
Dilihat dari segi makna, perangkaian (konjungsi) dapat berupa : sebab –
akibat (sebab, karena, maka, makanya), pertentangan (tetapi, namun), kelebihan atau
eksesif (malah), perkecualian atau ekseptif (kecuali), konsesif (walaupun, meskipun),
tujuan (agar, supaya), penambahan atau aditif (dan, juga, serta), pilihan atau
alternatif (atau, apa), harapan atau optatif (moga-moga, semoga), urutan atau
sekuensial (lalu, terus, kemudian), perlawanan (sebaliknya), waktu (setelah, sesudah,
usai, selesai), syarat (apabila, jika), cara (dengan cara begitu) dan makna – makna
lainnya.
Selain kohesi gramatikal ada satu jenis kohesi lagi, yaitu kohesi leksikal.
Adapun kohesi leksikal yang akan dijelaskan pada penelitian ini meliputi repetisi
(pengulangan) dan sinonimi (padan kata).
1. Repetisi (Pengulangan)
Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata atau
bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah
konteks yang sesuai. Repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu :
a. Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang
dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.
11
b. Repetisi Tautotes
Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali
dalam sebuah konstruksi.
c. Repetisi Anafora
Repetisi anaphora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa
pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.
d. Repetisi Epistrofa
Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris
(dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut.
e. Repetisi Simploke
Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir
beberapa baris/kalimat berturut-turut.
f. Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual ditengah-tengah baris
atau kalimat secara berturut-turut.
g. Repetisi Epanalepsis
Repetisi Epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa
terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama.
h. Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat
itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya.
2. Sinonimi (Padan Kata)
Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama;
atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul
Chaer, 1990:85). Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana.
Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima
macam, yaitu :
a. Sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat)
b. Sinonimi kata dengan kata
c. Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya
d. Sinonimi frasa dengan frasa
12
e. Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat
Koherensi
Istilah “koherensi” mengandung makan ‘pertalian’. Dalam konsep
kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (HG Tarigan, 1987:32).
Koherensi juga berarti hubungan timbal balik yang serasi antarunsur dalam kalimat
(Gorys Keraf, 1984:38).
Harimurti Kridalaksana (1984:69; 1978:83-40) mengemukakan bahwa
hubungan kiherensi wacana sebenarnya adalah ‘hubungan semantis’. Artinya
hubungan itu terjadi antarproposisi. Secara struktural, hubungan itu direpresentasikan
oleh peraturan secara semantis antara kalimat (bagian) yang satu dengan kalimat
lainnya. Hubungan maknawi ini kadang-kadang tanpa penanda. Hubungan semantis
yang dimaksu antara lain:
1. Hubungan sebab-akibat (kausalitas)
Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: “mengapa sampai terjadi
begini?”, atau kalimat yang satu bermakna sebab dan klaimat lainnya menjadi
akibat. Contoh:
“Ia tidak mungkin menemukan buku fiksi diperpustakaan itu. Koleksi
perpustakaan itu khusus buku nonfiksi ilmiah.
2. Hubungan penjelas (amplikatif)
Salah satu bagian kalimat memperkuat atau memperjelas bagian kalimat
lainnya. Contoh:
“Dua burung itu jangan dipisah. Masukkan dalam satu kandang saja.”
3. Hubungan penambahan (aditif)
Penambahan (aditif), penanda koherensi yang bersifat aditif atau berupa
penambahan antara lain: dan, juga, selanjutnya, lagi pula, serta.
13
Masih ada beberapa hubungan yang lainnya. Tetapi tidak akan diuraikan,
karena yang diteliti pada wacana hanya hubunga kausalitas, hubungan penjelas dan
hubungan penambahan.
Opini
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III opini adalah pendapat,
pikiran, dan pendirian. Jadi, opini pada surat kabar merupakan pendapat atau
pemikiran seorang ahli pada sebuh permasalahan yang sedang terjadi, yang
dipublikasikan melalui media cetak seperti surat kabar.
I. PEMBAHASAN
wacana opini
“Tamu Agung yang Merepotkan” oleh Ikrar Nusa Bakti
a. Penyajian Data
(O1P1K3) Sekarang sebagai Presiden, saya bahkan tidak bisa melihat lalu lintas
karena jalan-jalan diblokir, padahal setahu saya lalu lintas Jakarta lumayan padat
juga.
(O1P2K2) Bisa saja diartikan betapa tuan rumah Indonesia terlalu berlebihan dalam
mengatur lalu lintas Jakarta saat tamu agung dari negara adidaya itu berkunjung ke
Indonesia, Selasa dan Rabu lalu.
(O1P3K1) Bayangkan, semua jalan yang akan dilalui ditutup 15 menit sampai
berjam-jam, pengguna jalan berdesak dalam kemacetan menunggu sampai
rombongan tamu agung lewat.
(O1P5K2) Ini tentunya sentilan keras bagi kita semua sebagai pemilik ideologi
Pancasila.
(O1P6K1) Tengoklah apakah ideologi negara itu menjadi pegangan bagi para
pembuat, pengambil keputusan, dan pelaksana keputusan di negeri ini?
(O1P6K2) Apakah dalam pembuatan undang-undang seperti undang-undang
penanaman modal, undang-undang mengenai air, juga undang-undang mengenai
energi, ideologi negara itu digunakan sebagai pegangan?
(O1P7) Di mana pula ideologi Pancasila di mata para elite politik dalam
memperlakukan warga negara Indonesia yang berbeda suku, agama, ras, dan
14
golongan? Di mana sikap kegotongroyongan kita? Di mana sikap para wakil rakyat
kita dalam memaknai sila keempat Pancasila di dalam pengambilan keputusan di
sidang-sidang parlemen?
(O1P8-P9) Pelajaran penting lain dari Barack Obama ialah bagaimana sikap dan
tindakan politiknya dalam menghadapi pluralisme masyarakat Amerika. Presiden
Obama amat memegang teguh keputusannya untuk mendukung pembangunan
Islamic Center di tanah dekat reruntuhan gedung kembar World Trade Center di New
York walau kritik dan caci maki ditujukan kepadanya dari warga Amerika sendiri.
Obama juga berani untuk tetap mengunjungi Mesjid Istiqlal. Ini melambangkan
bahwa AS bukanlah musuh Islam dan Islam bukanlah musuh AS. Sikap dan tindakan
Obama melawan arus yang berkembang di AS.
(O1P10K2) Namun, Obama tetap menunjukkan kenegarawanannya sebagai
pemimpin AS dan tidak memedulikan citra politik yang merosot.
(O2P10K3) Meletakkan batu sendi kebijakan yang positif terhadap Islam dan negara-
negara Islam jauh lebih mulia ketimbang popularitas politik sesaat.
(O1P13) Salah satu tujuan kunjungan Presiden Obama ke Jakarta adalah membangun
kemitraan komprehensif antara AS-Indonesia…
(O1P14) Indonesia telah memiliki kerja sama semacam itu…
(O1P18K2) Apakah ini sekadar beasiswa bagi anak-anak elite politik Indonesia
untuk kuliah lanjutan ke universitas-universitas ternama di AS, ataukah beasiswa atas
dasar penilaian obyektif kepada semua anak Indonesia?
b. Pembahasan Hasil Analisis Data
KOHESI GRAMATIKAL
1. Referensi (pengacuan)
Pada wacana (O1P1K3) … saya bahkan tidak bisa melihat lalu lintas karena
jalan-jalan diblokir, … merupakan pengacuan persona 1 tunggal. Hal ini ditunjukkan
pada kata ‘saya’ yang mengacu pada Barack Husain Obama. Jenis pengacuan ini
adalah pengacuan eksofora, karena acuannya tidak terdapat di dalam teks atau
dengan kata lain berada di luar teks.
Pada (O1P2K2) … saat tamu agung dari negara adidaya itu berkunjung ke
Indonesia, Selasa dan Rabu lalu. … adalah pengacuan endofora yang anaforis.
15
Mengapa demikian? Karena ‘tamu agung’ mengacu pada Presiden AS Barack
Hussein Obama yang telah disebutkan di awal paragraf kedua. Artinya pengacuan
endofora yang anaforis adalah berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada
satuan lingual lain yang mendahuluinya atau mengacu pada unsur yang telah disebut
terlebih dahulu.
Pada (O1P3K1) … pengguna jalan berdesak dalam kemacetan menunggu
sampai rombongan tamu agung lewat. … merupakan pengacuan eksoforis.
Pengacuan eksoforis adalah pengacuan yang acuannya tidak terdapat di dalam teks.
(O1P5K2) Ini tentunya sentilan keras bagi kita semua sebagai pemilik
ideologi Pancasila. … adalah pengacuan persona 1 jamak, ditunjukkan pada kata
‘kita’ yang mengacu pada rakyat Indonesia. Jenis pengacuan ini adalah pengacuan
eksofora.
(O1P6K1) … bagi para pembuat, pengambil keputusan, dan pelaksana
keputusan di negeri ini? … merupakan pengacuan demonstratif tempat. Terlihat
dalam penggunaan kata ‘ini’ yang di dahului kata ‘negara’ menunjukkan bahwa ‘ini’
mengacu pada tempat yaitu Indonesia.
(O1P6K2) … ideologi negara itu digunakan sebagai pegangan? ...
merupakan pengacuan demonstratif tempat. Terlihat dalam penggunaan kata ‘ini’
yang di dahului kata ‘negara’ menunjukkan bahwa ‘ini’ mengacu pada tempat yaitu
Indonesia.
2. Perangkaian (konjungsi)
(O1P10K2) Namun, Obama tetap menunjukkan kenegarawanannya sebagai
pemimpin AS dan tidak memedulikan citra politik yang merosot. … adalah
perangkaian pertentangan yang ditunjukkan kata ‘namun’.
(O1P18K2) … ataukah beasiswa atas dasar penilaian obyektif kepada
semua anak Indonesia?... merupakan perangkaian pilihan atau alternatif, ditunjukkan
dengan adanya kata ‘atau’ sebagai penghubung. Karena pada kalimat di atas berupa
kata tanya maka ditambah dengan ‘-kah’. Tetapi perannya masih sebagai konjungsi.
16
KOHESI LEKSIKAL
1. Repetisi (pengulangan)
(O1P7) Di mana pula ideologi Pancasila di mata para elite politik dalam
memperlakukan warga negara Indonesia yang berbeda suku, agama, ras, dan
golongan? Di mana sikap kegotongroyongan kita? Di mana sikap para wakil rakyat
kita dalam memaknai sila keempat Pancasila di dalam pengambilan keputusan di
sidang-sidang parlemen? … adalah pengulangan anafora.
Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa
pertama pada tiap baris atau kalimatberikutnya. Agar data lebih jelas, maka tampak
sebagai berikut:
Di mana pula ideologi Pancasila di mata para elite politik dalam
memperlakukan warga negara Indonesia yang berbeda suku, agama, ras,
dan golongan?
Di mana sikap kegotongroyongan kita?
Di mana sikap para wakil rakyat kita dalam memaknai sila keempat
Pancasila di dalam pengambilan keputusan di sidang-sidang parlemen?
Kata ‘di mana’ tampak digunakan berulang kali pada (O2P7). Dan
pengulangan yang digunakan adalah pengulangan anafora.
2. Sinonim (padanan kata)
(O1P10K2) Namun, Obama tetap menunjukkan kenegarawanannya sebagai
pemimpin AS dan tidak memedulikan citra politik yang merosot. …
(O1P10K3) … Meletakkan batu sendi kebijakan yang positif terhadap Islam
dan negara-negara Islam jauh lebih mulia ketimbang popularitas politik sesaat. …
Maka dapat dikelompokkan pada sinonim frasa dengan frasa. Wacana di atas
kepaduannya didukung oleh aspek leksikal sinonim antara frasa ‘citra politik’ pada
kalimat kedua bersinonim dengan ‘popularitas politik’ pada kalimat ketiga. Kedua
ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan.
17
KOHERENSI
1. Hubungan Sebab Akibat (kausalitas)
Pada data (O1P2) dan (O1P3) terdapat hubungan sebab akibat. Hubungan ini
terlihat pada (O1P2) … Indonesia terlalu berlebihan dalam mengatur lalu lintas
Jakarta saat tamu agung … berkunjung yang menjadi sebab dan kemudian akibatnya
tampak pada (O1P3) … bayangkan, semua jalan yang akan dilalui ditutup … itu lah
hubungan sebab akibatnya.
2. Hubungan Penjelasan (amplikatif)
Pada data (O1P13) dan (O1P14) menunjukkan adanya hubungan amplikatif
(penjelasan).
(O1P13) Salah satu tujuan kunjungan Presiden Obama ke Jakarta adalah
membangun kemitraan komprehensif antara AS-Indonesia…
(O1P14) Indonesia telah memiliki kerja sama semacam itu…
Data di atas adalah penggalan dari paragraf 13 dan 14 yang keduanya memiliki
hubungan amplikatif. Pada (O2P13) telah dijelaskan “kunjungan Presiden Obama ke
Jakarta adalah membangun kemitraan komprehensif antara AS-Indonesia…”
kemudian diperjelas lagi pada (O1P14) bahwa “Indonesia telah memiliki kerja sama
semacam itu…”.
3. Hubungan Penambahan (aditif)
(O1P8-P9) Pelajaran penting lain dari Barack Obama ialah bagaimana
sikap dan tindakan politiknya dalam menghadapi pluralisme masyarakat
Amerika. Presiden Obama amat memegang teguh keputusannya untuk
mendukung pembangunan Islamic Center di tanah dekat reruntuhan gedung
kembar World Trade Center di New York walau kritik dan caci maki
ditujukan kepadanya dari warga Amerika sendiri.
Obama juga berani untuk tetap mengunjungi Mesjid Istiqlal. Ini
melambangkan bahwa AS bukanlah musuh Islam dan Islam bukanlah musuh
AS. Sikap dan tindakan Obama melawan arus yang berkembang di AS.
18
Antara paragraf kedelapan dan kesembilan saling berhubungan, yaitu
hubungan penambahan (aditif). Hal ini ditandai dengan adanya kata ‘juga’ pada awal
paragraf kesembilan. Yang berarti memberikan penjelasan tambahan atas peragraf
sebelumnya.
Wacana Opini
“Maskapai Asing Takut Abu Vulkanik” oleh Chappy Hakim
a. Penyajian Data
(O2P3K1) Bandara Soekarno-Hatta mencatat, maskapai yang membatalkan
penerbangannya kemarin ialah AirAsia, Malaysia Airlines, Singapore Airlines,
Emirates Air, Japan Airlines, Turkey Airlines, Lufthansa, KLM, Tiger Airways, Eva
Airlines, Etihad, dan China Southern.
(O2P4) Mengapa sementara ini hanya maskapai penerbangan asing saja yang
khawatir terhadap abu vulkanik yang belum sampai ke Jakarta? Ada beberapa faktor
yang kemungkinan menjadi penyebab. Pertama adalah adanya kekhawatiran terhadap
abu vulkanik yang dikabarkan sudah sampai di kawasan Jawa Barat akan bergerak ke
daerah udara kawasan Jakarta.
(O2P5) Dengan demikian, bila mereka sudah telanjur sampai di Jakarta, ada
kemungkinan mereka tidak dapat terbang kembali dan ini tentu saja merupakan
kerugian yang besar bagi mereka. Berikutnya adalah kekhawatiran tersebut didorong
juga dengan kenyataan bahwa pelayanan air traffic control (ATC) di Jakarta yang
belum dapat memberikan rasa nyaman yang penuh bagi para pilot yang terbang ke
dan dari Jakarta.
(O2P6) ATC Jakarta belum cukup canggih untuk dapat memberikan kondisi cuaca
yang tepat atau mungkin malah tidak mampu memberikan informasi, misalnya posisi
awan cumulus nimbus (CB) yang berbahaya bagi penerbangan. Dengan demikian,
dipercaya bahwa ATC Jakarta belum mampu pula untuk memberikan informasi
tentang lokasi dari tebaran abu vulkanik bila memang sudah mencapai kawasan
udara Jakarta.
(O2P9) Di sisi lain, terdengar pula operator yang menangani pada waktu sibuk,
bergantian orangnya hanya pada kurun waktu lebih kurang setiap 15 menit. Itu
semua memberikan kesan adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh pihak ATC
19
kita. Selain peralatan yang tentu saja dapat dipastikan sudah ketinggalan zaman, yang
pasti akan memengaruhi tingkat keterampilan dan tingkat stres para operatornya.
(O2P10) Tentu saja, semua itu kemudian menggambarkan betapa maskapai
penerbangan asing lebih memilih ”aman”-nya pelaksanaan penerbangan dari dan
menuju Jakarta. Lebih-lebih dengan mengantisipasi tidak menentunya kondisi cuaca
yang dapat saja kemudian mengalirkan debu vulkanik tanpa terdeteksi.
(O2P13) Di samping itu, kesibukan lalu lintas udara di Jakarta berada dalam ambang
batas toleransi keamanan terbang, terutama pada jam-jam sibuk. Untuk diketahui,
saat ini Bandara Soekarno-Hatta dengan hanya memiliki dua buah runway sudah
kewalahan melayani take off dan landing demikian banyak pesawat. Sekadar data
saja bahwa sekarang ini kapasitas runway pada peak hour harus melayani sebanyak
67 pesawat setiap jam dan 926 pesawat per hari. Sementara itu, kapasitas normal
runway hanya 52 pesawat per jam.
(O2P14) Jadi, dengan kondisi biasa saja Soekarno-Hatta sudak agak kewalahan
menangani traffic, apalagi dengan adanya ancaman debu vulkanik Gunung Merapi
yang setiap saat bisa saja mencapai kawasan udara Jakarta.
(O2P15K2) kedepan mungkin perlu dipikirkan agar sektor pelayanan penerbangan
nasional lebih-lebih internasional seharusnya berada di tangan para profesional yang
benar-benar memiliki latar belakang pengetahuan dalam keselamatan penerbangan!
b. Pembahasan Hasil Analisis Data
KOHESI GRAMATIKAL
1. Referensi (pengacuan)
Pada (O2P3K1) Bandara Soekarno-Hatta mencatat, maskapai yang
membatalkan penerbangannya kemarin ialah … terdapat pengacuan waktu. Kata
‘kemarin’ mengacu pada saat tanggal pembatalan penerbangan.
Pada (O2P5K1) mereka tidak dapat terbang kembali … kata ‘mereka’
mengacu pada maskapai penerbangan asing yang membatalkan penerbangan.
Pengacuan ini termasuk dalam kategori pengacuan persona 3 jamak dan jenisnya
adalah pengacuan endofora anaforis karena perusahaan maskapai penerbangan mana
saja yang membatalkan penerbangannya terdapat dalam teks dan telah terlebih
dahulu disebutkan.
20
2. Perangkaian (konjungsi)
Dalam (O2P15K2) … kedepan mungkin perlu dipikirkan agar sektor
pelayanan penerbangan nasional … terdapat konjungsi tujuan, yaitu kata ‘agar’.
Konjungsi ‘agar’ biasanya digunakan untuk menyampaikan saran yang kemudian
lanjutkan dengan kalimat yang menunjukkan manfaat atau dampak dari saran
tersebut.
KOHESI LEKSIKAL
1. Repetisi (pengulangan)
Pada (O2P6) ATC Jakarta belum cukup canggih untuk dapat memberikan
kondisi cuaca yang tepat atau mungkin malah tidak mampu memberikan informasi,
misalnya posisi awan cumulus nimbus (CB) yang berbahaya bagi penerbangan.
Dengan demikian, dipercaya bahwa ATC Jakarta belum mampu pula untuk
memberikan informasi tentang lokasi dari tebaran abu vulkanik bila memang sudah
mencapai kawasan udara Jakarta.
Adapun pengulangan pada data di atas adalah pengulangan tautotes.
Pengulangan tautotes adalah pengulangan satuan lingual beberapa kali dalam sebuah
konstruksi.
2. Sinonim (padanan kata)
Pada (O2P7K3) …dengan sendirinya menjadi tidak efisien dan bahkan
berbahaya... terdapat sinonim frasa frasa dengan kata. ‘Tidak efisien’ bersinonim
dengan ‘berbahaya’.
KOHERENSI
1. Hubungan Sebab Akibat (Kausalitas)
(O2P4) Mengapa sementara ini hanya maskapai penerbangan asing saja
yang khawatir terhadap abu vulkanik yang belum sampai ke Jakarta? Ada beberapa
faktor yang kemungkinan menjadi penyebab. Pertama adalah adanya kekhawatiran
terhadap abu vulkanik yang dikabarkan sudah sampai di kawasan Jawa Barat akan
bergerak ke daerah udara kawasan Jakarta.
21
(O2P5) Dengan demikian, bila mereka sudah telanjur sampai di Jakarta, ada
kemungkinan mereka tidak dapat terbang kembali dan ini tentu saja merupakan
kerugian yang besar bagi mereka. Berikutnya adalah kekhawatiran tersebut
didorong juga dengan kenyataan bahwa pelayanan air traffic control (ATC) di
Jakarta yang belum dapat memberikan rasa nyaman
(O2P4) dan (O2P5) memiliki hubungan kausalitas. (O2P4) merupakan sebab
“…abu vulkanik yang dikabarkan sudah sampai di kawasan Jawa Barat akan
bergerak ke daerah udara kawasan Jakarta.” Dan akibatnya adalah “…bila mereka
sudah telanjur sampai di Jakarta, ada kemungkinan mereka tidak dapat terbang
kembali…”
2. Hubungan Penjelas (amplikatif)
(O2P13) Di samping itu, kesibukan lalu lintas udara di Jakarta berada dalam
ambang batas toleransi keamanan terbang, terutama pada jam-jam sibuk. Untuk
diketahui, saat ini Bandara Soekarno-Hatta dengan hanya memiliki dua buah
runway sudah kewalahan melayani take off dan landing demikian banyak pesawat.
Sekadar data saja bahwa sekarang ini kapasitas runway pada peak hour harus
melayani sebanyak 67 pesawat setiap jam dan 926 pesawat per hari. Sementara itu,
kapasitas normal runway hanya 52 pesawat per jam.
(O2P14) Jadi, dengan kondisi biasa saja Soekarno-Hatta sudak agak
kewalahan menangani traffic, apalagi dengan adanya ancaman debu vulkanik
Gunung Merapi yang setiap saat bisa saja mencapai kawasan udara Jakarta.
(O2P13) dan (O2P14) terdapat hubungan penjelas (amplikatif). Hal ini
didukung oleh kata ‘jadi’ yang memperjelas penjelasan pada (O2P13).
3. Hubungan Penambahan (aditif)
(O2P9) Di sisi lain, terdengar pula operator yang menangani pada waktu
sibuk, bergantian orangnya hanya pada kurun waktu lebih kurang setiap 15 menit.
Itu semua memberikan kesan adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh pihak
ATC kita. Selain peralatan yang tentu saja dapat dipastikan sudah ketinggalan
zaman, yang pasti akan memengaruhi tingkat keterampilan dan tingkat stres para
operatornya.
22
(O2P10) Tentu saja, semua itu kemudian menggambarkan betapa maskapai
penerbangan asing lebih memilih ”aman”-nya pelaksanaan penerbangan dari dan
menuju Jakarta. Lebih-lebih dengan mengantisipasi tidak menentunya kondisi cuaca
yang dapat saja kemudian mengalirkan debu vulkanik tanpa terdeteksi.
Antara paragraf ke-9 dan ke-10 saling berhubungan, yaitu hubungan
penambahan (aditif). Hal ini ditandai dengan adanya kata ‘tentu saja’ pada awal
paragraf ke-10. Yang berarti memberikan penjelasan tambahan atas peragraf
sebelumnya.
J. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Keterampilan membaca ide sebagai bagian dari keterampilan berbahasa membaca
yang berhubungan dengan ketiga keterampilan berbahasa yang lainnya (menyimak,
berbicara dan menulis) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan
ketiga keterampilan membaca telaah isi yang lain (yaitu membaca telti, membaca
pemahaman, dan membaca kritis). Membaca ide adalah sejenis kegiatan/proses
membaca yang ber-maksud menemukan dan memahami ide, gagasan, cita-cita,
rancangan yang tersusun dalam pikiran si penulis dan maksud pengarang/penulis
yang terdapat pada tulisannya. Manfaat membaca ide adalah selain menemukan
gagasan, ide, maksud, dan cita-cita dari penulis yang tertuang di dalam sebuah
bacaan, juga untuk mewujudkan tujuan membaca yang optimal. Sehingga mampu
memberikan penigkatan kualitas/mutu pengalaman, ilmu, dan kebahasaan bagi si
pembaca. Tidak ada metode yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan
membaca ide. Namun dengan menjadi seorang pembaca yang baik dan berusaha
menemukan dan menangkap ide pokok dari setiap bacaan, tentunya kita dapat
menjadi seorang pembaca ide. Wacana dapat dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat
dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana
dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis,
sehingga menunjukkan keruntutan ide yang diungkapkan.
Kohesi mengacu pada aspek bentuk atau aspek formal bahasa, dan wacana itu
terdiri dari kalimat-kalimat. Sehubungan dengan hal tersebut, Tarigan (1987: 96)
23
mengatakan bahwa kohesi atau kepaduan wacana merupakan aspek formal nahasa
dalam wacana.
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta,
dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah dipahami pesan yang
dihubungkannya.
Dalam makalah ini dianalisis mengenai aspek kohesi dan koherensi dalam
wacana opini surat kabar elektronik KOMPAS.COM. setelah dianalisis, dapat
dikatakan bahwa wacana opini dalam surat kabar elektronik KOMPAS.COM ini
memenuhi kriteria kohesi dan koherensi karena ditemunkannya alat-alat penanda
kohesi dan koherensi.
2. Saran
Dapat dikatakan bahwa wacana opini yang dianalisis telah memenuhi kriteria kohesi
dan koherensi. Namun di sini penulis menyarankan agar wacana-wacana serupa juga
lebih meningkatkan kualitas kohesi dan koherensinya agar lebuh memudahkan
pambaca dalam memahami maksud dari wacana tersebut. Selain itu dalam bentuk –
bentuk konterporer media cetak tersebut terpendam konterporer yang dapat kita
manfaatkan demi memperluas ilmu pengetahuan yang kita miliki .
24
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan. 2008. Membaca Sebagai Suatu Ketramilan
Berbahasa. Bandung: ANGKASA
Hayon, Josep. 2007. Membaca dan Menulis Wacana Petunjuk Praktis Bagi
Mahasiswa. Jakarta: Grasindo
Kompas.com
Mulyana. 2005. Kjian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana
Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: ____________
25