86626493 ileus obstruktif dengan kolostomi
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
Ileus obstruktif dengan kolostomi
Pembimbing:
Dr. Herry Setya Yudha Utama, Sp.B,MHKes,FinaCS
Disusun oleh:
Aria Adhitya S. ( 110.2003.035)
Siti Aisyah ( 110.2006.252)
Nurmala Maulida ( 110.2007.201)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RSUD ARJAWINANGUN
Februari 2012
Presentasi kasus Ileus Obstruktif
I.1 IDENTITAS
I.1.1 Nama : Tn. S
I.1.2 Jenis kelamin : Laki-laki
I.1.3 Usia : 21 tahun
I.1.4 Alamat : Desa cipanas
I.1.5 Agama : Islam
I.1.6 Masuk tanggal: 24 januari 2012
I.2 ANAMNESIS
I.2.1 Keluhan Utama
Nyeri perut
I.2.2 Keluhan Tambahan
Perut terasa kembung
I.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan Nyeri perut sejak 3 hari
SMRS. Keluhan nyeri perut dirasakan hilang timbul disertai perut yang terasa kembung.
karena keluhan nyeri ini pasien mengaku diurut perutnya oleh dukun 1 x setelah itu pasien
merasakan perutnya semakin terasa kenceng, tidak dapat kentut dan tidak dapat BAB.
Keluhan mual- muntah disangkal. Pasien mengaku kencingnya biasa saja dan lancar tidak
terasa sakit.keluhan demam disangkal.
I.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
I.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
A.I.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4 M6 V5
I.3.2 Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
RR : 20 x/menit
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,8 °C
I.3.3 Kepala : normocephal
I.3.4 Mata
Palpebra : oedem -/-
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
Pupil : bulat, isokor
Reflek cahaya : +/+
I.3.5 Telinga : tidak ada kelainan bentuk
I.3.6 Hidung : discharge (-)
I.3.7 Mulut : bibir tidak kering, lidah tidak kotor.
I.3.8 Leher
Bentuk : simetris
Trakea : tidak ada deviasi
KGB : tidak teraba pembesaran
I.3.9 KGB lainnya
KGB aksila : tidak teraba pembesaran
I.3.10 Thoraks
a.) Jantung Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi :Ictus cordis teraba pada SIC V LMC sinistra
Perkusi : Batas atas kiri SIC II LSB
Batas atas kanan SIC II RSB
Batas bawah kiri SIC V LMC sinistra
Batas bawah kanan SIC IV RSB
Auskultasi : S1 > S2 reguler di apex, suara tambahan bising (-), gallop (-).
b.) Paru-paru
Inspeksi : Simetris, inspirasi > ekspirasi, retraksi intercostal (-),
ketinggalan gerak saat bernafas (-), tremor (-), bekas
luka (-).
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama.
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru, suara tambahan tidak ada.
Auskultasi : Vesikuler seluruh lapangan paru, suara tambahan (-)
13.11 Abdomen
Status lokalis
1.3.12 Ekstremitas
Superior : Reflek fisiologis baik, tidak ada refleks patologis, tidak
ada atrofi, tidak ada tumor, tonus otot cukup.
Inferior : Reflek fisiologis baik, tidak ada refleks patologis, tidak
ada atrofi, tidak ada tumor, tidak ada udem, tonus otot
cukup.
Costovertebra : Tidak ada kifosis, tidak ada lordosis, tidak ada skoliosis,
tidak ada nyeri ketok.
B. Status Lokalis : R. Abdomen
Inspeksi : Cembung, tampak tegang, tidak ada darmsteifung.
Palpasi : Nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen
Defans muskuler (+)
Hepar/lien tak teraba
Tidak teraba masa tumor
Perkusi : Hipertimpani
Auskultasi : Bising usus meningkat.
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
I.4.1 Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 24/01/2012)
Hb : 7,2 g/dl
Ht : 24,9 vol %
Leukosit : 6,8 10³/mm³
Trombosit : 726.000/ul
I.4.2 Pemeriksaan laboratorium (tanggal 27/01/2012)
Hb : 10,2 g/dl
Ht : 34,3 vol %
Leukosit : 6,8 10³/mm³
Trombosit : 409.000/ul
I.5. DIAGNOSIS BANDING
Ileus Paralitik
I.6. DIAGNOSIS KERJA
Ileus Obstruktif
I.7 PEMERIKSAAN LANJUTAN
Foto polos abdomen 3 posisi
I.8 PENATALAKSANAAN
- Infus Rl
- NGT
- Cefotaxim 2x1 gr
- Ketorolac 3x1 amp
- Ranitidin 2x1 amp
I.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
ILEUS OBSTRUKTIF
1.1. DEFINISI
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus.
1.2. ANATOMI USUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak
tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting
berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus
sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz,
suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus
dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di regio abdominalis
media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan
Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura
ileocaecalis Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai
messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum
parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari
kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara
kedua lapisan peritoneum yang memgbentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin
dekat anus semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum
ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan
hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens
membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum
menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli
sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah impa, membengkok ke bawah,
membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon
descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan
lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki
bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan
turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disini rektum
melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.
1.3. KLASIFIKASI
1. Ileus mekanik
a. Lokasi obtruksi :
Letak tinggi : Duodenum-Jejunum
Tengah : Ileum Terminal
letak rendah : Colon-Sigmoid-rectum
b. Berdasarkan stadium obstruksi
Parsial : menyumbat sebagian lumen usus.
Simple/komplit: menyumbat lumen usus secara total
Strangulasi : sumbatan komplit disertai jepitan vasa.
1. Ileus neurogenik
a. Adinamik : ileus paralitik
b. Dinamik : ileus spastic
2. Ileus vaskuler : intestinal ischemia,karena trombosis dan emboli
1.4. ETIOLOGI ILEUS OBSTRUKTIF
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh:
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar
50- 70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-
anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan
penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus, Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi.
Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan
batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di
usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
10.Benda asing, seperti bezoar.
11.Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis
dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
1.5 PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran
air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke
dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Obstruksi Mekanik Simple.
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam
jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian
distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus
menjadi udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus
menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan
hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal
dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang
cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene
dan perforasi.
1.6. DIAGNOSIS
1. Subyektif -Anamnesis
Gejala Utama:
a). Nyeri-Kolik
Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
b). Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
c). Perut Kembung (distensi)
d). Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan
adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa
lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan
bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus.2
Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset
yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik
A. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti:
- Takikardia
- Pireksia (demam)
- Lokal tenderness dan guarding
- Rebound tenderness
- Nyeri local
- Hilangnya suara usus lokal
B. Obstruksi
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio
inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
-Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
TANDADANGEJALA
1.Obstruksiusushalus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang
cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul.
Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat
flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan
akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada
ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal
yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi
maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
2.ObstruksiUsusBesar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus
halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup
ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat
menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat
distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan
pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi
sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi.
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat
ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan
alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock,
dehidrasi dan ketosis.
Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada
foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84%
pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level”
terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler
dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan
adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
peritonitis akibat adanya perforasi.
CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus
halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus
besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
Ileus obstruktif letak tinggi
1.8. DIAGNOSA BANDING
Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan retroperitoneal,
termasuk iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah operasi abdomen. Jika terjadi
ileus paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan lebih konstan.
Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar. Muntah
jarang terjadi dan nyeri tidak bersifat kolik. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan adanya
hasil foto roentgen yang menunjukkan adanya obstruksi dilatasi kolon bagian proksimal.
Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis akut
dan pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip dengan
pankreatitis akut, enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika yang
berhubungan dengan trombosis vena. Ileus obstruksi harus dibedakan dengan ileus paralitik.
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar tanpa air-fluid level.
Tabel-1.1. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.
Macam ileus
Nyeri Usus Distensi Muntah borborigmi
Bising usus Ketegangan abdomen
Obstruksi simple tinggi
++
(kolik)
+ +++ Meningkat -
Obstruksi simple rendah
+++
(Kolik)
+++ +
Lambat, fekal
Meningkat -
Obstruksi strangulasi
++++
(terus-menerus,
terlokalisir)
++ +++ Tak tentu
biasanya meningkat
+
Paralitik + ++++ + Menurun - Oklusi vaskuler
+++++ +++ +++ Menurun +
1.9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul antara lain perforasi usus, sepsis, syok-dehidrasi, abses,
pneumonia aspirasi dari proses muntah dan meninggal.
1.10.PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok
bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal
Obstruksi parsial dapat ditangani secara konservatif selama masih ada defekasi dan flatus.
Dekompresi dengan nasogastrik tube berhasil pada 90% pasien. Tindakan operatif dapat
dilakukan pada obstruksi yang persisten meskipun parsial. Pada obstruksi parsial yang
berulang sulit ditentukan perlu tidaknya tindakan operatif.
Obstruksi total pada usus halus diterapi dengan tindakan operatif setelah dilakukan
persiapan. Tindakan operasi terkadang harus dilakukan karena sulitnya menyingkirkan
kemungkainan strangulasi pada obstruksi, apalagi dengan kemungkinan komplikasi dan
kematian pada strangulasi.
Farmakologis
Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Operatif
Persiapan
Saat yang tepat untuk dilakuakan tindakan opertif bergantung pada keadaan pasien.
Resiko terjadinya strangulasi menjadi pertimbangan meskipun dengan keadaan abnormal
pada cairan dan elektrolit dan perlunya evaluasi pada penyakit sistemik.
1. Nasograstik tube.
Nasogastrik tube di pasang untuk mengurangi muntah, meghindari terjadinya aspirasi,
serta untuk mengurangi semakin banyaknya udara di lumen usus yang menjadikan distensi
abdomen.
2. Resusiatasi cairan dan elektrolit
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer
laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Kekurangan cairan dan elektrolit bergantung pada jenis dan lamanya
obstruksi. Hemokonsentrasi yang terjadi pada obstruksi yang berlangsung lama tidak dapat
hanya dikoreksi dengan larutan dekstrosa saja. Kehilangan cairan yang isotonik harus dimulai
dengan infus larutan saline yang isotonik . Kehilangan cairan gastrointestinal yang menjadi
penyebab gangguan keseimbangan asam basa, serta tidak adanya mekanisme neuroendrokin
untuk mengkoreksi ketidakseimbangan ini, maka perlu kita koreksi terlebih dahulu.
Pemeriksaan serum elektrolit dan analisa gas darah dapat membantu untuk memutuskan
terapi elektrotit mana yang harus diberikan. Pasien tidak dapat dioperasi jika hipokalemia
belum dikoreksi. Jumlah cairan dan elektrolit yang dibutuhkan harus diperkirakan untuk
setiap pasien.
Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi antara lain pada obstruksi
strangulasi, efek toksiknya menjadikan operasi harus segera dilakukan. Insisi standart pada
inguinal dapat dilakukan pada pasien dengan hernia inkaserata ingunalis dan femoralis.
Prosedur operatif bergantuang pada sebab obstruksi. Obstruksi pada adhesi harus
dilakukan adhesiolisi, obstruksi pada tumor dapat dilakukan reseksi, dan obstruksi karna
corpus alineum harus dibuang dengan enterotomi. Gangreneus intestin harus direseksi,
namun cukup sulit untuk menetukan apakah ususnya masih viable atau tidak.
Penggunaan USG Doppler intraoperatif merupakan metode untuk melihat masih viable
atau tidaknya bagian usus yang mengalami obstruksi. Ekstirpasi lesi obstruksi tidak dapat
dilakukan pada pasien dengan karsinoma atau radiasi injury. Anastomosis dari proksimal
usus halus yang obstruksi sampai bagian distal obstruksi pada usus halus atau kolon
(baypass) mungkin adalah prosedur terbaik bagi pasien ini. Terkadang adhesi yang terjadi
sangat tebal sehingga tidak dapat dilakukan pemisahan dan anastomosis tidak dapat
dialkukan secara sempurna. Dekompresi yang lama dengan tube gastrotomi atau tube
jejunostomi dan pemeberian makana via parenteral dapat menjadaikan penyembuhan spontan
selama beberapa minggu.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
(a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
(b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun
karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
1.11. PROGNOSIS
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai
sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat.
KOLOSTOMI
A. JENIS – JENIS KOLOSTOMI
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa
macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun
sementara.
1. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau
pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus.
Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang).
2. Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi temporer ini biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan
abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang
dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel. Lubang kolostomi yang
muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang disebut STOMA. Pada
minggu pertama post kolostomi biasanya masih terjadi pembengkakan sehingga stoma
tampak membesar. Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan
laparotomi (pembukaan dinding abdomen). Luka laparotomi sangat beresiko mengalami
infeksi karena letaknya bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak
mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka laparotomi. Perawat harus selalu
memonitor kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika balutan
terkontaminasi feses. Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi jika kantong
kolostomi telah terisi feses atau jika kontong kolostomi bocor dan feses cair mengotori
abdomen. Perawat juga harus mempertahankan kulit pasien disekitar stoma tetap kering, hal
ini penting untuk menghindari terjadinya iritasi pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.
Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera diberi zink salep atau konsultasi pada
dokter ahli jika pasien alergi terhadap perekat kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi
tersebut mungkin perlu dipikirkan untuk memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien
tidak teriritasi.
B. PENDIDIKAN PADA PASIEN
Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai penjelasan baik sebelum maupun
setelah operasi, terutama tentang perawatan kolostomi bagi pasien yang harus menggunakan
kolostomi permanen.
Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien adalah:
a. Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar
b. Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma
c. Waktu penggantian kantong kolostomi
d. Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien
e. Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan
f. Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien
g. Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi
h. Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien
i. Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika apsien sudah dirawat
dirumah)
j. Berobat/ control ke dokter secara teratur
k. Makanan yang tinggi serat
C. KOMPLIKASI KOLOSTOMI
1. Obstruksi/ penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan
feses yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu
dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi permanen tindakan
irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat melakukannya sendiri di kamar mandi.
2. Infeksi
Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya
infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat
diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolostomi
sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
3. Retraksi stoma/ mengkerut
Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga
karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan.
4. Prolaps pada stoma
Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma
yang kurang adekuat pada saat pembedahan.
5. Stenosis
Penyempitan dari lumen stoma
6. Perdarahan stoma
D. PERAWATAN KOLOSTOMI
1. Pengertian : Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma , dan mengganti kantong
kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan.
2. Tujuan
·Menjaga kebersihan pasien
·Mencegah terjadinya infeksi
·Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
·Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya
3. Persiapan pasien
·Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan, dll
·Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
·Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien (menutup gorden jendela, pintu,
memasang penyekat tempat tidur (k/P), mempersilahkan keluarga untuk menunggu di luar
kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi pasien
4. Persiapan Alat
· Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi empat
· Kapas sublimate/kapas basah, NaCl, Kapas kering atau tissue
· 1 pasang sarung tangan bersih
· Kantong untuk balutan kotor
· Baju ruangan / celemek
· Betadine (bila perlu) bila mengalami iritasi dan obat desinfektan bila diperlukan
· Zink salep
· Perlak dan alasnya, Plester dan gunting
· Bengkok
· Set ganti balut
5. Prosedur Kerja
a. Cuci tangan kemudian gunakan sarung tangan
b. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma
c. Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
d. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
e. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan kiri
menekan kulit pasien
f. Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
g. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
h. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat / kapas
hangat (air hangat)/ NaCl
i. Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa steril
j. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
k. Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
l. Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/horizontal/miring sesuai kebutuhan
pasien
m. Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
n. Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara didalamnya
o. Merapikan klien dan lingkungannya
p. Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
q. Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J.,
and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
2. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006.hlm
116-117
3. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 181-192
4. http://medlinux.blogspot.com/2009/02/ileus.html
5. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29[Online]. 1983 [cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from:URL:http://www .portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf .
6.