84814411-24408796-mati-batang-otak.docx

21
BAB I PENDAHULUAN Mati otak diartikan sebagai berhentinya semua fungsi otak secara total dan ir termasuk batang otak. Awalnya kematian didefenisikan oleh para dokter sebagai berhe denyut jantung dan respirasi secara permanen (mati somatik). Perkembangan dalam res telah menyebabkan defenisi kematian terpaksa ditinjau kembali. Perkembangan medis m ventilator, peralatan dialisis dan infus obat yang mendukung sirkulasi ser pasien yang sedang kritis untuk dapat bertahan hidup secara somatik walaupun secar sangat parah termasuk di dalamnya kematian otak itu sendiri. Permasalahan mendiagnosis kematian otak menjadi semakin penting akhir karena semakin sulitnya menentukan pada pasien dengan kerusakan otak apaka tersebut memungkinkan untuk dapat bertahan hidup secara layak dengan bantuan alat p dan dengan peralatan pendukung lainnya, dan yang kedua karena sulitnya menjawab per untuk menentukan kapan dapat disimpulkan bahwa lesi serebral tersebut ireversibel s kematian dapat dipastikan segera dan berbagai persiapan dapat dilakukan untuk memin organorgan yang masih bermanfaat. 1

Upload: nadia-paramaosa

Post on 08-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mbo

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Mati otak diartikan sebagai berhentinya semua fungsi otak secara total dan ireversibel termasuk batang otak. Awalnya kematian didefenisikan oleh para dokter sebagai berhentinya denyut jantung dan respirasi secara permanen (mati somatik). Perkembangan dalam resusitasi telah menyebabkan defenisi kematian terpaksa ditinjau kembali. Perkembangan medis misalnya ventilator, peralatan dialisis dan infus obat yang mendukung sirkulasi seringkali menopang pasien yang sedang kritis untuk dapat bertahan hidup secara somatik walaupun secara fisiologis sangat parah termasuk di dalamnya kematian otak itu sendiri.Permasalahan mendiagnosis kematian otak menjadi semakin penting akhir-akhir ini karena semakin sulitnya menentukan pada pasien dengan kerusakan otak apakah kerusakan tersebut memungkinkan untuk dapat bertahan hidup secara layak dengan bantuan alat pernapasan dan dengan peralatan pendukung lainnya, dan yang kedua karena sulitnya menjawab pertanyaan untuk menentukan kapan dapat disimpulkan bahwa lesi serebral tersebut ireversibel sehingga kematian dapat dipastikan segera dan berbagai persiapan dapat dilakukan untuk memindahkan organ-organ yang masih bermanfaat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi dan Fisiologi OtakSusunan saraf terdiri dari Susunan Saraf Pusat dan Susunan Saraf Tepi. Susunan Saraf Pusat dibentuk oleh encephalon dan medulla spinalis. Susunan Saraf tepi dibentuk oleh Nn.Craniales dan Nn.Spinales. Encephalon terletak dalam cavitas cranii sedangkan medulla spinalis terletak dalam canalis vertebralis.Pembagian encephalon adalah sebagai berikut: proencephalon yang terdiri atas telencephalon dan diencephalon, mesencephalon dan rombencephalon yang terdiri atas metencephalon dan myelencephalon. Telencephalon (End Brain) yang menjadi hemisfer serebri , yang terdiri dari korteks serebri, rinencephalon, basal ganglia [nukleus kaudatus dan nukleus lentikularis ( putamen dan globus palidus), klaustrum, amigdala]. Diencephalon (interbrain) terdiri dari epithalamus, thalamus, subthalamus, hipothalamus. Mesencephalon (midbrain) yang terdiri dari korpora kuadrigemina (kollikulus superior, kollikulus inferior), tegmentum (nulleus rubber, subtantia nigra), pedunkulus serebri. Metencephalon (afterbrain) yang terdiri dari pons dan serebellum. Myelencephalon (narrow brain) disebut juga medulla oblongata.Telencephalon menjadi hemisfer serebri merupakan bagian yang terbesar dan menempati fossa anterior dan fossa cranii media. Pada hemisfer serebri terdapat beberapa lobus, yaitu: lobus frontalis, lobus parietalis, lobus occipitalis, lobus temporalis, insula/lobus sentralis dan lobus limbicus. Sisterna olfaktorius langsung menuju ke korteks serebri tanpa melalui thalamus sebagai stasiun perantara. Medula oblongata, pons dan serebellum berada dalam fossa cranii posterior. Struktur susunan saraf pusat terdiri dari substansia grisea yang merupakan kumpulan nucleus, dan substansia alba yang dibentuk oleh kumpulan serabut saraf bermyelin.Ujung ventral medulla spinalis melanjutkan diri menjadi medulla oblongata tanpa suatu batas yang tegas, dimulai setinggi foramen occipitale magnum, bentuknya lebih besar dari medulla spinalis. Ke arah rostral medulla oblongata menjadi pons varoli dengan batas yang tegas pada facies ventralis, berupa suatu celah horizontalis. Facies ventralis terletak pada pars basikularis ossis occipitalis, sedangkan facies dorsalis tertutup oleh kedua hemisferium serebri. Pada medulla oblongata terdapat alur yang arahnya longitudinalis, yaitu fissura mediana anterior, fissura mediana posterior dan sepasang sulcus lateralis anterior dan sulcus lateralis posterior.Oleh fissura media anterior dan fissura media posterior, medulla oblongata terbagi menjadi dua bagian yang simetris (belahan kiri dan kanan), dan oleh sulcus-sulcus tersebut tersebut tadi, maka setiap belahan medulla oblongata dibagi menjadi area ventralis, area lateralis, dan area dorsalis. Area-area tersebut tadi adalah lanjutan ke arah rostral dari funikulus anterior, funikulus lateralis, dan funikulus posterior medulla spinalis. Dari sulcus lateralis posterior keluar serabut-serabut saraf yang sama dengan radix posterior nervi spinalis; serabut-serabut saraf tersebut adalah n. glossofaringeus, n. vagus dan n. accessorius. N. abducens, n. facialis dan n. vestibulocochlearis menampakkan diri pada perbatasan medulla oblongata dengan pons, terletak masing-masing dari medial ke lateral. N. hypoglossus menampakkan diri pada sulkus lateralis anterior medulla oblongata, diantara piramis dan oliva.Pons merupakan bagian ventral dari metencephalon yang terletak diantara medulla oblongata dan pedunculus serebri dan berada di sebelah ventral serebellum. Pada aspectus ventral terdapat serabut-serabut transversal yang berjalan kearah lateral, bersatu membentuk pedunculus serebelli medius, masuk ke dalam hemisferium serebelli. Serabut-serabut tersebut membentuk pars basilaris pontis dan di sebelah dorsalnya merupakan lanjutan dari medulla oblongata. Serabut-serabut transversal tersebut tadi adalah bagian dari lintasan yang menghubungkan hemisferium serebri dengan hemisferium serebelli yang kontralateral. Nervus trigeminus keluar dari permukaan ventral, di bagian lateral pada perbatasan antara pons dan pedunculus serebelli medius, yaitu pada pertengahan pons.Mesencephalon atau mid brain menghubungkan rombencephalon dan prosencephalon. Terdiri atas pars dorsalis yang membentuk lamina quadrigemina dan corpora quadrigemina, dan bagian ventral yang bentuknya lebih besar, disebut pedunculus cerebri. Di dalam mesencephalon terdapat aquaductus cerebri sylvii, suatu saluran yang sempit yang menghubungkan ventrikulus tertius dengan ventrikulus quartus. N. okulomotorius menampakkan diri pada fossa interpedunkularis. N. trochlearis keluar dari facies dorsalis mesencephalon di sebelah kaudal dari colliculus inferior. Nucleus mesencephalicus nervi trigemini, berada di bagian lateral substansia grisea sentralis sekitar aquaductus serebri sylvii.Meskipun serebellum berasal dari metensefalon, namun serebellum merupakan suatu bagian suprasegmental otak dan mempunyai kaitan terutama dengan koordinasi fungsi otot-otot soma, kontrol tonus otot dan pemeliharaan equilibrium. Serebellum berada pada facies posterior pons dan medulla oblongata di dalam fossa cranii posterior.Diencephalon menghubungkan mesencephalon dengan hemisferium serebri. Di dalam diencephalon terdapat ventrikulus tertius. Diencephalon terdiri atas thalamus, metathalamus, epithalamus, subthalamus dan hypothalamus. Traktus optikus berjalan mengelilingi hypothalamus dan pars rostralis crus serebri, berjalan melalui foramen opticum, masuk ke dalam cavitas cranii.Encephalon mendapat suplai darah dari a. carotis interna dan a. vertebralis. Arteri carotis interna dibagi menjadi empat bagian yaitu: pasr cervicalis, pars petrosa, pars cavernosa dan pars cerebralis. Cabang-cabang utama dari a. carotis interna adalah a. ophthalmica, a. communicans posterior dan a. choroidea anterior. Di sebelah lateral dari chiasma opticum, a. carotis interna bercabang membentuk a. cerebri anterior dan a. cerebri media. Arteri vertebralis merupakan cabang pertama dari a. subclavia dan berjalan melalui foramen occipitale magnum masuk ke dalam cavitas cranii. Pada tepi caudal pons, a. vertebralis dexter dan a. vertebralis sinister bersatu membentuk a. basilaris. Percabangan dari pars intrakranialis a. vertebralis dan a. basilaris memberi suplai darah kepada medulla spinalis segmen cervikalis, medulla oblongata, pons, mesencephalon, cerebellum, bagian posterior diencephalons, bagian-bagian dari lobus occipitalis dan lobus temporalis.Circulus arteriosus willisi merupakan suatu lingkaran pembuluh darah arteri yang terletak mengelilingi chiasma opticum, tuber cinereum dan fossa interpeduncularis. Dibentuk oleh: a. communicans anterior, a. communicans posterior, a. cerebri anterior, a. cerebri media dan a. cerebri posterior. Ramus corticalis yang memberi suplai darah kepada hemisfer serebri dipercabangkan oleh a. cerebri anterior, a. cerebri media dan a. cerebri posterior. Metabolisme jaringan otak hampir seluruhnya tergantung pada pembakaran glukosa secara aerobik. Di dalam jaringan otak terdapat sedikit persediaan glukosa dan oksigen. Otak yang merupakan 2% dari berat tubuh memerlukan kurang lebih 15% 17% dari cardiac output dan kurang lebih 20% dari oksigen yang diperlukan oleh seluruh tubuh. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi vaskularisasi otak yaitu gas-gas dalam darah dan metabolisme yang merupakan faktor biokimiawi, autoregulasi arteri serebral.Adapun fungsi Susunan Saraf Pusat adalah sebagai berikut: 1. Menerima stimulus dan merekamnya.2. Memberi respon secara spontan terhadap suatu stimulus ( reflex ).3. Mengendalikan gerakan.4. Koordinasi gerakan dan keseimbangan.5. Mengkoordinasi aktivitas viscera.6. Tempat perilaku ( behavioral ).

II.2. Definisi Mati Batang Otak Di kriteria Inggris, tidak ada definisi yang jelas. Pada panduan Australian and New Zealand Intensive Care Society (ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun 1993, kematian otak didefinisikan sebagai berikut: Istilah kematian otak harus digunl;lakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversibel. Kematian otak terjadi saat terjadi hilangnya kesadaran yang ireversibel, dan hilangnya respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan pusat secara ireversibel, atau berhentinya aliran darah intrakranial secara ireversibel. Menurut kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang kedua adalah data konfirmasi yakni EEG yang iselektris. Kedua tes tersebut dilakukan ulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang dari 32,2O C) atau depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat. Penentuan tersebut harus dilakukan oleh seorang dokter. (Mernoff, 2009)Resusitasi mutakhir telah membawa perubahan-perubahan pada definisi k Conference of Commissioners on Uniform State Laws, Presidents Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical and Behavioral Research, seseorang dinyatakan mati otak apabila mengalami (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara ireversibel, dan (2), terhentinya semua fungsi otak secara keseluruhan, termasuk batang otak, secara ireversibel. (Mernoff,2009)Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya denyut jantung dan usaha napas, serta pemeriksaan EKG dan uji apnea. Terhentinya fungsi otak dinilai dari adanya keadaan koma serta hilangnya fungsi batang otak berupa absennya refleks-refleks.Menurut panduan yang digunakan di Amerika, kematian otak didefinisikan sebagai hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks batang otak, dan apnea (New York State Department of Health, 2005). Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital termasuk fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal. Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari. Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak berarti. Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain, hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death). Diagnosis mati jantung (henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel (intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal. Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak. Mati sosial (status vegetatif yang menetap, sindroma apalika) merupakan kerusakan otak berat ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif, tetapi mempunyai elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa refleks yang utuh. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang EEGnya tenang dan dari mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua refleks saraf otak dan upaya nafas spontan. Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat daur sadar-tidur.

II.4. EtiologiPenyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial, hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan dan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia jangka panjang disebut sebagai penyebab kematian otak.Penentuan kematian otak sangat tergantung dari gejala klinis dan hasil laboratorium. Secara klinis, seseorang dinyatakan mati otak jika semua keadaan berikut ditemukan:1. Tidak ada respirasi spontan (tidak dapat menghirup napas sendiri).2. Pupil dilatasi dan terfiksir (mata midriasis, tidak ada reaksi terhadap cahaya).3. Tidak ada respon terhadap stimulus noksius (rangsang nyeri tidak disertai kedipan mata, tanpa mimik meringis, tanpa gerakan anggota tubuh manapun).4. Semua anggota tungkai flaksid (tidak ada pergerakan, tanpa tonus otot dan hilangnya aktivitas refleks pada tangan ataupun kaki).5. Tidak ada tanda-tanda aktivitas batang otak: Bola mata terfiksasi dalam orbita. Tidak ada refleks kornea. Tidak ada respon terhadap tes-tes kalori. Tidak ada refleks muntah atau batuk.

II.5. PatofisiologiHarus dibedakan brain death dengan severe neurological dysfunction dimana masih ada menetap sedikit aktifitas otak, biasanya kita bagi dua golongan:1. Locked in Syndrome (paralytic akinesia) (cerebrospinaldysconection)Dalam keadaan ini : Mental awareness(+).Cranial nerve dysfunction (+)Voluntary muscle movement (-)Contoh : lesi medulla-pontine.2. Apalic syndrome :Depresi awareness yang dalam depresi EEG sampai isoelektrik. Fungsibrainstem masih berlangsung atau bisa ditimbulkan. Untuk itu baik fungsi cortical maupun brainstem harus diteliti dengankriteria yang ditetapkan dalam menentukan brain death. Yaitu yang ditetapkan oleh Presbyterian University Hospital Pittsburg.Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral (TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi.Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya 1200 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel. Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen akan meningkatkan aliran. Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu secara reversible dan ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan aliran darah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit (Normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23 ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 dan 23 ml/100 mg/menit.Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat secara parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1) tekanan perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal. Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh mekanisme autoregulasi dan kelola vasomotor. Di situ akan berkembang proses degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (udem serebri) merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark.Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum. Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan glutamat dan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif, pelepasan Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi permeabilitas mitokondria.

II.6. Kriteria Mati OtakSehubungan dengan dibutuhkannya konsep kematian otak, maupun metode terstruktur suatu diagnosis, beragam kriteria telah diterbitkan. Beberapa diantaranya:1. Kriteria HarvardKunci perkembangan diagnosis kematian otak diterbitkan Kriteria Harvard, kunci diagnosis tersebut adalah:1. Tidak bereaksi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive coma). 2. Hilangnya kemampuan bernapas spontan. 3. Hilangnya refleks batang otak dan spinal. 4. Hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi. 5. EEG datar. Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan. Kemudian, temuan klinis dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang-kurangnya 24 jam kemudian.2. Kriteria MinnesotaPengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang disarankan mungkin sangat terbatas. Hal ini menyebabkan Mohandes dan Chou mengusulkan Kriteria Minnesota untuk kematian otak. Yang dihilangkan dari kriteria ini adalah tidak dimasukkannya refleks spinalis dan aktivitas EEG (elektroensefalograf dan masih dipandang sebagai sebuah pilihan pemeriksaan untuk konfirmasi), elemen kunci kriteria Minnesota adalah:1. Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit pemeriksaan.2. Hilangnya refleks otak yang ditandai dengan: pupil dilatasi, hilangnya refleks batuk, refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya dolls eye movement, hilangnya respon terhadap stimulus kalori dan hilangnya refleks tonus leher.3. Status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam, dan4. Proses patologis yang berperan dan dianggap tidak dapat diperbaiki.Pertimbangan utama dalam mendiagnosis kematian otak adalah sebagai berikut: 1) Hilangnya fungsi serebral, 2) hilangnya fungsi batang otak termasuk respirasi spontan, dan 3) bersifat ireversibel. Hilangnya fungsi serebral ditandai dengan berkurangnya pergerakan spontan dan berkurangnya respon motorik dan vokal terhadap seluruh rangsang visual, pendengaran dan kutaneus. Refleks-refleks spinalis mungkin saja ada.EEG merupakan indikator berharga dalam kematian serebral dan banyak lembaga kesehatan yang memerlukan pembuktian Electro Cerebral Silence (ECS), yang juga disebut EEG datar atau isoelektrik. Dikatakan EEG datar apabila tidak ada perubahan potensial listrik melebihi 2 mikroVolt selama dua kali 30 menit yang direkam setiap 6 jam. Perlu ditekankan bahwa tidak adanya respon serebral dan EEG datar tidak selalu berarti kematian otak. Akan tetapi, keduanya dapat terjadi dan bersifat reversible pada keadaan hipotermia dan intoksikasi obat-obatan hipnotik-sedatif.Fungsi-fungsi batang otak dianggap tidak ada jika tidak terdapat reaksi pupil terhadap cahaya, tidak terdapat refleks kornea, vertibulo-ocular, orofaringeal atau trakea. Tidak ada respon deserebrasi terhadap stimulus noksius dan tidak ada pernapasan spontan. Untuk kepentingan dalam praktek, apnea absolut dikatakan terjadi pada pasien, jika pasien tersebut tidak melakukan usaha untuk menolak penggunaan alat respirasi setidaknya selama 15 menit. Sebagai tes akhir, pasien dapat dilepaskan dari respirator lebih lama (beberapa menit) untuk memastikan bahwa PCO2 arteri meningkat di atas ambang untuk merangsang pernapasan spontan.Jika hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa semua fungsi otak hilang, maka pemeriksaan harus diulang dalam waktu 6 jam untuk memastikan bahwa keadaan pasien bersifat ireversibel. Jika riwayat dan pengamatan komprehensif yang sesuai terhadap prosedur penggunaan obat-obatan tidak ada, maka observasi selama periode 72 jam mungkin dibutuhkan untuk memperoleh reversibilitas walaupun jarang terjadi dalam praktek, studi perfusi serebral menunjukkan terhentinya sirkulasi intrakranial secara sempurna menyebabkan terjadinya kematian otak.

II.7. Diagnosis dan PemeriksaanDiagnosis MBO dan petunjuknya dapat dilihat pada fatwa IDI tentang MBO. Diagnosis MBO mempunyai dua komponen utama. Komponen pertama terdiri dari pemenuhan prasyarat-prasyarat dan komponen kedua adalah tes klinik fungsi batang otak.Prasyarat. Prasyarat-prasyarat dapat dilihat pada tabel 1. Penegakan diagnosis memerlukan anamnesis yang cukup dan pemeriksaan klinis serta investigasi (biasanya CT Scan). Kausa koma yang reversibel yang menyulitkan diagnosis primer harus pula disingkirkan. Khususnya sedatif, analgetik dan pelumpuh otot hendaknya disingkirkan, sebagai kausa ketidaksadaran atau arefleksia. Pasien hendaknya mempunyai suhu sentral lebih dari 35C. Intoksikasi obat, hipotermia, gangguan metabolik atau endokrin, semua dapat menyebabkan perubahan berat pada fungsi batang otak, namun reversibel. MBO tidak boleh dipertimbangkan bila terdapat kondisi-kondisi ini, baik sebagai penyebab koma primer ataupun faktor penunjang.

Pemeriksaan klinis mati batang otak yaitu :1. Tes diagnosis mati batang otak yaitu pemeriksaan klinis mati batang otak yaitu Koma2. Tidak ada respon motorik3. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya dan pupil berada di posisi tengah dengan dilatasi (4-6 mm)4. Tidak ada reflex kornea5. Tidak ada reflex tersedak6. Tidak ada respon kalorik7. Tidak ada batuk sebagian respon terhadap suction trakea8. Tidak ada reflex menghisap dan menutup mulut9. Tidak ada usaha respirasi saat PaCO2 setinggi 60 mmHg atau 20 mmHg diatas nilai dasar normal

Elektrolit, gula darah dan gas darah arterial hendaknya diperiksa dan gangguan yang cukup untuk menyebabkan koma hendaknya diatasi. Selain itu, upaya yang sungguh-sungguh harus sudah dikerjakan untuk mengatasi efek-efek edema serebri, hipoksia dan syok. Sebagai konsekuensi, untuk memenuhi prasyarat-prasyarat, diperlukan waktu dan tidaklah biasa untuk menegakkan diagnosis MBO sebelum 24 jam perawatan di rumah sakit. Seringkali pasien sudah dirawat di rumah sakit jauh lebih lama.

CT Scan bermanfaat tidak saja untuk mengetahui kausa MBO, tetapi juga untuk memperlihatkan efek herniasi lewat tentorium dan foramina magnum. Kompresi arteri dan vena mengakibatkan edema sitotoksik dan tekanan intrakranial dapat meningkat akibat terhalangnya drainase cairan serebrospinal oleh sumbatan aquaduktus atau ruang subarakhnoid. Perubahanperubahan ini menyebabkan herniasi berlanjut dan posisi otak menurun. Penurunan ini begitu besar sehingga cabang-cabang arteri basilaris (yang mendarahi batang otak) teregang dan mengakibatkan perdarahan intraparenkimal dan memperparah edema. Interpretasi perubahanperubahan ini pada seksi aksial tradisional CT Scan memerlukan pengalaman. Herniasi otak, bagi dokter nonradiologis, paling mudah dilihat pada citra CT koronal. Untuk contoh grafik edema otak ireversibel dan herniasi, pembaca dianjurkan untuk membaca buku Plum dan Posner; The Diagnosis of Stupor and Coma. Dalam membuat diagnosis MBO kadang-kadang dijumpai kesukaran (lihat tabel 2). Bila dokter yang bertugas masih ragu-ragu mengenai: a) diagnosis primer, b) kausa disfungsi batang otak yang reversibel (obat atau gangguan metabolik), c) kelengkapan tes klinis, maka hendaknya jangan dibuat diagnosis MBO.

Tes yang paling pokok untuk fungsi batang otak adalah tes untuk henti nafas (lihat tabel 4).

Namun, apnea dan arefleksia saraf kranial juga terjadi pada keadaan nonfatal lain seperti ensefalitis batang otak dan sindroma Guillain-Barre. Lagi-lagi perlu ditekankan bahwa tes-tes jangan dilakukan bila prasyarat-prasyarat belum dipenuhi. Ini perlu diperhatikan agar jangan sampai terjadi kesalahan prosedur sebab selalu ada saja laporan kasus yang menggambarkan keadaan yang menyerupai MBO tetapi ternyata dapat pulih kembali. Bila setiap kasus didekati secara sistematis, tidak akan terjadi kesalahan.Untuk menegakkan diagnosis kematian otak, penggunaan serangkaian protokol sertifikasi kematian otak cukup membantu. Daftar A, B, C dan D di bawah ini dapat bermanfaat bagi dokter. Pada banyak kasus, semua daftar tersebut semestinya digunakan secara sistematik untuk menegakkan ataupun menyingkirkan diagnosis kematian otak. Bagaimana pun masih perlu untuk memutuskan diagnosis lain, misalnya apakah suatu gangguan metabolik mengacaukan diagnosis atau jika penyelidikan tambahan sudah memadai sehingga memungkinkan adanya diagnosis lain.Daftar A: Garis Besar1. Tanpa pergerakan spontan, kejang atau gerakan badan lainnya.2. Tanpa respon terhadap jenis rangsang nyeri apa pun (misalnya menggosok sternum, penekanan pada kuku jari, penekanan dengan jarum) pada daerah distribusi nervus kranialis.3. Hilangnya refleks-refleks batang otak.4. Pasien bernapas dengan napas bantuan. Uji apnea menunjukkan hilangnya pernapasan spontan.5. Menyingkirkan kemungkinan keadaan eksaserbasi.6. Memastikan kondisi pasien akan kerusakan struktur otak yang tidak dapat diperbaiki.7. Memastikan bahwa bukti-bukti klinis tidak berubah dengan peninjauan kembali 2 sampai 24 jam kemudian.Daftar B: Uji Terhadap Hilangnya Refleks-refleks Batang Otak1. Pupil terfiksasi dan dilatasi, tanpa respon langsung atau tidak langsung terhadap cahaya. Pupil harus dalam ukuran menengah atau besar. Penggunaan obat seperti atropin dan obat-obat lain yang menghambat respon pupil terhadap cahaya dipastikan belum diberikan. 2. Hilangnya refleks kornea.3. Hilangnya respon vestibulo-okuler terhadap rangsang air dingin (cold calories). Gunakan minimal 120 mm air es dan posisi kepala 30 derajat terhadap sumbu horizontal.4. Hilangnya refleks batuk.5. Hilangnya respon terhadap kateter yang ditempatkan dalam endotracheal tube ke dalam trakea. 6. Hilangnya fenomena dolls eye.Daftar C: Uji ApneaLangkah :1. Garis arterial, oximeter denyut nadi dan fasilitas untuk pengukuran gas darah arteri.2. Atur ventilasi FI02 ke 1.0.3. Atur ventilasi jika perlu untuk memastikan PaCO2 berada diantara 40 mmHg dan 50 mmHg.4. Gambar sampel ABG nomor 1.5. Mulai stopwatch, cabut ventilator dan masukkan oksigen sebanyak 6 liter/menit melalui kateter trakea untuk membantu mencegah hipoksia. Perhatikan setiap gerakan yang memperlihatkan usaha untuk bernapas spontan.6. Setelah 6 menit, gambarkan sampel ABG nomor 2 dan sambungkan kembali ventilator.7. Hitung peningkatan PaCO2 selama periode apnea. Peningkatan harus lebih dari 10 mmHg dan tidak adanya usaha untuk bernapas spontan harus ada pada uji apnea yang menunjukkan bahwa tidak ada aktivitas pernapasan spontan yang terjadi.Daftar D: Menyingkirkan Kemungkinan Kondisi Tambahan1. Pengaruh obat-obatan depresan susunan saraf pusat (contoh: barbiturat, benzodiazepin, narkotik).2. Hipotermia suhu rata-rata (mis. suhu esophagus, rektal) di bawah 32,2 derajat Celcius (900 F).3. Gangguan elektrolit (mis. hiponatremia, asidosis metabolik).4. Lanjutan blokade neuromuskuler setelah peemberian agen penghambat neuromuskuler (tinjau kembali daftar pemberian anestetik dan riwayat ICU; periksa dengan stimulator saraf; balikkan efek agen tersebut dengan neostigmin).

Faktor perancu Kondisi-kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang otak, sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan pasti hanya berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan:1. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat 2. Kelainan pupil sebelumnya 3. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi, atau agen blokade neuromuskular 4. Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2

Manifestasi berikut terkadang tampak dan tidak boleh diinterpretasikan sebagai bukti fungsi batang otak: 1. Gerakan spontan ekstremitas selain dari respon fleksi atau ekstensi patologis 2. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan punggung, ekspansi interkosta tanpa volume tidal yang bermakna) 3. Berkeringat, kemerahan, takikardi 4. Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis, atau peningkatan mendadak tekanan darah 5. Tidak-adanya diabetes insipidus 6. Refleks tendo dalam, refleks abdominal superfisial, respon fleksi triple 7. Refleks babinski

Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa pasien dengan kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium, instabilitas kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu dilakukan tes konfirmatif. Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung pada pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian yang mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain: 1. Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic resonance, dan radionuclide): kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat pengisian intraserebral (intracerebral filling) setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus willis 2. Elektroensefalografi: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit 3. Nuclear brain scanning: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan/atau vasculature, bergantung teknik isotop (hollow skull phenomenon) 4. Somatosensory evoked potentials: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus medianus5. Transcranial doppler ultrasonography: kematian batang otak ditegakkan oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow, mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi (very high vascular resistance) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang besar

Sertifikasi kematian Setelah mempertimbangkan hal-hal diatas dengan ini kami menyatakan kematian atas nama, jenis kelamin, umur, alamat, tanggal dan jam meninggal, ditanda tangani oleh dua orang dokter.Langkah selanjutnya memberi tahu keluarganya akan dihentikan bantuan hidup yang ujungnya sia-sia bukan berarti membiarkan mati.Bila keluarga sudah menerima tentang kematian otak maka ventilator,monitor dan infus di stop,dilakukan oleh petugas yang merawat, biarkan sampai jantung berhenti sendiri. Bila akan dilakukan transplantasi organ minta persetujuan tertulis dari keluarga. Bila setuju maka teruskan bantuan utama untuk mencegah injury organ.

BAB IIIKESIMPULANMati Batang otak yaitu hilangnya semua fungsi otak secara irreversible, termasuk batang otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adlah koma, hilangnya reflex batang otak dan apnea.Pemeriksaan klinis mati batang otak yaitu :1. Tes diagnosis mati batang otak yaitu pemeriksaan klinis mati batang otak yaitu Koma2. Tidak ada respon motorik3. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya dan pupil berada di posisi tengah dengan dilatasi (4-6 mm)4. Tidak ada reflex kornea5. Tidak ada reflex tersedak6. Tidak ada respon kalorik7. Tidak ada batuk sebagia respon terhadap suction trakea8. Tidak ada reflex menghisap dan menutup mulut9. Tidak ada usaha respirasi saat PaCO2 setinggi 60 mmHg atau 20 mmHg diatas nilai dasar normalYang berwenang menetukan mati batang otak yaitu tenaga medis yang dimaksud terdiri dari sekurang kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang kompeten yaitu dokter umum, jika ada dokter spesialis anestesiologi atau saraf, yang ditunjuk oleh komite medis. Keputusan ini dibuat dengan berita acara pengujian dan pengambil keputusan. Diagnosis MBO harus dibuat di ruang ICU.

DAFTAR PUSTAKA1. Lazar NM, Shemie S, Webster GC, Dickens BM. Bioethics for clinicians: 24. Brain death; Available from URL: http://www.cmaj/ca/cgi/content/full/164/6/8332. Reis CE. Brain death [online], [cited 2007 Apr 30]; Available from URL: http://www.medstudents.com.br/neuro/neuro5.htm3. Doyle DJ. The diagnosis of brain death: A checklist approach [online] 1995 Mar 3, [cited 2007 Apr 30]; Available from URL: http://www.pragmatism.org/shook/biomedical_ethics/Module%20Three/death.htm4. Walton JN. Brains Diseases of the nervous system. 8th ed. New York: Oxford University Press; 1977.p.1169-70.5. Sunatrio S. Penentuan Mati Batang otak. Bagian Anestesi FKUI. Available from URL : http://fkUI.Anestesi.co.id6. Luhulima JW. Anatomi III susunan saraf pusat jilid II. Makassar : bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2002. hal.1-2,14.7. Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi kedua. Jakarta: EGC;1994. hal.902.8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004.hal.280.9. Cryer PE. Hypoglycemia, functional brain failure, and brain death [online] 2007, [cited 2007 Apr 30]; Available from URL: http://www.jci.org/cgi/content/abstract/117/4/86810. Guyton AC, Hall JE. Aliran darah serebral, cairan serebrospinal, dan metabolisme otak. Dalam: Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.hal.975-83.11. Phillips BJ. Determining brain death: A summary [online] 2005, [cited 2007 Apr 30]; Available from URL: http://www.ispub.com/ostia/index.php?xmlFilePath=journals/ijlhe/vol2n2/brain.xmlThe Internet Journal of Law, Healthcare and Ethics12. Wijdicks EFM. The diagnosis of brain death [online] 2001 Apr 19, [cited 2007 Apr 30]; Available from URL: http://content.nejm.org/cgi/content/full/344/16/121513. Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill Book Company; 1985.p.258-9.14. Taveras JM, Wood EH. Diagnostic neuroradiology volume II. 2nd ed. Baltimore : The William & Wilkins Company; 1977.p.650-1.

17