umn lmn dan mati batang otak
DESCRIPTION
asTRANSCRIPT
UMN LMN
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem
neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor
neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai
inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula
spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi
dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri
dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar
fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus
kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak 1.
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-
saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan
ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut
mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini
yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur 1.
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung
pada manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang
lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah
tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
vertebrae 2.
1
Gambar 1. Tulang belakang
Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran
sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula
spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan
jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf
yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-
organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem
saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah
sistem saraf perifer 3,4.
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum
sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis
berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.
Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh
menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus
descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan
mengontrol fungsi tubuh) 3,4.
2
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai
hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis
dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri
vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis
posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria
interkostalis 5.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis
posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati
suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari
medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang
nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu 3,4,5:
a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan
perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh
bagian atas
b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang
mempersarafi tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah)
yang mempersarafi tungkai,
kandung kencing, usus dan
genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina 3,4.
3
Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra
4
Definisi Mati
Mati klinis adalah henti napas (tidak ada gerakan napas spontan)
ditambah henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti,
tetapi tidak ireversibel. Pada masa sekarang kematian inilah, permulaan
resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi organ vital termasuk
fungsi otak nomal, asal diberikan terapi yang optimal.1,2
Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila
tidak dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi
dihentikan. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai
dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sikulasi,
diikuti oleh jantung, ginjal, paru, dan hati yang menjadi nekrotik selama
beberapa jam atau hari.3
Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel serebrum,
terutama neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral
ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah,
dan batang otak.2,3
Mati sosial (status vegetatif yang menetatap, sidroma apalika) merupakan
kerusakan berat ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak
responsif, tetapi mempunyai elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa
reflek yang utuh. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang hasil EEG nya
tenang dan dari mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua reflek saraf otak
dan upaya napas spontan. Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat siklus sadar
– tidur.3
II.2. Definisi Mati Batang Otak
Walaupun mudah dimengerti sebagai suatu konsep, namun
mendefinisikan kematian otak dalam kata-kata adalah sulit. Pada panduan
Australian and New Zealand Intensive Care Society (ANZICS) yang dipublikasikan
pada tahun 1993, kematian otak didefinisikan sebagai berikut: “Istilah kematian
5
otak harus digunakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara
ireversibel. Kematian otak terjadi saat terjadi hilangnya kesadaran yang
ireversibel, dan hilangnya respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan
pusat secara ireversibel, atau berhentinya aliran darah intrakranial secara
ireversibel”.7
Menurut kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian otak
didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi
lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon
terhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-
refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji
penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya
deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks
faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang kedua
adalah data konfirmasi yakni EEG yang isoelektris. Kedua tes tersebut diulang 24
jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu < 32,2o C) atau
pemberian depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat. Penentuan tersebut
harus dilakukan oleh seorang dokter. 2,7
Menurut Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan oleh
National Conference of Commissioners on Uniform State Laws, President’s
Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical and
Behavioral Research, seseorang dinyatakan mati otak apabila mengalami (1)
terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara ireversibel, dan (2) terhentinya
semua fungsi otak secara keseluruhan, termasuk batang otak, secara ireversibel.
Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya denyut jantung
dan usaha napas, serta pemeriksaan EKG dan uji apnea. Terhentinya fungsi otak
dinilai dari adanya keadaan koma serta hilangnya fungsi batang otak berupa
absennya refleks - refleks.8
Menurut panduan yang digunakan di Amerika Serikat, kematian otak
didefinisikan sebagai hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk
6
batang otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya
refleks batang otak, dan apnea.7,8
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak
diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan
refleks batang otak dan tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat. Apabila
temuan klinis yang sesuai dengan kriteria kematian batang otak atau
pemeriksaan konfirmatif yang mendukung diagnosis kematian batang otak
tidak dapat diperoleh, diagnosis kematian batang otak tidak dapat ditegakkan.9
II.3. Etiologi
Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks
batang otak. Diagnosis klinis ini pertama kali disampaikan dalam kepustakaan
kedokteran pada tahun 1959 dan kemudian digunakan dalam praktik kedokteran
pada dekade berikutnya pada bidang trauma klinis yang spesifik. Kebanyakan
kasus kematian dapat didiagnosis di tempat tidur pasien.2,4,10
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan
intrakranial, hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis,
pembunuhan dan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia jangka
panjang disebut sebagai penyebab kematian otak.10
II.4. Patofisiologi
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat
tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK
meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral
(TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak
terjadi.11
Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-
rata sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh
7
otak, yang kira-kira beratnya 1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840
ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan
hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karena
tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian langsung
menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang terhenti
untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat
irreversibel. Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh
kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah
konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen.
Peningkatan konsentrasi karbon dioksida maupun ion hidrogen akan
meningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen
akan meningkatkan aliran.12,13
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya
aliran oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik
itu secara reversible dan ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan
aliran darah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit
(normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat aliran darah otak
ditambahkan di atas 23 ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki.
Pengurangan aliran darah otak di bawah 8 - 9 ml/100 mg/menit akan
menyebabkan infark, tergantung lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran
darah otak di antara 8 - 23 ml/100 mg/menit.12,14
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak tersumbat secara parsial,
maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan
oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1)
tekanan perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun.
Autoregulasi dan pengaturan vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama
untuk menanggulangi keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi
maksimal. Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa
dihasilkan vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat
8
diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak
dapat teratasi oleh mekanisme autoregulasi dan pengaturan vasomotor. Di situ
akan berkembang proses degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah di
bagian pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehinga berada dalam
keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot
polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama.
Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel
dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (edema serebri)
merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit
dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran
yang sesuai dengan keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark.14
Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.
Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai
mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan
glutamat dan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif,
pelepasan Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi
permeabilitas mitokondria.15
II.5. Kriteria Mati Batang Otak
Pada tahun 1959 Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah coma de
passé (koma irreversibel) dalam menggambarkan 23 pasien koma dengan
hilangnya kesadaran, refleks batang otak, respirasi dan dengan hasil
elektroensefalogram (EEG) yang mendatar. Pada tahun 1968, sebuah komite Ad
hoc pada Fakultas Kedokteran Harvard meninjau kembali defenisi kematian otak
dan kemudian diartikan sebagai koma ireversibel atau kematian otak adalah
9
tidak adanya respon terhadap stimulus, tidak ada gerakan napas, tidak adanya
refleks batang otak dan koma yang penyebabnya sudah diketahui, kondisi
tersebut menetap sekurang-kurangnya 6 sampai 24 jam.2,7,16
Pada tahun 1971 Mohandas dan Chou menggambarkan kerusakan
batang otak sebagai komponen penting dari kerusakan otak yang berat.
Konferensi perguruan tinggi Medical Royal dan fakultas-fakultas yang ada di
dalamnya di Kerajaan Inggris pada tahun 1976, menerbitkan sebuah pernyataan
mengenai diagnosis kematian otak dimana kematian otak diartikan sebagai
hilangnya fungsi batang otak secara lengkap dan ireversibel. Pernyataan ini
memberikan pedoman yang termasuk di dalamnya perbaikan dalam uji apnea
dan memusatkan perhatian pada batang otak sebagai pusat dari fungsi otak.
Tanpa batang otak ini, tidak ada kehidupan. Pada tahun 1981 komisi presiden
untuk studi masalah etik dalam kedokteran biomedis juga penelitian tentang
perilaku menerbitkan pedomannya. Dokumen tersebut merekomendasikan
kegunaan tes konfirmasi untuk mengurangi durasi waktu yang dibutuhkan untuk
observasi dan merekomendasikan periode 24 jam bagi pasien dengan gangguan
anoksia dan kemudian menyingkirkan syok sebagai syarat untuk menentukan
kematian otak. Akhir-akhir ini, Akademi Neurologi Amerika memberikan kasus
berdasarkan bukti dan menyarankan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dalam
praktek. Laporan ini secara spesifik mengarah kepada adanya peralatan-
peralatan pemeriksaan klinis dan tes konfirmasi validitas serta adanya deskripsi
tentang uji apnea dalam praktek.17
Sehubungan dengan dibutuhkannya konsep kematian otak, maupun metode
terstruktur suatu diagnosis, beragam kriteria telah diterbitkan. Beberapa
diantaranya1,2,3,10:
a. Kriteria Harvard
Kunci perkembangan diagnosis kematian otak diterbitkan “Kriteria
Harvard”, kunci diagnosis tersebut adalah2,10:
10
Tidak bereaksi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive
coma).
Hilangnya kemampuan bernapas spontan.
Hilangnya refleks batang otakdan spinal.
Hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi.
EEG datar.
Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan.
Kemudian, temuan klinis dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang
kurangnya 24 jam kemudian.
b. Kriteria Minnesota
Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang disarankan
mungkin sangat terbatas. Hal ini menyebabkan Mohandes dan Chou
mengusulkan “Kriteria Minnesota” untuk kematian otak. Yang dihilangkan dari
kriteria ini adalah tidak dimasukkannya refleks spinalis dan aktivitas EEG
karena masih dipandang sebagai sebuah pilihan pemeriksaan untuk
konfirmasi, elemen kunci kriteria Minnesota adalah3:
Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit pemeriksaan.
Hilangnya refleks otak yang ditandai dengan: pupil dilatasi, hilangnya
refleks batuk, refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya doll’s eye
movement, hilangnya respon terhadap stimulus kalori dan hilangnya
refleks tonus leher.
Status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam
Proses patologis yang berperan dan dianggap tidak dapat diperbaiki.
Pertimbangan utama dalam mendiagnosis kematian otak adalah sebagai
berikut18:
1) Hilangnya fungsi serebral
2) Hilangnya fungsi batang otak termasuk respirasi spontan
3) Bersifat ireversibel.
11
Hilangnya fungsi serebral ditandai dengan berkurangnya pergerakan spontan dan
berkurangnya respon motorik dan vokal terhadap seluruh rangsang visual,
pendengaran dan kutaneus. Refleks-refleks spinalis mungkin saja ada.
EEG merupakan indikator berharga dalam kematian serebral dan banyak
lembaga kesehatan yang memerlukan pembuktian Electro Cerebral Silence (ECS),
yang juga disebut EEG datar atau isoelektrik. Dikatakan EEG datar apabila tidak
ada perubahan potensial listrik melebihi 2 mikroVolt selama dua kali 30 menit
yang direkam setiap 6 jam. Perlu ditekankan bahwa tidak adanya respon serebral
dan EEG datar tidak selalu berarti kematian otak. Akan tetapi, keduanya dapat
terjadi dan bersifat reversible pada keadaan hipotermia dan intoksikasi obat-
obatan hipnotik-sedatif.19
Fungsi-fungsi batang otak dianggap tidak ada jika tidak terdapat reaksi
pupil terhadap cahaya, tidak terdapat refleks kornea, vestibulo-ocular,
orofaringeal atau trakea. Tidak ada respon deserebrasi terhadap stimulus noksius
dan tidak ada pernapasan spontan. Untuk kepentingan dalam praktek, apnea
absolut dikatakan terjadi pada pasien, jika pasien tersebut tidak melakukan
usaha untuk menolak penggunaan alat respirasi setidaknya selama 15 menit.
Sebagai tes akhir, pasien dapat dilepaskan dari respirator lebih lama beberapa
menit untuk memastikan bahwa PCO2 arteri meningkat di atas ambang untuk
merangsang pernapasan spontan.20
Jika hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa semua fungsi otak hilang,
maka pemeriksaan harus diulang dalam waktu 6 jam untuk memastikan bahwa
keadaan pasien bersifat ireversibel. Jika riwayat dan pengamatan komprehensif
yang sesuai terhadap prosedur penggunaan obat-obatan tidak ada, maka
observasi selama periode 72 jam mungkin dibutuhkan untuk memperoleh
reversibilitas walaupun jarang terjadi dalam praktek, studi perfusi serebral
menunjukkan terhentinya sirkulasi intrakranial secara sempurna menyebabkan
terjadinya kematian otak.21
12
II.6. Langkah Penetapan Diagnosis Kematian Batang Otak
Pemeriksaan neurologis klinis tetap menjadi standar untuk penentuan
kematian otak dan telah diadopsi oleh sebagian besar negara-negara di dunia.
Pemeriksaan pasien yang diduga telah mengalami kematian otak harus dilakukan
dengan teliti. Deklarasi tentang kematian otak tidak hanya menuntut
dilakukannya tes neurologis namun juga identifikasi penyebab koma, keyakinan
akan kondisi ireversibel, penyingkiran tanda neurologis yang salah ataupun
faktor-faktor yang dapat menyebabkan kebingungan, interpretasi hasil
pencitraan neurologis, dan dilakukannya tes laboratorium tambahan yang
dianggap perlu.15,16
Diagnosis kematian otak terutama ditegakkan secara klinis. Tidak ada tes
lain yang perlu dilakukan apabila pemeriksaan klinis yang menyeluruh, meliputi
kedua tes refleks batang otak dan satu tes apnea, memberikan hasil yang jelas.
Apabila tidak ditemukan temuan klinis, atau uji konfirmasi, yang lengkap yang
konsisten dengan kematian otak, maka diagnosis tersebut tidak dapat
ditegakkan.17
Pemeriksaan neurologis untuk menentukan apakah seseorang telah
mengalami kematian otak atau tidak dapat dilakukan hanya apabila persyaratan
berikut dipenuhi18:
1) Penyingkiran kondisi medis yang dapat mengganggu penilaian klinis,
khususnya gangguan elektrolit, asam – basa, atau endokrin.
2) Tidak adanya hipotermia parah, didefinisikan sebagai suhu tubuh lebih
kurang atau sama dengan 32oC.
3) Tidak adanya bukti intoksikasi obat, racun, atau agen penyekat
neuromuskuler.
Menurut panduan sertifikasi kematian otak yang diterapkan di Hong Kong, yang
mengacu pada beberapa referensi seperti Medical Royal Colleges in United
Kingdom dan Austalian and New Zealand Intensive Care Society, sebelum
13
mempertimbangkan diagnosis kematian otak, harus diperiksa kondisi-kondisi
serta kriteria eksklusi.17
Pertama-tama, harus ditemukan kondisi cedera otak berat yang konsisten
dengan proses terjadinya kematian otak (yang biasanya dikonfirmasi dengan
pencitraan otak). Tidak boleh ada keraguan bahwa kondisi yang dialami pasien
diakibatkan oleh kerusakan struktural otak yang tidak dapat diperbaiki. Diagnosis
dari kelainan yang dapat menimbulkan kematian otak harus ditegakkan dengan
jelas. Diagnosis tersebut dapat jelas terlihat beberapa jam setelah kejadian
intrakranial primer seperti cedera kepala berat, perdarahan intrakranial spontan,
atau setelah pembedahan otak. Namun, saat kondisi pasien disebabkan oleh
henti jantung, hipoksia, atau insufisiensi sirkulasi yang berat tanpa periode
anoksia serebri yang jelas, atau dicurigai mengalami embolisme udara atau
lemak otak maka penegakan diagnosis akan memakan waktu lebih lama.16,17
Kondisi kedua yang dapat menjadi pertimbangan untuk menegakkan
diagnosis kematian otak adalah pasien yang apneu dan menggunakan bantuan
ventilator. Pasien tidak responsif dan tidak bernafas secara spontan. Obat
penyekat neuromuskuler atau lainnya harus dieksklusi dari penyebab kondisi
tersebut.
Penyebab koma lain yang harus dieksklusi adalah obat depresan atau
racun. Riwayat penggunaan obat harus secara hati-hati diperiksa. Periode
observasi tergantung pada farmakokinetik dari obat yang digunakan, dosis yang
digunakan, dan fungsi hepar serta ginjal pasien. Apabila diperlukan, tes darah
dan urin serta level serum dilakukan. Bila ada keraguan tentang adanya efek dari
opioid atau benzodiazepine, maka obat antagonis yang tepat harus diberikan.
Stimulator saraf tepi harus digunakan untuk mengkonfirmasi intak tidaknya
konduksi neuromuskuler apabila pasien menggunakan obat pelemas otot
(muscle relaxant).18
Hipotermia primer juga menjadi kriteria eksklusi. Suhu pasien direkomendasikan
14
harus di atas 35 oC sebelum dilakukan uji diagnostik. Selain itu, harus disingkirkan
juga kondisi gangguan metabolik dan endokrin, serta hipotensi arteri.
Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal
berikut19:
1. Evaluasi kasus koma
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
3. Penilaian klinis awal refleks batang otak
4. Periode interval observasi
a. Sampai dengan usia 2 bulan, periode interval observasi 48 jam
b. Usia lebih dari 2 bulan - < 1 tahun, periode interval observasi 24 jam
c. Usia lebih dari 1 tahun - < 18 tahun, periode interval observasi 12 jam
d. Usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
5. Penilaian klinis ulang refleks batang otak
6. Tes apnea
7. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi
8. Persiapan akomodasi yang sesuai
9. Sertifikasi kematian batang otak
10. Penghentian penyokong kardiorespirasi
Evaluasi kasus koma
Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus koma
ireversibel beserta penyebab koma yang paling mungkin. Cedera kepala
berat, perdarahan intraserebral hipertensif, perdarahan subarachnoid, jejas
otak hipoksik-iskemik, dan kegagalan hepatik fulminan adalah merupakan
penyebab potensial hilangnya fungsi otak yang bersifat ireversibel. Dokter perlu
menilai tingkat dan reversibilitas koma, serta potensi berbagai kerusakan
organ.17,18
Dokter juga harus menyingkirkan berbagai faktor perancu, seperti intoksikasi
obat, blokade neuromuskular, hipotermia, atau kelainan metabolik lain yang
dapat menyebabkan koma namun masih berpotensi reversible.
15
Kedalaman koma diuji dengan penilaian adanya respon motorik terhadap
stimulus nyeri yang standar, seperti penekanan nervus supraorbita, sendi
temporomandibuler, atau bantalan kuku pada jari Koma dalam adalah tidak
adanya respon motorik cerebral terhadap rangsang nyeri pada seluruh
ekstremitas (nail-bed pressure) dan penekanan di supraorbital.19
Yang harus diperhatikan dalam pengujian ini adalah kemungkinan adanya respon
motorik “Lazarus sign” yang dapat terjadi secara spontan selama tes apnea,
seringkali pada kondisi hipoksia atau episode hipotensi, dan berasal dari spinal.
Agen penyekat neuromuskuler juga dapat menghasilkan kelemahan motorik
yang cukup lama.20
Gambar 1. Tes Rangsang Nyeri
Penilaian klinis refleks batang otak
Pemeriksaan refleks batang otak meliputi pengukuran jalur refleks pada
mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Saat terjadi kematian otak, pasien
kehilangan refleks dengan arah rostral ke kaudal, dan medulla oblongata adalah
bagian terakhir dari otak yang berhenti berfungsi. Beberapa jam dibutuhkan
untuk terjadinya kerusakan batang otak secara menyeluruh, dan selama periode
tersebut, mungkin masih terdapat fungsi medula. Pada kasus yang jarang dimana
terdapat fungsi medula oblongata yang tetap ada, ditemukan tekanan darah
normal, respon batuk setelah suction trakhea, dan takhikardia setelah pemberian
1 mg atropine.20,21
Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak oleh
minimal dua orang klinisi dengan interval waktu pemeriksaan beberapa jam.
Tiga temuan penting pada kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya
16
seluruh refleks batang otak, dan apnea. Pemeriksaan apnea (tes apnea)
secara khas dilakukan setelah evaluasi refleks batang otak yang kedua.21
Hilangnya refleks batang otak19,20,21
Pupil:
a. Tidak terdapat respon terhadap cahaya atau refleks cahaya negatif
b. Ukuran: midposisi (4 mm) sampai dilatasi (9 mm)
Gerakan bola mata /gerakan okular:
a. Refleks oculocephalic negatif
Pengujian dilakukan hanya apabila secara nyata tidak terdapat retak
atau ketidakstabilan vertebrae cervical atau basis kranii.
b. Tidak terdapat penyimpangan atau deviasi gerakan bola mata terhadap
irigasi 50 ml air dingin pada setiap telinga. Membrana timpani harus tetap
utuh; pengamatan 1 menit setelah suntikan, dengan interval tiap telinga
minimal 5 menit.
Respon motorik facial dan sensorik facial:
a. Refleks kornea negatif
b. Jaw reflex negatif (optional)
c. Tidak terdapat respon menyeringai terhadap rangsang tekanan dalam
pada kuku, supraorbita, atau temporomandibular joint.
Refleks trakea dan faring:
a. Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di faring bagian posterior
b. Tidak terdapat respon terhadap pengisapan trakeobronkial
(tracheobronchial suctioning).
17
Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Batang Otak
Penilaian klinis terhadap refleks batang otak dikerjakan secara menyeluruh.
Nervus cranialis yang diperiksa ditunjukkan dengan angka romawi; garis
panah utuh menunjukkan jaras aferen; garis panah terputus menunjukkan
jaras eferen. Hilangnya respon menyeringai atau mata tidak membuka
terhadap rangsang tekanan dalam pada kedua condyles setinggi
temporomandibular joint (afferent n. V dan efferent n. VII), hilangnya refleks
kornea terhadap rangsang sentuhan tepi kornea mata (n. V dan n. VII), hilangnya
refleks cahaya (n. II dan n. III), hilangnya respon oculovestibular ke arah sisi
stimulus dingin oleh air es (n. VIII dan n. III dan n. VI), hilangnya refleks batuk
terhadap rangsangan pengisapan yang dalam pada trachea (n. IX dan n. X).
Tes Apnea
Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang otak
yang kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi prasyarat
terpenuhi, yaitu18,19:
a. Suhu tubuh ≥ 36,5 °C atau 97,7 °F
b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
c. PaCO2 normal (PaCO2 arterial ≥ 40 mmHg)
d. PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial ≥ 200 mmHg)
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dokter melakukan tes apnea
dengan langkah-langkah sebagai berikut20:
a. Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator
b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul
setinggi carina)
c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding
dada atau abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)
d. Ukur PaO2, PaCO2, dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian ventilator
disambungkan kembali
18
e. Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO2 ≥ 60 mmHg (atau
peningkatan PaCO2 lebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil
tes apnea dinyatakan positif (mendukung kemungkinan klinis kematian
batang otak).
f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif
(tidak mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak) .
g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sistolik
turun sampai < 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal
sesuai usia pada pasien < 18 tahun), atau pulse-oxymeter
mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang bermakna, atau
terjadi aritmia kardial.
Segera ambil sampel darah arterial dan periksa analisis gas darah.
Apabila PaCO2 ≥ 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 ≥ 20 mmHg
di atas nilai dasar normal, tes apnea dinyatakan positif.
Apabila PaCO2 < 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg di atas
nilai dasar normal, hasil pemeriksaan belum dapat dipastikan dan
perlu dilakukan tes konfirmasi
Gambar 3. Tes Apneu
Diskoneksi ventilator dan penggunaan oksigenasi apneik difusi (apneic
diffusion oxygenation) memerlukan syarat tertentu. Suhu tubuh harus ≥ 36.5
°C, tekanan darah sistolik harus ≥ 90 mmHg, dan balans cairan harus positif
selama enam jam. Setelah preoksigenasi (fraksi oksigen insprasi harus 1.0
selama 10 menit), tingkat ventilasi harus dikurangi. Ventilator harus diputus
apabila PaO2 arterial mencapai ≥ 200 mmHg, atau apabila PaCO2 arterial
mencapai ≥ 40 mmHg. Pipa oksigen harus berada pada carina
19
(menghantarkan oksigen 6 liter per menit). Dokter harus mengamati dinding
dada dan abdomen untuk mengamati adanya gerakan pernafasan selama 8-10
menit, dan harus mengawasi pasien terhadap adanya perubahan fungsi vital.
Apabila PaO2 arterial ≥ 60 mmHg, atau terdapat peningkatan > 20 mmHg dari
nilai dasar yang normal, maka tes apnea dinyatakan positif.
Faktor Perancu
Kondisi-kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang
otak, sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan
pasti hanya berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini
pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan21:
a. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat
b. Kelainan pupil sebelumnya
c. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan
trisiklik, antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi, atau agen
blokade neuromuskular
d. Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis
CO2
Manifestasi berikut terkadang tampak dan tidak boleh diinterpretasikan
sebagai bukti fungsi batang otak18,19 :
a. Gerakan spontan ekstremitas selain dari respon fleksi atau ekstensi
patologis
b. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan
punggung, ekspansi interkosta tanpa volume tidal yang bermakna)
c. Berkeringat, kemerahan, takikardi
d. Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis, atau
peningkatan mendadak tekanan darah
e. Tidak-adanya diabetes insipidus
20
f. Refleks tendo dalam, refleks abdominal superfisial, respon fleksi triple
g. Refleks Babinski
Pemeriksaan Konfirmatif Apabila Terdapat Indikasi
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan
pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan refleks
batang otak dan tes apnea dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa
pasien dengan kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium,
instabilitas kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya
pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu
dilakukan tes konfirmatif.20
Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung pada
pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian yang
mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain21:
a. Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic
resonance, dan radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila
tidak terdapat pengisian intraserebral (intracerebral filling) setinggi
bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi
b. Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan apabila
tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit
c. Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan atau vasculature,
bergantung teknik isotop (hollow skull phenomenon)
b. Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan
apabila tidak terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus
medianus
c. Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan
oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal
sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow,
21
mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi (very high vascular
resistance) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang besar.
22