826

32
ISSN 0215 - 8250 IMPLEMENTASI SIKLUS BELAJAR HIPOTESIS-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN KETERAMPILAN PROSES IPA DI SMAN 4 SINGARAJA oleh Ni Ketut Rapi Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha Jln. Udayana Singaraja ABSTRAK Masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah (1) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa?; (2) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa?; dan (3) bagaimanakah respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar hipotesis- deduktif?.Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA, dan mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif. Penelitian ini dibagi dalam dua siklus, penentuan siklus didasarkan pada karakteristik materi pembelajaran Fisika, yaitu Vektor dan Kinematika. Masing-masing siklus terdiri dari tahapan-tahapan yaitu (1) Tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan _______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008 701

Upload: vic-ollyf

Post on 16-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bbbb

TRANSCRIPT

Page 1: 826

ISSN 0215 - 8250

IMPLEMENTASI SIKLUS BELAJAR HIPOTESIS-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN

KETERAMPILAN PROSES IPA DI SMAN 4 SINGARAJA

olehNi Ketut Rapi

Jurusan Pendidikan FisikaFakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha

Jln. Udayana Singaraja

ABSTRAK

Masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah (1) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa?; (2) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa?; dan (3) bagaimanakah respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif?.Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA, dan mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif. Penelitian ini dibagi dalam dua siklus, penentuan siklus didasarkan pada karakteristik materi pembelajaran Fisika, yaitu Vektor dan Kinematika. Masing-masing siklus terdiri dari tahapan-tahapan yaitu (1) Tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi/evaluasi, dan (4) tahap refleksi. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMA Negeri 4 Singaraja tahun pelajaran 2007/2008 dengan jumlah siswa sebanyak 44 orang. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil analisis data menunjukkan, bahwa pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan proses. Hasil analisis respon siswa terhadap pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif termasuk dalam kualifikasi positif

Kata kunci : siklus belajar hipotesis-deduktif, sikap ilmiah, keterampilan proses, dan respon

ABSTRACT

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

701

Page 2: 826

ISSN 0215 - 8250

The main problem which the answers will be found through this study are (1) is the implementation of the teaching model of the hyphotesis-deductive learning cycle process able to increase the students’ scientific attitude?; (2) is the implementation of the teaching model of the hyphotesis-deductive learning cycle process able to increase the students’ natural science process skill?; the third, how is the students’ respond towards the teaching model of the hyphotesis-deductive learning cycle? The objective of this study is to increase the scientific attitude and natural science process skill, and to know the students’ respond towards the teaching model of the hyphotesis-deductive learning cycle process. This study was divided into two cycles. The determination of the cycle was based on the characteristic of the physics teaching materials, they were vectors and kinematics. Each cycle consisted of the stages, they are (1) planning stage, (2) action implementation stage, (3) evaluation/ observation stage, and (4) reflection stage. The subject of this study was the 44 student of class X3 of SMAN 4 Singaraja in academic year of 2007/2008. The data were analized descriptively. The result of the data analysis indicates that the teaching model of the hyphotesis-deductive learning cycle can increase scientific attitude and process skill. The analysis result of the students’ respond towards the teaching model of the hypotesis- deductive learning cycle is in the positive qualification.

Key words : hypotesis-deductive learning cycle, scientific attitude, process skill, and respond

1. Pendahuluan

Telah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak

swasta dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

lewat pendidikan, sehingga diharapkan nanti mampu bersaing dalam

berbagai bidang. Usaha-usaha yang dilakukan meliputi pengadaan

perpustakaan, penyempurnaan kurikulum, melengkapi alat-alat

labolatorium, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pengajar. Namun

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

702

Page 3: 826

ISSN 0215 - 8250

sampai saat ini usaha yang dilakukan masih belum memberikan hasil yang

optimal karena mutu lulusan dari berbagai bidang dan jenjang belum sesuai

dengan harapan. Khusus pada SMA Negeri 4 Singaraja dengan row input

yang berkategori baik , tetapi hasil belajar Fisika belum sesuai dengan yang

diharapkan. Hal ini bisa dilihat dari nilai rerata UAS pada mata pelajaran

Fisika tahun pelajaran 2003/2004 adalah 65,20; untuk tahun pelajaran

2004/2005 67,40; dan untuk tahun pelajaran 2005/2006 64,50 (Arsip TU

SMA Negeri 4 Singaraja). Data ini menunjukkan hasil belajar siswa SMA

Negeri 4 Singaraja belum optimal. Hasil studi pendahuluan melalui

wawancara dengan beberapa siswa dan guru Fisika yang penulis lakukan

saat membimbing mahasiswa PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di

SMA Negeri 4 Singaraja menunjukkan kedaan sebagai berikut. (1) Banyak

siswa yang memiliki sikap ilmiah dengan kategori rendah. Hal ini bisa

dilihat dari pertama para siswa kurang respek dengan fakta, kedua para

siswa sering melakukan manipulasi data dengan tujuan hasil eksperimen

mereka tidak menyimpang dari konsep dan prinsip yang dijelaskan oleh

guru, ketiga di dalam melaksanakan percobaan Fisika banyak siswa yang

kurang tekun, keempat rasa ingin tahu siswa kurang, dan kelima di dalam

diskusi kelas banyak siswa yang tidak mau menerima pendapat siswa lain.

(2) Banyak siswa yang memiliki keterampilan proses IPA dalam kategori

kurang. Hal ini bisa dilihat dari : kurangnya kemampuan siswa

merumuskan hipotesis, siswa kurang mampu merancang percobaan, siswa

kurang mampu mengukur, siswa kurang mampu mengkomunikasikan hasil

percobaan, dan siswa kurang mampu membuat kesimpulan hasil percobaan.

Sebagai langkah awal untuk mencari faktor-faktor penyebab

rendahnya sikap ilmiah dan kurangnya keterampilan proses IPA siswa

maka peneliti melakukan studi pendahuluan di SMA Negeri 4 Singaraja.

Studi ini berupa observasi langsung di kelas saat pembelajaran Fisika,

diskusi dengan guru Fisika SMA Negeri 4 Singaraja, dan wawancara

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

703

Page 4: 826

ISSN 0215 - 8250

dengan siswa. Dari studi pendahuluan ini diperoleh temuan-temuan sebagai

berikut. (1) Metode pembelajaran Fisika yang digunakan oleh guru selama

ini masih didominasi metode ceramah, dan hanya sekali-sekali diterapkan

metode eksperimen. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru terungkap

bahwa guru belum merasa mengajar bila mereka belum menceramahi

siswa. (2) Dalam pembelajaran Fisika, guru selama ini kurang

memperhatikan konsepsi atau pengetahuan awal siswa. (3) Unjuk kerja

siswa dalam mengikuti pembelajaran Fisika masih kurang yang ditandai

dengan masih kurang aktifnya siswa dalam menjawab pertanyaan yang

dikemukakan oleh guru, siswa kurang aktif mengajukan pertanyaan, dan

siswa kurang mempunyai inisiatif dalam pembelajaran. (4) Strategi

pembelajaran yang diterapkan oleh guru selama ini adalah (a) siswa

terlebih dahulu disajikan sejumlah konsep atau prinsip, (b) siswa diberikan

beberapa pertanyaan atau masalah, dan (c) pembelajaran lebih menekankan

pada produk IPA kurang memperhatikan proses IPA. (5) Respon siswa

terhadap model pembelajaran yang diimplementasikan oleh guru kurang

positif yang ditandai dengan banyak siswa yang merasa bosan dan merasa

pelajaran Fisika sangat sulit. (6) Interaksi dalam pembelajaran kurang

bersifat multi arah, dan pembelajaran kurang terpusat pada siswa.

Pengemasan pembelajaran di atas tidak sejalan dengan hakikat

orang belajar dan hakikat orang mengajar menurut pandangan

konstruktivis. Belajar merupakan proses mengasimilasi dan

menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian

yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertian dikembangkan

(Suparno,1997:61). Menurut kaum konstruktivis mengajar bukanlah

kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu

kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.

Mengajar berarti partisipasi dengan pebelajar dalam membentuk

pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

704

Page 5: 826

ISSN 0215 - 8250

mengadakan jastifikasi Betten Court (dalam Suparno, 1997 : 65). Di

samping itu pembelajaran Fisika harus mencakup dua aspek yakni aspek

produk dan aspek proses.

Pembelajaran Fisika yang hanya menekankan pada aspek produk

seperti menghapal konsep-konsep, prinsip-prinsip atau rumus tidak

memberikan kesempatan siswa terlibat aktif dalam proses-proses sains.

Pembelajaran seperti ini tidak dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa dan

tidak dapat melatih keterampilan proses IPA siswa. Padahal menurut

kurikulum 2004 salah satu tujuan pengajaran Fisika di SMA adalah selain

memahami konsep-konsep IPA siswa juga dituntut mampu menggunakan

metode ilmiah yang dilandasi oleh sikap ilmiah untuk memecahkan

masalah yang dihadapinya (Depdiknas, 2004). Dari tujuan pengajaran

Fisika di SMA di atas tampaknya bahwa dalam mengajarkan Fisika di SMA

guru diminta untuk mencapai produk IPA dan proses IPA. Ini berarti bahwa

selain mengembangkan fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip IPA

guru juga harus mengembangkan keterampilan-keterampilan proses IPA

serta sikap ilmiah para siswa.

Pembelajaran Fisika di sekolah hendaknya tidak diarahkan semata-

mata menyiapkan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi, namun yang lebih penting adalah menyiapkan anak didik

untuk (1) mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan

sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep sains yang telah mereka

pelajari, (2) mampu mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan

konsep-konsep ilmiah, dan (3) mempunyai sikap ilmiah dalam

memecahkan masalah yang dihadapi sehingga memungkinkan mereka

untuk berpikir dan bertindak secara ilmiah ( Ndraka ,1985:16).

Menurut Harlen (1992 :97) untuk menumbuhkembangkan sikap

ilmiah siswa ada tiga jenis peranan utama guru yakni: memperlihatkan

contoh, memberikan penguatan dengan pujian dan persetujuan, dan

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

705

Page 6: 826

ISSN 0215 - 8250

memberikan kesempatan untuk mengembangkan sikap. Semasih siswa

menunjukkan keinginan untuk berbuat, harus diberikan kesempatan untuk

beraktivitas. Memberikan objek baru adalah memberikan kesempatan pada

siswa untuk mengembangkan sikap ingin tahu. Mendiskusikan hasil

eksperimen memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir kritis.

Menurut Magno (dalam Karhami, 2001:5) salah satu cara untuk

mengembangkan sikap ilmiah adalah dengan memperlakukan anak seperti

ilmuwan muda sewaktu anak mengikuti kegiatan pembelajaran sains.

Keterlibatan siswa secara aktif baik fisik maupun mental dalam kegiatan

labolatorium akan membawa pengaruh terhadap pembentukan pola

tindakan siswa yang selalu didasarkan pada hal-hal yang bersifat ilmiah.

Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan, salah satu faktor

yang menyebabkan sikap ilmiah siswa rendah dan keterampilan proses IPA

siswa kurang adalah model pembelajaran yang diimplementasikan oleh

guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas

seperti ilmuwan.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas maka

masalah pokok yang akan dicari jawabannya melalui pengembangan

inovasi pembelajaran ini adalah (1) apakah implementasi model

pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dapat meningkatkan sikap

ilmiah siswa?; (2) apakah implementasi model pembelajaran siklus belajar

hipotesis-deduktif dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa?;

dan (3) bagaimanakah respon siswa terhadap model pembelajaran siklus

belajar hipotesis-deduktif?

Alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk memecahkan

masalah di atas antara lain: menambah alat-alat Lab Fisika, Meningkatkan

kualitas guru, membenahi cara evaluasi, dan menerapkan model

pembelajaran yang memungkinkan pembelajaran lebih berpusat pada siswa.

Alternatif yang dipilih adalah melalui implementasi model pembelajaran

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

706

Page 7: 826

ISSN 0215 - 8250

yang memungkinkan pembelajaran lebih terpusat pada siswa yakni model

pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif. Pemilihan ini didasarkan

atas, model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif memberikan

peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan

beraktivitas seperti ilmuwan. Di samping itu model pembelajaran siklus

belajar hipotesis-deduktif dapat membentuk dan mengembangkan konsep

diri siswa, tingkat pengharapan bertambah, dapat menghindari siswa dari

cara-cara belajar dengan menghafal, dan memberikan waktu pada siswa

untuk mengasimilasi dan mengokomodasi informasi. Model pembelajaran

siklus belajar hipotesis-deduktif merupakan suatu pendekatan pembelajaran

yang komprehensif, yang mencakup berbagai metode pembelajaran yang

dalam pembelajaran tradisional sering dilaksanakan secara terpisah dan

sering tanpa terencana. Menurut Bruner selama kegiatan belajar

berlangsung hendaknya siswa dibiarkan mencari atau menemukan sendiri

makna segala sesuatu yang dipelajari. Mereka perlu diberikan kesempatan

berperan sebagai pemecah masalah seperti yang dilakukan para ilmuwan,

dengan cara tersebut diharapkan mereka mampu memahami konsep-konsep

dalam bahasa mereka sendiri (Winatapura,1994 :154-155).

Model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif dimulai

dengan menghadapkan para siswa pada suatu masalah. Siswa berusaha

sendiri untuk membuat hipotesis terhadap masalah yang dihadapi. Hipotesis

ini kemudian diuji lewat eksperimen, sehingga ada kemungkinan hipotesis

itu diterima atau ditolak. Melalui pengujian hipotesis lewat eksperimen

sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA siswa ditumbuhkembangkan.

Data yang diperoleh lewat eksperimen kemudian dianalisis, disimpulkan

dan dikumunikasikan lewat diskusi kelas hal ini juga dapat

menumbuhkembangkan sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA siswa.

Penerapan model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif

yang dimulai dengan menggali konsepsi awal siswa mengenai konsep yang

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

707

Page 8: 826

ISSN 0215 - 8250

akan dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan

yang mengundang siswa untuk mengemukakan beberapa hipotesis dengan

menggunakan pengetahuan awal yang telah mereka dapat melalui

pengalaman. Pengetahuan awal mereka dijadikan dasar dalam

mengembangkan pembelajaran hal ini sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Ausubel (dalam Dahar, 1989: 117) bahwa faktor yang

paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah ada dalam

struktur kognitif siswa.

Hal ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang berbasis

konstruktivis dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap ilmiah. Penerapan

strategi siklus belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa ( Suma,

1997 : 49) dan Model siklus belajar Empiris-Induktif meningkatkan

penguasaan konsep dan menurunkan miskonsepsi yang lebih baik

dibandingkan dengan pembelajaran biasa (Sudiatmika, 1997 : 78 )

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan model pembelajaran

siklus belajar hipotesis-deduktif memberikan kesempatan pada siswa untuk

terlibat secara aktif di dalam pembelajaran dan memberikan kesempatan

kepada siswa untuk beraktivitas seperti ilmuwan,sehingga melalui model

pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif sikap ilmiah dan

keterampilan proses IPA siswa dapat ditumbuhkembangkan. Penelitian ini

dikatakan berhasil, dengan kata lain tindakan ini berhasil jika: sikap ilmiah

siswa berkualifikasi tinggi, keterampilan proses IPA siswa berkualifikasi

baik dan respon siswa terhadap model pembelajaran yang

diimplementasikan berkualifikasi positif.

Tujuan penelitian ini adalah (1) meningkatkan sikap ilmiah siswa

melalui implementasi model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif;

(2) meningkatkan keterampilan proses IPA siswa melalui implementasi

model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif; dan (3) mengetahui

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

708

Page 9: 826

ISSN 0215 - 8250

respon siswa terhadap model pembelajaran siklus belajar hipotesis-

deduktif.

2. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua siklus dengan masing-masing siklus

terdiri dari tahapan-tahapan, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap

pelaksanaan tidakan, (3) tahap observasi/evaluasi, (4) tahap refleksi.

Tahapan-tahapan siklus pengembangan inovasi dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, tahap perencanaan : (1) Bersama-sama dengan guru

menganalisis konsep-konsep yang berkaitan dengan topik yang akan

diajarkan, (2) Bersama-sama dengan guru merancang penelusuran

pengetahuan awal siswa tentang konsep-konsep yang akan diajarkan, (3)

Bersama-sama dengan guru merancang perangkat pembelajaran dengan

model pembelajaran siklus belajar hipotesis-deduktif, (4) Bersama-sama

dengan guru mengembangkan instrumen penelitian berupa, lembar

observasi untuk menjaring keterampilan proses IPA, kuesioner untuk

menjaring sikap ilmiah, dan lembar observasi untuk menjaring kemampuan

pengajar mengimplementasikan program pembelajaran, (5) Bersama-sama

dengan guru dan laboran menyiapkan alat dan bahan, dan (6) Bersama-

sama dengan guru merancang petunjuk praktikum

Kedua, tahap pelaksanaan tindakan, sebagai pelaksana utama

tindakan berupa pembelajaran dengan model pembelajaran siklus belajar

hipotesis-deduktif adalah tim peneliti yang terdiri dari seorang dosen dan 2

orang guru. Dalam setiap pembelajaran salah seorang peneliti menjadi

pengajar, sedangkan 2 orang peneliti bertugas sebagai observer. Hal ini

dilakukan secara bergilir dengan tujuan masing-masing peneliti mempunyai

pengalaman mengimplementasikan model pembelajaran siklus belajar

hipotesis-deduktif dan mempunyai pengalaman sebagai observer. Langkah-

langkah pelaksanaan tindakan meliputi (1) Guru pengajar Fisika

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

709

Page 10: 826

ISSN 0215 - 8250

mengadakan pra-test sebelum melaksanakan pembelajaran, dan (2) Guru

melaksanakan pembelajaran di kelas dengan model pembelajaran siklus

belajar hipotesis-deduktif. Contoh implementasi model pembelajaran

Hipotesis-Deduktif seperti tabel 01, dan (3) Setiap akhir pembelajaran tim

peneliti melakukan diskusi untuk membahas hasil monitoring untuk

melakukan refleksi pada tindakan siklus berikutnya.

Tabel 01: Contoh Implementasi Model Pembelajaran Hipotesis-DeduktifA. Fase Eksplorasi

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa1.Mengemukakan pertanyaan/masalah yang

dapat memotivasi siswa untuk mengemukakan pendapatnya seperti:

a.Apakah karakteristik gerak lurus beraturan (GLB)

b.Bagaimanakah bentuk grafik perpindahan terhadap waktu pada GLB

c.Bagaimanakah formula dari GLB d.Bagaimanakah bentuk grafik kecepatan

versus waktu pada GLB2. Menugaskan siswa untuk membuat hipotesis3. Menetapkan hipotesis dari jawaban siswa

untuk dikaji lebih lanjut

1. Menyimak atau berusaha memahami masalah yang dihadapi

2. Melakukan diskusi kelompok untuk merumuskan hipotesis

3. Menyampaikan hipotesis4. Menyiapkan alat/bahan secara

berkelompok5. Secara berkelompok melakukan

eksperimen GLB untuk menguji hipotesis

6. Bertanya seputar masalah dan proses eksperimen yang dilakukan

7. Melalui diskusi kelompok, menganalisis data untuk membuat kesimpulan

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

710

Page 11: 826

ISSN 0215 - 8250

Lanutan Tabel 01

4. Menugaskan siswa untuk menyiapkan alat/bahan untuk percobaan GLB sesuai dengan alat/bahan yang tertera pada LKS

5. Menugaskan siswa untuk merancang dan melakukan eksperimen GLB.

6. Membimbing proses eksperimen dengan cara menjawab pertanyaan siswa dan mengarahkan siswa untuk menguji hipotesis melalui pertanyaan-pertanyaan penuntun.

B. Fase Pengenalan KonsepKegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Melalui diskusi kelas guru menugaskan siswa untuk mengemukakan kesimpulan yang mereka peroleh

2. Menyuruh siswa membandingkan hasil yang mereka peroleh dan memberikan tanggapan terhadap kesimpulan kelompok siswa yang lain.

3. Mengarahkan diskusi dengan cara mengklarifikasi kesimpulan yang salah dan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk membimbing siswa pada pemecahan masalah yang terarah.

4. Pengenalan konsep didasarkan atas hasil eksperimen siswa

1. Menyampaikan hasil eksperimen dan kesimpulan di depan kelas.

2. Memberikan tanggapan terhadap kesimpulan kelompok siswa yang lain.

3. Menjawab pertanyaan guru berdasarkan hasil eksperimen.

4. Menanyakan ha-hal yang dianggap belum jelas.

Fase Penerapan KonsepKegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Melakukan evaluasi untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran

1. Mengerjakan soal-soal Fisika terkait dengan konsep yang sudah dipelajari

Ketiga, tahap observasi/evaluasi, pada penelitian ini mencakup

keterampilan guru dalam implementasi program pembelajaran dan

keterampilan proses IPA siswa dalam proses pembelajaran. Observasi

dilakukan oleh 2 orang peneliti secara bergilir. Keterampilan guru

mengimplementasikan program pembelajaran diobservasi pada saat proses

pembelajaran dengan menggunakan pedoman observasi berupa APKG yang

dimodifikasi dari APKG Undiksha. Aspek-aspek yang diobservasi meliputi:

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

711

Page 12: 826

ISSN 0215 - 8250

penyiapan kondisi pembelajaran siswa, membuka pelajaran, memasuki

pelajaran inti, upaya mengaktifkan siswa dalam suasana kondusif,

persiapan dan penggunaan alat bantu pembelajaran, efektivitas penggunaan

waktu dan menutup pembelajaran. Prosedur observasi dengan memberikan

ceklist pada skor dengan rentang skor 1 sampai 4. Keterampilan proses

IPA siswa dalam pembelajaran diobservasi dengan pedoman observasi

yang dikonstruksi oleh tim peneliti. Aspek-aspek yang diobservasi meliputi

(1) pengamatan, (2) pengklasifikasian, (3) pengukuran, (4) pengidenti-

fikasian dan pengendalian variabel, (5) perumusan hipotesa (6)

perancangan eksperimen (7) penyimpulan hasil eksperimen, dan (8)

mengkomonikasian hasil eksperimen. Prosedur observasi dengan

memberikan ceklist pada skor dengan rentang skor 1 sampai 5.

Evaluasi pada penelitian ini mencakup evaluasi siklus, sikap ilmiah

siswa, dan keterampilan proses IPA siswa dilakukan oleh tim peneliti.

Evaluasi siklus dilakukan pada setiap akhir dari siklus tindakan. Evaluasi

ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siklus tindakan

yang dilakukan dan untuk mengkaji kendala-kendala serta kelemahan-

kelemahan siklus tindakan yang dilakukan, sebagai bahan refleksi pada

siklus berikutnya. Evaluasi terhadap sikap ilmiah siswa dilakukan pada

akhir siklus. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan penelitian dalam hal meningkatkan sikap ilmiah, hal ini dilihat

dari kualifikasi yang dicapai. Evaluasi terhadap keterampilan proses IPA

siswa dilakukan pada akhir siklus. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana keberhasilan penelitian ini dalam hal meningkatkan

keterampilan proses IPA siswa, hal ini dilihat dari kualifikasi yang dicapai.

Sikap ilmiah siswa yang dijaring melalui angket meliputi empat aspek rasa

ingin tahu, respek terhadap fakta atau bukti, kemauan untuk mengubah

pandangan, dan berpikir kritis. Masing-masing aspek terdiri dari 4

indikator. Penskoran menggunakan skala Likert 1 sampai 5. Skor sikap

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

712

Page 13: 826

ISSN 0215 - 8250

ilmiah siswa diperoleh dengan menjumlahkan skor siswa untuk masing-

masing pernyataan. Keterampilan proses IPA siswa dijaring melalui

observasi dengan menggunakan pedoman observasi dan dijaring lewat

jurnal hasil eksperimen siswa. Penskoran menggunakan skala Likert 1

sampai 5. Skor keterampilan proses IPA siswa diperoleh dengan

menjumlahkan skor siswa untuk masing-masing aspek. Skor total siswa

dikonversi ke skala 100.

Keempat, tahap refleksi, berdasarkan hasil monitoring, evaluasi

siklus yang dilakukan selama siklus pembelajaran berlangsung dan

kendala-kendala yang ditemukan dalam poses pembelajaran, maka untuk

memperbaiki dan menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya

dilakukan refleksi siklus didasarkan atas hasil-hasil diskusi yang dilakukan

bersama tim peneliti.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1 Hasil Penelitian Pada Siklus I

Pokok bahasan yang dipelajari pada siklus I adalah Vektor.

Langkah-langkah dalam pembelajaran, pertama siswa ditugaskan secara

kelompok membuat hipotesis dari pertanyaan yang diajukan oleh pengajar.

Hipotesis yang dibuat oleh masing-masing kelompok diuji melalui

eksperimen. Hasil eksperimen dibuat dalam bentuk laporan dan kemudian

dipresentasikan di depan kelas oleh masing-masing anggota kelompok

secara bergilir dipimpin oleh guru. Salah satu kelompok ditunjuk secara

acak, kelompok lain mencermati, menanggapi, dan menjelaskan

berdasarkan pemahaman dan hasil eksperimen. Selanjutnya guru

menanamkan konsep berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan siswa.

Di akhir pertemuan, guru melakukan evaluasi untuk mengetahui

mencapaian hasil belajar siswa atau seberapa jauh indikator yang telah

ditetapkan sudah tercapai. Berdasarkan evaluasi terhadap hasil belajar siswa

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

713

Page 14: 826

ISSN 0215 - 8250

dapat diungkapkan data, yaitu 50% siswa belum memahami tentang

penjumlahan Vektor, sehingga pada sub pokok bahasan ini dilakukan siklus

pembelajaran ulang.

Sikap ilmiah siswa diukur dengan skala Likert 1 – 5 dengan jumlah

indikator 20 , dengan skor minimal ideal = 20 dan skor maksimum ideal

100. Rerata ideal = 60, dan standardd deviasi ideal = 13,33. Berdasarkan

analisis data sikap ilmiah siswa diperoleh nilai rerata adalah 74,4 dengan

standardd deviasi 6,6 termasuk kategori tinggi.

Keterampilan proses siswa diukur dengan skala Likert 1 – 5 dengan

jumlah indikator 8 , dengan skor minimal ideal = 8 dan skor maksimum

ideal 40. Data mentah ditranformasi ke standardd 100 sehingga diperoleh

skor minimal ideal = 20, dan skor maksimum ideal 100, rerata ideal = 60,

dan standard deviasi ideal = 13,33. Berdasarkan analisis data keterampilan

proses IPA siswa diperoleh nilai rerata adalah 65,3 dengan standardd

deviasi 3,3 termasuk kategori sedang.

Berdasarkan hasil observasi tentang pelaksanaan pembelajaran

melalui implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-

Deduktif diperoleh temuan (1) pelaksanaan implementasi model

pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif belum optimal, (2) siswa

belum terbiasa melakukan kegiatan labolatorium, (3) sebagian besar siswa

belum terampil menggunakan alat-alat lab, (4) siswa belum dapat

mengikuti petunjuk praktikum dengan baik, (5) siswa kurang terbiasa

mengemukakan pendapat, (6) siswa belum mampu membuat kesimpulan

(7) peranan guru masih cukup dominan dalam memberikan bimbingan

dalam percobaan,(8) siswa cukup termotivasi dalam pembelajaran, (9)

waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan perencanaan, (10) siswa masih

kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat, dan (11) siswa kurang

mampu membuat hipotesis.

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

714

Page 15: 826

ISSN 0215 - 8250

Berdasarkan temuan yang diperoleh pada siklus I yang menyangkut

keterampilan proses yang belum mencapai kriteria yang ditetapkan dan

sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran belum optimal, dan kekurangan-

kekurangan dalam perencanaan dan implementasi model pembelajaran

maka dilakukan refleksi untuk dipergunakan sebagai dasar perencanaan dan

implementasi pembelajaran pada siklus berikutnya. Adapun hal-hal yang

perlu diperbaiki antara lain: (1) perlu dioptimalkan lagi perencanaan dan

implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif, (2)

perlu diberikan penekanan-penekanan pada saat penanaman konsep, (3)

perlu dirancang petunjuk praktikum yang lebih sederhana sehingga siswa

lebih dapat memahami, dan (4) peranan siswa dalam pembelajaran perlu

lebih ditingkatkan, dan perencanaan waktu yang lebih baik.

3.2 Hasil Penelitian Siklus II

Langkah-langkah dalam pembelajaran sama dengan pada siklus I,

pertama siswa ditugaskan secara kelompok membuat hipotesis dari

pertanyaan yang yang diajukan oleh pengajar. Hipotesis yang dibuat oleh

masing-masing kelompok diuji melalui eksperimen. Hasil eksperimen

dibuat dalam bentuk laporan dan kemudian dipresentasikan di depan kelas

oleh masing-masing anggota kelompok secara bergilir dipimpin oleh guru.

Salah satu kelompok ditunjuk secara acak, kelompok lain mencermati,

menanggapi, dan menjelaskan berdasarkan pemahaman dan hasil

eksperimen. Selanjutnya guru menanamkan konsep berdasarkan hasil

eksperimen yang dilakukan siswa. Di akhir pertemuan, guru melakukan

evaluasi untuk mengetahui mencapaian hasil belajar siswa atau seberapa

jauh indikator yang telah ditetapkan sudah tercapai. Berdasarkan evaluasi

terhadap hasil belajar siswa dapat diungkapkan data, yaitu 36% siswa

belum memahami tentang konsep gerak lurus berubah beraturan, sehingga

pada sub pokok bahasan ini dilakukan siklus pembelajaran ulang.

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

715

Page 16: 826

ISSN 0215 - 8250

Berdasarkan analisis data sikap ilmiah siswa diperoleh nilai rerata

adalah 77 dengan standardd deviasi 6,2 termasuk kategori tinggi. Nilai

rerata keterampilan proses siswa sebesar 73,4 dengan standard deviasi 5,1

termasuk kategori baik. Variabel respon siswa terhadap pembelajaran

Fisika dengan model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif diukur

dengan skala Likert dengan jumlah pernyataan 15 butir, dengan skor

minimal ideal = 15 dan skor maksimum ideal 75. Data mentah

ditranformasi ke standard 100 sehingga diperoleh skor minimal ideal = 20,

dan skor maksimum ideal 100, rerata ideal = 60, dan standardd deviasi

ideal = 13,33. Hasil pengukuran respon siswa terhadap model pembelajaran

siklus belajar Hipotesis-Deduktif, mempunyai rerata 70. Ini berarti rerata

respon siswa berkualifikasi positif.

Berdasarkan hasil observasi tentang pelaksanaan pembelajaran

melalui implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-

Deduktif diperoleh temuan (1) sebagian besar siswa sudah terpola dalam

pembelajaran dengan model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-

Deduktif, (2) siswa mulai terbiasa melakukan kegiatan labolatorium, (3)

sebagian siswa sudah terampil menggunakan alat, (4) sebagian besar siswa

sudah dapat mengikuti petunjuk praktikum dengan baik, (5) sebagian siswa

mulai terbiasa mengemukakan pendapat, (6) peranan guru relatif berkurang

dalam memberikan bimbingan dalam percobaan, dan (7) siswa cukup

termotivasi dalam pembelajaran.

Berdasarkan temuan yang diperoleh pada siklus II yang menyangkut

sikap ilmiah dan keterampilan proses IPA siswa meskipun sudah terjadi

peningkatan tetapi hasil yang diperoleh belum optimal, untuk itu

nampaknya perencanaan dan implementasi model pembelajaran masih

perlu dioptimalkan lagi. Ditinjau dari respon siswa terhadap pembelajaran

meskipun sudah termasuk kualifikasi positif, namun masih bisa

ditingkatkan lagi sehingga tercapai hasil yang paling optimal.

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

716

Page 17: 826

ISSN 0215 - 8250

Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka dapat diberikan

refleksi untuk dipergunakan sebagai dasar perencanaan dan implementasi

pembelajaran pada proses pembelajaran berikutnya. Adapun hal-hal yang

perlu diperbaiki antara lain: (1) perlu dioptimalkan lagi perencanaan dan

implementasi model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif (2)

perlu diberikan penekanan-penekanan pada saat penanaman konsep, (3)

perlu dirancang petunjuk praktikum yang lebih sederhana sehingga siswa

lebih dapat memahami, dan (4) peranan siswa dalam pembelajaran perlu

lebih ditingkatkan.

3.3 Pembahasan

Sikap ilmiah siswa ditunjukkan dengan nilai rata-rata. Pada siklus I

nilai rata-rata sikap ilmiah siswa adalah 74,4 dengan standard deviasi 6,6

termasuk kualifikasi tinggi, sedangkan pada siklus II nilai rerata sikap

ilmiah siswa adalah 77,0 dengan standard deviasi 6,2 juga termasuk

kualifikasi tinggi. Keterampilan proses IPA siswa ditunjukkan dengan nilai

rerata. Pada siklus I nilai rerata keterampilan proses IPA siswa adalah 65,3

dengan standard deviasi 3,3 termasuk kualifikasi sedang, sedangkan pada

siklus II nilai rerata Keterampilan proses IPA siswa adalah 73,4 dengan

standard deviasi 5.1 termasuk kualifikasi baik.

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan yakni sikap ilmiah siswa

berkualifikasi tinggi, keterampilan proses IPA siswa berkualifikasi baik

dan respon siswa terhadap model pembelajaran yang diimplementasikan

berkualifikasi positif, maka model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-

Deduktif sudah mampu meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan proses

IPA siswa. Hal ini disebabkan melalui implementasi model pembelajaran

siklus belajar Hipotesis-Deduktif di samping memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri dan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengaitkan konsep-konsep yang sudah

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

717

Page 18: 826

ISSN 0215 - 8250

dipahami dengan konsep-konsep yang akan dipelajari sehingga terjadi

proses belajar bermakna dan model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-

Deduktif memberikan model pembelajaran yang sedemikian rupa,

sehingga para siswa mampu mengemukakan gagasan yang sudah mereka

miliki dan menguji serta mendiskusikan gagasan tersebut secara terbuka.

Hal ini akan membantu siswa untuk membangun konsep secara konstruktif,

sehingga dapat mengurangi miskonsepsi pada diri siswa dan meningkatkan

konsepsi ilmiah, yang akhirnya akan memberi kontribusi pada peningkatan

hasil belajar siswa. Model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif

juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja seperti ilmuwan,

sehingga rasa ingin tahu siswa semakin berkembang dan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan proses IPA,

dengan kata lain melalui model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-

Deduktf pembelajaran berpusat pada siswa sehingga memberikan peluang

kepada siswa untuk mengembangkan sikap ilmiah dan keterampilan proses

IPA.

Belum tercapainya hasil yang optimal disebabkan oleh beberapa

kendala yang ditemukan dilapangan diantaranya : (1) jumlah set alat yang

terbatas, sehingga jumlah anggota kelompok dalam eksperimen 6 sampai 7

orang (2) siswa yang terbiasa hanya sebagai pendengar pasif, cukup sulit

untuk mengubah biar menjadi subjek yang aktif, (3) siswa yang dijadikan

subjek penelitian termasuk kategori siswa yang sedang, dan (4) sering

kekurangan waktu pada saat implementasi program pembelajaran.

Hasil analisis respon siswa terhadap model pembelajaran siklus

belajar Hipotesis-Deduktif, menunjukkan bahwa nilai rerata respon siswa

adalah 70 termasuk dalam klasifikasi positif. Secara terbuka siswa

menyatakan model pembelajaran ini tetap digunakan pada pembelajaran

topik yang lain karena dengan implementasi model pembelajaran siklus

belajar Hipotesis-Deduktif siswa dapat kesempatan untuk menyampaikan

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

718

Page 19: 826

ISSN 0215 - 8250

pendapat, siswa mempunyai kesempatan untuk mengaitkan konsepsi awal

mereka dengan informasi baru, beberapa konsep bisa ditemukan olah siswa,

dan siswa diberikan kesempatan sebagai ilmuwan muda.

4. Penutup

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan-temuan dalam

pengembangan inovasi pembelajaran ini, maka dapat ditarik simpulan

sebagai berikut. (1) Implementasi model pembelajaran siklus belajar

Hipotesis-Deduktif dalam pembelajaran Fisika dapat meningkatkan sikap

ilmiah siswa. (2) Implementasi model pembelajaran siklus belajar

Hipotesis-Deduktif dalam pembelajaran Fisika dapat meningkatkan

keterampilan proses IPA siswa. (3) Siswa memberikan respon positif

terhadap model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-Deduktif.

Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, dalam rangka

meningkatkat sikap ilmiah, keterampilan proses IPA, dan mencapai tujuan

pembelajaran Fisika yang tertuang dalam kurikulum maka dapat diajukan

beberapa saran sebagai berikut.

Para guru Fisika di SMA yang menemukan permasalahan seperti

yang dikemukakan dalam penelitian ini diharapkan mencoba

mengimplementasikan model pembelajaran siklus belajar Hipotesis-

Deduktif sebagai alternatif pembelajaran Fisika, untuk meningkatkan sikap

ilmiah, keterampilan proses IPA dan respon siswa terhadap pembelajaran

yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2004. Kurikulum SMU: mata pelajaran Fisika kelas I, II, III. Jakarta: Depdiknas.

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

719

Page 20: 826

ISSN 0215 - 8250

Harlen, W. 1991. The Teaching Of Science. London: David Fulton Publishers.

Karhami, A. 2001. Sikap Ilmiah Sebagai Wahana Pengembangan Unsur Budi Pekerti (Kajian Melalui Sudut Pandang Pengajaran IPA). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 027, Tahun ke-6, November 2000

Lawson, A. E. 1995. Science Teaching and The Development of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company.

Ndraka, T. 1985. Teori Metodologi Administrasi. Jakatra: Bina Aksara.

Sudiatmika, A.A.I.R. 1997. Penguasaan Konsep Zat dan Wujudnya melalui Siklus Belajar Empiris-Induktif. Bandung: Thesis (tidak dipublikasikan) PPS IKIP Bandung.

Suma, K., Sadia, I. W., Tika, K., Santyasa, W., Suastra, I.W. 1997. Pengaruh Penerapan Strategi Siklus Belajar Terhadap perubahan Konsepsi Siswa dan penguasaan Dinamika Gerak Lurus Di Sekolah Menengah Umum. Laporan Penelitian: STKIP Singaraja.Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Winatapura, U. S. 1993. Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta : Universitas Terbuka Depdikbud.

_______________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXXI Juli 2008

720