8. skripsi nuraina

Download 8. Skripsi Nuraina

If you can't read please download the document

Upload: rusdi

Post on 20-Jun-2015

1.560 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia dan kualitas kehidupan sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Oleh karena itu, pembaharuan di bidang pendidikan selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Berbicara tentang mutu pendidikan sebenarnya erat berkaitan dengan bagaimana proses pembelajaran harus diselenggarakan. Harus diakui bahwa selama dekade ini proses pembelajaran di Indonesia masih didominasi pandangan bahwa pengetahuan adalah seperangkat faktafakta yang harus dihafal dan guru sebagai narasumber pembelajaran, metode ceramahlah yang menjadi pilihan satu-satunya dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan hafalan dari sekian rentetan topik atau pokok bahasan tapi tidak berdasarkan pemahaman atau pengertian yang mendalam yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.

2

Apabila proses pembelajaran yang telah digambarkan seperti di atas, maka guru akan mengalami kesulitan dan tidak mempunyai waktu untuk melihat faktor-faktor yang menghambat siswa untuk belajar memahami apakah materi yang dibahas sudah diketahui siswa atau belum, guru sibuk dengan dirinya sendiri untuk mentransfer ilmu pengetahuannya kepada siswa, dengan demikian siswa tidak mendapatkan sumber-sumber yang relevan yang dapat memperkaya pemahaman siswa. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi (BSNP 2006). pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pendekatan kontekstual atau biasa disebut Contextual, Teaching and Learning (CTL) membantu siswa untuk menemukan makna belajar. Untuk berbahasa dengan baik dan benar, maka diperlukan pendidikan dan pembelajaran bahasa Indonesia. Pendidikan dan pembelajaran bahasa

3

Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada siswa di sekolah. Oleh karena itu, pemerintah membuat kurikulum bahasa Indonesia yang wajib untuk diajarkan kepada siswa pada setiap jenjang pendidikan, yakni dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan suatu tantangan tersendiri bagi seorang guru, mengingat bahasa ini bagi setiap sekolah merupakan bahasa pengantar yang dipakai untuk menyampaikan materi pelajaran yang lain. Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi membantu peserta didik untuk mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat dengan menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan

kemampuan analitis dan imajinatif (Depdiknas, 2006). Kenyataan yang terjadi pada saat ini, mata pelajaran bahasa Indonesia sering diremehkan oleh sebagian besar siswa, bahkan dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan. Padahal manusia tidak terlepas dari bahasa. Terbukti dari penggunaannya untuk percakapan sehari-hari, tentu ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat berkomunikasi dan saling menyampaikan maksud.

4

Dengan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka guru harus mengambil tindakan, yakni dengan mencari dan menggunakan suatu pendekatan atau model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan berpotensi meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran bahasa indonesia, sehingga meningkatkan minat, motivasi, dan sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa indonesia yang berakibat pada meningkatnya prestasi belajar siswa. Dengan demikian guru dapat merancang suatu bentuk pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan melalui pendekatan kontekstual dengan sebagai alternatif dalam pemecahan masalah tersebut. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Dikdasmen Diknas, 2002:1).B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah :

5

1. Apakah dengan menerapkan pendekatan kontekstual dalam

pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatan prestasi belajar siswa ? 2. Bagaimana keterampilan guru menggunakan pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran?C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :1) Mengetahui peningkatkan prestasi siswa kelas XI SMA 1 Mandai

dalam pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.2) Mendeskripsi keterampilan guru dalam menggunakan pendekatan

kontekstual (Contextual Teaching and Learning)2. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis,

Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning).

6

b. Manfaat Praktis 1) Bagi Siswa

Penelitan ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa lebih termotivasi dalam belajar bahasa Indonesia berbagai ide, gagasan, serta pengalamannya ,

2) Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi guru, yakni dapat memberikan pengalaman dan wawasan bagi guru bahwa dalam membelajarkan bahasa Indonesia, membutuhkan suatu pendekatan dalam pembelajaran sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan rasa senang pada siswa pada saat pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat meningkatkan keaktifannya dan termotivasi dalam belajar yang akan berakibat pada pencapaian prestasi belajar yang maksimal dan sesuai dengan harapan.3) Bagi Sekolah

7

Penelitian tindakan ini dilakukan sebagai tolak ukur dalam peningkatan dan perbaikan mutu pembelajaran di sekolah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka1. Teori belajar

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Disamping itu, ada pula sebagian orang yang

8

memandang belajar sebagai latihan belaka yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi tersebut, ada beberapa definisi belajar dari para ahli. Hintzman ( dalam Muhibbin syah:65) berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan ynag terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi dalam pandangan hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme. Pengalaman hidup seharihari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Alasannya sampai batas tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan. Menurut teori bahavioristik (Asri budiningsih 2004:20) belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah

9

apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula jika penguatan dikurangi (negatif reinforcement) responden akan tetap dikuatkan. . Thorndike (dalam Asri Budinngsih 2004: 21), belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti, pikiran, perasaan, atau hal-hal ynag dapat ditangkap melalui indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yan juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Dari definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu tidak dapat diamati. Ada beberapa definisi belajar menurut beberapa pakar psikologi pendidikan diantaranya Gagne (Dalam Dimyati 2002: 10) belajar merupakan kegiatan kompleks, hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sikap stimulasi lingkungan,

10

melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Belajar terdiri atas tiga tahap yang meliputu Sembilan fase, menurut Gagne (dalam Dimyati 2002:12) yaitu (1) persiapan untuk belajar, (2) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), dan (3) alih belajar. Belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis sehingga perkembangan tingkah laku adalah hasil dan efek belajar yang lebih kumulatif. Menurut Nana Sudjana (1989 : 28) Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang melalui proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pada pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan kemampuan, daya reaksi dan daya penerimaan yang merupakan aspek yang ada pada individu. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktifitas dan prestasi hidup manusia adalah hasil dari belajar. Belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil. Karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perubahan untuk mencapai suatu tujuan.

11

Berdasarkan pengertian di awal, belajar adalah kegiatan atau proses manusia untuk berubah menjadi lebih baik, dari tidak tahu menjadi tahu. Kegiatan belajar terjadi terus menerus atau belajar sepanjang hayat. Memahami keadaan lingkungan itu juga merupakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi. Biggs (Muhibbin syah, 1999: 67) dalam pendahuluan teaching and learning mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional, rumusan kualitatif. Dalam rumusan-rumusan ini, kata-kata seperti perubahan dan tingkah laku tidak disebut lagi secara eksplisit mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan. Secara kuantitatif (ditinjau dari susdut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atau materi yang telah dipelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat

12

diketahui dalam hubungannya dalam proses mengajar. Ukurannya ialah semakin baik mutu mengajar yang dilakukan guru maka akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai. Adapun pengertian secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-peahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa, belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.2. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah alat berkomunikasi. Dengan bahasa orang dapat berhubungan satu sama lain, dengan menggutarakan pikiran, gagasan, perasaan dan lain-lain. Bahasa indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Karena itu, bahasa indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggan nasional. Sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bangsa serta sebagai pengembang kebudayaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sebagai alat penghubung dalam kepentingan pemerintahan dan kenegaraan. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembanan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan

13

merupaan penunjang keberhasilan dalam mempelahari semua mata pelajaran, pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain. Pembelajaran bahasa indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa indonesia dengan baik dan bear baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil belajar peserta didik/ siswa.(Purwanto, 1984). Tujuan khusus dalam lingkup pemahaman bahasa, antara lain : 1. Siswa mampu memperoleh informasi dan memberi tanggapan dengan tepat dalam berbagai hal kegiatan (mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, dan menulis). 2. Siswa mampu menyerap pengungkapan perasaan orang lain secara lisan dan memberi tanggapan yang cepat dan tepat. 3. Siswa mampu menyerap pesan, gagasan, dan pendapat orang lain dari berbagai sumber, baik tertulis maupun lisan. 4. Siswa memperoleh kenikmatan dan manfaat dari mendengarkan. 5. Memahami dan dapat mengevaluasi isi bacaan dengan tepat. 6. Siswa mampu mencari sumber, mengumpulkkan, dan menyerap informasi yang diperlukannya.

14

7. Siswa mampu menyerap isi dan pengungkapan perasaan melalui bacaan dan menanggapinya secara tepat. 8. Siswa memiliki kegemaran membaca untuk meningkatkan pengetahuan dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari dan membaca karya-karya sastra.

Tujuan khusus dalam lingkup penggunaan bahasa : 1. Siswa mampu memberikan berbagai informasi secara lisan. 2. Siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman dan pesan secara lisan.3. Siswa mampu mengungkapkan perasaan secara lisan.

4. Siswa mampu berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan. 5. Siswa memiliki kepuasan dan kesenangan berbicara. 6. Siswa mampu menuangkan pengalaman dan gagasannya secara tertulis dengan jelas. 7. Siswa mampu mengungkapkan perasaan secara tertulis dengan jelas.

15

8. Siswa mampu menuliskan informasi sesuai dengan konteks keadaan.3. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pendekatan

kontekstual

(Contextual

Teaching

and

Learning)

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Dikdasmen Diknas, 2002:1). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Namun strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil (Nurhadi, 2002). Di samping itu, Nurhadi (2002), memandang Contextual, Teaching, and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

16

Atas dasar pengertian tersebut, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut :1) Pembelajaran

dilaksanakan

dalam

konteks

autentik,

yaitu

pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real full life setting).2) Pembelajaran

memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaning ful learning).3) Pembelajaran

dilaksanakan

dengan

memberikan

pengalaman

bermakna kepada siswa (learning by doing).4) Pembelajaran dilaksanakan melalui keja kelompok, berdiskusi,

saling mengoreksi antar teman (learning in a group).5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa

kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan

mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).

17

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan

(learnin as an enjoy activity). Secara lebih sederhana Nurhadi (2002) mendeskripsikan karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara menderetkan sepuluh kata kunci : 1) Kerja sama, 2) Saling menunjang, 3) Menyenangkan, tidak membosankan, 4) Belajar dengan gairah, 5) Pembelajaran terintegrasi, 6) Menggunakan berbagai sumber, 7) Siswa aktif, 8) Sharing dengan teman, 9) Siswa kritis, dan 10) Guru kreatif. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari suatu konteks ke konteks lain. Pengalaman awal siswa merupakan material yang sangat berharga.

18

Pengalaman awal ini dapat tumbuh dan berkembang dari lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar. Dengan layanan guru yang memadai melalui berbagai bentuk penugasan, siswa belajar bekerja sama untuk menyelesaikan masalah (problem-based learning) dan saling menghargai sehingga hubungan antarsiswa akan lebih harmonis. Siswa yang merasa kurang dapat belajar bersama-sama siswa yang pandai mengerjakan dan mempertanggungjawabkan proyek yang ditugaskan (Zaenuri Mastur, 2004). Elaine B. Jhonson (dalam Udin Saefuddin Saud 2008: 165), mengklaim bahwa dalam pembelajaran kontekstual, minimal ada tiga prinsip utama yang sering digunakan, yaitu1) saling ketergantungan (interdependence), Menurut hasil kajian para

ilmuwan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan tergantung, membentuk pola jaring dan sistem hubungan yang kokoh dan teratur.2) diferensiasi (differentiation), menunjukkan sifat alam yang secara

terus menerus menimbulkan perbedaan, keseragaman, keunikan.3) pengorganisasian (self organisation), setiap individu atau kesatuan

dalam alam semesta mempunyai potensi yang melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan yang utuh yang berbeda dari orang lain.

19

Tiap hal memiliki organisasi diri, kesadaran diri, suatu energia atau kekuatan hidup, yang memungkinkan mempertahankan dirinya secara khas, berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional Pembelajaran Kontekstual 1 2 Hakikat Belajar Konten Pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan nyata yang diperoleh sehari-hari pada lingkungan. Model Pembelajaran Siswa belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, berdiskusi, praktikum kelompok, saling bertukar pikiran, memberi dan menerima informasi. Kegiatan Siswa ditempatklan Pembelajaran sebagai subjek pembelajaran dan berusaha menggali dan menemukan sendiri materi pembelajaran Kebermaknaan Belajar Mengutamakan kemampuan yang didasarkan pada pengalaman yang diperoleh siswa dari kehidupan nyata Tindakan dan Menumbuhkan kesadaran perilaku siswa diri pada anak didik Konteks Pembelajaran Pembelajaran konvensional 3 Isi pelajaran terdiri dari konsep dan teori yang abstrak tanpa pertimbangan manfaat bagi siswa. Siswa melakukan kegiatan pembelajaran bersifat individual dan komunikasi satu arah, kegiatan dominan mencata, menghafal, dan menerima instruksi guru. Siswa ditempatkan sebagai objek pembelajaran yang lebih berperan sebagai penerima informasi yang pasif dan kaku. Kemampuan yang didapat siswa berdasarkan pada latihan-latihan yang terus menerus Tindakan dan perilaku individu berdasarkan

20

Konteks Pembelajaran 1

Pembelajaran Kontekstual 2 karena menyadarai perilaku itu merugikan dan tidak memberikan manfaat bagi dirinya dan masyarakat Pengetahuan yang dimiliki bersifat tentatif karena tujujan akhir belajar kepuasaan diri

Tujuan hasil belajar

Pembelajaran konvensional 3 oleh faktor luar dirinya, tidak melakukan sesuatukarena takut sangsi, kalaupun sekeda memperoleh nilai / ganjaran Pengetahuan ynag diperoleh dari hasil pembelajaran brsifat finala dan absolut karena brtujuan untuk nilai.

Dikdasmen Diknas (2002:10-19), menyebutkan bahwa ada 7 (tujuh) unsur yang harus ada dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :1) Konstruktivisme (Constructivisme)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan member makna melalui pengalaman nyata.artinya bahwa dalam pembelajaran kontekstual harus dapat membangun dan membentuk konsep atau pengetahuan baru.

21

2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil meningat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri, Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.konsep atau pengetahuan baru dari proses yang dilakukan sendiri oleh siswa.

3) Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran harus muncul banyak pertanyaan untuk menggiring siswa dalam menentukan konsep baru. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalm melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi,

22

mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang diketahuinya.

4) Pemodelan (Modeling)

Pendekatan kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaarn diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya dalam pembelajaran kontekstual harus ada contoh atau model yang dijadikan media dalam pembelajaran tersebut, khususnya bidang keterampilan.5) Masyarakat belajar (Learning Community)

Dalam pembelajaran kontekstual harus dapat diciptakan masyarakat belajar. Dalam hal ini siswa belajar dalam bentuk kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan

23

siswa di kelas atasnya, atau guru mendatangkan kolaborasi dengan mendatangkan ahli ke kelas untuk melakukan kerja sama. Dengan demikian, hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assestment) adalah proses pengumpulan beberapa data yang bias memberikan gambaran perkembangan

24

belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Oleh karena itu, gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka authentic assestment tidak dilakukan di akhir periode (semester) tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran kontekstual harus dinilai berdasarkan kenyataan yang ada (proses dan hasil) melalui berbagai macam alat dan jenis penilaian.B. Kerangka Pikir

Pembelajaran bahasa adalah proses member rangsangan belajar berbahasa kepada siswa dalam upaya siswa mencapai kemampuan belajar. Untuk meningkatkan hasil belajar, harus menarik peserta didik sehingga peserta peserta didik termotivasi untuk belajar. Diperlukan model pembelajaran interaktif dimana guru lebih banyak memberikan peran kepada peserta didik sebagai subyek belajar. Guru merancang proses belajar mengajar yang melibatkan peserta didik secara integrative dan komprehensif pada aspek kognitif, efaketif, dan psikomotorik sehingga terapai hasil belajar. Agar hasil

25

belajar membaca meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan peserta didik secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotorik dalam proses belajar mengajar. Adapun pembelajaran yang tepat utuk melibatkan peserta didik secara totalitas adalaha pembelajaran degan pendekatan keterampilan proses. Pendekatan Kontekstual menekankan pada upaya mengajarkan kepada peserta didik terlibat secara optimal dalam proses belajar mengajar. Dari uraian di atas dapat diduga bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Secara sistematika kerangkat pikir dapat dilihat pada gambar berikut.

Pembelajaran Bahasa Indonesia

Medel Pembelajaran

Contextual Taechig Learning (CTL)

Hasil Belajar

Temuan Gambar 1 Skema kerangka pikir

26

C. Hipotesis Tindakan Penelitian

Melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang dilaksanakan dalam siklus 1 dan 2, diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Mandai.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis, Waktu dan Lokasi Penelitian

Guna mendapatkan data-data dan informasi yang lebih akurat, maka objek penelitian yang dipilih adalah SMA Negeri Mandai, Kec. Mandai, Kab. Maros. Sedangkan waktu penelitian kurang lebih 1 bulan yaitu bulan april sampai dengan bulan Juni. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang merupakan pencermatan terhadap

27

kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama yang bertujuan memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. B. Variabel dan Desain Penelitian 1. Variabel penelitian Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas 2 variabel :a. Peningkatan hasil belajar bahasa indonesia pada siswa kelas XI SMA

Negeri 1 Mandai.b. Pendekatan

kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Dikdasmen Diknas, 2002:1).

2. Desain penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis yang telah diajukan dengan memperlihatkan tentang adanya keaktifan siswa diukur dari

28

peningkatan

prestasi

belajar

bahasa

Indonesia

dengan

menerapkan

pembelajaran kontekstual. Dengan demikian, penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK) dengan alur kerja berupa refleksi diri berulang, yaitu : Perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi, perencanaan ulang, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classromm-based action research) dengan peningkatan pada unsur desain untuk memungkinkan diperolehnya gambaran keefektifan tindakan yang dilakukan.

C. Prosedur Pelaksanaan Kegiatan 1) Perencanaan awal

Guru (peneliti) merencanakan kegiatan penelitian tindakan kelas dengan menentukan kegiatan serta pendekatan yang akan dilaksanakan. Pada perencanaan awal ini, guru mengidentifikasi masalah yang terjadi di kelas serta menentukan suatu penyelesaiannya dengan menggunakan metode

29

pembelajaran, model pembelajaran, maupun pendekatan pembelajaran kontekstual.2) Perencanaan tindakan

Guru (peneliti) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Guru (peneliti) membuat jadwal perencanaan tindakan kelas, dan mempersiapkan alat peraga atau media yang diperlukan dalam penelitian.3) Pelaksanaan tindakan

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Penelitian dilaksanakan oleh guru kelas dan dapat bekerja sama dengan guru lain yang tebentuk dalam satu tim agar hasilnya lebih maksimal.

4) Observasi Observasi merupakan kegiatan pengamatan/pengambilan data untuk mengetahui seberapa jauh efek tindakan. Observasi dapat dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. 5) Refleksi

30

Guru (peneliti) mengadakan refleksi untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa terhadap penelitian yang telah dilaksanakan sebagai pedoman atau acuan dalam pelaksanaan siklus berikutnya. Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan 2 siklus. Menurut model clasroom action research Kemmis dan Tanggart, maka tahap awal siklus yang kita lakukan adalah :

1) Perencanaan siklus 1

1.

Membuat RPP atau skenario pembelajaran dengan metode

CTL agar pembelajaran menarik. 2. Mempersiapkan media pembelajaran dan lokasi

pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.3.

Membuat lembar observasi atau instrumen penelitian

untuk memantau proses pembelajaran CTL.4.

Membuat

alat

evaluasi

untuk

mengetahui

tingkat

pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran atau penilaian proses pembelajaran.2) Pelaksanaan dan pengamatan

31

1. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari

proses pembelajaran dan pentingnya materi pembelajaran.2. Guru menjelaskan prosedur CTL. Siswa dibagi dalam beberapa

kelompok siswa dengan jumlah siswa tiap kelompok 6-7 siswa. Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi atau pengamatan sesuai dengan materi yang diterima dan guru juga dapat memberi lembar pengamatan. 3. Guru melakukan tanya jawab tentang tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.3) Inti

1. Siswa melakukan observasi atau pengamatan sesuai dengan pembagian tugas kelompok.2. Siswa mencatat hal-hal yang menarik sesuai dengan alat

observasi

yang telah mereka tentukan sebelumnya. 3. Siswa mendiskusikan hasil temuannya sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan mengumpulkan hasil diskusi.4. Siswa melakukan diskusi kelas dari hasil temuannya sesuai dengan

materi yang ditugaskan guru. Adanya presentasi secara bergantian di depan kelas tiap kelompok.

32

4) Penutup 1. Guru dengan siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar hari itu atau dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sesuai dengan indikator hasil belajar. 2. Guru memberi kesempatan siswa untuk mengungkapkan

pengalaman belajar mereka.

5) Refleksi Guru memberikan penilaian kelompok-kelompok siswa yang

melakukan diskusi dan presentasi. Selain itu, guru menyimpulkan hasil analisis yang diamati pada siklus pertama. Dalam siklus pertama ini, apabila hasilnya masih kurang optimal, maka akan dilanjutkan dengan pelaksanaan siklus 2 dengan tetap menggunakan CTL. Pelaksanaan siklus 2 tahap yaitu : Perencanaan, pelaksanaan. Observasi dan refleksi. b. Perencanaan Siklus II1) Perencanaan

33

Pada siklus II guru (peneliti) membuat perencanaan awal yakni dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas, serta mencari alternatif pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan atau model pembelajaran tertentu. Dalam hal ini peneliti tetap menggunakan pendekatan pendekatan (Contextual Teaching and Learning) untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Mandai dalam pembelajaran bahasa indonesia. Peneliti melakukan perencanaan tindakan dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada siklus peneliti tetap menggunakan konsep pembelajaran dalam bentuk kelompok. Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui interaksi siswa dengan sesama. Sebagai alat untuk memotivasi siswa dalam meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia, guru

menyediakan piagam penghargaan untuk kelompok yang memiliki predikat kelompok Terbaik 1, kelompok Terbaik 2. Peneliti menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktifitas siswa dalam kelompok pada saat pembelajaran dan lembar penilaian untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dengan alternatif pembelajaran yang dilakukan peneliti.2) Pelaksanaan

34

Pelaksanaan

dilakukan

selama

dua

pertemuan

dengan

konsep

pembelajaran secara kelompok. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1. Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi atau pengamatan sesuai dengan materi yang diterima dan guru juga dapat memberi lembar pengamatan. 2. Guru melakukan tanya jawab tentang tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa. 3. Siswa melakukan observasi atau pengamatan sesuai dengan pembagian tugas kelompok. 4. Siswa mencatat hal-hal yang menarik di lapngan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya. 5. Siswa mendiskusikan hasil temuannya sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan mengumpulkan hasil diskusi.6. Siswa melakukan diskusi kelas dari hasil temuannya di lapangan

sesuai dengan materi yang ditugaskan guru. Adanya presentasi secara bergantian di depan kelas tiap kelompok.

35

3) Observasi

Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang berupa check list untuk mengetahui sejauh mana minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan motivasi-motivasi yang diberikan guru, untuk

mengetahui aktifitas siswa dalam pembelajaran, aktifitas siswa dalam kelompok, serta tingkat keterampilan dan daya imajinasi siswa dalam mengamati, dan untuk mengetahui kemahiran siswa dalam mengolah kata-kata sehingga menjadi sebuah tulisan yang runtut, dengan teknik penyajian yang sesuai.

4) Refleksi

Peneliti membuat analisis data untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan pada siklus II sebagai acuan untuk pelaksanaan pada siklus berikutnya jika memang diperlukan. D. Definisi Operasional Variabel Untuk memberi gambaran yang jelas tentang variabel yang akan diselidiki di dalam penelitian ini, maka variabel dalam penelitian ini perlu diberikan definisi operasional variabel sebagai berikut.

36

1. Prestasi belajar bahasa Indonesia

Prestasi bahasa Indonesia adalah hasil yang yang dicapai seseorang yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tingkat hasil belajar dan penguasaan.

2. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual / Contextual Teaching and

Learning (CTL) Pendekatan Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

E. Populasi dan Sampel

37

Popoulasi dalam penelitian ni adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Mandai yang terdiri atas 1 kelas denga jumlah 36 orang siswa untuk semester II tahun pelajaran 2009/2010. Populasi ini sekaligus menjadi sampel dalam penelitian ini.

F. Teknik Pengumpulan Data Pengamatan yang dilakukan secara kolaboratif yang melibatkan guru mata pelajaran sejenis sebagai pengamat di kelas ini, menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut :

1. Tes hasil belajar bahasa Indonesia

Hasil belajar bahasa Indonesia dijadikan sebagai acuan dalam mengevaluasi tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tersebut. Oleh karena itu, tes hasil belajar yang dibuat merupakan sumber data yang paling baik bagi penilaian hasil belajar siswa.

38

2. Lembar observasi berupa check list.

Lembar observasi

digunakan sebagai penunjang dalam melakukan

suatu penelitian. Lembar observasi digunakan untuk memperoleh keterangan tentang bagaimana perilaku siswa dalam penerapan model pendekatan CTL dalam proses pembelajaran.

G. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan teknik persentase berdasarkan perolehan nilai siswa dalam belajar. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut: 1. Menghitung skor perolehan siswa dengan rumus : Nilai =Skor Perolehan Skor Total 100

2. Membuat distribusi dan persentase hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Mandai.

39

3. Menghitung mean (rata-rata) dengan rumus :Skor Perolehan Jumlah Sampel

M=

Keterangan : M : Mean (rata-rata) kelas yang dicapai siswa X : Jumlah nilai yang diperoleh keseluruhan siswa Y : Jumlah siswa sampel4. Tolak ukur hasil belajar siswa sampel ditetapkan berdasarkan ketentuan

sebagai berikut : jika nilai yang diperoleh siswa sampel mencapai rata-rata 60 % ke atas maka dianggap sudah mampu dan jika jumlah nilai yang diperoleh sampel tidak mencapai 60 % maka dianggap tidak mampu. Sedangkan nilai kualitatif digunakan teknik kategori yang telah ditetapkan oleh Nur Kancana dan Sumartono (1986) sebagai berikut : Tabel 1. Kategorisasi Hasil Belajar Siswa No. 1. 2. 3. Tingkat penguasaan (%) 90-100 80-89 65-79 Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang

40

4. 5.

55-64 0-55

Rendah Sangat rendah

BAB IV

41

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian berupa aktivitas dan hasil belajar siswa setelah penerapan pendekatan kontekstual pada kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 1 Mandai, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros.

A. Hasil Penelitian

1. Siklus 1 a. Hasil observasi Hasil observasi terhadap siswa dengan pembelajaran kontekstual pada siklus 1, adalah sebagai berikut : 1) Pada pertemuan pertama dalam pembelajaran, ada 2 (dua) orang siswa yang tidak hadir karena sakit. 2) Dalam proses pembelajaran, hanya ada 5 (lima) mengajukan pertanyaan. 3) Saat guru memberikan pertanyaan ada 8 (delapan) siswa yang mampu menjawab pertanyaan guru. orang yang

42

4) Saat menerangkan materi, ada 6 (enam) siswa yang dapat memberikan tanggapan. 5) Ada 18 (delapan belas) dengan baik6) Ada 28 (dua puluh delapan) siswa yang memperhatikan penjelasan

siswa yang dapat mengerjakan tugas

guru. 7) Ada enam (enam) orang siswa yang dapat mengoreksi jawaban temannya. 8) Dalam mengerjakan tugas kelompok, ada 3 (tiga) kelompok yang masih kurang dalam bekerjasama mengerjakan tugas kelompok.

b. Hasil Tes Proses belajar mengajar dimulai dengan perkenalan oleh guru dengan siswa. Siklus I dilakukan dua kali pertemuan proses belajar mengajar, dan siklus I pada perteman ketiga. Khusus untuk pertemuan pertama semua siswa hadir, dan begitupun pada pertemuan kedua semua siswa hadir yang berjumlah 36 orang sebagai subjek penelitian. Pertemuan ketiga yang merupakan tes akhir siklus I semua siswa menjadi sampel hadir. Tes akhir ini bertujuan untuk

43

mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diberikan, adapun skor hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 2 Statistik Hasil Belajar Melalui Pendekatan Kontekstual pada Tes Akhir Siklus I

Statistik Subjek Penelitian Mean Median Modus Standar Deviasi Nilai Tertinggi Nilai Terendah Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Nilai Statistik 36 65,28 60 60 13,68 100 40

Dari tabel 1 di atas diketahui bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I yaitu dimana dari 36 subjek penelitian nilai meannya adalah 65,28, nilai mediannya adalah 60, nilai modusnya adalah 60, standar deviasnya adalah 13,68, nilai tertinggi yang diperoleh dari 36 subjek penelitian ini adalah 100, dan nilai terendah yang diperoleh adalah 40.

44

Gambar 2 Grafik Statistik Hasil Belajar Siswa Siklus I Dari grafik di atas, sangatlah jelas menginformasikan mengenai data statistik pada siklus I melalui pendekatan kontekstual pada pembelajaran bahasa indonesia. Diketahui pada grafik tersebut nilai tertingginya adalah 100, sedangkan pada tabel 1 di atas juga bernilai 100. Begitupun untuk nilai-nilai yang lainnya. Karena grafik ini dibuat berdasarkan data tabel. Jika skor penguasaan siswa pada pada tabel 1 di atas, dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi skor seperti yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut.

45

Tabel 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar melalui Pendekatan Kontekstual Kelas XI-IPA.1 SMP Negeri 1 Mandai Kabupaten Maros.

Interval 0 39 40 54 55 74 75 84 85 100

Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Jumlah

Frekuensi0 7 21 5 3

Persentase (%)0 19,44 58,33 13,89 8,33

36

100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa dari 35 siswa Kelas XI-IPA.1 SMP Negeri 1 Mandai Kabupaten Maros, pada kategori sangat rendah sebanyak 0%, yang termasuk kategori rendah sebanyak 19,44%, yang masuk kategori sedang sebanyak 58,33%, yang masuk kategori tinggi sebanyak 13,89%, yang masuk kategori sangat tinggi sebanyak 8,33%. Pada siklus I ini jumlah siswa yag mempunyai kategori sedang. Oleh karena itu, keberhasilan sikus ini tidak mencapai skor nilai yang diharapkan.

46

Gambar 3 Kategori Hasil Belajar Siswa pada Siklus I Grafik pada gambat 3 di atas jelas sekali ditunjukkan pada tabel 2 di atas yang menunjukkan masing-masing nilai dari Median, Modus, Mean, Standar Deviasi, Nilai Tertinggi, da Nilai Terendah, Dari tabel 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa rata-rata siklus I berada pada kategori sedang. Persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4 Deskripsi Ketuntasan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI-IPA.1 pada Siklus I

47

Interval 0 59 60 100

Kategori Tidak Tuntas Tuntas

Frekuensi 7 29

Persentase (%) 19,44 80,56

Sumber : Hasil Penelitian, 2010 Dari tabel 4 di atas menunjukkan bahwa 19,44% siswa yang termasuk dalam kategori tidak tuntas dalam pembelajaran dan 80,56% siswa dalam kategori tuntas dalam pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia dengan tema kegiatan. Hal ini berarti masih ada siswa sebanyak 5 orang yang memerlukan perbaikan secara individual. Adapun secara grafik persentase ketuntasan hasil belajar siswa melalui pendekatan kontekstual dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4 Grafik Ketuntasan Prestasi Siswa pada Siklus I

48

Pada dasarnya data-data di atas juga diperoleh dari hasil klasifikasi skor hasil belajar siswa, seperti pada Grafik Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa pada siklus I berikut ini.

Gambar 5 Grafik Frekuensi Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Dari grafik di atas, ditunjukkan secara jelas bahwa skor siswa yang bernilai 40 sebanyak 2 orang, skor siswa yang bernilai 50 sebanyak 5 orang, skor siswa yang bernilai 60 sebanyak 13 orang, skor hasil belajar siswa yang bernilai 70 sebanyak 8 orang, skor hasil belajar siswa yang bernilai 80 sebanyak 5 orang, skor hasil belajar siswa yang bernilai 90 sebanyak 2 orang, dan skor hasil belajar siswa yang bernilai 100 sebanyak 1 orang. Jika dilihat pada grafik di atas, skor hasil belajar siswa yang paling di atas adalah 60. Hal

49

ini terbukti bahwa modus pada siklus I ini adalah 60, sesuai dengan data statistik pada tabel 1 di atas.

c. Hasil refleksi Berdasarkan lembar observasi dan hasil tes yang dicapai, ada beberapa faktor yang masih perlu diperbaiki, diantaranya :1) Pada siklus 1 hanya ada beberapa siswa yang berani mengajukan

pertanyaan, sebagaian besar siswa masih segan untuk bertanya, sehigga hasil pembelajaran kurang optimal karena kurangnya keaktifan siswa selama proses pembelajaran.2) Dalam proses belajar mengajar, hanya sebagian kecil siswa yang

mampu menyampaikan tanggapannya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. 3) Pada saat mengerjakan tugas kelompok, masih ada beberapa kelompok yang belum memperlihatkan kerjasama dengan baik. Uraian di atas menyatakan bahwa pada siklus 1 masih banayk kekurangan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya suatu tindakan pada siklus 2 agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.

50

2. Siklus II a. Hasil observasi Berdasarkan data observasi siklus II, diperoleh data sebagai berikut : 1) Pada Siklus kedua ini seluruh siswa hadir dalam pembelajaran. 2) Dalam proses pembelajaran, hanya ada 13 (tiga belas) orang siswa yang mengajukan pertanyaan. 3) Saat guru memberikan pertanyaan ada 15 (lima belas) siswa yang mampu menjawab pertanyaan guru. 4) Saat menerangkan materi, ada 10 (sepuluh) orang siswa yang dapat memberikan tanggapan. 5) Ada 27 (dua pulu htujuh) siswa yang dapat mengerjakan tugas dengan baik 6) Ada 32 (tiga puluh dua) siswa yang memperhatikan penjelasan guru. 7) Ada 10 (sepuluh) orang siswa yang dapat mengoreksi jawaban temannya. 8) Dalam mengerjakan tugas kelompok, ada 1(satu) kelompok yang masih kurang dalam bekerjasama mengerjakan tugas kelompok.

51

b. Hasil Tes Setelah melihat hasil tes akhir siklus I, maka semua yang ada pada siklus I dilakukan perbaikan pada proses tindakan siklus II. Proses belajar mengajar pada siklus II dilakukan selama dua kali pertemuan dan pertemuan ketiga di adakan tes akhir. Hasil tes akhir siklus II dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 5 Statistik Hasil Belajar Melalui Pendekatan Kontekstual pada Tes Akhir Siklus II

Statistik Subjek Penelitian Mean Median Modus Standar Deviasi Nilai Tertinggi Nilai Terendah Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Nilai Statistik 36 73,61 70 70 7,62 90 60

52

Dari tabel 5 di atas, menunjukkan bahwa dari 36 subjek penelitian pada siklus II ini nilai meannya adalah 73,61, nilai mediannya adalah 70, nilai modusnya adalah 70, nilai standar deviasinya adalah 7,62, nilai tertinggi pada siklus II ini adalah 90, dan nilai terendah adalah 60.

Gambar 6 Grafik Nilai Statistik Hasil Belajar Siklus I Jika skor penguasaan siswa pada tabel 4 di atas, dikelompokkan ke dalam lima kategori maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti yang ditunjukkan pada tabel 6 berikut. Tabel 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar melalui Pendekatan Kontekstual Kelas XI-IPA.1 SMP Negeri 1 Mandai Kabupaten Maros pada siklus II.

53

Interval 0 39 40 54 55 74 75 84 85 100

Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Jumlah

Frekuensi0 0 3 30 3

Persentase (%)0 0 8,33 83,34 8,33

36

100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 5 di atas, diperoleh bahwa siswa yang termasuk ke dalam kategori sangat rendah adalah 0%, begitupun siswa yang termasuk dalam kategori rendah adalah 0%, sedangkan untuk siswa yang termasuk ke dalam kategori sedang adalah 8,33% dengan frekuensi sebanyak 3%, dan siswa yang termasuk dalam kategori tinggi adalah 83,34% dengan frekuensi sebanyak 30 orang, serta siswa yang termasuk dalam kategori sangat tinggi adalah 8,33% dengan frekuensi 3 orang.

54

Gambar 7 Grafik Kategorisasi skor hasil prestasi siswa pada siklus II Pada grafik menunjukkan kategorasasi skor hasil prestasi belajar siswa pada siklus II, sebagaiman tabel 5 di atas telah menunjukkan nilai hasil belajar siswa pada siklus II, garfik menunjukkan bahwa skor yang paling banyak adalah kategori tinggi dengan nilai 83,33, dibandingkan dengan kategori yang lain. Itu pun, selain kategori selanjutnya yang bernilai adalah kategori sedang senilai 8,33 dan sangat tinggi senilai 8,33 juga, serta kategori lainnya tak bernilai, artinya pada kategori lainnya tersebut sudah tidak ada lagi siswa pada kategori tersebut. Dari tabel 5 dan 6 di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata siklus I berada pada kategori tinggi.

55

Persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7 Deskripsi Ketuntasan Prestasi belajar siswa kelas V pada siklus II.

Interval 0 59 60 100

Kategori Tidak Tuntas Tuntas

Frekuensi0 36

Persentase (%)0 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010 Dari tabel 6 di atas menunjukkan bahwa pada siklus ini sudah 0% siswa yang tidak tuntas nilai pembelajaran bahasa indonesia. Dan 100% siswa telah menuntaskan nilai pembelajarannya bahasa indoneianya dari 36 subjek penelitian. Dari 6 di atas pula dapat kita ketahui ketuntasan siswa melalui grafik berikut.

56

Gambar 8 Grafik ketuntasan siswa siklus II

Pada grafik di atas menunjukkan secara jelas bahwa pada siklus II ini, sudah tak ada lagi siswa yang tidak menuntaskan pembelajaran bahasa indonesia di SMA Negeri 1 Mandai pada siklus II. Pada dasarnya data-data di atas diperoleh dengan memperhatikan grafik berikut.

57

Gambar 9 Grafik frekuensi skor hasil belajar siswa pada siklus II

Pada grafik di atas menunjukkan bahwa skor paling banyak adalah skor 70. Nilai yang paling banyak muncul disebut juga dengan modusnya, jadi dapat disimpulkan bahwa nilai terbanyak adalah 70 atau dapat disebut bahwa nilai 70 adalah modusnya sesuai dengan tabel 4 di atas. Begitupun dengan nilai-nilai lainnya, seperti nilai terendah, jika diperhatikan grafik tersebut nilai terendah adalah 60, dan nilai tertinggi adalah 90. c. Hasil refleksi Berdasarkan lembar observasi dan hasil tes yang dicapai, dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya sebgai berikut : 1) Sebagian besar siswa sudah mampu meningkatkan keaktifannya dalam kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan serta menyampaikan tanggapan sehingga kegiatan pembelajaran tidak monoton dari guru, namun sebalikya siswa sudah mampu membangun pengetahuan yang dimliki, guru tigggal mengarahkan. 2) Pada saat mengerjakan tugas kelompok, dibandingkan dengan siklus II, kerjasama kelompok ikut meningkat. Mereka sudah tidak sibuk lagi dengan tugas masing-masing dalam kelompok.

58

3) Pada akhir pembelajaran siswa saling mengoreksi jawaban sehingga siswa akan mengetahui kesalahan dari proses pembelajaran mereka sendiri. Berdasarkan uraian di atas, jika dikaitkan dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan, maka penelitian sudah berhasil dan tidak perlu dilakukan tindakan selanjutnya.

3. Analisis hasil tes belajar siklus I dan siklus II Dari hasil penelitian di peroleh bahwa pada siklus I masih dalam dahap perkenalan, dimana dalam tahap perkenalan ini masih perlu mengadakan refleksi, dari observasi yang dilakukan memang pada siklus I ini memutuhkan refleksi pembelajaran, karena pada siklu I ini banyak sekali yang perlu

dievaluasi dan diperbaiki. Pada siklus I diadakah pertemuan sebanyak tiga kali pertemuan dimana pada penjelasan sebelumnya bahwa pada pertemuan pertama dan kedua adalah proses pembelajaran dan pertemuan ketiga adalah tes akhir siklus I. Sedangkan pada siklus II adalah pelaksanaan dari hasil refleksi dan perencanaan pada siklus I, hasil refleksi dan perencanaan tadi dibuatkan suatu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

59

Pendekatan yang dilakukan adalah dimana sisw diajak untuk menemukan, dan berkesperimen dan guru hanya sebagai fasilitator. Pada sikus II ini juga diadakan tiga kali pertemuan, pertemuan pertama dan kedua adalah proses pembelajaran dan pertemuan ketiga adalah tes akhir siklus II. Kategorisasi hasil belajar siklus I dan siklus II dapat diperhatikan pada tabel berikut. Tabel 8 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar melalui Pendekatan Kontekstual Kelas XI-IPA.1 SMP Negeri 1 Mandai Kabupaten Maros pada siklus I dan siklus II.

Interval 0 39 40 54 55 74 75 84 85 100

Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Jumlah

FrekuensiSiklus I 0 7 21 5 3 Siklus II 0 0 3 30 3

Siklus I 0 19,44 58,33 13,89 8,33

Persentase (%) Siklu II0 0 8,33 83,34 8,33

36

100

36

100

Sumber : Hasil Penelitian, 2010 Jika tabel di atas dibuatkan grafik maka hasilnya adalah sebagai berikut.

60

Gambar 10 Grafik Distribusi Frekuensi dan persentase hasil belajar siklus I dan siklus II

A. Pembahasan Pembahasa yang diuraikan didasarkan atas hasil observasi yang dilanjutkan dengan refleksi pada setiap siklus tindakan. Pada siklus 1 pembelajaran bahasa Indonesia yang dilaksananak guru sudah cukup baik, Namun ada beberapa hal yang diperbaiki. Aktifitas belajar siswa sudah cukup baik, namun jumlah siswa yang mampu memberikan tangapan atas hasil presentase kerja kelompok masih sedikit. Berdasarkan hasil tes yang dicapai pada siklus 1, yang mendapat nilai kurang dari 60 ada 7 siswa dengan persentase 19,44 dari jumlah seluruh siswa

61

dan nilai rata-rata kelasnya 65,28. Dari hasil tes siklus 1 belum tercapai indikator keberhasilan, namun masih perlu perbaikan dalam pembelajaran agar hasil belajar siswa lebih meningkat. Pada siklus II, pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan CTL sudah lebih baik. Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru pada siklus II sudah mencerminkan ciri dari pembelajaran melalui pendekatan kontekstual, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa

mengaitkan materi yang dipelajari dengan situasi nyata siswa sehingga siswa mampu membangun pemahamannya sendiri serta menemukan hal-hal yang baru dengan dasar pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Berdasarkan hasil tes pada siklus II, nilai rata-rata yang dicapai adalah 73,61. Siswa yang mendapatkan nilai lebih dari 60 ada 36 orang dengan persentase 100% dari jumlah seluruh siswa. Jika dikaitkan dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu, apabila dalam penelitian tindakan kelas nilai rata-rata kelas sekurang-kurangnya 60 dan telah mencapai ketuntasan kelas sekurang-kurangnya 60% maka dikatakan penelitian sudah berhasil.

62

Berdasarkan hasil observasi kelas dan hasil tes pada siklus II, dapat dievaluasi bahwa langkaha-langkah yang telah diprogramkan dan dilaksanakan mampu mencapai tujuan ynag diharapkan dalam penelitian. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningktakan prestasi belajar siswa kelas XIIPA.2 SMA Negeri 1 Mandai, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros.

BAB V PENUTUP

63

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan dalam bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Pembelajaran denan model pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Mandai.

B. Saran Dari hasil penelitian ini, maka penulis berharap semoga hasilnya dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha peningkatan hasil prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan kesimpulan, disarankan pada guru bahasa Indonesia agar menerapkan model pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

64

DAFTAR PUSTAKA Budiarjo, Lily. 2001. Hakikat Metode Instruksional. Jakarta : Dikti Depdiknas Budiningsih, Asri.2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. : Rineka Cipta Jahya, Yudrik. 2004. Wawasan Kependidikan. Jakarta: Dirjend Depdiknas Madjid, Abdul.2006. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung : Remaja Rosdakarya Muslich, Masnur. 2007. Pembelajaran Berbasis Kontekstual dan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksar Nurhadi. Yasin, Burhan. Gerrad, Agus.2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang Purwanto, Ngalim. 1984. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi. Bandung: Remaja Karya Riyanto, Yatim. 2008. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Kencana Rostiyah, NK. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:Rieneka Cipta Saefuddin, Udin Saud. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung :Alfabeta Safruddin, Asis. 1986. Berbahasa Indonesia yang baik dan Benar. Jakarta :PT. Priastu Sudjana. 2005. Strategi Pembelajaran. Bandung : Falah production ______. 2005. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung : Falah Production ______. Nana dan D.Arifin. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung : CV. Sinar Baru Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo