8 batu pyelum
DESCRIPTION
askepTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN BATU GINJAL (BATU PYELUM)
DI RUANG 18 RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
DISUSUN OLEH:
HENDRA PRIYADI
1514314901017
STIKES MAHARANI MALANG
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2015
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN BATU GINJAL (BATU PYELUM)
DI RUANG 18 RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners
Telah Disahkan Dan Disetujui Pada:
Hari:
Tanggal:
Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi
............................................... ................................................
LAPORAN PENDAHULUAN
KASUS : Batu Ginjal (Batu Pyelum)
DEFINISI:
Batu ginjal adalah batu di kalik atau pyelum ginjal. Batu perkemihan
(urolithiosis) dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan yaitu
ginjal, ureter, kandung kemih. Batu ginjal merupakan batu saluran kemih bagian
atas (urolithiasis). Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi
pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling
sering terjadi (Purnomo, 2000).
Urolithiasis adalah batu atau kalkuli dibentuk dalam saluran kemih mulai
dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi dalam urine
(Nursalam, 2007)
ETIOLOGI:
1. Idiopatik (tidak diketahui)
2. Infeksi saluran kemih (ISK)
Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan
mengubah pH urine menjadi alkali dan mengendapkan garam – garam fosfat.
Batu struvite secara khas mengendap karena infeksi, khususnya oleh spesies
Pseudomonas atau Proteus mikroorganisme pemecah ureum ini lebih di
jumpai pada wanita.
3. Imobilisasi
Imobilisasi menyebabkan kalsium terlepas kedalam darah dan tersaring oleh
ginjal.
4. Penyakit Gout
Produksi asam urat meningkat dalam urine yang merubah pH urine menjadi
asam sehingga kristal - kristal asam urat mengendap.
5. Kurangnya asupan air putih
Dapat menurunkan konsentrasi substansi dalam urine dan mengendapkan
kristal yang dapat membentuk batu.
6. Obstruksi
Obstruksi pada aliran urin yang menimbulkan statis di dalam traktus urinarius
7. Faktor eksogen
Lingkungan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral
8. Faktor endogen
Genetik misal, hiperkalsiuria, hipersistinuria
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain:
1. PH urine yang abnormal
2. Konsentrasi zat terlarut urine
3. Stasis urine
4. Beberapa infeksi (misal: infeksi oleh bakteri yang menghasilkan urease)
5. Diet tinggi kalsium
6. Demineralisasi tulang
Kebanyakan batu mengandung kalsium, sementara sisanya mengandung
amoniomagnesium fosfat atau stuvit, asam urat atau sistin (Mansjoer, 2000)
KLASIFIKASI:
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut lokasi
beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1) Menurut tempat terbentuknya
a) Batu ginjal
b) Batu kandung kemih
2) Menurut lokasi keberadaannya :
a) Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b) Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3) Menurut keadaan klinik :
a) Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu
bertambah besar atau kencing batu.
b) Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c) Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d) Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkan
obstruksi, infeksi, kolik, hematuria.
4) Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu
kalsium okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit
(magnesiumammonium fosfat) dan batu sistin
a) Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 –
85% dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-
rata terjadi pada usia decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai
dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya
dengan batu kalsium fosfat.
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Batu
kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu
teknik non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang
difokuskan pada batu untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-
fragmen.) sedangkan batu monohidrat adalah salah satu diantara jenis
batu yang sukar dijadikan fragmen-fragmen.
b) Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi
saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh
menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis
dan kaliks ginjal (6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar
membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.
(6’46) Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda.
Diurin kristal batu struit berbentuk prisma empat persegi panjang.
c) Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak
mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan
sinar X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan
Intra Venous Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran
kecil, tapi kadang-kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu
staghorn, dan biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar
larut dalam urin yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada
wanita. Separoh dari penderita batu asam urat menderita gout; dan batu
ini biasanya bersifat famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin
kristal asam urat berwarna merah orange. Asam urat anhirat menghasilkan
kristal-kristal kecil yang terlihat amorphous dengan mikroskop cahaya.
Dan kristal ini tak bisa dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat
cenderung membentuk kristal seperti tetesan air mata.
d) Batu Sistin :
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin
tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat
Radioopak karena mengandung sulfur.
e) Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun
bisa bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.
MANIFESTASI KLINIK:
a. Kolik renal atau ureter, tergantung dimana letak adanya batu. Apabila batu
ada didalam pelvis ginjal, penyebab nyerinya adalah hidronefrosis dan nyeri
ini tidak tajam, tetap dirasakan di area sudut kostovertebra. Apabila batu
turun kedalam ureter, pasien akan mengalami nyeri yang hebat, kolik, dan
rasa seperti ditikam. Nyeri ini bersifat intermitten dan disebabkan oleh
spasme (kejang) ureter dan anoksia dinding ureter yang ditekan batu. Nyeri
ini menyebar ke area suprapubik, genitalia eksterna dan femur
b. Nausea dan vomitus akibat adanya distesnsi abdomen karena penekanan
ginjal
c. Demam dan menggigil karena infeksi
d. Hematuria, karena adanya abrasi pada ureter karena batu.
e. Oliguria dan anuria, akibat adanya stasis urine. (Kowalak, 2002)
KOMPLIKASI:
1. Komplikasi akut yang sangatdiperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dantambahan intervensi
sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan fungsi
ginjaldan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko
sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan
kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikanadalah avulsi ureter,
trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak,emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang
signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka
operasi, ISK dan migrasi stent
2. Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi,tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar
penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
PATHOFISIOLOGI:
Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urin (misalnya batu
kalsium bikarbonat) atau penurunan pH Urin (batu asam urat). Konsentrasi bahan-
bahan pembentuk batu yang tinggi didalam darah dan urine serta kebiasaan makan
atau konsumsi obat tertentu, juga dapat merangsang pembentukan batu sehingga
menghambat aliran urin dan menyebabkan stasis atau tidak ada pergerakan urin
dibagian manapun dari saluran kemih sehingga terjadi kemungkinan pembentukan
batu (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan
infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah
adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran
kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang
dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal,
pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal). (Price &
Wilson, 1995).
Tipe batu ginjal yang utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang
menempati 75% hingga 80% dari semua kasus batu ginjal; batu struvite
(magnesium, amonium, dan fosfat) 15%, dan asam urat 7%. Batu sistin relatif
jarang terjadi dan mewakili 1% dari semua batu ginjal. (Kowalak, 2003).
Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), sebagian besar batu saluran kemih
adalah idiopatik. Teori terbentuknya batu antara lain :
a. Teori Inti Matriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan substansi organik sebagai
inti. Substansi organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan
mukoprotein yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi
substansi pembentuk batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti
sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah
terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi – Kristalisasi
Perubahan pH urine mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine.
Pada urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan
garam urat. Sedangkan pada urine yang bersifat alkali akan mengendap
garam – garam oksalat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan
mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/ PENUNJANG
a. Foto rontgen BNO (Blass Nier Overzirch/ Kidney Ureter Bladder) untuk
memperlihatkan sebagian besar urolithiasis.
b. Urografi ekskretori untuk membantu memastikan diagnosis dan menentukan
ukuran dan lokasi batu.
c. USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obstruksi seperti : hidronefrosis
unilateral atau bilateral dan melihat batu radiolusen yang tidak tampak pada
foto BNO.
d. Kultur urine yang memperlihatkan piuria, yaitu tanda infeksi saluran kemih.
e. Koleksi urine 24 jam untuk menentukan tingkat ekskresi kalsium oksalat,
fosfor, dan asam dalam urine.
f. Analisis batu untuk mengetahui kandungan mineral – mineralnya
g. Pemeriksaan serial kadar kalsium dan fosfor untuk mendiagnosis
hiperparatiroidisme dan peningkatan kalsium terhadap protein serum normal.
h. Pemeriksaan kadar protein darah untuk menentukan kadar kalsium bebas
yang tidak terikat dengan protein.
PENATALAKSANAAN
1. Tujuan dasar penatalaksanaan adalah :
a. Menghilangkan batu.
b. Menentukan jenis batu.
c. Mencegah kerusakan nefron
d. Mengendalikan infeksi.
e. Mengurangi obstruksi yang terjadi.
2. Penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien Urolithiasis, berupa :
a. Terapi Farmakologis
1) Morfin dan meperiden yang dapat mencegah syok dan sinkop akibat
nyeri yang luar biasa.
2) Amonium klorida atau asam asetohidroksamik (Lithostat), dapat
mengubah urin menjadi asam pada kasus urolithiasis karena batu
kalsium.
3) Allopurinol (Zyloprim) untuk mengurangi kadar asam urat serum dan
ekskresi asam urat ke dalam urine, sehingga urine menjadi basa.
b. Terapi Nutrisi
Makanan yang harus dihindari adalah :
1) Makanan yang kaya akan vitamin D, karena vitamin D meningkatkan
reabsorbsi kalsium. Contoh makanan:
a) Produk susu : semua keju, susu ( > dari ½ cangkir sehari ), krim
asam (yoghurt).
b) Daging, ikan, unggas : otak, jantung, hati, ginjal, sardin,
sweetbread, telur ikan, kelinci, rusa.
c) Sayuran : lobak, bayam, buncis, seledri, kedelai.
d) Buah : kismis, semua jenis beri, anggur.
e) Roti, sereal : roti murni, roti gandum, catmeal, beras merah,
jagung giling, sereal.
2) Makanan yang harus dibatasi
a) Garam dan makanan tinggi natrium, karena Na bersaing dengan
Ca dalam reabsorbsinya di ginjal.
b) Minuman : teh, coklat, minuman berkarbonat, bir.
c) Lain – lain : kacang, sup yang dicampur susu, makanan pencuci
mulut yang dicampur susu, seperti kue basah, kue kering dan pie.
3. Terapi Penghancuran dan Pengangkatan Batu
a. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal / Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsi (ESWL)
Prosedur noninvasif yang digunakan untuk menghancurkan urolithiasis
dengan cara amplitudo tekanan berenergi tinggi dari gelombang kejut
sekitar 1000 – 3000 gelombang kejut, dan dibangkitkan melalui suatu
pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air dan jaringan lunak,
tekanan gelombang mengakibatkan permukaan batu pecah, dan akhirnya
menyebabkan batu tersebut menjadi bagian – bagian yang lebih kecil.
b. Nefrostomi perkutan dan nefrostop dimasukkan kedalam traktus perkutan
yang sudah dilebarkan kedalam parenkim ginjal batu dapat diangkat
dengan forcep atau jaring tergantung ukurannya, alat ultrasound
dimasukkan melalui selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang
ultrasonik untuk mengjancurkan batu serpihan diigrasi dan dihisap keluar
dari duktus kolektivus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi
dengan disentegrasi ultrasonik dan diangkat dengan forcep atau jaring.
Selang nefrostomi perkutan dibiarkan ditempatnya untuk menjamin
bahwa ureter tidak mengalami obstruksi oleh edema dan bekuan darah.
Komplikasi perdarahan, infeksi, dan ekstravasasi urine.
c. Ureteroskopi, mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan
suatu alat ureteroskop dengan menggunakan laser, lithotripsihidraulik,
atau ultrason kemudian diangkat. Suatu stent dapat dimasukkan dan
dibiarkan selama 48 jam/lebih setelah prosedur untuk menjaga kepatenan
ureter.
d. Infus cairan kemolitik, misalnya agen pembuat basa (ankylating) dan
pembuat asam (acidifyng) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai
alternatif penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain
dan menolak metode lain.
e. Pembedahan
Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan
nefrolitotomi (insisi pada ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi ,
jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di dalam
piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi, sedangkan batu pada ureter
diangkat dengan ureterolitotomi, dan batu pada kandung kemih diangkat
dengan sistotomi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA BATU GINJAL
1. PENGKAJIAN
a. Data subyektif
1. Pasien mengatakan nyeri pinggang menjalar ke punggung dan nyeri
tekan sympatis
2. Kualitas nyeri seperti ditusuk.
3. Pasien bila kencing disertai nyeri pinggang sampai punggung.
4. Pasien sering kemih.
5. Pasien belum pernah menjalani operasi, merupakan pengalaman
pertama.
6. Pasien tidak tau rencana operasi yang akan dilakukan.
7. Pasien tidak bisa tidur.
b. Data Obyektif
1. Raut wajah tampak kesakitan saat ditekan daerah shympisis.
2. Pasien mengaduh kesakitan
3. Pasien berkeringat.
4. Pasien tampak sedih.
5. Pasien gelisah dan mondar-mandir
6. Pasien selalu bertanya tentang rencana operasinya
7. Pasien sering berkemih
8. Urine output < 50 cc.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: 1) Riwayat pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan
pada lingkungan bersuhu tinggi, 2) Keterbatasan aktifitas atau imobilisasi
berhubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh : penyakit tak sembuh,
cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda: 1) Peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), 2) Kulit
hangat dan kemerahan atau pucat
c. Eliminasi
Gejala: 1)Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus),
2)Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh, 3)Rasa terbakar,
dorongan berkemih, 4)Diare
Tanda: 1) Oliguria, hematuria, piuria, 2) Perubahan pola berkemih
d. Makanan dan cairan
Gejala: 1) Mual/muntah, nyeri tekan abdomen, 2) Riwayat diet tinggi
purin, kalsium oksalat dan atau fosfat, 3) Hidrasi yang tidak adekuat, tidak
minum air dengan cukup
Tanda : 1) Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, 2) Muntah
e. Nyeri dan kenyamanan
Gejala: 1) Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung
lokasi batu (urolithiasis menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda : 1) Perilaku berhati – hati, perilaku distraksi, 2) Nyeri tekan pada
area ginjal yang sakit
f. Keamanan
Gejala : 1) Penggunaan alkohol, 2) Demam/menggigil
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : 1) Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi, gout, ISK kronis., 2) Riwayat penyakit usus halus, bedah
abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, 3) Penggunaan antibiotika,
antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan
berlebihan kalsium atau vitamin.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan
kontraksi ureteral, trauma jaringan sekunder terhadap urolithiasis.
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi ginjal/ureteral,
obstruksi mekanik dan inflamasi.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah dan diuresis pasca obstruksi.
3. RENCANA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan
kontraksi ureteral, trauma jaringan sekunder terhadap urolithiasis.
Data Subyektif : Adanya nyeri
Data Obyektif : Rasa tidak enak di perut, ekspresi wajah meringis,
posisi menahan sakit, sulit tidur dan istirahat, dan berusaha mencari
posisi untuk menghilangkan nyeri.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang dan spasme terkontrol
Kriteria hasil : Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0 - 10) dan penyebaran.
Peningkatan TD dan nadi, gelisah dan merintih.
R/ : Mengevaluasi tempat obstruksi, kemajuan gerakan kalkulus.
Nyeri tiba – tiba dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas
berat.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat
terhadap perubahan nyeri.
R/ : Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai
waktu. Penghentian nyeri secara tiba – tiba biasanya menunjukkan
lewatnya batu
3) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, lingkungan untuk
istirahat
R/ : Meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan koping
4) Bantu/dorong bernafas secara fokus
R/ : Mengarahkan kembali dan membantu relaksasi otot
5) Bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan
pemasukan cairan sedikitnya 3 – 4 L/hari.
R/ : Hidrasi kuat, memungkinkan lewatnya batu, mencegah statis
urine, dan membantu mencegah pembentukkan batu selanjutnya
6) Pertahankan keluhan peningkatan/ menetapnya nyeri abdomen
R/ : Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine kedalam area perirenal.
7) Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Menurunkan kolik uretral, meningkatkan relaksasi otot dan
menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu
8) Berikan kompres hangat pada punggung
R/ : menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks
spasme.
9) Pertahankan patensi kateter bila digunakan
R/ : Mencegah stasis urine, menurunkan resiko tekanan ginjal
meningkat dan infeksi.
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi ginjal/ureteral,
obstruksi mekanik dan inflamasi.
Data Subyektif : Adanya kesulitan untuk berkemih
Data Obyektif : sakit saat brkemih, urine tidak lancar, hematuria
Tujuan : Pola eliminasi urine normal
Kriteria Hasil : Berkemih dengan jumlah normal dan pola
biasanya, tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi :
1) Kaji pola berkemih, frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna
urine pasien
R/ : Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih dengan frekuensi
miksi
2) Anjurkan pasien untuk minum sebanyak 2000 cc per hari
R/ : Membantu mempertahnkan fungsi ginjal, pemmberian air secara
orberian air secara oral adalah pilihan terbaik untuk mendukung
aliran darah renal dan untuk membilas bakterii dari traktus urinarius
3) Anjurkan menghindari konsumsi minuman kopi, teh, soda, dan
alcohol; awasi adanya distensi kandung kemih
R/ : Menurunkan iritasi dengan menghindari minuman yang bersifat
mengiritasi saluran kemih.
4) Awasi adanya distensi kandung kemih
R/ : Retensi urin dapat menyebabkan distensi jaringan kandung
kemih/ginjal, potensial resiko infeksi, gagal ginjal
5) Awasi pemeriksaan laboratorium seperti kultur urine, elektrolit,
BUN, kreatinin.
R/ : Peningkatan BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan
disfungsi ginjal.
6) Berikan obat sesuai indikasi
R/ : terapi yang digunakan bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urine, dan membebaskan obstruksi.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah dan diuresis pasca obstruksi.
Data Subyektif : Mual, muntah, haus.
Data Obyektif : Demam, BB turun, membran mukosa kering,
turgor kulit kering.
Tujuan : Mempertahankan kesimbangan cairan adekuat
Kriteria Hasil : Tanda vital stabil dan BB dalam rentang normal,
nadi perifer normal, membran mukosa lembab, dan turgor kulit baik.
Intervensi:
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran
R/ : Membandingkan keluaran aktual dan mengevaluasi derajat
kerusakan ginjal
2) Catat frekuensi dan karakteristik muntah/diare, juga pencetus dan
kejadian yang menyertai atau mencetuskan
R/ : Mual/muntah dan diare berhubungan dengan kolik ginjal karena
saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung
3) Awasi tanda vital, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit, dan
membran mukosa.
R/ : Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
4) Timbang BB tiap hari
R/ : Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan
retensi
5) Tingkatkan pemasukan cairan 3 – 4 L/hari dalam toleransi jantung
R/ : Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis juga
tindakan “mencuci“ yang dapat membilas batu keluar, dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap
kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare)
6) Pemeriksaan lab seperti Hb/Ht, dan elektrolit
R/ : Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi
7) Berikan cairan intravena
R/ : Mempertahankan volume sirkulasi, meningkatkan fungsi ginjal
8) Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.
R/ : Makanan mudah dicerna, menurunkan aktivitas GI atau iritasi
dan membantu untuk keseimbangan nutrisi
9) Berikan obat sesuai indikasi, misalnya obat anti muntah
R/ : Menurunkan mual – muntah
4. IMPLEMENTASI
Implementasi pada asuhan keperawatan cedra kepala dilakukan sesuai dengan
intervensi yang telah di buat.
5. EVALUASI
Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner and suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2, Jakarta: EGC.
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Corwin. 2001 . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC.
Doenges E.Marilyn. 2000. Rencana asuhan keperawatan , Jakarta: EGC
Kowalak. 2002. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC
Nursalam, 2006, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem.
Perkemihan, Jakarta : Salemba Medika
Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog
Dalam Terbitan (KTD): Jakarta.