73416588-45177207-makalah

7

Click here to load reader

Upload: lukman-alam-nugraha

Post on 26-Jul-2015

108 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 73416588-45177207-Makalah

MAKALAH SKRIPSI

PENGATUR BEBAN ELEKTRONIS (ELECTRONIC LOAD CONTROLLER)

Untuk PLTMh

Oleh:

FAUZUN ATABIQ 06/200354/ET/5455

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2008

Page 2: 73416588-45177207-Makalah

HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH SKRIPSI PENGATUR BEBAN ELEKTRONIS

(ELECTRONIC LOAD CONTROLLER) Untuk PLTMh

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program S-1

Pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Oleh:

FAUZUN ATABIQ 06/200354/ET/5455

Yogyakarta, 27 Mei 2008Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Isnaeni B.S, M.T. NIP. 132 048 534

Ir. Sujoko Sumaryono, M.T. NIP. 131 792 961

Page 3: 73416588-45177207-Makalah

Pengatur Beban Elektronis (Electronic Load Controller)

Untuk PLTMh

Fauzun Atabiq1, M. Isnaeni B.S.2, Sujoko Sumaryono2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, FT UGM

2Dosen Jurusan Teknik Elektro, FT UGM

Abstrak

Sebagai pengganti governor dalam upaya menjaga mutu/kualitas daya listrik sistem PLTMh, dua dekade terakhir ini mulai dikembangkan beberapa alat Pengatur Beban Elektronis (Electronic Load Controllers). Pada sistem PLTMh, Electronic Load Controller (ELC) merupakan alat untuk mengatur keseimbangan beban utama dan ballast load yang diharapkan sistem PLTMh tersebut bisa selalu terjaga pada kondisi beban relatif konstan. Dengan mengoperasikan sistem PLTMh pada beban relatif konstan, maka akan membuat generator berputar pada putaran yang relatif konstan pula, sehingga dengan demikian tegangan dan frekuensi sistem pun akan ikut konstan tidak terpengaruh oleh perubahan pemakaian beban utama yang kondisinya tidak menentu. Mikrokontroler AT89S51 yang merupakan keluarga MCS-51 mempunyai aplikasi yang sangat luas. Dengan memanfaatkan mikrokontroler AT89S51 sebagai pengendali utama (main controller) ELC, maka rangkaian ELC menjadi cukup sederhana. AT89S51 yang diaplikasikan sebagai pencacah siklus listrik sistem, mikrokontroler cukup membutuhkan tambahan rangkaian Zero Crossing Detector sebagai pengubah isyarat sinusiodal menjadi persegi dan Thyristor atau Kontaktor sebagai komponen switching ballast load. ELC mampu mengendalikan ballast load sesuai dengan kapasitas sistem PLTMh dengan menggunakan komponen switching yang sesuai. Sebagai sebuah penenelitian, maka dalam pembuatan pengatur beban elektronis ini, ELC adalah ELC 1 fase dan hanya berkapasitas 5 kW Kata kunci: PLTMh, ELC, Ballast load

1. Pendahuluan

Disaat hangat-hangatnya isu berkenaan dengan krisis energi listrik nasional, global warming dan climate changes sekarang ini, keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) sepertinya menjadi salah satu solusi alternatif dari beberapa solusi yang ada. Terutama untuk daerah-daerah yang masih disuplai dengan listrik tenaga diesel dan lebih khusus untuk desa/daerah-daerah terpencil yang belum mendapat pelayanan aliran listrik karena sulit dicapai oleh jaringan listrik yang pembangkitnya berada jauh dari pedesaan (remote area). Didukung dengan potensi kelistrikan tenaga air di Nusantara yang mencapai 72.000 MW, 10 persennya atau 7.500 MW, dapat dimanfaatkan untuk sistem PLTMh [6]. Sistem PLTMh yang sudah terkenal ramah lingkungan, kemampuan menghasilkan listrik yang kontinyu (siang-malam) dan juga ketersediaan teknologi yang terjamin serta kokoh mampu berumur 20 sampai 30 tahun, sangat menarik sebagai sumber energi listrik mandiri terbarukan [1].

Sayangnya dari beberapa kelebihan yang dimiliki sistem PLTMh tersebut, sampai sekarang ini teknologi PLTMh di masyarakat masih kurang familier, sehingga pertumbuhannya pun menjadi

lambat. Dari potensi kelistrikan tenaga air di Indonesia yang mencapai 75.000 MW tersebut, pada pertengahan tahun 2008 ini, baru terdapat sekitar 60 unit sistem PLTMh yang tersebar di 60 wilayah Indonesia [6]. Terlebih lagi pembangunan sistem PLTMh yang sudah dilakukan, masih sering mengabaikan mutu/kualitas daya listrik (power quality) yang dihasilkannya. Mutu/kualitas daya listrik yang biasanya dikaitkan dengan perubahan tegangan, frekuensi dan pergeseran fase jika PLTMh merupakan sistem tiga fase sangat penting untuk diperhatikan. Kualitas daya listrik yang jelek secara signifikan akan berdampak pada umur/usia peralatan, baik peralatan beban sistem maupun peralatan (komponen) sistem PLTMh itu sendiri [1].

Teknik yang digunakan untuk menjaga kualitas daya listrik setiap sistem pembangkit berbeda-beda, dan demikian pula dengan sistem PLTMh. Pada sistem PLTMh tidak menggunakan governor (pengatur kecepatan putaran turbin/penggerak mula) yang digunakan untuk menyesuaikan atau menyeimbangkan energi pada penggerak mula dengan kebutuhan pemakaian beban konsumen. Teknik yang digunakan pada sistem PLTMh adalah dengan menerapkan sistem selalu beroperasi mendekati beban penuh (putaran konstan). Metode

Page 4: 73416588-45177207-Makalah

ini dilakukan dengan cara memasang beban tiruan resistif (ballast loads atau dummy loads) pada sistem. Balast loads diatur secara otomatis sebagai kompensasi perubahan beban utama sistem, sehingga total beban sistem tetap mendekati beban penuh (putaran konstan). Untuk mengatur ballast loads bisa bekerja otomatis, pada sistem PLTMh yang menggunakan generator induksi digunakan induction generator controller (IGC), sedangkan pada sistem PLTMh yang menggunakan generator sinkron digunakan electronic load controller [7].

Untuk sekarang ini seiring dengan pertumbuhan sistem PLTMh di berbagai negara (terutama negara-negara berkembang), generator sinkron dengan kapasitas kecil mulai banyak diproduksi dan tersedia di pasaran, sehingga sedikit demi sedikit pembangunan PLTMh yang tadinya memakai generator induksi kini mulai beralih menggunakan generator sinkron. Hanya saja sistem PLTMh yang menggunakan generator sinkron masih memiliki kelemahan ketika terjadi perubahan pembebanan, pemulihan perubahan frekuensi keluaran ke frekuensi nominal agak tertunda (terlambat) dibandingkan dengan pemulihan tegangannya. Hal ini karena perbaikan tegangan pada generator sinkron yang dilakukan oleh automatic voltage regulator (AVR) bersifat elektris, sedangkan untuk pemulihan frekuensi keluarannya bersifat mekanis (berkaitan dengan putaran). Oleh karena itu aplikasi ballast loads dengan kapasitas kecil (kurang dari 10 kW) diperlukan berikut dengan alat pengaturnya, ELC.

2. Perancangan ELC

Prinsip kerja pengatur beban elektronis (electronic load controller, ELC) ini adalah ELC akan memonitor frekuensi sistem secara terus menerus. Frekuensi hasil monitor akan dibandingkan dengan frekuensi offset (nilai frekuensi yang sudah ditentukan sebelumnya sesuai dengan nilai toleransi yang diijinkan). Hasil dari perbandingan digunakan untuk mengatur besar-kecilnya ballast loads secara otomatis yakni dengan cara menambah atau mengurangi ballast loads sebagai kompensasi beban utama yang pemakaiannya tidak menentu, sehingga diharapkan total beban generator PLTMh akan terjaga pada beban aman dan putaran generator menjadi relatif mendekati putaran konstan. 2.1. Perangkat Lunak ELC

Gbr. 1 - Diagram blok ELC

Sebagaimana diperlihatkan pada Gbr.1, ELC terdiri atas beberapa blok. 1. Zero Crossig Detector

Secara sederhana Zero Crossing Detector (ZCD) didefinisikan sebagai rangkaian elektronik untuk mengubah sinyal sinusiodal menjadi persegi.

Gbr. 2 – Rangkaian Zero Crossing Detector Rangkaian Zero Crossing Detector Gbr.2 diperlukan, karena mikrokontroler sebagai pengendali utama ELC hanya bisa membaca sinyal tinggi dan rendah (persegi). Oleh karena itu sumber sinyal masukan dari saluran jala-jala yang berupa sinyal sinus harus diubah menjadi sinyal persegi.

2. Pengendali Utama Pengendali utama yang merupakan otak ELC memanfaatkan sebuah IC mikrokontroler AT89S51. Mikrokontroler diprogram untuk mengatur beban ballast loads secara otomatis berdasarkan perubahan frekuensi saluran yang dirasakannya. Adapun diagram alur yang dirancang pada pengendali utama adalah sebagai berikut :

Gbr. 3 – Diagram alur program pengendali utama

3. Switching Triac merupakan keluarga thyristor, yakni suatu devais yang berisi dua buah SCR yang dirangkai anti parallel. Triac mampu mengontol listrik AC gelombang penuh tanpa membutuhkan banyak komponen tambahan. Dibandingkan kontaktor, mengaplikasikan Triac sebagai komponen switching ballast loads, maka rangkaian rangkaian switching menjadi sederhana, no noise dan lebih ekonomis.

Page 5: 73416588-45177207-Makalah

Gbr. 4 – Rangkaian Switching Cukup memakai empat buah Triac, maka ELC bisa dioperasikan untuk mengendalikan ballast loads sebesar kapasitas nominal generator PLTMh yakni dengan load 1 = 10 %, load 2 = 20 %, load 3 = 30 % dan load 4 = 50 % dari kapasitas nominal generator. Total kemampuan rangkain switching Gbr.4 adalah 5 kW. Triac T10 % adalah Triac dengan seri Q4004 dimana memiliki tegangan dan arus nominal 400V/4A sehingga untuk dioperasikan pada ballast loads 10 % (500 W) akan aman. Pada T20 % dan T30 % dipilih Triac dengan seri BT137 dimana memiliki tegangan dan arus nominal 600V/8A sehingga untuk menanggung ballast loads 20 % dan 30 % (1 kW dan 1.5 kW), Triac masih mampu. T50 % digunakan Triac dengan seri BT139 dimana memiliki tegangan dan arus nominal 600V/16A sehingga untuk menanggung ballast loads (2.5 kW) juga aman. Keempat Triac tersebut diatur konduksinya oleh port keluaran mikrokontroler (P1.0, P1.1, P1.2, P1.3) yang masing-masing melalui IC Optoisolator MOC3020. IC MOC2030 dipilih karena selain keluarannya sebagai driver Triac, IC MOC3020 juga sebagai pengisolasi mikrokontroler dari tegangan jala-jala. Sehingga walaupun mikrokontroler digunakan untuk mengontrol tegangan AC 220 V, mikrokontroler tetap aman.

4. Indikator Frekuensi Sebagai tanda pengaman untuk mengetahui PLTMh terbebani lebih (overload) atau beban lepas (loss of load), maka pada ELC dilengkapi dengan lampu indikator under/over frekuensi.

Gbr. 5 – Rangkaian Indikator Frekuensi

Lampu indikator frekuensi under/over Gbr.5 memakai lampu LED 12 mm. LED-LED tersebut diaktifkan melalui Q2 dan Q3 transistor PNP 9012 yang difungsikan sebagai saklar. LED akan

menyala dengan memberikan bias tegangan kurang lebih sebesar 2 V dan arus sekitar 7 mA pada kaki anoda-katoda, serta kaki basis Q2 dan Q3 diberi bias rendah (low). R1 dan R3 berfungsi untuk membatasi arus LED.

5. Catudaya Agar semua rangkaian pada alat yang dirancang bisa bekerja dengan baik maka diperlukan suplai catudaya yang baik sesuai dengan kebutuhan atau karakteristik masing-masing komponen. Untuk pengontrol utama IC AT89S51 membutuhkan supali catu daya DC +5 Volt, sedangkan IC OpAmp LM111 dan LM741 pada rangkaian ZCD membutuhkan suplai catudaya DC ganda ± 15 Volt, dan oleh karena itu diperlukan rangkaian catudaya tunggal dan ganda.

Gbr. 6 – Rangkaian Catudaya ELC 2.2. Perangkat Keras ELC

Gbr. 7 – Kotak ELC

Keterangan: 1. Trafo penurun tegangan 1 A CT 2. Saklar utama 3. Blok rangkaian catudaya, zero

crossing detector dan indikator frekuensi

4. Pengendali utama (main controller)

5. Switching 6. Terminal ballast loads7. Buzzer 8. Fan 9. Lubang masukan 10. Lubang keluaran

Gbr. 8 – Tata letak rangkaian dalam kotak ELC

3. Hasil Pengujian dan Pembahasan

Beberapa macam pengujian yang dilakukan antara lain: Pengujian tegangan rangkaian Catudaya, pengamatan bentuk sinyal rangkaian Zero Crossing Detector, kinerja rangkaian Switching dan pengujian ELC secara keseluruhan menggunakan Genset.

Page 6: 73416588-45177207-Makalah

Tabel 1 – Hasil pengamatan tegangan Rangkaian Catudaya

No Titik Tegangan (Volt) 1 A – GND 22.5 2 B – GND 28.9 3 GND – C 30.3 4 D – GND 12.2 5 E – GND 5.05 6 F – GND 14.85 7 GND – G 14.55 8 x – y 8.41

Perhitungan: A = tegangan sumber x transfomasi trafo = 220 Volt x (25/240) = 22.9 Volt B = Vmak – 0.5 Tegangan ripple Tegangan ripple = 1/( 2. f. C) = √2 x 22.9 Volt – 1/ ( 2 x 50 Hz x 0.001 F) = 32.38 Volt – 5 Volt = 27.38 Volt C = - B D = Keluaran IC stabilizer LM 7812 = 12 Volt E = Keluaran IC stabilizer LM 7805 = 5 Volt F = Keluaran IC stabilizer LM 7815 = 15 Volt G = Keluaran IC stabilizer LM 7915 = - 15 Volt x - y = tegangan sumber x transfomasi trafo = 220 Volt x (9/240) = 8.25 Volt

Dari hasil pengamatan tegangan blok rangkaian catudaya Tabel 1 memperlihatkan bahwa data pengamatan tidak jauh berbeda dari hasil perhitungan, faktor kesalahan terbesar hanya terdapat pada titik C yakni mencapi 10 %. Akan tetapi hal ini sudah diatasi dengan memakai beberapa IC stabilizer sehingga faktor kesalahannya menjadi kecil, hanya 1 – 3 %. Pada rangkaian ZCD membutuhkan suplai catudaya dengan kerataan tinggi (ripple sekecil mungkin), oleh karena itu komponen filter setelah IC stabilizer mutlak diperlukan.

Gbr. 9 – Hasi Pengujian ZCD; Sinyal masukan dan keluaran ZCD

Dalam aplikasinya IC OpAmp LM111 digantikan dengan IC LM311, hal ini karena IC LM111 sukar didapatkan di pasaran. Sesuai Gbr. 9 IC LM311 dapat menggantikan peran IC OpAmp LM111. Sinyal listrik yang berupa sinusiodal dapat diubah menjadi sinyal persegi, dengan tinggi sinyal 5 V dan rendah 0 Volt, dimana merupakan isyarat masukan yang dibutuhkan mikrokontroler.

Sebelum dilakukan pengujian ELC dengan Genset, terlebih dahulu dilakukan pengujian Genset, hal ini dimaksudkan guna mengetahui karakteristik Genset karena tidak bisa dioperasikan sebagaimana pengoperasian sistem PLTMh sesungguhnya

Tabel 2 – Data teknis Genset yang diuji Model TOSITA 1300 Daya 1000 VA Tegangan 220V Fase 1Ø S/N 070100676

Gbr. 10 – Skema pengujian Genset

Gbr. 11 – Skema pengujian ELC dengan Genset

Gbr. 12 – Tegangan keluaran Genset sebelum dan sesudah dipasang ballast load dan ELC

Kurva warna hijau Gbr.12, memperlihatkan bahwa dengan mengaplikasikan ballast loads dan ELC pada Genset, kenaikan tegangan keluaran Genset saat beban utama Genset di bawah 187 Watt atau 15.6 % dari beban penuh (underloads), tegangan keluaran Genset bisa terjaga pada nilai toleransi yang dijinkan atau boleh dibilang tidak terjadi kenaikan tegangan, dimana hal ini tidak seperti saat pengujian Genset tanpa ballast load dan ELC (Gbr. 12, kurva warna merah). Pada kurva warna merah Gbr. 12 memperlihatkan bahwa, saat Genset tanpa beban, kenaikan tegangan terminal (overvoltage) yang terjadi mancapai 65 % dari tegangan normal dan baru turun menjadi sekitar 16 % ketika pembebanan sudah mencapai 92.8 Watt atau 15.6 % dari beban penuh. Ini artinya ketika suatu beban (peralatan) yang terpasang pada Genset dayanya kurang dari 15.6 % beban penuh, maka akan dapat membahayakan peralatan tersebut. Overvoltage yang terjadi bisa mengakibatkan peralatan tidak akan bekerja atau bahkan rusak dikarenakan sebagian komponen-komponennya ada yang terbakar atau meletus.

Kurva karakteristik tegangan keluaran Genset terhadap pengaruh perubahan pembebanan pada Gbr.

Page 7: 73416588-45177207-Makalah

12 (kurva warna merah), dapat pula terjadi pada sistem PLTMh yang sesungguhnya. Hal ini karena pada umumnya pengoperasian sistem PLTMh adalah dioperasikan pada kecepatan putaran konstan (beban penuh). Oleh karena itu akibat berkurangnya beban (beban ringan) atau hilangnya beban (loss of loads/no loads) akan mengakibatkan terjadinya kenaikan tegangan (overvoltage) sistem. Hal demikian ini kenapa bisa terjadi adalah karena adanya efek dari hubungan gaya elektro-mekanis.

Memang dengan mengaplikasikan ballast loads dan ELC pada Genset, saat beban utama mencapai 34.7 % dari beban penuh, Gbr .12 (kurva warna hijau), tegangan sistem mulai menurun (drops). Namun hal tersebut adalah karena disebabkan oleh adanya akumulasi beban utama dengan ballast loads, dimana beban sistem sebenarnya memang jumlah dari beban utama dan ballast loads. Akan tetapi untuk sistem PLTMh dengan generator sinkron, maka penurunan (drops) tegangan yang terjadi tidak menjadi suatu masalah, ini karena penurunan tegangan tersebut akan diatasi oleh pengatur tegangan eksitasi (AVR) yang biasanya sudah terpasang (built in) pada generator.

Gbr. 13 – Frekuensi keluaran Genset sebelum dan sesudah dipasang ballast load dan ELC

Kurva warna merah Gbr.13, memperlihatkan bahwa pada saat Genset tanpa beban dan beban ringan terjadi kenaikan frekuensi yang cukup signifikan. Kenaikan frekuensi keluaran mencapai 30 % dari frekuensi toleransi dan baru pada nilai frekuensi normal saat beban genset sudah mencapai 187 W atau 23 % beban penuh. Kondisi demikaian ini dapat juga terjadi pada sistem PLTMh sesungguhnya. Berkurangnya beban sistem berarti berkurangnya kopel lawan generator dan akan mengakibatkan kecepatan turbin bertambah sehingga otomatis frekuensi keluaran generator juga bertambah.

Dengan adanya pemasangan ballast loads dan ELC pada Genset, frekuensi keluaran Genset menjadi relatif jauh lebih konstan (Gbr.13, Kurva warna hijau). Pengaruh perubahan beban utama terhadap frekuensi keluaran bisa dibilang tidak terjadi. Saat beban utama masih di bawah nilai 23 % beban penuh, frekuensi saluran bisa terjaga pada nilai frekuensi offset. Hal ini tidak seperti saat sebelum

Genset dipasang ballast loads dan ELC (Gbr.13, Kurva warna merah).

4. Ucapan Terima Kasih

Terima kasih disampaikan Bpk. M. Isnaeni dan Bpk. Sujoko Sumaryono selaku dosen pembimbing serta kepada sahabat Athhar Arrosyad yang telah berbagi ilmu mikrokontroler dan sahabat-sahabat KOMUNIKE yang telah banyak men-support dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan pembahasan hasil penelitian dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Aplikasi ballast loads dengan menggunakan alat

pengatur beban elektronis (Electronic Loads Controller) yang terdiri atas tiga rangkaian utama: Zero Crossing Detector, Pengandali utama (Main Controller) dan Switching, dapat digunakan untuk menjadikan mutu/kualitas daya listrik sistem PLTMh lebih baik.

2. Selain frekuensi sistem menjadi relatif konstan, implementasi ballast load dan ELC pada sistem PLTMh dapat pula turut menjaga bahaya kenaikan tegangan sistem akibat beban ringan (underloads) ataupun saat beban lepas (no load/loss of load).

6. Referensi [1] Fritz, J. Jack., “Small and Mini Hydropower

System,” McGraw-Hill, New York, 1984. [2] Malvino, Paul Albert., ”Prinsip-prinsip

Elektronis,” Erlangga, Jakarta, 1996. [3] Nalwan, Andi P., “Panduan Praktis Teknik

Antarmuka dan Pemrograman Mikrokontroler AT89C51,” Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003.

[4] Putra, Eko Agfianto., “Belajar Mikrokontroler AT89C51/52/55 (Teori dan Aplikasi). Edisi kedua,” Gava Media, Yogyakarta, 2004.

[5] http://epsdin.wordpress.com/2008/04/15/membangun-kemandirian-masyarakat-dan-bangsa-melalui-PLTMh/ (diakses, 27/08/2008)

[6] http://energialternatif.ekon.go.id (diakses, 27/08/2008)

[7] http://www.oregon.gov/ENERGY/RENEW/Hydro/docs/MicroHydroGuide.pdf (diakses, 23/01/2008)

[8] www.smartdraw.com/tutorials/flowcharts/tutorial_02.htm (diakses, 22/08/2008)