7 bab iv analisis masalah

Upload: faza-naufal

Post on 05-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisi masalah depresi

TRANSCRIPT

32

BAB IVANALISIS KASUS

Tn. IJ, 45 tahun datang ke RS. Ernaldi Bahar diantar oleh keluarganya dengan sebab utama mengamuk. Berdasarkan alloanamnesis didapatkan riwayat 6 bulan yang lalu os sering menjadi lupa terutama saat kelelahan. Selain itu os mulai sering mengamuk dan tiba tiba kejang. Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). Demam (-), sesak (-) . BAK normal seperti biasa, BAB normal seperti biasa. Os belum pernah berobat kerumah sakit. 3 bulan yang lalu os semakin sering lupa sampai tidak tahu jalan pulang kerumah, Os juga kembali mengalami kejang 5 menit dengan mulut penuh ludah. Os mulai mengalami perubahan perilaku lebih mudah emosi dan tiba tiba mengamuk tanpa alasan yang jelas, os mulai tidak mau makan dan minum. Os kemudian berobat ke dr Sp.S dan dikatakan sakit otak yang mengecil. Os juga disarankan untuk konsultasi ke dr Sp.KJ. 1 hari yang lalu os semakin sering mengamuk dan bebicara yang tidak jelas. Os juga mengatakan melihat api yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Os mulai tidak mengenali keluarga dan bahkan tidak mengenali dirinya sendiri. Os sering gelisah dan tidak bisa tidur. Os tidak mau makan dan minum. Riwayat keinginan dan mencoba untuk melukai orang lain dan bunuh diri disangkal. Pasien dikonsulkan dari bagian saraf dengan diagnosis Atrofi Hemisphere Cerebri Sinistra dengan suspek gangguan mental organik.Pada alloanamnesis dengan saudara kandung os, didapatkan riwayat premorbid dengan cacat fisik dan terdapat riwayat kejang. Os adalah orang sulit bergaul, pendiam, tidak banyak teman. Os memiliki riwayat kejang saat kecil, kejang sering kambuh terutama ketika os emosi . Riwayat DM (-), alergi obat (-), asma (-), NAPZA (-), alkohol (-), dan merokok (-). Riwayat pendidikan os tamat SLB. Riwayat pernikahan Os belum menikah. Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, darah tinggi dan gangguan jiwa dalam keluarga disangkal. Os tinggal bersama ibu dan adiknya, semua biaya sehari-hari ditangggung oleh adiknya.

Selama autoanamnesis didapatkan bahwa keadaan afektif eutimik, emosi labil, einfuhlung bisa dirabarasakan, arus emosi normal. Os kooperatif terhadap pemeriksa, kontak fisik tidak ada, kontak mata terkadang ada, kontak verbal ada, daya konsentrasi buruk, daya ingat buruk, orientasi tempat waktu dan orang buruk, discriminative judgement terganggu, discriminative insight terganggu, daya ingat jangka panjang buruk, halusinasi visual (+) os seperti melihat api, halusinasi auditorik (-), waham (-). Psikomolitas lambat., inkoherensi ada. RTA terganggu alam pikiran.Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dengan kesadaran compos mentis teganggu, suhu 36,7oC, nadi 141 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pernafasan 22 x/menit, tekanan darah 145/110 mmHg. Turgor pasien baik, IMT normal. Pemeriksaan fisik spesifik lain terdapat atrofi otot pada tungkai kanan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hematologi Hb 11,1 gr/dL, RBC 4,6x106/mm3, WBC 11,02x103/mm3, Trombosit 318.000, Ht 35%, Hitung jenis 0/0/0/90/6/4, GDS : 100 Pemeriksaan kimia klinik hati AST/SGOT 34 U/L dan ALT/SGPT 24 U/L, ginjal ureum 23 mg/dL dan kreatinin 1,3 mg/dL.Pasien ini menunjukkan tanda utama delirium berupa gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urine merupakan gejala neurologis yang umum meskipun tidak terlalu tampak pada pasien ini. Biasanya, delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Neurotransmitter utama yang dihipotesiskan berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa jenis penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium menyebabkan penurunan aktifitas asetilkolin di otak. Juga, satu penyebab delirium yang paling sering adalah toksisitas dari banyak sekali medikasi yang diresepkan yang mempunyai aktivitas kolinergik. Formasi retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian dan kesadaran, dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis, yang keluar dari formasi retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus. Penegakan diagnosis kasus ini berdasarkan kriteria diagnostik untuk delirium karena kondisi medis umum adalah:a. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan) dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.b. Perubahan kognisi atau berkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang timbul.c. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari.d. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum.Berdasarkan kriteria tersebut dapat ditegakkan diagnosis multiaksial: Aksis I: F 09. Gangguan Mental Organik et causa susp. Brain atrofi Aksis II: Tidak ada diagnosis Aksis III: Penyakit susunan syaraf Aksis IV: stressor tidak ada Aksis V: GAF Scale saat MRS: 40-31 GAF Scale saat follow up : 60-51Diagnosis diferensial Delirium et causa putus zat obat DepresiDalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam menangani kejang berupa triheksilfenidil yang dapat menghambat pelepasan asetil kolin endogen dan eksogen. Benzodiazepin (BZD) bekerja meningkatkan aktivitas GABA dengan berikatan pada kompleks reseptor GABA A sehingga memfasilitasi GABA untuk berikatan dengan reseptor spesifiknya. Terikatnya BZD menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya channel klorida, menghasilkan hiperpolarisasi membran yang menghambat eksitasi selular. Haloperidol sebagai antipsikotik juga dapat diberikan untuk mengurangi halusinasi dan waham pada pasien ini. Selain itu, citicoline diberikan untuk memperbaiki aliran darah cerebral pada gangguan psikatrik atau syaraf kronik. Phenitoin Na diberikan untuk mengontrol serangan epilepsy grand mall dan psikomotor.Selain itu pasien diberikan psikoterapi berupa ventilasi (memberikan kesempatan pada pasien untuk menceritakan apa yang dirasakan dan apa yang terjadi sehingga pasien menjadi lega dan merasa diperhatikan) dan konseling (menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya dan pentingnya untuk minum obat dan kontrol secara teratur). Prognosis pasien ini adalah dubia ad malam.

29