636

Upload: ekijembut

Post on 10-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

biasa

TRANSCRIPT

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SMP NEGERI 2 SINGARAJA

PAGE 715ISSN 0215 - 8250

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SMP NEGERI 2 SINGARAJA(Paradigma baru pembelajaran matematika sekolah berorientasi KBK)

oleh

Ni Nyoman ParwatiJurusan Pendidikan Matematika

Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri SingarajaABSTRAK

Permasalahan yang dipecahkan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber, yaitu; dari guru dan siswa. Masalah dari guru adalah dalam melaksanakan pembelajaran mereka masih mendominasi kegiatan, tidak berpusat pada siswa. Masalah dari siswa adalah aktivitas dalam mengikuti pembelajaran masih kurang dan hasil belajar matematikanya rendah. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperbaiki kualitas pembelajaran di SMP Negeri 2 Singaraja, sesuai dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Cara yang ditempuh dalam upaya perbaikan tersebut adalah menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) rencana tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. Subjek penelitian adalah satu orang guru dan 44 orang siswa kelas IF SMP Negeri 2 Singaraja tahun ajaran 2003/2004. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan November 2003. Data penelitian ini dikumpulkan dengan tes, angket, lembar observasi, dan catatan harian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) rencana pembelajaran (RP) yang disusun oleh guru, berkualitas baik, (2) kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran semakin meningkat, (3) aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan, (4) prestasi belajar siswa mengalami peningkatan, dan (5) tanggapan guru dan siswa sangat positif terhadap pelaksanaan tindakan menggunakan pendekatan kontekstual. Kata kunci : pembelajaran matematika, pendekatan kontekstual

ABSTRACTThere were some problems encountered in the process of teaching and learning mathematics in junior high school (SMP). Those were classified into two different sides, like the teacher and students. In most classroom activity the teachers were found to dominate the process of teaching and learning, while the students were given less opportunities for developing their own learning activities. Consequently these could lead to raise problems on their own achievement. The quality of their learning output was relatively very low. This fact would become the basis of this study to be done. The aim was to improve the quality output of teaching and learning mathematics in the Junior High School (SMP Negeri 2) Singaraja. This was highly likely relevant to the concept of Competence Based Curriculum. This research was designed based on classroom action approach, consisting of four defferent steps, like planning, action, observation and evaluation, as well as reflection. The subjects involved a mathematic teacher and 44 students of Junior High School (SMP Negeri 2) Singaraja in 2003/2004. The study was carried out from August to November 2003. The data were obtained by using different instrument, like testing, questionnaire, as well as observation sheet, and diary. The study concluded that implementation of the contextual approach could improve the quality output of the teaching and learning mathematics in the SMP Negeri 2 Singaraja. Some indicators were found to become evidence, like (1) the improvement of the quality of lesson planning (designed based on the concept of Competence Based Curriculum), (2) the improvement of the quality of classroom teaching management, (3) students learning activity was found to improve, (4) the students achievement was also improving, and (5) both sides the teacher and student were providing very positive respond towards the implementation contextual approach in the classroom.

Key words: mathematics learning, contextual approach.1. Pendahuluan

Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah menengah selama ini, masih dirasakan terlalu teoretis. Manfaat nyata yang bisa dirasakan oleh peserta didik belum tampak, sehingga banyak nada miring yang terdengar di masyarakat terkait dengan diberikannya materi matematika di sekolah. Salah satu isu yang sering terdengar dilontarkan oleh siswa ataupun masyarakat umum adalah untuk apa belajar matematika, toh nanti ke pasar tidak akan berbelanja dengan x rupiah. Faktor-faktor yang menjadi penyebab pertanyaan semacam itu perlu direnungkan.

Ditinjau dari pembelajaran yang diterapkan oleh guru-guru matematika pada umumnya dan guru matematika SMP di Singaraja khususnya, tampaknya pembelajaran yang dilaksanakan masih didominasi oleh guru. Dalam mengajar, guru cenderung untuk menjelaskan materi terlebih dahulu, diikuti dengan memberikan contoh-contoh soal dan pembahasannya, kemudian dilanjutkan dengan latihan soal yang tetap dibimbing oleh guru. Dalam menyampaikan materi pelajaran, guru cenderung mendominasi dengan metode ceramah. Menurut pengamatan peneliti, model pembelajaran semacam ini cenderung membuat siswa pasif, enggan untuk mengemukakan ide-idenya, kreativitas berpikirnya tidak berkembang, mereka cenderung menerima apa yang diberikan oleh guru dan melaksanakan apa yang diminta oleh gurunya. Dampak pelaksanaan pembelajaran semacam ini adalah siswa merasa cepat bosan dalam belajar, siswa sering merasa cemas setiap kali akan mendapat pelajaran matematika, karena sudah tertanam dalam benaknya bahwa matematika itu sulit.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun pada saat membimbing siswa PPL di SMP di Singaraja khususnya di SMP Negeri 2 dan dari program kemitraan antara guru-guru sekolah menengah dengan IKIP Negeri Singaraja, diketahui bahwa pola mengajar guru masih didominasi oleh metode ceramah, karena mengacu pada materi yang ada pada kurikulum. Dilihat dari pendekatan mengajar matematika yang digunakan, tampak cara penyampaian materi oleh guru terlalu abstrak. Dalam menyampaikan materi di kelas, jarang sekali guru mengaitkan materi yang dibahasnya dengan masalah-masalah atau isu-isu yang terjadi di sekitar siswa. Dengan demikian, anggapan mereka bahwa matematika tidak ada manfaatnya seolah-olah benar adanya.

Dampak penyelenggaraan pembelajaran seperti yang tersebut di atas adalah kualitas hasil belajar siswa masih rendah. Pembelajaran, belum dikelola dengan baik. Dalam mengikuti pembelajaran, motivasi belajar siswa masih kurang. Hal ini tampak ketika mereka mengikuti pembelajaran, cenderung untuk bersikap pasif, dan hanya aktif mencatat penjelasan-penjelasan guru, tanpa mau bertanya tentang konsep dari materi yang dicatat. Melihat cara belajar siswa seperti itu, peneliti, begitu juga guru kelas bersangkutan, merasa kawatir bagaimana mereka bisa mengikuti perkembangan-perkembangan ilmu yang demikian pesatnya.

Melihat berbagai kenyataan yang terjadi di lapangan, peneliti mengadakan penelitian yang berbasis kelas, berkolaborasi dengan guru kelas I SMP Negeri 2 Singaraja untuk mencoba mengubah paradigma pembelajaran yang selama ini didominasi oleh guru ke pembelajaran yang berpusatkan pada siswa. Perubahan yang dilakukan melalui penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual (contextual approach). Pendekatan kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan KBK. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka (Depdiknas, 2002). Proses pembelajaran dalam pendekatan ini berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil akhir. Semua konsep yang terkandung dalam pendekatan kontekstual ini sangat cocok dengan konsep KBK. Orientasi dari KBK adalah (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna dan (2) keberagaman dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Puskur. 2002).Pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan kontekstual diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini lebih banyak bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil belajar siswa akan lebih baik. Begitu juga dengan guru. Kalau dalam mengajar sudah ada komitmen akan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka mereka akan siap untuk melaksanakan KBK nantinya.

Tujuan penelitian ini secara umum adalah memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Singaraja, sesuai dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui kualitas rencana pembelajaran (RP) dengan pendekatan kontekstual yang disusun oleh guru, (2) mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, (3) meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran, (4) meningkatkan kualitas prestasi belajar siswa, dan (5) mendeskripsikan tanggapan guru dan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.

Manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah (1) memberi gambaran kepada guru tentang cara menyusun RP menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga guru mempunyai kesiapan untuk melaksanakan pendekatan ini dalam pembelajaran selanjutnya, (2) memberikan pengalaman langsung kepada guru tentang prosedur pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga guru termotivasi untuk memilih pendekatan ini dalam melaksanakan pembelajaran selanjutnya, (3) memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang cara belajar menggunakan pendekatan kontekstual dalam suasana belajar yang tidak membosankan, sehingga mereka merasa termotivasi untuk belajar matematika selanjutnya dan (4) memberi masukan kepada para teoritisi dan praktisi pendidikan dalam upaya mengembangkan kurikulum matematika SMP.2. Metode Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru matematika dan siswa kelas VII SMP N 2 Singaraja. Penelitian ini dilaksanakan pada semester dua tahun ajaran 2003/2004, dari bulan Agustus sampai dengan November 2003 tiap siklus dilaksanakan selama tiga bulan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, karena ingin memperbaiki kualitas pembelajaran yang bermuara pada peningkatan kualitas kinerja guru dan peningkatan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini juga dikembangkan perangkat pembelajaran meliputi RP yang disusun oleh guru dan LKS. Semua perangkat pembelajaran yang disusun mengacu pada pendekatan kontekstual. Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan meliputi (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) Observasi dan evaluasi, dan (4) refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, serta teknik analisis data dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data , Instrumen, dan Teknik Analisis

No.Jenis DataInstrumenTeknik Analisis Data

1.Kualitas RP yang disusun guruAPKG KBKDeskriptif

2.Kemampuan guru melaksanakan pembelajaranAPKG KBKDeskriptif

3.Aktivitas belajar siswaLembar observasiDeskriptif

4.Prestasi belajar siswaTesAnalisis tes hasil belajar

5.Tanggapan siswa dan guru terhadap pelaksanaan tindakanAngketDeskriptif

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah(1) RP yang dirancang guru minimal berkategori baik; (2) kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran minimal berkategori baik, (3) aktivitas belajar siswa minimal berkategori aktif; (4) ada peningkatan prestasi belajar siswa dari siklus I ke siklus II); (5) Ada tanggapan yang positif dari guru dan siswa terkait dengan tindakan yang dilaksanakan, dan (6) permasalahan-permasalahan pembelajaran yang dijumpai, dapat diatasi. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ditunjukkan dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Hasil Penelitian

No.Komponen yang DinilaiKategori/Capaian

Siklus ISiklus II

1.Kualitas RP yang disusun oleh gurucukup baikbaik

2.Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaranbaikSangat baik

3.Aktivitas siswa dalam pembelajaranSkor rata-rata:20,22 (aktif)Skor rata-rata: 25,43(sangat aktif)

4.Prestasi belajar siswa-Skor rata-rata: 5,58

-Ketuntasan: 25%-Skor rata-rata: 6,63-Ketuntasan: 57%

5.Tanggapan siswa dan guru terhadap pelaksanaan tindakan-Sangat positif

Ada beberapa catatan yang perlu diberikan untuk siklus I. (1) Sistem pengelompokan siswa dilaksanakan secara acak tanpa memperhatikan kemampuan awal siswa. Sebagai akibatnya, kegiatan belajar kelompok belum berlangsung secara baik. (2) Situasi kelas sangat ribut terutama ketika siswa akan mencari kelompoknya masing-masing, dan hal ini menyita waktu cukup lama di samping itu, Mereka juga belum terbiasa belajar secara berkelompok. (3) LKS yang dibuat guru belum difungsikan secara maksimal, sehingga anak-anak lebih banyak melihat sajian materi yang ada dalam LKS yang telah dimilikinya. (4) Penyajian materi dalam LKS kurang dikaitkan dengan masalah-masalah nyata, sehingga kurang memotivasi semangat belajar siswa. (5) Dominasi guru dalam kegiatan pembelajaran masih tampak, sehingga kadang-kadang masih dilakukan penyampaian konsep secara langsung oleh guru tanpa melakukan pengaitan dengan masalah sehari-hari atau masalah yang kontekstual. Hal ini berimplikasi pada cara belajar siswa tidak jauh berbeda dengan sebelum dilakukan penelitian ini. (6) Masih banyak siswa yang melakukan kesalahan konsep, terutama konsep yang menjadi pendukung materi yang akan dipelajari. (7) Jika dibandingkan dengan cara pembelajaran sebelumnya, cara belajar siswa sudah mengalami perubahan, sudah banyak siswa yang mau berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Ada beberapa catatan untuk siklus II. (1) Sistem pengelompokan siswa dilaksanakan secara heterogen, baik dari segi kemampuan maupun jenis kelamin. Situasi belajar jauh lebih kondusif, siswa sudah terbiasa belajar secara berkelompok. Hampir semua siswa sudah terlibat secara aktif dalam diskusi. (2) LKS yang dibuat guru sudah difungsikan secara maksimal, sehingga anak-anak bisa berkonsentrasi mempelajari sajian materi yang ada dalam LKS tersebut. (4) Penyajian materi dalam LKS sudah banyak dikaitkan dengan masalah-masalah nyata, sehingga memotivasi semangat belajar siswa. (5) Guru sudah bisa mengubah kebiasaan mengajar yang lama dengan memberikan bantuan pada saat-saat yang diperlukan saja. Pada setiap awal pembelajaran, guru melakukan konfrontasi dengan mengaitkan masalah yang akan dibahas dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari. (6) Masih ada siswa yang melakukan kesalahan konsep, terutama konsep yang menjadi pendukung materi yang akan dipelajari. (7) Jika dibandingkan dengan cara pembelajaran sebelumnya, cara belajar siswa sudah jauh berubah. Hampir semua siswa mau berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Beberapa komentar yang diberikan oleh guru terkait dengan tindakan yang dilakukan adalah berikut ini. (1) Pendekatan pembelajaran ini sangat bagus untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, karena disamping siswa bisa belajar sesuai kemampuannya sendiri, mereka juga bisa belajar dari temannya melalui kerja kelompok. (2) Dalam melaksanakan pendekatan pembelajaran ini, guru harus membuat persiapan-persiapan khusus, seperti menyiapkan RP yang relevan, LKS dan soal-soal yang sesuai.(3) Pembelajaran seperti ini dapat membantu siswa untuk lebih kreatif dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat dilihat dari adanya perubahan sikap siswa terhadap hakikat matematika dan terhadap prilaku siswa sendiri, yaitu tidak adanya perasaan takut atau tertekan, meningkatnya keberanian siswa untuk bertanya, mengemukakan pendapat dan tumbuh rasa saling membantu dalam memahami materi yang diberikan. (4) Pembelajaran seperti ini mendorong siswa untuk belajar lebih mandiri. Namun, beberapa kendala juga dialami guru dalam melaksanakan pembelajaran ini, yaitu jumlah siswa yang terlalu banyak agak menyulitkan dalam melakukan pemantauan dan perlu melakukan sosialisasi beberapa kali kepada siswa sampai akhirnya mereka terbiasa belajar dengan cara pembelajaran ini. Beberapa kendala yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual adalah berikut ini. (a) Mengubah kebiasaan mengajar lama (pembelajaran yang berpusat pada guru) ke pembelajaran yang berpusat pada siswa agak sulit karena guru mempunyai anggapan, sebelum dapat menyampaikan materi secara langsung di depan kelas, merasa belum mengajar. (2) Dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan sistem belajar berkelompok, agak sulit diamati aktivitas belajar siswa secara keseluruhan, karena siswa terlalu banyak. (3) Pada materi-materi matematika tertentu, agak sulit dibuat kaitan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Kendala yang dihadapi oleh siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran ini adalah pembentukan kelompok belajar secara acak menyulitkan mereka untuk bisa berdiskusi karena dalam beberapa kelompok terdapat anak-anak yang kemampuannya, rata-rata kurang.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran adalah berikut ini. (a) Melatihkan kebiasaan mengajar guru yang berpusatkan pada siswa. Hal ini dilakukan antara lain dengan jalan melakukan diskusi bersama peneliti tentang pelaksanaan pendekatan kontektual secara benar, melihat contoh-contoh pembelajaran yang berbasis kontektual melalui rekaman vidio, membangkitkan komitmen guru untuk melaksanakan pendekatan pembelajaran ini secara sungguh-sungguh. (b) Melaksanakan pembentukan kelompok siswa secara heterogen, baik dari segi kemampuan akademik maupun jenis kelamin. (c) Mencari contoh-contoh penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan contoh-contoh kejadian yang nyata maupun melalui cerita-cerita yang dikarang oleh guru.

3.2 Pembahasan

Sebelum pelaksanaan tindakan dimulai, dilakukan sosialisasi kepada guru tentang pendekatan kontekstual dalam pembelajaran. Sosialisasi ini dilakukan dengan jalan memberikan kesempatan kepada guru untuk mempelajari pendekatan pembelajaran ini secara teoretis terlebih dahulu. Setelah guru paham secara teoretis, peneliti memberikan contoh-contoh pembelajaran matematika SMP yang berbasis kontekstual melalui rekaman video. Kegiatan sosialisasi ini dilanjutkan dengan mengadakan diskusi antara guru dan peneliti terkait dengan contoh-contoh rekaman pembelajaran tersebut dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan. Pada saat itu timbul permasalahan dari guru, bahwa guru merasa agak pesimis untuk bisa melaksanakan pendekatan pembelajaran ini. Namun, dengan komitmen yang sungguh-sungguh dari guru disertai dengan kolaborasi bersama peneliti, kemudian disepakati untuk menyusun perangkat pembelajaran yang mendukung pelaksanaan tindakan ini.

Pada siklus I, banyak kendala yang dialami guru dalam melaksanakan pendekatan kontekstual ini. Guru selalu saja merasa belum mengajar kalau belum sempat menyampaikan materi pelajaran secara langsung kepada siswa. Hal ini mengakibatkan keterlibatan anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran masih kurang. Anak-anak dilibatkan dalam kegiatan diskusi hanya pada saat mengerjakan soal-soal saja. Upaya penggalian konsep materi secara mandiri masih sangat kurang, karena konsep yang dipelajari siswa sudah disampaikan secara langsung oleh guru. Siswa belum berani/belum mau mengungkapkan gagasan-gagasannya karena situasi untuk itu belum diciptakan oleh guru. Materi pembelajaran yang dirancang belum banyak dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pada siklus I, siswa belum terbiasa belajar secara berkelompok. Setiap akan mencari kelompoknya, para siswa sangat ribut sehingga situasi kelas sangat gaduh. Waktu yang diperlukan untuk mencari kelompok masing-masing cukup banyak. Siswa belum bisa berdiskusi dalam kelompok masing-masing, di samping karena dalam satu kelompok ada siswa yang kemampuan akademiknya sama-sama kurang, juga karena mereka belum bissa menyadari hakikat dari belajar secara berkelompok, sehingga masih banyak tampak dalam satu kelompok hanya beberapa siswa saja yang aktif bekerja, sementara siswa yang lainnya bermain-main dengan temannya. Dengan demikian, pelaksanaan pendekatan kontekstual pada siklus I, belum berlangsung secara efektif.

Akibat dari belum efektifnya pelaksanaan pendekatan pembelajaran yang direncanakan, pada siklus I hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi, keterlibatan siswa dalam kegiatan pembalajaran sudah menunjukkan kemajuan yang cukup berarti walaupun prestasi belajar yang dicapai masih jauh dari harapan.

Dengan memperhatikan kekurangan-kekurangan serta beberapa keberhasilan yang dicapai pada siklus I, guru bersama peneliti sepakat untuk melaksanakan siklus II dengan melakukan beberapa perbaikan, yaitu: (1) mengulang pembentukan kelompok dengan memperhatikan kemampuan akademik yang diperoleh dari prestasi belajar yang dicapai pada siklus I, (2) mengaitkan materi yang dipelajari siswa dengan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, dalam membahas materi tentang perbandingan dua pecahan, guru meminta siswa untuk menyimak cerita yang telah disiapkan seperti berikut ini. Anak-anak, kemarin Bapak pergi ke air panas. Di sana, Bapak mendengar percakapan dua orang anak yang bernama Rudi dan Indra seperti ini,

Rudi: Indra, kakekku punya rumah antik, katanya sudah berumur 1 abad.

Indra: Nenekku juga, punya villa peninggalan kakekku malah umur villanya katanya sudah abad.

Rudi: Wah, kalau begitu rumah siapa yang umurnya lebih tua ya?

Kemudian guru melanjutkan dengan meminta anak-anak untuk membantu Rudi dan Indra untuk menentukan umur rumah yang lebih tua.

Cerita yang disampaikan oleh guru tersebut mampu mengalihkan perhatian anak untuk mempelajari materi tentang membandingkan dua pecahan. Mereka bisa memahami bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, mereka harus membandingkan kedua pecahan, yaitu 1 dengan .

Contoh yang lain adalah pada waktu membahas materi tentang penjumlahan pecahan, guru menyajikan permasalahan berikut ini. Anak-anak, kemarin nenek anak saya pergi ke pasar. Sebelum berangkat, cucunya berpesan,Nek, nanti belikan oleh-oleh ya! Kemudian nenek berangkat ke pasar dengan membeli barang-barang antara lain: beras 2 kg, daging kg, gula kg, jeruk 1 kg. Sesampai di rumah, nenek disambut oleh cucunya dengan gembira, sambil berkata:

Cucu: Hore nenek datang, mana oleh-olehnya nek?

Nenek: Ini dalam tas, bantu nenek dulu mengangkatnya!

Cucu: Waduh nek, kok belanjaan nenek berat sekali, berapa kilo ini nek?

Nenek: Nenek tidak tahu.

Kemudian guru melanjutkan dengan meminta anak-anak untuk membantu nenek tersebut agar bisa menjawab pertanyaan cucunya.

Cerita yang disajikan oleh guru tersebut mampu menarik perhatian anak untuk belajar lebih serius. Anak-anak mampu memahami bahwa yang harus dilakukan oleh nenek adalah menjumlahkan berat semua barang yang dibeli. Akhirnya, mereka tertarik untuk mempelajari cara menjumlahkan pecahan.

Cara-cara yang dilakukan oleh guru, yaitu dengan lebih banyak mengaitkan materi matematika yang dipelajari dengan kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, mampu menarik perhatian siswa untuk belajar matematika selanjutnya. Di samping itu, pembentukan kelompok secara heterogen mampu menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif. Hampir semua siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi. Terkait dengan belajar berkelompok, dalam penelitian ini dilakukan juga pengumpulan pekerjaan masing-masing anggota kelompok untuk memperoleh skor kelompok sehingga kalau ada salah satu anggota kelompok yang hasil pekerjaannya salah, akan dipengaruhi nilai kelompoknya. Cara seperti itu bisa memotivasi siswa untuk mau saling bantu, yang kemampuannya lebih mau membantu yang kurang begitu juga yang kemampuannya kurang tidak segan-segan bertanya kepada temannya yang lebih mampu.

Pada siklus II, peneliti dan guru merasa sama-sama puas dengan situasi belajar yang tercipta. Anak-anak sudah mulai bisa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Situasi kelas pada saat pembentukan kelompok tidak lagi ribut karena mereka sudah terlatih. Dari sini peneliti dan guru berkesimpulan bahwa mengubah cara belajar siswa memerlukan latihan yang cukup lama. Melihat perubahan cara belajar siswa dari cara-cara belajar sebelumnya, peneliti dan guru merasa sangat puas. Hal ini juga tampat dari angket yang disebarkan untuk siswa. Hampir semua siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap tindakan yang dilakukan. Beberapa komentar yang mereka sampaikan adalah cara belajar seperti ini agar terus dilakukan karena mereka bisa saling berdiskusi dengan temannya. Mereka merasa tidak tegang lagi kalau belajar matematika karena situasinya sangat akrab. Mereka tidak malu-malu lagi untuk bertanya baik kepada guru maupun kepada temannya. Diberikannya cerita-cerita yang menarik membuat mereka semakin sadar bahwa materi matematika yang dipelajari ternyata sangat berguna untuk kehidupan sehari-harinya.

Melihat terjadinya perubahan cara belajar siswa seperti yang tersebut di atas, peneliti dan guru menganggap pelaksanaan penelitian ini sudah banyak memberikan hasil, walaupun prestasi belajar siswa masih jauh dari yang diharapkan. Belum tercapainya prestasi belajar seperti yang ditargetkan tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor tersebut adalah berikut ini. (a) Ada miskonsepsi dari siswa yang sangat sulit untuk diubah. Sebagai contoh, dalam mengubah pecahan menjadi pecahan senilai.

menjadi dikerjakan dengan proses seperti berikut.

x 5 =

Contoh lain, dalam membandingkan dua pecahan dengan , diperoleh

< , karena 15 lebih kecil dari 16.

Dilihat dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa tersebut, tampak kesalahan terjadi pada konsep-konsep dasar yang seharusnya sudah mereka pahami sebelum mempelajari materi pecahan selanjutnya. Kesalahan ini sifatnya konsisten, walaupun sudah dijelaskan sebelumnya tentang konsep yang benar oleh guru, tetapi pada saat-saat tertentu kesalahan yang sama dilakukan lagi oleh siswa. (b) Materi pecahan, memang merupakan materi pelajaran yang selalu dianggap paling sulit oleh siswa. Hal ini terjadi karena makna pecahan sendiri belum dikuasai dengan baik. Banyak hal yang dilakukan oleh siswa hanya berdasarkan hafalan dari cara-cara yang telah diperkenalkan oleh guru ketika berada di sekolah dasar.4. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, beberapa hal dapat disimpulkan dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada kelas IF SMP Negeri 2 Singaraja. (a) Rencana pembelajaran (RP) yang disusun oleh guru berkualitas baik. Hal ini bisa dilihat dari RP yang disusun sudah sesuai dengan konsep KBK. (b) Kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran semakin meningkat. Hal ini bisa dilihat dari kualitas kemampuan mengajar guru pada siklus I berkategori baik dan pada siklus II menjadi sangat baik. (c) Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan, yaitu dari katagori aktif pada siklus I, menjadi sangat aktif pada siklus II. (d) Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari kriteria cukup pada siklus I, menjadi baik pada siklus II. (e) Guru dan siswa sama-sama memberikan tanggapan yang sangat positif terhadap pelaksanaan tindakan menggunakan pendekatan kontekstual. (f) Kendala-kendala yang dijumpai dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual adalah berikut ini. (i) Mengubah kebiasaan mengajar lama (pembelajaran yang berpusat pada guru) ke pembelajaran yang berpusat pada siswaternyata tidak gampang; (ii) Dalam mengelola pembelajaran dengan menerapkan sistem belajar berkelompok, peneliti agak sulit mengamati aktivitas belajar siswa secara keseluruhan karena siswa terlalu banyak; (iii) Pada materi-materi matematika tertentu, agak sulit membuat kaitan antara penerapan matematika dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari; (iv) Pembentukan kelompok belajar secara acak menyulitkan siswa untuk bisa berdiskusi karena dalam beberapa kelompok terdapat anak-anak yang kemampuannya, rata-rata kurang. (g) Upaya-upaya yang dilakukan untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran, adalah berikut ini. (i) Peneliti melatihkan kebiasaan mengajar guru, yang berpusatkan pada siswa. Hal ini dilakukan antara lain dengan jalan melakukan diskusi bersama peneliti tentang pelaksanaan pendekatan kontektual secara benar, melihat contoh-contoh pembelajaran yang berbasis kontektual melalui rekaman vidio, membangkitkan komitmen guru untuk melaksanakan pendekatan pembelajaran ini secara sungguh-sungguh; (ii) dilaksanakan pembentukan kelompok siswa secara heterogen, baik dari segi kemampuan akademik maupun jenis kelamin; (iii) Dicari contoh-contoh penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh-contoh kejadian yang nyata maupun melalui cerita-cerita yang dikarang oleh guru.

Beberapa saran yang perlu dipertimbangkan terkait dengan pelaksanaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika adalah berikut ini. (a) Pendekatan kontektual dalam pembelajaran hendaknya dilaksanakan dalam setting belajar koperatif agar siswa bisa saling berdiskusi dan masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya. (b) Pengaitan materi yang akan dibahas dengan permasalahan sehari-hari atau yang sesuai dengan dunia nyata siswa hendaknya dirancang lebih awal dan dipersiapkan dengan baik (bila perlu dirancang dalam LKS). (c) LKS hendaknya diberikan pada masing-masing siswa agar mereka dapat berdiskusi lebih baik dan tidak terjadi saling tarik menarik LKS. (d) Guru dalam kegiatan pembelajaran hendaknya mengontrol kegiatan diskusi masing-masing kelompok dan memberi bantuan pada saat-saat yang diperlukan saja. (e) Waktu untuk mendiskusikan LKS hendaknya dibatasi, disesuaikan dengan waktu yang tersedia dan banyaknya materi yang dibahas.

DAFTAR PUSTAKADepdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Puskur. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum Hasil Belajar). Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

PAGE ___________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4 TH. XXXIX Oktober 2006

_1129355309.unknown

_1129355482.unknown

_1129355531.unknown

_1129355379.unknown

_1129355276.unknown