6 penelitian pola an sumberdaya air sistem kedungombo (wilayah serang, lusi dan juwana)

Upload: zainal-abidin-zb

Post on 05-Apr-2018

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    1/12

    PENELITIAN POLA PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR SISTEM

    KEDUNGOMBO (WILAYAH SERANG, LUSI DAN JUWANA)

    Budi Santoso, dkk

    Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah

    Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp. 0243540025

    RINGKASAN

    Pendahuluan

    Menurut Badan Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), kebutuhan air

    dunia meningkat dua sampai tiga persen per tahun, sedangkan ketersediaan air senantiasa

    tetap, bahkan cenderung menurun, terutama apabila ditinjau dari segi kualitas. Di Indonesia

    diperkirakan total kebutuhan air akan meningkat lebih dari 200 persen pada kurun waktu

    1990-2020. Dengan kebutuhan yang ada sekarang pun, beberapa sungai di Pulau Jawa pada

    musim kemarau sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tersebut.

    Melihat fakta ini, dikhawatirkan pemenuhan kebutuhan air yang memadai bagi

    masyarakat akan semakin jauh dari jangkauan. Untuk menghadapi ketidakseimbangan

    antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang cenderung

    meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas

    ekonomi masyarakat, maka diperlukan suatu usaha pengembangan sumber daya air yang

    berkelanjutan yang lebih efektif dan mampu menjawab tantangan di atas.

    Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan Air di Pulau Jawa telah ditempuh melalui

    pembangunan waduk. Salah satu waduk yang ada di Pulau Jawa adalah Waduk

    Kedungombo yang terletak di perbatasan Kabupaten Grobogan, Sragen dan Boyolali, Jawa

    Tengah beberapa tahun terakhir telah menyusut. Titik terendah volume air itu terjadi pada

    tahun 2003. Pada posisi Oktober 2005 volume air waduk tersisa 260.775 juta kubik. Dan

    diperkirakan akan habis untuk irigasi apabila dialirkan dengan debit 50 meter kubik per

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    2/12

    detik. Hal ini menunjukkan bahwa waduk belum cukup mampu mengatasi permasalahan

    kekurangan air di musim kemarau.

    Persoalan bencana banjir, kekeringan, polusi air dan bencana lainnya terjadi setiap

    tahun dengan kecenderungan adanya peningkatan kuantitas dan kualitas, bencana air yang

    bersifat dinamis dalam lingkup ruang dan waktu menyebabkan masalah-masalah tersebut

    juga dinamis. Oleh karena itu diperlukan rambu-rambu yang hakekatnya agar pengelolaan

    sumber daya air dapat berkelanjutan, terpadu dan berwawasan lingkungan baik di wilayah

    hulu, daerah tangkapan dan daerah hilir.

    Pemerintah Republik Indonesia telah mengantisipasi persoalan tersebut dengan

    terbitnya UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam undang-undang tersebut

    dijelaskan bahwa wilayah sungai digunakan sebagai basis wilayah pengelolaan sumber

    daya air. Salah satu prosedur yang harus dilakukan dalam pengelolaan sumber daya air

    adalah penyusunan pola . Pola disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip

    keterpaduan antara air permukaan dan air tanah (pasal 11 ayat 2) dengan memperhatikan

    wewenang dan tanggung jawab masing-masing instansi sesuai dengan tugas pokok dan

    fungsinya.

    Permasalahan yang ada pada sistem Kedungombo, disamping pola operasi yang

    kurang optimum, penurunan fungsi waduk Kedungombo juga disebabkan oleh degradasi

    lingkungan, proses eksploitasi sumberdaya alam, baik di Waduk Kedungombo itu sendiri

    maupun di Daerah Aliran Sungai (DAS)-nya terpacu dengan cepat sebagai akibat dari

    pertumbuhan penduduk dan makin baiknya aksesibilitas menuju kawasan itu. Hal ini

    merupakan permasalahan didaerah hulu yang salah satunya akan mengakibatkan

    pendangkalan pada waduk. Sedang dibagian hilir permasalahan yang dihadapi pengaturan

    pola tanam dan kebiasaan petani menyangkut pengoperasian pompa air liar di Kabupaten

    Grobogan dan Pati, sering berakibat petani yang memiliki sawah di bagian bawah tidak

    menerima air secara utuh.

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    3/12

    Hal ini menimbulkan konflik diantara pemanfaat air dari waduk Kedungombo, sering

    terjadi benturan / konflik horizontal antara petani pemakai air di bagian hulu dalam hal ini

    petani dari Kabupaten Grobogan dengan petani di bagian hilir dalam hal ini petani dari

    Kabupaten Kudus, Demak dan Pati. Konflik lain antara kepentingan pertanian dan

    kepentingan air baku atau dengan kepentingan perikanan di perairan waduk.

    Hasil dan Pembahasan

    A. KELEMBAGAAN

    Tujuan dari semua langkah dalam pengelolaan sumber daya air adalah terciptanya

    suatu kondisi pelaksanaan pengelolaan sumber daya yang ideal, sinergis, terpadu dan

    harmonis. Sinergitas yang diharapkan akan tercipta dalam konteks wilayah, sektor dan

    generasi, itulah esensi yang terkandung dalam pengelolaan sumber daya air, termasuk

    diaplikasi dalam pengelolaan sumber daya air di sistem waduk kedung ombo.

    Pemahaman atas tujuan ini, baik secara filosofis maupun empirik harus mampu

    menjiwai setiap langkah kegiatan dari setiap organisasi, kelompok, dan individu yang

    termasuk dalam kelompok pemangku kepentingan (stakeholders). Pemahaman atas tujuan

    pengelolaan sumber daya air juga harus dikaitkan dengan pemahaman tentang fungsi dan

    prinsip pengelolaan sumber daya air. Fungsi pengelolaan sumber daya air paling tidak

    terdiri atas tiga hal, yaitu: 1) fungsi sosial, 2) fungsi lingkungan hidup, dan 3) fungsi

    ekonomi. Ketiga fungsi tersebut harus diupayakan pelaksanaan secara sinergis pula,

    sehingga membawa kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi semua pihak.

    Pada umumnya hampir semua strata atau tingkat pemerintahan memiliki jenis urusan

    yang saling berkaitan terkait dengan empat sub-sub bidang yang ada dalam sub bidang

    Sumber Daya Air, hanya dibedakan menurut lingkup atau batasan urusannya saja, terutama

    merujuk pada dimensi kewilayahan, yaitu: lingkup antar kabupaten/kota, antar Provinsi

    (Urusan Nasional atau Pusat), lingkup antar kabupaten/kota dalam Provinsi (Urusan

    Provinsi), dan lingkup dalam kabupaten/kota (Urusan Kabupaten/Kota).

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    4/12

    Lembaga-lembaga pemerintah yang terkait dalam pengelolaan sumber daya air di

    lingkungan sistem waduk kedung ombo, antara lain: Pusat (Ditjen Sumber Daya Air

    Departemen Pekerjaan Umum), Provinsi Jawa Tengah (Dinas Pengelolaan Sumber Daya

    Air, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Badan

    Pengendalian Lingkungan Hidup, dan lain-lain), dan Kabupaten/Kota. Lembaga-lembaga

    non pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya air di sistem waduk kedung

    ombo, antara lain: Swasta (Industri: Agrobisnis, Listrik, Air Minum, lain-lain), Masyarakat

    (P3A dengan 4 strata kelembagaan (unit, gabungan, induk, dan federasi), ORARI, RAPI,

    Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain-lain).

    Daerah cakupan waduk kedung ombo sendiri mencapai areal yang sangat luas, yang

    membutuhkan adanya mekanisme koordinasi dan komunikasi yang tepat untuk mampu

    tetap menjaga terciptanya sinkronisasi langkah penanganan di lapangan. Selama ini,

    langkah koordinasi telah tergalang dengan cukup baik, dan ditangani oleh suatu Balai di

    bawah kewenangan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah.

    Koordinasi ini melibatkan semua komponen yang terkait dalam pengelolaan sumber daya

    air di sistem waduk kedung ombo. Bentuk lembaga koordinasi lain yang selama ini juga

    telah dibangun dan dibina antara lain : Forum Peduli Banjir dan Forum Peduli

    Kekeringan.

    Kendala utama yang biasa ditemukan dalam koordinasi antar lembaga dalam

    pengelolaan sumber daya air di sistem waduk kedung ombo terutama terkait dengan aspek

    tindak lanjut dan kepatuhan. Kondisi demikian tentunya sangat tidak kondusif bagi

    pengembangan komitmen yang kuat bagi keberhasilan pengelolaan sumber daya air di

    sistem waduk kedung ombo.

    Oleh karena itu, untuk masa yang akan datang perlu kiranya dipikirkan untuk

    membentuk suatu sistem dan mekanisme koordinasi antar lembaga dalam pengelolaan

    sumber daya air di lingkungan sistem waduk kedung ombo yang lebih adaptif, didukung

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    5/12

    oleh semua pihak, dan memiliki kekuatan dalam banyak aspek, mulai dari kekuatan hukum

    hingga kekuatan dalam pembiayaan kegiatan.

    Dalam pengelolaan sumber daya air di sistem waduk kedung ombo, instansi yang

    terkait telah memberikan beberapa kegiatan pemberdayaan, baik yang diperuntukkan bagi

    petugas di lapangan maupun bagi kelompok masyarakat yang terkait, seperti P3A.

    Pemberdayaan yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan kinerja semua

    pihak yang terkait dalam pengelolaan sumber daya air. Pemberdayaan ini akan lebih tertata

    baik apabila telah terbentuk dan terlembaga suatu organisasi baru yang mampu

    menampung semua dinamika dalam pengelolaan sumber daya air di sistem waduk kedung

    ombo.

    Pembiayaan dalam kegiatan pengelolaan sumber daya air di sistem waduk kedung

    ombo bersumber dari pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang terkait. Hal

    yang penting, dan sangat perlu untuk dikembangkan adalah adanya kontribusi pembiayaan

    atau pendanaan yang berasal dari non pemerintah. Tingginya tingkat kontribusi/partisipasi

    masyarakat dalam pembiayaan, akan sangat bermanfaat pada saat telah terbentuk suatu

    wadah/organisasi baru yang bersumber dari berbagai stakeholders yang terlibat dalam

    pengelolaan air, dan sekaligus menunjukkan besarnya komitmen semua pihak untuk

    keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.

    Komponen proses dalam pengelolaan sumber daya air menekankan pada aspek

    transformasi atau aktivitas pokok, yang terdiri dari konservasi, pendayagunaan, dan

    pengendalian sumber daya air. Hal lain yang masuk dalam pembahasan proses ini adalah

    pembentukan pola pengelolaan sumber daya air. Pola pengelolaan akan lebih tepat

    dikembangkan dalam wujud suatu lembaga baru, merujuk pada Draft Revisi PP 25/2000

    ada istilah Komisi Air, dan di dalam UU 7/2004 ditemukan istilah Dewan Sumber

    Daya Air. Lembaga baru ini diharapkan akan mampu memberikan kontribusi yang

    signifikan dalam penyusunan kerangka perencanaanpelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

    pengelolaan sumber daya air di sistem waduk kedung ombo.

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    6/12

    Sistem Informasi Manajemen (SIM) pengelolaan sumber daya air di sistem waduk

    kedung ombo selama ini masih bersifat sangat terbatas. Data yang tersedia belum terlalu

    komprehensif dan hanya dapat digunakan dan diakses untuk kalangan terbatas atau

    internal. Data belum diinformasikan atau dipublikasikan kepada masyarakat.

    B. NON KELEMBAGAAN

    Pendayagunaan Sumber Daya Air

    Waduk Kedung Ombo yang dibangun dari tahun 1985 sampai dengan tahun 1989

    direncanakan mampu melayani kebutuhan air irigasi bagi sawah seluas 63.534 hektar yang

    tersebar di Kabupaten Grobogan (16.706 hektar), Demak (29.535 hektar), Pati (11.078

    hektar) dan Kudus (6.215 hektar). Disamping itu air Waduk Kedung Ombo juga

    dimanfaatkan untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, yaitu sebesar 22,5 MWH/tahun,

    pembangkit listrik minihidro di Bendung Sidorejo sebesar 1,4 MWH/tahun dan di Bendung

    Klambu sebesar 1,17 MWH/tahun, serta untuk keperluan air minum melalui PDAM di

    Kota Semarang (2,50 m3/dt), di Kabupaten Purwodadi (0,15 m3/dt), di Kabupaten Demak

    (1,50 m3/dt), dan di Kabupaten Rembang (0,70 m3/dt).

    Waduk Kedung Ombo yang memiliki luas daerah tangkapan air di Kabupaten

    Boyolali, Sragen, dan Grobogan juga dimanfaatkan untuk pengendalian banjir di wilayah

    hilir, seperti Kudus dan Demak, dan juga untuk keperluan perikanan, irigasi pasang surut di

    wilayah sabuk hijaunya dan pariwisata.

    Sumber air utama Waduk Kedung Ombo adalah limpasan air hujan dari Daerah

    Tangkapan Air Kedung Ombo seluas 614 km2. Data hujan pada stasiun hujan Semen (SE

    205B) dan stasiun hujan Pengkol (SE 201) menunjukkan bahwa hujan tahunan rerata kedua

    1762 mm dan 1715 mm. Berdasarkan peta curah hujan tahunan yang disusun oleh PIPWS

    Jratun Seluna menunjukkan bahwa wilayah sistem Kedung Ombo memiliki curah hujan

    tahunan antara 2000 sampai dengan 2500 mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa potensi

    ketersediaan sumber daya air di wilayah Kedung Ombo termasuk besar.

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    7/12

    Menurut perencanaan awal, Waduk Kedung Ombo memiliki kapasitas efektif

    tampungan sebesar 635 juta m3, namun berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada tahun

    1994 (setelah 5 tahun beroperasi), kapasitas efektif tampungan menjadi 619,7 juta m3 atau

    berkurang 2,4%. Dengan kata lain kapasitas tampungan efektif Waduk Kedung Ombo

    rerata berkurang 0,5% per tahun. Perubahan volume atau pengurangan volume tampungan

    WKO lebih disebabkan oleh faktor sedimentasi waduk yang cukup besar.

    Kapasitas sungai Wulan di hilir pintu Wilalung adalah sebesar 700 m3/dt, sedangkan

    kapasitas Sungai Juana di hilir bangunan pengatur banjir adalah 280 m3/dt. Kapasitas

    Sungai Lusi yang masuk Sungai Serang sebesar 600 m3/dt.

    Potensi air tanah di sistem WKO kecil sampai besar tergantung lokasinya. Secara

    umum, di bagian hulu (setelah outlet WKO) memiliki potensi air tanah dan produktivitas

    yang kecil. Sebaliknya, di bagian tengah dan hilir memiliki potensi air tanah yang besar

    dan produktivitas yang sedang sampai tinggi. Berdasarkan peta hydrogeologi wilayah

    PIPWS Jratun Seluna tampak bahwa akuifer di sistem WKO merupakan akuifer dengan

    aliran melalui ruang antar butir, dengan produksi sedang sampai tinggi.

    Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh pola dan tata tanam, tingkat kejenuhan tanah,

    kondisi klimatologi setempat, dsb. Pola dan tata tanam diatur melalui Surat Keputusan

    Bupati. Hal yang menarik dari hasil kuisioner adalah bahwa 30 dari 62 responden (54%)

    mengatakan tidak mengetahui adanya SK Bupati tersebut. SK Bupati ternyata tidak banyak

    diikuti responden. Hal ini terlihat hanya 30% responden saja yang mengikuti aturan SK

    Bupati.

    Alokasi air adalah upaya pembagian air dari tampungan Waduk Kedung Ombo

    dengan bangunan-bangunan pelengkapnya kepada pemanfaat air di dalam sistem Kedung

    Ombo. Pembagian air tersebut dilakukan melalui skema operasi waduk. Berkaitan dengan

    pembagian air ini, ternyata 80% responden kuisioner mengatakan merata.

    Jika dilihat dari faktor kekeringan, sebagian responden mengatakan sering mengalami

    kekeringan (9%), sebagian besar mengatakan kadang-kadang mengalami kekeringan

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    8/12

    (46%). Padahal berdasarkan analisis keseimbangan inflow dan outflow dalam sistem

    Kedung Ombo pada periode September 2004-Maret 2005 dan pada September 2005-Maret

    2006, tampak bahwa masih ada air yang mengalir ke laut melalui Sungai Wulan, yaitu

    masing-masing sebesar 447 juta m3/dtk dan 1532 juta m3/dtk. Hal ini menunjukkan adanya

    kekurangoptimalan dalam pengaturan air di system WKO. Kekurangoptimalan juga tampak

    pada banyaknya pengambilan dengan pompa dari saluran irigasi yang tidak terkontrol.

    Pengendalian Daya Rusak Air

    Waduk Kedung Ombo yang merupakan waduk multipurpose, juga difungsi-kan

    untuk pengendalian banjir di hilir, seperti Kabupaten Kudus dan Kabupaten Demak yang

    rawan terhadap banjir. Berdasarkan hasil kuisioner, ternyata prosentase kawasan yang

    sering mengalami banjir sekitar 18%, dan yang tidak pernah sama sekali 30%. Sedangkan

    tentang penyebab terjadinya banjir, 30% responden mengatakan karena hutan gundul,

    saluran tersumbat 27%, sediment 25%, dan karena saluran terlalu kecil 18%. Jika terjadi

    banjir, sebagian besar responden (41%) tidak melakukan apa-apa, sebagian lagi gotong

    royong (29%).

    Kekeringan pada dasarnya merupakan kondisi dimana curah hujan pada suatu periode

    musim tertentu dirasakan kurang. Tentang persepsi masyarakat terhadap kekeringan ini,

    sebagian besar responden (42%) mengidentifikasi bahwa kekeringan terjadi ketika tanah di

    sawah mulai retak. Sebagian besar responden di system WKO (46%) kadang-kadang

    mengalami kekeringan. Yang termasuk dalam wilayah rawan kekeringan umumnya adalah

    areal sawah non irigasi. Daerah Irigasi yang mengalami kekeringan di sistem WKO

    diantaranya disebabkan oleh:

    1. Pelanggaran pola dan tata tanam,

    2. Konflik kepentingan antara pengguna di hulu dan di hilir,

    3. Peningkatan pelanggaran pengambilan air (pompa liar), dan

    4. Kurang optimalnya koordinasi pengelolaan sumber daya air.

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    9/12

    Konservasi Sumber Daya Air

    Masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan dan pengoperasian oleh hampir

    semua waduk adalah bagaimana menjaga agar fungsi waduk dapat optimal dan

    berkelanjutan. Salah satu faktor utama yang dapat menyebabkan fungsi waduk tidak

    optimal adalah berkurangnya kapasitas tampung waduk. Hal ini dapat terjadi karena

    meningkatnya laju erosi lahan dalam Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga meningkatkan

    laju sedimentasi pada tampungan waduk.

    Menurut sebagian besar responden (44%) menyatakan bahwa ketersediaan air di alam

    dipengaruhi oleh tata guna lahan di kawasan hulu. tingkat sedimentasi waduk dipengaruhi

    oleh beberapa faktor, diantaranya adalah intensitas hujan, kondisi topografi, tata guna

    lahan, jenis tanah permukaan, dan karakteristik sungai.

    Kawasan sabuk hijau saat ini sebagian dimanfaatkan untuk pemukiman dan pertanian

    masyarakat bekas korban genangan WKO. Batasan daerah sabuk hijau untuk daerah datar

    adalah 200 m dari elevasi muka air tertinggi yang pernah dicapai (kurang lebih +91 m).

    sabuk hijau adalah termasuk lahan konservasi karena dapat menahan laju erosi dan

    sedimentasi. Namun dengan pemanfaatan kawasan sabuk hijau, terutama untuk pertanian,

    tentu akan meningkatkan laju erosi lahan dan sedimentasi dalam tampungan waduk.

    Areal waduk yang termasuk lahan pasang surut adalah kawasan waduk yang terletak

    diantara elevasi + 80.00 meter s/d + 90.00 meter, yaitu seluas 1900 Ha. Lama

    pemanfaatan berkisar dari bulan Mei sampai Oktober, waktu pemanfaatan tergantung dari

    besarnya curah hujan yang di daerah hulu waduk. Sebenarnya pemanfaatan lahan pasang

    surut untuk pertanian juga kurang tepat. Hal ini karena pada saat pengolahan tanah,

    biasanya lapisan permukaan tanah dicangkul, sehingga butiran tanah akan terlepas. Butiran

    tanah yang lepas merupakan potensi erosi yang dapat menyebabkan pendangkalan waduk.

    Kesimpulan dan Saran

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    10/12

    Kesimpulan

    Untuk memperoleh jaminan ketersediaan air di masa depan diperlukan peningkatan

    efisiensi dalam pemanfaatan sumber air yang ada sekarang. Saat ini telah diakui bahwa

    kegiatan konservasi air, termasuk pengenalan teknologi hemat-air dalam pertanian dan

    industri, program pengurangan kehilangan air, pemanfaatan kembali air limbah, dan

    kampanye peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan air secara rasional dapat

    menghasilkan penghematan air yang diperlukan. Berkaitan dengan efisiensi penggunaan

    air, sebagian besar responden (62%) menyatakan bahwa penggunaan air saat ini sudah

    efisien.

    Saran

    1.POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

    KELEMBAGAAN

    a. Perlunya keseimbangan dan keterpaduan langkah konservasi dan langkah pendayagunaan

    sumber daya air dalam pengelolaan sumber daya air.

    b. Perlunya mewujudkan keterpaduan dalam pengelolaan air permukaan dan

    c. Perlunya peningkatan kualitas Sistem Informasi management (SIM) Sumber Daya Air,

    sehingga akan lebih mudah diakses oleh masyarakat.

    NON-KELEMBAGAAN

    a. Potensi curah hujan tahunan di system Waduk Kedung Ombo cukup besar. Potensi tersebut

    perlu dimanfaatkan secara optimal melalui pemanenan air (rainfall harvesting), misalnya

    melalui dam parit yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan irigasi.

    b. Volume tampungan efektif Waduk Kedung Ombo berkurang 0,50% per tahun.

    Pengurangan volume tersebut lebih disebabkan karena laju sedimentasi yang besar. Untuk

    meminimalkan laju sedimentasi waduk, cara terbaik adalah mengontrol sumber sediment,

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    11/12

    yang sebagian besar merupakan erosi lahan. Oleh karena itu pengaturan tata guna lahan di

    hulu perlu dilakukan, disamping cara pengolahan lahan.

    2. INVENTARISASI PEMANFAATAN KEGIATAN DI PERAIRAN DI

    WKO

    Kegiatan yang ada di hulu, terutama aktifitas di kawasan pasang surut dan sabuk

    hijau dapat meningkatakan laju sedimen WKO yang akan menimbulkan

    dampak pada pengurangan kepasitas tampungan waduk. Oleh karena itu

    perlu peraturan perundangan yang melarang aktifitas di hulu kawasan

    tesebut.

    Perlunya optimalisasi dari berbagai sisi, untuk meningkatkan tingkat kecukupan

    penggunaan sumber daya air.

    3. INVENTARISASI SUMBER AIR PERMUKAAN DAN AIR TANAH

    Perlunya sistim informasi spasial tentang sumber air baik permukaan maupun air

    tanah, baik informasi tentang lahan maupun kapasitas yang mudah di akses

    oleh masyarakat.

    Pola operasi waduk perlu mempertimbangkan ketersediaan sumber air, bila air

    permukaan maupun air tanah, sehingga diperoleh optimalisasi pengelolaan

    Sumber Daya Air di sistim WKO.

    4. KONSEP / OPTIMALISASI WADUK

  • 8/2/2019 6 Penelitian Pola an Sumberdaya Air Sistem Kedungombo (Wilayah Serang, Lusi Dan Juwana)

    12/12

    Konsep / optimalisasi waduk perlu mempertimbangkan : ketersediaan SDA, baik

    permukaan maupun air bawah tanah, aliran balik ( return flow) dan

    pengambilan dengan pompa pada areal sawah yang tidak dapat dilayani

    secara gravitasi.

    Perlunya pengembangan model pengelola SDA di sekitar WKO yang User

    Friendly sehingga mudah dioperasikan dan dipahami oleh petugas di

    daerah.

    5. MENGATASI MASALAH DI HULU

    Laju sedimentasi WKO selain disebabkan oleh aktivitas di lahan pasang surut

    dan sabuk hijau, juga tata guna lahan di kawasan DAS. Oleh karena itu perlu

    adanya pengaturan tentang tata guna lahan di hulu, disamping upaya konservasi

    lahan.

    Hak Cipta 2006 Balitbang Prov. Jateng

    Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang

    50132

    Telp : (024) 3540025,Fax : (024) 3560505

    Email : [email protected]