%$+$6$ ,1'21(6,$ berorientasi sikap bahasa

190

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

BAHASA INDONESIABerorientasi Sikap Bahasa

I Putu Mas DewantaraI Nengah SuandiI Wayan Rasna

Ida Bagus Putrayasa

Page 2: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

BAHASA INDONESIA

BERORIENTASI SIKAP BAHASA

I Putu Mas Dewantara

I Nengah Suandi

I Wayan Rasna

Ida Bagus Putrayasa

Untuk Perguruan Tinggi

Page 3: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia

Berorientasi Sikap Bahasa

Penulis

I Putu Mas Dewantara, S.Pd., M.Pd.

Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum

Prof. Dr. Drs. I Wayan Rasna, M.Pd.

Prof. Dr. Ida Bagus Putrayasa, M.Pd.

Editor

Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd.

Prof. Dr. I Nyoman Kanca, M.S.

Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd.

Dr. Ni Luh Nyoman Seri Malini, SS., M.Hum

Desain cover dan tata letak

I Nyoman Laba Jayanta, S.Pd., M.Pd.

Penerbit

Undiksha Press www.undiksha.ac.id

Januari 2019

ISBN 978-602-6428-75-2

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian

atau keseluruhan isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Page 4: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Hyang Widhi Wasa,

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya buku ajar yang

berjudul Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa ini dapat penulis

selesaikan tepat pada waktunya. Buku ini disusun berorientasi pada

pembentukan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

Buku ini terdiri atas sepuluh bab. Bab 1 membicarakan tentang sejarah

perkembangan bahasa Indonesia dan kedudukan bahasa. Bab 2

membicarakan tentang ragam bahasa. Selanjutnya di Bab 3 mengenai ejaan.

Bab 4 dibahas kesantunan berbahasa. Bab 5 terkait bahasa Indonesia yang

baik dan benar. Bab 6 mengenai karya ilmiah. Bab 7 memaparakan tentang

menulis kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki. Paling akhir Bab 8

mengenai berbicara dalam forum ilmiah. Buku ini dilengkapi dengan bagian

pengantar pada setiap awal bagian dan ringkasan di tiap akhir bagian. Pada

akhir setiap bagian disertakan soal-soal latihan untuk menguji pemahaman

mahasiswa terhadap bagian-bagian yang ada.

Terwujudnya buku ajar ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Pihak-pihak tersebut terutama dari DRPM Dikti berupa bantuan dana

penelitian dalam pengembangan buku ajar ini. Bantuan juga penulis peroleh

dari pengampu MPK (Matakuliah Pengembangan Kepribadian) Bahasa

Indonesia baik yang berasal dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia maupun dari jurusan lain berupa sumbangan-sumbangan

pemikiran. Melalui kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih yang

setulus-tulusnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ajar ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

berbagai pihak, penulis terima dengan senang hati. Namun, di balik

ketidaksempurnaannya tersebut masih tersimpan sebuah harapan, semoga

buku ajar ini ada manfaatnya bagi para pembaca.

Singaraja, Januari 2019

Penulis,

Page 5: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | v

DAFTAR ISI

Prakata ………………………………………………………………………………………… iv

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………… v Sikap Bahasa: Sebuah Pengantar …………………………………………………… vii Petunjuk Isi dan Penggunaan Buku ………………………………………………… xiii

BAB 1 Menelusuri Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Jalan Menumbuhkan Sikap Positif terhadap Bahasa Indonesia…

1

Pengantar ……………………………………………………………………………… 1

1.1 Bahasa Persatuan …………………………………………………………….. 1 1.2 Kedudukan Bahasa Indonesia ……………………………………………. 4 1.3 Fungsi Bahasa Indonesia …………………………………………………… 7

1.4 Bahasa Indonesia di Era Globalisasi ……………………………………. 9 Ringkasan ……………………………………………………………………………… 23 Latihan …………………………………………………………………………………. 24

BAB 2 Mengenal Ragam Bahasa Sebagai Jalan Realisasi Sikap Positif

Berbahasa Indonesia…………………………………………………………… 25

Pengantar ……………………………………………………………………………… 25 2.1 Hakikat Ragam Bahasa ……………………………………………………… 25 2.2 Ragam Bahasa Indonesia ………………………………………………….. 26

Ringkasan ……………………………………………………………………………… 32 Latihan …………………………………………………………………………………. 33

BAB 3 Ejaan sebagai Norma Sikap Positif Berbahasa Indonesia ………… 35 Pengantar ……………………………………………………………………………… 35 3.1 Penulisan Huruf ……………………………………………………………….. 37 3.2 Penulisan Kata …………………………………………………………………. 43

3.3 Pemakaian Tanda Baca …………………………………………………….. 52 3.4 Penulisan Unsur Serapan ………………………………………………….. 67 Ringkasan ……………………………………………………………………………… 71

Latihan …………………………………………………………………………………. 72 BAB 4 Kesantunan Berbahasa sebagai Norma Sosiokultural Realisasi

Sikap Positif Berbahasa Indonesia ………………………………………..

73 Pengantar ……………………………………………………………………………… 73 4.1 Pembentukan Kesantunan Berbahasa ………………………………… 73

4.2 Aspek Nonlinguistik dalam Kesantunan Berbahasa ………………. 81 Ringkasan ……………………………………………………………………………… 82 Latihan …………………………………………………………………………………. 82

BAB 5 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar sebagai Tolok Ukur

Sikap Positif ………………………………………….…………………………… 83

Page 6: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | vi

Pengantar ……………………………………………………………………………… 83

5.1 Kaidah dan Situasi Kebahasaaan ……………………………………….. 84 5.2 Aneka Kesalahan dalam Berbahasa Indonesia …………………….. 91 Ringkasan ……………………………………………………………………………… 96

Latihan …………………………………………………………………………………. 96 BAB 6 Karya Ilmiah dan Plagiarisme ………………………………………….…… 99

Pengantar ……………………………………………………………………………… 99 6.1 Etika Penulisan Ilmiah: Mengenal dan Menghindari Plagiarisme 99 6.2 Hakikat Karya Ilmiah ………………………………………………………… 101

6.3 Jenis-Jenis Karya Ilmiah ……………………………………………………. 103 6.4 Sistematika Penulisan Karya Ilmiah ……………………………………. 106 Ringkasan ……………………………………………………………………………… 121

Latihan …………………………………………………………………………………. 121 BAB 7 Kutipan, Daftar Pustaka, dan Catatan Kaki ……………………………. 123

Pengantar ……………………………………………………………………………… 123 7.1 Pengutipan dalam Karya Ilmiah …………………………………………. 124 7.2 Penulisan Daftar Pustaka (Bibliografi) ………………………………… 127 7.3 Penulisan Catatan Kaki (Footnote) ……………………………………… 131

Ringkasan ……………………………………………………………………………… 134 Latihan …………………………………………………………………………………. 135

BAB 8 Presentasi Ilmiah ……………………………………………………………….. 137 Pengantar ……………………………………………………………………………… 137 8.1 Hakikat Presentasi Ilmiah ………………………….………………………. 137

8.2 Tata Cara dan Etika Presentasi Ilmiah ………………………………… 142 8.3 Menyiapkan Bahan Presentasi Ilmiah dengan Multimedia ……… 144 8.4 Melaksanakan Presentasi Ilmiah ………………………………………… 145

Ringkasan ……………………………………………………………………………… 146 Latihan …………………………………………………………………………………. 147

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………… 149 Glosarium ………………………………………………………………………………….…. 153 Silabus Berorientasi Sikap Bahasa …………………………………………………… 155

Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Berorientasi Sikap Bahasa ……. 159 Tentang Penulis ……………………………………………………………………………. 171

Page 7: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | vii

Sikap Bahasa: Sebuah Pengantar

Sikap bahasa menunjukkan senang atau tidaknya seorang penutur

bahasa terhadap bahasa. Sikap terhadap bahasa akan positif jika dinilai baik

atau disukai dan akan negatif jika dinilai tidak baik atau tidak disukai. Garvin

dan Mathiot (1977) mengatakan bahwa sikap bahasa itu setidak-tidaknya

mengandung tiga ciri atau penanda pokok, yaitu kesetiaan bahasa,

kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan norma bahasa. Ketiga penanda

tersebut merupakan ciri sikap positif terhadap suatu bahasa. Ketiga penanda

sikap bahasa dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Kesetiaan Bahasa

Kesetiaan terhadap bahasa Indonesia ini bukan berarti benci

terhadap bahasa asing. Hal ini sejalan dengan slogan Badan Pengembangan

dan Pembinaan Bahasa, yaitu “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan

Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing”. Slogan ini menunjukkan bahwa

kesetiaan dan kecintaan terhadap bahasa Indonesia tidaklah berarti

membenci bahasa yang lain.

Garvin dan Mathiot (1977) menjelaskan bahwa kesetiaan bahasa

(language loyalty) adalah keinginan seseorang atau masyarakat dalam

mendukung bahasa untuk memelihara dan mempertahankan bahasa, bahkan

kalau perlu mencegahnya dari pengaruh bahasa lain. Kesetiaan bahasa itu

sama halnya seperti nasionalisme, yaitu daya ide yang mengisi mental dan

hati manusia dengan pikiran-pikiran dan sistem yang mengendalikan manusia

untuk menerjemahkan kesadarannya dalam tingkah laku berpola. Artinya,

kesetiaan itu mengandung nilai mental dan emosi yang sangat menentukan

tingkah laku berbahasa.

Sikap setia dapat dilihat dalam tingkah laku seseorang pemakai

bahasa secara langsung, misalnya pemakai tersebut selalu menggunakan

bahasanya pada berbagai kesempatan dan berbagai media, mengoreksi

kesalahan penutur lain bahasa tersebut yang diikuti dengan memperbaiki

Page 8: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | viii

kesalahan yang terjadi, mengajarkan kepada generasi selanjutnya dengan

maksud agar bahasa tersebut tidak punah (Adnyani, 2015). Penggunaan

suatu bahasa dalam komunikasi sehari-hari merupakan cara untuk

memelihara suatu bahasa. Penggunaan bahasa secara teratur merupakan

bentuk upaya pemertahanan bahasa. Pemertahanan ini diperlukan untuk

menjaga posisi suatu bahasa agar tidak tergantikan oleh bahasa lain. Dalam

proses pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia,

digunakannya bahasa Indonesia secara baik dan benar oleh peserta didik

merupakan suatu usaha untuk mempertahankan bahasa dan sebagai wujud

kesetiaan terhadap bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari

mendapatkan banyak tantangan. Sebagai contoh tantangan tersebut adalah

sikap negatif dalam wujud ketidaksetiaan terhadap bahasa Indonesia seperti

yang ditunjukkan dalam hasil penelitian St. Nujraeni, dkk. (2015). Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan sikap bahasa

Indonesia di kalangan pejabat daerah di provinsi Sulawesi Selatan masih

menunjukkan penggunaan bahasa yang berlaku dalam kelompok tidak

didasarkan pada peraturan yang ada. Dengan kata lain, sikap bahasa

Indonesia di kalangan pejabat daerah di provinsi Sulawesi Selatan masih

rendah.

Sikap negatif sebagai wujud ketidaksetiaan terhadap bahasa

Indonesia juga diungkapkan oleh Marsudi & Zahrok (2015) yang menyatakan

bahwa saat ini umumnya masyarakat lebih banyak menyukai kata-kata asing

(bahasa Inggris) dalam berhasanya daripada berbahasa Indonesia asli

dengan baik dan benar. Anehnya, mereka berpendapat bahwa penggunaan

bahasa Inggris tersebut supaya lebih mengena ke semua golongan

masyarakat dan juga penggunaan bahasa Inggris dianggap lebih kreatif,

efektif, dan mudah dipahami. Sikap seperti ini menunjukkan kesetiaan

masyarakat Indonesia terhadap bahasa Indonesia mengalami pelemahan

(penurunan sikap positif). Sifat suka meremehkan tampak pada perilaku

berbahasa yang “pokoknya mengerti”. Penurunan sikap positif akibat

ketidaksetiaan ini dapat ditemukan dalam berbagai macam produk industri,

nama-nama perusahaan, tema-tema dalam berbagai kegiatan, dan

Page 9: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | ix

sebagainya. Nama produk industri sabun, seperti Lifebuoy, Lux, Dettol,

Vaseline, Bee and Flower, dan sebagainya. Nama-nama produksi sampo,

misalnya Pantene, Sunsilk, Rejoice, Natur, Tresemme, dan sebagainya.

Penggunaan bahasa sebagaimana yang dipaparkan di atas

merupakan pengingkaran terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009

Pasal 36 ayat (3) yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan

untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman,

perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha,

lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara

Indonesia atau badan hukum Indonesia. Secara lebih luas, penggunaan

bahasa asing dalam komunikasi dengan bahasa Indonesia merupakan

pengingkaran Ikrar Sumpah Pemuda butir ketiga. Kesetiaan untuk tetap

menjunjung tinggi bahasa persatuan adalah sikap yang urgen dibutuhkan di

era globalisasi ini. Andre Ata Ujan, dkk. (2011) menyebut sikap setia terhadap

konsensus atau kesepakatan sebagai sikap reasonable. Sikap reasonable

adalah sikap menerima prinsip-prinsip pokok sebagai dasar kerja sama sosial.

2) Kebanggaan Bahasa

Penanda sikap bahasa yang lain adalah kebanggaan berbahasa

(language pride). Kebanggaan bahasa adalah suatu keyakinan terhadap

bahasa yang tertanam pada diri seseorang untuk menjadikan bahasa tersebut

sebagai identitas diri sekaligus membedakannya dari etnik lain. Kebanggaan

terhadap bahasa dan menjadikannya sebagai identitas diri terlihat seperti

yang terjadi di Ukraina setelah Euromaidan. Kulyk (2016) menjelaskan bahwa

masalah kebanggaan bahasa Ukraina sebagai identitas mendapat perhatian

besar karena kurangnya status kewarganegaraan setelah resim Soviet.

Ukraina menggunakan identitas bahasanya untuk menandai

kewarganegaraannya.

Kebanggaan bahasa diwujudkan melalui tuturan serta perilaku

seseorang. Dari aspek tuturan, seseorang yang memiliki rasa bangga

terhadap bahasa, akan bertutur menggunakan bahasa yang disukainya,

sedangkan dari aspek sikap, seseorang yang memiliki rasa bangga terhadap

bahasa, akan bersikap positif terhadap bahasa, yaitu dengan menganggap

bahasanya penting, bahkan percaya bahwa bahasanya dapat bertahan di era

Page 10: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | x

globalisasi. Marsudi (2009) menyatakan bahwa sikap bangga dan cinta

terhadap bahasa nasional idealnya merupakan sebuah keniscayaan bagi

sebuah bangsa yang telah merdeka dan berdaulat penuh. Oleh karena itu,

sudah menjadi tugas semua warga negara Indonesia untuk mengembalikan

jati diri bangsa ini dimulai dari diri sendiri salah satunya dengan menggunakan

bahasa nasional di negeri sendiri. Dengan demikian, bahasa Indonesia akan

dapat tetap bertahan di era globalisasi.

Pendapat Muslich (2010) tentang sikap negatif terhadap bahasa

Indonesia merupakan contoh sikap tidak bangga terhadap keberadaan

bahasa Indonesia. Sikap tidak bangga terhadap keberadaan bahasa

Indonesia yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia meliputi: (1) bangga

memperlihatkan kemahirannya berbahasa Inggris, meskipun penguasaan

bahasa Indonesianya masih kurang; (2) merasa dirinya lebih pandai daripada

yang lain karena telah menguasai bahasa asing dengan fasih, sekalipun

penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna; (3) merasa malu

apabila tidak menguasai bahasa asing, tetapi tidak pernah merasa malu

apabila tidak menguasai bahasa Indonesia; (4) menganggap remeh bahasa

Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah

menguasai bahasa Indonesia dengan baik.

3) Kesadaran Norma Bahasa

Penanda sikap bahasa yang terakhir adalah kesadaran akan norma

bahasa (awareness of the norm). Kesadaran akan norma bahasa adalah

suatu posisi atau keadaan dari diri seseorang untuk patuh terhadap suatu

aturan. Kesadaran ini mendorong seseorang untuk menggunakan bahasa

sesuai dengan kaidah atau tata bahasa baku yang berlaku dalam bahasa

tersebut. Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, kesadaran akan

norma bahasa dilihat dari bagaimana siswa menggunakan bahasa sesuai

dengan kaidah kebahasaan yang ada. Pateda (dalam Muslich, 2010)

mengungkapkan beberapa perilaku berbahasa yang menunjukkan sikap

positif dalam hal penggunaan norma bahasa, seperti (1) berhati-hati

menggunakan bahasa, (2) mengoreksi kesalahan berbahasa yang terjadi, (3)

berusaha menambah pengetahuan tentang kaidah kebahasaaan, dan (4)

Page 11: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | xi

menanyakan kepada ahli terkait masalah kebahasaan berbahasa yang belum

dipahami.

Tiga ciri pokok dari Garvin dan Mathiot sebagaimana yang telah

dipaparkan di atas merupakan ciri sikap positif terhadap bahasa. Sebaliknya,

jika ketiga ciri tersebut sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang

atau kelompok masyarakat tutur, maka artinya sikap negatif terhadap suatu

bahasa telah melanda diri atau kelompok masyarakat tutur tersebut.

Ketiadaan gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian

bahasanya merupakan salah satu tanda sikap negatif di mana kesetiaan

bahasanya mulai menurun dan dapat berlanjut hingga hilang sama sekali.

Sikap negatif terhadap suatu bahasa dapat terlihat bila di dalam

perilakunya, seseorang sama sekali tidak mendukung dan menjaga

keberadaan bahasa tersebut. Hal itu dapat dilihat dari sikap kurang peduli,

tidak mau tahu dengan perkembangan bahasa tersebut, serta tidak akan

menggunakannya dalam kesempatan pembicaraan, walaupun seseorang

tersebut sebenarnya mempunyai banyak kemungkinan untuk menggunakan

bahasa tersebut. Sikap negatif juga akan lebih terasa akibat-akibatnya apabila

seseorang atau sekelompok orang tidak mempunyai kesadaran akan adanya

norma bahasa. Sikap tersebut nampak dalam tindak tuturnya. Mereka tidak

merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti

kaidah yang berlaku.

Daftar Rujukan

Andayani. 2015. Problema dan Aksioma: dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Deepublish.

Garvin, Paul L. dan Madeleine Mathiot. 1977. The Urbanization of the Guarani Language”, dalam J.A. Fishman (Ed), Reading in the Sociology of Language. The Haque: Mouton.

Kulyk. 2016. “Language and identity in Ukraine after Euromaidan”. Thesis Eleven, 136(1), 90-106.

Marsudi. 2009. “Jati Diri Bahasa Indonesia di Era Globalisasi Teknologi Informasi”. Jurnal Sosial Humaniora, 2(2), 133-148.

Marsudi & Zahrok. 2015. “Kesetiaan Berbahasa Indonesia Dipertanyakan di Era Globalisasi”. Jurnal Sosial Humaniora, 8(1), 95-105.

Muslich. 2010. Bahasa Indonesia Pada Era Globalisasi: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 12: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | xii

Nujraeni, dkk. 2015. “The Attitudes and Behavior of Using Indonesian Language among the Bureaucrats in South Sulawesi Province,” Journal of Language Teaching and Research, Vol. 6, No. 4, pp. 778-788.

Ujan, Andre Ata dkk. 2011. Multikulturalisme: Belajar Hidup Bersama dalam Perbedaan. Jakarta: Pt Indeks.

Page 13: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | xiii

Petunjuk Isi dan Penggunaan Buku

Buku ini disusun dengan tujuan menumbuhkembangkan sikap positif

terhadap bahasa Indonesia. Tujuan penyusunan buku ini sejalan dengan

Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang tentang Rambu-

rambu Pelaksanaan Kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian

(MPK). Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa kompetensi MPK Bahasa

Indonesia adalah “menjadikan mahasiswa ilmuan dan profesional yang

memiliki pengetahuan dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia sebagai

bahasa negara dan bahasa nasional dan mampu menggunakannya secara

baik dan benar untuk mengungkapkan pemahaman, rasa kebangsaan, cinta

tanah air, dan untuk berbagi keperluan dalam bidang ilmu, teknologi, dan seni

serta profesinya masing-masing”. Dari keputusan tersebut terlihat bahwa

pembentukan sikap positif terhadap bahasa Indonesia menjadi tujuan MPK

Bahasa Indonesia.

Upaya pencapaian tujuan MPK Bahasa Indonesia sebagaimana

keputusan Dirjen Dikti dalam buku ini diharapkan dapat tercapai setelah

mempelajari bab-bab penyusun buku. Tiap bab dalam buku ini terbagi atas

empat komponen, yaitu bagian pengantar, isi, ringkasan, dan soal latihan.

Sebelum membaca buku ini, bacalah bagian pendahuluan buku yang memuat

pengatar pemahaman tentang sikap bahasa serta petunjuk isi dan

penggunaan buku sebagaimana yang ada pada bagian ini. Membaca dua

bagian ini akan membantu pembaca memahami dan menyadari tujuan dari

setiap materi yang ada dalam buku.

Bacalah setiap bagian yang ada secara berurut mulai dari bagian

pengantar sampai pada latihan soal. Bagian pengantar akan memberikan

gambaran tentang kedudukan materi yang dibahas dan memberikan landasan

berpikir sebelum mempelajari isi bab. Bagian isi bab memberikan informasi

yang diharapkan dapat menggugah rasa dan memengaruhi tingkah laku

berbahasa yang menunjukkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

Setelah membaca bagian isi, bacalah bagian ringkasan untuk memperoleh

poin-poin penting dalam bab tersebut. Langkah selanjutnya adalah mencoba

Page 14: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | xiv

soal latihan yang ada di akhir bab untuk menguji pemahaman terhadap materi

yang dipelajari.

Tiap bab dalam buku ini memiliki tendensi penumbuhan sikap bahasa

yang berbeda-beda, tetapi tidak berarti penumbuhan salah satu komponen

sikap bahasa mengabaikan komponen sikap bahasa yang lain. Berikut adalah

bagan tendensi pembentukan sikap positif yang ada dalam tiap bab buku ini.

Gambar Tendensi Pembentukan Sikap Bahasa pada Setiap Bab Buku

Keterangan:

Sikap Bahasa

S1: Menunjukkan sikap peduli dengan mendukung dan menjaga keberadaan bahasa Indonesia

S2: Menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari (senang menggunakan bahasa Indonesia)

S3: Bangga menggunakan bahasa Indonesia (penanda jati diri) S4: Menunjukkan sikap yang menganggap bahasa Indonesia penting S5: Percaya atau yakin bahwa bahasa Indonesia dapat bertahan atau eksis

di era global S6: Menganggap penguasaan bahasa Indonesia perlu dikembangkan S7: Patuh terhadap kaidah bahasa (tepat/benar) S8: Patuh terhadap norma bahasa/norma sosial budaya (cermat, santun)

Dari gambar tersebut dapat dilihat perbedaan tendensi pembentukan

sikap bahasa dalam setiap bab. Pada Bab 1 misalnya, insersi lebih

difokuskan pada penumbuhan sikap peduli, bangga, anggapan bahasa

Page 15: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | xv

Indonesia penting, dan keyakinan akan kemampuan bahasa Indonesia tetap

bertahan. Pola insersi seperti ini tidaklah berarti bahwa penumbuhan sikap

kesadaran akan norma bahasa dan norma budaya tidak lakukan. Sebaliknya,

pemberian pengetahuan (kognitif) yang mampu membangkitkan rasa (afektif)

peduli dan bangga adalah jalan tumbuhnya sikap yang menunjukkan

kecenderungan perilaku (konatif) yang menaati norma bahasa dan norma

sosial budaya.

Pada Bab 2, yakni bab tentang ragam bahasa, tendensi sikap

bahasa yang difokuskan adalah kemampuan menggunakan bahasa Indonesia

dalam kehidupan sehari-hari. Bab ini memberikan informasi terkait ragam

dalam bahasa Indonesia dan penggunaannya. Pengetahuan tentang berbagai

ragam bahasa yang ada dalam bahasa Indonesia memberikan alternatif

kepada penutur bahasa untuk dapat berkomunikasi sesuai dengan situasi

kebahasaan yang ada. Soal latihan dalam bab ini juga akan mampu

mengajak pembaca berpikir terkait ragam bahasa dan penggunaannya.

Pembelajaran tentang ejaan ada dalam Bab 3. Pada bab ini tendensi

pembentukan sikap bahasa terkait kesetiaan, kebanggaan, dan kesadaran

akan norma bahasa diarahkan kepada pembentukan sikap peduli dan

menjaga keberadaan bahasa Indonesia, menganggap bahasa Indonesia

penting, dan patuh terhadap kaidah kebahasaan. Dari bab ini diharapkan

diperoleh sejumlah informasi tentang aturan kebahasaan yang berkaitan

dengan ejaan dan menjadi dasar penggunaan bahasa dalam kehidupan

sehari-hari baik tulis maupun lisan. Soal latihan yang ada di akhir bab

bertujuan untuk mengasah kemampuan penggunaan ejaan pembaca.

Bab 4 buku ini membahas tentang kesantunan berbahasa. Bab ini

merupakan jawaban permasalahan kesantunan berbahasa yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari. Bab ini dilengkapi dengan beberapa contoh real

kesantunan berbahasa dan solusi pemecahannya. Bab ini bertujuan

membentuk sikap patuh terhadap norma bahasa dan norma sosial budaya.

Bab 5 membahas tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Bab ini memberikan informasi terkait berbagai kaidah kebahasaan dan situasi

tutur yang melingkupinya. Pengetahuan ini dapat dijadikan tolok ukur

penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan

terkait kaidah dan situasi tutur ditujukan kepada kepatuhan akan norma

Page 16: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | xvi

bahasa dan norma sosial budaya serta tumbuhnya pandangan yang semakin

menganggap penting keberadaan bahasa Indonesia.

Bab 6 buku ini membahas tentang karya ilmiah dan plagiarisme.

Tendensi pembentukan sikap pada bab ini adalah kepatuhan terhadap

kaidah. Bab ini juga memberikan pemahaman tentang pentingnya kejujuran

dalam menggunakan pendapat, data, atau teori orang lain. Setelah

mempelajari bab ini diharapkan muncul pemahaman tentang karya ilmiah dan

hal-hal yang harus dihindari dalam penyusunannya.

Bab 7 membahas tentang kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki.

Bab ini memberi informasi tentang kaidah-kaidah pengutipan untuk

menghindari tindak plagiarisme sebagaimana yang telah dipelajari pada bab

sebelumnya. Untuk mendukung kemampuan tersebut diperlukan kemampuan

bahasa yang baik. Karena itu, setalah mempelajari bab ini diharapkan

terbentuk sikap bahasa yang menganggap penting penguasaan bahasa

Indonesia. Selain itu, akan muncul kepatuhan terhadap kaidah dalam

penggunaan bahasa Indonesia. Mencoba soal latihan di akhir bab akan

semakin menambah pemahaman mahasiswa terkait isi bab dan kemampuan

penggunaan bahasa untuk mendukung keterampilan yang menjadi tujuan

pembelajaran dalam bab ini.

Bab terakhir buku, yaitu Bab 8 membahas tentang presentasi ilmiah.

Melalui bab ini diharapkan terbentuk sikap mau menjaga keberadaan bahasa

Indonesia, bangga menggunakan bahasa Indonesia, menganggap bahasa

Indonesia penting, dan merasa perlu mengembangkan kemampuan

berbahasa Indonesia. Bab ini memberikan pemahaman terkait etika dan tata

cara presentasi di depan umum serta penggunaan bahasa dalam presentasi.

Diharapkan setelah mempelajari bab ini muncul kesadaran pentingnya

penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar tujuan komunikasi

dapat tercapai secara efektif.

Page 17: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

BAB 1

Menelusuri Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia

sebagai Jalan Menumbuhkan Sikap Positif

terhadap Bahasa Indonesia

Pengantar

Meluasnya minat masyarakat dunia terhadap bahasa Indonesia tentu

patut kita apresiasi. Hal ini menandakan bahwa bahasa Indonesia

diperhitungkan sebagai salah satu bahasa yang penting dalam konteks

komunikasi global. Namun, berbagai hasil kajian di dalam negeri justru

menunjukkan pelemahan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sebagai

contoh adalah penggunaan kosakata bahasa asing dalam berbahasa

Indonesia dan anggapan gengsi bahasa Indonesia yang dianggap kalah

dibandingkan bahasa asing. Kecintaan, kebaanggaan, dan kesadaran akan

norma bahasa mulai melemah. Untuk itu, penelusuran terhadap sejarah dan

kedudukan bahasa diperlukan sebagai jalan menumbuhkan pemahaman

pentingnya keberadaan dan posisi bahasa Indonesia bagi kehidupan

berbangsa dan bernegara.

1.1 Bahasa Persatuan Di Indonesia banyak terdapat bahasa yang kemudian dikenal sebagai

bahasa daerah seperti bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Bali, bahasa

Sunda, bahasa Bugis, dan sebagainya. Bahasa-bahasa itu merupakan alat

komunikasi etnis. Bahasa Jawa merupakan alat komunikasi etnis Jawa,

bahasa Madura merupakan alat komunikasi etnis Madura, bahasa Sunda

merupakan alat komunikasi etnis Sunda, demikian juga bahasa-bahasa

daerah yang lain. Nama bahasa itu diambil dari nama etnis pemakainya.

Namun demikian, sampai pertengahan 1928 tidak pernah dikenal dan muncul

istilah “bahasa Indonesia”.

Page 18: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 2

Istilah bahasa Indonesia itu sendiri baru muncul menjelang lahirnya

sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Pada 28 Oktober 1928 berbagai

organisasi pemuda berikrar menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa

Indonesia. Bahasa Indonesia yang kini dipakai sebagai bahasa resmi di

Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Nama baru ini bersifat politis, sejalan

dengan nama negara yang diidam-idamkan. Perkembangan bahasa Melayu

menjadi bahasa Indonesia tidak terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi

mengalami proses pertumbuhan secara perlahan dengan perjuangan yang

sangat keras.

Istilah “bahasa Indonesia” untuk menyebut “bahasa Melayu” yang

digunakan di Indonesia telah digunakan oleh sejumlah linguis Eropa.

Penggunaan istilah ini terutama terlihat setelah adanya pemilahan

pembakuan bahasa yang dipertuturkan di dua wilayah pada awal abad ke-20.

Indonesia (dulu disebut Hindia Belanda) pada tahun 1901 mengadopsi ejaan

Van Ophuijsen, sedangkan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu

(kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan

Wilkinson.

Penggunaan nama ‘bahasa Indonesia’ untuk menyebutkan bahasa

persatuan tentunya telah mengundang sejumlah pertanyaan. Salah satu

pertanyaan tersebut adalah, mengapa justru bahasa Melayu yang diangkat

sebagai bahasa persatuan? Padahal, jumlah penutur bahasa Jawa saat itu

hampir separuh jumlah penduduk Indonesia. Mengapa bukan bahasa Jawa,

bahasa Sunda, atau bahasa lainnya?

Berkenaan dengan hal tersebut, setidaknya ada berbagai pendapat

yang disampaikan oleh para ahli mengenai faktor diangkatnya bahasa Melayu

(yang kemudian disebut bahasa Indonesia) sebagai bahasa persatuan

(nasional). Dari pendapat-pendapat yang disampaikan oleh Slametmulyana

(1965), Suharianto (1981), dan Moelino (2000) dapat ditarik simpulan bahwa

setidaknya ada empat faktor penyebab diangkatnya bahasa Melayu

(Indonesia) sebagai bahasa persatuan (nasional), yaitu:

Page 19: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 3

(1) Faktor sejarah

Sejarah telah membantu penyebaran bahasa Melayu. Bahasa Melayu

merupakan lingua franca (bahasa perhubungan atau perdagangan) di

Indonesia. Malaka pada masa jayanya menjadi pusat perdagangan dan

pengembangan agama Islam. Dengan bantuan para pedagang, bahasa

Melayu disebarkan ke seluruh pantai nusantara terutama di kota-kota

pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa perhubungan antarindividu.

Karena bahasa Melayu itu sudah tersebar dan boleh dikatakan sudah

menjadi bahasa sebagian penduduk, pemerintah Belanda (penjajah)

melalui Gubernur Jenderal Rochusen kemudian menetapkan bahasa

Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah untuk mendidik calon

pegawai negeri bangsa bumiputra.

Penutur bahasa Jawa pada 1928 diperkirakan sekitar 40% dari seluruh

penduduk Hindia Belanda, tetapi bahasa ini digunakan hanya di Jawa

Tengah dan Jawa Timur, sementara bahasa Melayu (sebagaimana yang

dikuasai oleh para pemimpin bangsa waktu itu) didukung hanya sekitar

5%. Hanya saja bahasa Melayu, termasuk dialek-dialeknya di berbagai

wilayah Hindia Belanda, sudah sangat tersebar ke seluruh negeri,

terutama di wilayah-wilayah pantai dan pusat-pusat perdagangan

(Sumarsono, 2007:5).

(2) Faktor kesederhanaan sistem

Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sangat sederhana ditinjau dari

segi fonologi, morfologi, dan sintaksis. Karena sistemnya yang

sederhana itu, bahasa Melayu mudah dipelajari. Dalam bahasa ini tidak

dikenal gradasi (tingkatan) bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau

bahasa Sunda dan Bali, atau pemakaian bahasa kasar dan bahasa

halus.

(3) Faktor psikologis

Suku bangsa Jawa dan Sunda secara sukarela menerima bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional. Ada keikhlasan mengabaikan

semangat kesukuan karena sadar perlunya kesatuan dan persatuan

bangsa. Sejalan dengan hal itu, di dalam masyarakat bangsa Indonesia

Page 20: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 4

tidak terjadi persaingan bahasa, yaitu persaingan di antara bahasa-

bahasa daerah untuk diangkat menjadi bahasa nasional.

(4) Faktor reseptif

Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa

kebudayaan dalam arti luas, yang memungkinkannya berkembang

menjadi bahasa yang sempurna, dalam arti dapat digunakan untuk

merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan

secara jelas. Keadaan ini disebabkan oleh sifat bahasa Melayu

(Indonesia) yang reseptif, terbuka, dan mudah menerima pengaruh

dalam rangka memperkaya dan menyempurnakan diri.

1.2 Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang

tercantum di dalam:

1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri

Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambing

Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa

Negara ialah Bahasa Indonesia”.

Maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:

1. Bahasa Nasional

Kedudukan bahasa Indonesia berada di atas bahasa-bahasa daerah.

Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di

Jakarta pada 25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya

sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

a. Lambang kebanggaan nasional

Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia

memancarkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan

Page 21: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 5

keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga,

menjunjung, dan mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan

terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah

diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan

memelihara dan mengembangkannya.

b. Lambang identitas nasional

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan

lambang bangsa Indonesia. Hal ini berarti melalui bahasa Indonesia

akan dapat diketahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan

watak seseorang sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaga

penggunaan bahasa Indonesia agar jangan sampai ciri kepribadian kita

tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak

menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.

c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang

sosial budaya dan bahasanya

Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang

beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya

dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib

yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman

dan serasi hidupnya karena tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi

‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Hal ini diperkuat dengan adanya

kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas

suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa

daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih

tegar dan tidak tergoyahkan sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah

diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

d. Alat penghubung antarbudaya antardaerah

Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan

sehari-hari. Dengan adanya bahasa Indonesia seseorang dapat saling

berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala

Page 22: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 6

kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik,

ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan mudah

diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia

meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan

seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan

pembangunan akan cepat tercapai.

2. Bahasa Negara (Bahasa Resmi NKRI)

Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang

diselenggarakan di Jakarta pada 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan

bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia

befungsi sebagai:

a. Bahasa resmi kenegaraan

Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan

adalah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi

kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan

dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan.

b. Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan

Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-

lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan

perguruan tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi

pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa

Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku

yang berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, maka akan sangat

membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai

bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (IPTEK).

c. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta

pemerintahan

Page 23: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 7

Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah

dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan

itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu

media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu

tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan

tepat diterima oleh masyarakat.

d. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan

ilmu pengetahuan serta teknologi modern

Kebudayaan nasional yang beragam berasal dari masyarakat

Indonesia yang beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan

teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran

ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku

populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya

menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai

hubungan timbal-balik dengan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa

ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di

perguruan tinggi.

1.3 Fungsi Bahasa Indonesia

Selain fungsi bahasa sebagaimana kedudukan bahasa Indonesia baik

sebagai bahasa resmi dan bahasa negara, fungsi bahasa Indonesia juga

sering dipilah menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara umum dan secara

khusus (Pangabean, 1981; Syamsuddin, 1986). Fungsi bahasa secara umum

antara lain:

a. Sebagai alat untuk mengekspresikan diri

Melalui bahasa kita dapat menyatakan gambaran, maksud, gagasan,

dan perasaan secara terbuka yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita.

b. Sebagai alat komunikasi

Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri.

Manusia memakai dua cara berkomunikasi, yaitu verbal dan nonverbal.

Page 24: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 8

Berkomunikasi secara verbal dilakukan menggunakan alat/media

bahasa (lisan dan tulis), sedangkan berkomunikasi secara nonverbal

dilakukan menggunakan media berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan

bunyi seperti tanda lalu lintas, sirene, kentongan, dan sebagainya yang

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa manusia.

c. Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial

Pada saat beradaptasi di lingkungan sosial, seseorang akan memilih

bahasa yang digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi.

Dengan menguasai bahasa suatu bangsa memudahkan seseorang

untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.

d. Sebagai alat kontrol sosial

Kontrol sosial dapat diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat,

contohnya buku-buku pelajaran, ceramah agama, orasi ilmiah, mengikuti

diskusi serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain yang

menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat

mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah.

Fungsi bahasa secara khusus:

a. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dari hubungan

komunikasi dengan makhluk sosial lainnya. Komunikasi yang

berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan nonformal.

b. Mewujudkan seni (sastra)

Bahasa Indonesia dapat dipakai untuk mengungkapkan perasaan

melalui media seni, seperti syair, puisi, prosa, dan lain-lain. Terkadang

bahasa yang digunakan memiliki makna konotasi atau makna yang

terselubung. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang mendalam agar

bisa mengetahui makna yang ingin disampaikan pengarangnya.

Page 25: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 9

c. Mempelajari bahasa-bahasa kuno

Dengan mempelajari bahasa kuno akan dapat diketahui peristiwa atau

kejadian di masa lampau untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin

atau dapat terjadi kembali di masa yang akan datang, atau hanya

sekadar memenuhi rasa keingintahuan tentang latar belakang dari suatu

hal. Misalnya untuk mengetahui asal dari suatu budaya, dapat ditelusuri

melalui naskah kuno atau penemuan prasasti-prasasti.

d. Mengeksploitasi IPTEK

Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki manusia, serta akal

dan pikiran yang sudah diberikan Tuhan kepada manusia, maka

manusia akan selalu mengembangkan berbagai hal untuk mencapai

kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia

akan selalu didokumentasikan supaya manusia lainnya juga dapat

mempergunakannya dan melestarikannya demi kebaikan manusia itu

sendiri.

1.4 Bahasa Indonesia di Era Globalisasi

Era globalisasi oleh banyak orang diidentikkan dengan penginggrisan

bahasa masyarakat. Cara berpikir seperti ini tidak hanya berkembang di

tengah masyarak umum, namun juga pada pengambil keputusan di bidang

pendidikan, guru, dan dosen. Tidak heran kalau dahulu pernah ada isu

penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas-kelas rendah.

Untung saja para pemikir di bidang pendidikan bereaksi cepat dan menolak

usulan seperti itu. Bisa dibayangkan bagaimana nasib BI yang selama ini

adalah bahasa pengantar resmi dalam dunia pendidikan akan kehilangan

tempatnya jika hal tersebut benar terjadi. Tindakan seperti ini sama saja

dengan merendahkan bahasa kita sendiri.

Globalisasi hendaklah bisa kita maknai lebih bijak. Sebagai contoh, di

Jepang, globalisasi dimaknai pengglobalan bangsa atau negara bukan

pengglobalan individu melalui penginggrisan bahasa masyarakat seperti yang

Page 26: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 10

terjadi di Indonesia. Di Jepang, pelajar tingkat menengah dan atas tidak harus

menunggu fasih berbahasa Inggris untuk dapat menikmati karya ilmiah atau

karya seni asing karena kebijakan pemerintah Jepang yang menerjemahkan

semua referensi berbahasa asing ke dalam bahasa Jepang. Hal ini

menyebabkan inovasi tumbuh dengan cepat dan subur di Jepang, dan

bahasa Jepang juga menikmati hasil dari kebijakan strategis ini. Pemerintah

Jepang telah mengangkat martabat bahasanya sendiri sebagai bahasa ilmu

pengetahuan.

Di Indonesia, bahasa Inggris didudukkan lebih bergengsi, tidak hanya

oleh sebagaian besar penutur bahasa Indonesia, namun pemerintah pun juga

melakukannya. Sebagai contoh, ketika seorang ingin melanjutkan studi ke

jenjang yang lebih tinggi, mencari pekerjaan, beasiswa, pengusulan nomor

induk dosen, sertifikasi dosen, dan sejenisnya, penguasaan bahasa Inggris

melalui toefl, toep, dan sejenisnya menjadi salah satu syaratnya. Sementara

itu, penguasaan bahasa sendiri, misalnya melalui UKBI (Uji Kemahiran

Berbahasa Indonesia), tidak masuk dalam syarat-syarat yang ada. Bahasa

Inggris tampaknya mendapat tempat yang istimewa. Yang menjadi

pertanyaan kita bersama adalah “Apakah ukuran penguasaan bahasa Inggris

adalah jaminan penguasaan dan perkembangan IPTEKS?” Marilah kembali

kita berkaca pada negeri sakura, Jepang.

Munculnya Kurikulum 2013 (K13) membawa angin segar bagi upaya

memartabatkan BI sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Mahsun (2014:95)

menjelaskan bahwa menjadikan BI sebagai bahasa ilmu pengetahuan

mengandung makna adanya ikhtiar melakukan penerjemahan buku-buku ilmu

pengetahuan berbahasa asing ke dalam BI. Penerjamahan tersebut selain

akan mempermudah penyebaran ilmu pengetahaun ke berbagai lapisan

masyarakat Indonesia, juga secara tidak langsung menumbuhkan

kepercayaan diri bangsa akan kemampuan BI sebagai lambang dan jati diri

bangsa. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mahsun bahwa seiring dengan

kepercayaan diri tersebut, dapat menciptakan motivasi untuk berani

berinovasi dengan memanfaatkan potensi diri menuju kemajuan bangsa.

Page 27: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 11

Penumbuhan kepercayaan diri sebagai bangsa melalui politik identitas

merupakan upaya yang patut kita apresiasi.

Adanya ketakutan apabila buku bahasa asing diterjemahkan maka

akan mengurangi kemampuan pelajar dalam berbahasa Inggris dan

berdampak pada persaingan di era globalisasi merupakan suatu anggapan

dan ketakutan yang keliru. Perlu ditekankan kembali bahwa bersaing di era

global bukanlah merujuk ke persaingan individu, namun persaingan secara

nasional. Mengembangkan dan memartabatkan BI sebagai bahasa modern

bukan berarti meniadakan bahasa asing, namun lebih pada upaya untuk

dapat menyerap dan memahami ilmu pengetahuan secara dini agar jangan

sampai menunggu kefasihan berbahasa asing dahulu baru dapat menyerap

kemajuan teknologi.

Politik identitas melalui pemartabatan BI dalam K13 dapat dikatakan

adalah upaya penyelamatan budaya dan karakter bangsa yang mulai

memudar. Pertanyaan yang muncul adalah ‘apa hubungan antara bahasa dan

budaya-karakter bangsa?’. Ada banyak teori yang dapat digunakan untuk

menjawab hubungan antara budaya-karakter dan bahasa, seperti teori Von

Humbolt, Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf, Jean Piaget, Vygotsky, dan

teori tokoh-tokoh lainnya. Dari sekian teori yang ada, kebanyakan orang

mengangkat teori Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf untuk memberikan

penjelasan hubungan antara budaya-karakter (pikiran) dan bahasa. Dua

hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan hal ini adalah (1) Linguistic

Relativity Hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa

secara umum paralel dengan perbedaan kognitif nonbahasa (nonlinguistic

cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang

menggunakan bahasa tersebut (Brown, 2007:46; Djojosuroto, 2007:289;

Alwasilah, 2010:87) dan (2) linguistic determinism yang menyatakan bahwa

struktur bahasa memengaruhi cara individu mempersepsi dan menalar dunia

perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh

kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa. Dua hipotesis Sapir-

Whorf menjelaskan bahwa bahasa memengaruhi pikiran (budaya dan

karakter).

Page 28: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 12

Jika kita memercayai bahwa bahasa memiliki hubungan dengan

pikiran, berarti kita hendaknya bisa memercayai juga bahwa penggunaan

bahasa secara tidak taat asas juga akan berdampak pada karakter penutur

bahasa itu yang tidak memiliki pendirian terhadap bahasa dan budayanya

sendiri. Penutur bahasa yang tidak memiliki sikap positif terhadap bahasanya

sendiri tentunya akan berdampak pada martabat bahasa itu sendiri dalam

konteks global. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang toleran, namun, yang

harus diingat adalah bukan toleran terhadap perilaku abai asas dalam

penggunaan BI.

Realita Sikap Bahasa di Era globalisasi

Garvin dan Mathiot (dalam Chaer dan Agustina, 2010:153)

merumuskan tiga ciri sikap bahasa positif, yaitu:

(a) Kesetiaan Bahasa (Language Loyalty) yang mendorong masyarakat

suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah

adanya pengaruh bahasa lain.

(b) Kebanggaan Bahasa (Language Pride) yang mendorong orang

mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang

identitas dan kesatuan masyarakat.

(c) Kesadaran adanya norma bahasa (Awareness Of The Norm) yang

mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun

merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan

yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use).

Tiga ciri tersebut tampaknya mulai pudar pada era globalisasi

sekarang ini. Sebagai contoh, dengan mudah dapat dijumpai kalimat-kalimat

berikut dalam percakapan sehari-hari.

(1) Data itu sudah di-download kemarin.

(2) Acara besok kita cancel saja.

(3) Nanti sore kita ada meeting.

Penggunaan BI campuran yang demikian sebaiknya dihindari dengan cara

mencoba mencari padanan kata bahasa asing dalam BI. Setia berbahasa

Page 29: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 13

Indonesia adalah suatu sikap positif berbahasa yang tetap berpegang teguh

untuk memelihara, menjaga, dan menggunakan BI secara baik dan benar

serta berusaha membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dalam

menghadapi berbagai tantangan global dan mencegah pengaruh asing yang

berlebihan. Marilah bersama mencoba setia berbahasa Indonesia dengan

berusaha tidak memasukkan unsur asing dalam penggunaan BI sehari-hari.

Fenomena kebahasaan yang juga menarik untuk diperbincangkan

adalah penggunaan nama-nama asing untuk menyebut nama gedung atau

lembaga usaha, seperti temuan Nugrahani (2013) bahwa masyarakat

multikultural di Solo Raya memiliki sikap negatif terhadap BI dalam

memberikan nama terhadap hotel dan restoran karena bahasa asing

dianggap lebih bergengsi dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini

tentunya bertentangan dengan Pasal 36 UU No. 24 Tahun 2009 yang

berbunyi “Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai nama geografi di

Indonesia, nama bangunan atau gedung, nama jalan, apartemen atau

permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga

usaha, lembaga pendidikan, dan organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh

warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia”.

Bangga berbahasa Indonesia adalah suatu sikap positif berbahasa

yang merasa berbesar hati dan gagah dengan lebih mengutamakan BI

daripada bahasa lainnya, menjunjung bahasa persatuan, dan menggunakan

BI penuh kebanggaan dan kesadaran sebagai jati diri bangsa Indonesia yang

merdeka, bersatu, dan berdaulat. Namun, belakangan ini fenomena yang

menunjukkan sikap tidak bangga terhadap BI dapat kita temui dengan mudah

di tempat-tempat umum, seperti penggunaan kata pada papan penunjuk

misalnya welcome, exit, push, dan sebagainya. Yang menjadi sorotan banyak

pihak adalah pidato elit politik bangsa ini yang sering menyelipkan bahasa

Inggris bahkan ada yang seluruhnya menggunakan bahasa Inggris. Padahal,

hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Pasal 28 UU No. 24 Tahun 2009

yang berbunyi “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi

Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negera yang lain yang disampaikan di

dalam atau di luar negeri”.

Page 30: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 14

Sikap sadar kaidah BI yang baik dan benar, terutama patuh

menggunakan kaidah BI untuk ragam tulis dan baku, tidak sembarangan

menggunakan BI, dan dapat mengangkat harga diri sebagai bangsa yang

beradab dan bermartabat, seperti terukir dalam ungkapan “Bahasa cermin

bangsa”, “Bahasa jati diri bangsa”, “Bahasa menunjukkan bangsa” begitu

diperlukan. Masih sering kita jumpai pengguna BI yang tidak sadar kaidah

walaupun hal tersebut sudah pernah ditekankan, pengguna bahasa seakan

‘ogah’ menggunakan BI yang baik dan benar. Berikut adalah contoh

penggunaan BI yang tidak tepat yang sering dilakukan.

(4) Untuk menyingkat waktu, acara kita mulai.

(5) Kepada Bapak pemakalah, waktu dan tempat dipersilahkan.

Perbaikan kalimat-kalimat tersebut sulit dilakukan karena pengguna

bahasa sendiri yang tidak mau memperbaiki bahasanya walaupun sudah

mengetahui bahwa kalimat-kalimat tersebut salah. Kebiasaan dijadikan

alasan pembenaran dari perilaku abai kaidah tersebut. Alasan itu juga

digunakan ketika menggunakan bentukan-bentukan berikut.

Salah Seharusnya

mempesona memesona

mempengaruhi memengaruhi

mempercayai memercayai

mempedulikan memedulikan

memperkosa memerkosa

Bank BCA [ be.se.a] BCA [be.ce.a]

kepala sekolah SD kepala SD

Perilaku abai kaidah ini tentunya membutuhkan penanganan serius karena

sebaik apapun kaidah disusun namun apabila pengguna bahasa tidak mau

menaatinya, kaidah itu hanya akan menjadi pajangan.

Page 31: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 15

Realita Penggunaan Bahasa di Lingkungan Keluarga

Di era globalisasi ini penggunaan BI dalam kedudukan “mengancam

dan terancam”. Dikatakan mengancam karena BI di lingkungan keluarga

mengancam penggunaan bahasa daerah. Sebagai contoh, banyak keluarga

yang memilih BI sebagai bahasa ibu untuk anaknya. Keadaan ini tidak hanya

terjadi di daerah perkotaan, tetapi juga banyak terjadi di daerah pedesaan.

Sebaliknya, BI juga dalam posisi terancam oleh penggunaan bahasa asing di

lingkungan keluarga. Belakangan ini banyak orang tua (umumnya yang

memiliki pendidikan tinggi) mengajarkan bahasa Inggris ke anaknya sebagai

bahasa ibu. Akibatnya, mereka tidak bisa bekomunikasi dengan BI. Dari hasil

wawancara yang telah dilakukan, alasan pemilihan bahasa Inggris sebagai

bahasa ibu tampaknya lebih kepada alasan gengsi (memandang bahasa

Inggris jauh lebih baik, lebih memartabatkan anak). Tidak ada kekhawatiran

orang tua akan hal-hal yang menyangkut pendidikan dan komunikasi si anak

karena dirasa banyak sekolah internasional yang tersedia dan anak nantinya

diyakini pasti bisa berbahasa Indonesia.

Alwasilah (2012:84) menyebutkan bahwa secara sosial dan kultural

bahasa ibu adalah bahasa yang padat budaya. Ketika anak belajar bahasa

dari ibunya untuk pertama kali, ia tidak hanya belajar satuan-satuan lingual

yang bisa digunakan untuk berkomunikasi, tetapi juga belajar kearifan yang

terkandung dalam budayanya. Melalui bahasa ibu identitas kulturnya

terbentuk, termasuk pandangan hidup dan cara berpikirnya. Jika demikian,

dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu

selain mengancam kedudukan BI juga mengancam masalah budaya dan

karakter bangsa. Dengan kata lain, dominasi bahasa Inggris tidak hanya

berdampak pada bahasa yang kemudian menjadi subordinat atau bahkan

termaginalkan, melainkan juga berdampak pada aspek kebudayaan, seperti

berkurangnya pemahaman dan penghargaan terhadap budaya sendiri.

Page 32: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 16

Realita Penggunaan Bahasa di Lingkungan Pendidikan

Dahulu sebelum Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

memutuskan untuk menghentikan penyelenggaraan pendidikan rintisan

sekolah berstandar internasional (RSBI), BI mendapat tekanan yang demikian

kuat dalam penggunaannya sebagai bahasa pengantar dalam dunia

pendidikan. Keputusan MK tersebut patutlah diapresiasi sebagai upaya

mendudukkan kembali BI sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.

Walaupun, tekanan terhadap BI belum berhenti sampai di sana. Sebagai

contoh, banyak sekolah yang akhirnya mengajarkan bahasa asing (bahasa

Inggris) sebagai muatan lokal. Bahkan, pemilihan bahasa Inggris sebagai

muatan lokal (yang ditonjolkan) tidak hanya terjadi di sekola-sekolah tingkat

menengah dan atas, tetapi juga terjadi pada sekolah dasar dan prasekolah.

Sekolah-sekolah ini berani mengklaim diri sebagai sekolah unggul dan

memungut biaya yang lebih tinggi.

Pembelajaran bahasa asing pada usia dini sementara penguasaan

bahasa ibu atau bahasa nasional belum kokoh akan lebih banyak menjadi

gangguan atau merusak perkembangan bahasa ibu atau bahasa nasional

siswa (Bialystok & Hakuta dalam Aminudin Aziz, tt). Ada memang hasil studi

yang menunjukkan bahwa pembelajar yang dipajankan kepada beberapa

bahasa secara bersamaan dapat berhasil menguasai bahasa-bahasa itu.

Namun studi tersebut tidak secara jelas menyatakan bahwa keterampilan

berbahasa para pembelajar dalam bahasa-bahasa itu sama kuatnya,

sehingga mereka fasih dalam semua bahasa yang dipelajarinya secara

bersamaan itu. Yang justru mengkhawatirkan adalah adanya bukti-bukti dari

studi lain yang menunjukkan bahwa pemajanan sekaligus beberapa bahasa

akan lebih banyak menjadi pemicu tidak tercapainya kompetensi berbahasa

secara optimal, bukan hanya dalam satu bahasa, tetapi justru dalam semua

bahasa yang dipelajari secara bersamaan itu (Aminudin Aziz, tt).

Di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, seperti di perguruan tinggi,

fenomena penggunaan BI oleh mahasiswa dan dosen juga tampaknya mulai

terdesak oleh bahasa Inggris dalam tataran leksikal. Jamak ditemui tuturan

mahasiswa maupun dosen yang mengandung kosakata bahasa Inggris.

Page 33: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 17

Berikut adalah beberapa kata yang sering digunakan oleh mahasiswa dan

dosen dalam tuturannya.

Biasanya Seharusnya Biasanya Seharusnya

subject subjek research penelitian

next lanjut job pekerjaan

skip lewati schedule jadwal

pending tunda sample sampel

at list pada kenyataannya

you kamu

Realita Penggunaan Bahasa di Media Massa

Dari hasil wawancara penulis terhadap beberapa orang mengenai di

mana biasanya mereka menemukan kosakata baru yang digunakan dalam

komunikasi sehari-hari. Jawabannya ternyata adalah melalui media

massa/sosial. Saat ini, keterbukaan akses internet yang merambah hingga ke

pelosok desa membuat media massa/sosial betul-betul menjamur. Siapapun

bisa mengaksesnya, selama terkoneksi oleh jaringan internet.

Media massa, baik cetak maupun elektronik, memiliki posisi vital

dalam upaya pembinaan penggunaan bahasa di masyarakat. Bahasa yang

digunakan dalam media massa dengan cepat dapat dicontoh oleh masyarakat

dan sangat berpengaruh dalam kehidupan berbahasanya. Kata-kata yang

digunakan dalam media massa sering dianggap memiliki keberterimaan dan

keterfahaman yang lebih tinggi di masyarakat. Di satu sisi anggapan ini

mungkin benar adanya, tetapi di sisi lain, sering juga digunakan istilah dari

bahasa asing baik karena keterbatasan pemahaman tentang kosakata yang

dimiliki oleh pewarta ataupun karena ingin mencari sensasi terhadap berita

atau acara yang ada.

Dari hasil penelusuran terhadap judul acara televisi yang tanyang pada

12 Mei 2015 (www.jadwaltelevisi.com) diketahui bahwa bahasa yang

digunakan dalam judul acara televisi dapat dikelompokkan ke dalam 4

kategori, yaitu (1) judul acara yang menggunakan BI, (2) judul acara yang

menggunakan bahasa asing dengan konten BI, (3) judul acara berbahasa

Page 34: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 18

asing dengan konten bahasa asing, dan (4) judul acara bercampur kode

antara BI dan bahasa asing. Agar lebih jelas, empat kategori tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Judul Acara Televisi pada Selasa, 12 Mei 2015

No. Stasiun

TV

Judul Acara

Jumlah Berbahasa Indonesia

Berbahasa Asing dengan Konten

Berbahasa Indonesia

Berbahasa Asing dengan

Konten Berbahasa

Asing

Bercampur Kode antara BI

dan Bahasa Asing

1. ANTV 18 66,67% 8 29,63% - - 1 3,70% 27 100%

2. Global TV

9 39,13% 7 30,43% 6 26,09% 1 4,35% 23 100%

3. Indosiar 12 63,16% 3 15,79% 3 15,79% 1 5,26% 19 100%

4. Kompas TV

14 66,67% 3 14,29% 2 9,52% 2 9,52% 21 100%

5. Metro TV

12 52,17% 10 43,48% 1 4,35% - - 23 100%

6. MNCTV 19 61,29% 6 19,35% - - 6 19,35% 31 100%

7. NET TV 10 38,46% 14 53,85% - - 2 7,69% 26 100%

8. RCTI 14 58,33% 8 33,33% - - 2 8,33% 24 100%

9. SCTV 17 89,47% 2 10,53% - - - - 19 100%

10. TRANS TV

18 81,82% 1 4,55% - - 3 13,64% 22 100%

11. TRANS7 23 76,67% 2 6,67% 2 6,67% 3 10,00% 30 100%

12. TV One 8 40,00% 2 10,00% - 10 50,00% 20 100%

JUMLAH 174 61,05% 66 23,16% 14 4,91% 31 10,88% 285 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 12 stasiun televisi pada Selasa,

12 Mei 2015 menanyangkan 285 mata acara. Dari 285 tersebut, 174 (61,05%)

menggunakan BI sebagai judul mata acaranya, 66 (23,16%) mata acara

menggunakan judul berbahasa asing dengan konten BI, 14 (4,91) mata acara

menggunakan BI namun dengan konten bahasa asing, dan 31 (10,88%)

menggunakan campuran kode BI dan bahasa asing. Judul acara televisi yang

berbahasa Indonesia merupakan hal yang wajar mengingat sasaran

Page 35: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 19

pemirsanya adalah penduduk Indonesia. Namun, situasi berbeda terasa

ketika mata acara di televisi dinamai dengan bahasa asing yang memuat

konten berbahasa Indonesia, misalnya, Eleven Show, Wideshot, Trending

Topic, Indonesia Morning Show, Intertainment News, The Coments, Celebrity

Lypsinc Combat, Tonight Show, Go Spot, Late Night Show, On The Spot,

Coffe Break, New Family 100 Kids, dan sebagainya. Pemilihan judul mata

acara tampaknya dianggap lebih menarik (mungkin juga lebih bagus atau

lebih bergengsi) dibandingkan dengan menggunakan judul berbahasa

Indonesia.

Judul mata acara juga ada yang dibuat dengan cara menggabungkan

kode BI dan bahasa asing, misalnya, Insert (Informasi Seputas Selebritis)

Update, Tukang Bubur Naik Haji The Series, Rumpi (No Secret), Hot Kiss

(Kisah Seputas Selebritis), Pesbuker, D’T3rong Show Season 2, dan

sebagainya. Mencampuradukkan BI dengan bahasa asing atau bahkan

menggunakan bahasa asing secara sengaja untuk judul mata acara televisi,

bagaimanapun menunjukkan sikap penutur bahasa yang kurang positif

terhadap bahasanya. Sulit bagi kita untuk mencari pembenaran akan

pemilihan judul-judul mata acara televisi yang seperti ini. Tidak bijak rasanya

menyisihkan bahasa nasional kita hanya untuk tujuan mengejar sensasi

melalui judul-judul tersebut. Bahkan, semakin sulit dipahami alasan yang

melandasi penggantian huruf dengan angka dalam judul yang bercampur

antara BI dan bahasa asing, seperti kata terong yang diubah menjadi t3rong

pada judul mata acara D’T3rong Show Season 2.

Realita Penggunaan Bahasa di Masyarakat

Masyarakat biasanya menggunakan bahasa atas dasar

keterpahaman. Karena itu, masalah kaidah atau struktur tidak terlalu

dipersoalkan. Sikap abai struktur inilah yang menjadi cikal bakal melemahnya

martabat BI yang baik dan benar. Himbauan untuk menggunakan BI yang

baik dan benar hanya dianggap angin lalu karena rasa memiliki dan

kebanggaan akan bahasa sendiri yang begitu kurang. Jika kita mau jujur,

Page 36: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 20

banyak di antara masyarakat kita yang merasa lebih maju, modern, dan

terhormat jika menyisipkan setumpuk istilah bahasa asing dalam percakapan

sehari-hari dan tulisan-tulisan, walaupun sudah ada padanannya dalam

bahasa Indonesia. Kaidah-kaidah yang telah disusun dengan sistematis

seringkali tidak dihiraukan, atau mungkinkah mereka tidak mengetahuinya?

Sebagai bukti rendahnya sikap bahasa masyarakat terhadap BI dapat

penulis berikan contoh di tempat-tempat umum misalnya kita lebih sering

melihat tulisan berbahasa asing yang tidak disertai terjemahannya dalam

bahasa Indonesia. Tulisan “NO SMOKING” lebih sering ditemukan dari pada

“DILARANG MEROKOK”. Kita lebih sering menggunakan tanda “EXIT” pada

pintu keluar dan tanda “OPEN/CLOSE” pada pintu-pintu toko. Bahasa asing

memang lebih sering digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Ini menjadi

tanda bahwa masyarakat merasa bahasa asing lebih baik dari pada bahasa

Indonesia. Jikapun BI dan bahasa asing digunakan sebagai petunjuk, bahasa

asing cenderung di tempatkan lebih dahulu. Berikut adalah beberapa contoh

lain penggunaan bahasa asing di masyarakat.

Gambar 1.1 Penggunaan Bahasa Asing pada Papan Penunjuk, Nama Acara, Slogan di Masyarakat

Jika dicermati, tampaknya alasan utama digunakannya bahasa asing

dalam contoh-contoh di atas agar lebih mudah dipahami (untuk papan

Page 37: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 21

penunjuk objek wisata) dan lebih bergengsi (untuk nama acara dan slogan).

Namun, marilah kita renungkan kembali, benarkah hal ini harus dilakukan?

Haruskan memakai bahasa asing karena alasan kemudahan pemahaman

dan atau gengsi?

Upaya Pemartabatan BI di Era Globalisasi

Harus diakui bahwa upaya pemartabatan BI di era globalisasi

bukanlah persoalan mudah. Namun, tidak berarti kita hanya bisa berpasrah

diri. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjadikan BI bermartabat di

negeri sendiri dan di dunia. Sudah terbukti bahwa politik bahasa yang sifatnya

hanya perintah dari atas ke bawah belum berhasil menjamin tumbuhnya

kebanggaan memiliki dan menggunakan BI di kalangan para penuturnya.

Perencanaan bahasa melalui jalur pemerolehan lewat lembaga-lembaga

pendidikan juga tidak bisa berjalan mulus. Telah disebutkan di atas bahwa

RSBI telah mendudukkan BI sebagai anak tiri dan memosikannya di bawah

bahasa asing. Padahal, pendidikan merupakan variabel yang penting dalam

mempengaruhi penggunaan bahasa sehari-hari. Di sekolahlah anak-anak

yang biasanya menggunakan bahasa daerah belajar BI.

Sesuai dengan problematika yang sedang dihadapi bangsa ini, yakni

problematika bahasa dalam hubungannya dengan masalah budaya dan

karakter bangsa, realita penggunaan bahasa di lingkungan keluarga,

pendidikan, media massa, dan masyarakat yang memberikan sinyal

rendahnya sikap bahasa kita terhadap BI maka upaya pemartabatan BI begitu

mendesak dilakukan. Perubahan/pergantian kurikulum menjadi Kurikulum

2013 yang menempatkan BI sebagai bahasa literasi hendaknya dapat

terlaksana dengan baik, salah satunya melalui penerjemahan literatur-literatur

asing sehinga di samping IPTEKS dapat diserap dengan cepat, BI pun akan

berkembang dengan pesat, misalnya dengan bertambahnya kosakata yang

dimiliki. Hal ini akan benar-benar mendudukkan BI sebagai bahasa ilmu

pengetahuan. Tidak akan ada alasan lagi bahwa kosakata BI kurang dapat

digunakan sebagai media pengungkapan ilmu pengetahuan. BI pun tidak

akan hanya berfungsi sebagai lingua franca seperti di awal pertumbuhannya,

Page 38: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 22

tetapi bisa juga berfungsi dan berperan sebagai bahasa ilmu, bahasa bisnis,

bahasa sastra, dan cerminan harga diri penutur dan bangsanya. BI bukan

hanya menjadi tali pengikat antarsuku bangsa untuk bisa saling memahami isi

komunikasi di antara mereka. Lebih jauh daripada itu, BI naik perannya

menjadi instrumen yang akan digunakan penuturnya dalam setiap

komunikasinya.

Upaya lain yang bisa dilakukan untuk pemartabatan BI adalah dengan

meningkatkan nilai ekonomis BI. Indonesia adalah negara yang memiliki

potensi ekonomi tinggi karena didukung oleh sumber daya alam yang

melimpah. Tidak heran belakangan banyak negara yang memasukkan BI

pada kurikulum pendidikan mereka karena dianggap memiliki peran strategis

bagi kepentingan ekonomi. Saat ini terdapat sekitar 219 lembaga yang

mengajarkan BI untuk penutur asing di 73 negara (KOMPAS, 24/1/2008).

Pasar Indonesia yang memiliki potensi besar belum bisa menciptakan

peningkatan mobilitas ekonomi yang berarti. Pasar ini masih hanya menjadi

objek bagi pihak luar ketimbang menjadi subjek dengan mengedepankan

produk barang dan jasa dari dalam negeri sendiri. Kondisi seperti ini akan

menjadi hambatan dalam meningkatkan daya saing dan daya pakai BI pada

transaksi ekonomi. Kemajuan ekonomi pada beberapa negara berkembang

seperti China, Thailand, dan Vietnam, misalnya, telah ikut mendorong

perkembangan dan daya saing masing-masing bahasa di tengah derasnya

gelombang pengaruh penggunaan bahasa Inggris dalam produk barang dan

jasa yang mereka hasilkan. BI pun bisa berperan seperti itu apabila dukungan

politik dan sosial benar-benar berpihak kepada keinginan untuk

menumbuhkembangkan BI.

Mengingat peran media massa dan tokoh elit yang demikian besar

terhadap upaya pembinaan bahasa, maka sudah semestinya media dan

tokoh elit memungsikan dirinya sebagai pencerah bukan perusak BI. Mereka

haruslah menyadari bahwa bahasa yang mereka gunakan memiliki

kecenderungan yang besar untuk ditiru oleh pengguna bahasa lain. Tidak

hanya sampai di sana, harus pula disadari bahwa keberhasilan pembinaan

karakter melalui bahasa akan sangat bergantung kepada adanya contoh yang

Page 39: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 23

diberikan oleh lingkungan pengguna dan penggunaan bahasa itu sendiri.

Peran tokoh, baik itu pemimpin formal maupun informal, mulai lingkungan

keluarga, masyarakat, tempat bekerja, menjadi sangat sentral dan

instrumental. Dengan demikian, sinergi antarunsur masyarakat sangat

diperlukan.

Pemartabatan BI juga dapat dilakukan dengan pembinaan BI melalui

media sosial. Jejaring media sosial dapat menjadi saluran yang efektif bahkan

mungkin satu-satunya cara untuk menandingi berkembangnya keragaman BI

yang tidak sesuai dengan kaidah sekaligus sarana mendidik generasi muda

agar memiliki sikap yang positif terhadap BI. Wieke Gur (2013) mengatakan

bahwa 97% dari 240 juta orang Indonesia menggunakan media sosial.

Mereka tidak lagi membaca koran atau mendengarkan radio. Menjelajah situs

pun kurang digemari. Media sosial sudah menjadi sarana komunikasi utama

tempat mereka mendulang dan berbagi berbagai informasi terkini. Orang

Indonesia lebih suka berkomunikasi di Facebook dan berkicau di Twitter.

Dengan jumlah pengguna Twitter di Indonesia sebanyak 29 Juta orang,

Indonesia menduduki peringkat kelima pengguna terbanyak setelah Amerika,

Brazil, Jepang, dan Inggris.

Media sosial sudah menjadi perangkat komunikasi yang ampuh dan

jitu untuk memasyarakatkan suatu informasi, membentuk hubungan sosial

dan berkomunikasi dengn publik secara sekaligus. Banyaknya penduduk

Indonesia yang menggunakan media sosial merupakan sebuah peluang bagi

pembinaan bahasa melalui media sosial. Model penyuluhan seperti ini

tentunya akan semakin efektif jika ditunjang tampilan penyuluhan yang

menarik selain membahas masalah-masalah yang menarik pula.

Ringkasan

Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Pemilihan bahasa

Indonesia sebagai bahasa persatuan telah melalui proses yang panjang.

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedudukan bahasa Indonesia

Page 40: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 24

tercantum di dalam Sumpah Pemuda 1928 dan UUD 1945. Kedudukan

bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa

negara. Sementara itu, fungsi bahasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

fungsi bahasa secara umum dan secara khusus. Fungsi bahasa secara

umum seperti (a) sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau

mengekspresikan diri, (b) sebagai alat komunikasi, (c) sebagai alat integrasi

dan adaptasi, dan (d) sebagai alat kontrol sosial. Fungsi bahasa secara

khusus meliputi (a) mengadakan hubungan, (b) mewujudkan seni/sastra, (c)

mempelajari bahasa-bahasa kuno, dan (d) mengeksplorasi IPTEK.

Kedudukan bahasa Indonesia di era globalisasi menunjukkan adanya

pergerusan di berbagai lini kehidupan. Upaya pemartabatan bahasa

Indonesia di era global merupakan sesuatu yang urgen. Pemahaman tentang

sejarah dan kedudukan bahasa Indonesia merupakan jalan menumbuhkan

sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

Latihan

1. Mengapa bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa persatuan?

2. Berdasarkan Sumpah Pemuda 1928 dan UUD 1945, bahasa Indonesia

berkedudukan penting, yakni sebagai bahasa nasional dan bahasa

negara. Sebutkan dan jelaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai

bahasa negara!

3. Selain fungsi bahasa Indonesia sebagaimana kedudukan bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, ada juga

pemilahan fungsi bahasa Indonesia secara umu dan khusus. Jelaskan

fungsi bahasa Indonesia secara umum dan khusus tersebut!

4. Buatlah sebuah observasi singkat terkait penggunaan bahasa

Indonesia di ruang publik di era globalisasi seperti sekarang ini!

Page 41: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 25

BAB 2

Mengenal Ragam Bahasa sebagai Jalan Realisasi

Sikap Positif Berbahasa Indonesia

Pengantar Bahasa mengalami perubahan seiring dengan perubahan masyarakat.

Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai

keperluannya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa

sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk

memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut

ragam standar. Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Hal Ini karena

bahasa Indonesia sangat luas pemakaiannya dan bermacam-macam ragam

penuturnya. Oleh karena itu, penutur harus mampu memilih ragam bahasa

yang sesuai dengan keperluannya, apapun latar belakangnya. Mengenal

ragam bahasa diharapkan akan mampu meningkatkan kesadaran akan

norma bahasa dan realisasinya secara tepat dalam komunikasi sehari-hari.

Tindak komunikasi dengan menggunakan ragam yang tepat merupakan

realisasi dari sikap positif berbahasa Indonesia.

2.1 Hakikat Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah variasi pemakaian bahasa yang timbul sebagai

akibat adanya sarana (cara), situasi, bidang pemakaian, dan daerah asal

penutur yang berbeda-beda. Chaer & Agustina (2004) mengatakan bahwa

variasi atau ragam bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial

penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa. Ragam bahasa yang oleh

penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi),

Page 42: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 26

yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan

teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat

menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam

bahasa resmi. Sehubungan dengan penggunaan ragam bahasa resmi atau

tidak resmi, hendaknya disesuaikan dengan lawan bicara, situasi, tempat, dan

sebagainya. Sebagai contoh dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor,

atau di dalam pertemuan resmi digunakan ragam bahasa baku. Sebaliknya

dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut

menggunakan bahasa baku.

2.2 Ragam Bahasa Indonesia

Berikut ini adalah beberapa di antara sekian banyak ragam bahasa dalam

bahasa Indonesia.

Gambar 2.1 Beberapa Ragam Bahasa

•Ekonomi

•Hukum

•Akademik

•dll

•Lisan

•Tulis

•Resmi

•Tak Resmi

•Dialek Jawa

•Dialek Bali

•Dialek Papua

•dll

Daerah Penutur

Situasi

Bidang Pemakaian

Media

Ragam

Page 43: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 27

Ragam Bahasa berdasarkan Daerah Penutur

Ragam bahasa berdasarkan daerah penutur disebut dialek. Dengan

kata lain, dialek adalah bahasa sekolompok masyarakat yang tinggal di suatu

daerah tertentu (Sumarsono, 2008:21). Batas-batas alam seperti sungai,

gunung, laut, hutan, dan semacamnya membatasi dialek yang satu dengan

dialek yang lain.

Karena pengertian dialek mengacu kepada bagian dari suatu bahasa,

maka pemakai suatu dialek bisa mengerti dialek yang lain. Dengan kata lain,

ciri penting suatu dialek adalah adanya kesalingmengertian (Sumarsono,

2008:22). Lebih lanjut mengenai dialek, Sumarsono memberi ilustrasi bahwa

sebuah bahasa A jika memiliki dialek A1 dan A2 maka dialek A1 tersebut

haruslah bisa dimengerti oleh penutur dialek A2, begitu juga sebaliknya,

dialek A2 haruslah dapat dimengerti oleh penutur A1. Jika ada orang

Jembrana (Bali) berbicara dengan bahasa Bali dialek Jembrana dengan

teman yang berasal dari Singaraja, maka teman yang dari Singaraja ini akan

dapat mengerti perkataan teman yang dari Jembrana, begitu pula sebaliknya.

Dalam lingkup yang lebih besar, contohnya saja ketika orang Jawa berbicara

dengan orang Bali dengan menggunakan bahasa Indonesia, walaupun

terdapat perbedaan (dialek), maka baik orang Jawa maupun orang Bali akan

dapat memahami ujaran masing-masing.

Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi

(a) Ragam Bahasa Resmi

Ragam resmi adalah ragam bahasa yang dipakai dalam suasana

resmi (misal dalam surat dinas, dalam sidang pengadilan, dan

sebagainya). Ciri-ciri ragam bahasa resmi di antaranya, yaitu:

(1) digunakan dalam situasi resmi;

(2) nada bicara yang cenderung datar;

(3) kalimat yang digunakan adalah kalimat lengkap.

Page 44: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 28

(b) Ragam Bahasa Tidak Resmi

Ragam bahasa tidak resmi adalah ragam bahasa yang biasa

digunakan dalam suasana tidak resmi, misalnya surat pribadi dan

surat untuk keluarga atau yang berbentuk lisan, contohnya dalam

percakapan sehari-hari. Ciri-ciri ragam bahasa tidak resmi di

antaranya, yaitu:

(1) digunakan dalam situasi tidak resmi;

(2) Sering menggunakan kalimat-kalimat yang tidak lengkap

(Otansa, 2010).

Ragam Berdasarkan Media/Cara Berkomunikasi

Berdasarkan cara berkomunikasi atau berdasarkan medianya, ragam

bahasa dapat dibedakan menjadi ragam bahasa lisan dan ragam bahasa

tulis. Ragam bahasa lisan dan tulis memang sangat berperan dalam semua

kegiatan berbahasa atau berkomunikasi. Kedua jenis ragam ini sebenarnya

memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf,

melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan

bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam

bahasa itu berkembang menjadi sistem bahasa yang memiliki seperangkat

kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun

ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki

seperangkat kaidah yang berbeda satu dengan yang lain.

a) Ragam Lisan

Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan oleh alat

ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dan

komunikasi terjadi secara langsung atau bertatap muka, sehingga terikat

oleh kondisi, situasi, dan waktu. Dalam ragam lisan, kita juga akan

berurusan dengan tata bahasa, kosa kata, dan lafal. Kita dapat

menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang

berpidato atau memberi sambutan dalam situasi perkuliahan, ceramah,

dan lain-lain. Sementara itu, ragam lisan yang nonstandar, misalnya

Page 45: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 29

dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan

nonformal lainnya.

Seorang pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara

atau tekanan, air muka, gerakan tangan atau isyarat untuk

mengungkapkan ide, sehingga si penerima ragam bahasa lisan lebih

mudah mengerti dan lebih memahami apa yang ingin disampaikan oleh

si pembicara. Jika terjadi kesalahan atau pemakaian struktur kalimat

yang kurang baik, maka si pembicara dapat langsung menjelaskannya

pada saat itu juga. Walaupun demikian, ketepatan dalam pemilihan kata,

bentuk kata, dan kelengkapan unsur-unsur dalam struktur kalimat

tidaklah menjadi ciri kebakuan dalam ragam lisan. Hal ini disebabkan

oleh adanya pengaruh dari situasi dan kondisi pembicaraan dalam

menyampaikan pemahaman makna gagasan yang ingin disampaikan

secara lisan.

Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat

disebut sebagai ragam tulis, ragam bahasa ini tetap disebut sebagai

ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu,

bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam

tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis karena kedua ragam itu

masing-masing (ragam tulis dan ragam lisan) memiliki ciri kebakuan

yang berbeda. Jadi, ciri-ciri ragam bahasa lisan adalah sebagai berikut.

(1) Langsung

Pembicara dan pendengar dalam komunikasi lisan bertemu secara

langsung, baik tanpa media elektronik maupun melalui media

elektronik.

(2) Tidak terikat ejaan bahasa Indonesia

Penyampaian maksud atau tujuan pembicaraan dilakukan melaui

bahasa oral dengan memerhatikan situasi pembicaraan.

(3) Terkadang tidak efektif

Page 46: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 30

Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa

sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat

basa-basi dengan orang yang diajak bicara.

(4) Kalimatnya pendek-pendek

Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa

yang pendek-pendek dengan anggapan bahwa lawan bicara telah

memahami maksud yang ingin disampaikan.

(5) Lagu kalimat situasional

Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi

yang ada pada orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya.

b) Ragam Tulis

Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang dihasilkan

dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya,

jadi komunikasi yang terjadi tidak secara langsung. Penulis

menyampaikan gagasan atau idenya tidak pada saat ide itu dibuat atau

dituangkan ke dalam tulisan, sehingga jika terdapat struktur kalimat yang

kurang baik akan dapat mengganggu pembaca.

Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan

(ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain,

dalam ragam bahasa tulis, dituntut adanya kelengkapan unsur tata

bahasa dan struktur kalimat seperti bentuk kata ataupun susunan

kalimat, ketepatan dan kecermatan dalam pemilihan kosa kata,

kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam

mengungkapkan ide.

Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak,

sehingga penggunaanya tidak dipengaruhi atau tidak ditunjang oleh

situasi pemakaiannya. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang

standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar dapat ditemukan

dalam buku-buku pelajaran, teks resmi, dan sebagainya, sedangkan

ragam tulis yang nonstandar dapat ditemukan dalam iklan, poster, dan

sebagainya. Jadi, setidaknya ciri-ciri ragam tulis adalah sebagai berikut.

Page 47: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 31

(1) Santun

Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan menggunakan pilihan kata

atau istilah yang tepat dan cermat.

(2) Efektif

Hemat dan singkat, tetapi mengena dalam hal maksud yang

diungkapkannya.

(3) Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi satu pihak.

Karena tidak dapat bertemu langsung, maka kita diharapkan dapat

mengomunikasikan segala apa yang ada dengan harapan orang

yang menerima tulisan tidak salah persepsi atau salah paham.

(4) Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman

Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang

harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan

dalam pemakaian atau penulisan kata.

(5) Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan.

Dalam hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus tepat.

Walaupun maksud kita sama, namun, apabila kita salah dalam

memilih kata maka dapat menimbulkan makna yang berbeda.

Contoh perbedaan antara ragam bahasa lisan dan tulisan:

Ragam bahasa lisan:

a. Putri bilang kita harus belajar.

b. Ayah lagi baca koran.

c. Kita harus bikin karya tulis.

Ragam bahasa tulis:

a. Putri mengatakan bahwa kita harus belajar.

b. Ayah sedang membaca Koran.

c. Kita harus membuat karya tulis.

Page 48: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 32

Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang Pemakaian

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang

dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini

kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang

digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan

dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan

dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam

lingkungan ekonomi atau perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi.

Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang

pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.

Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata,

peristilahan, ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut,

misalnya masjid, gereja, vihara, adalah kata-kata yang digunakan dalam

bidang agama; koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang

kedokteran; improvisasi, maestro, kontemporer, banyak digunakan dalam

lingkungan seni; pengacara, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum;

pemanasan, peregangan, wasit, digunakan dalam lingkungan olah raga.

Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang

dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat

dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam

koran, majalah, dan sebagainya.

Ringkasan Ragam bahasa adalah variasi pemakaian bahasa yang timbul sebagai

akibat adanya daerah asal penutur yang berbeda-beda sarana, situasi,

media/cara, dan bidang pemakaian. Dari segi daerah penutur, ada yang

disebut dialek Jakarta, dialek Jawa, dialek Bali, dan lain-lain. Dilihat dari

situasi, ragam bahasa ada yang dikenal sebagai ragam resmi dan ragam tak

resmi. Berdasarkan sarana atau cara berkomunikasi, ragam bahasa dapat

dipilah menjadi dua, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Berdasarkan bidang

Page 49: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 33

pemakaian, di antaranya ada ragam bahasa kedokteran, bisnis, agama,

hukum, sastra, dan lain-lain.

Latihan 1. Mengapa dalam bahasa Indonesia terdapat variasi bahasa?

2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam variasi bahasa yang Anda

Ketahui!

3. Menurut Anda, apakah keberadaan ragam bahasa akan mengancam

keberadaan bahasa Indonesia baku? Berikan penjelasan dengan

contoh!

Page 50: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 34

Page 51: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 35

BAB 3

Ejaan sebagai Norma Sikap Positif

Berbahasa Indonesia

Pengantar Ejaan merupakan kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi

(kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf serta

penggunaan tanda baca). Tiap negara mempunyai aturan ejaan tersendiri

dalam melambangkan bunyi-bunyi bahasa di negaranya. Ejaan merupakan

norma dalam berbahasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku di suatu

negara. Di Indonesia, ditinjau dari sejarah penyusunannya, sejak peraturan

ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901

berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuijsen dengan bantuan Engku

Nawawi gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, telah

dilakukan penyempurnaan ejaan dalam berbagai nama dan bentuk.

Pada 1947, bahasa Indonesia menggunakan sistem Ejaan Soewandi,

kemudian sistem Ejaan Melindo pada 1959, dan Ejaan yang Disempurnakan

(EYD) pada 1972 hingga Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PU EBI)

tahun 2015. Perkembangan ini adalah bentuk perhatian pemerintah terhadap

bahasa Negara agar bahasa Indonesia dapat mengikuti kemajuan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni. Selain itu, pemerintah menginginkan

bahasa Indonesia dapat digunakan di berbagai ranah secara lisan maupun

tulisan secara lebih luas.

Adapun perbedaan yeng mendasar dari Ejaan yang Disempurnakan

dengan Ejaan Bahasa Indonesia:

• Penambahan huruf vokal diftong ei,di EYD hanya ada tiga yaitu ai, au, dan

ao;

Page 52: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 36

• Penulisan huruf kapital pada EYD digunakan dalam penulisan nama orang

tidak termasuk julukan, sedangkan pada EBI huruf kapital digunakan

sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan.

• Penulisan huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau

mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk

keperluan itu digunakan huruf miring pada EYD, sedangkan pada EBI

Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis

miring.

• Penggunaan partikel pun, pada EYD ditulis terpisah kecuali yang sudah

lazim digunakan, maka penulisannya ditulis serangkai, sedangkan pada

EBI partikel pun tetap ditulis terpisah, kecuali mengikuti unsur kata

penghubung, maka ditulis serangkai.

• Penggunaan bilangan, pada EBI, bilangan yang digunakan sebagai unsur

nama geografi ditulis dengan huruf, sesangkan pada EYD tidak ada hal

yang mengaturnya.

• Penggunaan titik koma (;) pada EYD digunakan dalam perincian tanpa

penggunaan kata dan, sedangkan dalam EBI penggunaan titik koma (;)

tetap menggunakan kata dan.

• Penggunaan tanda titik koma (;) pada EBI dipakai pada akhir perincian

yang berupa klausa, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang

mengaturnya.

• Penggunaan tanda hubung (-) pada EBI tidak dipakai di antara huruf dan

angka, jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf, sedangkan pada

EYD tidak ada hal yang mengaturnya. Misalnya: LP2M, LP3I.

• Tanda hubung (-) pada EBI digunakan untuk menandai bentuk terikat

yang menjadi objek bahasan, sedangkan pada EYD tidak ada hal yang

mengaturnya.

Misalnya: pasca-, -isasi

• Penggunaan tanda kurung [( )] dalam perincian pada EYD hanya

digunakan pada perincian ke kanan atau dalam paragraf, tidak dalam

Page 53: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 37

perincian ke bawah, sedangkan pada EBI tidak ada hal yang

mengaturnya.

Berikut ini dipaparkan hal-hal yang berhubungan dengan ejaan bahasa

Indonesia yang meliputi (1) pemakaian huruf, (2) penulisan kata, (3) penulisan

tanda baca, dan (4) penulisan unsur serapan.

2.1 Pemakaian Huruf

2.1.1 Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf, yaitu

a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v, w, x , y, z

2.1.2 Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang di-lambangkan

dengan gabungan huruf vokalai, au, ei, dan oi.

2.1.3 Gabungan Huruf Konsonan

Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing-masing

melambangkan satu bunyi konsonan.

2.1.4 Huruf Kapital

Kaidah penulisan huruf besar atau huruf kapital adalah sebagai

berikut.

1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata

pada awal kalimat.

Misalnya:

Dia mengantuk.

Apa maksudnya?

2) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama orang

termasuk nama julukan

Misalnya:

Nyoman Marga

Page 54: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 38

Dewa Silat

Catatan:

a) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama

orang yang merukan nama jenis atau satuan ukur.

Misalnya:

mesin disel

7 volt

b) Huruf kapital tidak digunakan untuk menulis huruf pertama

kata yang bermakna ‘anak dari’, seperti bin, binti, boru, dan

van atau huruf pertama kata tugas.

Misalnya:

Ahman bin Salim

Mutiara dari Timur

3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya:

Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”

“Kemarin engkau terlambat,” katanya.

4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang

berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata

ganti untuk Tuhan.

Misalnya:

Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran,

Weda, Islam, Kristen.

Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya

5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,

keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya:

Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Imam

Syafii, Nabi Ibrahim.

Page 55: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 39

6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan

pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai

pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

Misalnya:

Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru, Profesor

Supomo, Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara,

Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian, Gubernur Bali.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan

pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama

tempat.

Misalnya:

Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?

Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor

jenderal.

7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku

bangsa, dan bahasa.

Misalnya:

bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,

suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.

Misalnya:

Mengindonesiakan kata asing

Keinggris-inggrisan

8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari,

hari raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya:

tahun Hijriah, tarikh Masehi, Agustus, bulan Maulid, Jumat, hari

Galungan, hari Lebaran, hari Natal, Perang Candu, Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia.

Page 56: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 40

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah

yang tidak dipakai sebagai nama.

Misalnya:

Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan

bangsanya.

Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.

9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

Misalnya:

Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cirebon, Danau

Toba, Dataran Tinggi Dieng, Gunung Semeru, Jalan

Diponegoro, Jazirah Arab, Kali Brantas, Lembah Baliem, Ngarai

Sianok, Pegunungan Jayawijaya, Selat Lombok, Tanjung

Harapan, Teluk Benggala, Terusan Suez.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi

yang tidak menjadi unsur nama diri.

Misalnya:

berlayar ke teluk, mandi di kali, menyeberabangi selat, pergi ke

arah tenggara

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi

yang digunakan sebagai nama jenis.

Misalnya:

garam inggris, gula jawa, kacang bogor, pisang ambon

10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama

negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama

dokumen resmi, kecuali kata seperti dan.

Misalnya:

Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Badan

Kesejahteraan Ibu dan Anak; Keputusan Presiden Republik

Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.

Page 57: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 41

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan

nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan,

serta nama dokumen resmi.

Misalnya:

Menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama

antara pemerintah dan rakyat, menurut undang-undang yang

berlaku.

11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk

ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga

pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya:

Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial,

Undang-Undang Dasar Repulik Indonesia, Rancangan Undang-

Undang Kepegawaian

12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk

semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah,

surat kabar dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan,

yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya:

Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke

Roma.

Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.

Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.

13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama

gelar, pangkat, dan sapaan.

Misalnya:

Dr. Doktor

M.A. Master of Arts

S.E. Sarjana Ekonomi

S.H. Sarjana Hukum

S.S. Sarjana Sastra

Page 58: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 42

Prof. Profesor

Tn. Tuan

Ny. Nyonya

Sdr. Saudara

14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan

kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman

yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya:

“Kapan Bapak Berangkat?” tanya Desi.

Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”

Surat Saudara sudah saya terima.

“Silakan duduk, Dik!” kata Mila.

Besok Paman akan datang.

Mereka pergi ke rumah Pak Camat.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk

hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau

penyapaan.

Misalnya:

Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.

Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Misalnya:

Sudahkah Anda tahu?

Surat Anda telah kami terima.

2.1.5 Penulisan Huruf Miring

1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,

majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya:

majalah Bahasa dan Sastra, buku Negarakertagama karangan

Prapanca, surat kabar Suara Rakyat.

2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau

mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.

Page 59: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 43

Misalnya:

Huruf pertama kata abad adalah a.

Dia buka menipu, melainkan ditipu.

Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.

Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.

3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah

atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

Misalnya:

Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama.

Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.

Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan

dunia’

2.1.6 Huruf Tebal

1) Huruf tebal digunakan untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah

ditulis miring.

Misalnya:

Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan tidak terdapat dalam

ejaan bahasa Indonesia.

2) Huruf tebal digunakan untuk menegaskan bagian-bagian dalam

karangan, seperti judul buku, bab, subbab.

3.2 Penulisan Kata 3.2.1 Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

Misalnya: Ibu percaya bahwa engkau tahu. Kantor pajak penuh sesak. Buku itu sangat tebal.

3.2.2 Kata Turunan

a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata

dasarnya.

Misalnya:

bergetar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.

Page 60: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 44

b. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis

serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau

mendahuluinya.

Misalnya:

bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar

luaskan.

c. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan

dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulus serangkai.

Misalnya:

menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan,

penghancurleburan

d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam

kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya:

adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram,

awahama, bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dasawarsa,

dekameter, demoralisasi, dwiwarna

catatan:

1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah

huruf kapital, di antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda

hubung (-).

Misalnya:

non-Indonesia, pan-Afrikanisme

2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan

kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.

Misalnya:

Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.

Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha

Pengasih.

Page 61: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 45

3.2.3 Kata Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda

hubung.

Misalnya:

anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati,

undang-undang, biri-biri

3.2.4 Gabungan Kata

a. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah

khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.

Misalnya:

duta besar, kambing hitam, mata pelajaran, meja tulis, simpang

empat.

b. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin

menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda

hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.

Misalnya:

Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru,

mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua

muda.

c. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

Misalnya:

Adakalanya, akhirulkalam, astaghfirullah, bagaimana,

barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa,

bumiputra.

3.2.5 Kata Ganti –ku-, -mu, dan –nya

Kata ganti ku ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-,

mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Apa yang kumiliki boleh kamu mabil.

Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

Page 62: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 46

3.2.6 Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang

mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim

dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.

Misalnya:

Kain itu terletak di dalam lemari. Bermalam sajalah di sini. Di mana Violin sekarang? Mereka ada di rumah. Ia ikut terjun di tengah kancah perjuangan. Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar. Saya pergi ke sana-sini mencarinya. Wili datang dari Surabaya kemarin.

Catatan:

Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.

Si Amin lebih tua daripada si Ahmad. Kami percaya sepenuhnya kepadanya. Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi. Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada 11 Maret 1966. Bawa kemari gambar itu. Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka di desa hadir dalam acara itu.

3.2.7 Kata Si dan Sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya:

Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.

Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

3.2.8 Partikel

a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang

mendahuluinya.

Misalnya:

Bacalah buku itu baik-baik.

Page 63: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 47

Apakah yang tersirat dalam surat itu?

Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia.

Siapakah gerangan dia?

Apatah gunanya bersedih hati?

b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.

Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.

Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang

ke rumahku.

Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.

Catatan:

Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung ditulis

serangkai.

Misalnya:

Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.

Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.

Meskipun sibuk, dia mengerjakan tugas itu tepat waktu.

Walaupun miskin, ia selalu gembira.

c. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari

bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

Misalnya:

Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.

Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.

Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.

3.2.9 Singkatan dan Akronim

1) Singkatan adalalah salah satu hasil proses pemendekan yang berupa

huruf atau gabungan huruf yang dieja huruf demi huruf (Kridalaksana,

2008).

a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat

diikuti dengan tanda titik.

Page 64: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 48

Misalnya:

A.S Kramawijaya Muh. Yamin Suman Hs. Sukanto S.A. M.B.A Master of Business Administration M.Sc. Master of Science S.E. Sarjana Ekonomi

b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,

badan atau organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri

atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti

dengan tanda titik.

Misalnya:

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia

c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu

tanda titik.

Misalnya:

dll. dan lain-lain dsb. dan sebagainya dst. dan seterusnya

Tetapi: a.n. atas nama d.a. dengan alamat u.b. untuk beliau u.p. untuk perhatian

d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan

mata uang tidak diikuti tanda titik.

Misalnya:

Cu cuprum TNT trinitrotulen cm sentimeter kVA kilovolt-ampere l liter kg kilogram Rp rupiah

Page 65: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 49

2) Akronim adalah bentuk penyingkatan satu kata atau lebih menjadi

gabungan beberapa suku kata yang diperlakukan sebagai kata.

a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata

ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

Misalnya:

ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

LAN Lembaga Administrasi Negara

b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan

huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf

kaptal.

Misalnya:

Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia

c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku

kata, ataupun gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya

ditulis dengan huruf kecil.

Misalnya:

pemilu pemilihan umum

radar radio detecting and ranging

tilang bukti pelanggaran

Catatan:

Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan

syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi

jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim

dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan

konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

3.2.10 Angka dan Lambang

a. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di

dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Angka Arab: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

Page 66: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 50

Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D

(500), M (1000), V (5.000), M (1.000.000)

Pemakaiannya diatur leih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.

b. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas,

dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.

Misalnya:

0,5 sentimeter 1 jam 20 menit 5 kilogram pukul 15.00 4 meter persegi tahun 1928

c. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah,

apartemen, atau kamar pada alamat.

Misalnya:

Jalan Tanah Abang I No. 15

Hotel Indonesia, Kamar 169

d. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat

kitab suci.

Misalnya:

Bab X, Pasal 5, halaman 252

e. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.

(1) Bilangan utuh

Misalnya:

Dua belas 12

Dua puluh dua 22

(2) Bilangan pecahan

Misalnya:

Setengah ½

Tiga perempat ¾

f. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara

berikut.

Misalnya:

Page 67: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 51

Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad

ke-20 ini; lihan Bab II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di

daerah tingkat II itu; di tingkat kedua gedung itu; di tingkat ke-2

itu; kantor di tingkat II itu.

g. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti

cara yang berikut.

Misalnya:

tahun ’50-an atau tahun lima puluhan

uang 5000-an atau uang lima ribuan

h. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua

kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan

dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.

Misalnya:

Amir menonton drama itu sampai tiga kali.

Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.

Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang

tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko.

Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri

atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.

i. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu,

susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat

dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal

kalimat.

Misalnya:

Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.

Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.

Bukan:

15 orang tews dalam kecelakaan itu.

Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.

j. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja

Misalnya:

Page 68: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 52

Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.

Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 200 juta orang.

k. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam

teks, kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

Misalnya:

Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.

Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.

Bukan:

Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawai.

Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan

majalah.

l. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya

harus tepat.

Misalnya:

Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999,75

(Sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima

perseratus rupiah).

Bukan:

Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan

ratus Sembilan puluh Sembilan dan tujuh puluh lima

perseratus) rupiah.

3.3 Pemakaian Tanda Baca

3.3.1 Tanda Titik (.)

a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau

seruan.

Contoh:

Saya suka makan nasi.

Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus diberi jarak satu

ketukan.

Page 69: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 53

b. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.

Contoh:

▪ Irwan S. Gatot

▪ George W. Bush

Apabila nama itu ditulis lengkap, tanda titik tidak dipergunakan.

Contoh: Anthony Tumiwa

c. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan

sapaan.

Contoh:

▪ Dr. (doktor)

▪ S.E. (sarjana ekonomi)

▪ Kol. (kolonel)

▪ Bpk. (bapak)

d. Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah

sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih

hanya dipakai satu tanda titik.

Contoh:

▪ dll. (dan lain-lain)

▪ dsb. (dan sebagainya)

▪ tgl. (tanggal)

▪ hlm. (halaman)

e. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik

yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.

Contoh:

▪ Pukul 7.10.12 (pukul 7 lewat 10 menit 12 detik)

▪ 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)

f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau

kelipatannya.

Contoh:

Kota kecil itu berpenduduk 51.156 orang.

Page 70: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 54

g. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau

kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.

Contoh:

▪ Nama Ivan terdapat pada halaman 1210 dan dicetak tebal.

▪ Nomor Giro 033983 telah saya berikan kepada Mamat.

h. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan nama resmi lembaga

pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama

dokumen resmi maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh

masyarakat.

Contoh:

▪ DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)

▪ SMA (Sekolah Menengah Atas)

▪ PT (Perseroan Terbatas)

▪ WHO (World Health Organization)

i. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan

ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.

Contoh:

▪ Cu (tembaga)

▪ 52 cm

▪ l (liter)

▪ Rp350,00

j. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala

karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.

Contoh:

▪ Latar Belakang Pembentukan

▪ Sistem Acara

3.3.2 Tanda Koma (,)

a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian

atau pembilangan.

Contoh:

Page 71: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 55

Saya menjual baju, celana, dan topi.

Contoh penggunaan yang salah:

Saya membeli udang, kepiting dan ikan.

b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu

dari kalimat setara yang berikutnya, yang didahului oleh kata seperti

tetapi dan melainkan.

Contoh:

Saya bergabung dengan Wikipedia, tetapi tidak aktif.

c. 1. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk

kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.

Contoh:

▪ Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.

▪ Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

2. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari

induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat.

Contoh:

Saya tidak akan datang kalau hari hujan.

d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung

antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di

dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan

tetapi.

Contoh:

▪ Oleh karena itu, kamu harus datang.

▪ Jadi, saya tidak jadi datang.

e. Tanda koma dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh,

kasihan, yang terdapat pada awal kalimat.

Contoh:

▪ O, begitu.

Page 72: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 56

▪ Wah, bukan main.

f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari

bagian lain dalam kalimat.

Contoh:

Kata adik, "Saya sedih sekali".

g. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian

alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah

atau negeri yang ditulis berurutan.

Contoh:

▪ Bali, 7 Februari 1987

▪ Bali, Indonesia.

h. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik

susunannya dalam daftar pustaka.

Contoh:

Lanin, Ivan. 1999. Cara Penggunaan Wikipedia. Jilid 5 dan 6.

Jakarta: PT Wikipedia Indonesia.

i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.

Contoh:

1. Gatot, Bahasa Indonesia untuk Wikipedia. (Bandung: UP

Indonesia, 1990), hlm. 22.

j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang

mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,

keluarga, atau marga.

Contoh:

Rinto Jiang, S.E.

k. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara

rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

Contoh:

Page 73: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 57

▪ 33,5 m

▪ Rp10,50

l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang

sifatnya tidak membatasi.

Contoh:

Pengelola perpustakaan favorit saya, Lin, pandai sekali.

m. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang

keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

Contoh:

Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita

memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.

Bandingkan dengan:

Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam

pembinaan dan pengembangan bahasa.

n. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari

bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung

itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

Contoh:

"Di mana Vio tinggal?" tanya Wili.

3.3.3 Tanda Titik Koma (;)

a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang

setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata

penghubung.

Contoh:

Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di

dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional;

saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.

b. Tanda titik koma digunakan pada akhir perincian yang berupa

klausa.

Contoh:

Page 74: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 58

Syarat minimal menjadi pegawai di perusahaan ini adalah

1. berkewarganegaraan Indonesia;

2. berijazah sarjana;

3. berbada sehat; dan

4. bersedia ditempatkan di semua cabang.

c. Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian perincian

dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.

Contoh:

Wili membeli jeruk, apel, dan anggur; baju, celana, dan kaus.

3.3.4 Tanda Titik Dua (:)

a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila

diikuti rangkaian atau pemerian.

Contoh:

▪ Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi,

meja, dan lemari.

▪ Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan

Ekonomi Perusahaan.

b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang

memerlukan pemerian.

Contoh:

Ketua : Vica

Wakil Ketua : Vio

c. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang

menunjukkan pelaku dalam percakapan.

Contoh:

Rius : "Jangan lupa perbaiki halaman bantuan situs!"

Lin : "Siap kerjakan!"

d. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii)

di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul

dan anak judul suatu karangan.

Page 75: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 59

Contoh:

(i) Tempo, I (1971), 34:7

(ii) Surah Yasin:9

(iii) Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup:

Sebuah Studi, sudah terbit.

e. Tanda titik dua dipakai untuk menandakan nisbah (angka banding).

Contoh:

Nisbah siswa laki-laki terhadap perempuan ialah 2:1.

f. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu

merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

Contoh:

Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.

3.3.5 Tanda Hubung (-)

a. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.

Contoh:

anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan

Tanda ulang singkatan (seperti pangkat 2) hanya digunakan pada

tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.

b. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu per satu dan

bagian-bagian tanggal.

Contoh:

▪ k-e-t-u-a

▪ 17-2-1988

c. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-

bagian ungkapan.

Bandingkan:

▪ ber-evolusi dengan be-revolusi

▪ dua puluh lima-ribuan (20×5000) dengan dua-puluh-lima-

ribuan (1×25000).

Page 76: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 60

▪ Istri-perwira yang ramah dengan istri perwira-yang ramah

d. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata

berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital; (b) ke- dengan angka,

(c) angka dengan -an, dan (d) singkatan berhuruf kapital dengan

imbuhan atau kata, (e) kata dengan kata ganti Tuhan, (f) huruf dan

angka, dan (g) kata ganti ku, mu, nya dengan singkatan yang berupa

huruf kapital.

Contoh:

▪ se-Indonesia

▪ hadiah ke-2

▪ tahun 50-an

▪ ber-SMA

▪ ciptaan-Nya

▪ D-3, S-1

▪ KTP-mu

Catatan:

Tanda hubung tidak digunakan antara huruf dan angka jika angka

tersebut melambangkan jumlah huruf.

Contoh:

▪ LP2M

▪ LP3M

e. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia

dengan unsur bahasa asing.

Contoh:

▪ di-charter

▪ pen-tackle-an

f. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang

menjadi objek bahasan.

Contoh:

Kata pasca- berasal dari bahasa Sansekerta.

Page 77: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 61

3.3.6 Tanda Pisah (—)

a. Tanda pisah em (—) membatasi penyisipan kata atau kalimat yang

memberikan penjelasan khusus di luar bangun kalimat.

Contoh:

Wikipedia Indonesia —saya harapkan— akan menjadi

Wikipedia terbesar.

Tanda pisah em (—) menegaskan adanya posisi atau keterangan

yang lain sehingga kalimat menjadi lebih tegas.

Contoh:

Rangkaian penemuan ini —evolusi, teori kenisbian, dan kini

juga pembelahan atom— telah mengubah konsepsi kita

tentang alam semesta.

b. Tanda pisah en (–) dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang

berarti sampai dengan atau di antara dua nama kota yang berarti 'ke'

atau 'sampai'.

Contoh:

▪ 1919–1921

▪ Medan–Jakarta

▪ 10–13 Desember 1999

Tanda pisah en (–) tidak dipakai bersama perkataan dari dan antara,

atau bersama tanda kurang (−).

Contoh:

▪ dari halaman 45 sampai 65, bukan dari halaman 45–65

▪ antara tahun 1492 dan 1499, bukan antara tahun 1492–

1499

▪ −4 sampai −6 °C, bukan −4–−6 °C

3.3.7 Tanda Elipsis (...)

a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, misalnya

untuk menuliskan naskah drama.

Contoh:

Page 78: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 62

Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.

b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah

ada bagian yang dihilangkan, misalnya dalam kutipan langsung.

Contoh:

Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu

dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan

teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.

Contoh:

Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-

hati ....

3.3.8 Tanda Tanya (?)

a. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya.

Contoh:

▪ Kapan ia berangkat?

▪ Saudara tahu, bukan?

b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan

bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan

kebenarannya.

Contoh:

▪ Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).

▪ Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

3.3.9 Tanda Seru (!)

a. Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa

seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan,

ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.

Contoh:

Page 79: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 63

▪ Alangkah mengerikannya peristiwa itu!

▪ Bersihkan meja itu sekarang juga!

Oleh karena itu, penggunaan tanda seru umumnya tidak digunakan

di dalam tulisan ilmiah atau ensiklopedia. Hindari penggunaannya

kecuali dalam kutipan atau transkripsi drama.

3.3.10 Tanda Kurung ((...))

a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.

Contoh:

Bagian Keuangan menyusun anggaran tahunan kantor yang

kemudian dibahas dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang

Saham) secara berkala.

b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan

bagian integral pokok pembicaraan.

Contoh:

▪ Satelit Palapa (pernyataan sumpah yang dikemukakan

Gajah Mada) membentuk sistem satelit domestik di

Indonesia.

▪ Pertumbuhan penjualan tahun ini (lihat Tabel 9)

menunjukkan adanya perkembangan baru dalam pasaran

dalam negeri.

c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam

teks dapat dihilangkan.

Contoh:

▪ Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia

menjadi kokain(a).

▪ Pembalap itu berasal dari (kota) Medan.

d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu

urutan keterangan.

Contoh:

Bauran Pemasaran menyangkut masalah (a) produk, (b)

harga, (c) tempat, dan (c) promosi.

Hindari penggunaan dua pasang atau lebih tanda kurung yang

berturut-turut. Ganti tanda kurung dengan koma, atau tulis ulang

kalimatnya.

Page 80: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 64

Contoh:

▪ Tidak tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919) (dikenal juga

sebagai Matviy Hryhoriyiv) merupakan seorang pemimpin

Ukraina.

▪ Tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919), dikenal juga

sebagai Matviy Hryhoriyiv, merupakan seorang pemimpin

Ukraina.

▪ Tepat: Nikifor Grigoriev (c. 1885–1919) merupakan

seorang pemimpin Ukraina. Dia juga dikenal sebagai

Matviy Hryhoriyiv.

3.3.11 Tanda Kurung Siku ([...])

a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai

koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis

orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan

itu memang terdapat di dalam naskah asli.

Contoh:

Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas

yang sudah bertanda kurung.

Contoh:

Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di

dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di

sini.

3.3.12 Tanda Petik ("...")

a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari

pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.

Contoh:

▪ "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"

▪ Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah

Bahasa Indonesia."

Page 81: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 65

b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang

dipakai dalam kalimat.

Contoh:

▪ Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari

Suatu Tempat.

▪ Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor

dan Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.

▪ Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.

c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata

yang mempunyai arti khusus.

Contoh:

▪ Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat"

saja.

▪ Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal

dengan nama "cutbrai".

d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan

langsung.

Contoh:

Kata Tono, "Saya juga minta satu."

e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di

belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang

dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.

Contoh:

▪ Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".

▪ Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak

tahu sebabnya.

3.3.13 Tanda Petik Tunggal ('...')

a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam

petikan lain.

Contoh:

Page 82: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 66

▪ Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"

▪ "Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu,

Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak

Hamdan.

b. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan

kata atau ungkapan asing.

Contoh:

feed-back 'balikan'

3.3.14 Tanda Garis Miring (/)

a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada

alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua

tahun takwim.

Contoh:

▪ No. 7/PK/1973

▪ Jalan A.Yani III/10

b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata tiap, per atau

sebagai tanda bagi dalam pecahan dan rumus matematika.

Contoh:

▪ harganya Rp125,00/lembar (harganya Rp125,00 tiap

lembar)

▪ kecepatannya 20 m/s (kecepatannya 20 meter per detik)

▪ 7/8 atau 7⁄8

▪ xn/n!

Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai untuk menuliskan tanda

aritmetika dasar dalam prosa. Gunakan tanda bagi ÷ .

Contoh: 10 ÷ 2 = 5

Di dalam rumus matematika yang lebih rumit, tanda garis miring atau

garis pembagi dapat dipakai.

Contoh:

Page 83: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 67

c. Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai sebagai pengganti

kata atau dan tiap.

Misalnya:

dikirimkan lewat darat/laut

‘dikirim lewat darat atau laut’

harganya Rp25,00/lembar

‘harganya Rp25,00 tiap lembar’

3.3.15 Tanda Penyingkat (Apostrof)(')

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau

bagian angka tahun.

Contoh:

▪ Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)

▪ Malam 'lah tiba. ('lah = telah)

▪ 1 Januari '88 ('88 = 1988)

Sebaiknya bentuk ini tidak dipakai dalam teks prosa biasa.

3.4 Penulisan Unsur Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari

pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing,

seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf

integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua

golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap

ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’axplanation de

l’homme. Unsur-unsur yang dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi

pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang

pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.

Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga

bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Berikut ini disajikan data mengenai jumlah kata serapan dalam bahasa

Indonesia.

Page 84: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 68

Tabel 3.1 Seranai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia

Asal Bahasa Jumlah Kata

Arab 1.495 kata

Belanda 3.280 kata

Tionghoa 290 kata

Hindi 7 kata

Inggris 1.610 kata

Parsi 63 kata

Portugis 131 kata

Sanskerta-Jawa Kuna 677 kata

Tamil 83 kata

Ada empat cara yang biasanya ditempuh untuk menyerap bahasa

asing ke dalam bahasa Indonesia, yaitu (1) adopsi, (2) adaptasi, (3)

penerjemahan, dan (4) kreasi. Cara adopsi terjadi apabila pemakai bahasa

mengambil bentuk dan makna kata asing yang diserap secara keseluruhan.

Kata supermarket, plaza, mall, hotdog merupakan contoh cara penyerapan

adopsi.

Cara adaptasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil

makna kata asing yang diserap dan ejaan atau cara penulisannya

disesuaikan ejaan bahasa Indonesia. Kata-kata seperti pluralisasi,

akseptabilitas, maksimal, dan kado merupakan contoh kata serapan adaptasi.

Kata-kata tersebut mengalami perubahan ejaan dari bahasa asalnya

(pluralization dan acceptability dari bahasa Inggris, maximaal dari bahasa

Belanda, serta cadeu dari bahasa Prancis). Pedoman pengadaptasiannya

adalah Pedoman Penulisan Istilah dan Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, Departemen

Pendidikan Nasional.

Cara penerjemahan terjadi apabila pemakai bahasa mengambil

konsep yang terkandung dalam kata bahasa asing kemudian mencari

padanannya dalam bahasa Indonesia. Kata-kata seperti tumpang-tindih,

percepatan, proyek rintisan, dan uji coba adalah kata-kata yang lahir karena

proses penerjemahan dari bahasa Inggris overlap, acceleration, pilot project,

Sumber: Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa)

Page 85: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 69

dan try out. Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain

memperkaya kosakata bahasa Indonesia dengan sinonim, istilah hasil

terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia. Dalam

pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut.

a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan satu kata.

Misalnya:

psychologist → ahli psikologi

medical practitioner → dokter

b. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah

Indonesia bentuk positif, sedangkan istilah dalam bentuk negatif

diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk negatif pula.

Misalnya:

inorganic → takorganik

able → mampu

c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya

dipertahankan pada istilah terjemahannya.

Misalnya:

merger (nomina) → gabung usaha (nomina)

transparent (adjektiva) → bening (adjektiva)

d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural, pemarkah

kejamakannya ditinggalkan pada istilah Indonesia.

Misalnya:

master of ceremonies → pengatur acara

Cara kreasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep

dasar yang ada dalam bahasa sumbernya kemudian mencari padanannya

dalam bahasa Indonesia. Meskipun sekilas mirip perjemahan, cara terakhir ini

memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut fisik yang mirip seperti pada

Page 86: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 70

penerjemahan. Kata yang dalam bahasa aslinya ditulis dua atau tiga kata

dalam bahasa Indonesianya boleh hanya satu kata saja atau sebaliknya,

misalnya:

effective → berhasil guna

shuttle → ulang alik

spare parts → suku cadang

Bentuk-bentuk serapan dari bahasa asing yang lain adalah dari bahasa

Belanda, bahasa Sanskerta, bahasa Latin, dan bahasa Arab. Contoh serapan

dari bahasa Belanda:

paal pal octaaf oktaf

riem rim politiek politik

Contoh serapan dari bahasa Sanskerta:

catur-caturwarga caturwarga

sapta-saptamarga saptamarga

dasa-dasawarsa dasawarsa

Contoh serapan dari bahasa Arab:

khalal halal

tawaqal tawakal

Berikut ini beberapa contoh lain penulisan unsur serapan dari bahasa asing.

1) c di muka e, i, oe, dan y menjadi s

central sentral

cent sen

cybernetics sibernetika

circulation sirkulasi

cylinder silinder

2) cc di muka o, u dan konsonan menjadi k

accomodation akomodasi

acculturation akulturasi

acclimatization aklimatisasi

accumulation akumulasi

3) kh (Arab) tetap kh

khusus khusus

akhir akhir

4) ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i

politiek politik

riem rim

5) ie tetap ie jika lafalnya bukan i

Page 87: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 71

variety varietas

patient pasien

afficient efisien

6) oo (Belanda) menjadi o

komfoor kompor

provoost provos

7) oo (Inggris) menjadi u

cartoon kartun

proof pruf

8) ph menjadi f

phase fase

physiology fisiologi

spectograph spektograf

9) q menjadi k

aquarium akuarium

frequency frekuensi

10) rh menjadi r

rhythm ritme

rhetoric retorika

11) xc di muka e dan i menjadi ks

exception eksepsi

excess ekses

12) y manjadi y jika lafalnya i

dynamo dinamo

Ringkasan

Selain berhubungan dengan penulisan huruf, penulisan kata, dan

penggunaan tanda baca, penulisan ejaan juga berhubungan dengan

penulisan unsur serapan. Penulisan hurup menyangkut dua hal, yaitu

penulisan huruf besar atau huruf kapital dan penulisan huruf miring. Penulisan

kata berhubungan dengan penulisan kata dasar, kata turunan, kata ulang,

gabungan kata, kata ganti, kata depan, kata sandang, patikel, singkatan-

akronim, dan huruf-lambang. Pemakaian tanda baca berhubungan dengan

penggunaan tanda titik, tanda koma, tanda titik koma, tanda titik dua, tanda

hubung, tanda pisah, tanda elipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung,

tanda kurung siku, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda garis miring, dan

Page 88: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 72

tanda penyingkat. Sementara itu penulisan unsur serapan menyangkut

penulisan kata-kata yang berasal dari proses adopsi, adaptasi, terjemahan,

dan kreasi. Ejaan bahasa Indonesia merupakan norma yang harus diikuti oleh

pemakai bahasa Indonesia sebagai wujud sikap positif berbahasa Indonesia.

Latihan

Tulis kembali kalimat-kalimat berikut ini dengan ejaan yang benar!

1. Ia membaca buku yang bejudul pengaruh bulan romadhon terhadap

perekonomian rakyat dari hari ke hari.

2. Masihkah anda mempunyai bapak dan ibu?

3. Sejak dilantik menjadi presiden, presiden megawati tinggal diistana.

4. Jangan kau perhatikan kejadian ditempat itu.

5. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan 2 km permenit

6. Nama ilmiah buah manggis ialah caicinia mangortama.

7. bambang prakosa s.t. (sarjana teknik) ditempat itu digaji 2 juta

rupiah perbulan.

8. Tuhan maha esa, maha kasih, dan maha mengetahui

9. Tepat pukul 12:30.10 w.i.b. acara itu dibuka.

10. Dua puluh lima mahasiswa mengadakan bakti sosial ke daerah

terpencil.

Page 89: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 73

BAB 4

Kesantunan Berbahasa sebagai Norma

Sosiokultural Realisasi Sikap Positif

Berbahasa Indonesia

Pengantar

Sebagai mahluk sosial manusia menggunakan bahasa untuk

berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Dalam berkomunikasi, manusia

hendaknya memerhatikan norma sosiokultural yang ada di masyarakat agar

tindak komunikasi berterima dengan baik bagi masyarakat tutur bahasa

tersebut. Bahasa pertama diperoleh melalui alami di lingkungan keluarga.

Karena itu, peranan keluarga begitu krusial dalam pemerolehan bahasa anak

termasuk di dalamnya perolehan mengenai pola atau aturan tindak

komunikasi. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang

mengedepankan kesantunan dalam berbahasa cenderung akan mengikuti

pola kesantunan sebagaimana yang dijumpai atau dilakukannya di rumah.

Kesantunan merupakan salah satu tolok ukur sikap positif dalam

berbahasa Indonesia. Kesantunan berbahasa merupakan realisasi dari

pemahaman akan penggunaan bahasa dengan memerhatikan hal-hal lain di

luar bahasa, seperti mitra tutur, waktu tutur, suasana, dan sebagainya.

Masalah kesantunan menyangkut nilai rasa dalam berbahasa dengan

memerhatikan unsur-unsur nonlinguistik.

4.1 Pembentukan Kesantunan Berbahasa

Penggunaan bahasa untuk bersosialisasi tidak lepas dari faktor–faktor

penentu tindak komunikasi dan prinsip–prinsip sopan santun (politeness

principle), dan direalisasikan dalam tindak komunikasi. Kesantuanan

Page 90: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 74

merupakan cara bertutur atau berperilaku dengan budi yang halus, nilai rasa

yang baik, dan penuh kesopanan, serta berusaha menghindari konflik antara

pembicara dengan lawan berbicaranya di dalam proses berkomunikasi.

Budaya Indonesia menilai berbicara dengan menggunakan bahasa yang

santun akan memperlihatkan sejatinya sebagai manusia yang beretika,

berpendidikan dan berbudaya yang mendapat penghargaan sebagai manusia

yang baik.

Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat

tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada

norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita

pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang

ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa

dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai

dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif,

misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois,

tidak beradat, bahkan tidak berbudaya.

Kesantunan berbahasa pada hakikatnya harus memperhatikan empat

prinsip (Leech, 1986). Pertama, penerapan prinsip kesopanan (politeness

principle) dalam berbahasa. Prinsip ini ditandai dengan memaksimalkan

kesenangan/kearifan, keuntungan, rasa salut atau rasa hormat, pujian,

kecocokan, dan kesimpatikan kepada orang lain dan (bersamaan dengan itu)

meminimalkan hal-hal tersebut pada diri sendiri.

Dalam berkomunikasi, di samping menerapkan prinsip kerja sama

(cooperative principle) dengan keempat maksim (aturan) percakupannya,

yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara;

juga menerapkan prinsip kesopanan dengan keenam maksimnya, yaitu (1)

maksim kebijakan yang mengutamakan kearifan bahasa, (2) maksim

penerimaan yang menguatamakan keuntungan untuk orang lain dan kerugian

untuk diri sendiri, (3) maksim kemurahan yang mengutamakan kesalutan/rasa

hormat pada orang lain dan rasa kurang hormat pada diri sendiri, (4) maksim

kerendahan hati yang mengutamakan pujian pada orang lain dan rasa rendah

hati pada diri sendiri, (5) maksim kecocokan yang mengutamakan kecocokan

Page 91: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 75

pada orang lain, dan (6) maksim kesimpatisan yang mengutakan rasa simpati

pada orang lain. Dengan menerapkan prinsip kesopanan ini, orang todak lagi

menggunakan ungkapan-ungkapan yang merendahkan orang lain sehingga

komunikasi akan berjalan dalam situasi yang kondusif.

Kedua, penghindaran pemakaian kata tabu. Pada kebanyakan

masyarakat, kata-kata yang berbau seks, kata-kata yang merujuk pada organ-

organ tubuh yang lazim ditutupi pakaian, kata-kata yang merujuk pada

sesuatu benda yang menjijikkan, dan kata-kata "kotor" dan "kasar" termasuk

kata-kata tabu dan tidak lazim digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari,

kecuali untuk tujuan-tujuan tertentu. Contoh berikut ini merupaka kalimat yang

menggunakan kata tabu karena diucapkan oleh mahasiswa kepada dosen

ketika perkuliahan berlangsung.

- Pak, mohon izin keluar sebentar, saya mau berak!

- Mohon izin, Bu, saya ingin kencing!

Ketiga, sehubungan dengan penghindaran kata tabu, penggunaan

eufemisme, yaitu ungkapan penghalus dapat dilakukan. Penggunaan

eufemisme ini perlu diterapkan untuk menghindari kesan negatif. Contoh

kalimat mahasiswa yang tergolong tabu di atas akan menjadi ungkapan

santun apabila diubah dengan penggunaan eufemisme. Yang perlu diingat

bahwa eufemisme harus digunakan secara wajar, tidak berlebihan. Jika

eufemisme telah menggeser pengertian suatu kata, bukan untuk

memperhalus kata-kata yang tabu, maka eufemisme justru berakibat

ketidaksantunan, bahkan pelecehan. Misalnya, penggunaan eufemisme

dengan menutupi kenyataan yang ada, yang sering dikatakan pejabat. Kata

"miskin" diganti dengan "prasejahtera", "kelaparan" diganti dengan "busung

lapar", "penyelewengan" diganti "kesalahan prosedur, "ditahan" diganti

"dirumahkan", dan sebagainya. Di sini terjadi kebohongan publik.

Kebohongan itu termasuk bagian dari ktidaksantunan berbahasa.

Keempat, penggunaan pilihan kata honorifik, yaitu ungkapan hormat

untuk berbcara dan menyapa orang lain. Penggunaan kata-kata honorifik ini

tidak hanya berlaku bagi bahasa yang mengenal tingkatan (undha-usuk,

Jawa) tetapi berlaku juga pada bahasa-bahasa yang tidakmengenal tingkatan.

Page 92: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 76

Hanya saja, bagi bahasa yang mengenal tingkatan, penentuan kata-kata

honorifik sudah ditetapkan secara baku dan sistematis untuk pemakaian

setiap tingkatan. Misalnya, bahasa krama inggil (laras tinggi) dalam bahasa

Jawa perlu digunakan kepada orang yang tingkat sosial dan usianya lebih

tinggi dari pembicara; atau kepada orang yang dihormati oleh pembicara.

Walaupun bahasa Indonesia tidak mengenal tingkatan, sebutan kata diri

Engkau, Anda, Saudara, Bapak/bu mempunyai efek kesantunan yang

berbeda ketika kita pakai untuk menyapa orang. Keempat kalimat berikut

menunjukkan tingkat kesantunan ketika seseorang pemuda menanyakan

seorang pria yang lebih tua.

(1) Engkau mau ke mana?

(2) Saudara mau ke mana?

(3) Anda amau ke mana?

(4) Bapak mau ke mana?

Dalam konteks ini, kalimat (1) dan (2) tidak atau kurang sopan

diucapkanoleh orang yang lebih muda, tetapi kalimat (4)-lah yang sepatutnya

diucapkan jika penuturnya ingin memperlihatkan kesantunan. Kalimat (3)

lazim diucapkan kalau penuturnya kurang akrab dengan orang yang

disapanya, walaupun lebih patut penggunaan kalimat (4).

Percakapan yang tidak menggunakan kata sapaan pun dapat

mengakibatkan kekurangsantunan bagi penutur. Percakapan via telepon

antara mahasiswi dan istri dosen berikut merupakan contoh

kekurangsopanan.

Mahasiswi : Halo, ini rumah Suparmo, ya? Istri Dosen : Betul. Mahasiswi : Ini adiknya, ya? Istri Dosen : Bukan, istrinya. Ini siapa? Mahasiswi : Mahasiswinya. Dia kan dosen pembimbing saya.

Sudah janjian dengan saya di kapus. Kok saya tunggu-tunggu tidak ada.

Istri Dosen : Oh, begitu, toh. Mahasiswi : Ya, sudah, kalau begitu.

(Telepon langsung ditutup.)

Page 93: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 77

Istri dosen tersebut menganggap bahwa mahasiswa yang baru saja

bertelepon itu tidak sopan, hanya karena si mahasiswa tidak mengikuti norma

kesantunan berbahasa, yaitu tidak menggunakan kata sapaan ketika

menyebut nama dosennya. Bahasa mahasiswa seperti itu bisa saja tepat di

masyarakat penutur bahasa lain, tetapi di masyarakat penutur bahasa

Indonesia dinilai kurang (bahkan tidak) santun. Oleh karena itu, pantas saja

kalau istri dosen tersebut muncul rasa jengkel setelah menerima telepon

mahasiswi itu. Ditambah lagi tatacara bertelepon mahasiswi yang juga tidak

mengikuti tatakram, yaitu tidak menunjukkan identitas atau nama sebelumnya

dan diakhiri tanpa ucapan penutup terima kasih atau salam.

Di era digital seperti sekarang, cara paling praktis untuk menghubungi

dosen, selain menelpon seperti contoh di atas, adalah mengirim pesan

singkat. Namun, pesan singkat yang dikirim kepada dosen sering tidak

mendapatkan balasan. Penyebab pesan tidak dibalas oleh dosen di

antaranya:

1) Pulsa habis

2) Lebih suka ditelpon

3) Salah waktu

4) Menggunakan bahasa yang tidak baku, seperi bahasa gaul dan

singkatan-singkatan yang tidak lazim

5) Isi pesan tidak sopan atau tidak berkenan di hati

Untuk penyebab nomor 1 dan 2 merupakan keadaan di luar unsur

sopan santun. Nomor 3, 4, dan 5 merupakan penyebab yang berhubungan

dengan kesantunan. Untuk masalah waktu, mahasiswa hendaknya

memahami waktu-waktu yang tepat untuk menghubungi dosen, misalnya

jangan menghubungi dosen pada jam istirahat malam. Penggunaan bahasa

dan isi pesan yang tidak sopan sering menjadi keluhan dosen. Karena itu, di

perguruan tinggi kerap dijumpai pengumuman dalam banner tata cara

berkomunikasi dengan dosen seperti berikut ini.

Page 94: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 78

Sumber: https://www.google.com/search?q=contoh+ujaran+santun+ sms+mahasiswa+ke+dosen

Page 95: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 79

Gambar 4.1 Ketentuan Mengirim Pesan kepada Dosen di Berbagai Perguruan Tinggi

Page 96: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 80

Dari banner-banner tersebut dapat kesamaan tata cara yang

disampaiakan, yaitu:

1) Memperhatikan waktu mengirim pesan

2) Menggunakan bahasa yang baik dan benar

3) Mengapa dengan sopan/mengucapkan salam

Walau dosen Anda terlihat ramah atau gaul, upayakan mengapa dengan

bahasa formal

4) Memperkenalkan diri

Dosen tentunya memiliki banyak mahasiswa dan tidak menyimpan semua

nomor telp. Oleh karena itu, perkenalkan diri Anda terlebih dahulu

sebelum menyampaiakan maksud atau tujuan mengirim pesan.

5) Menjelaskan maksud atau tujuan

Utarakan maksud atau tujuan dengan singkat dan jelas. Hindari

penggunaan singkatan, kecuali singkatan yang sudah lazim digunakan,

contoh: dll., dsb.

6) Menyatakan permohonan maaf karena teah mengganggu atau menyita

waktu dosen. Permohonan maaf juga dapat diberikan di awal setelah

ucapan salam.

7) Sampaikan terima kasih di akhir pesan

Contoh pesan:

Contoh 1: Contoh 2:

Selamat siang Bapak, mohon maaf mengganggu waktu Bapak. Saya Diani Putri, mahasiswa semester V Prodi Akuntansi. Saya berencana untuk bimbingan karya ilmiah dengan Bapak, kapan sekiranya Bapak ada waktu dan bisa membimbing saya? Terima kasih, Bapak.

Selamat siang Ibu, Saya Wili Dewanata, mahasiswa semester I Prodi Pendidikan Bahasa Inggis. Saya berencana untuk bimbingan tugas penulisan opini dengan Ibu, mohon izin Bu. Kapan sekiranya Ibu bisa saya temui untuk bimbingan? Mohon maaf telah mengganggu waktu Ibu, terima kasih.

Contoh 1 dan 2 tersebut menunjukkan pesan santun yang dikirim oleh

mahasiswa kepada dosennya. Perbedaan struktur kedua contoh tersebut

terletak pada penyampaian permohonan maaf. Pada contoh 1, permohonan

Page 97: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 81

maaf disampaikan di awal sebelum mengutarakan tujuan sedangkan pada

contoh 2 disampaikan setelah pengutaraan maksud atau tujuan pesan.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama kesantunan berbahasa adalah

memperlancar komunikasi. Oleh karena itu, pemakaian bahasa yang sengaja

dibelit-belitkan, yang tidak tepat sasaran, atau yang tidak menyatakan yang

sebenarnya karena enggan kepada orang yang lebih tua juga merupakan

ketidaksantunan berbahasa. Kenyataan ini sering dijumpai di masyarakat

Indonesia kaena terbawa oleh budaya "tidak terus terang" dan menonjolkan

perasaan. Dalam batas-batas tertentu masih bisa ditoleransi jika penutur tidak

bermaksud mengaburka komunikasi sehingga orang yang diajak berbicara

tidak tahu apa yang dimaksudkannya.

4.2 Aspek Nonlinguistik dalam Kesantunan Berbahasa

Unsur-unsur nonverbal yang dimaksud adalah unsur-unsur

paralinguistik, kinetik, dan proksemika. Pemerhatian unsur-unsur ini juga

dalam rangka pencapaian kesantunan berbahasa. Unsur-unsur paralinguistik

berkaitan dengan ciri-ciri bunyi yang dihasilkan dari ujaran seseorang seperti

suara berbisik, suara meninggi, suara sedang, suara rendah, dan suara keras

yang digunakan oleh penutur dalam berkomunikasi. Pengubahan intonasi

disesuaikan dengan situasi yang dihadapi oleh penutur maupun mitra tutur.

Hal tersebut dilakukan apabila dalam komunikasi tersebut ingin menerapkan

prinsip kesantunan. Contohnya, dalam situasi formal atau resmi seperti

seminar maka sebagai peserta yang menerapkan prinsip kesopanan apabila

ingin berbicara dengan teman sebelahnya, peserta tersebut akan

menggunakan suara yang rendah atau berbisik jika ingin berbicara dengan

temannya agar tidak menganggu penutur yang ada di depan sebagai wujud

menghargai atau menghormati.

Unsur kinesik yaitu unsur nonverbal yang terkait gerak isyarat atau

gestur. Gerak isyarat tersebut meliputi gerak tangan, anggukan kepala,

kedipan mata, dan ekspresi wajah. Unsur ini berfungsi untuk memperjelas

unsur bahasa yang disampaikan oleh penutur untuk mendukung santun atau

Page 98: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 82

tidaknya komunikasi yang terjalin. Contohnya, ekspresi wajah yang terlihat

senyum ketika menyambut tamu yang datang merupakan salah satu aspek

yang menciptakan kesantunan dan begitu pula sebaliknya.

Unsur proksemika yaitu unsur yang terkait dengan penjagaan jarak

akibat adanya perbedaan faktor-faktor sosial seperti perbedaan status jabatan

dan usia. Dalam hal tersebut bahasa yang digunakan tentu akan berbeda

yang akan menyesuaikan dengan adanya perbedaan tersebut. Misalnya,

bahasa yang digunakan oleh sesama mahasiswa dan mahasiswa dengan

dosen tentu berbeda akibat adanya perbedaan status. Bahasa yang

digunakan untuk berkomunikasi dnegan dosen tentu bahasa Indonesia yang

resmi sedangkan pembicaraan antarsesama mahasiswa akan enggunakan

bahasa Indonesia yang kurang formal.

Ringkasan

Manusia sebagai mahluk sosial menggunakan bahasa untuk

berkomunikasi. Hal yang memainkan peranan penting dalam peristiwa

komunikasi tersebut adalah kesantunan. Kesantunan berbahasa tercermin

dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa.

Kesantuna berbahasa diterapkan degan memperhatikan empat prinsip, yaitu

prinsip kesantunan, penghindaran penggunaan kata tabu, penggunaan

eufemisme, dan penggunaan bentuk honorifik. Selain prinsip tersebut,

kesantunan berbahasa juga dipengaruhi oleh faktor nonlinguistik, seperti

paralinguistik, kinestik, dan proksemika.

Latihan

1. Amatilah beberapa situasi penggunaan bahasa yang menunjukkan

penggunaan bahasa yang tidak santun!

2. Bagaimanakah solusi menghilangkan ketidaksantunan dalam

berbahasa?

Page 99: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 83

BAB 5

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar sebagai

Tolok Ukur Sikap Positif

Pengantar

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan

sesuai dengan situasi pemakaiannya, sedangkan bahasa Indonesia yang

benar adalah bahasa Indonesia yang taat atau patuh pada kaidah-kaidah

kebahasaan yang berlaku. Karena adanya situasi pemakaian yang

bermacam-macam, bahasa yang baik tidaklah selalu benar, sebaliknya,

bahasa yang benar tidaklah selalu baik. Jadi, penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar semestinya mempertimbangkan situasi atau konteks

kebahasaan yang dihadapi, di samping kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang

telah dibakukan.

Bertolak dari uraian tersebut, terdapat dua syarat utama yang harus

dipenuhi oleh setiap pengguna bahasa Indonesia agar bahasa yang

digunakannya itu baik dan benar. Kedua syarat tersebut, yaitu (1) memahami

kaidah bahasa Indonesia dan (2) memahami situasi kebahasaan yang

dihadapi (Sudiara, 2006:112). Dalam sebuah situasi resmi, tuntutan terhadap

pemahaman kaidah kebahasaan akan dirasakan semakin besar jika

dibandingkan dengan situasi tidak resmi. Pengguna bahasa dalam situasi

resmi dituntut mampu menggunakan bahasa baku dan menerapkan ekonomi

bahasa.

Page 100: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 84

5.1 Kaidah dan Situasi Kebahasaan

Beberapa Kaidah Dasar Bahasa Indonesia

(1) Susunan kata bahasa Indonesia mengikuti hukum DM (diterangkan-

menerangkan)

Susunan kata bahasa Indonesia mengikuti hukum DM berarti bahwa

kata yang penting (diterangkan) disebutkan atau dituliskan lebih dulu,

sesudah itu barulah bagian keterangannya. Berpegangan pada hukum

tersebut, jelaslah bahwa susunan kata lain kali, lanjut usia, dan sejenisnya

bukanlah susunan yang benar. Susunan seperti itu, yang mendahulukan

susunan yang menerangkan daripada yang diterangkan, merupakan susunan

kata dalam bahasa Indo-German (seperti bahasa Inggris, Belanda, dan

Jerman). Dalam usaha berbahasa Indonesia yang baik dan benar,

penggunaan kata-kata tersebut harus diganti atau diubah susunannya

menjadi kali lain dan usia lanjut.

Akan tetapi, sebagaimana umumnya, kaidah bahasa itu tidak mutlak

sifatnya. Dalam hal ini, susunan diterangkan-menerangkan tersebut pun

mempunyai kekecualian. Kekecualian hukum tersebut antara lain terdapat

pada frase-frase berikut:

a) Kata depan, seperti dalam

- Nike berasal dari desa.

- Violin pergi ke kampus.

b) Kata bilangan, seperti dalam

- Semua orang harus membayar pajak.

- Wili memiliki lima buah bola.

c) Kata keterangan, seperti dalam

- Mereka sedang berdiskusi.

- Anak itu sangat nakal.

d) Kata kerja bantu, seperti dalam

- Saya pasti datang.

- Para undangan mau pulang.

Page 101: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 85

e) Kata majemuk, seperti dalam

- keras hati

- besar kepala

f) Kata majemuk dari bahasa asing, seperti dalam

- mahasiswa

- purbakala

(2) Tidak mengenal perubahan bentuk kata benda akibat penjamakan

Untuk menyatakan jamak atau banyak, bahasa Indonesia

menggunakan reduplikasi atau pengulangan kata (seperti kertas-kertas dan

batu-batu) serta kata bilangan jamak, baik kata bilangan tentu (seperti dua,

empat, lima, seratus) maupun kata bilangan tidak tentu (seperti beberapa,

sejumlah, sebagian, sekelompok). Dengan demikian, yang ada dalam bahasa

Indonesia adalah bentukan lima ekor ayam, sepuluh buah rumah, dan

beberapa orang mahasiswa; bukan lima ekor ayam-ayam, sepuluh buah

rumah-rumah, dan beberapa orang mahasiswa-mahasiswa.

Di samping itu, dalam bahasa Indonesia dikenal pula kata-kata tertentu

yang mengandung pengertian jamak, seperti gabungan, rombongan, para,

daftar, kaum, regu, ikatan, dan persatuan. Oleh karena itu, apabila sudah ada

salah satu kata penunjuk jamak tersebut, kata benda di belakangnya atau

yang mengikutinya tidak boleh diulang atau dijamakkan lagi. Dengan begitu

menurut aturan bahasa Indonesia, yang benar adalah bentukan para peneliti,

regu penembak, ikatan mahasiswa, dan rombongan petani; bukan para

peneliti-peneliti, regu penembak-penembak, ikatan mahasiswa-mahasiswa,

dan rombongan petani-petani.

Dalam bahasa Indonesia sehari-hari sering pula dijumpai bentuk-

bentuk para alumni, kaum politisi, rombongan musisi, dan regu medisi.

Karena kata-kata alumni, politisi, musisi, dan medisi sudah menunjukkan

pengertian jamak dari kata-kata alumnus, politikus, musikus, dan medikus,

menurut aturan bahasa Indonesia, bentukan yang benar cukup dengan

Page 102: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 86

mengatakan para alumnus atau alumni, kaum politikus atau politisi,

rombongan musikus atau musisi, dan regu medikus atau medisi.

(3) Bahasa Indonesia tidak mengenal tingkatan dalam pemakaiannya

Bahasa Indonesia tidak mengenal tingkatan dalam pemakaiannya;

tidak mengenal perubahan bentuk kata kerja sehubungan dengan orang yang

melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan bahasa-

bahasa daerah yang ada. Dalam bahasa daerah Jawa dan Bali, misalnya,

tingkatan bahasa itu memang ada. Sebagai akibat pengaruh bahasa daerah

yang dijadikan bahasa ibu tersebut, banyak pemakai bahasa Indonesia yang

menyelipkan kata-kata yang dirasa lebih hormat dari bahasa mereka ketika

berbicara dengan lawan tutur yang mereka anggap pantas untuk dihormati

(baik karena usia maupun status sosial). Seperti beberapa contoh kesalahan

berbahasa berikut ini.

a) Atas kerawuhan Bapak-bapak, kami mengucapkan terima kasih.

b) Sebelum ngerayunang, Ratu Peranda diaturi malinggih dulu.

Agar kalimat-kalimat tersebut benar-benar merupakan bahasa Indonesia

baku, sebaiknya diubah menjadi:

a) Atas kedatangan Bapak-bapak, kami mengucapkan terima kasih.

b) Sebelum bersantap, Ratu Peranda disilakan duduk dulu.

Situasi Kebahasaan

Seperti telah dikemukakan, bahasa yang baik haruslah cocok dengan

situasi pemakaiannya. Atas dasar itu, sudah pada tempatnyalah setiap

pemakai bahasa mengetahui benar situasi kebahasaan itu. Dengan

mengetahui situasi kebahasaan dan persyaratan bahasa yang digunakan,

setiap pemakai bahasa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan itu. Ada

dua macam situasi kebahasaan, yaitu situasi resmi dan situasi tidak resmi

atau situasi santai.

Page 103: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 87

(1) Situasi resmi

Situasi resmi merupakan situasi kebahasaan yang berhubungan

dengan masalah-masalah kedinasan dan atau keilmuan. Proses belajar-

mengajar, ceramah, seminar, surat-menyurat resmi, dan pembuatan laporan

adalah beberapa contoh situasi resmi.

(2) Situasi tidak resmi atau situasi santai

Pemakaian bahasa dalam pergaulan sehari-hari yang berhubungan

dengan masalah-masalah pokok yang bersifat keseharian tergolong situasi

kebahasaan yang tidak resmi. Obrolan di pasar, bertegur sapa dengan teman

di jalan, bercanda di kampus adalah beberapa contoh di antara sekian banyak

situasi kebahasaan yang tidak resmi. Pada situasi seperti ini, peranan bahasa

hanya semata-mata sebagai sarana penghubung. Asalkan lawan bicara

memahaminya, sudah memadailah bahasa tersebut.

Bahasa Indonesia Baku

Berbicara mengenai bahasa baku atau bahasa standar berarti kita

berada dalam situasi formal, baik lisan maupun tulisan. Adapun beberapa

fungsi bahasa Indonesia baku atau bahasa Indonesia standar seperti (1)

dipergunakan dalam wacana teknis (seperti dalam proposal penelitian,

makalah seminar, laporan penelitian, dan sebagainya), (2) sebagai sarana

komunikasi resmi (seperti dalam surat-surat keputusan, surat menyurat resmi,

undang-undang, dan sebagainya), (3) dipakai dalam pembicaraan-

pembicaraan keilmuan (seperti dalam proses pembelajaran, berseminar, dan

sebagainya), dan (4) dipakai untuk berbicara dengan orang-orang yang

dihormati termasuk di dalamnya berbicara dengan orang-orang yang belum

akrab atau baru dikenal.

8) Sifat-sifat bahasa baku

a) Kemantapan dinamis

Page 104: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 88

Kemantapan dinamis berarti kaidah dan aturan bahasa baku tetap.

Bahasa baku tidak dapat berubah setiap saat. Kaidah pembentukan kata

yang memunculkan bentuk-bentuk perasa, petani, perusuh dengan taat

asas harus menghasilkan bentuk: perajin, perusak, petenis, pesepak

bola bukan pengrajin, pengrusak, penenis, pensepak bola/penyepak

bola.

PeN- + l, r, y, w, m, n, ng, ny Pe- (sejalan dengan MeN-)

PeN- + [ k ], g, h, kh, q, x, vokal Peng-

Contohnya: pengupas, penggila, penghapus, pengalus

Selain afiksasi, kesalahan yang juga sering muncul adalah pada

ungkapan penghubung (sifatnya idiomatik, tetap, tidak bisa diganti,

dipertukarkan, atau dikurangi), seperti:

- baik … maupun … (salah : baik … ataupun …)

- antara … dan … (salah : antara … dengan ….)

- tidak … tetapi … (salah : tidak … melainkan ….)

- bukan … melainkan … (salah : bukan … tetapi ….)

b) Cendikia

Ragam baku bersifat cendikia karena dipakai pada tempat-tempat resmi.

Perwujudan dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih

besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang logis, teratur, dan

masuk akal.

c) Seragam

Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses

penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah

pencarian titik-titik keseragaman.

Page 105: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 89

9) Beberapa kreteria bahasa baku

a) Memakai ucapan baku

Ucapan baku atau benar berkaitan dengan penggunaan bahasa lisan.

Sampai sekarang pembakuan pelafalan agak sulit dilakukan. Sebagai

acuan, pelafalan yang baik adalah pelafalan yang tidak terpengaruh oleh

ucapan-ucapan bahasa daerah dan ucapan asing.

b) Mamakai ejaan resmi

c) Pemakaian fungsi gramatikal (subjek, predikat, ….) secara eksplisit dan

konsisten.

d) Pemakaian konjungsi bahwa atau karena (bila diperlukan) secara

eksplisit dan konsisten.

Tidak Baku Baku

Dia tidak percaya tanahnya telah habis terjual.

Dia tidak percaya bahwa tanahnya telah habis terjual.

Dia tidak masuk dia sakit. Dia tidak masuk karena sakit.

e) Menghindari pemakaian bentuk-bentuk mubazir atau bersinonim

Contohnya:

para ibu-ibu, banyak orang-orang, para hadirin sekalian,

serangkaian lagu-lagu, hanya….saja, sangat …. sekali, kalau

seandainya, adalah merupakan, demi untuk, seperti misalnya, dan

sebagainya.

f) Pemakaian awalan meN- atau ber (kalau ada) secara eksplisit dan

konsisten

Tidak Baku Baku

Anak-anak tamatan SMA banyak kerja di toko.

Anak-anak tamatan SMA banyak bekerja di toko.

Mereka aniaya orang itu. Mereka menganiaya orang itu.

Page 106: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 90

g) Penggunaan partikel lah, kah, pun (bila ada) secara konsisten.

Tidak Baku Baku

Kerjakan tugas itu dengan baik.

Kerjakanlah tugas itu dengan baik.

Harga BBM naik, harga barang lain naik.

Harga BBM naik, harga barang lain pun naik.

h) Penggunaan kata depan “di” dan “pada” secara tepat

Badudu (1989:139) memberikan aturan penggunaan kata depan pada

dan di sebagai berikut.

Kata pada digunakan:

1) di depan kata ganti orang: pada saya, pada kami, pada ibu;

2) di depan kata bilangan: pada seorang murid, pada suatu hari, pada

sebuah negeri; dewasa ini orang mengatakan: di suatu hari, di

sebuah negeri, pemakaian di tersebut mengakibatkan kata depan

pada sulit dipertahankan, sehingga boleh memilih di atau pada.

3) di depan kata yang menyatakan waktu: pada malam itu, pada saat

itu, pada zaman seperti sekarang ini;

4) di depan kata benda abstrak: pada pikiranku, pada pertimbangan

kami. Pada kata benda bilangan abstrak kata pada biasanya

diganti dengan kata menurut: menurut pendapat saya; menurut

pertimbangan kami.

Kata depan di digunakan di depan kata benda: di toko, di pasar, di

dinding, dan juga untuk menyatakan tempat: di samping, di depan.

i) Pemakaian pola: aspek–pelaku–tindakan secara konsisten.

Tidak Baku Baku

Prosedur yang benar saya telah lalui.

Prosedur yang benar telah saya lalui. (Saya telah melaui prodedur yang benar)

Saya akan cari orang itu. Akan saya cari orang itu. (Saya akan mencari orang itu)

Page 107: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 91

5.2 Aneka Kesalahan dalam Berbahasa Indonesia

Kesalahan berbahasa dilihat dari efek komunikasi dapat dipilih ke

dalam dua kategori, yaitu kesalahan lokal dan kesalahan global. Kesalahan

lokal adalah tipe kesalahan berbahasa yang efeknya tidak mengganggu

pemahaman mitra tutur, sedangkan kesalahan global adalah tipe kesalahan

berbahasa yang menimbulkan kesalahan pemahaman pada mitra tutur.

Dilihat dari sudut pandang perkembangan bahasa, kedua kategori kesalahan

ini berdampak tidak baik bagi bahasa Indonesia. Pada paparan berikut,

dipaparkan beberapa berbahasa dalam suatu peristiwa komunikasi. Cobalah

untuk mengelompokkan kesalahan-kesalahan tersebut jika ditinjau dari efek

komunikasi yang ditimbulkan.

Kalimat Kontaminasi

Istilah kontaminasi dipungut dari bahasa Inggris contamination

(pencemaran). Dalam ilmu bahasa, kata itu diterjemahkan dengan

'kerancuan'. Rancu artinya 'kacau' dan kerancuan artinya 'kekacauan'.

Kontaminasi dapat terjadi dalam tataran bentukan kata, susunan kata, dan

kalimat. Kekacauan terjadi karena dua pikiran yang masing-masing berdiri

sendiri (dan benar) dijadikan satu perserangkaian baru yang tidak

berpadanan. Oleh karena itu, bentukan bahasa yang kacau ini dapat

dikembalikan menjadi dua bentukan yang benar.

Gejala kontaminasi timbul karena dua kemungkinan, yaitu:

1) Orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat, baik dalam

menyusun kalimat, frase atau dalam mempergunakan beberapa

imbuhan sekaligus untuk membentuk kata.

2) Kontaminasi terjadi tak dengan sengaja karena ketika seseorang akan

menuliskan atau mengucapkan sesuatu, dua pengertian atau dua

bentukan yang sejajar timbul sekaligus dalam pikirannya sehingga

yang dilahirkannya itu sebagian diambilnya dari yang pertama dan

Page 108: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 92

bagian yang lain diambilnya dari yang kedua. Gabungan ini melahirkan

susunan yang kacau (Badudu, 1981 ).

Pada contoh berikut ini segera dapat diidentifikasi bahwa butir a merupakan

bentukan yang rancu, sedangkan butir b dan c adalah perbaikannya.

Contoh kontaminasi bentukan kata:

a) Mereka mengenyampingkan pendapat orang tuanya.

b) Mereka menyampingkan pendapat orang tuanya.

c) Mereka mengesampingkan pendapat orang tuanya.

(bentukan yang sama untuk memperlebarkan [yang benar: memperlebar dan

melebarkan], dipertinggikan [dipertinggi dan ditinggikan])

Contoh kontaminasi susunan kata:

a) Dia seringkali membolos.

b) Dia sering membolos.

c) Dia berkali-kali membolos.

(susunan kata yang sama untuk acapkali [acap dan berkali-kali], berulang kali

[berulang-ulang dan berkali-kali], dan lain sebagainya [dan lain-lain dan dan

sebagainyai])

Contoh kontaminasi kalimat:

a) Di sekolah murid-murid dilarang tidak boleh merokok.

b) Di sekolah murid-murid dilarang merokok.

c) Di sekolah murid-murid tidak boleh merokok.

Kalimat Pleonastis

Suatu kalimat dikatakan pleonastis jika kalimat itu mengandung sifat

berlebih-lebihan. Setidaknya ada empat penyebab terjadinya kalimat

pleonastis, yaitu:

Page 109: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 93

1) dalam satu frase terdapat dua atau lebih ungkapan kata yang

bersinonim;

2) bentuk jamak yang dinyatakan dua kali;

3) pengertian suatu kata sudah terkandung dalam kata yang lain

pembentuk frasa itu; dan

4) kata penanda jamak diikuti oleh bentukan jamak.

Contoh:

a) Demi untuk kekasihnya, dia mau melakukan apa saja. (tidak baku)

b) Demi kekasihnya, dia mau melakukan apa saja. (baku)

c) Untuk kekasihnya, dia mau melakukan apa saja. (baku)

d) Para hadirin dimohon berdiri. (tidak baku)

e) Hadirin dimohon berdiri. (baku)

f) Para undangan dimohon berdiri. (baku)

g) Mereka menabung di Bank BNI. (tidak baku)

h) Mereka menabung di BNI. (baku)

Kalimat Ambigu

Ambiguitas berasal dari bahasa Inggris yaitu ambiguity yang berarti

suatu konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu arti. Ambiguitas sering

juga disebut ketaksaan. Ketaksaan dapat diartikan atau ditafsirkan memiliki

lebih dari satu makna akan sebuah konstruksi sintaksis. Tidak dapat

dipungkiri keambiguan yang mengakibatkan terjadinya lebih dari satu makna

ini dapat terjadi saat pembicaraan lisan ataupun dalam keadaan tertulis.

Saat pembicaraan lisan mungkin dapat diantisipasi dengan

pengucapan yang agak perlahan, sedangkan untuk yang tertulis apabila

kurang sedikit saja tanda baca maka kita akan menafsirkan suatu kalimat atau

kata menjadi berbeda dari makna yang diinginkan oleh penulis.

Contoh:

a) Mobil dekan yang baru itu sudah diganti.

Page 110: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 94

Terhadap kalimat tersebut, bisa ditanyakan, apakah yang baru itu

mobil atau dekan. Apabila yang baru itu dekan, kalimat itu selayaknya disusun

menjadi Mobil dekan-baru itu sudah diganti. Pada sisi lain, jika yang baru

adalah mobil, kalimat itu semestinya disusun menjadi Mobil-baru dekan itu

sudah diganti.

Pada contoh-contoh berikut, bagaimanakah Anda menafsirkannya?

b) Rumah sang jutawan yang aneh itu akan dijual.

c) Istri kapten yang nakal itu mengalami kecelakaan.

d) Made bagus mencintai istrinya, saya juga.

e) Kucing makan tikus mati.

f) Mereka sangat menyukai lukisan Bung Karno.

Kalimat Paralel

Kesejajaran satuan dalam kalimat, menempatkan ide atau gagasan

yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam struktur atau bentuk

gramatis. Jika sebuah gagasan (ide) dalam suatu kalimat dinyatakan dengan

frase (kelompok kata), maka gagasan lain yang sederajat harus dinyatakan

dengan frase. Jika sebuah gagasan dalam suatu kalimat dinyatakan dengan

kata benda (misalnya pe-an, ke-an), maka gagasan yang lain harus sederajat

dengan kata benda juga. Demikian halnya bila sebuah gagasan dalam suatu

kalimat dinyatakan dengan kata kerja (misalnya bentuk me-kan, di-kan) maka

gagasan lainnya yang sederajat harus dinyatakan dengan jenis kata yang

sama. Kesejajaran (paralelisme) membantu memberi kejelasan kalimat

secara keseluruhan.

Perhatikan contoh berikut ini!

Penyakit aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan

berbahaya, sebab pencegahan dan pengobatannya tidak ada yang tahu.

Dalam kalimat di atas penggunaan yang sederajat ialah kata

mengerikan dengan berbahaya dan kata pencegahan dengan

pengobatannya. Oleh sebab itu, bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang

Page 111: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 95

sederajat dalam kalimat di atas harus sama (paralel) sehingga kalimat itu kita

tata kembali menjadi kalimat di bawah ini.

Penyakit Aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan

membahayakan, sebab pencegahan dan pengobatannya tak ada yang

tahu.

Kalimat Tidak Logis

Yang dimaksud dengan kelogisan ialah ide kalimat itu dapat diterima

oleh akal dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kelogisan berhubungan

dengan penalaran, yaitu proses berpikir untuk menghubung-hubungkan fakta

yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Dengan perkataan lain,

penalaran (reasoning) ialah proses mengambil simpulan (conclicusion,

interference) dan bahan bukti atau petunjuk (evidence) ataupun yang

dianggap bahan bukti atau petunjuk (Moeliono, 1988: 124-125).

Contoh:

(1) Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering mondar-mandir

di daerah tersebut.

Jika kita bertanya, “Siapa yang mondar-mandir?”, tentu jawabannya

mayat wanita. Jelaslah bahwa kalimat tersebut salah nalar. Kalimat itu berasal

dari dua pernyataan, yaitu (1) Mayat wanita ditemukan di kompleks itu dan (2)

Sebelum menjadi mayat, wanita itu sering mondar-mandir. Penulis

menggabungkan kedua kalimat tersebut tanpa mengindahkan pikiran yang

jernih sehingga lahirlah kalimat yang tidak logis. Untuk memperjelas

pemahaman kita mengenai kalimat tidak logis dapat diperhatikan contoh

berikut ini.

(2) Bapak pemakalah, waktu dan tempat kami silakan.

(3) Untuk menyingkat waktu, kita lanjutkan acara ini.

Page 112: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 96

Kalimat (2) tersebut tidak logis karena waktu dan tempat adalah benda mati

yang tidak dapat dipersilakan. Sementara itu, pada kalimat (3),

ketidaklogisannya terletak pada menyingkat waktu. Waktu tidak dapat

disingkat namun dapat dihemat. Oleh karena itu, kedua kalimat tersebut akan

menjadi logis jika diubah sebagai berikut.

(4) Bapak, kami persilakan untuk menyampaikan makalah.

(5) Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini.

Ringkasan

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang

sesuai dengan situasi dan kaidah kebahasaan. Situasi kebahasaan dapat

dipilah menjadi dua bagian, yaitu situasi santai dan situasi resmi. Sementara

kaidah dasar bahasa Indonesia menyangkut hukum DM, tidak mengenal

perubahan bentuk kata akibat penjamakan, dan tidak mengenal tingkatan.

Penggunaan bahasa Indonesia di ruang resmi tidak bisa dilepaskan dari

bahasa baku. Oleh karena itu, penguasaan sifat dan kaidah bahasa baku

menjadi hal yang mutlak diperlukan.

Dilihat dari efek komunukasi kesalahan berbahasa dapat dikategorikan

ke dalam kategori kesalahan lokal dan global. Kesalahan lokal adalah

kesalahan yang efek komunikasinya tidak menyebabkan kesalahpahaman,

sedangkan kesalahan global sebaliknya, yaitu dapat menyebabkan adanya

kesalahpahaman. Aneka kesalahan yang sering terjadi seperti kesalahan

berupa kalimat kontaminasi, pleonasti, ambigu, paralel, dan tidak logis.

Latihan

1. Jelaskan dan berikan contoh tentang bahasa Indonesia yang baik dan

benar!

2. Lafalkanlah kalimat-kalimat berikut dengan benar:

a) Dia tinggal di Banyuning Blok C.

b) AC di ruang itu terlalu dingin.

Page 113: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 97

c) Tolong kirimkan pulsa ke nomor 08180054201.

d) Sehabis olahraga tadi, kami minum Coca Cola di warung sebelah.

3. Tunjukkan letak kesalahan, alasan, dan berikan perbaikan terhadap

kalimat-kalimat tidak efektif berikut!

a) Para siswa diharapkan memiliki buku tata bahasa baru.

b) Mereka tidak paham dan mengerti masalah politik.

c) Jalan-jalan di pagi hari menyehatkan badan.

d) Untuk itu, waktu dan tempat kami persilakan.

e) Saya melihatnya dengan mata kepala sendiri.

4. Catatlah kesalah-kesalahan berbahasa yang ditemukan pada ruang-

ruang publik dan perbaiki sehingga menjadi bahasa Indonesia yang baik

dan benar!

Page 114: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 98

Page 115: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 99

BAB 6

Karya Ilmiah dan Plagiarisme

Pengantar

Harus diakui bahwa tidak semua orang memiliki kegemaran untuk

menulis. Namun, harus disadari bahwa mau tidak mau, suka tidak suka

mahasiswa akan berhadapan dengan kegiatan menulis, yaitu menulis karya

ilmiah yang dapat berupa makalah, artikel, proposal, laporan, dan

sebagainya. Bagi mahasiswa yang biasa menulis, menulis karya ilmiah dapat

menjadi tantangan tersendiri, namun bagi mahasiswa yang tidak terbiasa,

menulis karya ilmiah sering dianggap sebuah rintangan besar. Menulis karya

ilmiah dianggap sebagai sesuatu yang sulit dilakukan. Untuk mengenal karya

ilmiah lebih dekat, pada bab ini kita akan melihat berbagai jenis karya ilmiah

dan komponen-komponennya. Selain itu, hal penting yang juga harus diingat

dan diikuti dalam menulis karya ilmiah adalah etika dalam penulisan ilmiah

6.1 Etika Penulisan Ilmiah: Mengenal dan Menghindari

Plagiarisme

Beberapa waktu belakangan istilah ‘plagiarisme’ atau ‘plagiat’ sering

kita dengar. Berbagai kasus yang terjadi menjadi perhatian kita bersama.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 dinyatakan

bahwa plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam

memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya

ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah

pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber

secara tepat dan memadai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)

Plagiat diartikan sebagai pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya)

Page 116: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 100

orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat) sendiri. Jadi,

Plagiarisme atau plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan,

pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah

karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana

karena mencuri hak cipta orang lain. Beberapa tipe plagiarisme adalah

sebagai berikut.

1) Plagiarisme kata demi kata (Word for word Plagiarism): mengutip karya

orang lain secara kata demi kata tanpa menyebutkan sumbernya.

Plagiarisme dianggap terjadi karena skala pengutipannya sangat

substansial sehingga seluruh idea atau gagasan penulisnya benar-benar

terambil.

2) Plagiarisme kepengarangan (Plagiarism of Authorship): terjadi apabila

seseorang mengaku sebagai pengarang dari karya tulis yang disusun oleh

orang lain. Tindakan ini terjadi atas kesadaran dan motif kesengajaan

untuk “membohongi” publik. Misalnya, mengganti cover (sampul) buku

atau karya tulis orang lain dengan sampul atas namanya sendiri.

3) Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source): menggunakan gagasan

orang lain tanpa memberikan pengakuan yang cukup (tanpa menyebutkan

sumbernya secara jelas).

4) Swaplagiat (Self Plagiarism): termasuk dalam tipe ini adalah penulis

mempublikasikan satu artikel pada lebih dari satu redaksi publikasi.

Termasuk swaplagiaat adalah memproduksi karya tulis yang pernah

dibuat sendiri untuk memenuhi suatu tugas mata kuliah lain tanpa

perubahan yang signifikan.

Plagiarisme kerap terjadi di sekitar kita karena beberapa hal, di

antaranya adalah:

1) Keterbatasan waktu untuk menulis karya ilmiah. Hal ini mendorong

seseorang menyalin tempel (copy paste) karya orang lain. Untuk

menghindari hal ini, mahasiswa hendaknya dapat membagi waktu dengan

baik agar tugas-tugas kuliah dapat dikerjakan secara bertahap dan berurut

sesuai dengan waktu dan tuntutan tugas kuliah. Sering terjadi, mahasiswa

tidak mengerjakan tugas di waktu yang tersedia dan baru mengerjakannya

Page 117: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 101

di akhir-akhir tenggang waktu pengumpulan tugas. Hal ini mengakibatkan

mahasiswa kewalahan dan semakin merasa ‘terdesak’ dengan adanya

tugas dari mata kuliah lain yang juga harus diserahkan.

2) Kurang paham tentang tata cara mengutip. Hal ini jamak terjadi pada

mahasiswa. Sebagai contoh, saat menulis makalah, mahasiswa jarang

yang menggunakan teknik mengutip saat menggunakan ide atau gagasan

orang yang diperoleh dari buku atau sumber lain. Mahasiswa menulis

seolah pernyataan atau gagasan tersebut adalah gagasannya sendiri.

Untuk itu, pada buku ini juga dijelaskan tentang teknik melakukan kutipan

dan daftar pustaka.

3) Rendahnya minat membaca. Hal ini dapat mendorong seseorang ingin

melakukan cara mudah untuk menyelesaikan suatu karya ilmiah, yakni

dengan cara mengambil potongan karya orang lain untuk digabungkan

dengan karya-karya sejenis lainnya dan mengklaim sebagai karya sendiri.

4) Kurangnya perhatian guru atau dosen terhadap plagiarisme. Untuk

mengurangi dan menghilangkan plagiarisme, guru dan dosen memiliki

peran penting untuk memberikan pemahaman dan mengecek karya ilmiah

yang dibuat oleh peserta didiknya.

6.2 Hakikat Karya Ilmiah

Karya ilmiah adalah suatu karya yang memuat dan mengkaji suatu

masalah tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah keilmuan (Prayitno

dkk.,2000:14; Djuroto dan Suprijadi, 2005:12). Sesuai dengan definisi itu,

esensi dari karya ilmiah adalah mengkaji suatu masalah. Selajutnya dalam

mengkaji masalah itu menggunakan kaidah-kaidah pengetahuan. Brotowijoyo

(1985:8-9) menyatakan bahwa karya ilmiah adalah karya berdasarkan ilmu

pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metodologi

penulisan yang baik dan benar. Beranjak dari pendapat-pendapat tersebut

dapat ditarik simpulan bahwa karya ilmiah adalah karya tulis yang menyajikan

gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan

Page 118: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 102

secara objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung

oleh fakta, teori, dan atau bukti-bukti empirik.

Istilah “ilmiah” yang mengikuti kata “karya” menunjukkan bahwa karya

ilmiah merupakan sebuah karya yang disusun secara ilmiah, mengikuti

standar keilmuan tertentu, dan harus disusun dengan format yang sangat

baku. Karya ilmiah harus disusun dengan mengikuti langkah-langkah metode

ilmiah, yaitu (1) menemukan masalah; (2) merumuskan hipotesis; (3)

mengumpulkan data; (4) mengambil simpulan; dan (5) menguji simpulan

kembali (Martono, 2012). Metode ilmiah tersebut merupakan roh sebuah

proses penulisan karya ilmiah. Penulisan semua bentuk karya ilmiah pasti

akan melewati proses-proses tersebut.

Karya ilmiah memiliki sejumlah karakteristik, yaitu:

(1) Mengacu kepada teori

Artinya karangan ilmiah wajib memiliki teori yang dijadikan sebagai

landasan berpikir/kerangka pemikiran/acuan dalam pembahasan

masalah.

Fungsi teori:

a) tolok ukur pembahasan dan penjawaban persoalan;

b) dijadikan data sekunder/data penunjang (data utama: fakta);

c) digunakan untuk menjelaskan, menerangkan, mengekspos dan

mendeskripsikan suatu gejala;

d) digunakan untuk mendukung dan memperkuat pendapat penulis.

(2) Berdasarkan fakta

Artinya setiap informasi dalam kerangka ilmiah selalu apa adanya,

sebenarnya, dan konkret.

(3) Logis

Artinya setiap keterangan dalam karya ilmiah selalu dapat ditelusuri,

diselidiki dan diusut alasan-alasannya, rasional dan dapat diterima akal.

(4) Objektif

Artinya dalam karya ilmiah semua keterangan yang diungkapkan tidak

pernah subjektif, senantiasa faktual dan apa adanya, serta tidak

diintervensi oleh kepentingan baik pribadi maupun golongan.

Page 119: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 103

(5) Sistematis

Baik penulisan atau penyajian maupun pembahasan dalam karangan

ilmiah disajikan secara teratur, kronologis, sesuai dengan prosedur dan

sistem yang berlaku, terurut, dan tertib.

(6) Valid

Artinya baik bentuk maupun isi karangan ilmiah sudah sah dan benar

menurut aturan ilmiah yang berlaku.

(7) Jelas

Artinya setiap informasi dalam karangan ilmiah diungkapkan sejernih-

jernihnya, gamblang, dan sejelas-jelasnya sehingga tidak menimbulkan

pertanyaan dan keraguan-raguan dalam benak pembaca.

(8) Seksama

Baik penyajian maupun pembahasan dalam karangan ilmiah dilakukan

secara cermat, teliti, dan penuh kehati-hatian agar tidak mengandung

kesalahan betapapun kecilnya.

(9) Tuntas

Pembahasan dalam karangan ilmiah harus sampai ke akar-akarnya.

Jadi, supaya karangan tuntas, pokok masalah harus dibatasi, tidak boleh

terlalu luas.

(10) Bahasanya Baku

Bahasa dalam kerangka ilmiah harus baku artinya harus sesuai dengan

bahasa yamg dijadikan tolok ukur atau standar bagi betul tidaknya

penggunaan bahasa.

(11) Penulisan sesuai dengan aturan standar (nasional atau internasional).

Akan tetapi, tata cara penulisan laporan penelitian yang berlaku di

lembaga tempat penulis bernaung tetap harus diperhatikan.

6.3 Jenis-Jenis Karya Ilmiah

Jenis-jenis karya ilmiah setidaknya dapat dikelompokkan menjadi empat,

yaitu (1) paper dan makalah, (2) laporan praktikum, (3) artikel, dan (4) tugas

akhir.

Page 120: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 104

(1) Paper dan Makalah

Paper dan Makalah merupakan rumusan atau simpulan pemikiran

sebagai hasil telaah atau pengkajian sederhana dari sebuah referensi

bacaan, pemikiran tokoh, ilmuwan atau penulis sebelumnya. Karya

ilmiah jenis ini biasa diberikan oleh dosen atau guru kepada mahasiswa

atau siswanya. Tujuannya adalah untuk memberikan ruang bagi peserta

didik dalam menuangkan gagasan ilmiahnya untuk mengasah

kemampuan intelektualnya dalam menanggapi permasalahan yang

berkembang. Makalah biasanya disajikan dalam forum seminar,

lokakarya, workshop, dan sejenisnya. Sering dikatakan bahwa paper

merupakan bentuk karya ilmiah yang lebih ringkas dari makalah.

(2) Laporan praktikum

Laporan praktikum biasanya merupakan laporan tertulis dari

serangkaian kegiatan praktikum yang telah dilakukan oleh seorang atau

sekelompok siswa/mahasiswa. Dalam menuliskan laporan unsur

kronologis menjadi sangat penting karena praktik kerja baik di lapangan

maupun di laboratorium terdiri atas tahapan-tahapan yang sistematis

yang harus dilaporkan secara sistematis juga. Dengan demikian penulis

laporan praktikum dituntut untuk menyampaikan sebuah kegiatan secara

sistematis, runtut, dan terperinci.

(3) Artikel

Artikel merupakan gagasan tertulis dari penulis tentang suatu

permasalahan yang didasarkan pada kajian pustaka atau hasil

penelitian. Artikel merupakan diseminasi pemikiran dari ahli atau

seseorang yang secara intens mengamati permasalahan tertentu. Artikel

hampir mirip dengan makalah, yang membedakan adalah ruang

publikasinya. Apabila makalah disampaikan dalam forum seminar atau

workshop, artikel dipublikasikan di media massa baik jurnal ilmiah

maupun media massa seperti koran atau majalah, yang biasa disebut

artikel ilmiah populer.

Page 121: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 105

(4) Tugas akhir

Baik skripsi (tingkat S1), thesis (S2) maupun disertasi (S3) merupakan

karya ilmiah yang ditujukan untuk mengakhiri studi di perguruan tinggi.

Tugas akhir biasanya berupa hasil penelitian dari bidang tertentu (sesuai

jurusan atau program studi yang diambil) yang kemudian diujikan secara

lisan untuk memperoleh derajat kelulusan dan kelayakan karya tersebut.

Pengelompokan mengenai jenis karya ilmiah lain dilakukan dengan

membedakannya dari segi materi, susunan, tujuan, serta panjang-pendeknya

karya tulis ilmiah tersebut. Penentuan jenis atau macam karya ilmiah

biasanya disesuaikan dengan peruntukan karya ilmiah tersebut. Djuroto dan

Suprijadi (2005:24) secara garis besar mengklasifikasikan karya ilmiah

menjadi dua, yaitu karya ilmiah pendidikan dan karya ilmiah penelitian.

(1) Karya ilmiah pendidikan

(a) Karya ilmiah pendidikan digunakan untuk tugas meresume

pembelajaran serta sebagai prasyarat mencapai suatu gelar

pendidikan. Karya ilmiah pendidikan terdiri atas:

- Paper atau makalah

- Pra skripsi (untuk memperoleh gelar sarjana muda)

- Skripsi

- Tesis

- Disertasi

(b) Karya ilmiah panduan

- Panduan pengajaran (textbook)

- Buku pegangan (handbook)

- Buku pelajaran (diklat)

(c) Karya ilmiah referensi

- Kamus

- Ensiklopedi

(2) Karya ilmiah penelitian

(a) Makalah seminar

(b) Laporan hasil penelitian

Page 122: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 106

(c) Jurnal penelitian

6.4 Sistematika Penulisan Karya Ilmiah

Sampai sekarang format penyajian karya ilmiah belum ada yang baku.

Format karya ilmiah standar LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

dengan penulisan skripsi, tesis, ataupun disertasi pada perguruan tinggi tidak

sama. Bahkan, perguruan tinggi yang satu dengan perguruan tinggi yang lain,

dalam menentukan format tulisan ilmiah sering berbeda. Oleh karena itu,

penulis karya ilmiah harus menyadari terlebih dahulu untuk siapa tulisan itu

nanti akan diajukan. Jika penulisan karya ilmiah itu untuk mendapatkan angka

kredit dari LIPI, maka format tulisannya harus mengikuti format LIPI. Demikian

juga karya ilmiah untuk meraih gelar sarjana, format penulisannya mengikuti

format perguruan tinggi.

Meskipun berbeda dalam format penulisannya, penyajian atau

pemaparan suatu karya ilmiah antara LIPI dan perguruan tinggi tetap sama,

yaitu logis dan empiris. Logis artinya masuk diakal, sedangkan empiris artinya

dibahas secara mendalam dengan kaidah-kaidah keilmuah. Berikut ini adalah

contoh sistematika penulisan ilmiah.

BAGIAN AWAL i. Halaman Judul ii. Lembar Persetujuan iii. Abstrak iv. Prakata v. Daftar Isi vi. Daftar Tabel (tentatif) vii. Daftar Gambar (tentatif) viii. Dafar Lampiran (tentatif)

BAGIAN INTI BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian 4. Manfaat Penelitian

Page 123: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 107

BAB II KERANGKA TEORI 1. Landasan Teori 2. Kajian Hasil Penelitian Sejenis 3. Kerangka Berpikir 4. Hipotesis Penelitian (tentatif)

BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian 2. Populasi dan Sampel Penelitian 3. Jenis, Sumber, dan Teori Pengumpulan Data 4. Teknik Analisis Data

BAB IV PEMBAHASAN PENELITIAN 1. Gambaran Umum Objek Penelitian 2. Deskripsi Hasil Penelitian 3. Pembahasan

BAB V PENUTUP 1. Simpulan 2. Saran

BAGIAN AKHIR 1. Daftar Pustaka 2. Lampiran

Untuk memenuhi prasyarat memperoleh gelar, seorang mahasiswa

dituntut untuk membuat karya ilmiah berupa tugas akhir (TA)/skripsi.

Pembuatan TA/skripsi diawali dengan pembuatan proposal penelitian.

Proposal penelitian untuk menyusun tugas akhir dan atau skripsi terdiri atas

komponen yang sama (Undiksha, 2009:6). Demikian juga komponen tugas

akhir atau skripsi. Letak perbedaan antara keduanya terletak pada kadar

kedalamannya. Berikut ini dipaparkan komponen-komponen penyusun

proposal dan komponen penyusun TA/skripsi yang berlaku di Undiksha.

(1) Sistematika Proposal Penelitian

A. Halaman Sampul B. Lembar Persetujuan Pembimbing C. Latar Belakang Masalah Penelitian D. Perumusan Masalah Penelitian E. Tujuan Penelitian F. Manfaat Hasil Penelitian

Page 124: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 108

G. Kajian Teori H. Metode Penelitian I. Jadwal Waktu Penelitian J. Daftar Pustaka

(2) Sistematika Tugas Akhir atau Skripsi LEMBAR ADMINISTRATIF (a) Sampul (b) Halaman Judul (c) Lembar Persetujuan Pembimbing (d) Lembar Persetujuan Penguji (e) Lembar Persetujuan Panitia Ujian (f) Lembar Pernyataan Karya sendiri (g) Lembar Motto (tentatif)

BAGIAN ISI PRAKATA ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL (tentatif) DAFTAR GAMBAR (tentatif) DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN (tentatif) BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Hasil Penelitian 1.5 Penjelasan Istilah (jika dipandang perlu)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 ………………………………….. 2.2 ………………………………….. 2.3 ………………………………….. 2.4 Hipotesis Penelitian (jika ada)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian (untuk penelitian kualitatif) 3.3 Subjek Penelitian/Populasi dan Sampel 3.4 Instrumen Penelitian 3.5 Pengumpulan Data 3.6 Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Page 125: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 109

4.2 Pembahasan

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan 5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Berikut ini dijabarkan satu per satu bagian laporan TA/skripsi.

Lembar Administratif

(a) Sampul

Sebagai halaman terdepan yang pertama dibaca dari suatu karya ilmiah,

halaman sampul harus dapat memberikan informasi singkat, jelas, dan

tidak bermakna ganda (ambigu) kepada pembaca tentang karya ilmiah

tersebut yang berupa judul, jenis karya ilmiah (skripsi/tesis/disertasi),

identitas penulis, institusi, dan tahun pengesahan.

(b) Halaman Judul

Secara umum informasi yang diberikan pada halaman judul sama

dengan halaman sampul, tetapi pada halaman judul dicantumkan

informasi tambahan, yaitu untuk tujuan dan dalam rangka apa karya

ilmiah itu dibuat.

(c) Lembar Persetujuan

Terdapat tiga lembar halaman persetujuan, yaitu lembar persetujuan

pembimbing, lembar persetujuan penguji, dan lembar persetujuan

panitia ujian. Halaman ini memuat tanggal, bulan, dan tahun

dilaksanakannya ujian, nama pembimbing, nama penguji, nama panitia

ujian, NIP masing-masing pembimbing, penguji, dan panitia ujian.

(d) Lembar Pernyataan Karya Sendiri

Halaman ini berisi pernyataan tertulis dari penulis bahwa tugas akhir

yang disusun adalah hasil karyanya sendiri dan ditulis dengan mengikuti

kaidah penulisan ilmiah.

Page 126: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 110

(e) Lembar Motto (tentatif)

Lembar motto adalah lembar yang memuat slogan yang mampu

menginspirasi penulis dalam melaksanakan penulisan karya ilmiah pada

khususnya dan menjalankan kehidupan akademik pada umumnya.

Bagian Isi

(a) Prakata

Halaman prakata memuat pengantar singkat atas karya ilmiah. Prakata

memuat ucapan terima kasih atau penghargaan kepada berbagai pihak

yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir. Sebaiknya,

ucapan terima kasih atau penghargaan tersebut juga mencantumkan

bantuan yang mereka berikan, misalnya bantuan dalam memperoleh

masukan, data, sumber informasi, serta bantuan lain dalam

menyelesaikan tugas akhir.

(b) Abstrak

Abstrak merupakan ikhtisar suatu tugas akhir yang memuat

permasalahan, tujuan, metode penelitian, hasil, dan kesimpulan. Abstrak

dibuat untuk memudahkan pembaca mengerti secara cepat isi tugas

akhir dan untuk memutuskan apakah perlu membaca lebih lanjut atau

tidak.

(c) Daftar Isi

Daftar Isi memuat semua bagian tulisan beserta nomor halaman

masing-masing yang ditulis sama dengan isi yang bersangkutan.

(d) Daftar Tabel, Daftar Gambar, Daftar Lampiran, dan Daftar Singkatan

Daftar tabel, gambar, dan singkatan bersifat tentatif atau opsional. Daftar

tabel memuat semua tabel yang ada dalam karya ilmiah yang diurutkan

secara runtut. Begitu pula halnya dengan daftar gambar dan daftar

singkatan yang diurut secara runtut. Sementara itu, daftar lampiran

memuat semua lampiran yang berisikan nomor lampiran, judul lampiran,

dan halaman tempat lampiran itu berada yang juga diurutkan secara

runtut.

Page 127: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 111

(e) Pendahuluan

(1) Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah mengemukakan kesenjangan antara

harapan dan kenyataan, baik kesenjangan teoritik maupun praktis

yang melatarbelakangi masalah yang diteliti.

(2) Perumusan Masalah

Rumusan masalah adalah suatu pertanyaan yang akan dijawab

dalam sebuah penelitian. Oleh karena itu, hendaknya disusun secara

singkat. Rumusan masalah yang baik akan menampakkan variabel-

variabel yang diteliti, jenis atau sifat hubungan antara variabel

tersebut, dan subjek penelitian. Selain itu, rumusan masalah

hendaknya dapat diuji secara empiris atau dengan kata lain

memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan

yang diajukan.

Contoh:

(3) Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam

penelitian. Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan

rumusan masalah penelitian. Perbedaannya terletak pada cara

merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan

menggunakan kalimat tanya, sedangkan tujuan penelitian dinyatakan

dalam bentuk pernyataan.

1) Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan kesulitan

belajar siswa kelas VIIE SMPN 5 Negara dalam

pembelajaran keterampilan berbicara?

2) Bagaimanakah strategi guru SMPN 5 Negara untuk

mengatasi faktor penyebab kesulitan belajar siswa kelas

VIIE?

Page 128: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 112

Contoh:

(4) Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat penelitian memuat kontribusi yang diharapkan dari hasil

penelitian itu sendiri. Perumusan manfaat penelitian akan

memperkuat dan meningkatkan kelayakan sebuah pokok persoalan

atau masalah untuk dikaji berdasarkan langkah-langkah akademis.

(5) Penjelasan Istilah

Penjelasan istilah dapat dicantumkan jika penulis merasa ada hal-hal

yang perlu dijelaskan agar penggunaan istilah-istilah tertentu tidak

mengakibatkan perbedaan pandangan atau ambigu antara penulis

dengan pembaca atau antara pembaca dan pembaca yang lain.

(f) Kajian Pustaka

Penelitian sebagai kegiatan ilmiah di dalamnya memerlukan

dugaan atau jawaban sementara sebagai dasar argumentasi dalam

mengkaji persoalan. Dengan cara demikian akan diperoleh jawaban

yang dapat diandalkan. Sebelum mengajukan hipotesis, peneliti wajib

mengkaji teori-teori atau hasil penelitian sebelumnya yang relevan

dengan masalah yang akan diteliti. Dalam mengkaji suatu teori, tidak

hanya teori yang relevan saja, teori yang bertentantan juga diperlukan

sebagai kerangka berpikir peneliti.

Kajian pustaka memuat dua hal pokok. Pertama, deskripsi teoritis

tentang objek (variabel) yang diteliti dan kesimpulan tentang kajian yang

Berdasarkan rumusan masalah yang ingin dipecahkan,

dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor

penyebab kesulitan belajar siswa kelas VIIE SMPN 5

Negara dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

2) mendeskripsikan dan menganalisis strategi guru SMPN 5

Negara untuk mengatasi faktor penyebab kesulitan

belajar siswa kelas VIIE.

Page 129: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 113

antara lain berupa argumentasi atas hipotesis yang diajukan dalam bab

yang mendahuluinya. Untuk dapat memberikan deskripsi teoritis

terhadap variabel yang diteliti, diperlukan adanya kajian teori yang

mendalam. Kedua, argumentasi atas hipotesis yang diajukan menuntut

peneliti untuk mengintegrasikan teori yang dipilih sebagai landasan

penelitian dengan hasil kajian mengenai temuan penelitian yang relevan.

Prinsip bahan pustaka yang dikaji didasarkan pada dua kriteria,

yaitu:

(1) Prinsip kemutakhiran, prinsip kemutakhiran penting karena ilmu

pengetahuan terus berkembang dengan cepat. Sebuah teori yang

efektif pada suatu periode mungkin sudah ditinggalkan pada

periode berikutnya. Dengan prinsip kemutakhiran, peneliti dapat

berargumentasi berdasarkan pada teori-teori yang pada waktu itu

dipandang paling representatif. Hal yang serupa juga berlaku

terhadap telaah laporan-laporan penelitian.

(2) Prinsip relevansi, hal ini diperlukan untuk menghasilkan kajian

pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.

(g) Metode Penelitian

(1) Rancangan penelitian

Penjelasan mengenai rancangan atau desain penelitian yang

digunakan perlu diberikan untuk setiap jenis penelitian. Rancangan

penelitian diartikan sebagai strategi untuk mengatur latar penelitian

agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan

karakteristik variabel dan tujuan penelitian.

(2) Lokasi penelitian

Lokasi penelitian menunjukkan tempat atau letak di mana data

penelitian yang diperlukan itu diambil.

(3) Subjek penelitian/populasi dan sampel

Istilah populasi dan sampel tepat digunakan jika penelitian yang

dilakukan menggunakan sampel sebagai subjek penelitian. Akan

Page 130: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 114

tetapi jika sasarannya adalah seluruh anggota populasi, akan lebih

cocok digunakan istilah subjek penelitian.

Penjelasan yang akurat tentang karakteristik populasi penelitian

perlu diberikan, agar banyaknya sampel dan cara pengambilannya

dapat ditentukan secara tepat. Tujuannya agar sampel yang dipilih

benar-benar representatif atau dapat mencerminkan keadaan

populasinya secara cermat.

(4) Instrumen penelitian

Pada bagian ini dikemukakan instrumen yang digunakan untuk

mengukur variabel yang diteliti. Setelah itu, baru dipaparkan

prosedur pengembangan instrumen pengumpul data atau alat dan

bahan yang digunakan dalam penelitian. Dengan cara ini akan

terlihat apakah instrumen yang digunakan sesuai dengan variabel

yang diukur, paling tidak ditinjau dari segi isinya.

(5) Pengumpulan data

Bagian ini menguraikan (1) langkah-langkah yang ditempuh dan

teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, (2) kualifikasi dan

jumlah petugas yang terlibat dalam proses pengumpulan data, serta

(3) jadwal waktu pelaksanaan pengumpulan data.

Jika peneliti menggunakan orang lain sebagai pengumpul data,

perlu dijelaskan cara pemilihan serta upaya mempersiapkan mereka

untuk menjalankan tugas. Proses mendapatkan izin penelitian,

menemui pejabat berwenang, dan hal lain yang sejenis tidak perlu

dilaporkan. Walaupun hal ini adalah sesuatu yang tidak dapat

dilewatkan dalam proses pelaksanaan penelitian.

(6) Analisis data

Subbab ini memuat tentang teknik analisis data yang digunakan.

Pemilihan jenis analisis data sangat ditentukan oleh jenis data yang

dikumpulkan dengan tetap berorientasi pada tujuan yang hendak

dicapai atau hipotesis yang hendak diuji. Oleh karena itu, yang lebih

penting untuk diperhatikan dalam analisis data adalah ketepatan

teknik analisisnya, bukan kecanggihannya.

Page 131: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 115

(h) Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bagian ini merupakan laporan hasil penelitian dengan menyajikan

data, fakta, dan temuan berikut pembahasan atau pengembangan dari

temuan penelitian. Hasil penelitian disajikan dalam ragam bahasa tulis

baku dan didukung oleh tabel, grafik, gambar, foto, atau bentuk lain

yang mampu mempertegas atau mempertajam makna hasil penelitian.

Jika terdapat hipotesis, bagian ini merupakan medium pengujian

hipotesis. Untuk itu, pada bagian ini perlu dikemukakan kembali

rumusan hipotesis nol dan hasil pengujiannya beserta penjelasannya

yang dikemukakan secara ringkas dan jelas.

(i) Penutup

Bagian ini terdiri atas dua sub, yaitu simpulan dan saran. Isi

simpulan harus terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian. Dengan kata lain, simpulan terikat secara substantif terhadap

temuan-temuan penelitian yang mengacu pada tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Simpulan juga dapat ditarik dari hasil

pembahasan, namun yang benar-benar relevan dan mampu

memperkaya temuan penelitian yang diperoleh.

Sementara itu, saran yang diajukan hendaknya selalu bersumber

pada temuan penelitian, pembahasan, dan kesimpulan hasil penelitian.

Saran hendaknya tidak ke luar dari batas-batas lingkup dan implikasi

penelitian. Saran yang baik dapat dilihat dari rumusannya yang bersifat

rinci dan operasional. Artinya, jika orang lain hendak melaksanakan

saran tersebut ia tidak mengalami kesulitan dalam menafsirkan atau

melaksanakannya. Saran dapat ditujukan kepada sebuah intitusi

perguruan tinggi, pemerintah atau swasta, atau pihak lain yang dianggap

layak.

Page 132: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 116

(j) Daftar Pustaka

Istilah lain untuk daftar pustaka adalah daftar rujukan. Dalam daftar

rujukan bahan pustaka yang dimasukkan harus sudah dimasukkan

dalam teks sebelumnya. Artinya, bahan pustaka yang dipakai sebagai

bahan bacaan akan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak perlu

dimasukkan dalam daftar pustaka. Sebaliknya untuk semua bahan

pustaka yang telah disebutkan dalam teks, harus tercantum dalam daftar

pustaka.

(k) Lampiran

Lampiran hendaknya berisi keterangan-keterangan yang dipandang

penting untuk sebuah karya ilmiah, misalnya instrumen penelitian, data

mentah, hasil penelitian, rumus-rumus statistik yang diperlukan, hasil

perhitungan statistik, surat izin dan bukti telah melaksanakan penelitian,

serta lampiran lain yang dianggap perlu. Untuk mempermudah

pemanfaatnya, setiap lampiran harus diberi nomor urut lampiran dengan

menggunakan angka Arab.

Selain membuat laporan untuk tugas akhir, mahasiswa juga dituntut

mampu menyusun artikel. Telah dibahas pada paparan sebelumnya bahwa

artikel merupakan gagasan tertulis dari penulis tentang suatu permasalahan

yang didasarkan pada kajian pustaka atau hasil penelitian. Pada era 50-an,

masyarakat Eropa dan Amerika berpandangan bahwa setiap tulisan yang

dimuat di media cetak disebut artikel. Namun, setelah profesi tulis-menulis

berkembang, mulailah dibedakan antara tulisan yang berisi peristiwa dan

proses (feature), tulisan yang berisi pendapat (opini), dan artikel. Feature

merupakan bentuk tulisan yang berupa berita, sedangkan opini merupakan

gagasan pribadi penulis (KBBI, 2005:308). Sementara itu, artikel diartikan

sebagai sebuah tulisan yang isinya fakta berikut masalah-masalah yang

saling berkaitan diikuti dengan pendirian subjektif yang disertai argumentasi

berdasarkan teori keilmuan dan data-data empiris yang mendukung pendirian

itu.

Page 133: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 117

Ditinjau dari segi teknik penulisan dan media yang akan dituju, artikel

dapat dibedakan atas dua macam, yaitu artikel ilmiah dan artikel populer.

Yang pertama biasanya dikirim ke majalah ilmiah atau jurnal, sedangkan yang

kedua biasanya dikirim ke media cetak seperti koran. Artikel ilmiah ini pun

masih dapat dibedakan atas dua macam, yaitu artikel ilmiah yang berupa

rangkuman hasil penelitian dan artikel ilmiah yang berupa kajian pustaka

(gagasan konseptual). Perbedaan sistematika kedua artikel ilmiah tersebut

hanya terletak pada subjudul metode penelitian.

Tabel 6.1 Sistematika Artikel dalam Jurnal Ilmiah

Artikel

Hasil Penelitian Kajian Pustaka

Judul artikel

Identitas penulis

Abstrak

A. Pendahuluan

B. Metode Penelitian

C. Pembahasan

D. Penutup

Daftar Pustaka

Judul artikel

Identitas penulis

Abstrak

A. Pendahuluan

B. Pembahasan

C. Penutup

Daftar Pustaka

Berikut ini dijelaskan satu per satu bagian artikel ilmiah.

(1) Judul artikel

Judul artikel ilmiah sebaiknya ditulis singkat. Jumlah kata dalam judul

sebaiknya tidak melebihi 15 kata dan ditulis sesuai dengan ejaan yang resmi

berlaku (EYD).

(2) Identitas penulis

Nama penulis ditulis secara lengkap. Apabila nama penulis cukup

panjang, maka sebaiknya nama belakang penulis tidak disingkat. Nama yang

disingkat adalah nama depan atau nama tengah. Selain nama penulis

dicantumkan pula instansi tempat penulis bernaung dan alamat email penulis.

Page 134: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 118

(3) Abstrak

Abstrak merupakan istilah yang cukup asing bagi mahasiswa. Abstrak

merupakan deskripsi singkat yang memuat informasi mengenai isi artikel

ilmiah secara singkat. Istilah abstrak sangat berbeda dengan ringkasan.

Abstrak berisi hal-hal yang lebih khusus daripada ringkasan. Perbedaan ini

dapat dilihat dari panjang dan isinya. Panjang abstrak lebih pendek daripada

ringkasan. Panjang abstrak umunya hanya satu paragraf saja atau antara 150

sampai 200 kata, namun harus menjelaskan garis besar laporan penelitian.

Setelah abstrak, diberikan kata-kata kunci atau key words. Ringkasan lebih

panjang daripada abstrak. Ringkasn menjelaskan isi artikel secara lebih

detail, dari pendahuluan sampai simpulan. Kita tidak perlu menuliskan latar

belakang masalah dalam abstrak. Abstrak ditulis 1 spasi.

(4) Pendahuluan

Bagian ini menjelaskan hal-hal yang mendasari atau melatarbelakangi

munculnya masalah atau ketertarikan kita pada masalah yang akan dibahas.

Pada bagian ini dijelaskan berbagai argumentasi yang menguatkan bahwa

masalah tersebut memang layak untuk dikaji. Selain itu, pada bagian ini juga

dijelaskan “apakah masalah tersebut penting untuk dikaji?”; “apa menariknya

masalah yang akan dikaji?”; “apa yang menjadi dasar bahwa fenomena sosial

tersebut dianggap sebagai sebuah permasalahan?” Untuk keperluan tersebut,

kita dapat menguraikan berbagai ketimpangan yang terjadi antara kondisi

ideal (das sollen) dan kondisi sosial yang real terjadi (das sein).

Untuk memperkuat argumentasi, dapat ditampilkan dasar teori atau

data yang memperkuat argumentasi tersebut sehingga pembaca menjadi

yakin dan tertarik atau berminat untuk membaca hasil penelitian kita. Ini

berarti, dalam pendahuluan juga terdapat kajian teori yang digunakan dalam

penelitian. Penulis menjelaskan berbagai konsep utama yang berkaitan

dengan masalah yang dikaji dengan berbagai argumentasi teoritis. Selain itu,

kita juga perlu menyertakan hasil-hasil studi sebelumnya yang relevan

dengan penelitian yang akan dilakukan. Hal ini perlu dilakukan karena jika

masalah penelitian tersebut ternyata pernah dikaji orang lain, maka kita harus

Page 135: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 119

dapat menjelaskan apa yang membedakan tulisan kita dengan tulisan yang

pernah dipublikasikan sebelumnya. Hal ini juga dilakukan untuk menghindari

adanya indikasi plagiatisme atau penjiplakan hasil karya orang lain. Uraian

dalam kajian pustaka ini dapat menjadi dasar perumusan hipotesis penelitian.

Pendahuluan dalam artikel juga menjelaskan rumusan masalah dan tujuan

penulisan.

Pada beberapa instansi ada juga yang memisahkan bagian

pendahuluan dan bagian kajian teori ke dalam sub yang berbeda. Yang perlu

diingat adalah ke mana kita akan mengajukan artikel yang dibuat, maka

aturan penulisan itu yang harus diikuti. Dalam aturan penulisan artikel pada

Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha, antara bagian pendahuluan dan

kajian teori dirangkum menjadi satu kesatuan. Selain itu, kata “pendahuluan”

tidak dinyatakan secara ekslisit (contoh artikel dapat dilihat pada lampiran).

(5) Metode Penelitian

Bagian ini hanya ada dalam artikel ilmiah hasil penelitian. Bagian ini

menjelaskan metode penelitian yang digunakan secara singkat, tidak perlu

mendetail seperti dalam laporan penelitian. Ada beberapa komponen yang

perlu dijelaskan dalam bagian ini, yaitu:

a) Metode penelitian. Pada bagian ini dijelaskan metode penelitian yang

digunakan.

b) Sasaran penelitian. Sasaran penelitian atau sering disebut objek

penelitian menunjuk pada orang, individu atau kelompok yang menjadi

unit atau satuan yang diteliti.

c) Lokasi penelitian. Bagian ini menjelaskan lokasi tempat penelitian

berlangsung. Lokasi penelitian hanya ada dalam penelitian lapangan,

sedangkan untuk penelitian analisis isi dan analisis data sekunder,

tidak perlu menjelaskan lokasi penelitian karena bukan penelitian

lapangan.

d) Teknik sampling. Teknik sampling merupakan metode atau cara dalam

penentuan atau pengambilan sampel.

Page 136: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 120

e) Hipotesis (bila ada). Hipotesis dapat dinyatakan secara tertulis

(menggunakan kalimat) atau dengan menggambarkan hubungan

geometris antarvariabel.

f) Metode pengumpulan data. Pada bagian ini, peneliti menjelaskan

bagaimana peneliti mengumpulkan data yang diperlukan untuk

menjawab masalah penelitian.

g) Metode analisis data. Analisis data dalam penelitian kuantitatif

menggunakan statistik sebagai alat bantu dalam membuat kesimpulan.

Penelitian kualitatif, tentu saja ada banyak metode analisis yang dapat

dipilih.

(6) Pembahasan

Bagian pembahasan merupakan bagian inti yang menjadi jantung

sebuah artikel ilmiah. Di sinilah orisinalitas sebuah artikel ilmiah akan

ditunjukkan. Bagian ini merupakan bagian yang menguraikan berbagai

temuan, berbagai hasil pemikiran penulis yang bertujuan untuk menjelaskan

masalah yang dikaji. Pemikiran atau argumentasi penulis dapat dituangkan

dalam bagian ini.

(7) Penutup

Bagian penutup terdiri atas simpulan dan saran. Simpulan merupakan

jawaban akhir masalah yang sedang dikaji. Simpulan harus konsisten dengan

rumusan masalah. Untuk itu, jumlah simpulan perlu disesuaikan dengan

jumlah rumusan masalah, sehingga ada konsistensi antara rumusan masalah

dan simpulan.

Bagian terakhir artikel ilmiah adalah saran. Bagian ini merupakan

bagian yang tidak selalu ada, artinya artikel ilmiah (terutama artikel gagasan

konseptual) boleh tidak menyertakan saran. Saran merupakan sebuah uraian

singkat mengenai “apa yang dapat kita rekomendasikan kepada pihak lain

yang berkepentingan berdasarkan hasil temuan kita”. Saran disusun

berdasarkan simpulan, untuk itu, saran harus sejalan dengan simpulan.

Berikut ini merupakan gambaran hubungan unsur-unsur dalam artikel ilmiah.

Page 137: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 121

Gambar 6.1 Hubungan Antarunsur dalam Artikel Ilmiah

Sumber: Martono (2012)

Ringkasan

Karya ilmiah adalah suatu karya yang memuat dan mengkaji suatu

masalah tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah keilmuan. Karya ilmiah

mempunyai sejumlah karakteristik seperti mengacu kepada teori, logis,

objektif, seksama, dan sebagainya. Jenis karya ilmiah meliputi (1) makalah,

(2) kertas kerja, (3) laporan praktik kerja, (4) skripsi, (5) tesis, dan (6)

disertasi.

Latihan

1. Apa yang menjadi karakteristik sebuah karya ilmiah?

2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis karya ilmiah yang Anda ketahui!

3. Jelaskan sistematika sebuah karya ilmiah!

4. Buatlah sebuah karya tulis berupa artikel ilmiah kajian pustaka

dengan mengangkat masalah yang sesuai dengan ketertarikan Anda!

Latar belakang masalah

Rumusa masalah 1

Rumusa masalah

2

Kajian Pustaka

Simpulan 1

Simpulan 2

Saran 1

Saran 2

Page 138: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 122

Page 139: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 123

BAB 7

Kutipan, Daftar Pustaka, dan Catatan Kaki

Pengantar

Dalam kegiatan menulis, terlebih menulis karya ilmiah, seorang penulis

kerap menemukan kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Pengetahuan

yang minim mengenai hakikat karya ilmiah merupakan salah satu faktor

penyebabnya. Selain itu, kendala lain muncul dari ketidakpahaman mengenai

masalah teknis penulisan, seperti masalah penulisan kutipan dan daftar

pustaka.

Dalam membuat sebuah karya ilmiah, penulis karya ilmiah tentunya

akan meramu pendapat dari berbagai ahli untuk menunjang, memperkuat,

atau membandingkan pendapat-pendapat yang ada. Proses pemindahan

pendapat dari sebuah buku, jurnal, atau karya lain yang diajukan oleh

seseorang ke dalam sebuah tulisan inilah yang dinamakan pengutipan.

Pengutipan bisa dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Untuk

mengetahui dan sebagai pertanggungjawaban atas pengutipan yang

dilakukan, seorang penulis membuat sebuah daftar identitas di mana kutipan

tersebut diperoleh. Daftar itu setidaknya memuat nama penulis kutipan, tahun,

judul, dan identitas penerbitan. Daftar identitas inilah yang disebut dengan

daftar pustaka.

Selain dengan cara menaruh keterangan di tubuh teks, seorang

penulis juga sering ingin memberikan keterangan dan komentar, menjelaskan

sumber kutipan atas apa yang telah ditulisnya pada bagian bawah atau kaki

teks. Cara yang seperti itulah disebut catatan kaki atau footnote. Catatan kaki

atau footnote ditulis di bagian bawah setiap lembaran atau akhir bab

karangan ilmiah.

Page 140: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 124

7.1 Pengutipan dalam Karya Ilmiah

Apabila kita perhatikan makalah ataupun jenis karya ilmiah yang lain,

penulis karya ilmiah tersebut mengemukakan pendapat orang lain yang

berasal dari buku atau sumber lain seperti artikel, laporan penelitian, dan

sebagainya. Pendapat orang lain itu ditandai dengan adanya keterangan

dalam tanda kurung, seperti (Prayitno dkk.,2000: 14-15). Pendapat orang lain

itu memperkuat pendapat yang dikemukakan oleh penulis karya ilmiah

tersebut. Pendapat yang dikutip itu disebut kutipan. Prabawa (2000:185)

menyatakan bahwa kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat seorang

pengarang atau ucapan orang terkenal yang terdapat dalam buku, majalah,

jurnal, surat kabar, antologi, hasilpenelitian, dan penerbitan-penerbitan lain.

Lebih jauh dari itu, Prabawa (2000) menyatakan bahwa tujuan membuat

kutipan, yaitu (a) sebagai barang bukti untuk menunjang pendapat penulis; (b)

sebagai bahan bukti untuk membedakan dengan pendapat penulis; (c)

sebagai bahan bukti untuk perbandingan dengan pendapat penulis; dan (d)

sebagai bahan bukti yang disanggah penulis.

Kutipan dibedakan antara kutipan langsung dan kutipan tidak

langsung. Kutipan langsung adalah kutipan yang langsung mengambil dari

sumber asli tanpa mengubah bahasanya. Sementara itu, kutipan tidak

langsung adalah kutipan yang hanya mengambil inti sarinya saja, bahasa

yang dituangkan dalam kutipan menggunakan bahasa penulis karya ilmiah itu

sendiri. Untuk memperjelas pemahaman mengenai kutipan langsung dan

tidak langsung, dapat diperhatikan dalam uraian berikut.

a) Kutipan langsung

Kutipan langsung dapat diartikan meminjam pendapat para ahli secara

utuh atau lengkap baik itu berupa frase atau kalimat. Kutipan langsung dapat

dibedakan pula atas:

(1) Kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat baris (kutipan

langsung pendek);

Page 141: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 125

(2) Kutipan langsung yang lebih dari empat baris (kutipan langsung

panjang).

Teknik penulisan kutipan langsung pendek:

(1) kutipan ditulis serangkai dengan teks;

(2) spasi kutipan menyesuaikan dengan teks (biasanya 1,5 spasi pada

makalah dan proposal, sedangkan 2 spasi pada skripsi ataupun

tesis);

(3) memakai tanda petik dua di awal dan akhir kutipan;

(4) menuliskan nama belakang pengarang, tahun terbit, dan halaman

tempat mengutip; penulisan nama pengarang dapat di awal kutipan

atau di belakang kutipan.

Contoh:

Atau:

Teknik penulisan kutipan langsung panjang:

(1) dipisahkan dari teks;

(2) spasi dalam kutipan adalah satu spasi

(3) dapat menggunakan tanda petik dua atau tidak (opsional) (Sofyan,

dkk., 2007:83);

(4) menuliskan nama belakang pengarang, tahun terbit, dan halaman

tempat mengutip; penulisan nama pengarang dapat di awal kutipan

atau di belakang kutipan.

……(teks)….. King (2007:xvi) berpendapat bahwa “berbicara

merupakan bentuk komunikasi manusia yang paling mendasar, yang

membedakan kita sebagai suatu spesies”. ……(teks)…..

……(teks)….. “berbicara merupakan bentuk komunikasi manusia

yang paling mendasar, yang membedakan kita sebagai suatu spesies”

(King, 2007:xvi). ……(teks)…..

Page 142: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 126

Contoh:

b) Kutipan tidak langsung

Kutipan tidak langsung dapat diartikan meminjam pendapat para ahli tidak

secara utuh. Penulis mengambil intinya atau topiknya saja, lalu

dikembangkan dengan pendapat penulis (tak terdapat perbedaan).

Teknik penulisan kutipan tidak langsung:

(1) kutipan disatukan dengan teks;

(2) spasi kutipan menyesuaikan dengan teks;

(3) tanpa adanya tanda petik dua;

(4) mencantumkan nama (belakang) pengarang, tahun, dan halaman.

Contoh:

Kutipan tidak langsung bila kutipan bersumber dari kutipan lain

Seorang penulis kadang kala mengutip pendapat ahli dari buku ataupun teks

lain karena tidak menemukan sumber asli dari pendapat ahli tersebut. Jika

demikian, penulis haruslah mengemukakan tempat di mana ia memperoleh

kutipan tersebut. Berikut adalah contoh kutipan yang dikutip dari kutipan lain.

……(teks)….. Lebih luas dari itu, Tarigan dan Suhender (1986:23)

menyatakan sebagai berikut.

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara lebih dari sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara untuk mengomunikasikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar.

……(teks)…..………………………………………….

……………………………………(teks)…..Berbicara adalah suatu keterampilan

menyampaikan pesan secara lisan (Wendra, 2006:4).

…(teks)…………………………

Page 143: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 127

7.2 Penulisan Daftar Pustaka (Bibliografi)

Daftar putaka adalah daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah

(misalnya makalah atau skripsi) yang berisikan identitas buku dan pengarang

yang disusun secara alfabetis. Daftar pustaka memiliki sejumlah fungsi,

seperti (1) menunjukkan bahwa tulisan itu ilmiah (bersifat ilmu pengetahuan);

(2) menginformasikan bahwa karya ilmiah itu (penelitian) memiliki referensi

dan akumulasi dari karya ilmiah terdahulu; dan (3) merupakan alat kontrol

pada landasan teoretis atau tinjauan pustaka.

Daftar pustaka berisi data seperti berikut:

(1) nama pengarang, dengan nama akhir diletakkan di bagian depan,

dipisahkan tanda koma. Gelar akademik tidak ditulis,

(2) tahun terbit,

(3) judul,

(4) tempat terbit, dan

(5) nama penerbit

Contoh:

Penulis satu orang

Keterangan:

Nama penulis dibalik, dipisahkan oleh tanda koma.

Penulis dua orang

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

………………………..……(teks)…………… Thompson (dalam Mudini dan

Purba, 2009:18) menyatakan bahwa komunikasi merupakan fitur

mendasar dari kehidupan sosial dan bahasa merupakan komponen

utamanya. …… (teks) …….

Badudu, J.S. 1989. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III. Jakarta: PT Gramedia.

Page 144: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 128

Keterangan:

Nama penulis kedua ditulis biasa, tanpa ada pembalikan nama.

Penulis tiga orang atau lebih

Keterangan:

Hanya nama penulis pertama yang dicantumkan. Nama-nama penulis lainnya

diganti dengan et.al atau dkk. (dan kawan-kawan).

Terdapat beberapa cara penulisan daftar pustaka sesuai dengan jenis

karangannya (buku, artikel, dokumen resmi, dsb). Berikut akan dijelaskan

satu per satu teknik-teknik penulisan daftar pustaka tersebut.

Sumber berupa buku

Teknik penulisan daftar pustaka yang bersumber dari buku menggunakan

teknik sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, baik

buku yang ditulis oleh satu orang pengarang, dua orang pengarang, maupun

tiga orang pengarang atau lebih. Jika pengarangnya memiliki dua buku yang

diterbitkan dalam tahun yang sama dengan judul buku yang berbeda, maka

teknik yang digunakan adalah dengan menambahkan huruf (a,b) di belakang

tahun terbit buku tersebut (Undiksha, 2011:37).

Contoh:

Sumber berupa buku terjemahan memiliki teknik penulisan yang berbeda.

Dalam hal ini, nama pengarang yang disebutkan adalah nama pengarang asli,

tahun terbitnya adalah tahun terbit naskah terjemahan, ditambahkan kata

Isjoni, H., dkk. 2007. Pembelajaran Visioner: Perpaduan Indonesia-Malaysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002a. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002b. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 145: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 129

terjemahan diikuti nama penerjemah serta judul naskah asli dan tahun

terbitnya, terakhir adalah kota penerbit dan penerbit terjemahan.

Contoh:

Sumber berupa artikel

Sebuah artikel bisa terdapat dalam buku kumpulan karangan atau bisa juga

dalam jurnal, makalah, buletin, dan koran. Dalam hal ini, judul artikel

ditempatkan di antara tanda petik rangkap (“….”), hurufnya dicetak biasa.

Contoh:

Bentuk sumber yang ditulis mirib dengan artikel ialah makalah. Dalam hal ini,

yang perlu ditambahkan pada daftar pustaka makalah adalah nama temu

ilmiah di mana makalah itu disajikan dan tanggal penyelenggaraannya.

Contoh:

Dantes, Nyoman. 2009. “Penelitian Kuantitatif” (makalah). Disajikan pada Workshop Penelitian Bagi Dosen UNHI Bali, tanggal 23-24 Oktober 2009.

Gagne, Robert M. 1990. Kondisi belajar dan Teori Pembelajaran. Terjemahan Munandir, disunting oleh Handy Kartawirata. The Conditions of Learning and Theory of Instruction (Fourth Edition). 1977. Jakarta: Antar Universitas/IUC (Bank Dunia XVII).

Lasmawan, Wayan dkk. 2009. “Vonis Mati Terhadap Mayat: Rekonstruksi Pemakaian Adat Istiadat pada Masyarakat Hindu Bali”. Media Komunikasi Ilmu Sosial, Volume 3, Tahun ke XVII (halaman 75-79).

Wibisono, Encep. 2009. “Meretas Nilai-nilai Demokrasi dalam Praktek Pendidikan di Era Otonomi”. Pikiran Rakyat, 21 Januari 2009, halaman 5, kolom 2-6.

Dantes, Nyoman. 2007. “Pengembangan Materi dan Model Pendidikan Multikultur dalam Pembelajaran IPS SMP” (halaman 21-26). Jurnal Pendidikan dan Humaniora. Singaraja: Lembaga Penelitian Undiksha.

Page 146: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 130

Sumber dari internet

Untuk sumber dari internet, maka penulisannya dapat dilakukan dengan

mengacu pada contoh berikut.

Sumber-sumber lain

Sumber lain yang dimaksud bisa berupa dokumen resmi, seperi undang-

undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, awig-awig desa adat, dan

lain-lain. Dalam hal ini kadang-kadang penerbitnya tidak disebutkan atau ada

lembaga yang bertanggung jawab menerbitkan, tetapi pasti bukan penulis

perorangan. Untuk itu, cara penulisannya dapat dilakukan sebagaimana

contoh berikut.

Untuk materi atau sumber yang diambil dari skripsi, tesis, dan atau disertasi,

maka penulisannya dapat dilakukan dengan mengacu pada contoh berikut.

Estherlydia. 2011. “Hubungan Guru dan Murid”. Dalam http:// hal 022-049 Faktor-faktor Kesulitan Belajar Akuntansi Siswa IPS SMAK BPK PENABUR Sukabumi. Diunduh 4 Januari 2012.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2009 tentang Tata cara Pengelolaan keuangan Negara. 2009. Jakarta: Kementerian Keuangan RI.

Dirjendikti. 2008. Pedoman Umum Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional RI.

Atmadja, I Nengah Bawa. 1998. Memudarnya Demokrasi Desa. Disertasi. (tidak diterbitkan). Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Page 147: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 131

7.3 Penulisan Catatan Kaki (Footnote)

Catatan kaki dicantumkan sebagai pemenuhan kode etik yang berlaku,

sebagai penghargaan terhadap karya orang lain. Catatan kaki dipergunakan

sebagai pendukung keabsahan penemuan atau pernyataan penulis yang

tercantum di dalam teks atau sebagai petunjuk sumber; tempat memperluas

pembahasan yang diperlukan, tetapi tidak relevan jika dimasukkan di dalam

teks, penjelasan ini dapat berupa kutipan pula; referensi silang, yaitu petunjuk

yang menyatakan pada bagian mana/halaman berapa, hal yang sama

dibahas di dalam tulisan; tempat menyatakan penghargaan atas karya atau

data yang diterima dari orang lain.

Catatan kaki dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1) Catatan kaki referensi: berisi tentang catatan sumber yang dikutip

2) Catatan kaki isi: berisi komentar terhadap konsep yang kita kutip

atau catatan tambahan yang sifatnya melengkapi tulisan.

Catatan kaki dicantumkan pada kaki halaman karangan atau di setiap

akhir bab karangan. Jika mengunakan computer tekanlah tombol insert –

refrensi lalu pilihlah Footnote/Endnote. Gunakan alenia menjolok.

Selanjutnya, penomoran catatan kaki dilakukan dengan menggunakan angka

Arab (1,2, dan seterusnya) di belakang bagian yang diberi catatan kaki, agak

ke atas sedikit, beri spasi tanpa memberikan tanda baca apapun.

Penyusunan catatan kaki dapat dilakukan dengan cara seperti berikut:

1 Nama belakang penulis, Judul Buku (Tempat : Penerbit, Tahun), halaman

2 Nama belakang penulis, “Judul Artikel”, dalam Nama Surat Kabar, Tanggal,

Bulan, dan Tahun, Halaman

3 Nama belakang penulis, “Judul Artikel”, dalam Nama Majalah, Edisi/ Nomor,

halaman.

4 Nama belakang penulis, “Judul Artikel”, dalam Nama Antologi dan Penulis

(Tempat Penerbit, Tahun), Halaman

5 Nama belakang penulis, “Judul Makalah”, Data Publikasi, Halaman

Page 148: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 132

6 Nama belakang penulis, “Judul Laporan Tugas Akhir”, (Tempat : Nama

Perguruan Tinggi, Tahun), Halaman

7 Nama belakang penulis, “Judul Skripsi/Tesis/Disertasi” (Tempat : Nama

Lembaga/Perguruan Tinggi), Halaman

8 Nama belakang penulis, “Judul Artikel”, dalam Alamat Website Internet,

Catatan Kaki Singkat

Sering kita hanya mengutip sekali dari satu sumber bacaan, tetapi dua,

tiga, atau lebih kita mengambil kutipan dari sumber bacaan tersebut. Cara

praktis yang dapat kita terapkan adalah pencantumkan catatan kaki singkat.

Ada tiga istilah dalam catatan kaki singkat, yaitu sebagai berikut:

1) Ibid, adalah bentuk singkat dari ibidium, artinya sama dengan di

atasnya. Ibid digunakan untuk catatan kaki yang tepat di atasnya. Cara

penulisan ibidium yaitu Ibid di bawah sumber bacaan yang diacu.

2) Loc.cit. adalah bentuk singkat dari loco citati, artinya tempat yang

telah dikutip. Loc.cit, digunakan untuk pencantuman sumber bacaan

yang sama, tetapi sudah diselingi oleh sumber bacaan yang lain. Cara

penulisannya : nama pengarang loc.cit, (tanpa nomor halaman).

3) Op. cit. adalah bentuk singkat dari opera citati, artinya dalam karya

yang telah dikutip. Op.cit dipergunakan untuk catatan kaki dari sumber

yang pernah dikutip, tetapi halaman berbeda dan telah disisipi catatan

kaki dari sumber lain. Urutannya : nama pengarang, op.cit, dan nomor

halaman. Penulisan singkat ibid, loc.cit, dan op.cit dilakukan dengan

menggunakan huruf kecil karena merupakan singkatan ungkapan

umum dan ditulis dengan menggunakan huruf miring, karena berupa

istilah asing. Berikut adalah contoh penerapan notasi ibid, loc.cit., dan

op.cit. Perhatikan contoh footnote pada makalah Bab I Pendahuluan

dan penjelasannya.

Page 149: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 133

Contoh:

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Arsyad1 mengatakan bahwa ekonomi manajerial adalah cabang ilmu ekonomi yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip ekonomi dalam proses pengambilan keputusan di dunia bisnis. Ia2 juga berpendapat bahwa ekonomi manajerial atau Ekonomi Mikro Terapan kerap kali didefinisikan sebagai penerapan teori ekonomi dan metodelogi ilmu pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah pengambilan keputusan.

Keputusan tersebut diambil untuk mendapatkan cara yang terbaik untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi. Selanjutnya, Sukrino3 berpendapat yang dimaksud dengan kegiatan ekonomi adalah kegiatan seseorang atau suatu perusahaan ataupun suatu masyarakat untuk memproduksi barang dan jasa maupun mengkonsumsinya.

Saat ini untuk melakukan kegiatan ekonomi atau suatu transaksi dapat menggunakan jasa pelayanan bank. Bank bersalah dari bahasa Itali yaitu baco yang artinya bangku. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena prosduknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pierson4 mengemukakan definisi bahwa bank adalah suatu badan usaha yang menerima kredit, tetapi tidak memberikan kredit.

Dalam dunia pelayaran, transaksi dilakukan dengan sistem pembayaran melalui bank5. Untuk kegiatan impor dan ekspor, pembayaran ke luar negeri dilakukan dengan cara sebagai berikut:

__________

1Arsyad, Ekonomi Menejerial (Yogyakarta : BPEE, 2000), hlm.3

2Ibid.

3Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi (Jakarta : Rajawali Pers, 2002), hlm.4

4Melayu, dasar-dasar Perbankan (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), hlm 12

5Arsyad, loc.cit

1

Page 150: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 134

1Arsyad, Ekonomi Menejerial (Yogyakarta : BPEE, 2000), hlm.3

Artinya untuk Footnote yang pertama, Anda mengambil kutipan dari buku

yang berjudul Ekonomi Manajerial karangan Lincoln Arsyad, halaman ke-3

yang diterbitkan oleh BPEE pada 2000 di Yogyakarta. 2Ibid.

Artinya, sumber bacaan yang kedua sama dengan sumber bacaan di atas

(footnote 1) 3Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi (Jakarta : Rajawali Pers, 2002),

hlm.4

Artinya, sumber bacaan yang ketiga berasal dari buku Pengantar Teori

Ekonomi halaman ke-4 yang ditulis Sadono Sukirno. Buku ini diterbitkan di

Jakarta oleh Rajawali Press pada 2002. 4Melayu, dasar-dasar Perbankan (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), hlm 12

Berarti, Footnote keempat ini diambil dari buku Dasar-dasar Perbankan

halaman ke-12 yang ditulis oleh Melayu pada tahun 2005 dan diterbitkan

oleh Bumi Aksara. 5Arsyad, loc.it

Berarti, Footnote ini bersumber sama (nama penulis, judul buku, penerbit,

tahun dan halaman) dengan di atas (footnote nomor I atau buku yang ditulis

oleh Arsyad yang sudah diselingi sumber bacaan lain (diselingi oleh sumber

bacaan dari pengarang Sukirno dan Melayu).

Ringkasan

Dalam sebuah karya ilmiah, penulis menggunakan teori-teori yang

bersumber dari pendapat-pendapat tokoh atau ahli. Teori atau pendapat-

pendapat tersebut dikutip dengan berbagai teknik yang dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu (1) kutipan langsung dan (2) kutipan tidak langsung.

Sumber-sumber yang memuat teori atau pendapat yang telah dikutip

selanjutnya dibuatkan daftar yang kemudian disebut daftar pustaka atau

bibliografi. Penulisan daftar pustaka juga memiliki sejumlah teknik sesuai

dengan jumlah pengarang dan sumbernya (makalah, buku, tesis, jurnal dan

sebagainya). Teknik pengutipan yang lain dan atau menambahkan komentar

adalah catatan kaki atau footnote. Catatan kaki biasa digunakan untuk

memberikan keterangan atau komentar dan menjelaskan sumber kutipan.

Catatan kiki atau footnote dapat dibedakan atas catatan kaki atau footnote

Page 151: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 135

referensi dan catatan kaki atau footnote isi. Ada tiga istilah dalam catatan kaki

singkat, yakni ibid, loc.cit., dan op.cit.

Latihan

1. Identitas buku:

Judul : Strategi: Konsep dan Aplikasinya

Penulis : Prof. Dr. Marimin Yamis, M.Hum., Prof. Dr. Iskandar Maeru,

M.Hum., Dr. Wasid Asak, M.Si.

Diterbitkan oleh CV Angkasa

Jl. Sawo Raya No.18

Jakarta 13220

Cetakan pertama, Juni 2011

Apabila Anda ingin membuat kutipan langsung pendek untuk memperoleh

materi mengenai definisi kesulitan belajar, bagaimanakah Anda

melakukannya dan bagaimanakah Anda membuat daftar pustakanya!

2. Buatlah masing-masing sebuah contoh kutipan langsung dan tidak

langsung yang bersumber dari internet dan jurnal, kemudian cobalah buat

daftar pustakanya!

3. Buatlah masing-masing contoh penulisan catatan kaki isi dan catatan kaki

referensi!

……………………………………………………………………………………………

Kesulitan belajar merupakan kumpulan gangguan yang bervariasi manifestasinya,

berupa kesulitan dalam memeroleh dan menggunakan kemampuan mendengar,

berbicara, membaca, menulis, berpikir, dan berhitung. Dalam praktek sering

dijumpai kesulitan belajar pada bidang yang satu bisa juga berhubungan dengan

bidang yang lainnya. Masalah kesulitan belajar tidak hanya dijumpai pada siswa di

daerah pedesaan saja, masalah ini juga dijumpai pada siswa yang mengenyam

pindidikan di daerah perkotaan. Hal ini menandakan bahwa fasilitas yang lengkap

tidak menjamin anak terhindar dari masalah belajar.

12

Page 152: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 136

Page 153: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 137

BAB 8

Presentasi Ilmiah

Pengantar

Seorang penulis karya ilmiah dituntut tidak hanya mampu menuliskan

gagasannya dalam bentuk karya ilmiah yang sistematis melainkan juga

dituntut memiliki kemampuan untuk mempresentasikan karya ilmiah tersebut

dalam sebuah forum resmi. Mempunyai keterampilan berbicara terlebih di

forum resmi tidaklah semudah yang dibayangkan.

Banyak orang yang pandai dalam menulis suatu artikel ilmiah, namun

kurang mampu untuk menyampaikannya dalam forum ilmiah. Selain itu,

sering juga kita menyaksikan suatu karya ilmiah yang sangat bagus namun

disajikan (dipresentasikan) dengan tidak bagus, sehingga mengurangi

sasaran yang ingin dicapai dalam karya ilmiah tersebut, selain itu juga dapat

mengurangi kualitas dari suatu karya ilmiah (Arsjad dan Mukti, 1993:1;

Kardhinata, 2009).

Melihat begitu pentingnya keterampilan berbicara dalam presentasi

ilmiah, maka keterampilan berbicara perlu terus dilatihkan. Tarigan (1998:43)

menyatakan bahwa keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang

mekanistis. Semakin banyak berlatih berbicara, semakin dikuasai

keterampilan berbicara itu. Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang

perlu dipersiapkan oleh seorang pembicara sebelum dan saat

mempresentasikan karya ilmiahnya di forum ilmiah.

8.1 Hakikat Presentasi Ilmiah

Presentasi ilmiah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan dalam

dunia ilmiah. Kegiatan itu berfungsi untuk menyebarkan informasi ilmiah.

Karena mahasiswa merupakan intelektual yang berkewajiban menyebarkan

ilmu yang dimilikinya, kemahiran untuk melakukan presentasi ilmiah

Page 154: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 138

merupakan suatu kebutuhan. Agar presentasi ilmiah dapat berjalan dengan

efektif, ada kiat-kiat yang perlu diterapkan, yakni (1) menarik minat dan

perhatian peserta, (2) menjaga agar presentasi tetap fokus pada masalah

yang dibahas, dan (3) menjaga etika ketika tampil di depan forum ilmiah

(Haryanta, 2009).

Untuk menarik minat dan perhatian pada topik atau masalah yang

dibahas, seorang penyaji dapat menggunakan media yang menarik (media

visual seperti gambar dengan warna yang menarik, ilustrasi, dan lain-lain),

mengetahui latar belakang peserta, dan menjaga suara agar tidak monoton

serta terdengar jelas oleh seluruh peserta yang berada di suatu ruangan.

Untuk menjaga agar presentasi tetap fokus pada masalah yang

dibahas dan komunikasi tetap efektif, faktor kebahasaan dan nonkebahasaan

menjadi hal yang mutlak untuk dipahami. Berikut ini dijelaskan lebih rinci

mengenai faktor kebahasaan dan nonkebahasaan dalam berbicara (Arsjad

dan Mukti, 1993:17).

1) Faktor Kebahasaan

(a) Ketepatan ucapan

Seseorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-

bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat

dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan

artikulasi yang digunakan tidak selalu sama. Masing-masing mempunyai

gaya tersendiri dan gaya yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan

pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Demikian juga halnya

dengan pengucapan tiap suku kata. Tidak jarang kita dengar orang

mengucapkan kata-kata yang tidak jelas suku katanya. Ada suku kata

yang diucapkan berdempet, ada yang kadang-kadang hilang bunyi

tertentu. Misalnya kata dapat diucapkan dapateb, dan diucapkan dane,

waktu diucapkan waktub.

Page 155: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 139

(b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai

Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik

tersendiri dalam berbicara. Bahkan, kadang-kadang merupakan faktor

penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan

penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan

menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika

penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan

kejemuan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.

Demikian juga halnya dalam pemberian tekanan pada kata atau

suku kata. Tekanan suara yang biasanya jatuh pada suku kata terakhir

atau suku kata kedua dari belakang, kemudian kita tempatkan pada suku

kata pertama. Misalnya kata penyanggah, pemberani, kesempatan, kita

beri tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu kedengarannya janggal. Dalam hal

ini perhatian pendengar dapat beralih kepada cara berbicara pembicara,

sehingga pokok pembicaraan atau pesan yang disampaikan kurang

diperhatikan. Akibatnya keefektifan komunikasi tentu terganggu.

(c) Pilihan kata (diksi)

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya

mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar

akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang

digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Kalau si

pembicara memaksakan diri memilih kata-kata yang tidak dipahaminya

dengan maksud supaya lebih mengesankan, malah akibatnya akan

sebaliknya. Timbul kesan seolah-olah dibuat-buat dan berlebihan. Selain

itu, pilihan kata juga disesuaikan dengan pokok pembicaraan.

(d) Ketetapan sasaran pembicaraan

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang

menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap

pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat sangat besar pengaruhnya

terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu

Page 156: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 140

menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga

mampu menimbulkan pengaruh, menimbulkan kesan, atau menimbulkan

akibat.

2) Faktor Nonkebahasaan

Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan,

tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Yang termasuk faktor

nonkebahasaan adalah sebagai berikut.

(a) Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku

Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan

memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal, kesan

pertama itu sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan

perhatian pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara

sudah dapat menunjukan otoritas dan integritasnya. Tentu saja sikap ini

sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi.

(b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara

Supaya pendengar dan pembicara benar-benar terlibat dalam dalam

kegiatan berbicara, pandangan pembicara sangat membantu. Hal ini

sering diabaikan oleh pembicara. Pandangan yang hanya tertuju pada

satu arah akan menyebabkan pendengar lain merasa kurang diperhatikan.

(c) Gerak-gerik dan mimik yang tepat

Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan

berbicara. Hal-hal yang penting selain mendapat tekanan, biasanya juga

dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan

komunikasi. Namun perlu diingat, gerak-gerik yang berlebihan justru dapat

mengganggu keefektifan berbicara.

(d) Kenyaringan suara

Tingkat kenyaringan suara tentu disesuaikan dengan situasi, tempat,

dan jumlah pendengar. Tetapi perlu diperhatikan jangan berteriak.

Page 157: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 141

Pengaturan kenyaringan suara diperlukan supaya dapat didengar oleh

semua pendengar dengan jelas. Hal ini juga mengingat adanya

kemungkinan gangguan dari luar.

(e) Kelancaran

Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan

pendengar menangkap pesan yang disampaikan pembicara. Pembicara

yang berbicara dengan terputus-putus atau adanya bagian-bagian tertentu

yang diselipi bunyi-bunyi tertentu, tentu akan mengganggu penangkapan

pendengar. Misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya.

Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan

pendengar menagkap pokok pembicaraan yang disampaikan.

(f) Relevansi/Penalaran

Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses

berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti

hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat

harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.

(g) Penguasaan topik

Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain

supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik

akan memunculkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik

sangatlah penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.

Sementara itu, untuk menjaga etika dalam suatu forum ilmiah, dapat

dilakukan dengan cara menghindari hal-hal yang dapat merugikan

(menyinggung perasaan) orang lain. Butir-butir rinci tentang etika dan tata

cara yang perlu ditaati dalam forum ilmiah akan diuraikan berikut ini.

Page 158: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 142

8.2 Tata Cara dan Etika Presentasi Ilmiah

Presentasi ilmiah akan berhasil jika penyaji menaati tata cara yang

lazim. Pertama, penyaji perlu memberi informasi kepada peserta secara

memadai. Informasi tersebut akan dipahami dengan baik jika peserta

memperoleh bahan tertulis, baik bahan lengkap maupun bahasan presentasi

power point. Jika diperlukan, bahan dapat dilengkapi dengan ilustrasi yang

relevan. Apabila bahan ditayangkan, harus dipastikan bahwa semua peserta

dapat melihat layar dan dapat membaca tulisan yang disajikan. Kedua,

penyaji menyajikan bahan dalam waktu yang tersedia. Untuk itu, penyaji perlu

merencanakan penggunaan waktu dan menaati panduan yang diberikan oleh

moderator. Ketiga, penyaji menaati etika yang berlaku di forum ilmiah. Hal itu

karena forum ilmiah merupakan wahana bagi ilmuwan dan akademisi dari

berbagai disiplin ilmu saling asah otak dan hati serta bertukar berbagai

informasi akademik, baik sebagai hasil pemikiran maupun hasil penelitian.

Dalam forum ilmiah ada beberapa peran yang dimainkan oleh aktor

yang berbeda, yakni penyaji, pemandu (moderator), notulis, peserta, dan

teknisi. Semua pihak wajib melakukan tugasnya dan menjaga agar jalannya

presentasi ilmiah dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan aturan main

yang telah ditetapkan.

Etika berkaitan dengan keyakinan dan prinsip mengenai mana yang

benar dan mana yang salah serta mana yang patut dan mana yang tidak

patut. Satu nilai yang harus dipegang dalam menjaga etika adalah “menjaga

perilaku agar tidak merugikan orang lain”. Kerugian mencakup hak atau

kesempatan, kehilangan muka, dan tersinggung perasaannya. Hak dalam

forum ilmiah meliputi hak berbicara, hak membela dan mempertahankan

pendapatnya, serta hak untuk mendapatkan pengakuan. Kehilangan muka

dapat terjadi apabila aib atau kekurangan diungkapkan secara vulgar.

Sementara itu, apabila seseorang telah melakukan sesuatu yang sangat

berharga, ia mempunyai hak untuk mendapatkan pengakuan. Etika dalam

forum ilmiah harus dijaga agar tujuan forum dapat tercapai dengan baik.

Page 159: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 143

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh penyaji dalam etika adalah

kejujuran. Dalam dunia ilmiah, kejujuran merupakan butir etis terpenting.

Setiap orang wajib bersikap sangat terbuka dalam segala hal menyangkut

informasi yang dsajikan. Jika menyajikan data, penyaji harus secara jujur

menyebutkan apakah data itu hasil penelitiannya ataukah diambil dari sumber

lain. Jika diambil dari sumber lain, harus disebutkan secara lengkap sesuai

dengan kelaziman dunia ilmiah.

Adapun etika yang harus dijaga oleh peserta antara lain adalah

sebagai berikut. Pertama, setiap peserta harus jujur pada diri sendiri. Artinya,

dia akan bertanya jika memang tidak tahu, akan mencari klarifikasi apabila

masih bingung atau belum yakin, akan mengecek apakah pemahamannya

sudah benar ataukah belum, dan sebagainya. Kedua, setiap peserta wajib

menghargai pendapat atau gagasan orang lain dan hal ini mensyaratkan

bahwa dia wajib menyimak apabila ada orang yang berbicara (atau bertanya).

Misalnya, ketika orang lain telah mengusulkan gagasan, dia tidak akan

berbicara seolah-olah dialah pengusul pertama gagasan tersebut. Ketika

pertanyaan telah diajukan oleh peserta lain, dia tidak akan mengulangi

pertanyaan itu. Ketika peserta lain telah menyatakan sesuatu dan dia

menyetujuinya, dia dapat mengungkapkan dukungannya.

Terkait dengan perilaku bertanya untuk memperoleh klarifikasi atau

informasi, satu kewajiban penanya adalah menyimak jawaban dari penyaji.

Akan lebih bagus jika penanya menunjukkan apresiasi positif terhadap

jawaban yang telah diberikan. Apabila dengan terpaksa penanya

meninggalkan ruangan sebelum jawaban diberikan, dia wajib meminta maaf

dan meminta izin untuk meninggalkan ruangan. Jalannya forum ilmiah banyak

ditentukan oleh moderator sebagai pemandu. Etika yang harus dijaganya

adalah bahwa dia harus adil. Artinya, semua peserta sedapat-dapatnya

memperoleh kesempatan yang relatif sama dalam berpartisipasi aktif selama

forum berlangsung.

Keseimbangan tempat duduk peserta dan kesetaraan gender harus

benar-benar dijaga. Demikian juga keseimbangan dalam hal waktu atau

jumlah pertanyaan yang boleh diajukan oleh peserta. Selain adil, seorang

Page 160: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 144

moderator juga harus menaati jadwal atau waktu yang telah ditentukan.

Pertama, moderator seyogianya tidak terlalu banyak mengambil waktu untuk

berkomentar yang tidak fungsional. Kedua, moderator harus mengatur waktu

yang digunakan oleh semua pihak, baik penyaji maupun peserta. Oleh sebab

itu, moderator harus punya keberanian untuk menginstruksi dengan santun

pembicaran seseorang agar taat waktu.

Semua hal yang terungkap selama forum, baik inti uraian penyaji,

pertanyaan, maupun jawaban perlu dicatat secara rapi oleh notulis. Hasil

catatan yang telah ditata ringkas sebaiknya dicetak dan dibagikan minimal

kepada semua orang yang terlibat dalam forum tersebut. Hal ini memberi

kesempatan bagi pemilik gagasan atau konsep untuk meluruskannya jika ada

hal-hal yang kurang tepat. Selain notulis, terdapat juga teknisi dalam suatu

forum ilmiah. Teknisi wajib memastikan bahwa peralatan teknologi yang

digunakan bekerja dengan baik. Dia harus melakukan cek terakhir sebelum

forum dimulai dan secara teratur mengontrol jalannya persidangan dari segi

teknologi. Apabila terjadi sesuatu pada teknologi, dia harus secara cepat

bertindak menyelamatkan jalannya kegiatan.

8.3 Menyiapkan Bahan Presentasi Ilmiah dengan Multimedia

Dalam era teknologi informasi, presentasi ilmiah dengan memakai

multimedia sudah menjadi kebutuhan karena beberapa alasan. Pertama,

presentasi akan menjadi menarik karena penyaji dapat membuat manuver

dalam memvariasi teknik penyajian bahan, termasuk melalui animasi. Kedua,

penyaji dapat menghemat waktu karena dapat mengoreksi bahan sewaktu-

waktu diperlukan. Ketiga, penyaji dapat memberikan penekanan pada butir

permasalahan yang dikehendaki secara menarik. Keempat, penyaji sangat

dimudahkan karena membawa bahan dalam bentuk flashdisc. Kelima, bahan

presentasi dapat sangat ringkas sehingga membantu peserta menangkap

esensi bahan yang dibahas. Keenam peserta dapat langsung mengopi file

presentasi yang diperlukan.

Page 161: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 145

Agar manfaat multimedia dapat dinikmati, presentasi multimedia perlu

disiapkan dengan baik. Dalam menyiapkan presentasi multimedia, langkah-

langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut.

1) Tentukan butir-butir terpenting bahan yang dibahas. Penyebutan butir

hendaknya tidak boleh terlalu singkat, tetapi juga tidak boleh terlalu

elabratif karena elaborasi akan dilakukan secara lisan oleh penyaji.

2) Atur butir-butir tersebut agar alur penyajian runtut dan runut (koheren

dan kohesif).

3) Kerangka pikir perlu diungkapkan atau disajikan dalam diagram atau

bagan alir untuk menunjukkan alur penalarannya.

4) Tuliskan semuanya dalam bingkai power point dengan ukuran huruf atau

gambar yang memadai.

5) Pilih rancangan slide yang cocok (ingat, kontras warna dan animasi

sangat penting. Namun, jangan sampai terjadi dekorasi lebih menarik

daripada butir bahasan).

6) Uji coba tayang untuk memastikan bahwa semua bahan yang disajikan

dalam slide dapat terbaca oleh peserta dalam ruangan yang tersedia.

7) Cetak bahan dalam slide tersebut untuk digunakan sebagai pegangan

dalam penyajian.

8.4 Melaksanakan Presentasi Ilmiah

Presentasi ilmiah pada dasarnya adalah mengomunikasikan bahan

ilmiah kepada peserta forum ilmiah. Oleh karena itu, dalam presentasi ilmiah

berlaku prinsip-prinsip komunikasi. Beberapa prinsip komunikasi berikut dapat

dipertimbangkan.

A. Mengurangi gangguan komunikasi secara antisipatif

1) Memastikan kecukupan pencahayaan dan ruang gerak;

2) Memerhatikan tingkat kapasitas peserta ketika memilih bahasa dan

media;

3) Menghindari kemungkinan multitafsir ungkapan yang dipilih;

4) Berpikir positif tentang peserta;

Page 162: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 146

5) Membuat peserta dihormati dan dihargai;

6) Mempertimbangkan budaya peserta;

7) Bersikap terbuka terhadap perbedaan sikap dan pendapat orang

lain; dan

8) Memastikan bahwa pakaian yang akan dipakai tepat pilihan dari segi

situasi formal dan budaya setempat.

B. Memaksimalkan efektivitas dalam proses presentasi

1) Memastikan bahwa suaranya dapat didengar oleh semua peserta;

2) Memastikan bahwa penyaji dapat melihat semua peserta;

3) Menjadi penyimak/pendengar yang baik jika ada peserta yang

bertanya;

4) Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya;

5) Mendorong peserta untuk aktif terlibat; dan

6) Menggunakan media yang menarik dan tepat guna.

Ringkasan

Mempresentasikan suatu karya ilmiah membutuhkan beberapa

persyaratan tertentu karena presentasi merupakan cara untuk menjelaskan

sesuatu kepada kumpulan orang yang dapat dilakukan baik dengan bantuan

teknologi maupun tidak. Tata cara dan etika perlu diperhatikan agar sebuah

presentasi dapat berlangsung dengan lancar dan mencapai sasaran yang

telah ditargetkan. Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan setelah memahami

cara dan etika presentasi adalah menyiapkan bahan dan media presentasi.

Bahan yang disiapkan hendaknya dibuat secara singkat dan sederhana

dengan bantuan media untuk mempermudahnya. Tahap terakhir adalah

menyampaikan karya ilmiah di depan umum dengan berpegangan pada

persiapan yang telah dilakukan.

Page 163: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 147

Latihan

1. Sebutkan dan jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan pada tahap

persiapan dan pelaksanaan presentasi ilmiah!

2. Presentasikanlah karya ilmiah yang telah dibuat sebelumnya!

Page 164: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 148

Page 165: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 149

DAFTAR PUSTAKA Adler, Mortimer J. & Charles Van Doren. 2007. How to Read a Book: Cara

Jitu Mencapai Puncak Tujuan Membaca. Jakarta: Indonesia Publishing.

Ahmadi, Mukhsin. 1990. Penyusunan dan Pengembangan Paragraf Serta

Penciptaan Gaya Bahasa Karangan. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh Malang (YA3 Malang).

Alwasilah, Chaedar. 2010. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Alwasilah, Chaedar. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S.1993. Pembinaan Kemampuan Berbicara

Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Aziz, Aminudin.Tt. “Upaya Memartabatkan Bahasa Nasional di Tengah

Beratnya Terpaan”. Dalam http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Kumpulan%20Makalah%20KBI%20X_subtema%203_0.pdf. Diakses 2 Mei 2015.

Badudu, J.S. 1989. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III. Jakarta: PT Gramedia.

Badudu, J.S. 1981. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. Brown, Douglas H. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa.

Diterjemahkan Noor Cholis dan Yusi Avianto P. Amerika serikat: Pearson Education, Inc.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, A dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta. Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Book

Publisher.

Djuroto, Totok dan Bambang Suprijadi. 2005. Menulis Artikel dan Karya Ilmiah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 166: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 150

Finoza, Lamuddin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia: Untuk Mahasiswa

Nonjurusan Bahasa (Edisi 3). Jakarta: Diksi Intan Mulia. Gur, Weike. 2013. “Meningkatkan Kesadaran Berbahasa Indonesia yang Baik

dan Benar dengan Media Sosial”. Makalah disajikan dalam Kongres Bahasa Indonesia X di Jakarta 28-31 Oktober 2013.

Haryanta, Kasdi. 2009. “Teknik Presentasi Ilmiah”. Dalam http://kasdiharyanta-kasdih.blogspot.com/2009/09/teknik-presentasi-ilmiah.html. Diakses 7 Juli 2012.

http://www.kamusbesar.com/56609/ ragam-resmi. Diakses 23 Mei 2012. Indowebster. 2010. “Sejarah Singkat Ejaan yang Disempurnakan”. Dalam

http://www.sejarah-ejaan-di-indonesia/forum-dari -kami-yang-terbaik-untuk-kamu.html. Diakses 7 Februari 2012.

Kardhinata, Harso E. 2009. “Teknik Presentasi” (makalah). Disampaikan pada

Pelatihan Pembuatan Karya Tulis Mahasiswa dan Artikel Populer di Universitas Sumatera Utara, 21 Februari 2009.

Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Suatu Pengantar Kemahiran Berbahasa.

Ende: Nusa Indah. KOMPAS. 2008. “Bahasa Indonesia Diajarkan di 73 Negara”. Dalam

http://cabiklunik.blogspot.com/2008/01/bahasa-indonesia-diajarkan-di-73-negara.html. Diakses 27 Mei 2015.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (edisi ke-Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurtu. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Leech, Geofrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Mahsum. 2014. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Jakarta: Rajawali Pers.

Martono, Nanang. “Menulis Artikel dalam Jurnal Ilmiah”. Dalam http://nanang-martono.blog.unsoed.ac.id/files/2012/07/Menulis-Karya-Ilmiah-untuk-Skripsi1.pdf. Diakses 7 Agustus 2012.

Moeliono, Anton M. 2000. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia (dalam

Hasan Alwi, dkk. ed) Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan bahasa.

Page 167: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 151

Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: PT Gramedia. Nugrahani, Farida. 2013. “Menurunnya Kebanggaan Masyarakat terhadap

Bahasa Indonesia sebagaiJatidiri Bangsa”. Makalah disajikan dalam Kongres Bahasa Indonesia X di Jakarta 28-31 Oktober 2013.

Nurhadi. 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: C.V. Sinar Baru. Otansa. 2010. “Ragam Bahasa Resmi dan Ragam Bahasa Tidak Resmi”.

Dalam http://markootansa.blogspot.com/2010/01/ragam-bahasa-resmi-ragam-bahasa-tidak.html. Diakses 23 Mei 2012.

Pangabean, Maruli. 1981. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta:

Gramedia.

Pasal 28 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan

Pasal 36 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan

Prayitno, Harun Joko dkk. (ed). 2000. Pembudayaan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Pusat Bahasa. 2010. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan. Jakarta: Pusat Bahasa. Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Bahasa. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. “Senarai Kata Serapan

dalam Bahasa Indonesia”. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kata_serapan_dalam_bahasa_Indonesia. Diakses 7 Mei 2012.

Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Bahasa Indonesia: Teori dan Aplikasinya (Buku

Ajar). Singaraja: Undiksha. Ramlan, M. 1996. Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono. Soedarso. 2002. Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sofyan, Agus Nero, dkk. 2007. Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya

Ilmiah. Bandung: Universitas Widyatama. Slametmulyana. 1965. Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Jambatan.

Page 168: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 152

Sudiana, I Nyoman. 2007. Membaca. Malang: Universitas Negeri Malang. Sudiara, I Nyoman Seloka. 2006. Pembinaan dan Pengemabangan Bahasa

Indonesia (Modul). Singaraja: Undiksha. Suharianto, S. 1981. Kompas Bahasa: Pengantar Berbahasa Indonesia yang

Baik dan Benar. Surakarta: Widya Duta. Sumarsono. 2007. “Mengapa Harus Bahasa Indonesia” (makalah).

Disampaikan dalam Seminar Peringatan Bulan Bahasa 2007, tanggal 22 Oktober 2007 Kampus Bawah Universitas Pendidikan Ganesha, di Singaraja.

Sumarsono. 2008. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA. Sumowijoyo, Gatot Susilo. 1990. “Kalimat Baku Bahasa Indonesia” Makalah

Penataran Bahasa Indonesia untuk Karyawan Pmdu Jawa Timur. Surabaya: IKIP Surabaya.

Syamsuddin, A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas

Terbuka. Tarigan, Djago.dkk. 1998. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:

Depdikbud Bagian Proyek Penataran Guru SLTP setara D III. Tarigan, Henry Guntur. 1987. Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan

Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tugino. 2011. “Jenis-Jenis Karya Ilmiah”. Dalam://http

tugino230171.wordpress.com/2011/01/08/jenis-jenis-karya-ilmiah. Diakses 7 Mei 2012.

Undiksha. 2011. Panduan Penulisan Tesis (Revisi 3). Singaraja: Undiksha. Undiksha. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Singaraja:

Undiksha. Widagdho, Djoko. 1997. Bahasa Indonesia: Pengantar Kemahiran Berbahasa

di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. www.jadwaltelevisi.com

Page 169: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 153

GLOSARIUM

artikel : karangan faktual secara lengkap dengan

panjang tertentu yang dibuat untuk

dipublikasikan (melalui koran, majalah, buletin,

dsb) dan bertujuan menyampaikan gagasan dan

fakta yang dapat meyakinkan, mendidik, dan

menghibur.

bibliografi daftar buku atau karangan yang merupakan

sumber rujukan dari sebuah tulisan atau

karangan atau daftar tentang suatu subjek ilmu;

daftar pustaka.

bumiputra : sebutan bagi orang Indonesia di zaman kolonial

dialek : ragam bahasa dari sekelompok penutur yang

jumlahnya relatif yang berada pada suatu

tempat, wilayah, atau daerah tertentu. Meskipun

memiliki idiolek masing-masing, para penutur

dalam suatu wilayah tertentu memiliki ciri khas

tersendiri yang membedakannya dengan penutur

lainnya.

ideologi : kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas

pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan

tujuan untuk kelangsungan hidup.

kalimat paralel : penataan kalimat dengan mengatur elemen-

elemen kalimat dengan fungsi yang sama

menggunakan pola gramatikal yang sama.

kalimat periodik : sebuah kalimat yang klausa utama muncul di

ujungnya.

lagu kalimat : sebutan lain untuk intonasi. Intonasi kalimat ialah

gabungan dari bermacam-macam gejala yang

umumnya disebut tekanan nada, tempo, dan

jeda dalam mengucapkan satu kalimat.

Page 170: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 154

lingua franca : sebuah istilah linguistik yang artinya adalah

"bahasa pengantar" atau "bahasa pergaulan" di

suatu tempat di mana terdapat penutur bahasa

yang berbeda-beda.

linguistik : ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan

bahasa sebagai objek kajiannya.

mengutip : proses pengambilan gagasan

mubazir : sia-sia atau tidak berguna; terbuang-buang

(karena berlebihan).

orasi ilmiah : adalah sebuah pidato formal, atau komunikasi

oral formal yang disampaikan kepada khalayak

ramai

reseptif : Kemampuan untuk dapat menerima

Page 171: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 155

SILABUS BERORIENTASI SIKAP BAHASA

I. IDENTITAS MATA KULIAH Program Studi : - (Semua Prodi di Lingkungan Undiksha) Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Kode : MPK1201 Semester : Ganjil/Genap Sks : 2 Prasayarat : - Dosen Pengampu : I Putu Mas Dewantara, S.Pd., M.Pd.

II. CP MATA KULIAH A. CP. Sikap

1) Menunjukkan sikap peduli dengan mendukung dan menjaga keberadaan bahasa Indonesia (S1)

2) Menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari (senang menggunakan bahasa Indonesia) (S2)

3) Bangga menggunakan bahasa Indonesia (penanda jati diri) (S3) 4) Menunjukkan sikap yang menganggap bahasa Indonesia penting

(S4) 5) Percaya atau yakin bahwa bahasa Indonesia dapat bertahan atau

eksis di era global (S5) 6) Menganggap penguasaan bahasa Indonesia perlu dikembangkan

(S6) 7) Patuh terhadap kaidah bahasa (tepat/benar) (S7) 8) Patuh terhadap norma bahasa/norma sosial budaya (cermat, santun)

(S8)

B. CP. Pengetahuan 1) Mampu memahami sejarah perkembangan bahasa Indonesia dan

kedudukan bahasa Indonesia (P1) 2) Mampu memahami ragam bahasa Indonesia dan menggunakannya

sesuai dengan konteks (P2) 3) Mampu memahami ejaan bahasa Indonesia dan mampu

menerapkannya dalam bahasa tulis dengan tepat (P3) 4) Mampu menggunakan bahasa Indonesia secara santun (P4) 5) Mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar

(P5) 6) Mampu memahami bagian-bagian karya ilmiah, seperti makalah,

artikel, proposal, dan laporan serta mampu menyusunnya untuk berbagai keperluan (P6)

7) Mampu memahami cara membuat kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki serta mampu mengaplikasikannya untuk berbagai keperluan (P7)

Page 172: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 156

8) Mampu berbicara dalam forum ilmiah dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar (P8)

C. CP. Keterampilan Umum

1) Mampu menerapkan pemikian logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya (KU1)

2) Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (KU2) 3) Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks

penyelesaian masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data. (KU4)

D. CP. Keterampilan Khusus

1) Mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan memperhatikan kaidah kebahasaan (KK1)

2) Mampu menggunakan bahasa Indonesia yang santun dengan memperhatikan kaidah sosial budaya (KK2)

III. GARIS BESAR RENCANAAN PEMBELAJARAN (GBRP)

No Capaian Pembelajaran

Indikator Pencapaian CP (kemampuan akhir yg

ingin dicapai)

Bahan Kajian/Materi Pokok Pembelajaran

1. S1, S3, S4, S5, P1, KU1, KK1

1. Dapat memahami sejarah perkembangan bahasa Indonesia dan kedudukan bahasa Indonesia

1.1. Sejarah perkembangan bahasa Indonesia

1.2. Kedudukan bahasa Indonesia

1.3. Fungsi bahasa Indonesia

1.4. Kedudukan bahasa Indonesia di era globalisasi

2. S2, P2, KK2

2. Dapat memahami ragam bahasa Indonesia dan menggunakannya sesuai dengan konteks

2.1. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan daerah penutur

2.2. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan situasi

2.3. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media

2.4. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan bidang pemakaian

Page 173: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 157

3. S1, S4, S7, P3, KU1, KK1

3. Dapat memahami ejaan bahasa Indonesia dan mampu menerapkannya dalam bahasa tulis dengan tepat

3.1. Penulisan huruf 3.2. Penulisan kata 3.3. Tanda baca 3.4. Kaidah penyerapan

unsur asing

4. S8, P4, KK2

4. Dapat menggunakan bahasa Indonesia secara santun

4.1. Kesantunan berbahasa

4.2. Aspek-aspek nonlinguistik yang memengaruhi kesantunan berbahasa

5. S6, S7, S8, P5, KU4, KK1, KK2

5. Dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar

5.1 Bahasa Indonesia yang baik dan benar

5.2 Aneka kesalahan berbahasa Indonesia

6. S7, P6, KU1, KK1

6. Mampu memahami memahami bagian-bagian makalah, artikel, proposal, dan laporan serta mampu menyusunnya untuk berbagai keperluan

6.1 Makalah 6.2 Artikel 6.3 Proposal 6.4 Laporan

7. S6, S7, P7, KU2, KK1

7. Dapat membuat kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki untuk berbagai keperluan

7.1. Kutipan 7.2. Daftar pustaka 7.3. Catatan kaki

8. S1, S3, S4, S6, P8, KU2, KK1, KK2

8. Dapat berbicara dalam forum ilmiah dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar

8.1. Hakikat berbicara di forum ilmiah

8.2. Etika berbicara di forum ilmiah

8.3. Penyiapan bahan dan media presentasi

Page 174: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 158

Page 175: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 159

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

BERORIENTASI SIKAP BAHASA

I. IDENTITAS MATA KULIAH

Program Studi : (Semua Prodi di Lingkungan Undiksha) Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Kode : MPK1201 Semester : Ganjil/Genap Sks : 2 Prasayarat : - Dosen Penampu : I Putu Mas Dewantara, S.Pd., M.Pd.

II. CP MATA KULIAH

A. CP. Sikap

1) Menunjukkan sikap peduli dengan mendukung dan menjaga

keberadaan bahasa Indonesia (S1)

2) Menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari

(senang menggunakan bahasa Indonesia) (S2)

3) Bangga menggunakan bahasa Indonesia (penanda jati diri) (S3)

4) Menunjukkan sikap yang menganggap bahasa Indonesia penting (S4)

5) Percaya atau yakin bahwa bahasa Indonesia dapat bertahan atau

eksis di era global (S5)

6) Menganggap penguasaan bahasa Indonesia perlu dikembangkan (S6)

7) Patuh terhadap kaidah bahasa (tepat/benar) (S7)

8) Patuh terhadap norma bahasa/norma sosial budaya (cermat, santun)

(S8)

B. CP. Pengetahuan

1) Mampu memahami sejarah perkembangan bahasa Indonesia dan

kedudukan bahasa Indonesia (P1)

2) Mampu memahami ragam bahasa Indonesia dan menggunakannya

sesuai dengan konteks (P2)

3) Mampu memahami ejaan bahasa Indonesia dan mampu

menerapkannya dalam bahasa tulis dengan tepat (P3)

4) Mampu menggunakan bahasa Indonesia secara santun (P4)

5) Mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar (P5)

6) Mampu memahami bagian-bagian karya ilmiah, seperti makalah,

artikel, proposal, dan laporan serta mampu menyusunnya untuk

berbagai keperluan (P6)

Page 176: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 160

7) Mampu memahami cara membuat kutipan, daftar pustaka, dan catatan

kaki serta mampu mengaplikasikannya untuk berbagai keperluan (P7)

8) Mampu berbicara dalam forum ilmiah dengan menggunakan bahasa

yang baik dan benar (P8)

C. CP. Keterampilan Umum

1) Mampu menerapkan pemikian logis, kritis, sistematis, dan inovatif

dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan

dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora

yang sesuai dengan bidang keahliannya (KU1)

2) Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (KU2)

3) Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks

penyelesaian masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil

analisis informasi dan data. (KU4)

D. CP. Keterampilan Khusus

1) Mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan memperhatikan

kaidah kebahasaan (KK1)

2) Mampu menggunakan bahasa Indonesia yang santun dengan

memperhatikan kaidah sosial budaya (KK2)

III. DESKRIPSI MATA KULIAH

Mata kuliah bahasa Indonesia sebagai MPK menekankan keterampilan

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa

nasional secara baik dan benar untuk menguasai, menerapkan, dan

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sebagai wujud

kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia. Substansi kajian

MPK Bahasa Indonesia terdiri atas sejarah perkembangan bahasa

Indonesia dan kedudukan bahasa, ragam bahasa, ejaan, kesantunan

berbahasa, bahasa Indonesia yang baik dan benar, karya ilmiah,

menulis kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki, serta berbicara dalam

forum ilmiah. Substansin kajian MPK Bahasa Indonesia berorientasi

pada penumbuhan sikap positif terhadap bahasa Indonesia terutama

pada penumbuhan kesadaran terhadap norma bahasa dan norma

budaya.

Page 177: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

IV. RINCIAN KEGIATAN PERKULIAHAN

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

I,II

S1, S3,

S4, S5,

P1,

KU1,

KK1

1. Dapat memahami sejarah perkembangan bahasa Indonesia dan kedudukan bahasa Indonesia

1.1 Ketepatan menjelaskan sejarah perkembangan bahasa Indonesia

1.2 Ketepatan menjelaskan mengenai kedudukan bahasa Indonesia

1.3 Ketepatan menjelaskan fungsi bahasa Indonesia

1.4 Ketepatan menjelaskan kedudukan bahasa Indonesia di era globalisasi

1.1 Sejarah perkembangan bahasa Indonesia

1.2 Kedudukan bahasa Indonesia

1.3 Fungsi bahasa Indonesia

1.4 Kedudukan bahasa Indonesia di era globalisasi

- Kuliah dan diskusi [TM: 2(2x50”)]

- Tugas 1: membuat ringkasan dari hasil membaca (buku dan artikel jurnal/prosiding) mengenai kedudukan bahasa Indonesia di era global [BT+BM: (1+1)x(2x60”)]

Melalui kuliah dan diskusi mahasiswa memperoleh pengalaman mengidentifikasiperkembangan bahasa Indonesi, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia. Pnugasan memberikan pengalaman dalam mengidentifikasi dan merumuskan kedudukan bahasa Indonesia di era globalisasi dari hasil membaca berbagai sumber seperti buku, artikel jurnal/ prosiding, dll.)

10

Page 178: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 162

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

III S2, P2,

KK2

2. Dapat

memahami

ragam bahasa

Indonesia dan

menggunakan

-nya sesuai

dengan

konteks

2.1 Ketepatan

menjelaskan

ragam bahasa

Indonesia

berdasarkan

daerah penutur

2.2 Ketepatan

menjelaskan

ragam bahasa

Indonesia

berdasarkan

situasi

2.3 Ketepatan

menjelaskan

ragam bahasa

Indonesia

berdasarkan

media

2.4 Ketepatan

menjelaskan

ragam bahasa

2.1 Ragam bahasa

Indonesia

berdasarkan

daerah penutur

2.2 Ragam bahasa

Indonesia

berdasarkan

situasi

2.3 Ragam bahasa

Indonesia

berdasarkan

media

2.4 Ragam bahasa

Indonesia

berdasarkan

bidang pemakaian

- Kuliah dan diskusi dalam kelompok kecil [TM: 1(2x50”)]

- Tugas 2: studi kasus penggunaan ragam bahasa dalam berkomunikasi [BT+BM: (1+1)x(2x60”)]

Melalui kuliah dan diskusi kelompok kecil, mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam Mengidenti-fikasi ragam bahasa berdasarkan aspek-aspek tertentu dari buku, artikel jurnal/prosiding, dll. dan memahami penggunaannya dalam berbagai konteks komunikasi dari telaah kasus yang dilakukan. Penugasan akan memperkaya pemahaman

10

Page 179: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 163

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

Indonesia

berdasarkan

bidang

pemakaian

mahasiswa terhadap ragam bahasa dan penggunaannya dalam berbagai konteks.

IV S1, S4,

S7, P3,

KU1,

KK1

3. Dapat

memahami

ejaan bahasa

Indonesia dan

mampu

menerapkann

ya dalam

bahasa tulis

dengan tepat

3.1. Ketepatan

penulisan

huruf

3.2. Ketepatan

penulisan

kata

3.3. Ketepatan

pengunaan

tanda baca

3.4. Ketepatan

menjeaskan

kaidah

penyerapan

unsur asing

3.1 Penulisan huruf

3.2 Penulisan kata

3.3 Tanda baca

3.4 Kaidah

penyerapan unsur

asing

- Kuliah dan diskusi dalam kelompok kecil [TM: 1(2x50”)]

- Tugas 3: analisis kesalahan ejaan pada karya ilmiah atau artikel dalam koran/majalah [BT+BM: (1+1)x(2x60”)]

Melalui tatap muka dan diskusi, mahasiswa dapatmemahami kaidah ejaan dan menggunakan ejaan bahasa Indonesia secara benar. Analisis kesalahan ejaan juga akan memberikan pengalaman serta penguatan terhadap kaidah-kaidah ejaan (kesadaran adanya norma

10

Page 180: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 164

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

bahasa)

V S8, P4,

KK2

4. Dapat

menggunakan

bahasa

Indonesia

secara santun

Kemahiran

menggunakan

bahasa Indonesia

secara santun

4.1 Kesantunan

berbahasa

4.2 Aspek-aspek

nonlinguistik yang

memengaruhi

kesantunan

berbahasa

- Kuliah dan diskusi [TM: 1(2x50”)]

- Tugas 4: studi kasus terkait masalah kesantunan dalam berbahasa Indonesia [BT+BM: (1+1)x(2x60”)]

Diskusi yang dilakukan memberikan pemahaman tentang kesantunan dan aspek-aspek yang memengaruhi-nya. Latihan analisis kasus memberikan pengalaman terkait ketepatan penggunaan bahasa sesuai kaidah sosial budaya

10

VI,VII, VIII S6, S7,

S8, P5,

KU4,

KK1,

KK2

5. Dapat

menggunakan

bahasa

Indonesia

dengan baik

dan benar

5.1. Kemahiran

menggunakan

bahasa

Indonesia

secara baik dan

benar

5.1 Bahasa

Indonesia yang

baik dan benar

5.2 Aneka kesalahan

berbahasa

Indonesia

- Kuliah, diskusi dalam kelompok kecil, dan presentasi [TM: 3(2x50”)]

- Tugas 5: studi

Melalui kulih dan diskusi pengalaman belajar yng diperoleh adalah terkait

20

Page 181: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 165

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

5.2. Ketepatan

pemahaman

aneka

kesalahan

berbahasa

Indonesia

kasus mengenai penggunaan bahasa Indonesia di berbagai ranah kehidupan [BT+BM: (2+2)x(2x60”)]

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan aneka kesalahan berbahasa Indonesia. Diskusi kelompok kecil dan presentasi memberikan pengalaman terkait kasus penggunaan bahasa untuk menumbuhkan kecintaan, kebanggaan, dan kesadaran adanya norma bahasa.

IX UTS Dapat

menguasai

materi dan

keterampilan

Ketepatan dan

keterampilan dalam

menggunakan

bahasa Indonesia

(Materi Pertemuan I-

VII)

Presentasi opini terkait penggunaan bahasa Indonesia

Menunjukkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan

Page 182: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 166

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

yang telah

dilatihkan pada

Pertemuan I-VII

dan berbagai solusi pemartabatan bahasa Indonesia di era global. Setiap mahasiswa memiliki waktu 10-15 menit untuk mempresentasi-kan artikelnya. (Sebelumnya mahasiswa diminta menyusun artikel dari hasil studi kasus, telaah kasus, dan perumusan solusi dari kasus kebahasaan yang diangkat) [TM: 1(2x50”)

berbahasa Indonesia

Page 183: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 167

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

X, XI S7, P6,

KU1,

KK1

6. Mampu

memahami

bagian-bagian

makalah,

artikel,

proposal, dan

laporan serta

mampu

menyusunnya

untuk berbagai

keperluan

Ketepatan

pemahaman bagian-

bagian makalah,

artikel, proposal,

dan laporan

6.1. Makalah

(perbedaan

makalah dengan

karya ilmiah lain,

bagian-bagian

makalah, teknik

menyusun

makalah)

6.2. Artikel (perbedaan

artikel kajian

pustaka dan hasil

penelitian, bagian-

bagian dalam

artikel kajian

pustaka dan hasil

penelitian)

6.3. Proposal (bagian-

bagian proposal)

6.4. Laporan (bagian-

bagian laporan)

- Kuliah dan diskusi [TM: 2(2x50”)]

- Tugas 6: Mengkaji bagian-bagian makalah, artikel, proposal, dan laporan di perpustakaan [BT+BM: (1+1)x(2x60”)]

Melalui kuliah dan diskusi, mahasiswa memperoleh pengalaman mengkaji komponen-komponen penyusun makalah, artikel, proposal, dan laporan serta berlatih menulisnya untuk berbagai keperluan Penugasan juga memberi pengalaman memahami lebih mendalam materi yang dipelajari.

10

Page 184: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 168

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

XII, XIII S6,

S7,

P7,

KU2,

KK1

7. Dapat

membuat

kutipan,

daftar

pustaka,

dan catatan

kaki untuk

berbagai

keperluan

7.1 Ketepatan

menulis kutipan

langsung, tidak

langsung,

kutipan dalam

kutipan

7.2 Ketepatan

menulis daftar

pustka dari

berbagai

sumber

7.3 Ketepatan

menulis catatan

kaki

7.1 Kutipan (kutipan

langsung, tidak

langsung, kutipan

dalam kutipan)

7.2 Daftar pustaka dari

berbagai sumber

(buku, artikel jurnal,

prosiding, undang-

undang, dll)

7.3 Catatan kaki

(catatan kaki isi dan

catatan kaki

referensi serta

catatan kaki

singkat)

- Diskusi dan presentasi kelompok [TM: 2(2x50”)]

- Tugas 7: Telaah penulisan kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki pada karya ilmiah [BT+BM: (1+1)x(2x60”)]

Diskusi dan presentasi kelompok memberikan pengalaman mengkaji berbagai teknik mengutif, membuat daftar pustaka, dan mebuat catatan kaki. Penugasan akan semakin melatih kemampuan siswa dalam menelaah dan menulis kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki.

15

Page 185: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 169

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

XIV,XV S1,

S3,

S4,

S6,

P8,

KU2,

KK1,

KK2

8. Dapat

berbicara

dalam forum

ilmiah dengan

menggunakan

bahasa yang

baik dan

benar

8.1 Ketepatan

pemahaman

hakikat

berbicara di

forum ilmiah

8.2 Mampu

berkomunikasi

di forum ilmiah

dengan

memperhatikan

etika berbicara

8.3 Kemampuan

penyiapan

bahan dan

media

presentasi

8.1. Hakikat

berbicara di

forum ilmiah

8.2. Etika berbicara

di forum ilmiah

8.3. Penyiapan

bahan dan

media

presentasi

- Kuliah dan diskusi dalam kelompok kecil [TM: 1(2x50”)]

- Praktik berbicara di forum ilmiah [TM: 1(2x50”)]

- Tugas 8: Mengkaji berbagai kasus praktik berbicara di forum ilmiah [BT+BM: (1+1)x(2x60”)]

Kuliah dan diskusi dalam kelompok kecil memberikan pemahaman dalam mengkaji hakikat berbicara di forum ilmiah, etika, dan penyiapan bahan serta media presentasi. Praktik berbicara memberikan pengalaman untuk meningkatkan keterampilan berbicara di forum ilmiah.

15

Page 186: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 170

Tatap muka/

Minggu ke

Capaian Pembela-

jaran

Kemampuan akhir yg

diharapkan

Indikator Bahan Kajian/Materi Pokok/ Rincian

Materi

Metode

[Estimasi Waktu]

Pengalaman Belajar

Bobot Penilaian

(%)

XVI UAS Dapat mengkaji

masalah dan

menunjukkan

sikap,

pengetahuan,

dan

keterampilan

berbahasa

Indonesia

dengan baik dan

benar

Ketepatan

mengaplikasikan

berbagai teori

dengan

menunjukkan sikap,

pengetahuan, dan

keterampilan

berbahasa

Indonesia dengan

baik dan benar

(Menguasai

penguasaan dan

menunjukkan

keterampilan

berbahasa Indonesia

dengan baik dan

benar)

Tes tulis [TM: 1(2x50”)]

Menunjukkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa Indonesia dan mampu mengkaji berbagai masalah/problematika yang ada

Keterangan:

(1) TM : Tatap Muka, BT: Belajar Terstruktur, BM: Belajar Mandiri (2) [TM: 1(2x50”)] dibaca: kuliah tatap muka 1 kali (minggu) x 2sks x 50 menit (3) [BT+BM: (1+1)x(2x60”)] dibaca: belajar terstruktur 1 kali (minggu) dan belajar mandiri 1 kali (minggu) x 2 sks x 60 menit

Page 187: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Tentang Penulis

I Putu Mas Dewantara, S.Pd., M.Pd. adalah dosen Prodi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas

Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha

(Undiksha). Lahir di Yehkuning, Jembrana Bali pada 7

Februari 1987. Menyelesaikan pendidikan S1 tahun 2009

di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Undiksha. Melanjutkan ke S2 tahun 2010 dan lulus tahun

2012 di Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana

Undiksha. Saat ini sedang menempuh studi S3 di Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha.

Penulis dari tahun 2012-2015 bekerja sebagai dosen kontrak di bawah Unit

MPK Undiksha. Selama menjadi dosen kontrak selain mengajar mata kuliah

Bahasa Indonesia MPK, aktif di berbagai kegiatan seminar, lokakarya,

workshop baik sebagai pembicara, peserta, maupun panitia kegiatan. Tahun

2015 diangkat sebagai CPNS dosen pada Prodi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha.

Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum. lahir di Klungkung

pada 31 Desember 1956. Jenjang pendidikan S1

diselesaikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Udayana pada tahun 1982; S2 di Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 1997; dan S3 di

Universitas Udayana pada tahun 2007. Jabatan guru

besar diraih pada tahun 2010 dalam bidang linguistik. Sebelum menjadi

dosen Universitas Pendidikan Ganesha pernah menjadi dosen honor di IKIP

PGRI Denpasar pada tahun 1983-1985. Saat ini berkedudukan sebagai

dosen tetap pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) dengan

mengasuh beberapa mata kuliah, seperti mata kuliah umum Bahasa

Indonesia, Sosiolinguistik, Metode Penelitian, Analisis Kesalahan Berbahasa

Indonesia (semuanya pada program S1), Pragmatik, Analisis Wacana Kritis,

Problema Bahasa Indonesia (semuanya pada Program Pascasarjana

Undiksha).

Jabatan yang pernah dipangku antara lain Ketua Jurnal Pendidikan dan

Pengajaran IKIP Negeri Singaraja (sekarang Undiksha), Sekretaris Lembaga

Penelitian Undiksha, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Program

Page 188: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 172

Pascasarjana Undiksha, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat Undiksha. Buku ajar yang telah disusun adalah Analisis

Kesalahan Berbahasa (1986), Metode Penelitian Bahasa dan Sastra (1990),

Keterampilan Berbahasa Indonesia Berorientasi Integrasi Nasional dan

Harmoni Sosial (2011), dan Sosiolinguistik (2014).

Prof. Dr. Drs. I Wayan Rasna, M.Pd. lahir di Klungkung

pada 4 Juni 1960. Jenjang pendidikan S1 diselesaikan

pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Udayana pada tahun 1983; S2 pada bidang ilmu

Pengajaran Bahasa di IKIP Bandung pada tahun 1996;

dan S3 pada bidang Linguistik Kebudayaan di Universitas

Udayana pada tahun 2010. Jabatan guru besar diraih

pada tahun 2012.

Saat ini berkedudukan sebagai dosen tetap di Prodi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan

Ganesha. Mata kuliah yang diasuh adalah Semantik (S1), Psikolinguistik (S1),

Bahasa Indonesia (S1), Sosiolinguistik (S2), Linguistik Terapan (S2), Filsafat

Ilmu (S2), Etnopedagogi (S2), Pengembangan Kurikulum dan Bahan Ajar

(S2), Filsafat Bahasa (S3), dan Psikolinguistik Lanjut (S3). Jabatan yang

diampu saat ini adalah Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa S2 dan

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa S3.

Prof. Dr. Ida Bagus Putrayasa, M.Pd. lahir di Desa

Banjar, Buleleng Bali 10 Februari 1960. Jenjang

pendidikan S1 diselesaikan pada bidang ilmu Pendidikan

Bahasa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Udayana pada tahun 1984; S2 pada bidang

ilmu Pendidikan Bahasa di IKIP Bandung pada tahun

1998; dan S3 pada bidang Pendidikan Bahasa di UPI

Bandung pada tahun 2001. Jabatan guru besar diraih

pada tahun 2004.

Sebagai dosen tetap di Universitas Pendidikan Ganesha mata kuliah yang diampu adalah Sintaksis I, Sintaksis II, Bahasa Indonesia, Evaluasi Bahasa Indonesia, Tes BIPA, Pragmatik, Landasan Pembelajaran, Linguistik Lanjut,

Page 189: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

Bahasa Indonesia Berorientasi Sikap Bahasa | 173

Perkembangan Mutakhir Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia, Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia. Buku yang sudah dipublikasikan adalah Bahasa Indonesia: Teori dan Aplikasinya (2010), Kajian Morfologi Cetakan II (2010), Jenis Kalimat dalam Bahasa Indonesia Cetakan II (2012), Landasan Pembelajaran (2013), Analisis Kalimat Cetakan IV (2014), Kalimat Efektif (Edisi Revisi) Cetakan IV (2014), Pragmatik (2014), Tata Kalimat Bahasa Indonesia Cetakan IV (2016), Sintaksis (Memahami Kalimat Tunggal) (2017), dan Evaluasi Pembelajaran (2018).

Page 190: %$+$6$ ,1'21(6,$ Berorientasi Sikap Bahasa

BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi dikelompokkan ke dalam Mata Kuliah Pengembangan Keperibadian (MPK). Tujuan MPK Bahasa Indonesia adalah menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional dan mampu menggunakannya secara baik dan benar untuk mengungkapkan pemahaman, rasa kebangsaan, cinta tanah air, dan untuk berbagi keperluan dalam bidang ilmu, teknologi, dan seni serta profesinya masing-masing. Untuk mencapai tujuan tersebut, buku ini dikembangkan dengan orientasi penumbuhkembangan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Buku ini mendudukkan bahasa Indonesia sebagai perajut nasionalisme dalam bingkai kebhinekaan. Substansi kajian MPK Bahasa Indonesia dalam buku ini terdiri atas sejarah perkembangan bahasa Indonesia dan kedudukan bahasa, ragam bahasa, ejaan, kesantunan berbahasa, bahasa Indonesia yang baik dan benar, karya ilmiah, menulis kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki, serta berbicara dalam forum ilmiah.

Berorientasi Sikap Bahasa