52054049 hukum dagang
TRANSCRIPT
BAB I
RUANG LINGKUP HUKUM DAGANG INTERNASIONAL
A. Pendahuluan
Hukum perdagangan internasional merupakan bidang hukum yang
berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini cukup luas. Hubungan –
hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari
bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi hingga
hubungan atau transaksi dagang yang kompleks. Kompleksnya hubungan atau
transaksi dagang internasional ini paling tidak disebabkan oleh adanya jasa teknologi
(khususnya teknologi informasi ) sehingga transaksi-transaksi dagang semakin
berlangsung cepat. Batas-batas Negara bukan lagi menjadi halangan dalam
bertransaksi. Ada beberapa motif atau alasan mengapa Negara atau subjek hukum
(pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional. Kesadaran
untuk melakukan transaksi dagang internasional juga telah cukup lama disadari oleh
para pelaku pedagang di tanah air sejak abad ke 17. salah satunya adalah Amanna
Gappa, kepala suku Bugis yang sadar akan pentingnya dagang ( pelayaran) bagi
kesejahteraan sukunya. Keunggulan suku Bugis dalam berlayar dengan hanya
menggunakan perahu-perahu Bugis yang kecil telah mengarungi lautan luas hingga
ke Malaya ( sekarang menjadi wilayah Singapura dan Malaysia).
Esensi untuk bertransaksi dagang ini merupakan dasar filosofis dari
munculnya perdagangan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa
1
berdagang ini merupakan suatu “kebebasan fundamental” (fundamental freedom).
Dengan kebebasan ini, siapa saja harus memiliki kebebasan untuk berdagang.
Kebebasan ini tidak boleh dibatasi oleh adanya perbedaan agama, suku, kepercayaan,
politik, sistem hukum dan lain-lain. Piagam hak-hak dan kewajiban Negara (charter
of economic right and duties of state) juga mengakui bahwa setiap Negara memiliki
hak untuk melakukan perdagangan internasional.
B. Definisi Hukum Dagang Internasional
Walaupun perkembangan bidang hukum berjalan dengan cepat, namun
ternyata masih belum ada kesepakatan tentang definisi untuk bidang hukum dagang
internasional ini. Hanya dewasa ini terdapat berbagai definisi mengenai hukum
dagang internasional yang satu sama lain berbeda.
1. Definisi Schmitthoff
Schmitthoff mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai ; ³««.the
body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving
different nations´
Dari definisi tersebut tampak unsur-unsur sebagai berikut :
1) hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur
hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata.
2) Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda Negara.
Definisi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa aturan-aturan tersebut bersifat
komersial, artinya Schmitthoff dengan tegas membedakan antara hukum perdata
(private law nature ) dan hukum publik.
2
Dalam definisinya, Schmitthoff menegaskan bahwa ruang lingkup bidang hukum
dagang internasional tidak termasuk hubungan-hubungan komersial internasional
dengan ciri hukum publik. Dengan kata lain Schmitthoff menegaskan bahwa wilayah
hukum perdagangan internasional tidak termasuk atau terlepas dari aturan-aturan
hukum internasional publik yang mengatur hubungan-hubungan komersial, misalnya
aturan-aturan hukum internasional yang mengatur hubungan dagang dalam kerangka
GATT atau aturan-aturan yang mengatur blok-blok perdagangan regional, aturan-
aturan yang mengatur komoditi, dan lain sebagainya..
Dari latar belakang definisi tersebut berdampak pada ruang lingkup cakupan
hukum dagang internasional. Schmitthoff menguraikan bidang-bidang berikut sebagai
bidang cakupan bidang hukum dagang internasional seperti :
a. jual beli dagang internasional, yang meliputi pembentukan kontrak, mengatur
tentang perwakilan-perwakilan dagang, pengaturan penjualan eksklusif;
b. surat-surat berharga;
c. hukum mengenai kegiatan-kegiatan tentang tingkah laku mengenai perdagangan
internasional;
d. asuransi;
e. pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut udara dan perairan pedalaman;
f. hak milik industri;
g. arbitrase komersial
3
2. Definisi M. Rafiqul Islam
Dalam upayanya memberi batasan atau definisi hukum perdagangan
internasional, Rafiqul Islam menekankan keterkaitan erat antara perdagangan
internasional dan hubungan keuangan (financial relations). Hubungan finansial
terkait erat dengan perdagangan internasional. Keterkaitan erat ini tampak karena
hubungan-hubungan keuangan ini mendampingi transaksi perdagangan antara para
pedagang (dengan pengecualian transaksi barter atau counter trade). Dengan adanya
keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan keuangan (international trade
and finance law), Rafiqul Islam mendefinisikan hukum perdagangan dan keuangan
sebagai suatu kumpulan aturan, prinsip, norma dan praktik yang menciptakan suatu
pengaturan (regulatory regime) untuk transaksi-transaksi perdagangan transnasional
dan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap perilaku komersial
lembaga-lembaga perdagangan. Kegiatan-kegiatan komersial tersebut dapat dibagi ke
dalam kegiatan komersial yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata
internasional atau conflict of law; perdagangan antar pemerintah atau antar Negara
yang diatur oleh hukum internasional publik. Dalam hal ini Rafiqul Islam memberi
batasan perdagangan internasional sebagai : “……. A wide ranging, transnational,
commercial exchange of goods and services between individual business persons,
trading bodies and states´. Dari batasan tersebut tampak bahwa ruang lingkup hukum
perdagangan internasional sangat luas. Karena ruang lingkup kajian bidang hukum ini
sifatnya adalah lintas batas atau transnasional, konsekwensinya adalah terkaitnya
lebih dari satu sistem hukum yang berbeda.
4
3. Definisi Michelle Sanson
Sarjana lain yang mencoba memberi batasan bidang hukum dagang internasional
adalah Sanson, seorang sarjana dari Australia. Hukum Perdagangan Internasional
menurut definisi Sanson adalah : ³««. Can be defined as the regulation of the
conduct of parties involved in the exchange of goods, services and technology
between nations´
Sanson tidak menyebut secara jelas bidang hukum dagang internasional ini jatuh
ke bidang hukum privat, publik, atau hukum internasional. Sanson hanya menyebut
bidang hukum ini adalah the regulation of the conduct of parties. Meskipun Sanson
memberi definisi yang mengambang, Sanson membagi hukum perdagangan
internasional ini kedalam dua bagian utama, yaitu hukum perdagangan internasional
publik (public international trade law) dan hukum perdagangan internasional privat
(private international trade law). Public international trade law adalah hukum yang
mengatur perilaku dagang antar Negara. Sementara itu private international trade law
adalah hukum yang mengatur perilaku dagang secara orang perorangan di Negara-
negara yang berbeda.
4. Definisi Hercules Booysen
Booysen seorang sarjana dari Afrika selatan tidak memberikan definisi secara
tegas. Booysen menyadari bahwa ilmu hukum sangatlah kompleks. Oleh karena itu
upaya untuk membuat definisi bidang hukum termasuk hukum perdagangan
internasional sangatlah sulit dan jarang tepat. Oleh karena itu upayanya untuk
5
memberi definisi, Booysen hanya mengungkapkan unsur-unsur dari definisi hukum
perdagangan internasional. Menurut Booysen ada tiga unsur, yaitu :
1. hukum perdagangan internasional dapat dipandang sebagai suatu cabang
khusus dari hukum internasional (international trade law may also be
regarded as a specialized branch of international law).
2. hukum perdagangan internasional adalah aturan-aturan hukum
internasional yang berlaku terhadap perdagangan barang, jasa dan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HKI) (International trade law
can be described as those rules of international law which are applicable
to trade in goods, services and the protection of intellectual property).
3. hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum
nasional yang memiliki atau pengaruh langsung terhadap perdagangan
internasional secara umum.
C. Pendekatan Hukum Perdagangan Internasional
Di bagian awal tulisan ini tampak luasnya bidang cakupan hukum
perdagangan internasional. Luasnya bidang cakupan dalam hukum perdagangan
internasional membuat cakupan yang dikajinya sulit untuk tidak tumpang tindih
dengan bidang-bidang lainnya, misalnya dengan hukum ekonomi internasional,
hukum transaksi bisnis internasional, hukum komersial internasional, dan lain-lain.
Masalahnya adalah di mana letak atau garis batas di antara hukum
perdagangan dengan bidang-bidang hukum lain, khususnya hukum ekonomi
internasional. Sementara itu pendekatan yang ditempuh untuk membedakan kedua
6
bidang hukum ini adalah dengan melihat subjek hukum yang tunduk kepada kedua
bidang hukum tersebut. Hukum ekonomi internasional lebih banyak mengatur subjek
hukum yang bersifat publik, sedangkan hukum perdagangan internasional lebih
menekankan kepada hubungan-hubungan hukum yang dilakukan oleh badan-badan
hukum privat. Dalam kenyataannya, pendapat tersebut tidak begitu valid. Hukum
ekonomi internasional dalam kenyataannya juga mengatur kegiatan-kegiatan atau
transaksi-transaksi badan hukum privat atau yang terkait dengan kepentingan privat,
misalnya mengenai perlindungan dan nasionalisasi atau ekspropriasi perusahaan
asing. Selain itu, meskipun hukum ekonomi internasional mengatur subjek-subjek
hukum publik atau Negara, namun aturan-aturan tersebut bagaimanapun juga akan
berdampak pada individu atau subjek-subjek hukum lainnya dalam wilayah suatu
Negara.
Karakterisitk lain dari hukum perdagangan internasional adalah
pendekatannya yang interdisipliner. Untuk dapat memahami bidang hukum ini secara
komprehensif, dibutuhkan sedikit banyak bantuan disiplin (ilmu) lain. Dalam bidang
hukum ini terkait dengan bidang pengangkutan (darat, udara dan laut). Hal ini
membutuhkan bantuan dari pemahaman disiplin ilmu pelayaran.
D. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional
Menurut Profesor Alexander Goldstajn ada tiga prinsip dalam Hukum
Perdagangan Internasional, yaitu :
1. Prinsip dasar Kebebasan berkontrak
7
Prinsip kebebasan berkontrak sebenarnya merupakan prinsip universal dalam
hukum perdagangan internasional. Setiap sistem hukum dalam hukum dagang
mengakui kebebasan para pihak untuk membuat kontrak-kontrak dagang
(internasional).
Schmitthoff menanggapi secara positif kebebasan berkontrak ini dengan
menyatakan :
“The autonomy of the parties will in the law of contract is the foundation on which an autonomous law of international trade can be built. The national sovereign has,«. No objection that in that area an autonomous law of international trade is developed by the parties, provided always that law respects in every national jurisdiction the limitations imposed by public policy”
Kebebasan ini mencakup bidang hukum yang cukup luas, meliputi kebebasan
untuk melakukan jenis-jenis kontrak yang disepakati oleh para pihak. Dalam
prinsip kebebasan berkontrak ini termasuk pula kebebasan untuk memilih forum
penyelesaian sengketa dagangnya serta mencakup pula kebebasan untuk memilih
hukum yang akan berlaku terhadap kontrak yang dibuatnya.
Sudah barang tentu kebebasan ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-
Undang, kepentingan umum, kesusilaan, kesopanan dan persyaratan lain yang
ditetapkan oleh masing-masing system hukum.
2. Prinsip Dasar Pacta Sunt Servanda
Prinsip Pacta sunt servanda adalah prinsip yang mensyaratkan bahwa
kesepakatan atau kontrak yang telah ditandatangani harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya (dengan itikad baik). Prinsip ini berlaku secara universal.
3. Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase
8
Arbitrase dalam perdagangan internasional adalah merupakan forum penyelesaian
sengketa yang umum digunakan. Klausul arbitrase sudah semakin banyak
dicantumkan dalam kontrak-kontrak dagang. Goldstajn menguraikan kelebihan
dan alasan mengapa penggunaan arbitrase dijadikan prinsip dasar dalam hukum
perdagangan internasional, yaitu :
“Moreover to the extent that the settlement of defferences is referred to arbitration, a uniform legal order is being created. Arbitration tribunals aften apply criteria other than those applied in courts. Arbitrators appear more ready to interpret rules freely, taking into account customs, usage and business practice.Futher, the fact that the enforcement of foreign arbitral awards is generally more easy than the enforcement of foreign court decisions is conducive to ap preference for arbitration´
4. Prinsip Dasar Kebebasan komunikasi (Navigasi)
Disamping tiga prinsip dasar tersebut, prinsip dasarnya yang relevan dengan
prinsip dasar yang dikenal dalam hukum ekonomi internasional, yaitu prinsip
kebebasan untuk berkomunikasi (dalam pengertian luas, termasuk didalamnya
kebebasan bernavigasi). Komunikasi atau navigasi adalah kebebasan para pihak
untuk berkomunikasi untuk keperluan dagang dengan siapa pun juga dengan
melalui berbagai sarana navigasi atau komunikasi, baik darat, laut, udara, atau
melalui media sarana elektronik. Kebebasan komunikasi ini bersifat sangat
esensial bagi terlaksananya perdagangan internasional.
Dalam komunikasi untuk maksud berdagang ini, kebebasan para pihak tidak
boleh dibatasi oleh system ekonomi, politik atau system hukum.
E. Tujuan Hukum Perdagangan Internasional
9
Tujuan hukum perdagangan internasional sebenarnya tidak berbeda dengan
tujuan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade, 1974), yang termuat dalam
pembukaannya. Adapun tujuan dari hukum perdagangan internasional adalah :
1. untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari
kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik perdagangan nasional yang merugikan
Negara lain;
2. untuk meningkatkan volume perdagangan dunia dengan menciptakan
perdagangan yang menarik dan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi
semua Negara;
3. meningkatkan standar hidup umat manusia; dan
4. meningkatkan lapangan kerja;
5. mengembangkan system perdagangan multilateral;
6. meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber kekayaan dunia dan meningkatkan
produk dan transaksi jual beli barang.
Meskipun adanya tujuan dalam hukum perdagangan internasional tersebut di
atas bagus, namun hukum perdagangan internasional masih memiliki cukup banyak
kelemahan. Kelemahan tersebut dapat ditemui dalam bidang-bidang hukum lainnya,
yakni terdapatnya pengecualian-pengecualian atau klausul-klausul “penyelamat’ yang
bersifat memperlonggar kewajiban-kewajiban hukum.
Kelemahan spesifik tersebut :
a. hukum perdagangan internasional sebagian besar bersifat pragmatis dan permisif.
Hal ini mengakibatkan aturan-aturan hukum perdagangan internasional kurang
objektif didalam “memaksakan” Negara-negara untuk tunduk pada hukum. Dalam
10
kenyataanya, Negara-negara yang memiliki kekuatan politis dan ekonomi
memanfaatkan perdagangan sebagai sarana kebijakan politisnya.
b. Aturan-aturan hukum perdagangan internasional bersifat mendamaikan dan
persuasive (tidak memaksa).
Kelemahan ini sekaligus juga merupakan kekuatan bagi perkembangan hukum
perdagangan internasional yang menyebabkan atau memungkinkan
perkembangan hukum ini di tengah krisis.
F. Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional
Hukum perdagangan internasional telah ada sejak lahirnya Negara dalam arti
modern. Sejak saat itu, hukum perdagangan internasional telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat sesuai dengan perkembangan hubungan-hubungan
perdagangan.
Dilihat dari perkembangan sumber hukumnya (dalam arti materiil),
perkembangan hukum perdagangan internasional dapat dikelompokkan ke dalam tiga
tahap, yaitu :
1. Hukum Perdagangan internasional dalam Masa Awal Pertumbuhan
2. Hukum Perdagangan Internasional Yang Dicantumkan dalam hukum Nasional
3. Lahirnya Aturan-aturan Hukum Perdagangan Internasional dan Munculnya
Lembaga-lembaga Internasional yang Mengurusi Perdagangan Internasional
11
G. Penutup
Setelah menguasi bahasan dalam bab satu, maka diharapkan mahasiswa dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :
1. Jelaskan pengertian hukum perdagangan internasional
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendekatan hukum perdagangan
internasional bersifat interdisipliner.
3. Sebut dan jelaskan prinsip-prinsip dasar dalam hukum perdagangan internasional
4. Jelaskan tentang perkembangan hukum perdagangan internasional
5. Sebutkan tujuan dari hukum perdagangan internasional
12
BAB II
SUBJEK HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. Pendahuluan
Dalam aktivitas perdagangan internasional terdapat beberapa subjek hukum
yang berperan penting di dalam perkembangan hukum perdagangan internasional.
Dalam hukum perdagangan internasional, yang dimaksud dengan subjek hukum
adalah :
1. para pelaku (stakeholders) dalam perdagangan internasional yang mampu
mempertahankan hak dan kewajibannya di hadapan badan peradilan, dan
2. para pelaku (stakeholders) dalam perdagangan internasional yang mampu dan
berwenang untuk merumuskan aturan-aturan hukum di bidang hukum
perdagangan internasional.
B. Subjek Hukum Perdagangan Internasional
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa subjek hukum dalam hukum
perdagangan internasional adalah :
A. Negara
Negara merupakan subjek hukum terpenting di dalam hukum perdagangan
internasional. Negara merupakan subjek hukum yang paling sempurna, alasannya
:pertama, Negara merupakan satu-satunya subjek hukum yang memiliki
kedaulatan. Berdasarkan kedaulatan ini, Negara memiliki wewenang untuk
13
menentukan dan mengatur segala sesuatu yang masuk dan keluar dari wilayahnya.
Dengan atribut kedaulatannya ini, Negara antara lain berwenang untuk membuat
hukum (regulator) yang mengikat segala subjek hukum lainnya (individu,
perusahaan), mengikat benda dan peristiwa hukum yang terjadi di dalam
wilayahnya termasuk perdagangan. Kedua, Negara juga berperan baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan organisasi-organisasi
(perdagangan) internasional didunia misal, WTO, UNCTAD,UNCITRAL.
Ketiga, Negara juga bersama-sama dengan Negara lain mengadakan perjanjian
internasional guna mengatur transaksi perdagangan. Keempat, Negara berperan
juga sebagai subjek hukum dalam posisinya sebagai pedagang. Dalam posisinya
ini, Negara adalah salah satu pelaku utama dalam perdagangan internasional.
Ketika Negara bertransaksi dagang dengan Negara lain, kemungkinan hukum
yang akan mengaturnya adalah hukum internasional. Ketika Negara bertransaksi
dengan subjek hukum lainnya, hukum yang mengaturnya adalah hukum nasional
(dari salah satu pihak).
Imunitas Negara
Salah satu masalah yang kerap timbul dalam kaitannya dengan Negara
adalah atribut kedaulatan Negara itu sendiri. Prinsip umum yang diakui adalah
bahwa dengan atribut kedaulatan, Negara memiliki imunitas terhadap pengadilan
Negara lain. Arti imunitas disini adalah bahwa Negara tersebut memiliki hak
untuk mengklaim kekebalannya terhadap tuntutan (klaim) terhadap dirinya.
Sheldrick dengan tepat menggambarkan imunitas Negara sebagai berikut :
“Savereign immunity is a long established precept of public international law
14
which requires that a foreign government or head of state cannot be sued without
its consent. In its traditional form, this rule applied to all types of suit, criminal
and civil, including those arising out of purely commercial transactions
undertaken by the foreign sovereign´
Dalam perkembangannya, konsep imunitas ini mengalami pembatasan.
Minimal ada 4 (empat) pembatasan terhadap muatan imunitas suatu Negara, yaitu
pertama, pembatasan oleh hukum internasional. Dalam bertransaksi dagang,
hukum internasional mengakui imunitas Negara ini, tetapi juga sekaligus
membatasinya. Hukum internasional juga mensyaratkan Negara-negara untuk
bekerjasama dengan Negara lain untuk memajukan ekonomi. Deklarasi mengenai
prinsip-prinsip hukum internasional antara lain menyatakan bahwa ; ³««. States
have the duty to co operate with one another, irrespective of the difference in
their political, economic and social system,«« ´
Kedua, pembatasan oleh hukum nasional. Dewasa ini beberapa Negara memiliki
undang-undang mengenai imunitas yang sifatnya membatasi imunitas Negara-
negara (asing) yang melakukan transaksi dagang di dalam wilayahnya atau
dengan warga negaranya. Ketiga, pembatasan secara diam-diam dan sukarela.
Pembatasan ini dianggap terjadi ketika suatu Negara secara sukarela
menundukkan dirinya ke hadapan suatu badan peradilan yang mengadili
persidangan dan Negara tersebut mematuhinya, Negara tersebut dianggap telah
dengan sukarela menanggalkan imunitasnya. Keempat, kemungkinan lain yang
menjadi indikasi pembatasan imunitas ini adalah apabila Negara memasukkan
klausul arbitrase ke dalam kontrak dagangnya. Dengan demikian dapat dianggap
15
bahwa Negara tersebut telah menanggalkan imunitasnya untuk menghadap ke
badan arbitrase yang dipilihnya untuk menyelesaikan sengketa dagangnya.
Dengan adanya pembatasan-pembatasan tersebut, kekebalan suatu Negara
untuk hadir dihadapan badan peradilan (nasional asing, internasional atau
arbitrase) tidak lagi berlaku. Namun, masalah sesungguhnya dalam kaitannya
dengan pembatasan Negara di hadapan badan peradilan adalah pelaksanaan
putusan pengadilannya.
Berdasarkan hukum internasional, suatu badan peradilan tidak dapat
menyita harta milik Negara lain atau memaksakan putusannya terhadap harta
milik Negara lain yang digunakan atau yang memiliki fungsi pelayanan publik.
Hukum internasional melarang suatu Negara menahan kapal perang asing yang
sedang menyandar di pelabuhan suatu Negara asing atau menyita bangunan
kedutaan Negara asing. Menurut Houtte, pelaksanaan putusan pengadilan hanya
memungkinkan terhadap aset-aset yang Negara asing yang bersangkutan tidak
dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan public.
B. Organisasi Perdagangan Internasional
Organisasi internasional yang bergerak di bidang perdagangan
internasional memainkan peran yang penting. Organisasi internasional dibentuk
oleh dua atau lebih Negara guna mencapai tujuan bersama.
Untuk mendirikan suatu organisasi internasional, perlu dibentuk suatu dasar
hukum yang biasanya adalah perjanjian internasional. Dalam perjanjian
internasional ini termuat tujuan, fungsi dan struktur organisasi perdagangan
internasional yang bersangkutan.
16
C. Individu
Individu atau perusahaan adalah pelaku utama dalam perdagangan
internasional. Individulah yang pada akhirnya akan terikat oleh aturan-aturan
hukum perdagangan internasional. Selain itu, aturan-aturan hukum yang dibentuk
oleh Negara memiliki tujuan untuk memfasilitasi perdagangan internasional yang
dilakukan individu.
Di banding dengan Negara atau organisasi internasional, status individu
dalam hukum perdagangan internasional tidaklah terlalu penting. Biasanya
individu dipandang sebagai subjek hukum dengan sifat hukum perdata (legal
persons of a private law nature). Konvensi ICSID mengakui hak-hak individu
untuk menjadi pihak di hadapan badan arbitrase ICSID. Namun demikian hak ini
bersifat terbatas, karena, pertama, sengketanya hanya dibatasi untuk sengketa-
sengketa di bidang penanaman modal yang sebelumnya tertuang dalam kontrak.
Kedua, Negara dari individu yang bersangkutan harus juga disyaratkan untuk
menjadi anggota konvensi ICSID ( Konvensi Washington 1965). Persyaratan ini
bersifat mutlak. Indonesia telah meratifikasi dan mengikatkan diri terhadap
konvensi ICSID melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1968.
Status individu sebagai subjek hukum perdagangan internasional tetaplah tidak
boleh dipandang kecil. Aturan-aturan di bidang perdagangan yang mereka buat
sendiri kadang-kadang memiliki keuatan mengikat seperti halnya hukum nasional.
Disebutkan di atas bahwa individu adalah subjek hukum dengan sifat hukum
perdata (legal persons of a private law nature). Subjek hukum lainnya yang
termasuk ke dalam kategori ini adalah (a) perusahaan multinasional; dan (b) bank.
17
1. Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional (MNCs atau Multinational Corporations) telah
lama diakui sebagai subjek hukum yang berperan penting dalam
perdagangan internasional. Peran ini sangat mungkin karena kekuatan
financial yang dimilikinya. Dengan kekuatan finansialnya hukum
(perdagangan) internasional berupaya mengaturnya.
Pasal 2 (2) (b) Piagam Hak dan Kewajiban Ekonomi Negara-negara antara
lain menyebutkan bahwa MNCs tidak boleh campur tangan terhadap
masalah-masalah dalam negeri dari suatu Negara. Pasal 2 (2) (b) antara
lain berbunyi ; ³««. Transnational corporation shall not intervene is the
internal affairs of a host State”
Alasan pengaturan ini tampaknya masuk akal. Tidak jarang MNCs sedikit
banyak dapat mempengaruhi situasi dan kondisi politik dan ekonomi suatu
Negara.
Aturan-aturan yang mengontrol aktivitas MNCs memang perlu untuk
menjembatani perbedaan kepentingan antara Negara tuan rumah yang
mengharapkanMNCs masuk kedalam wilayahnya dapat memberi
kontribusi bagi pembangunan, sementara MNCs bertujuan untuk mencapai
target utama perusahaan, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-
besarnya. Oleh karena itu, agar kedua kepentingan ini pada titik tertentu
dapat bertemu, maka perlu aturan-aturan hukum untuk menjembataninya.
2. Bank
18
Seperti individu atau MNCs, bank dapat digolongkan sebagai subjek
hukum perdagangan internasional dalam arti terbatas. Bank tunduk pada
hukum nasional di mana bank tersebut didirikan.
Faktor-faktor yang membuat subjek hukum ini penting adalah :
a. peran bank dalam perdagangan internasional dapat dikatakan sebagai
pemain kunci. Tanpa bank, perdagangan internasional mungkin tidak
dapat berjalan.
b. Bank menjembatani antara penjual dan pembeli yang satu sama lain
mungkin saja tidak mengenal karena mereka berada di Negara yang
penjual dan pembeli.
c. Bank berperan penting dalam menciptakan aturan-aturan hukum
perdagangan internasional, khususnya dalam mengembangkan hukum
perbankan internasional.
C. Penutup
Setelah mahasiswa memperlajari materi pada bab ini, maka mahasiswa
diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Sebutkan Subjek hukum dalam hukum perdagangan internasional
2. Jelaskan peranan Negara dalam perdagangan internasional
3. Jelaskan hak Imunitas suatu Negara dalam hukum perdagangan internasional
4. Sebut dan jelaskan pembatasan-pembatasan terhadap hak imunitas suatu Negara
dalam hukum perdagangan internasional
5. Jelaskan peranan bank dalam perdagangan internasional
19
6. Jelaskan pengertian dari Perusahaan Multinasional
7. Jelaskan keuntungan dan kerugian dari adanya suatu perusahaan multinasional di
suatu Negara.
20
BAB III
SUMBER HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. Pendahuluan
Sumber hukum perdagangan internasional merupakan bab yang penting. Dari
sumber hukum inilah kita dapat menemukan hukum tersebut yang kemudian
diterapkan kepada suatu fakta tertentu dalam perdgangan internasional.
B. Sumber Hukum Perdagangan Internasional
Sumber-sumber hukum internasional yang dkenal dalam perdagangan
internasional yaitu perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, prinsip-
prinsip hukum umum dan putusan-putusan pengadilan dan publikasi sarjana-sarjana
terkemuka (doktrin).
1. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum yang terpenting.
Secara umum, perjanjian internasional terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu perjanian
multilateral, regional dan bilateral.
Perjanjian internasional atau multilateral adalah kesepakatan tertulis yang
mengikat lebih dari dua pihak (Negara) dan tundak pada aturan hukum internasional.
Perjanjian regional adalah kesepakatan-kesepakatan di bidang perdagangan
internasional yang dibuat oleh Negara-negara yang tergolong atau berada dalam suatu
regional tertentu.
21
Suatu perjanjian dikatakan bilateral ketika perjanjian tersebut hanya mengikat
dua subjek hukum internasional (Negara atau organisasi internasional).
a. Daya mengikat Perjanjian (Perdagangan Internasional)
Suatu perjanjian perdagangan internasional mengikat berdasarkan kesepakatan
para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu, sebagaimana halnya perjanjian
intenasional pada umumnya, perjanjian perdagangan internasional pun hanya akan
mengikat suatu Negara apabila Negara tersebut sepakat untuk menandatangani atau
meratifikasinya.
Ketika suatu Negara telah meratifikasinya, Negara tersebut berkewajiban
untuk mengundangkannya ke dalam aturan hukum nasionalnya. Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi tersebut kemudian menjadi bagian dari hukum
nasional Negara tersebut.
Kadangkala perjanjian internasional membolehkan suatu Negara untuk tidak
menerapkan atau mengecualikan beberapa pengaturan atau pasal dari perjanjian
internasional, atau sebaliknya. Salah satu cara lain bagi suatu Negara untuk terikat
kepada suatu perjanjian internasional adalah melalui penundukan secara diam-diam,
artinya tanpa mengikatkan diri secara tegas melalui penandatanganan dan ratifikasi
(yang biasanya instrument ratifikasi tersebut didepositokan kepada suatu badan yang
berwenang, missal Sekjen PBB), suatu Negara dapat saja mengikatkan dirinya dengan
cara mengadopsi muatan suatu perjanjian internasional ke dalam hukum nasionalnya.
22
b. Isi Perjanjian
Muatan yang terkandung didalam perjanjian perdagangan internasional pada
umumnya memuat, hal-hal berikut :
1. Liberalisasi perdagangan
Perjanjian yang memuat liberalisasi perdagangan adalah meliberalisasi
perdagangan. Dalam hal ini, Negara-negara anggota perjanjian internasional
berupaya menanggalkan berbagai rintangan pengaturan atau kebijakan (Negara)
yang dapat menghambat atau mengganggu kelancaran transaksi perdagangan
internasional.
2. Integrasi Ekonomi
Perjanjian internasional berupaya mencapai suatu integrasi ekonomi melalui
pencapaian kesatuan kepabeanan (customs union), suatu kawasan perdagangan
bebas (free trade zone), atau bahkan suatu kesatuan ekonomi (economic union).
Perjanjian seperti ini biasanya memberi kewenangan kepada suatu organisasi
internasional guna mencapai tujuan integrasi ekonomi.
3. Harmonisasi Hukum
Tujuan utama harmonisasi hukum hanya berupaya mencari keseragaman atau
titik temu dari prinsip-prinsip yang bersifat fundamental dari berbagai sistem
hukum yang ada (yang akan diharmonisasikan)
4. Unifikasi Hukum
Dalam unifikasi hukum, penyeragaman mencakup penghapusan dan penggantian
suatu sistem hukum dengan sistem hukum yang baru.
5. Model Hukum dan Legal Guide
23
Pembentukan model hukum dan legal guide sebenarnya tidak lepas dari upaya
harmonisasi. Bentuk hukum seperti ini biasanya ditempuh karena didasari sulitnya
bidang hukum yang akan disepakati atau diatur. Oleh karena itu, mereka membuat
model hukum ini yang sifatnya tidak mengikat.
c. Standar Internasional
Standar internasional adalah norma-norma yang disyaratkan untuk ada di
dalam perjanjian internasional, yang merupakan syarat penting didalam tata ekonomi
internasional, serta syarat suatu Negara untuk berpartisipasi di dalam transaksi
ekonomi internasional. Syarat-syarat dasar tersebut adalah :
1.) Minimum Standard atau Equitable Treatment
Minimum Standart adalah norma atau aturan dasar yang semua Negara harus taati
untuk dapat turut serta dalam transaksi-transaksi perdagangan internasional. Contoh
standar minimum adalah dalam perjanjian-perjanjian dalam bidang perlindungan hak
kekayaan intelektual.
2.) Most Favoured Nation Clause
Klausul most favoured nation adalah klausul yang mensyaratkan perlakuan
non diskriminasi dari suatu Negara terhadap Negara lain.
Menurut Houtte, klausul MNF biasanya diikuti oleh dua sifat cukup penting, yaitu :
a. reciprocal (timbal balik), artinya pemberian MFN ini diberikan dan disyaratkan
oleh masing-masing Negara. Jadi sifatnya timbal balik dan;
b. unconditional (tidak bersyarat), artinya Negara anggota lainnya dalam suatu
perjanjian berhak atas perlakuan-perlakuan khusus yang diberikan kepada Negara
ketiga.
24
3). Equal Treatment
Equal Treatment (perlakuan sama) adalah klausul lainnya yang harus ada
dalam perjanjian-perjanjian internasional. Menurut klausul ini, Negara-negara peserta
dalam suatu perjanjian disyaratkan untuk memberikan perlakuan yang sama satu
sama lain.
4). Preferential Treatment
Prinsip ini biasanya diterapkan diantara Negara-negara yang memiliki
hubungan politis atau ekonomis. Berdasarkan prinsip ini, suatu Negara dapat saja
memberikan perlakuan khusus yang lebih menguntungkan (preferential treatment)
kepada suatu Negara daripada kepada Negara lainnya.
d. Resolusi-Resolusi Organisasi Internasional
Dewasa ini berbagai organisasi internasional acap kali mengeluarkan
keputusan-keputusan berupa resolusi-resolusi yang sifatnya tidak mengikat. Daya
mengikat resolusi-resolusi ini biasanya disebut juga sebagai soft law, karena memang
Negara-negara pesertanya tidak menginginkan keputusan-keputusan yang dibuat oleh
organisasi internasional tidak mengikat mereka secara hukum. Akan tetapi, resolusi-
resolusi yang dikeluarkan oleh organisasi internasional kadangkala juga mengikat.
2. Hukum Kebiasaan Internasional
Sebagai sumber hukum, hukum kebiasaan perdagangan merupakan sumber
hukum yang dapat dianggap sebagai sumber hukum yang pertama-tama lahir dalam
hukum perdagangan internasional.
25
Dalam studi hukum perdagangan internasional, sumber hukum ini disebut
juga sebagai lex mercatoria atau hukum para pedagang (the law of the merchants).
Istilah ini logis karena memang para pedaganglah yang mula-mula “menciptakan”
aturan hukum yang berlaku bagi mereka untuk transaksi-transaksi dagang mereka.
Suatu kebiasaan tidak selamanya menjadi mengikat dan karenanya menjadi
hukum. Suatu praktek kebiasaan untuk menjadi mengikat harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut : a) suatu praktek yang berulang-ulang dilakukan dan diikuti
oleh lebih dari dua pihak (praktek Negara), b) praktek ini diterima sebagai mengikat
(opnio iuris sive necessitates).
3. Prinsip-Prinsip Hukum Umum
Sebenarnya belum ada pengertian yang diterima luas untuk menjelaskan apa
yang dimaksud dengan prinsip-prinsip hukum umum. Peran sumber hukum ini
biasanya diyakini lahir, baik dari system hukum nasional maupun hukum
internasional.
Sumber hukum ini akan mulai berfungsi ketika hukum perjanjian
(internasional) dan hukum kebiasaan internasional tidak memberikan jawaban atas
suatu persoalan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip hukum umum ini dipandang sebagai
sumber hukum penting dalam upaya mengembangkan hukum, termasuk hukum
perdagangan internasional.
Beberapa contoh dari prinsip-prinsip hukum umum ini antara lain adalah
prinsip itikad baik, prinsip pacta sunt servanda, dan prinsip ganti rugi. Ketiga prinsip
26
ini terdapat dan diakui dalam hampir semua sistem hukum di dunia, dan terdapat pula
dalam hukum (perdagangan internasional).
4. Putusan-Putusan Badan pengadilan dan Doktrin
Sumber hukum ini akan memainkan perannya apabila sumber-sumber hukum
sebelumnya tidak memberi kepastian atau jawaban atas suatu persoalan hukum (di
bidang perdagangan internasional).
Putusan-putusan pengadilan dalam hukum perdagangan internasional tidak
memiliki kekuatan hukum yang kuat seperti yang dikenal dalam sistem hukum
Common Law. Statusnya paling tidak sama seperti yang kita kenal dalam sistem
hukum continental, bahwa putusan pengadilan sebelumnya hanya untuk
mempertimbangkan. Jadi ada semacam kewajiban yang tidak mengikat bagi badan-
badan pengadilan untuk mempertimbangkan putusan-putusan pengadilan sebelumnya
(dalam sengketa yang terkait dengan perdagangan internasional).
Begitu pula dengan doktrin, yaitu pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan
sarjana terkemuka (dalam bidang hukum dagang internasional). Peran dan fungsinya
cukup penting dalam menjelaskan sesuatu hukum perdagangan internasional. Bahkan
doktrin dapat pula digunakan untuk menemukan hukum. Doktrin ini penting ketika
sumber-sumber hukum sebelumnya ternyata tidak jelas atau tidak mengatur sama
sekali mengenai suatu hal di bidang perdagangan internasional.
27
5. Kontrak
Sumber hukum perdagangan internasional yang sebenarnya merupakan
sumber utama dan terpenting adalah perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para
pedagang sendiri.
Para pelaku perdagangan (pedagang) atau stakeholders dalam hukum
perdagangan internasional ketika melakukan transaksi-transaksi perdagangan
internasional, mereka menuangkannya dalam perjanjian-perjanjian tertulis (kontrak).
Oleh karena itu, kontrak sangat essensial. Dengan demikian, kontrak berperan sebagai
sumber hukum yang perlu dan terlebih dahulu mereka jadikan acuan penting dalam
melaksanakan hak dan kewajiban mereka dalam perdagangan internasional.
Dalam kontrak kita mengenal penghormatan dan pengakuan terhadap prinsip
konsensus dan kebebasan para pihak syarat-syarat perdagangan dan hak serta
kewajiban para pihak seluruhnya diserahkan kepada para pihak dan hukum
menghormati kesepakatan ini yang tertuang dalam perjanjian.
Meskipun kebebasan para pihak sangatlah essensial, namun kebebasan
tersebut ada batas-batasanya, yaitu ; (1) pembatasan yang umum adalah kebebasan
tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, dan dalam taraf tertentu,
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kesopanan, (2) status dari kontrak itu
sendiri. Kontrak dalam perdagangan internasional tidak lain adalah kontrak nasional
yang ada unsure asingnya, artinya kontrak tersebut meskipun di bidang perdagangan
internasional paling tidak tunduk dan dibatasi oleh hukum nasional (suatu Negara
tertentu), (3) menurut Sanson, pembatasan lain yang juga penting dan mengikat para
28
pihak adalah kesepakatan-kesepakatan atau kebiasaan-kebiasaan dagang yang
sebelumnya dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan..
6. Hukum Nasional
Peran hukum nasional sebagai sumber hukum perdagangan internasional
mulai lahir ketika timbul sengketa sebagai pelaksanaan dari kontrak. Peran hukum
nasional sebenarnya sangatlah luas dari sekedar mengatur kontrak dagang
internasional. Peran signifikan dari hukum nasional lahir dari adanya yurisdiksi
(kewenangan) Negara. Kewenangan Negara ini sifatnya mutlak dan eksklusif, artinya
apabila tidak ada pengecualian lain, kekuasaan itu tidak dapat diganggu gugat.
Yurisdiksi atau kewenangan tersebut adalah kewenangan suatu Negara untuk
mengatur segala, (a) peristiwa hukum; (b) subjek hukum; (c) benda yang berada di
dalam wilayahnya. Kewenangan mengatur ini mencakup membuat hukum (nasional)
baik yang sifatnya hukum publik maupun hukum perdata (privat).
Kewenangan atas peristiwa hukum di sini dapat berupa transaksi jual beli
dagang internasional atau transaksi dagang internasional. Dalam hal ini, hukum
nasional yang dibuat suatu Negara dapat mencakup hukum perpajakan, kepabeanan,
ketenagakerjaan, persaingan sehat, perlindungan konsumen, kesehatan, perlindungan
HKI hingga perijinan ekspor impor suatu produk.
Kewenangan atas subjek hukum (pelaku atau stakeholders) dalam
perdagangan intenasional, mencakup kewenangan Negara dalam membuat dan
meletakkan syarat-syarat (dan izin) berdirinya suatu perusahaan, bentuk-bentuk
29
perusahaan beserta syarat-syaratnya, hingga pengaturan berakhirnya perusahaan
(dalam hal perusahaan pailit dan sebagainya).
Kewenangan Negara untuk mengatur atas suatu benda yang berada di dalam
wilayahnya mencakup pengaturan objek-objek apa saja yang dapat atau tidak dapat
untuk diperjualbelikan, termasuk didalamnya adalah larangan untuk masuknya
produk-produk yang dianggap membahayakan moral, kesehatan manusia, tanaman,
lingkungan, produk tiruan dan lain-lain.
C. Penutup
Setelah mahasiswa mempelajari dan memahami tentang sumber hukum
perdagangan internasional, maka diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan sumber-
sumber hukum perdagangan internasional
30
BAB IV
PEMASARAN BARANG-BARANG KE LUAR NEGERI
A. Pendahuluan
Melaksanakan perdagangan luar negeri pada hakekatnya berarti
menyelenggarakan fungsi-fungsi marketing (pemasaran) pada tingkat internasional.
Salah satu faktor yang ingin dikemukakan di sini adalah bahwa di dalam perdagangan
luar negeri, produsen dan konsumen satu sama lainnya dipisahkan oleh batas kenegaraan
(geopolitik). Oleh karena itu perlu sekali dicari cara yang tepat dan penetapan saluran
yang akan dipergunakan untuk memungkinkan adanya hubungan antara produsen di satu
pihak dengan konsumen atau pemakai di lain pihak. Produsen pada umumnya merupakan
pihak yang aktif dalam usahanya melaksanakan pemasaran barang yang dihasilkan
kepada konsumen, tetapi sebaliknya bukan hal yang mustahil pula jika konsumen yang
bertindak aktif mencari barang yang dibutuhkannya dengan cara mendekati sendiri
produsen dari barang yang dibutuhkan.
B. Cara-Cara Pemasaran Barang Ke Luar Negeri
Lazimnya produsenlah yang biasanya bertindak aktif, maka dipandang dari
sudut produsen terutama dalam melaksanakan pemasaran barang-barang ke luar
negeri, produsen dapat menempuh beberapa cara yang dapat digolongkan dalam 2
golongan, yaitu :
31
1. cara pemasaran langsung
Dengan cara pemasaran langsung dimaksudkan produsen menyelenggarakan
sendiri pemasaran hasil produksinya itu ke luar negeri, dalam arti di samping
sebagai produsen, ia juga bertindak sebagai eksportir pula. Oleh karena itu di
samping tugasnya sebagai produsen, maka ia pun berkewajiban dan
bertanggungjawab menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyiapkan barang sampai menjadi barang siap untuk diekspor (ready for
export). Antara lain melakukan penyortiran, pengepakan, penyimpanan di
gudang, menyelenggarakan pengangkutan ke pelabuhan.
b. Mencari sendiri pembeli di luar negeri.
c. Melakukan urusan pengapalan barang (shipping).
d. Menyelesaikan formalitas ekspor sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Melakukan penutupan asuransi.
f. Menyiapkan dokumen pengapalan (shipping document)
g. Mengurus sendiri penyelesaian pembayaran dan lain-lain yang
bersangkutan dengan pelaksanaan ekspor.
h. Menyelenggarakan after sales service (perawatan barang yang telah
dijual)
Dengan cara pemasaran langsung ini produsen bertanggungjawab atas
keseluruhan transaksi ini mulai dari mempersiapkan barang itu sampai barang
tersebut diterima oleh konsumen, bahkan adakalanya masih bertanggungjawab
sekalipun barang itu sudah dalam kekuasaan dan menjadi milik konsumen,
misalnya keharusan menyelenggarakan after sales service.
32
2. cara pemasaran tidak langsung
Selain dari itu dalam melaksanakan pemasaran barang ke luar negeri dapat pula
ditempuh cara lain, yaitu dengan mempergunakan jasa perantaraan badan usaha
lain yang khusus bergerak dalam perdagangan luar negeri, baik ekspor maupun
impor. Di sini dapat dikemukakan beberapa macam badan usaha yang dapat
dipergunakan oleh produsen dalam melakukan pemasaran hasil produksinya ke
luar negeri, atau juga badan usaha yang dapat dipergunakan oleh konsumen untuk
menyelenggarakan pembelian kebutuhannya (impor) dari luar negeri.
Badan usaha yang dipergunakan sebagai perantara dalam perdagangan luar negeri
terdiri dari :
a. Ekspor/Impor Merchant
Ekspor/impor merchant atau pedagang impor/ekspor adalah badan usaha baik
perorangan maupun badan hukum yang melakukan pembelian barang di
dalam negeri atas risiko sendiri untuk dijual ke luar negeri, ataupun
melakukan pembelian barang dari luar negeri dan dimasukkan (impor) ke
dalam negeri untuk dijual kembali atas risikonya sendiri. Keuntungan bagi
produsen memilih memasarkan barangnya dengan dengan cara ini adalah :
1). Produsen tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk keperluan market
survey, biaya promosi barangnya (sales promotion cost).
2). Tidak perlu lagi menyediakan aparat khusus untuk menyelenggarakan
ekspornya.
33
3). Tidak perlu lagi menanggung risiko perdagangan luar negeri seperti
pelunasan pembayaran dan risiko tuntutan ganti rugi (claims).
b. Confirming House, Export Commission House atau Indent House.
Ekspor/impor Merchant merupakan badan usaha dalam negeri 9nasional0
yang bergerak untuk pemasaran barang di luar negeri. Tetapi sebaliknya ada
pula, dimana perusahaan asing yang membuka kantor cabangnya atau
mendirikan anak cabang perusahaan di dalam negeri. Kantor cabang atau anak
perusahaan luar negeri yang demikian, bekerja atas perintah dan untuk
kepentingan kantor induknya yang berada di luar negeri. Pada umumnya
kantor-kantor cabang ini melakukan pembelian di dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan kantor induknya, ataupun untuk keperluan konsumen di
negeri asalnya dengan mendapatkan komisi. Oleh karena itu badan usaha yang
demikian bisa disebut sebagai confirming house atau indent house.
Oleh karena kantor cabang atau anak perusahaan yang demikian biasanya
melakkan pembelian hasil hasil produksi setempat (lokal) yang kemudian
diangkut ke negeri asalnya, maka kesempatan ini dapat pula dipergunakan
oleh para produsen setempat untuk secara tidak langsung mengekspor hasil
produksinya ke luar negeri baik sebagai transaksi local biasa maupun atas
dasar komisi. Berdasarkan uraian tersebut, maka badan usaha ini disebut juga
export commission house.
Di dalam praktek tidak ada perbedaan yang pokok antara export merchant dan
confirming house, sebab kedua badan usaha ini sama bertindak sebagai
34
eksportir. Hanya export merchant bekerja dan lebih mengutamakan
kepentingan produsen sebab keuntungan dari export merchant itu, bahkan
kelangsungan hidupnya sangat tergantung dari berhasil tidaknya badan usaha
itu melaksanakan pemasaran barang yang dihasilkan oleh produsen yang
diselenggarakannya itu.
Bilamana hubungan antara produsen dengan export merchant itu tidak hanya
sebagai principal to principal biasa, tetapi suatu ikatan perjanjian keagenan
(agency agreement), maka dalam hal ini export merchant itu juga disebut
sebagai export agent. Sebaliknya confirming house bekerja dan bertindak
untuk kepentingan konsumen di luar negeri atau kalau dilihat dari sudut
kepentingan nasional maka perusahaan ini termasuk perusahaan setempat
yang bekerja untuk kepentingan asing.
c. Export/Import Company atau Trading House
Di dalam praktek tidak terdapat perbedan pokok antara badan-badan usaha
yang bergerak sebagai perantara dalam perdagangan luar negeri. Sebab tidak
jarang suatu badan usaha bertindak dan berfungsi baik sebagai export
merchant, commission agent, maupun sebagai importer. Oleh karena itu badan
usaha yang bergerak dalam bidang perdagangan luar negeri disebut sebagai
perusahaan dagang impor/ekspor atau juga disebut sebagai export dan import
company, atau trading house yang melaksankan perdagangan hamper segala
macam barang, dan hamper ke setiap Negara dan mempunyai organisasi dan
jaringan perdagangan yang tersebar luas.
35
C. Penutup
Setelah mengikuti pokok bahasan ini, maka mahasiswa diharapkan dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
1. Jelaskan cara-cara pemasaran barang ke luar negeri
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Ekspor/impor Merchant
3. Jelaskan keuntungan ekspor/impor merchant bagi produsen
4. Jelaskan pengertian dari Confirming House.
5. Jelaskan pengertian dari Indent House
6. Jelaskan perbedaan antara Confirming House dengan Indent House
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Trading House
36
BAB V
SISTEM PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
A. Pendahuluan
Perkembangan dalam sistem pembayaran dari benda yang diperjualbelikan
secara internasional, yaitu dari awalnya pembayaran barang dengan barang atau
barter sampai dengan metode pembayaran dengan memakai uang, kemudian dikenal
metode-metode pembayaran canggih yang terjadi saat ini, yaitu metode pembayaran
yang dapat memproteksi kepentingan ke dua belah pihak misalnya lewat pembayaran
dengan sistem letter of credit (L/C). semua metode pembayaran tersebut secara
yuridis sah, asal sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Namun perlu diperhatikan
bahwa terhadap beberapa bentuk pembayaran, terdapat pengaturan yuridis dalam
sistem hukum lokal Negara tertentu. Ataupun terhadap beberapa bentuk, bahkan
terdapat konvensi-konvensi internasional yang perlu diperhatikan oleh kedua belah
pihak.
B. Metode Pembayaran Dalam Perdagangan Internasional
Dalam hukum dagang internasional, dewasa ini berkembang beberapa metode
pembayaran yang telah merubah system pembayaran dalam transaksi jual beli
internasional, diantaranya yang lazim adalah sebagai berikut :
37
1. Metode Pembayaran Terlebih Dahulu (Advance)
Metode pembayaran terlebih dahulu adalah suatu sistem pembayaran, dimana
pihak eksportir (penjual) akan mengirimkan barang dagangannya setelah eksportir
(penjual) menerima pembayaran harga barang tersebut.
Sistem pembayaran seperti ini sangat menguntungkan dan sangat aman bagi pihak
eksportir (penjual) tetapi sangat tidak aman bagi pihak importer (pembeli). Sebab, setelah
uang diterima oleh pihak eksportir, berbgai kemungkinan atas barang objek jual beli
dapat terjadi. Bisa jadi barang tersebut tidak sesuai dengan pesanan, hilang ditengah
jalan, atau karena sesuatu hal dan lain hal bahkan barang tersebut tidak dikirim sama
sekali oleh pihak eksportir. Karena itu, metode pembayaran secara advance ini sangat
jarang diikuti dalam praktek, kecuali dalam hal-hal seperti :
a. jika bonafiditas dan kejujuran pihak eksportir sudah dikenal dikalangan pedagang
secara luas.
b. Jika ada hubungan khusus antara eksportir dengan importer, misalnya ada
hubungan saudara, hubungan teman atau hubungan antara perusahaan yang
terafiliasi dalam satu group usaha.
c. Jika transaksi tersebut terhadap order barang-barang yang harganya relative
rendah. Misalnya pemesanan dengan surat atas pembelian buku, atau benda-benda
lainnya.
38
2. Metode Pembayaran Secara Open Account
Metode pembayaran dengan open account ini adalah sebagai kebalikan dari
metode pembayaran terlebih dahulu (advance). Terhadap metode dengan open account,
barang yang bersangkutan dikirim terlebih dahulu kepada importer (pembeli), kemudian
setelah barang diterima oleh pihak importer (pembeli), baru dibayar sebagai hutang.
Karena itu, sistem open account ini tentunya sangat tidak aman bagi pihak eksportir
berhubung adanya kemungkinan pembayaran yang tidak sesuai dengan perjanjian, kurang
atau terlambat pembayaran, atau bahkan karena sesuatu dan lain hal, harga tidak dibayar
sama sekali.
Sistem pembayaran secara open account ini sering dilakukan antara induk
perusahaan dengan anak perusahaan atau dengan perusahaan yang terafiliasi, ataupun
dilakukan jika terdapat good record dari pihak importer. Salah satu variasi dari sistem
pembayaran secara open account ini adalah jika barang dikirim secara rutin sedangkan
pembayaran dilakukan secara periodic, misalnya dibayar tiap tiga bulan sekali.
3. Metode Pembayaran Berdasarkan Konsinyasi
Metode pembayaran atas dasar konsinyasi ini merupakan suatu variasi lain dari
sistem pembayaran dengan open account. Dalam sistem konsinyasi, pihak investor juga
baru akan membayar harga setelah barang diterimanya.
Hanya saja dalam hal ini, pihak importer menerima barang tersebut untuk kemudian
menjual lagi kepada pihak ketiga. Kemudian setelah barang tersebut laku terjual kepada
pihak ketiga dan telah dibayar harganya oleh pihak ketiga tersebut, baru kemudian
harganya setelah dipotong selisihnya dikirim kepada pihak eksportir (penjual semula).
39
Pembayaran harga secara konsinyasi kepada pihak eksportir (penjual semula) tersebut
biasanya dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. apakah dengan langsung mengirim harga kepada pihak eksportir setelah dipotong
selisih harga untuk tiap-tiap jula beli;
b. atau harga baru dibayar kepada eksportir dalam waktu tertentu setelah barang laku
terjual kepada pihak ketiga;
c. ataupun jika jual beli dilakukan secara rutin, harga dibayar setelah pihak ketiga
membayar harga, tetapi kepada eksportir (penjual semula) oleh importer dibayar
harganya secara periodic. Ini berarti sekali bayar untuk beberapa pengiriman.
4. Metode Pembayaran Secara Documentary Collection
Banyak juga transaksi dagang internasional yang melakukan pembayaran harga
barang secara documentary collection, yaitu lewat penggunaan dokumen yang disebut
Bills Of Exchange
Dalam hal ini pihak importer harus membayar harga barang setelah shipping documents
tiba di banknya importer. Pembayaran harga tersebut dipertukarkan dengan shipping
documents yang bersangkutan. Karena itu, tanpa pembayaran harga barang, shipping
documents tidak akan diberikan oleh pihak bank. Tanpa shipping documents ditangannya,
pihak importer tidak dapat mengambil barang impor yang bersangkutan.
Dalam praktek ada dua macam Bills of Exchange, yaitu clean bills dan
documentary bills. Adapun yang dimaksud dengan clean bills adalah bills of exchange
yang tidak memerlukan dokumen-dokumen supportive lainnya. Jadi tidak diperlukan
misalnya dokumen kepemilikan atas barang tersebut seperti Bill of Lading dan
40
sebagainya. Sementara bentuk lain adalah apa yang disebut dengan documentary bills.
Bentuk seperti ini lebih lazim dipraktekkan. Dalam hal ini, suatu bills of exchange
haruslah diperkuat oleh dokumen-dokumen supportive lainnya, seperti dokumen
kepemilikan barang dan lain-lain.
5. Metode Pembayaran Secara Documentary Credit
Untuk menjembatani kepentingan pihak eksportir agar barang dikirim setelah
harga dibayar, sementara pihak importer punya kepentingan agar harga dibayar setelah
barang diterima, maka dipakailah sistem pembayaran dengan documentary credit. Dalam
hal ini suatu pembayaran dilakukan lewat bank sebagai perantara, tanpa terlebih dahulu
menunggu tibanya barang atau tibanya dokumen. Kewajiban ini dilakukan dengan
kewajiban dari pihak importer untuk membuka letter of credit (L/C) pada bank di Negara
importer, untuk kemudian oleh bank tersebut diteruskan kepada bank di Negara eksportir.
Sistem pembayaran lewat L/C ini dewasa ini sudah diterima secara meluas di kalangan
lalu lintas perdagangan internasional.
Transaksi perdagangan internasional dengan system pembayaran yang meliputi
beberapa metode akan memudahkan pelaksanaan dalam bisnis internasional ini, karena
masing-masing pihak tidak perlu lagi mengadakan pembicaraan secara tatap muka,
melainkan hanya memilih metode pembayaran yang telah tersedia.
C. Penutup
Setelah memperlajari materi pada bab ini, mahasiswa diharapkan dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
41
1. Jelaskan metode pembayaran advance
2. Jelaskan metode pembayaran secara open account
3. Jelaskan perbedaan antara pembayaran dengan metode advance dan open account
4. Jelaskan metode pembayaran berdasarkan konsinyasi
5. Jelaskan metode pembayaran secara documentary collection
6. jelaskan metode pemabayaran secara documentary credit
42
BAB VI
DOKUMEN-DOKUMEN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. Pendahuluan
Dalam perdagangan internasional ada beberapa macam dokumen yang
berperan. Dokumen-dokumen tersebut dapat digolongkan dalam beberapa jenis,
yaitu:
1. Dokumen Pendahuluan
Biasanya sebelum suatu kontrak jual beli ditandatangani, maka terlebih dahulu
dibuat beberapa dokumen pendahuluan. Bentuk dokumen pendahuluan ini bervariasi.
Bahkan untuk perdagangan yang rutin, ada kecenderungan untuk menggantikan dokumen
pendahuluan dengan hanya mengangkat telepon saja. Atau kalaupun ada dokumen
pendahuluan sering juga tidak diikuti oleh dokumen-dokumen lainnya.
Di antara macam-macam dokumen pendahuluan, yang sangat lazim dilakukan adalah apa
yang disebut dengan Letter of Offer (to buy or to sell), atau Letter of Intent. Apabila
dokumen tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka hal tersebut telah
mengikat kedua belah pihak, kecuali jika dalam isi dokumen tersebut dinyatakan
sebaliknya. Contoh lain dari dokumen yang dapat dikategorikan sebagai dokumen
pendahuluan adalah apa yang disebut Sale Confirmation atau dokumen-dokumen lain
yang senada dengan itu.
43
2. Dokumen Pokok
Dokumen pokok adalah kontrak jual beli itu sendiri. Seperti telah disebutkan
bahwa tidak selamanya kontrak jual beli ini ada dalam suatu transaksi perdagangan
internasional. Terkadang hanya cukup dengan kontrak pendahuluan saja.
3. Dokumen Tambahan
Selain dari dokumen pendahuluan dan dokumen pokok, masih banyak lagi
dokumen yang menyertai suatu transaksi jual beli internasional. Hal ini disebabkan
karena : (1) tempat penjual dengan pembeli berjauhan sehingga diperlukan seberkas
dokumen pengiriman, dan (2) Negara dari penjual dengan pembeli berbeda, sehingga
diperlukan dokumen-dokumen ekspor impor.
Adapun yang yang lazim menjadi dokumen tambahan dalam perdagangan internasional
antara lain :
a. Letter of Credit (L/C)
b. Commercial Invoice, yakni yang berisikan penjelasan tentang barang yang
dikirim. Di samping itu terdapat pula yang disebut Proforma Invoice, yaitu
invoice yang diterbitkan untuk sementara, dan Consulaire Invoice, yang
merupakan invoice yang diterbitkan oleh perwakilan Negara importer.
c. Dokumen Transportasi, yang biasanya terdiri dari :
1) Bill Of Lading atau disebut juga dengan istilah “Konosemen” yang
menurut pasal 506 KUHD, berarti suatu dokumen yang bertanggal, dalam
mana pengangkut menerangkan telah menerima barang tertentu untuk
44
diangkutnya ke suatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkan barang
dimaksud kepada orang tertentu, begitu pula menerangkan tentang syarat-
syarat penyerahan barangnya.
2) Good Receipt, yaitu suatu bukti tanda terima barang dari pihak yang
mengangkut barang, yang diterbitkan dan ditandatangani oleh pihak
pengangkut tersebut.
3) Mates Receipt. Merupakan suatu keterangan yang diterbitkan oleh
perusahaan pelayaran dan ditandatangani oleh kapten kapal. Isinya
menyatakan bahwa barang (dengan spesifikasinya) telah dimuat dalam
kapal.
4) Air Waybill. Dokumen ini dipergunakan jika pengangkutan dilakukan
lewat udara.
5) Dokumen transportasi darat atau kereta api. Road/Railway Transport
Document ini dikeluarkan oleh perusahaan angkutan darat atau kereta api,
jika barang dikirim lewat darat atau kereta api.
6) Draft atau Wesel. Merupakan suatu surat perintah bayar sejumlah uang
tertentu tanpa syarat kepada pihak tertentu seperti disebutkan dalam draf
tersebut.
7) Dokumen Asuransi. Jika barang yang dikirim tersebut diasuransikan,
maka diperlukan juga seperangkat dokumen untuk keperluan tersebut.
8) Dokumen lain-lain, seperti :
a) Laporan Pemeriksaan Surveyor.
b) Certificate of Origin
45
c) Packing List
d) Certificate of Weight (Weight List)
e) Certificate of Inspection.
f) Lain-lain (untuk komoditi tertentu), seperti :
(1) Certificate of Quality.
(2) Certificate of Health
(3) Test Certificate
(4) Manufactures Certificate
(5) Tally Sheet
(6) Log List
(7) Dan lain-lain.
Secara garis besar ada beberapa hal yang seringkali ada dan merupakan pasal-pasal dalam
suatu kontrak jual beli internasional, yaitu :
a. tentang barang yang dijual
b. tentang hak dan kewajiban para pihak
c. tentang harga barang
d. tentang cara pembayaran
e. tentang waransi yang diberikan oleh pihak penjual dan batas-batasnya.
f. Garansi dan indemnifikasi oleh pihak penjual jika adanya kerugian yang
disebabkan oleh produk yang dijualnya.
g. Tentang force majeure
h. Tentang terminasi perjanjian
46
i. Tentang hukum yang berlaku dan pengadilan yang berwenang.
j. Dan lain-lain.
Ada beberapa hal yang harus dicermati dalam menandatangani suatu International Sale
Contract yaitu hal-hal berikut :
1. Cara Pembayaran
2. Fluktuasi Nilai Tukar Uang
3. Persyaratan Transportasi
4. TanggungJawab Produksi
5. Force Majeure
6. Ganti Rugi Likuidasi (Liquidated Damages)
7. Pilihan Hukum Asing-Domestik
B. Penutup
Setelah mahasiswa mempelajari dan memahami materi dalam perkuliahan
mengenai dokumen dalam perdagangan internasional, maka diharapkan mahasiswa
dapat menjelaskan mengenai dokumen-dokumen yang berlaku dalam perdagangan
internasional.
47
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
A. Pendahuluan
Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, dari yang
berupa hubungan jual beli barang, pengiriman dan penerimaan barang, produksi
barang dan jasa berdasarkan suatu kontrak dan lain-lain. Semua transaksi tersebut
sarat dengan potensi untuk melahirkan suatu sengketa.
Umumnya sengketa-sengketa dagang kerap didahului dengan penyelesaian
sengketa dengan cara negosiasi. Jika cara penyelesaian negosiasi gagal atau tidak
berhasil, barulah ditempuh cara-cara lainnya seperti penyelesaian sengketa melalui
pengadilan atau arbitrase.
Penyerahan sengketa, baik kepada pengadilan maupun ke arbitrase, kerap kali
didasarkan pada suatu perjanjian di antara para pihak. Langkah yang biasa ditempuh
adalah dengan membuat suatu perjanjian atau memasukkan suatu klausul
penyelesaian sengketa ke dalam kontrak atau perjanjian yang mereka buat, baik ke
pengadilan atau ke badan arbitrase.
Dasar hukum bagi forum atau badan penyelesaian sengketa yang akan
menangani sengketa adalah kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut diletakkan
baik pada waktu kontrak ditandatangani atau setelah sengketa timbul.
Di samping forum pengadilan atau badan arbitrase, para pihak dapat pula
menyerahkan sengketanya kepada cara alternatif penyelesaian sengketa, yang lazim
48
dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution) atau APS (Alternatif
Penyelesaian Sengketa ).
B. Para Pihak Dalam Sengketa Perdagangan Internasional
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa subjek hukum dalam hukum
perdagangan internasional, yaitu Negara, perusahaan atau individu dan lain-lain.
Dalam uraian berikut, para pihak yang menjadi pembahasan dibatasi pada pihak
pedagang (badan hukum atau individu) dan Negara. Karena sifat dari hukum
perdagangan internasional adalah lintas batas, pembahasannyapun dibatasi hanya
antara pedagang dan pedagang, kemudian pedagang dan Negara asing.
1. Sengketa Antara Pedagang dan Pedagang.
Sengketa antara dua pedagang adalah sengketa yang sering dan paling banyak
terjadi. Sengketa seperti ini terjadi hamper setiap hari. Sengketa ini diselesaikan
melalui berbagai cara. Cara penyelesaian ini tergantung pada kebebasan dan
kesepakatan para pihak.
Kesepakatan dan kebebasan akan menentukan forum pengadilan yang akan
menyelesaikan sengketa mereka. Di samping itu kesepakatan dan kebebasan ini akan
menentukan hukum apa yang akan diberlakukan dan diterapkan oleh badan
pengadilan yang mengadili sengketanya.
Kesepakatan dan kebebasan para pihak merupakan hal yang essensial. Hukum
menghormati kesepakatan dan kebebasan tersebut. Sudah barang tentu, kesepakatan
dan kebabasan tersebut ada batas-batasnya. Biasanya batas-batasnya adalah tidak
melanggar Undang-Undang dan ketertiban umum.
49
2. Sengketa Antara Pedagang dan Negara Asing
Sengketa antara pedagang dan Negara juga bukan merupakan kekecualian.
Kontrak-kontrak dagang antara pedagang dan Negara sudah lazim ditandatangani.
Kontrak-kontrak seperti ini biasanya dalam jumlah (nilai) yang relatif besar.
Permasalahan akan muncul terkait dengan adanya konsep imunitas suatu Negara yang
diakui oleh hukum internasional. Konsep imunitas ini paling tidak berpengaruh
terhadap keputusan pedagang untuk menentukan penyelesaian sengketanya. Masalah
utamanya adalah dengan adanya konsep imunitas ini, suatu Negara dalam situasi apa
pun tidak akan pernah dapat diadili di hadapan badan-badan peradilan asing. Namun
demikian, hukum internasional ternyata fleksibel. Hukum internasional tidak semata-
mata mengakui atribut Negara sebagai subjek hukum internasional yang sempurna
(par excellence). Hukum internasional menghormati pula individu (pedagang)
sebagai subjek hukum internasional terbatas. Oleh karena itu, dalam hukum
internasional berkembang pengertian jure imperii, yaitu tindakan-tindakan Negara di
bidang public dalam kapasitasnya sebagai suatu Negara yang berdaulat, serta jure
gestiones, yaitu tindakan-tindakan Negara di bidang keperdataan atau dagang. Oleh
karena itu, tindakan-tindakan seperti itu tidak lain adalah tindakan-tindakan Negara
dalam kapasitasnya seperti orang-peorangan (pedagang atau privat), sehingga
tindakan-tindakan seperti itu dapat dianggap sebagai tindakan-tindakan sebagaimana
layaknya para pedagang biasa. Oleh karena itu, tindakan-tindakan seperti itu yang
kemudian menimbulkan sengketa dapat saja diselesaikan dihadapan badan-badan
peradilan umum, arbitrase dan lain-lain.
50
Sebaliknya Negara-negara yang mengajukan bantahannya bahwa suatu badan
peradilan tidak memiliki jurisdiksi untuk mengadili Negara sebagai pihak dalam
sengketa bisnis, biasanya ditolak. Badan peradilan umumnya menganut adanya
konsep jure gestiones ini.
C. Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa
Dalam hukum perdagangan internasional, dapat dikemukakan di sini prinsip-
prinsip mengenai penyelesaian sengketa perdagangan internasional.
1. Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus)
Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam
penyelesaian sengketa perdagangan internasional. Prinsip inilah yang menjadi dasar
untuk dilaksanakan atau tidaknya suatu proses penyelesaian sengketa.
Prinsip ini pula dapat menjadi dasar apakah suatu proses penyelesaian
sengketa yang sudah berlangsung diakhiri. Badan-badan peradilan (termasuk
arbitrase) harus menghormati apa yang para pihak sepakati.
Termasuk dalam lingkup pengertian kesepakatan ini adalah :
a. bahwa salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak berupaya menipu, menekan
atau menyesatkan pihak lainnya.
b. Bahwa perubahan atas kesepakatan harus berasal dari kesepakatan kedua belah
pihak, artinya pengakhiran kesepakatan atau revisi terhadap muatan kesepakatan
harus pula berdasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.
51
2. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Prinsip penting kedua adalah prinsip di mana para pihak memiliki kebebasan
penuh untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme bagaimana sengketanya
diselesaikan (principle of free choice of means). Prinsip ini termuat antara lain dalam
pasal 7 The UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration. Pasal
ini memuat definisi mengenai perjanjian arbitrase. Menurut pasal ini, penyerahan
sengketa kepada arbitrase merupakan kesepakatan atau perjanjian para pihak, artinya
penyerahan suatu sengketa ke badan arbitrase haruslah berdasarkan pada kebebasan
para pihak untuk memilihnya.
3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum
Prinsip penting lainnya adalah prinsip kebebasan para pihak untuk
menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan (bila sengketanya diselesaikan)
oleh badan peradilan (arbitrase) terhadap pokok sengketa. Kebebasan para pihak
untuk menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan
kelayakan (ex aequo et bono ).
Prinsip kebebasan untuk memilih hukum ini adalah sumber dimana
pengadilan akan memutus sengketa berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, kepatutan
atau kelayakan suatu penyelesaian sengketa.
52
4. Prinsip Itikad Baik (Good Faith)
Prinsip itikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling
sentral dalam penyelesaian sengketa. Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan
adanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya.
Dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini tercermin dalam dua tahap, yang
pertama, prinsip itikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yang
dapat mempengaruhi hubungan-hubungan baik di antara Negara, kedua, prinsip ini
disyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara
penyelesaian sengketa yang dikenal dalam hukum (perdagangan) internasional, yaitu
negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak
lainnya.
5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies
Prinsip Exhaustion of Local Remedies lahir dari prinsip hukum kebiasaan
internasional. Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa
sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, langkah-
langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional
suatu Negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).
D. Forum Penyelesaian Sengketa
Forum penyelesaian sengketa dalam hukum perdagangan internasional pada
prinsipnya sama dengan forum yang dikenal dalam hukum penyelesaian sengketa
(internasional) pada umumnya. Forum tersebut adalah negosiasi, penyelidikan fakta-
53
fakta (inquiry), mediasi, konsiliasi, arbitrase, penyelesaian melalui hukum atau
melalui pengadilan, atau cara-cara penyelesaian sengketa lainnya yang dipilih dan
disepakati oleh para pihak.
Cara-cara penyelesaian sengketa tersebut diatas telah dikenal dalam berbagai
Negara dan sistem hukum di dunia. Cara-cara tersebut dipandang sebagai bagian
integral dari penyelesaian sengketa yang diakui dalam sistem hukum nasional suatu
negara, misalnya, hukum nasional Indonesia, dalam Undang-Undang nomor 30 tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
1. Negosiasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang
paling tua digunakan. Penyelesaian sengketa melalui negosiasi merupakan cara yang
paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari dengan cara negosiasi tanpa
adanya publisitas atau menarik perhatian publik.
Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi
prosedur penyelesaian sengketanya. Setiap penyelesaiannyapun didasarkan pada
kesepakatan atau konsensus para pihak.
Kelemahan utama dalam penggunaan cara penyelesaian ini adalah : (1) ketika
para pihak berkedudukan tidak seimbang. Salah satu pihak yang kuat berada dalam
posisi ntuk menekan pihak lainnya. Hal ini sering terjadi ketika kedua belah pihak
bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka; (2) proses
berlangsungnya negosiasi acap kali lambat dan biasanya memakan waktu lama. Hal
ini terjadi karena sulitnya permasalahan yang terjadi diantara para pihak. Selain itu,
jarang sekali ada persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk
54
menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi ini; (3) ketika salah satu pihak terlalu
keras dengan pendiriannya. Keadan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi
menjadi tidak produktif.
Mengenai pelaksanaan negosiasi, prosedur-prosedur yang terdapat
didalamnya perlu dibedakan sebagai berikut : (1) negosiasi digunakan ketika suatu
sengketa belum lahir (disebut sebagai konsultasi); (2) negosiasi digunakan ketika
suatu sengketa telah lahir. Prosedur negosiasi ini merupakan proses penyelesaian
sengketa oleh para pihak (dalam arti negosiasi).
2. Mediasi
Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak ketiga ini
bisa individu (pengusaha) atau lembaga atau organisasi profesi atau dagang. Mediator
ikut serta aktif dalam proses negosiasi. Biasanya negosiator dengan kapasitasnya
sebagai pihak yang netral, berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan
saran penyelesaian sengketa.
Usulan-usulan penyelesaian sengketa melalui mediasi dibuat agak tidak resmi
(informal). Usulan ini dibuat berdasarkan informasi-informasi yang diberikan oleh
para pihak, bukan atas penyelidikannya.
Jika usulan tersebut tidak diterima, mediator masih dapat tetap melanjutkan
fungsi mediasinya dengan membuat usulan-usulan baru. Oleh karena itu, salah satu
fungsi utama mediator adalah mencari berbagai solusi (penyelesaian),
mengidentifikasi hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-
usulan yang dapat mengakhiri sengketa.
55
Seperti halnya dalam negosiasi, tidak ada prosedur-prosedur khusus yang
harus ditempuh dalam proses mediasi. Para pihak bebas menentukan prosedurnya.
Hal yang penting adalah kesepakatan para pihak mulai dari proses (pemilihan) cara
mediasi, menerima atau tidaknya usulan-usulan yang diberikan oleh mediator, sampai
kepada pengakhiran tugas mediator. Gerald Cooke menggambarkan kelebihan
mediasi ini sebagai berikut : “where mediation is successfully used, it generally
provides a quick, cheap and effective result. It is clearly appropriate, therefore to
consider providing for mediation or other alternative dispute resolution techniques
in the contractual dispute resolution clause´.
Cooke juga mengingatkan bahwa penyelesaian melalui mediasi ini tidaklah
mengikat, artinya para pihak meski telah sepakat untuk menyelesaikan sengketanya
melalui mediasi, namun mereka tidak wajib atau harus menyelesaikan sengketanya
melalui mediasi. Ketika para pihak gagal menyelesaikan sengketanya melalui
mediasi, mereka masih dapat menyerahkan ke forum yang mengikat, yaitu
penyelesaian melalui hukum, yaitu dengan pengadilan atau arbitrase.
3. Konsiliasi
Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi. Kedua cara ini adalah
melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketanya secara damai. Konsiliasi
dan mediasi sulit untuk dibedakan. Istilahnya acapkali digunakan dengan bergantian.
Namun menurut Behrens, ada perbedaan antara kedua istilah ini, yaitu konsiliasi lebih
formal daripada mediasi.
Konsiliasi bisa juga diselesaikan oleh seorang individu atau suatu badan yang
disebut dengan badan atau komisi konsiliasi. Komisi konsiliasi bisa sudah terlembaga
56
atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh pihak, namun putusannya tidak mengikat para pihak.
Persidangan suatu komisi konsiliasi biasanya terdiri dari dua tahap, yaitu
tahap tertulis dan tahap lisan. Dalam tahap pertama, sengketa 9yang diuraikan secara
tertulis) diserahkan kepada badan konsiliasi. Kemudian badan ini akan mendengarkan
keterangan lisan dari para pihak. Para pihak dapat hadir pada tahap pendengaran,
tetapi bisa juga diwakili oleh kuasanya.
Berdasarkan fakta-fakta yang diperolehnya, konsiliator atau badan konsiliasi
akan menuerahkan lporannya kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan
usulan-usulan penyelesaian sengketanya. Usulan ini sifatnya tidak mengikat. Oleh
karena itu, diterima tidaknya usulan tersebut bergantung sepenuhnya kepada para
pihak.
4. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara suka rela kepada pihak ketiga
yang netral. Pihak ketiga ini bisa individu, arbitrase terlembaga atau arbitrase
sementara (ad hoc).
Adapun alasan utama mengapa badan arbitrase ini banyak dimanfaatkan untuk
menyelesaikan sengketa adalah :
a. Kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase relative lebih cepat daripad
proses berperkara melalui pengadilan. Dalam arbitrase tidak dikenal upaya
banding, kasasi atau peninjauan kembali seperti yang kita kenal dalam sistem
peradilan. Putusan arbitrase sifatnya final dan mengikat. Kecepatan penyelesaian
ini sangat dibutuhkan oleh dunia usaha.
57
b. Keuntungan lainnya dari penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah sifat
kerahasiannya, baik kerahasiaan mengenai persidangannya maupun kerahasiaan
putusan arbitrasenya.
c. Dalam penyelesaian melalui arbitrase, para pihak memiliki kebebasan untuk
memilih “hakimnya” (arbiter) yang menurut mereka netral dan ahli mengenai
pokok sengketa yang mereka hadapi. Pemilihan arbiter sepenuhnya berada pada
kesepakatan para phak. Biasanya arbiter yang dipilih adalah mereka yang tidak
saja ahli, tetapi juga arbiter tidak selalu harus ahli hukum. Bisa saja seorang
arbiter pimpinan perusahaan, insinyur, ahli asuransi, ahli perbankan dan lain-lain.
d. Keuntungan lainnya dari badan arbitrase ini adalah dimungkinkannya para arbiter
untuk menerapkan sengketanya berdasarkan kelayakan dan kepatutan (apabila
para pihak menghendakinya).
e. Dalam hal arbitrase internasional, putusan arbitrasenya relatif lebih dapat
dilaksanakan di Negara lain dibandingkan apabila sengketa tersebut diselesaikan
melalui misalnya pengadilan.
Dalam praktek, biasanya penyerahan sengketa ke suatu badan peradilan
tertentu, termasuk arbitrase, termuat dalam klausul penyelesaian sengketa dalam
suatu kontrak. Biasanya judul klausul tersebut ditulis secara langsung dengan
“Arbitrase”. Kadang-kadang istilah lain yang digunakan adalah “choise of forum “
atau “choise of jurisdiction”. Kedua istilah tersebut mengandung pengertian yang
agak berbeda. Istilah choise of forum berarti pilihan cara untuk mengadili sengketa,
dalam hal ini pengadilan atau badan arbitrase. Istilah choise of jurisdiction berarti
pilihan tempat di mana pengadilan memiliki kewenangan untuk menangani sengketa.
58
Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrase dapat dilakukan dengan
pembuatan suatu submission clause, yaitu penyerahan kepada srbitrase suatu sengketa
yang telah lahir. Alternatif lainnya atau melalui pembuatan suatu klausul arbitrase
dalam suatu perjanjian sebelum sengketanya lahir (klausul arbitrase atau arbitration
clause). Baik submission clause atau arbitration clause harus tertulis. Syarat ini
sangat esensial. Sistem hukum nasional dan internasional mensyaratkan bentuk
tertulis sebagai suatu syarat utama untuk arbitrase.
Hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa klausul arbitrase melahirkan
yurisdiksi arbitrase, artinya klausul tersebut memberi kewenangan kepada arbitrator
untuk menyelesaikan sengketa. Apabila pengadilan menerima suatu sengketa yang di
dalam kontraknya terdapat klausul arbitrase, pengadilan harus menolak untuk
menangani sengketa.
5. Pengadilan (Nasional dan Internasional)
Penggunaan cara ini biasanya ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang
ada ternyata tidak berhasil. Penyelesaian sengketa dagang melalui badan peradilan
biasanya hanya dimungkinkan ketika para pihak sepakat. Kesepakatan ini tertuang
dalam klausul penyelesaian sengketa dalam kontrak dagang para pihak. Dalam
klausul tersebut biasanya ditegaskan bahwa jika timbul sengketa dari hubungan
dagang mereka, mereka sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepada suatu
pengadilan (negeri) suatu Negara tertentu. Kemungkinan lain para pihak dapat
menyerahkan sengketanya kepada baan pengadilan internasional. Salah satu badan
peradlan yang menangani sengketa dagang ini misalnya WTO. Namun perlu
ditekankan di sini bahwa WTO hanya menangani sengketa antar Negara anggota
59
WTO. Umumnya sengketa lahir karena adanya suatu pihak (pengusaha atau Negara)
yang dirugikan karena adanya kebijakan perdagangan Negara lain anggota WTO
yang merugikannya.
Alternatif badan peradilan lain adalah Mahkamah Internasional (International
Court of Justice). Namun, penyerahan sengketa ke Mahkamah intenasional menurut
hasilpengamatan beberapa sarjana kurang begitu diminati oleh Negara-negara.
Alasan F.A. Mann menyatakan “hasil kerja” Mahkamah internasional ini
“suram”, pada dasarnya karena dua alasan; (1) kurang adanya penghargaan terhadap
fakta-fakta spesifik mengenai duduk perkaranya; (2) kurangnya keahlian atau
kemampuan Mahkamah pada permasalahan-permasalahan bidang (hukum) ekonomi
atau perdagangan internasional. Selain itu, pengadilan-pengadilan permanent
internasional ini juga yurisdiksinya kadangkala terbatas hanya kepada Negara saja,
misalnya Mahkamah Internasional. Sementara itu, kegiatan-kegiatan atau hubungan-
hubungan perdagangan internasional dewasa ini peranan subjek-subjek hukum
perdagangan internasional non Negara juga penting.
Bentuk badan pengadilan lain adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan
khusus. Dibandingkan dengan pengadilan permanent, pengadilan ad hoc atau khusus
ini lebih popular, terutama dalam kerangka suatu organisasi perdagangan
internasional. Badan pengadilan ini berfungsi cukup penting dalam menyelesaikan
sengketa-sengketa yang timbul dari perjanjian-perjanjian perdagangan internasional.
Faktor penting yang mendorong Negara-negara untukmenyerahkan
sengketanya kepada badan-badan peradilan seperti ini karena : (1) hakim-hakimnya
yang tidak harus seorang ahli hukum; (2) adanya perasaan dari sebagian bear Negara
60
yang kurang percaya kepada suatu badan peradilan internasional) yang dianggap
kurang tepat untuk menyelesaikan sengketa-sengketa dalam bidang perdagangan
internasional.
E. Penutup
Setelah mahasiswa mempelajari materi mengenai penyelesaian sengketa
dalam perdagangan internasional, maka diharapkan mahasiswa dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Sebut dan Jelaskan pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa
perdagangan internasional
2. Jelaskan prinsip-prinsip dalam penyelesaian sengketa perdagangan
internasional
3. Sebut dan jelaskan forum penyelesaian sengketa perdagangan
internasional.
61
DAFTAR PUSTAKA
Ade Maman Suherman. 2004. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global. Bogor : GhaliaIndonesia.
Amir M.S. 2001. Letter Of Credit : Dalam Bisnis Ekspor Impor. Edisi 2. Jakarta : PPM.
. 2000. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri. Jakarta : PPM.
Amirizal. 1999. Hukum Bisnis : Risalah Teori dan Praktek. Jakarta : Djambatan.
Chairil Anwar. 1999. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : Novindo Pustaka
Mandiri.
Huala Adolf. 2003. Arbitrase Komersial Internasional. Cet 3. Jakarta : Rajagrafindo.
. 2002. Hukum Ekonomi Internasional; Suatu Pengantar. Cet. 3. Jakarta :
Rajawali Pres
. 2002. Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, cet. 3. Jakarta :
Rajawali Pres.
. 2005. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Mariam D Badrulzaman. 1994. Aneka Hukum Bisnis, Cetakan I. Bandung : Alumni.
Moch. Faizal Salam. 2001. Pertumbuhan Hukum Bisnis Indonesia. Bandung : Pustaka.
Ramlan Ginting. 2000. Letter of Credit : Tinjauan Aspek hukum dan Bisnis. Jakarta :
Salemba Empat.
Roselyne Hutabarat. 1989. Transaksi Ekpor Impor. Jakarta : Erlangga.
Siswanto Sutojo. 2001. Membiayai Perdagangan Ekspor Impor : International Trade
Financing. Seri Manajemen No. 3. Jakarta : Damar Mulia Pustaka.
Soedjono Dirdjosisworo. 2006. Pengantar Hukum Dagang Internasional. Bandung :
Refika Aditama.
Sudargo Gautama. 1977. Kontrak Dagang Internasional. Bandung : Alumni.
62