5. hasil dan pembahasan 5.1. kondisi estuaria tallo 5.1.1. … · suhu air di daerah estuaria...
TRANSCRIPT
52
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kondisi Estuaria Tallo
Parameter fisika kimia perairan merupakan indikator kualitas lingkungan di suatu
wilayah perairan. Hasil pengukuran beberapa parameter fisik kimia perairan di wilayah
estuaria Tallo menunjukkan nilai yang cukup bervariasi seperti yang di sajikan berikut.
5.1.1. Parameter Fisika Kimia Perairan
5.1.1.1. Suhu
Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi yang lebih besar
daripada air laut karena dipengaruhi oleh kedalaman, masukan air sungai, serta pasang
surut. Sebaran suhu di Estuaria Tallo menunjukkan nilai yang bervariasi dimana pada
musim barat kisaran suhu 27,8-32,7 oC sedangkan pada musim timur 28,10-31,70 o
C.
Kisaran suhu secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 9 dan Lampiran 1.
Gambar 9. Rerata suhu di Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
5.1.1.2. pH
Nilai pH perairan Estuaria Tallo pada saat musim Barat berkisar antara 5,62-7,75,
dimana pada saat pasang nilai pH berkisar 6,19-7,45 dan pada saat surut nilai pH 5,62-
7,75. Nilai pH pada musim Timur berkisar 7,05-7,85 dan kisaran pH di perairan pada
saat pasang dan surut masing-masing antara 7,23-7,85 dan 7,05-7,84. Sebaran pH
secara lengkap disajikan pada Gambar 10 dan Lampiran 1 .
(a) (b)
53
Gambar 10. Rerata nilai pH di Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
5.1.1.3. Salinitas
Kisaran salinitas pada saat musim barat dan musim timur di lokasi penelitian
sangat bervariasi antara 0-35 ‰ dan 7-35 ‰. Pada musim Barat nilai salinitas
cenderung lebih rendah baik pada saat pasang maupun pada saat surut yaitu berkisar 0-
35. Sedangkan pada musim Timur salinitas perairan pada saat pasang 7-35 ‰ dan pada
saat surut 15-35 ‰. Pola sebaran salinitas meningkat kearah muara seperti yang
disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Nilai salinitas dari setiap stasiun pengamatan
a) musim Barat, b) musim Timur
Nilai salinitas antara musim barat dan musim timur cenderung berbeda, hal ini
disebabkan Estuaria Tallo merupakan wilayah peralihan antara perairan laut dan
banyaknya massa air tawar yang masuk dari sungai-sungai yang berada di sepanjang
lokasi penelitian. Berdasarkan Gambar 11 (a), pada musim barat terlihat pada stasiun 1-
5 salinitasnya sebesar 0 o/oo .
(a)
Sedangkan pada musim timur stasiun 1 yang berada
(b)
54
sekitar 15 km dari muara ini nilai salinitas sebesar 7-15 o/oo
. Salinitas permukaan air
laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan, salinitas air dapat berbeda secara
geografis akibat pengaruh curah hujan lokal, banyaknya air yang masuk ke laut,
penguapan dan pergerakan massa air (King, 1963). Selain itu sebaran salinitas
menunjukkan pula bahwa wilayah penelitian masih termasuk wilayah estuaria yang
mendapat pengaruh air laut. Sebaran nilai salinitas secara lengkap disajikan pada
Lampiran 1.
5.1.1.4. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO)
Sebaran nilai DO pada lokasi penelitian cukup bervariasi pada musim barat dan
pada musim timur yaitu 2,75-6,21 mg/l dan 3,70-6,16 mg/l. Pada musim barat
kandungan oksigen terlarut saat pasang yaitu 3,50-6,21 mg/l sedangkan pada saat surut
2,75- 6,77 mg/l. Sedangkan pada musim timur kandungan oksigen pada saat pasang
3,70-6,16 mg/l dan pada saat surut 3,86-5,62 mg/l . Nilai oksigen terlarut di lokasi
penelitian secara lengkap disajikan pada Gambar 12 dan Lampiran 1.
Novotny dan Olem (1994) menyatakan bahwa keseimbangan oksigen di perairan,
selain dipengaruhi oleh masukan bahan organik dan besaran kebutuhan oksigen, juga
dipengaruhi oleh kondisi fisik estuaria seperti arus dan pasang surut. Faktor ini
merupakan dua hal yang dapat mempengaruhi terjadi proses mixing atau pencampuran
di estuaria. Proses mixing secara langsung akan membuat partikel dan zat terlarut di
perairan menjadi homogen. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan oksigen di
badan air dan di sedimen.
Gambar 12. Konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
55
Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa kandungan oksigen terlarut di lokasi
penelitian umumnya berada dibawah baku mutu air laut (> 5 mg/l). Penelitian yang
dilakukan oleh BAPEDALDA Kota Makassar Tahun 2006, 2007, 2008 menunjukkan
nilai oksigen terlarut pada muara Sungai Tallo mengalami penurunan (11,98 mg/l; 7,11
mg/l dan 4,8 mg/l). Nilai ini memberikan gambaran bahwa perairan Estuaria Tallo
telah terjadi pencemaran organik. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait
rendahnya kelarutan oksigen di estuaria (Kennish, 2004). Turunnya kadar oksigen
dalam perairan biasanya akan diikuti oleh kematian organisme laut yang pada
akhirnya akan menurunkan kualitas perairan karena proses pembusukan dan mengalami
penumpukan bahan organik yang akan menimbulkan racun (Mukhtasor, 2007).
5.1.1.5. Kebutuhan Oksigen Secara Biologi (Biological Oxygen Demand, BOD)
Kandungan bahan organik di perairan dapat diestimasi dengan mengukur jumlah
oksigen yang terpakai pada dekomposisi mikroba perairan dalam botol BOD5 yang
diinkubasi pada suhu sekitar 20o C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya
(Boyd, 1988). Nilai BOD5 yang terukur menunjukkan jumlah bahan organik yang
terdapat di perairan tersebut. Meski bukan jumlah bahan organik secara keseluruhan
(Wetzel, 1983). Sebaran nilai BOD5
di perairan estuaria Tallo dapat dilihat pada
Gambar 13 dan Tabel Lampiran 1.
Gambar 13. Konsentrasi Biological Oxygen Demand (mg/l) di perairan Estuaria
Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
56
Berdasarkan hasil analisis di laboratorium menunjukkan nilai BOD5 perairan
Estuaria Tallo pada musim Barat dan musim Timur cukup bervariasi. Pada musim
Barat nilai BOD5 berkisar 0,24-3,42 mg/l, sedangkan pada musim Timur BOD5
berkisar 0,79-3,47 mg/l. Secara umum terlihat bahwa nilai BOD5 pada saat pasang
baik pada musim Barat maupun pada musim Timur konsentrasinya lebih tinggi
dibandingkan pada saat surut, namun demikian berdasarkan baku mutu kualitas air
konsentrasi BOD5 di daerah penelitian masih berada dibawah ambang batas yaitu 20
mg/l (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI no 51 tahun 2004). Nilai BOD5
di
perairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan
kandungan bahan organik (Effendi, 2003).
5.1.1.6. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid/TSS)
TSS merupakan jumlah bahan-bahan yang tersaring dengan saringan berdiameter
pori 0,45 mikron, yang umumnya terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad
renik. Konentrasi TSS pada Estuaria Tallo disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Sebaran nilai TSS (mg/l) a) musim Barat, b) musim Timur
Gambar 14 memperlihatkan nilai parameter TSS pada Estuaria Tallo pada musim
Barat dan pada musim Timur. Pada musim Barat nilai TSS bervariasi pada setiap
stasiun pengamatan yaitu 2,00-50,00 mg/l pada saat pasang dan 4,00-20,00 mg/l pada
saat surut dan beberapa konsentrasi yang didapatkan berada dibawah ambang batas
baku mutu air untuk biota yaitu 20 mg/l kecuali pada stasiun 1, 2, 3, dan 13. Hal ini
disebabkan stasiun 1, 2, dan stasiun 3 terletak di zona hulu sehingga pada saat pasang
banyak menerima input air sungai yang membawa partikel-partikel tersuspensi,
57
sedangkan stasiun 13 terletak dekat pendaratan kapal nelayan sehingga aktivitas di
daratan dan transportasi kapal nelayan meningkatkan proses pengadukan material
tersuspensi antara air dan sedimen. Sedangkan pada musim Timur nilai TSS tertinggi
pada stasiun 7 yaitu 137 mg/l pada saat pasang dan 143 mg/l pada saat surut. Hal ini
disebabkan perairan yang cukup dangkal 0.25 meter sehingga kondisi perairan sangat
keruh dan disekitar lokasi ini juga banyak aktivitas masyarakat yang sedang mencari
kekerangan dan adanya erosi tanah yang ditimbulkan dari kegiatan pengurukan tanah
yang ada disekitar lokasi penelitian.
Berdasarkan baku mutu air laut yaitu 20 mg/l, maka perairan estuaria Tallo pada
beberapa stasiun menunjukkan kondisi yang telah tercemar oleh padatan tersuspensi.
Hal ini disebabkan adanya erosi tanah yang ditimbulkan dari kegiatan yang ada
disekitar lokasi penelitian.
5.1.1.7. Karbon Organik Total (Total Organic Carbon,TOC)
Karbon Organik Total atau Total Organic Carbon (TOC) dapat digunakan untuk
menggambarkan tingkat pencemaran suatu wilayah perairan terutama apabila nilai
TOC antara bagian hulu dan hilir suatu tempat dapat dibandingkan. Nilai TOC perairan
yang telah menerima limbah baik domestik maupun industri, atau perairan pada daerah
berawa-rawa dapat melebihi nilai 10-100 mg/l (Effendi, 2003) sedangkan kandungan
TOC pada perairan yang tidak tercemar biasanya ditemukan dalam konsentrasi yang
sangat sedikit dalam mg C/L (Dojlido, 1993). Hasil pengukuran TOC di lokasi
penelitian menunjukkan nilai > 10 mg/l seperti yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Konsentrasi Karbon Organik Total (mg/l) di perairan Estuaria Tallo
a) musim Barat, b) musim Timur
58
Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 15) secara umum terlihat bahwa
kandungan TOC di estuaria Tallo dari hulu ke hilir cenderung mengalami penurunan
baik pada musim barat maupun pada musim timur. Kandungan TOC di perairan pada
musim barat pada saat pasang yaitu 17-67 mg/l dan 17-39 mg/l pada saat surut.
Sedangkan pada musim timur berkisar 18-81 mg/l pada saat pasang dan 16-83 mg/l
pada saat surut. Pada stasiun 7 (gambar 15 b) memperihatkan nilai TOC yang cukup
tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Sebaran kandungan TOC pada lokasi penelitian
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
5.1.1.8. Bahan Organik Total (BOT)
Bahan organik total adalah parameter yang menggambarkan kandungan bahan
organik yang dapat dioksidasi oleh KMnO4 dan asam kuat (H2SO4). Bahan organik
yang terkandung dalam perairan berada dalam bentuk suspensi, koloid, dan terlarut
maupun dalam bentuk ukuran lebih besar lagi atau dalam bentuk hidup seperti seston
serta dalam bentuk mati seperti tripton dan detritus. Kandungan bahan organik total di
stasiun pengamatan pada musim hujan dan musim kemarau dapat dilihat pada Gambar
16.
Gambar 16. Konsentrasi Bahan Organik Total (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
Berdasarkan Gambar 16 terlihat kandungan BOT pada musim Barat pada saat
pasang maupun surut lebih rendah dibandingkan dengan kandungan BOT pada musim
Timur. Hal ini disebabkan tingginya pengenceran yang terjadi akibat curah hujan
sehingga bahan-bahan organik banyak mengalami dekomposisi pada stasiun
pengamatan. Sedangkan konsentrasi bahan organik dari hulu ke hilir menunjukkan
59
konsentrasi yang semakin meningkat, hal ini disebabkan akumulasi bahan organik dari
berbagai kegiatan di sepanjang bantaran sungai lebih besar terjadi di daerah muara.
5.1.1.9. Nitrat (NO3
Kandungan nitrat pada saat musim Barat dan musim Timur di semua stasiun
pengamatan cenderung bervariasi. Kandungan nitrat pada musim Barat berkisar 0,01-
0,31 mg/l pada saat pasang dan 0,002-0,31 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur
sebaran nitrat pada saat pasang 0,013-0,066 mg/l dan pada saat surut 0,009-0,046 mg/l
(Gambar 17). Kandungan nitrat yang diperoleh pada penelitian tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Idrus (2009).
)
(a) (b)
Gambar 17. Kandungan nitrat (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
Pada gambar diatas terlihat bahwa kandungan nitrat telah melebihi baku mutu
yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 0,008 mg/l. Kandungan nitrat secara
lengkap disajikan pada Lampiran 2.
5.1.1.10. Fosfat (PO4
Fosfat merupakan salah satu senyawa nutrien yang penting di dalam perairan.
Fosfat biasanya akan teradsorbsi oleh fitoplankton dan seterusnya akan masuk ke dalam
rantai makanan. Berdasarkan hasil pengamatan di Estuaria Tallo pada musim Barat
kisaran kandungan fosfat di Estuaria Tallo pada saat pasang 0,46-2,67 mg/l dan 0,86-
)
60
2,43 mg/l pada saat surut. Pada musim Timur kandungan fosfat pada saat pasang
berkisar 0,66-1,15 mg/l dan pada saat surut 0,28-1,21 mg/l. Sebaran kandungan fosfat
di Estuaria Tallo secara lengkap disajikan pada Gambar 18 dan Lampiran 2.
Kandungan fosfat di Estuaria Tallo secara umum terlihat bahwa pada musim
barat lebih tinggi dibanding pada musim timur. Hal ini diduga akibat besarnya input
limbah dan hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat yang terbawa oleh air.
(a) (b)
Gambar 18. Kandungan fosfat (mg/l) di perairan Estuaria Tallo a) musim Barat, b) musim Timur
Kandungan fosfat di lokasi penelitian telah melebihi baku mutu lingkungan yaitu
0,016 mg/l. Samawi (2007), bahwa daerah aliran Sungai Tallo yang melalui
pemukiman penduduk dan industri diperkirakan jumlah beban limbah yang dialirkan
pada aliran sungai Tallo diperkirakan sebesar 1.023.528 ton bahan organik pertahun,
dimana sekitar 438,379 ton N dan 73,385 ton P pertahun. Jumlah ini telah mengalami
peningkatan pada periode 2003 – 2005 khususnya pospat yang mengindikasikan bahwa
penggunaan detergen yang mengandung fosfat masih cukup tinggi di kota Makassar.
5.1.1.11. Logam Berat
Peningkatan konsentrasi logam berat di alam khususnya di perairan terjadi karena
masuknya limbah yang mengandung logam berat ke perairan. Limbah yang banyak
mengandung logam berat ini umumnya berasal dari limbah industri, pertambangan,
pemukiman dan pertanian. Beberapa jenis logam yang diukur pada penelitian ini yaitu
logam timbal (Pb), cadmium (Cd) dan seng (Zn) (Lampiran 3).
61
Hasil pengukuran logam Pb pada Estuaria Tallo pada musim Barat menunjukkan
konsentrasi Pb berkisar <0,002-0,219 mg/l saat pasang dan <0,002-0,492 mg/l pada
saat surut. Pada musim Timur kisaran nilai Pb pada saat pasang dan surut masing-
masing 0,066 – 0,389 mg/l dan 0,088-0,370 mg/l (Gambar 19). Secara umum
konsentrasi Pb di perairan estuaria Tallo telah melebihi baku mutu air yang diinginkan
yaitu 0,008 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi pengamatan telah tercemar logam
timbal yang diduga bersumber dari industri-industri yang membuang limbah
disepanjang aliran sungai Tallo.
Gambar 19. Kandungan logam Pb (mg/l) di air pada setiap stasiun pengamatan
a) musim Barat, b) musim Timur Hasil pengukuran logam cadmium (Cd) diperoleh data konsentrasi Cd pada
perairan Estuaria Tallo pada musim barat 0,006-0,109 mg/l saat pasang dan 0,006-
0,104 mg/l pada saat surut. Sedangkan hasil pengukuran pada musim timur pada saat
pasang dan saat surut masing-masing 0,010-0,058 mg/l dan 0,010-0,082 mg/l (Gambar
20). Seperti halnya logam Pb, konsentrasi logam Cd di lokasi penelitian juga telah
melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 0,001 mg/l.
62
Gambar 20. Kandungan logam Cd (mg/l) di air pada setiap stasiun pengamatan
a) musim Barat, b) musim Timur
Logam Cd bersama unsur seng (Zn) merupakan zat pencemar dalam air dan
sedimen di perairan utamanya di sekitar pelabuhan dan instalasi industri. Berdasarkan
hasil pengukuran logam Zn didapatkan konsentrasi pada musim Barat berkisar 0,010-
0,062 mg/l pada saat pasang dan 0,012-0,087 mg/l saat surut, sedangkan pada musim
Timur masing-masing 0,009-0,059 mg/l dan 0,021- 0,101 mg/l pada saat pasang dan
surut (Gambar 21).
Gambar 21. Kandungan logam Zn (mg/l) di air pada setiap stasiun pengamatan
a) musim Barat, b) musim Timur
5.1.2. Sedimen
5.1.2.1. Ukuran butiran sedimen
Berdasarkan analisis ukuran butiran sedimen diperoleh bahwa terdapat perbedaan
ukuran yang dominan pada musim barat dan musim timur. Pada musim barat sedimen
63
terbanyak di Estuaria Tallo adalah jenis pasir halus dan pasir sedang.Pada musim timur,
jenis ukuran sedimen yang dominan adalah pasir sangat halus dan pasir sedang
(Lampiran 4).
Jenis sedimen yang dominan menunjukkan kemampuan aliran air mengangkut
butiran sedimen. Pada musim hujan, besarnya arus menyebabkan terjadinya
pengadukan butiran sedimen di dasar perairan sehingga ukuran butiran yang terangkut
juga lebih besar. Pada musim kemarau, sedimen cenderung terendapkan karena
rendahnya arus air.
5.1.2.2. Bahan Organik Sedimen
Bahan organik dalam sedimen berasal dari bahan-bahan organik yang berada di
perairan itu sendiri atau berasal dari luar yang terbawa oleh air tanah dan air
permukaan. Bahan organik ini dalam jangka waktu tertentu akan mengumpul dan
terakumulasi dalam sedimen. Penumpukan bahan organik di sedimen sungai
disebabkan oleh rendahnya kecepatan arus di sungai tersebut. Sungai yang memiliki
arus yang rendah akan mempercepat proses penumpukan bahan organik dan partikel
lainnya di dasar sungai (Novotny dan Olem, 1994). Hasil analisis pH, Eh, fosfat, nitrat,
BOT dan TOC pada sedimen disajikan pada Lampiran 5.
Konsentrasi beberapa parameter kimia sedimen hasil analisis menunjukkan nilai
yang sangat bervariasi. Fosfat yang diukur pada musim Barat menunjukkan kisaran
nilai 12,32-24,15 mg/l sedangkan dari sampel sedimen yang diambil pada musim
Timur diperoleh kisaran 11,25-18,25 mg/l. Konsentrasi nitrat pada sedimen berkisar
18,26-24,56 mg/l pada musim Barat dan 22,65-27,23 mg/l pada musim Timur.
Kandungan BOT pada sedimen berhubungan erat dengan jenis sedimen. Semakin
kasar ukuran sedimen, maka kandungan BOT semakin tinggi. Sebaliknya sedimen
dengan butiran yang lebih kecil memiliki kandungan BOT yang lebih kecil. Kisaran
konsentrasi BOT pada sedimen musim Barat 8,07-39,49 % sedangkan pada musim
Timur 1,18-17,43 %. Nilai karbon organik total (TOC) pada sedimen berkisar 1,85 %
pada musim hujan dan pada musim kemarau berkisar 18,22-22,32 %.
64
5.1.2.3. Logam Dalam Sedimen
Konsentrasi logam yang terkandung dalam sedimen yang diambil dari lokasi
penelitian menunjukkan konsentrasi yang cukup tinggi seperti yang disajikan pada
Gambar 22 dan Lampiran 5.
Gambar 22. Kandungan Logam Berat Pb (a), Cd (b) dan Zn (c) dalam Sedimen
di setiap stasiun
65
Berdasarkan Gambar 22, terlihat bahwa konsentrasi logam tertinggi yang
terkandung dalam sedimen berturut-turut adalah Zn, Pb dan Cd. Beberapa penelitian
menunjukkan pola yang serupa dimana konsentrasi Zn pada sedimen ditemukan jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam Pb dan Cd (Tabel 13). Tingginya
konsentrasi logam pada sedimen diduga akibat tingginya konsentrasi logam berat pada
perairan dan rendahnya kecepatan arus sehingga jumlah yang diendapkan cukup tinggi.
Konsentrasi logam berat pada sedimen yang diambil pada musim Barat jauh lebih
tinggi dibandingkan konsentrasi logam di sedimen pada musim Timur.
Tabel 13. Perbandingan konsentrasi logam (ppm) pada sedimen di estuaria
Lokasi Konsentrasi Logam (ppm)
Pb Cd Zn
Pearl River Estuary,China 27-72 - 32,3 - 210
Estuarine System of Santos S.
Vicente
14-33 3,5-5,2 24-103
Logoon Estuarine ystem of
Cananeia
19-56 4-6,1 43-74
Hugli River,India 13,7-24,9 0,1-0,2 26-162
Sumber : Tobias (2008)
5.1.3. Strukur Komunitas Makrozoobentos
5.1.3.1. Komposisi Jenis dan Kelimpahan
Komposisi jenis makrozoobentos yang ditemukan di 13 stasiun pengamatan
pada musim Barat dan musim Timur sangat bervariasi. Pada musim Barat ditemukan 2-
15 jenis makrozoobentos per stasiun, dimana stasiun 6 memiliki jenis yang paling
tinggi yaitu 15 jenis makrozoobentos dengan komposisi yang relatif sama berkisar 2-31
%, dengan kelimpahan rata-rata sebesar 85 individu/m2 . Pada musim Timur jenis
makrozoobentos yang ditemukan pada 13 stasiun pengamatan berkisar 2-10 jenis.
Stasiun 10 memiliki jenis yang paling tinggi yaitu 10 jenis dengan komposisi berkisar
2-40 % dan kelimpahan rata-rata sebesar 143 individu/m2 . Secara umum komposisi
jenis makrozoobentos didominasi dari kelas Gastropoda dan Bivalvia baik pada musim
66
Barat maupun pada musim Timur (Gambar 23). Jenis Gastropoda merupakan spesies
yang toleran terhadap perubahan lingkungan selain itu jenis ini biasa hidup pada
substrar berpasir (Barnes, 1987). Sebaran makrozoobentos di 13 stasiun pengamatan
pada 2 musim yang berbeda secara lengkap disajikan pada Lampiran 6.
(a) (b)
Gambar 23. Komposisi jenis makrozoobentos pada musim Barat (a) dan musim Timur (b) pada stasiun yang berbeda
5.1.3.2. Keanekargaman, Keseragaman dan Dominansi Jenis
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, keseragaman serta dominansi jenis
makrozoobentos pada tiap stasiun pengamatan baik pada musim Barat maupun pada
musim Timur dapat dilihat pada Gambar 24 dan 25 serta pada lampiran 10-11.
Gambar 24. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada musim Barat
67
Gambar 25. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada musim Timur
Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos pada lokasi
penelitian baik pada musim Barat maupun musim Timur secara umum dapat
dikategorikan dalam keadaan tercemar berat dengan nilai H’ ≤ 1 . Nilai ini
menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis yang rendah, penyebaran individu
tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas rendah. Kecuali pada stasiun 10,11,12,13
pada musim Timur dikategorikan tercemar sedang, dimana nilai 1 < H’ < 3.
Apabila ditinjau dari indek keseragaman jenis makrozoobentos (Gambar 24 dan
25), dimana nilai E < 0,5 maka hal ini menunjukkan estuaria Tallo dalam kondisi
tertekan.
5.1.4. Status Pencemaran Estuaria Tallo
Penilaian terhadap status pencemaran di wilayah Estuaria Tallo dilakukan
dengan menghitung indeks pencemaran (IP) mengacu pada KepMen Lingkungan
Hidup Nomor 115 tahun 2003. Metode ini dapat menggambarkan besarnya tingkat
pencemaran yang telah terjadi di suatu lokasi. Pada penelitian ini parameter kualitas air
yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran adalah pH, TSS, DO, BOD5,
PO4, NO3
, logam Pb, logam Cd dan logam Zn.
68
Tabel 14. Indeks Pencemaran Estuaria Tallo Pada Musim Barat 2010 dan Timur 2011
Barat Timur1 9.01 7.02 Tercemar sedang2 8.98 7.82 Tercemar sedang3 9.01 7.52 Tercemar sedang4 8.77 7.49 Tercemar sedang5 8.18 7.44 Tercemar sedang6 8.34 7.50 Tercemar sedang7 8.16 7.90 Tercemar sedang8 8.83 7.72 Tercemar sedang9 8.41 7.60 Tercemar sedang
10 7.74 7.44 Tercemar sedang11 7.56 7.82 Tercemar sedang12 7.75 7.48 Tercemar sedang13 7.83 7.75 Tercemar sedang
Zona B
Zona C
KategoriZona Stasiun IP
Zona A
Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran pada tabel 14 menunjukkan
bahwa nilai IP yang diperoleh baik pada musim Barat maupun pada musim Timur
Estuaria Tallo termasuk dalam kategori tercemar sedang. Kondisi ini berbeda dengan
tingkat pencemaran berdasarkan indeks keanekaragaman makrozoobentos yang
dikategorikan tercemar berat. Secara umum perairan Estuaria Tallo yang telah
mengalami pencemaran sedang sampai berat ini menjadikan alasan yang kuat untuk
melakukan suatu upaya pengelolaan dan pengendalian pencemaran pada perairan
Sungai Tallo. Perhitungan indeks pencemaran beberapa parameter kimia secara lengkap
disajikan pada Lampiran 7 dan 8.
5.2. Model Hidrodinamika Dan Model Kualitas Air Estuaria Tallo
5.2.1. Hasil Model Hidrodinamika
Model hidrodinamika perairan muara Sungai Tallo bervariasi antara musim
Barat dan musim Timur. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan program
MIKE 2007 (DHI 2011). Berdasarkan hasil simulasi model hidrodinamika yang
diskenariokan berdasarkan musim dan pola pasang surut di muara Sungai Tallo terlihat
bahwa pola arus pada saat surut bergerak kearah Barat dengan kecepatan rata-rata 0,40
m/dtk (Gambar 26) sebagian pergerakan arus bergerak sebaliknya mengikuti arah dan
69
kecepatan angin, sedangkan pada saat surut menuju pasang tertinggi pola arus bergerak
dari arah Barat ke arah Timur dan menyusuri pantai menuju kearah sungai. Pola
pergerakan arus di muara Sungai Tallo tidak hanya dipengaruhi oleh pasang surut tetapi
juga di pengaruhi oleh arah dan kecepatan angin (Lampiran 12).
(a) (b)
Gambar 26. Pola arus pada saat surut (a) dan saat pasang (b) pada musim Barat
Berdasarkan hasil model tipe pasang surut adalah campuran ke harian tunggal
(mixed tide prevailing diurnal) yang menunjukkan bahwa terjadi satu kali pasang dan
surut dalam sehari dengan periode pasang yang lebih panjang dibanding surut
Hasil verifikasi pasang surut pada musim Barat antara hasil model dengan data
pasang surut dari bakosurtanal menunjukkan nilai korelasi 94,87 %. Hal ini berarti
bahwa hasil model mendekati kondisi yang terjadi di lapangan (Gambar 27)
Gambar 27. Pola pasang surut hasil model dengan data Bakosurtanal musim
Barat
70
5.2.2. Hasil Model Kualitas Air
Simulasi model kualitas air dilakukan mulai jam pertama sampai jam ke 360
(15 hari) hal ini diharapkan agar memberikan gambaran yang mendekati kondisi
lapangan. Konsentrasi awal untuk simulasi diambil dari data lapangan, dengan
beberapa asumsi yaitu nilai decay dan konsentrasi dari point sorce adalah konstan.
Daerah model meliputi stasiun 4-13, yang terletak di muara Sungai Tallo.
5.2.2.1. Musim Barat
Simulasi awal pada musim Barat dilakukan pada saat Surut, dengan konsentrasi
BOD5 sebesar 1,93 mg/l pada saat pasang dan 1,61 mg/l pada saat surut, sedangkan
konsentrasi logam Pb adalah 0,002 mg/l pada saat pasang dan 0,026 mg/l pada saat
surut. Debit air sebesar 233,91 m3
Pola sebaran BOD
/dtk dengan kecepatan arus sebesar 0,25 m/dtk
(Gambar 28).
5 dengan nilai input yang konstan memperlihatkan bahwa
meskipun jumlah konsentrasi yang masuk masih berada di bawah baku mutu air laut
(20 mg/l) namun terjadi peningkatan konsentrasi pada daerah mulut muara hal ini
menunjukkan bahwa jumlah BOD5
Pola sebaran BOD
yang masuk secara terus menerus mengakibatkan
kapasitas asimilasi di muara sungai terlampaui, selain itu faktor oseanografi juga
berpengaruh terhadap penyebaran polutan di perairan. Kecepatan arus yang lambat
dengan durasi pasang yang lebih lama dibandingkan pada saat surut serta faktor
kedalaman perairan mengakibatkan massa air dapat tertahan di mulut muara sungai.
Goldberg (1992) menyatakan bahwa kapasitas asimilasi suatu perairan ditentukan oleh
morfologi dan dinamika perairan serta jenis dan jumlah limbah yang masuk ke
perairan.
5
mengikuti pola gerakan hidrodinamika perairan dimana
pada saat surut cenderung kearah Barat menuju laut sedangkan pada saat pasang pola
arus masuk kearah muara sungai .
71
MUSIM BARAT MUSIM BARAT
Awal simulasi BOD 1/11/2010. 6.00 am (SURUT) Awal simulasi BOD 1/11/2010. 10.30 am (PASANG)
(a)
MUSIM BARAT MUSIM BARAT
Akhir simulasi BOD 15/11/2010. 2.40 am (SURUT) Akhir simulasi BOD 15/11/2010. 1.30 pm (PASANG)
(b)
Gambar 28. Pola sebaran BOD5 b) akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim Barat
a) awal simulasi pada saat surut dan pasang dan
Pola sebaran logam Pb juga mengikuti pola hidrodinamika perairan, Namun
berbeda dengan pola sebaran BOD5, sebaran logam Pb pada akhir simulasi
memperlihatkan pola yang menyebar ke seluruh domain model. Hal ini disebabkan
logam Pb merupakan unsur konservatif , sehingga dalam scenario model nilai decay
sama dengan 0/hari sedangkan nilai decay BOD5 yaitu 0,83/hari. Arah sebaran logam
Pb cenderung bergerak kearah Barat mengikuti pola arus (Gambar 29).
72
MUSIM BARAT MUSIM BARAT Awal simulasi Pb 1/11/2010. 6.00 am (SURUT) Awal simulasi Pb 1/11/2010. 10.30 am (PASANG)
(a)
MUSIM BARAT MUSIM BARAT Akhir simulasi Pb15/11/2010. 2.40 am (SURUT) Akhir simulasi Pb 15/11/2010. 1.30 pm (PASANG)
(b)
Gambar 29. Pola sebaran logam Pb a) awal simulasi pada saat surut dan pasang dan b) akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim Barat
73
5.2.2.2. Musim Timur
Pada musim Timur simulasi diawali pada saat surut, dengan konsentrasi BOD5
sebesar 0,99 mg/l pada saat pasang dan 1,20 mg/l pada saat surut, sedangkan
konsentrasi logam Pb adalah 0,17 mg/l pada saat pasang dan 0,029 mg/l pada saat
surut. Debit air sebesar 89,82m3
Hasil simulasi menggambarkan pola sebaran BOD
/dtk dengan kecepatan arus sebesar 0,12 m/dtk
(Gambar 30).
5
Berdasarkan KepMen LH No 51 Tahun 2004, konsentrasi BOD
terkonsentrasi di muara
sungai dan tidak menyebar ke daerah domain model, hal ini disebabkan rendahnya
kecepatan arus dan volume debit air yang masuk dari muara sungai. Sedangkan pola
sebaran logam Pb pada akhir simulasi memperlihatkan pola yang menyebar hampir
keseluruh domain model. Arah sebaran logam Pb cenderung bergerak kearah Barat
mengikuti pola arus dan terjadi akumulasi di daerah pantai (Gambar 31)
5
Peningkatan konsentrasi BOD hasil simulasi model pada musim Barat adalah 4
kali lebih besar dari konsentrasi awal, sedangkan hasil simulasi model dari nilai baku
mutu yang ditetapkan oleh pemerintah masih berada pada kisaran yang sesuai. Hal ini
disebabkan BOD merupakan limbah yang mudah terurai sehingga kapasitas asimilasi
perairan muara sungai Tallo masih terpenuhi.
di lokasi
penelitian masih berada dibawah baku mutu yaitu < 20 mg/l. Meskipun demikian
pengelolaan hendaknya dilakukan untuk menekan jumlah beban limbah organik yang
masuk ke wilayah ini.
74
MUSIM TIMUR MUSIM TIMUR
Awal simulasi BOD 2/9/2011. 3.00 AM (SURUT) Awal simulasi BOD 2/9/2011. 10.20 (PASANG)
(a)
MUSIM TIMUR MUSIM TIMUR
Akhir simulasi BOD15/9/2011. 4.20 AM (SURUT) Akhir simulasi BOD 15/9/2011. 10.00 AM (PASANG)
(b)
Gambar 30. Pola sebaran logam BOD5 b) akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim timur
a) awal simulasi saat surut dan pasang dan
75
MUSIM TIMUR MUSIM TIMUR Awal simulasi Pb 2/9/2011. 3.00 AM (SURUT) Awal simulasi Pb 2/9/2011. 10.20 (PASANG)
(a)
MUSIM TIMUR MUSIM TIMUR
Akhir simulasi Pb15/9/2011. 4.20 AM (SURUT) Akhir simulasi Pb 15/9/2011. 10.00 AM (PASANG)
(b)
Gambar 31. Pola sebaran logam Pb a) awal simulasi pada saat surut dan pasang dan b) akhir simulasi saat surut dan pasang pada musim timur
76
Jika diasumsikan input logam Pb pada stasiun 6 (mulut muara) adalah tetap
(0,008 mg/l), maka setelah 15 hari simulasi pada wilayah ini akan mengalami
peningkatan konsentrasi (Gambar 32). Meskipun terdapat perbedaan besarnya
akumulasi yang disebabkan oleh perbedaan besarnya volume air yang masuk ke sungai
Tallo pada musim Barat dan musim Timur akan tetapi pola penyebaran menunjukkan
pada daerah muara bahan pencemar yang sifatnya anorganik cenderung akan
mengalami akumulasi. Sehingga jika input yang masuk terus menerus mengalami
peningkatan maka akan memberikan dampak yang sangat merugikan pada wilayah
sekitarnya. Akumulasi ini disebabkan oleh faktor oseanografi perairan dan sifat kimia
dari logam Pb.
Gambar 32. Peningkatan konsentrasi logam Pb pada muara sungai (stasiun 6) setelah 15 hari simulasi
Adanya potensi akumulasi yang terjadi di daerah muara Sungai Tallo khususnya
bahan pencemar anorganik contohnya logam Pb seperti yang disajikan di atas,
memerlukan strategi dan perhatian khusus tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari
kalangan industri dan masyarakat. Penyediaan fasilitas instalasi pengolahan limbah
(IPAL) dan instalasi pengolahan limbah cair (IPLC) bagi industri dan kawasan
pemukiman perlu ditingkatkan. Pemerintah dan instansi terkait perlu meningkatkan
pengawasan terhadap instalasi dan upaya pengelolaan lingkungan bagi industri secara
berkelanjutan.
77
5.3. Arahan Strategi Pengelolaan Lingkungan Perairan Estuaria berdasarkan Permodelan Kualitas Perairan
Permasalahan yang kompleks dalam upaya pengelolaan estuaria memerlukan
suatu strategi pengelolaan yang menyeimbangkan antara kondisi riil di lapangan dan
tujuan terpeliharanya kualitas lingkungan estuaria. Pengelolaan ini dapat berhasil bila
kondisi struktur dan fungsi ekosistem dalam keadaan stabil dan dapat menunjang
keberlajutan pembangunan dan kehidupan manusia. Kondisi ini dapat dilihat pada
kondisi kualitas perairan yang masih baik atau tidak tercemar.
Berdasarkan hasil simulasi model kualitas air menunjukkan bahwa limbah yang
masuk ke Sungai Tallo potensial terakumulasi di daerah muara. Hal ini disebabkan
konsentrasi limbah yang masuk ke sungai telah melebihi ambang batas baku mutu dan
didukung oleh kondisi oseanografi Estuaria Tallo.
Untuk menyusun suatu strategi pengelolaan lingkungan estuaria pemerintah
daerah hendaknya melakukan pendekatan pada berbagai tatanan kehidupan masyarakat
dan pembangunan yang kompleks dalam mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan. Salah satu model pembuatan keputusan yang dapat digunakan untuk
penentuan strategi dalam pengelolaan lingkungan estuaria adalah Analytical Hierarchy
Process (AHP) yang membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan
menggunakan beberapa kriteria (multi criteria). Strategi tersebut disusun dengan
tahapan sebagai berikut :
1. Sosialisasi hasil simulasi model kualitas perairan pada masyarakat.
2. Brainstorming usulan masyarakat untuk merumuskan kriteria yang
dipertimbangkan dalam strategi pengelolaan.
3. Penyusunan hirarki AHP dan kuisioner. Selanjutnya dilakukan pengisian
kuisioner pada pakar.
4. Analisis strategi pengelolaan untuk merumuskan kriteria yang dominan dan
dapat mempengaruhi tujuan program.
Berdasarkan hasil penyusunan hirarki diperoleh lima level yaitu fokus, faktor,
stakeholder, tujuan dan alternatif (Gambar 33)
78
Gambar 33. Hasil struktur hierarki perumusan strategi pengelolaan estuaria
Pada tingkat hirarki pertama atau level 1 difokuskan pada strategi pengelolaan
estuaria yang berdasarkan permodelan kualitas perairan estuaria. Selanjutnya pada level
2 dianalisis faktor pendukung yang dapat menentukan keberhasilan suatu program.
Dalam kajian ini diperoleh lima faktor pendukung yaitu sumber daya manusia,
ekosistem perairan, kebijakan, teknologi dan sarana dan prasarana.
Pada level 3 dianalisis stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan estuaria
yang berdasarkan permodelan kualitas perairan estuaria yaitu pemerintah daerah,
industri, LSM, perguruan tinggi, pengusaha angkutan kapal dan masyarakat. Kriteria
ini digunakan dalam menentukan stakeholder yang paling berperan dalam pengelolaan
Strategi Pengelolaan Lingkungan Estuaria Berdasarkan Pemodelan Kualitas Perairan
Sumber Daya Manusia
(0,34)
LSM
(0,11)
Sarana dan Prasarana
(0,13)
Kebijakan Pemerintah
(0,13)
Masyara kat
(0,36)
Pemerin tah
(0,21)
Perguruan Tinggi (0,21)
Terpeliharanya Kualitas Lingkungan
(0,60)
Reduksi Limbah Industri dan Domestik
(0,20)
Fokus
Ekosistem Perairan (0,34)
Alternatif
Tujuan
Stakehol der
Faktor Teknologi
(0,06)
Sosialisasi Pentingnya Reduksi Limbah
(0,333)
Regulasi dan Kontrol Baku Mutu
(0,667)
Industri
(0,07)
Pengusaha Angkutan
Kapal (0,05)
Regulasi Penerapan Standar Baku Mutu
(0,20)
79
estuaria. Selanjutnya dalam menentukan tujuan program pada level 4 terdapat tiga
kriteria yaitu terpeliharanya lingkungan, reduksi limbah dan regulasi penerapan standar
baku mutu. Alternatif kegiatan yang dilakukan dalam strategi pengelolaan estuaria pada
level 5 terdiri atas dua yaitu sosialisasi pentingnya reduksi limbah pada masyarakat dan
industri serta regulasi dan kontrol baku mutu. Perhitungan nilai CR dari jawaban pakar
dan analisis AHP disajikan pada Lampiran 13.
Hasil analisis AHP memberikan hasil faktor prioritas berdasarkan bobot yang
disajikan pada Gambar 34
Gambar 34. Nilai bobot prioritas pada level faktor
Berdasarkan hasil analisis pada level faktor menunjukkan bahwa sumber daya
manusia dan ekosistem perairan merupakan faktor utama yang menentukan
keberhasilan pengelolaan lingkungan estuaria dengan bobot 0,34. Sumber daya
manusia yang dominan terlibat dalam pengelolaan estuaria adalah aparat pemerintah
daerah yang berwenang memonitoring kualitas perairan estuaria. Pada tingkat
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan lembaga yang berwenang memantau kualitas air
sungai adalah Dinas PSDA dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD). Sedang
ditingkat Kota Makassar terdapat Dinas Lingkungan Hidup. Aparat pada ketiga
kelembagaan tersebut hendaknya memiliki pengetahuan tentang kondisi kualitas air dan
80
tindakan yang harus dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan ekosistem
perairan Estuaria Tallo.
Upaya yang telah dilakukan oleh dinas PSDA dan Dinas Lingkungan Hidup
daerah adalah melakukan pemeriksaan kualitas air Sungai Tallo namun belum
mewakili kondisi perairan secara menyeluruh. Berdasarkan data yang diperoleh dari
BAPEDALDA 2001-2008 terlihat titik pengambilan sampel air hanya pada satu lokasi
saja yang mewakili aliran Sungai Tallo. Tentu saja hal ini belum representatif
menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu ketiga dinas ini hendaknya
meningkatkan kinerja aparat dalam pengelolaan kualitas air secara menyeluruh melalui
bimbingan teknis dan penyusunan standar operasional pemantauan kualitas air.
Kendala lain dalam sumber daya manusia adalah Rendahnya pengawasan atau
pemantauan yang dilakukan oleh instansi terkait ini dibuktikan dengan adanya
beberapa industri di Kota Makassar yang membuang limbah tanpa pengolahan terlebih
dahulu (http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/393122/37/15/April 2011).
Berdasarkan laju pertumbuhan industri sebesar 1,5% pertahun dan laju pertumbuhan
penduduk sebesar 1,17% pertahun selama 10 tahun terakhir seperti yang telah diuraikan
pada Bab 4.4 dan Bab 4.5 dimana sebagian besar industri terletak di sepanjang aliran
Sungai Tallo tentu saja akan berimplikasi pada penurunan kualitas perairan Sungai
Tallo. Data tahun 2010 (BPS dalam Tribun Timur, 2010) diketahui hanya sebesar
2,02% dari total jumlah industri besar dan menengah yang memiliki instalasi
pengolahan air limbah (IPAL).
Faktor dominan lain yaitu ekosistem perairan atau kualitas perairan estuaria
ditinjau pada faktor fisika, kimia dan biologi harus tetap terjaga untuk mendukung
fungsi ekosistem estuaria. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan pengelolaan yang
baik dan didukung ketersediaan data kondisi eksisting. Data kualitas air Sungai Tallo
yang tersedia hingga saat ini tidak menggambarkan kondisi perairan secara menyeluruh
baik dari faktor fisika, kimia dan biologi. Sistem monitoring kualitas air yang tepat
sangat mendukung kelestarian ekosistem perairan.
Prioritas kedua pada faktor adalah sarana prasarana dan kebijakan pemerintah
yang menunjukkan bobot masing-masing sebesar 0,13. Kebijakan pemerintah
merupakan suatu aturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengikat seluruh pihak
81
sehingga suatu tujuan program dapat tercapai. Pengelolaan kualitas perairan estuaria
membutuhkan adanya suatu kebijakan pemerintah yang efektif dan efisien, yaitu
dengan pemanfaatan dana yang terbatas maka suatu tujuan dapat dicapai. Kebijakan
pemerintah juga tidak terlepas dari dukungan kelembagaan pemerintah. Kelembagaan
yang baik yang didukung dengan mekanisme kerja serta kemampuan aparat akan
mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perairan
estuaria.
Sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan kualitas perairan adalah
peralatan yang digunakan untuk monitoring kualitas perairan. Pemerintah Daerah
hendaknya mampu mengantisipasi dampak yang akan timbul akibat menurunnya
kualitas perairan. Hal ini didukung peralatan pemeriksaan kualitas air yang sesuai
dengan standar baku mutu.
Pada analisis prioritas stakeholder (level 3) yang terlibat dalam model
pengelolaan perairan estuaria, nampak bahwa masyarakat merupakan stakeholder
utama dengan bobot 0,36. Stakeholder berikutnya adalah pemerintah dan perguruan
tinggi dengan bobot 0,21. Stakeholder lain yaitu pengusaha angkutan kapal, LSM dan
industri memiliki bobot yang sangat kecil. Hal ini disajikan pada Gambar 35.
Gambar 35. Nilai bobot prioritas pada level stakeholder
Hasil analisis pada Gambar 35 menunjukkan bahwa masyarakat memegang
peranan yang sangat penting dalam pengelolaan lingkungan perairan. Peran tersebut
tidak hanya berupa dukungan untuk pemelihaaraan namun dapat berupa peran negatif
82
seperti perilaku membuang limbah di perairan, adanya konversi lahan mangrove
menjadi tambak atau perumahan serta adanya anggapan masyarakat bahwa wilayah
perairan merupakan lahan yang bebas untuk dikelola. Di lain pihak lingkungan perairan
yang buruk akan sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
berdiam disepanjang Sungai Tallo. Dengan demikian, maka kebijakan pengelolaan
estuaria hendaknya memprioritaskan perubahan perilaku masyarakat yang mendukung
keberlanjutan ekosistem perairan. Perilaku masyarakat dapat diubah melalui
peningkatan pengetahuan akan pentingnya menjaga kualitas perairan dan pemahaman
tentang indikator menurunnya kualitas air.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah hingga saat ini hanya
sebatas monitoring kualitas air tanpa penerapan strategi dalam menjaga kualitas
perairan. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerinyah dan melibatkan
masyarakat hanya bersifat insidental dan tidak berkelanjutan, sehingga biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah tidak dirasakan oleh masyarakat contoh: pengadaan
tempat sampah yang selanjutnya beralih fungsi menjadi tempat penampungan air,
program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang
antara lain terdiri dari penyediaan pipa-pipa dan sarana MCK ternyata tidak efektif
(http://beritadaerah.com/article/sulawesi/56070/20 Februari 2012). Samawi (2007),
menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mengakibatkan semakin meningkatnya
pencemaran di wilayah pesisir Kota Makassar adalah upaya yang dilakukan oleh aparat
pemerintah dalam kegiatan pengendalian hanya bersifat mobilisasi tanpa didasari oleh
kesadaran dari masyarakat selain itu rendahnya pengawasan pemerintah terhadap sektor
industri semakin memperburuk kualitas lingkungan perairan. Tentu saja hal ini tidak
berdampak pada perubahan paradigma masyarakat dalam menjaga kelestarian perairan.
Perhatian pemerintah baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kota juga
berperan penting dalam keberhasilan pengelolaan kualitas perairan. Kebijakan
pengelolaan harus disertai dengan program yang sinergis dan sesuai dengan kebutuhan.
Hal ini dapat dicapai dengan dukungan penelitian dan pengembangan yang dilakukan
oleh perguruan tinggi setempat. Kajian tersebut tidak hanya dilakukan untuk
pemeliharan kualitas fisik estuaria, tetapi juga disertai dengan kajian sosial ekonomi
masyarakat.
83
Strategi pengelolaan perairan estuaria dilaksanakan untuk mencapai tiga tujuan
(level 4). Tujuan yang dianalisis dengan bobot prioritas disajikan pada Gambar 36
Gambar 36. Nilai bobot prioritas pada level tujuan
Gambar 36 mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah yang dibuat dalam
pengelolaan lingkungan perairan estuaria hendaknya bertujuan pada terpeliharanya
kualitas lingkungan. Tujuan ini memiliki bobot tiga kali dibandingkan dengan dua
tujuan lain. Yaitu sebesar 0,60 sedang kedua tujuan lain hanya sebesar 0,20.
Kualitas lingkungan perairan estuaria terkait dengan ekosistem lain seperti
ekosistem daerah aliran sungai dan ekosistem laut. Kualitas daerah aliran sungai
sebagai upland menjadi masukan bagi perairan estuaria. Tataguna lahan yang tidak
sesuai dengan daya dukung pada daerah aliran sungai dapat menyebabkan akumulasi
limbah dan sedimentasi pada estuaria. Hal ini akan menurunkan kualitas lingkungan.
Selanjutnya kondisi ini akan berdampak pada ekosistem perairan laut seperti rusaknya
terumbu karang dan berdampak penurunan keanekaragaman hayati. Dengan demikian,
pengelolaan lingkungan harus dilakukan secara holistik mulai dari hulu ke hilir. Hingga
saat ini pemerintah daerah Kota Makassar belum membangun kerjasama dengan
pemerintah Kabupaten Gowa sebagai pengelola daerah hulu Sungai Tallo dalam hal
pemeliharaan kualitas perairan.
84
Disisi lain pemerintah Kota Makassar membuat salah satu strategi
pengembangan Sungai Tallo untuk mendorong program peremajaan lingkungan
kawasan hilir Sungai Tallo menjadi kawasan konservasi dengan peremajaan terbatas
terhadap beberapa kegiatan pembangunan. Hal ini tertuang dalam PERDA Kota
Makassar No 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar.
Berdasarkan PERDA diatas pemerintah akan dapat menekan perubahan alih
fungsi lahan yang terjadi di hilir Sungai Tallo. Strategi ini dapat mengantisipasi
terakumulasinya limbah pada daerah muara seperti yang dihasilkan dari model kualitas
air.
Pada level kelima, diperoleh gambaran bahwa alternatif terpenting dalam
strategi pengelolaan perairan estuaria yang dapat dipilih adalah regulasi dan kontrol
baku mutu. Hasil analisis perhitungan bobot prioritas pada alternatif disajikan pada
Gambar 37.
Gambar 37. Nilai bobot prioritas pada level alternatif
Gambar 37 menunjukkan bahwa pemerintah daerah diharapkan dapat
menyediakan regulasi yang dapat mengikat seluruh stakeholder sehingga kualitas
perairan estuaria dapat terjaga. Selanjutnya regulasi ini dapat dijadikan dasar dalam
mengontrol kualitas air berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Baku
mutu kualitas air sungai yang berlaku pada saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor
51 Tahun 2004 yang menyangkut syarat fisik, kimia dan biologi perairan.
85
Upaya pemerintah dalam melakukan kontrol baku mutu harus didukung
dengan ketersediaan aparat yang handal, bertanggung jawab dan memiliki kepedulian
terhadap kelestarian kualitas perairan. Aparat yang memiliki wawasan lingkungan yang
universal dan menyeluruh baik dari segi ekologi, sosial dan ekonomi tidak akan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat dalam proses konservasi lingkungan.
Alternatif kedua dalam menentukan strategi pengelolaan lingkungan estuaria
adalah sosialisasi pentingnya reduksi limbah kepada masyarakat dan industri dengan
bobot prioritas 0,333. Pembuangan limbah cair rumah tangga pada umumnya melalui
saluran induk yang menghubungkan kawasan pemukiman dengan wilayah estuaria.
Pada Bab 4 telah dijelaskan bahwa 1/3 jumlah penduduk di Kota Makassar berdiam di
sepanjang aliran Sungai Tallo sehingga tingkat ketergantungan masyarakat terhadap
Sungai Tallo cukup tinggi. Samawi (2007), menjelaskan bahwa diperkirakan beban
limbah cair yang dihasilkan pertahun sebesar 1.023.528 ton bahan organik yang dilihat
dari nilai BOD dan 1.962.083 ton bahan organik yang dilihat dari nilai COD pertahun,
438.379 ton N pertahun dan 73.385 ton P pertahun.
Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mereduksi limbah
yang akan dibuang ke lingkungan adalah meningkatkankan peran masyarakat dan
industri dalam penyusunan strategi yang akan dilaksanakan. Sehingga diharapkan
program-program yang diambil oleh pemerintah seperti penyediaan sarana dan
prasarana pengolahan limbah cair domestik dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Berdasarkan hal tersebut diatas arahan implementasi strategi yang hendaknya
dilakukan oleh pemerintah adalah :
1. Pengembangan kapasitas pemberdayaan masyarakat dalam penentuan strategi
pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem perairan secara berkelanjutan.
2. Diperlukan suatu program pengembangan kapasitas aparat dalam pengelolaan
kualitas air untuk menjaga ekosistem perairan.
3. Pemerintah daerah harus meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam menerapkan
dan mengontrol baku mutu yang ada secara menyeluruh.