48419078 malnutris energi

9
Malnutris Energi-Protein; Definisi- Diagnosis BY EXOMED INDONESIA 31/10/2010POSTED IN: PEDIATRI Mathilda Albertina, MD Definisi Di seluruh dunia, malnutrisi energi-protein merupakan penyebab utama kematian anak berusia kurang dari lima tahun. Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan suatu spektrum kondisi klinis yang disebabkan defisiensi protein dan kalori. Malnutrisi primer disebabkan kekurangan asupan makanan, terutama akibat faktor sosio-ekonomi. Sedangkan malnutrisi sekunder terjadi pada anak dengan bermacam kondisi terkait peningkatan kebutuhan nutrien, penurunan absorpsi nutrien dan/atau peningkatan kehilangan nutrien. Biasanya MEP diikuti juga kekurangan nutrien yang lain, sehingga lebih tepat disebut gizi buruk pada anak (severe childhood undernutrition / SCU). Secara umum masalah MEP disebabkan beberapa faktor. Faktor utama adalah belum terpenuhinya kesejahteraan rakyat oleh negara. Selain itu, MEP dapat disebabkan oleh: rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak sehingga banyak balita yang diberi makan asal kenyang padahal miskin gizi rendahnya pendapatan masyarakat yang menyebabkan kebutuhan pangan tidak bisa terpenuhi krisis pangan akibat peningkatan laju pertambahan penduduk infeksi Klasifikasi. Malnutrisi energi protein dapat dibagi menjadi 2 yaitu MEP ringan (gizi kurang) dan MEP berat (gizi buruk). Pada MEP berat sudah didapatkan kelainan biokimia dan kelainan pertumbuhan, sedang pada MEP ringan hanya terdapat kelainan pertumbuhan saja. Malnutrisi energi protein berat dapat dibagi menjadi 3 yaitu: Marasmus (non edema dan <-3SD) Kwasiorkor (edema dan -2SD>x>-3SD) Marasmik-kwasiorkor (edema dan <-3SD) Patofisiologi

Upload: tinda-adilla

Post on 13-Feb-2015

10 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 48419078 Malnutris Energi

Malnutris Energi-Protein; Definisi-DiagnosisBY 

EXOMED INDONESIA

 – 31/10/2010POSTED IN: PEDIATRI

Mathilda Albertina, MD

Definisi

Di seluruh dunia, malnutrisi energi-protein merupakan penyebab utama kematian anak berusia kurang dari lima tahun. Malnutrisi energi protein (MEP) merupakan suatu spektrum kondisi klinis yang disebabkan defisiensi protein dan kalori. Malnutrisi primer disebabkan kekurangan asupan makanan, terutama akibat faktor sosio-ekonomi. Sedangkan malnutrisi sekunder terjadi pada anak dengan bermacam kondisi terkait peningkatan kebutuhan nutrien, penurunan absorpsi nutrien dan/atau peningkatan kehilangan nutrien. Biasanya MEP diikuti juga kekurangan nutrien yang lain, sehingga lebih tepat disebut gizi buruk pada anak (severe childhood undernutrition / SCU).

Secara umum masalah MEP disebabkan beberapa faktor. Faktor utama adalah belum terpenuhinya kesejahteraan rakyat oleh negara. Selain itu, MEP dapat disebabkan oleh:

rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi

pertumbuhan anak sehingga banyak balita yang diberi makan asal kenyang padahal

miskin gizi

rendahnya pendapatan masyarakat yang menyebabkan kebutuhan pangan tidak

bisa terpenuhi

krisis pangan akibat peningkatan laju pertambahan penduduk

infeksiKlasifikasi.

Malnutrisi energi protein dapat dibagi menjadi 2 yaitu MEP ringan (gizi kurang) dan MEP berat (gizi buruk). Pada MEP berat sudah didapatkan kelainan biokimia dan kelainan pertumbuhan, sedang pada MEP ringan hanya terdapat kelainan pertumbuhan saja. Malnutrisi energi protein berat dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

Marasmus (non edema dan  <-3SD)

Kwasiorkor (edema dan  -2SD>x>-3SD)

Marasmik-kwasiorkor (edema dan <-3SD)Patofisiologi

Malnutrisi terjadi akibat tidak adekuatnya konsumsi nutrisi, gangguan penyerapan, atau kehilangan energi secara besar-besaran. Sebagian besar kasus disebabkan oleh kurangnya kalori dalam diet.

MEP memberikan efek ke banyak sistem organ, menyebabkan turunnya berat badan serta  hilangnya cadangan lemak dan otot. Turunnya berat badan 5-10%, biasanya dapat ditoleransi tanpa adanya kehilangan fungsi fisiologi organ namun penurunan sampai 30-40%, biasanya akan memberikan hasil dengan prognosis yang buruk. Terjadi penurunan dan sintesis protein yang terjadi di hati yang membuat berkurangnya protein yang ada di sistem sirkulasi sehingga memudahkan terjadinya edema. Cardiac output dan kontraktil jantung menurun. Efek pada fungsi sistem respirasi biasanya disebabkan oleh kelelahan dan atropi otot pernafasan, menurunnya kapasitas vital dan volume tidal, dan gangguan pada sistem mukosiliar jalur pernafasan. Gangguan sistem pencernaan disebabkan

Page 2: 48419078 Malnutris Energi

karena atropi mukosa dan hilangnya vili usus kecil, yang akan menghasilkan malabsorbsi. Gangguan pada fungsi imunitas adalah perubahan terpenting pada gangguan malnutrisi, jumlah dan fungsi dari sel T akan terganggu, sedangkan sel B variatif. Gangguan juga terjadi pada aktivitas komplemen, fungsi granulosit, dan fungsi anatomi barrier.

Dengan demikian, kondisi malnutrisi memiliki dampak terhadap morbiditas dan mortalitas, perkembangan kognitif dan sosial, kapasitas kerja fisik, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian menunjukkan bahwa anak dengan angka berat badan/umur <60% mempunyai resiko kematian 8 kali lebih besar dariapada anak biasa, sedangkan anak dengan angka berat badan/umur 60-60% mempunyai resiko 4-5 kali, dan bahkan anak denagn angka berat badan/umur 70-79% mempunyai resiko 2-3 kali. Tinggi dan berat badan kurang pada anak dengan malnutrisi seringkali menetap hingga dewasa. Kurangnya massa dan kekuatan otot juga seringkali disertai kurangnya kapasitas kerja dan fungsi kognitif.

Manifestasi Klinis

Bergantung pada derajat kekurangan energi-protein yang terjadi, manifestasi klinis MEP berbeda-beda. MEP ringan sering disebut juga gizi kurang, sedangkan marasmus, kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor digolongkan sebagai MEP berat, atau menurut beberapa sumber, gizi buruk.

Marasmus ditandai dengan kegagalan menaikkan berat badan, disertai kehilangan berat dan letargi. Kulit akan kehilangan turgor dan menjadi keriput dan longgar. Wajah bayi dapat tampak relatif normal dibandingkan bagian lain tubuh, namun akan juga menjadi keriput seiring perjalanan penyakit dan menyerupai orang tua. Tampak penonjolan tulang, dan terdapat gambaran keriput pada kulit paha dan pantat (baggy pants). Bayi sering mengalami konstipasi, namun juga bisa mengalami starvation diarrhea, dengan tinja kecil-kecil, sering, serta mengandung mukus. Perut bisa terdistensi ataupun datar dengan pola usus bisa terlihat dari permukaan abdomen. Terdapat pula atrofi otot dan hipotonia. Jika kondisi semakin berlanjut, suhu akan menjadi turun dan denyut nadi melambat.

Kwashiorkor juga dikenal sebagai busung lapar. Pada kwashiorkor ditemukan edema pada ekstremitas maupun bagian tubuh lain. Tampilan klinisnya sangat khas, terutama bagian perut yang seringkali menonjol. Anak dengan kwashiorkor lebih sering menangis, atau pada stadium lanjut terlihat sangat pasif. Rambut berwarna kemerahan, tipis, jarang, dan mudah dicabut. Terjadi pengurusan otot dan kelainan kulit yang khas, berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan mengelupas (crazy pavement dermatosis). Mungkin timbul area depigmentasi setelah terjadi deskuamasi tersebut.

Pada tipe marasmik-kwashiorkor, penampilan pasien merupakan kombinasi antara bentuk marasmus dan kwashiorkor.

Diagnosis

Anamnesis:

• Makanan biasa sebelum sakit

• Riwayat ASI

• Makanan dan cairan yang dikonsumsi dalam beberapa hari terakhir

• Mata cekung tiba-tiba

• Durasi, frekuensi, dan konsistensi muntah atau diare

• Waktu terakhir berkemih

Page 3: 48419078 Malnutris Energi

• Kontak dengan penderita campak atau tuberkulosis

• Saudara kandung yang meninggal

• Berat lahir

• Milestones perkembangan

• Imunisasi

Pemeriksaan fisik:

• Berat dan tinggi badan

• Edema

• Pembesaran hati, kuning

• Distensi abdomen, bising usus, abdominal splash

• Pucat

• Tanda kegagalan sirkulasi

• Temperatur: hipotermia atau demam

• Rasa haus

• Mata: lesi kornea, menandakan defisiensi vitamin A

• Telinga, mulut, tenggorokan: tanda infeksi

• Kulit: tanda infeksi atau purpura

• Laju dan tipe pernapasan: tanda pneumonia atau gagal jantung

• Penampilan feses

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada kasus malnutrisi antara lain pemeriksaan kadar gula darah, darah tepi lengkap, kultur urin, pemeriksaan feses, foto toraks, dan tes Mantoux.

Referensi:

Heird WC. Food insecurity, hunger, and undernutrition. In: Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, Stanton BF. editors. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p.227-32

http://eprints.ui.ac.id/30157/1/76789-T12667-Faktor-faktor%20yang-TOC.pdf

http://eprints.ui.ac.id/59724/1/110530-T%2021255-Gambaran%20status.pdf

Page 4: 48419078 Malnutris Energi

KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. PATOFISIOLOGIKEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan  protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi.Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi  sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition).  Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim. GEJALA KLINISSecara klinis KEP terdapat  dalam 3 tipe yaitu :1.  Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah

sembab    dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut    dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak    merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.

2.  Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.

3.  Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus. DIAGNOSIS1.      Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang

pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)

2.      Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin3.      Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur),

LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)

4.      Analisis diet Klasifikasi :

1.  KEP ringan   : > 80-90% BB  ideal terhadap TB (WHO-CD

Page 5: 48419078 Malnutris Energi

2.  KEP sedang : > 70-80% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC) 3.  KEP berat :  70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC) DIAGNOSA BANDINGAdanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan :-         Sindroma nefrotik-         Sirosis hepatis-         Payah jantung kongestif-         Pellagra infantil PENATALAKSANAANProsedur tetap pengobatan dirumah sakit :1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)    1.1. Penanganan hipoglikemi    1.2. Penanganan hipotermi    1.3. Penanganan dehidrasi    1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit    1.5. Pengobatan infeksi    1.6. Pemberian makanan    1.7. Fasilitasi tumbuh kejar    1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro    1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental     1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh2. Pengobatan penyakit penyerta    1.  Defisiensi vitamin A         Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum

keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :

             * umur > 1 tahun               : 200.000 SI/kali             * umur 6 – 12 bulan          : 100.000 SI/kali             * umur 0 – 5 bulan            :   50.000 SI/kali         Bila ada ulkus dimata diberikan :

        Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari

        Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari        Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

2.   Dermatosis      Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit  mengelupas),

lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.

Tatalaksana :1.      kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1%

selama 10 menit2.      beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)3.      usahakan agar daerah perineum tetap kering4.      umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3.   Parasit/cacing   Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik

lain.

Page 6: 48419078 Malnutris Energi

4.   Diare melanjut   Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan

formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

5.   Tuberkulosis   Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan

Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.

3. Tindakan kegawatan1.      Syok (renjatan)

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan  keduanya secara klinis saja.Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.Pedoman pemberian cairan :Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.Evaluasi setelah 1 jam :         Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status

hidrasi  syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).

         Bila tidak ada perbaikan klinis  anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)

2.      Anemia beratTransfusi darah diperlukan bila :        Hb < 4 g/dl        Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantungTransfusi darah :      Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi dengan jumlah yang sama.

      Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

 http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htm