46 - untb.ac.iduntb.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/11_prevalensi-scabies-pada...penambahan koh 10%...

5
46|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929 Volume 4, No. 3, September 2018 http://www.untb.ac.id/September-2018/ PREVALENSI SCABIES PADA KAMBING DI DESA REMBITAN KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh: Ayu Wandira, Supriadi dan Febrina Dian Permatasari Departemen Parasitologi dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan-UNTB Abstrak: Scabies merupakan penyakit kulit menular (zoonosis) yang disebabkan oleh infekstasi ektoparasit dari jenis Sarcoptes scabiei. Scabies dapat menginfestasi ternak ruminansia, hewan kesayangan dan manusia. Dampak infestasi ektoparasit ini seperti: alopesia, hyperkeratosis dan rasa gatal yang luar biasa. Minimnya pengetahuan peternak dan sistem pemeliharaan yang masih tradisional sering menjadi faktor penentu suksesnya infestasi ektoparasit ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi Sarcoptes scabiei pada ternak kambing di Desa Rembitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif dengan metode survei. Penentuan individu ternak sampel dilakukan secara purposive dengan memperhatikan gejala klinis yang menciri pada gejala scabies. Koleksi sampel pada ternak yang memenuhi criteria di atas dilakukan dengan metode skin- scraping pada bagian tubuh yang membentuk keropeng (berkerak). Sampel kemudian diperiksa dengan penambahan KOH 10% pada sampel hasil kerokan kulit (skin-scraping), kemudian diamati di bawah mikroskop. Dari 55 sampel yang diperiksa di laboratorium ditemukan 11 sampel positif terinfestasi S.scabiei var.caprae. nilai prevalensi yang ditemukan sebesar 20%. Tingginya prevalensi S.scabiei var.caprae mungkin disebabkan karena beberapa faktor seperti: sanitasi kandang yang buruk, manajemen pemeliaraan yang masih tradisional dan rendahnya pengetahuan peternak tentang scabies. Kata Kunci : Prevalensi, Scabies, dan Desa Rembitan PENDAHULUAN Kambing merupakan hewan yang termasuk dalam ternak ruminansia kecil. Beternak kambing bagi masyarakat bertujuan untuk memperbaiki mata pencaharian rumah tangga. Salah satu daerah yang memelihara kambing sebagai mata pencaharian dan usaha sampingan adalah Desa Rembitan Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah yang terintegrasi dengan usaha pertanian dan lain-lain. Di daerah tersebut kambing masih dipelihara dengan pola tradisional. Kendala yang sering dialami oleh peternak kambing adalah penyakit kudis atau scabies. Scabies atau kudis merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah kesehatan pada ruminansia kecil termasuk pada kambing. Pada kambing penyakit tersebut sangat menular, agen penyebab scabies pada kambing adalah Sarcoptes scabiei var caprae. Kambing yang terinfeksi akan menunjukkan gejala awal seperti pruritis sehingga kambing akan menggesekkan badan pada dinding kandang atau bahan kasar di sekitarnya hal tersebut akan menyebabkan terbentuknya goresan pada daerah predileksi (Wosu and Onyeabor, 2015). Begitu infeksi terbentuk, berat badan akan turun disebabkan oleh aktivitas merumput dan memamah biak berkurang, apabila terbentuk dermatitis dan diikuti lipatan kulit yang mengeras di daerah buccal kambing akan sulit untuk mastikasi sehingga asupan makanan berkurang kemudian kambing menjadi lemah dan mati (Wosu and Onyeabor, 2015). Mengingat populasi kambing yang cukup tinggi yakni 386 ekor, kambing di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah rentan terhadap penyakit scabies. Kondisi tersebut juga di dukung oleh faktor predisposisi seperti kurangnya pengetahuan peternak tentang scabies, pencegahan dan pengobatan penyakit ini. Salah satu upaya yang coba dilakukan dalam mencegah penularan bahkan terjadinya outbreak, yaitu dengan melakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris pada populasi kambing di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Dengan mengetahui prevalensi scabies di daerah tersebut, tindakan preventif dan pengobatan dapat direncanakan sedini mungkin. Untuk itu penelitian ini di desain untuk mengetahui prevalensi scabies berdasarkan hospesnya, hal ini dilakukan karena scabies pada kambing merupakan penyakit kulit yang sangat menular (OIE, 2013). METODE PENELITIAN Sebanyak 55 sampel kerokan kulit kambing telah dikoleksi selama tahun 2017 yaitu dari bulan April sampai dengan Mei tahun 2017. Sampel

Upload: truongdieu

Post on 02-Mar-2019

312 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: 46 - untb.ac.iduntb.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/11_PREVALENSI-SCABIES-PADA...penambahan KOH 10% pada sampel hasil kerokan kulit (skin-scraping), kemudian diamati di bawah mikroskop

46|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 4, No. 3, September 2018 http://www.untb.ac.id/September-2018/

PREVALENSI SCABIES PADA KAMBING DI DESA REMBITAN KECAMATAN PUJUTKABUPATEN LOMBOK TENGAH

Oleh:

Ayu Wandira, Supriadi dan Febrina Dian PermatasariDepartemen Parasitologi dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan-UNTB

Abstrak: Scabies merupakan penyakit kulit menular (zoonosis) yang disebabkan oleh infekstasiektoparasit dari jenis Sarcoptes scabiei. Scabies dapat menginfestasi ternak ruminansia, hewankesayangan dan manusia. Dampak infestasi ektoparasit ini seperti: alopesia, hyperkeratosis dan rasa gatalyang luar biasa. Minimnya pengetahuan peternak dan sistem pemeliharaan yang masih tradisional seringmenjadi faktor penentu suksesnya infestasi ektoparasit ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiprevalensi Sarcoptes scabiei pada ternak kambing di Desa Rembitan Kecamatan Pujut Kabupaten LombokTengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif dengan metode survei. Penentuanindividu ternak sampel dilakukan secara purposive dengan memperhatikan gejala klinis yang menciri padagejala scabies. Koleksi sampel pada ternak yang memenuhi criteria di atas dilakukan dengan metode skin-scraping pada bagian tubuh yang membentuk keropeng (berkerak). Sampel kemudian diperiksa denganpenambahan KOH 10% pada sampel hasil kerokan kulit (skin-scraping), kemudian diamati di bawahmikroskop. Dari 55 sampel yang diperiksa di laboratorium ditemukan 11 sampel positif terinfestasiS.scabiei var.caprae. nilai prevalensi yang ditemukan sebesar 20%. Tingginya prevalensi S.scabieivar.caprae mungkin disebabkan karena beberapa faktor seperti: sanitasi kandang yang buruk, manajemenpemeliaraan yang masih tradisional dan rendahnya pengetahuan peternak tentang scabies.

Kata Kunci : Prevalensi, Scabies, dan Desa Rembitan

PENDAHULUAN

Kambing merupakan hewan yang termasukdalam ternak ruminansia kecil. Beternak kambingbagi masyarakat bertujuan untuk memperbaikimata pencaharian rumah tangga. Salah satu daerahyang memelihara kambing sebagai matapencaharian dan usaha sampingan adalah DesaRembitan Kecamatan Pujut, Kabupaten LombokTengah yang terintegrasi dengan usaha pertaniandan lain-lain. Di daerah tersebut kambing masihdipelihara dengan pola tradisional. Kendala yangsering dialami oleh peternak kambing adalahpenyakit kudis atau scabies.

Scabies atau kudis merupakan penyakit yangsering menimbulkan masalah kesehatan padaruminansia kecil termasuk pada kambing. Padakambing penyakit tersebut sangat menular, agenpenyebab scabies pada kambing adalah Sarcoptesscabiei var caprae. Kambing yang terinfeksi akanmenunjukkan gejala awal seperti pruritis sehinggakambing akan menggesekkan badan pada dindingkandang atau bahan kasar di sekitarnya hal tersebutakan menyebabkan terbentuknya goresan padadaerah predileksi (Wosu and Onyeabor, 2015).Begitu infeksi terbentuk, berat badan akan turundisebabkan oleh aktivitas merumput dan memamahbiak berkurang, apabila terbentuk dermatitis dandiikuti lipatan kulit yang mengeras di daerah buccalkambing akan sulit untuk mastikasi sehingga

asupan makanan berkurang kemudian kambingmenjadi lemah dan mati (Wosu and Onyeabor,2015).

Mengingat populasi kambing yang cukuptinggi yakni 386 ekor, kambing di Desa Rembitan,Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengahrentan terhadap penyakit scabies. Kondisi tersebutjuga di dukung oleh faktor predisposisi sepertikurangnya pengetahuan peternak tentang scabies,pencegahan dan pengobatan penyakit ini. Salahsatu upaya yang coba dilakukan dalam mencegahpenularan bahkan terjadinya outbreak, yaitu denganmelakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris padapopulasi kambing di Desa Rembitan, KecamatanPujut, Kabupaten Lombok Tengah. Denganmengetahui prevalensi scabies di daerah tersebut,tindakan preventif dan pengobatan dapatdirencanakan sedini mungkin. Untuk itu penelitianini di desain untuk mengetahui prevalensi scabiesberdasarkan hospesnya, hal ini dilakukan karenascabies pada kambing merupakan penyakit kulityang sangat menular (OIE, 2013).

METODE PENELITIAN

Sebanyak 55 sampel kerokan kulit kambingtelah dikoleksi selama tahun 2017 yaitu dari bulanApril sampai dengan Mei tahun 2017. Sampel

Page 2: 46 - untb.ac.iduntb.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/11_PREVALENSI-SCABIES-PADA...penambahan KOH 10% pada sampel hasil kerokan kulit (skin-scraping), kemudian diamati di bawah mikroskop

ISSNNo.2355-9292 JurnalSangkareangMataram|47

http://www.untb.ac.id/September-2018/ Volume 4, No. 3, September 2018

tersebut dikoleksi dari 11 dusun yang masuk dalamwilayah administrasi Desa Rembitan KecamatanPujut Kabupaten Lombok Tengah. sampel tersebuttelah diperiksa di Laboratorium ParasitologiFakultas Kedokteran Hewan Universitas NusaTenggara Barat. Sampel yang dikoleksi disimpandalam larutan alcohol 70 % dan selanjutnya dibawake laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Jenis penelitian ini epidemiologi deskriptifdengan studi survei yaitu suatu jenis penelitianyang memberikan gambaran atau uraian mengenaiprevalensi scabies pada kambing, keberadaanSarcoptes scabiei var caprae dalam kulit kambingterinfeksi. Deteksi scabies dilakukan denganpemeriksaan klinis yaitu dengan mengamati tanda-tanda klinis di lapangan dan laboratoris berupa skincraping.

Populasi dalam penelitian ini adalah 386 ekorkambing yang terdapat di Desa Rembitan,Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.adapun besaran sampel pada penelitian ini adalah55 ekor kambing yang diperoleh berdasarkanrumus yang dikembangkan oleh Thrusfield, 2005 :

Keterangan :N : Jumlah sampel yang dibutuhkan.D : Jumlah minimum hewan yang diharapkan

terinfeksi dalam populasi (5% dari 386ekor).

p1 : Kemungkinan ditemukannya paling sedikitsatu kasus dalam sampel (0,95).

N : Populasi (386 ekor).Diketahui : p1 = 0,95, d = 19,3 (5% dari 386), N =386 ekor dan n = jumlah sampel yang dibutuhkan.

Metode pengambilan sampel yang digunakanadalah metode purposive sampling berdasarkanjumlah dusun di desa Rembitan. Pemeriksaandalam penelitian ini dilakukan dengan dua tahapanyaitu pemeriksaan klinis di lapangan danpemeriksaan laboratories. Pemeriksaan klinismeliputi pengamatan terhadap perubahan yangterjadi pada kulit kambing seperti alopesia,hyperkeratosis, pengerasan pada kulit danterbentuknya sisik akibat infestasi Sarcoptesscabiei var caprae. Hasil pemeriksaan kliniskemudian dilanjutkan dengan pengambilan kerokankulit kambing pada lapisan dermis. Kerokan kulit

kambing kemudian dikoleksi dalam botol sampelyang berisi alcohol 70%. Adapun pemeriksaanlaboratoris dilakukan dengan mengacu padametode yang dikembangkan oleh Kaufmann(1991). Adapun langkah pemerisaannya adalahkerokan kulit diambil dari di botol sampelmenggunakan pinset, kemudian diletakkan padaobject glass. Setelah itu pada object glassditeteskan KOH 10% dengan menggunakan pipet.Kemudian ditutup dengan cover glass. Dandiperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaranrendah ke tinggi.

HASIL PENELITIAN

Hasil pemeriksaan menunjukkan dari 55sampel terdapat 11 sampel yang positif terinfeksiSarcoptes scabiei var caprae.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Klinis danPemeriksaan Laboratoris di BerbagaiDusun Yang Ada di desa RembitanKecamatan Pujut Kabupaten LombokTengah

NoDusunLokasi

Sampling

JumlahSampel(ekor)

PemeriksaanKlinis(ekor)

PemeriksaanLaboratoris

(ekor)

Positif Negatif Postif Negatif

1RembitanI

5 2 3 2 0

2RembitanIII

5 3 2 21

3RemibtanIV

5 1 4 01

4 Lentak I 5 3 2 2 1

5SelamangTimuq

5 1 4 1 0

6SelamangBat

5 3 2 12

7 Selak 5 2 3 2 08 Kukun 5 2 3 1 19 Rebuk I 5 1 4 0 1

10 Rebuk II 5 1 4 0 1

11BontorLauq

5 2 3 02

Jumlah 55 21 34 11 10

a. Pemeriksaan Klinis di lapangan

Hasil pengamatan di lapangan (desaRembitan) menunjukkan bahwa gejala klinisscabies pada kambing cukup banyak. Gejala klinisteramati pada beberapa bagian tubuh seperti: leher,auricula dan metatarsal gejala klinis tersebutberupa alopesia, hyperkeratosis, penebalan kulithingga terbentuk kerak.

Bedasarkan pengamatan dilapangan gejalayang paling parah adalah terbentuknya kerak padaauricula bagian luar. Selain itu kambing yangterinfeksi scabies terlihat lesu, anoreksia, kakeksiadan pruritus sehingga sering menggesekkan bagian

Page 3: 46 - untb.ac.iduntb.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/11_PREVALENSI-SCABIES-PADA...penambahan KOH 10% pada sampel hasil kerokan kulit (skin-scraping), kemudian diamati di bawah mikroskop

48|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 4, No. 3, September 2018 http://www.untb.ac.id/September-2018/

tubuh pada dinding kandang. Hasil pemeriksaanklinis dari 55 ekor kambing terdapat 21 ekor yangmencirikan gejala scabies.

b. Pemeriksaan Skin Scraping

Untuk meneguhkan diagnosa kambing yangmenunjukkan gejala scabies kemudian dilakukanpengambilan sampel kulit (skin scraping) untukpemeriksaan laboratoris. Pemeriksaan laboratorisdimulai dengan scraping pada bagian tubuhkambing yang menunjukkan gejala scabieskemudian sampel tersebut dibawa ke LaboraturiumParasitologi Fakultas Kedokteran HewanUniversitas Nusa Tenggara Barat. Pemeriksaanlaboratoris bertujuan untuk membuktikan bahwagejala klinis yang ditemukan sebelumnyadisebabkan oleh Sarcoptes scabiei var caprae.Apabila diagnosis hanya di dasarkan daripemeriksaan klinis penyakit tersebut dapatdikelirukan oleh penyakit kulit yang lain. Hasilpemeriksaan menunjukkan dari 55 ekor kambingditemukan 11 ekor yang terinfeksi Sarcoptesscabiei var caprae. Tungau tersebut teramatidibawah mikroskop dengan morfologi sebagaiberikut, bentuk tubuh bulat dengan bagian ventralrata sedangkan bagian dorsal berbentuk cembung,Bagian mulut tungau berbentuk bulat. Hasil temuantersebut sesuai dengan morfologi yangdigambarkan oleh Wall and Shearer (2001).

c. Prevalensi Scabies di Desa Rembitan

Hasil pemeriksaan yang telah dilakukanditemukan 21 ekor kambing yang mencirikangejala scabies dan setelah dilakukan pemeriksaanlaboratorium terdapat 11 ekor kambing yang positifterinfeksi Sarcoptes scabiei var caprae.

Sehingga prevalensi scabies pada kambing diDesa Rembitan dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini.

Prevalensi x 100

Keterangan : F = Jumlah sampel positif.N = Jumlah total sampel yang

diperiksa.

Prevalensi = 20 %.

PEMBAHASAN

a. Prevalensi Scabies Pada Kambing Di DesaRembitanHasil pemeriksaan 55 ekor kambing yang

telah diperiksa ditemukan 21 ekor yangmenunjukkan gejala klinis, setelah dilakukan ujilaboraturium diperoleh 11 ekor positif terinfeksiSarcoptes scabiei var caprae. Adapun dusun asalkambing tersebut yaitu, Rembitan I (2 ekor)

Rembitan III (2 ekor), Lentak I (2 ekor) SelamangTimuq (1 ekor), Selamang Bat (2 ekor), Selak (2ekor) dan Kukun (1 ekor). Sehingga secarakeseluruhan prevalensi scabies di Desa Rembitansebesar 20%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkanhasil penelitian Budiantono (2004) yangmelaporkan prevalensi scabies di Lombok Timurlebih dari 11 %. Penelitian lainnya oleh Nuru andMhatebu (2017) juga menemukan infestasi Scabiesscabiei sebesar 4,28% pada kambing di Ethiofia.Penelitian oleh Tadesse et al (2011) jugamenemukan prevalensi yang lebih rendah daripenelitian ini yaitu sebesar 14,28% pada kambing.Hasil penelitian yang berbeda dilaporkan oleh Azizet al (2013) yang melaporkan prevalensi S.scabieivar. caprae sebesar 28%. Menurut Budianto (2004)dan Nuru and Mhatebu (2017) penyakit ini sangatmerugikan peternak. Kerugian tersebut diakibatkanoleh menurunnya produktivitas ternak, kurus,lemah, penampilan morfologi yang kusam danberdampak pada rendahnya harga jual.

Gejala klinis yang ditemukan terlihat padakambing terinfeksi adalah alopesia, pruritus,hyperkeratosis dan penebalan pada kulit. Gejalatersebut juga pernah ditemukan oleh Bravo et al(2016) pada berbagai jenis ruminansia yang pernahditeliti di Sierra Nevada. Hasil penelitiannyamenunjukkan dampak infestasi scabies tidak hanyamenyebabkan penebalan pada kulit akan tetapipengelupasan kulit pada kasus yang parah. MenurutIqbal et al (2015) gejala klinis yang penting adalahalopesia, pruritus dan lesi pada peri orbital.

Ditinjau dari metode pemeliharaan, masing-masing dusun di atas masih menggunakan polapemeliharaan tradisional, dalam satu kandangminimal terisi 5 ekor kambing. Sanitasi kandangjuga terlihat buruk dan lantai kandang yang lembabmemungkinkan tungau berkembang biak denganbaik. Hal tersebut sesuai dengan yang dilaporkanoleh Murthy et al. (2013) infestasi tungau seringterjadi pada negara dengan tingkat kelembabanyang tinggi.

Faktor lain yang mendukung penularanscabies di desa ini adalah kambing yang terkenascabies tidak dipisahkan dengan kambing yangsehatfaktor utama penularan scabies adalah kontaklangsung, ketika kambing berdesakan di dalamkandang. Karena pada saat tersebut kontak antarakambing jantan dan betina terjadi sangat inten.Apabila salah satu kambing tersebut mengalamiscabies, agen penyakit akan sangat mudahberpindah antar hospes definitif.

b. Faktor Predisposisi Terjadinya Scabiespada Kambing di Desa RembitanTimbulnya scabies pada kambing di desa

Rembitan di duga disebabkan oleh beberapa faktor

Page 4: 46 - untb.ac.iduntb.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/11_PREVALENSI-SCABIES-PADA...penambahan KOH 10% pada sampel hasil kerokan kulit (skin-scraping), kemudian diamati di bawah mikroskop

ISSNNo.2355-9292 JurnalSangkareangMataram|49

http://www.untb.ac.id/September-2018/ Volume 4, No. 3, September 2018

diantaranya manajemen pemeliharaan, sanitasikandang dan rendahnya pengetahuan peternaktentang scabies. Di tinjau dari manajemenpemeliharaan, peternak di desa Rembitancenderung memelihara kambing dengan jumlahkoloni yang banyak sekitar 8 ekor dalam satukandang yang sempit.Menurut Nowha (2011) salahsatu faktor pendukung penularan scabies antarkambing adalah kontak langsung ketika kambingberdesakan.

Keadaan tersebut di perburuk dengan sanitasikandang dan lingkungan sekitar kandang yangkurang baik, hal tersebut teramati dari bagianbawah kandang yang kotor, sisa pakan dibiarkanmenumpuk dan kotoran jarang dibersihkan,sehingga agen penyakit seperti Sarcoptes scabieivar capraemudah berkembang biak.Scabiesakanlebih dominan muncul pada peternakan dengansanitasi yang buruk (Nowha, 2011).

Selain itu tingkat pengetahuan peternak akanscabies masih rendah, hal tersebut mengakibatkanpeternak kambing di desa Rembitan seringmenempatkan kambing yang terkena scabiesdengan kambing yang sehat dalam satu kandang.Ketika kambing terkena scabies peternakcenderung membiarkan ternaknya dan tidak diobati. Menurut peternak kambing di daerahtersebut, scabies atau koreng dapat sembuh tanpapengobatan.Ketika dilakukan anamnesa informasiyang di dapat oleh peneliti menunjukkan bahwapelaporan kasus scabies kepada petugas Puskeswanatau Unit Pelaksana Teknis Kecamatan jarangdilakukan. Sehingga kasus tersebut jarangterdeteksi oleh petugas yang membidangi. Haltersebut berdampak terhadap kasus scabies di desaRembitan masih bisa ditemukan karenakurangnyainformasi dari peternak di daerah tersebut.

PENUTUP

Prevalensi Scabies scabiei var.caprae di DesaRembitan pada penelitian ini sebesar 20%. Faktorpredisposisi yang berpengaruh terhadap tingkatprevalensi tersebut adalah buruknya sanitasikandang, manajemen pemeliharaan yang masihtradisional dan rendahnya pengetahuan tentangpenyakit Scabies.

Penelitian lebih lanjut mengenai pengaruhumur, jenis kelamin dan berbagai faktor lingkunganyang berpengaruh pada prevalensi sangat perludilakukan untuk menetapkan langkah terbaikmenekan prevalensi Scabies di Desa Rembitan.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Fariha, Z. Tasawar and M. H. Lashari.Prevalence of Sarcoptes scabiei

var.caprae in Goats of Dera Ghazi Khan,Punjab, Pakistan. International Journal ofCurrent Engineering and Technology,Vol.3, No.4.

Bandoro dan Z Kodrat.2006. Studi Kasus SkabiesKambing di Desa Sukamaju KecamatanCiampea Kabupaten Bogor [Skripsi]Fakultas Kedokteran Hewan InstitutPertanian Bogor.

Bravo. A.R, Granados. J.E, Serrano. E, Dellamaria.D, Casis. R, Rossi. L, Puigdemont. A,Javier. F, Manuel. C, Fandos. F, Perez.J.M, Espinosa. J, Soriguer. R.C, Cittero.C, and Olvera. J.R.L. 2016. Evaluation ofthree enzyme-linked immunosorbentassays for sarcoptic mange diagnosis andassessment in the Iberian ibex, Caprapyrenaica. Departament de Medicina iCirurgia Animal, Universitat Autònomade Barcelona, Bellaterra, Barcelona,Spain. Parasite & Vector. 9 : 558

Budiantono. 2004. Kerugian Ekonomi AkibatScabies Dan Kesulitan DalamPemberantasannya. Balai Penyidikan danPengujian Veteriner. Denpasar,Indonesia. Prosiding Seminar Parasitologidan Toksikologi Veteriner. 6 : 466.

Kaufmann. J. 1996. Parasitic Infection of DomesticAnimals : a diagnostic manual.Birkhauser : Basel, Boston, Berlin.Germany. pp : 13.

Nuru, H.B and W.T. Mhatebu (2017). PrevalenceOf Mange Mites On Small Ruminants InHaramaya Wereda (District), EastHararge Zone, Ethiofia. InternationalJournal of Research-Granthaalayah.Vol.5. Issue (4).pp:191-201.

OIE. 2013. Mange. OIE Terrestrial Manual 2016.Chapter 2.9.8.

Tadesse, Abebayehu, E. Fentaw, B. Mekbib, R.Abebe, S. Mekuria and E. Zewdu. (2011).Study on the prevalence of ectoparasiteinfestation of ruminanats in and aroundKombolcha and damage to fresh goatpelts and wet blue (pickled) skin atKombolch Tannary, NorthesternEthiopia. Ethiop. Vet. J., 2011, 15(2), 87-101.

Wall. R and Shearer. D. 2001. VeterinaryEctoparasite : Biology, Pathology andControl. Blackwell Science Ltd. 2ndEdition. Oxford. London. pp : 23 – 32.

Wosu, M.I and Onyeabor, A.I. 2015. Use ofIvermectin in the Therapy of Sarcoptic

Page 5: 46 - untb.ac.iduntb.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/11_PREVALENSI-SCABIES-PADA...penambahan KOH 10% pada sampel hasil kerokan kulit (skin-scraping), kemudian diamati di bawah mikroskop

50|Jurnal Sangkareang Mataram ISSNNo.2355-929

Volume 4, No. 3, September 2018 http://www.untb.ac.id/September-2018/

Mange in West African Dwarf Goat: ACase Report. Department of VeterinaryMicrobiology and Parasitology. Collegeof Veterinary Medicine. Micheal OkparaUniversity of Agriculture. Umudike. JVet Adv. 5 ( 6 ) : 1014 – 1016