4. pengolahan dan analisis data 4.1. profil rumah sakit...
TRANSCRIPT
32 Universitas Kristen Petra
4. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Profil Rumah Sakit (RS) Bhayangkara
4.1.1. Sejarah Singkat RS Bhayangkara
Bersamaan dengan pindahnya Markas Komando Daerah Militer
(Makodam) X Jawa Timur ke lokasi baru di Jln. Achmad Yani Wonocolo
Surabaya, dibangun pula gedung Dinas Kesehatan Komando Daerah Militer
(Kodam) X Jawa Timur bersama dengan Rumah Sakit yang diresmikan
penggunaannya pada tanggal 27 Oktober 1988. Rumah sakit ini memiliki fasilitas
yang sederhana yaitu Poliklinik Umum, Poliklinik Gigi, Poliklinik Spesialis Jiwa,
Poliklinik Jantung, Ruang Rawat Inap dengan 48 buah tempat tidur, Laboratorium
sederhana, alat radiologi sederhana dan dokter jaga 24 jam.
Selanjutnya pada tanggal 30 Oktober 2001 dengan Surat Keputusan
Kapolri No. Pol: Skep/1549/X/2001 nama Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya
Polda Jatim diubah menjadi Rumah Sakit Bhayangkara H. S. Samsoeri Mertojoso.
4.1.2. Visi dan Misi RS Bhayangkara
Adapun visi dari RS Bhayangkara adalah tercapainya pelayanan kesehatan
prima bagi Polri dan keluarga, masyarakat umum, serta terselenggaranya
dukungan kesehatan terhadap operasional Polri menuju profesionalisme 2010.
Sedangkan misi RS Bhayangkara antara lain:
1. Melaksanakan dukungan kesehatan terhadap operasional Polri sesuai
kemampuan seoptimal mungkin dengan bekerja sama lintas instansi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Kesehatan, Lembaga
Sosial Masyarakat (LSM), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS
HAM), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo.
2. Menyediakan fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia sehingga dapat
berperan sebagai pusat pelayanan penanganan kasus trauma (traumatic center)
wilayah Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan
Tengah, dan Rumah Sakit Bali.
Universitas Kristen Petra
33
3. Meningkatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan sehingga mampu bertindak
sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Polri wilayah
Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan
Rumah Sakit Bali.
4. Bertindak sebagai pusat pelatihan, pendidikan, penelitian, pengembangan
sumber daya manusia kesehatan Polri yang bekerja sama dengan pihak
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, dan Akademi Perawatan Universitas Bhayangkara.
5. Menjadikan Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur yang terakreditasi
secara nasional.
4.1.3. Struktur Organisasi RS Bhayangkara
Struktur organisasi yang terdapat di RS Bhayangkara merupakan stuktur
organisasi yang berbentuk hierarki. Struktur organisasi ini menggambarkan
adanya saluran perintah dari Kepala Rumah Sakit sebagai pimpinan tertinggi,
yang akan diteruskan pada bawahan-bawahannya sampai dengan tingkat yang
terendah. Kemudian bawahan tersebut akan bertanggung jawab secara langsung
kepada pimpinan yang berada di atasnya secara vertikal. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Universitas Kristen Petra
34
Gambar 4.1. Struktur Organisasi RS Bhayangkara
Berikut ini merupakan penjelasan dari struktur organisasi yang terdapat di
RS Bhayangkara, yaitu:
1. Kepala Rumah Sakit
Kepala Rumah Sakit bertugas untuk mengepalai seluruh kepala bagian dari
rumah sakit dan bertanggung jawab terhadap rumah sakit.
2. Bendahara Satuan
Bendahara Satuan memiliki tugas sebagai berikut:
a) Menerima, menyimpan, dan mengeluarkan uang untuk dipertanggung
jawabkan rumah sakit berdasarkan prosedur dengan peraturan yang
Pasien masuk Pasien keluar
Mencari tempat
Masuk tempat parkir
Kasir 2
Dilayani dokter
Dilayani perawatTunggu giliran
Poliklinik
Kasir 1
Loket pembayaran
Informasi
Diberi resep obat
Apotik
Apotik a
m
n
k
j
i
hg
f
e
d
c
b
Universitas Kristen Petra
35
berlaku atas perintah Kepala Rumah Sakit termasuk penyetoran dana baik
itu dana APBN maupun non APBN serta tunjangan–tunjangan lainnya.
b) Mengadakan pemeriksaan terhadap bukti–bukti serta kelengkapan
dokumen atas tagihan–tagihan dari pihak lain untuk di proses lebih lanjut
berdasarkan peraturan dinas yang berlaku.
c) Mengadakan pemeriksaan terhadap bukti–bukti dan pemantauan atas
pengurusan keuangan yang dilaksanakan.
d) Mengumpulkan data staf dan karyawan rumah sakit dalam rangka
pembayaran hak–hak anggota karyawan serta tunjangan–tunjangan
lainnya.
3. Kepala Satuan Pengawas Intern
Kepala Satuan Pengawas Intern bertugas untuk membantu Kepala Rumah
Sakit dalam melaksanakan pengawasan dan mengevaluasi pelaksanaan semua
aturan–aturan atau standart operational process (SOP) yang berlaku di rumah
sakit, terhadap pengelolaan sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber
keuangan, dan sportive mental.
4. Sekretaris Rumah Sakit
Sekretaris Rumah Sakit memiliki tugas sebagai berikut:
a) Mengajukan usul dan saran kepada rumah sakit khususnya mengenai hal–
hal yang berhubungan dengan bidang tugasnya.
b) Mengkoordinasikan serta mengendalikan semua kegiatan staf dan
administrasi di dalam lingkungan rumah sakit.
c) Melaksanakan tugas khusus yang dibebankan Kepala Rumah Sakit.
d) Mewakili Kepala Rumah Sakit bila berhalangan dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya sesuai dengan perintah Kepala Rumah Sakit.
5. Perwira Urusan Perencanaan
Perwira Urusan Perencanaan memiliki tugas sebagai berikut:
a) Membuat laporan hasil atau data yang sudah diolah kepada Sekretaris
Rumah Sakit untuk kemudian dipertanggung jawabkan kepada Kepala
Rumah Sakit serta membuat tembusan ke Satuan Pengawas Intern.
Universitas Kristen Petra
36
b) Mengevaluasi hasil evaluasi ke masing–masing Kepala Bagian dan untuk
Kepala Instalasi dapat digunakan sebagai feed back bagi pembuatan
program yang akan datang.
c) Mengadakan koordinasi dengan para Kepala Bagian dan Kepala Instalasi
dalam rangka pembuatan program kerja.
d) Menyiapkan rencana atau program kerja termasuk nama anggota guna
peningkatan pelayanan rumah sakit yang meliputi sumber daya manusia,
sumber daya fisik bangunan, dan sistem sentral.
6. Perwira Urusan Administrasi
Perwira Urusan Administrasi memiliki tugas sebagai berikut:
a) Berkoordinasi dengan Kepala Bagian dan untuk Kepala Instalasi dalam hal
administrasi staf dan karyawan.
b) Bertanggung jawab kepada Kepala Rumah Sakit yang dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari berada di bawah tanggung jawab Sekretaris Rumah Sakit.
7. Perwira Urusan Material Kesehatan
Perwira Urusan Material Kesehatan langsung berkoordinasi dengan para
Kepala Bagian untuk melakukan pengadaan, pendistribusian, pemakaian, dan
harga alat kesehatan serta penyelenggaraannya.
8. Perwira Urusan Perawatan Satuan
Perwira Urusan Perawatan Satuan bertugas untuk melakukan perawatan
terhadap alat-alat kesehatan. Dalam melakukan tugasnya, bagian ini bekerja
sama dengan bagian Perwira Urusan Material Kesehatan.
9. Kepala Bagian Humas, Pemasaran, Pendidikan, dan Penelitian Kesehatan
Bagian ini bertugas untuk melakukan koordinasi dengan Kepala Instalasi
lainnya dalam memberikan ide-ide atau gagasan tentang pemasaran, promosi,
dan lain-lain kepada Kepala Rumah Sakit.
10. Kepala Bagian Kedokteran Kepolisian Penunjang Medis
Kepala Bagian Kedokteran Kepolisian Penunjang Medis memiliki tugas
sebagai berikut:
a) Mengkoordinasikan semua kebutuhan pelayanan penunjang medis dan
umum.
Universitas Kristen Petra
37
b) Melakukan pemantauan terhadap penggunaan fasilitas dan kegiatan
kedokteran kepolisian dan penunjang medis.
c) Memberikan pertimbangan berupa usul dan saran kepada Kepala Rumah
Sakit khususnya yang berhubungan dengan tugasnya.
d) Menyusun program kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan kedokteran
kepolisian dan penunjang medis.
e) Merencanakan peningkatan kemampuan karyawan di bidang tugasnya
masing-masing.
11. Kepala Bagian Pelayanan Medis dan Perawatan
Kepala Bagian Pelayanan Medis dan Perawatan memiliki tugas sebagai
berikut:
a) Mengkoordinasikan semua kebutuhan pelayanan medis dan perawat.
b) Melakukan pendataan dan pengawasan terhadap bagian–bagian yang
berkaitan dengan pelayanan medis dan perawatan.
c) Mengajukan pertimbangan berupa usul dan saran kepada Kepala Rumah
Sakit mengenai hal–hal yang berkaitan dengan bidang pelayanan medis
dan perawatan.
d) Melaksanakan peningkatan kemampuan karyawan di bidang tugasnya
masing-masing.
12. Kepala Instalasi Non Perawatan
Kepala Intalasi Non Perawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a) Bertanggung jawab atas semua kegiatan kedokteran forensik, baik itu
kegiatan forensik maupun tugas administrasi di bidang forensik.
b) Melakukan pemeliharaan terhadap barang–barang inventaris di bidangnya
masing-masing.
13. Kepala Komite Medik
Kepala Komite Medik memiliki tugas sebagai berikut:
a) Mengkoordinir kegiatan pelayanan medis yang dilakukan oleh
anggotanya.
b) Melakukan koordinasi kegiatan pelayanan antar unit kerja atau disiplin
ilmu kedokteran di RS Bhayangkara.
Universitas Kristen Petra
38
c) Memimpin rapat atau pertemuan–pertemuan rutin rapat atau pertemuan
luar biasa specialist medical facility (SMF).
d) Mengikuti secara aktif kegiatan dan rapat koordinasi yang diselenggarakan
oleh Ketua Komite Medis dan rumah sakit.
e) Melaksanakan tugas–tugas sebagai anggota specialist medical facility
(SMF).
f) Mengajukan usul dan saran yang berhubungan dengan kegiatan specialist
medical facility (SMF) kepada Ketua Komite Medis.
g) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Ketua Komite Medis.
h) Mempertanggung jawabkan hasil kerjanya secara taktis dan operasional
kepada Kepala Rumah Sakit melalui Kepala Instalasi.
14. Kepala Instalasi Perawatan
Kepala Instalasi Perawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a) Bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan pelaksanaan pelayanan
kesehatan dan administrasi di instalasi rawat inap.
b) Menyusun program kerja, melakukan pengawasan, evaluasi serta
pengembangan pelayanan kesehatan di bidang medis dan keperawatan
dalam rangka meningkatkan mutu rumah sakit.
c) Merencanakan dan melakukan pembinaan serta pengembangan karir
sumber daya.
d) Merencanakan kebutuhan sumber daya.
e) Bekerjasama dan berkoordinasi dengan instalasi terkait untuk kelancaran
pelaksanaan tugasnya.
4.1.4. Fasilitas dan Pelayanan di RS Bhayangkara
Fasilitas-fasilitas yang terdapat di RS Bhayangkara antara lain:
1. Unit Rawat Jalan yang terdiri dari:
a) Poliklinik Jantung
b) Poliklinik Kebidanan
c) Poliklinik Syaraf
d) Poliklinik Anak
e) Poliklinik Psikiatri/Jiwa
Universitas Kristen Petra
39
f) Poliklinik Penyakit Dalam
g) Poliklinik Mata
h) Poliklinik Umum
i) Poliklinik Bedah Umum
j) Poliklinik Bedah Ortopaedi
k) Poliklinik Bedah Urologi
l) Poliklinik Bedah Syaraf
m) Poliklinik Gigi
n) Poliklinik THT
o) Poliklinik Paru
p) Poliklinik Akupuntur
q) Poliklinik Kulit dan Kelamin
r) Fisioterapi
2. Unit Gawat Darurat (UGD) merupakan unit pelayanan 24 jam yang dilengkapi
dengan apotik, laboratorium, radiologi, ambulance, dan ruang operasi.
3. Unit Rawat Inap yang terdiri dari:
a) Kelas VVIP dan VIP (Ruang Anggrek)
b) Kelas 1 (Ruang Teratai)
c) Kelas 2 (ruang Flamboyan)
d) Kelas 3 (Ruang Edelweis dan Cempaka)
e) Ruang Anak
f) Ruang Bersalin
g) Ruang Tahanan
4.1.5. Service Cycle di RS Bhayangkara
Service cycle yang terjadi di RS Bhayangkara secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Service cycle untuk perawatan rawat inap
b) Service cycle untuk perawatan rawat jalan
Berikut ini merupakan penjelasan service cycle untuk perawatan rawat
inap dan rawat jalan.
Universitas Kristen Petra
40
a) Service cycle untuk rawat inap
Gambar 4.2. Service cycle rawat inap di RS Bhayangkara
Service cyle yang terjadi pada rawat inap dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
• Pasien Baru
Service cycle di RS Bhayangkara dimulai pada saat pasien masuk
ke lingkungan rumah sakit. Pasien yang datang ke rumah sakit dengan
kendaraan akan menuju ke tempat parkir untuk memarkirkan
kendaraannya dan menuju ke bagian Informasi sedangkan pasien yang
datang ke rumah sakit dengan berjalan kaki akan langsung menuju ke
bagian Informasi (lihat bagian a, dan b). Di bagian Informasi, untuk pasien
yang baru pertama kali datang akan mengisi formulir untuk membuat kartu
berobat yang digunakan untuk keperluan berobat di RS Bhayangkara (lihat
bagian c). Setelah itu, akan menuju ke bagian Loket pembayaran untuk
membayar biaya pembuatan kartu berobat tersebut (lihat bagian d).
Pasien masuk Pasien keluar
Mencari tempat
Masuk ke tempat parkir
Cari tempat tidur
Diberi obat
Dilayani dokter
Dilayani perawat
Dilayani karyawan
Masuk kamar
Registrasi
Kasir 2
Dilayani dokter
Dilayani perawat
Tunggu giliran
Poliklinik
Kasir 1
Loket pembayaran
Informasi
Diberi resep obat
Mendapat makanan
Pemeriksan rutin perawat
Kunjungan dokter
Dilayani karyawan
Kasir 2
Pengisian dataa
bx
w
v
u
t
s
r
q
p
o
n
ml
k
j
i
h
g
f
e
d
c
Universitas Kristen Petra
41
Lalu pasien akan menuju ke bagian Kasir 1 untuk membeli karcis
sebagai tanda masuk poliklinik yang dituju (lihat bagian e). Setelah
memperoleh karcis barulah pasien dapat masuk ke poliklinik (lihat bagian
f dan g). Di dalam Poliklinik, pasien akan dilayani oleh seorang perawat
dan dokter. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan pada pasien.
Dari pemeriksaan ini, selanjutnya akan dketahui apakah pasien
memerlukan perawatan rawat inap atau cukup dengan melakukan
perawatan rawat jalan saja (lihat bagian h, i, dan j).
Jika pasien diharuskan untuk mendapatkan perawatan rawat inap,
maka akan menuju ke bagian Kasir 2 untuk mengurus biaya registrasi
menginap di rumah sakit (lihat bagian k, l, dan m). Setelah itu, pasien
dapat menuju ke kamar rawat inap yang telah disediakan (lihat bagian n
dan o). Selama pasien berada dalam kamar rawat inap akan mendapat
pemeriksaan rutin dari perawat yang berguna untuk memantau
perkembangan kesehatan pasien dan melaporkannya kepada dokter jika
terjadi gangguan kesehatan. Selain itu, akan mendapat kunjungan dari
dokter yang berguna untuk memantau perkembangan kesehatan pasien dan
melakukan konsultasi dengan pasien/keluarganya sehingga dokter dapat
mengetahui perkembangan pasien dengan lebih baik (lihat bagian p, q, r, s,
t, dan u).
Setelah sembuh, maka pasien/keluarganya akan menuju ke bagian
Kasir 2 untuk mengurus biaya administrasi yang berhubungan dengan
biaya selama menginap, mengisi data, dan lain-lain (lihat bagian v, w, dan
x). Selanjutnya setelah itu, pasien dapat keluar dari rumah sakit.
Atau secara singkat service cycle yang terjadi dapat ditulis seperti:
a-b-c-d-e-f-g-h-i-j-k-l-m-n-o-p-q-r-s-t-u-v-w-x.
• Pasien Lama
Pasien yang datang ke rumah sakit dengan kendaraan akan menuju
ke tempat parkir untuk memarkirkan kendaraannya sedangkan pasien yang
datang ke rumah sakit dengan berjalan kaki akan langsung menuju ke
bagian Kasir 1 (lihat bagian a, dan b).
Universitas Kristen Petra
42
Di bagian Kasir 1, pasien akan membeli karcis sebagai tanda
masuk poliklinik yang dituju (lihat bagian e). Setelah memperoleh karcis
barulah pasien dapat masuk ke poliklinik (lihat bagian f dan g). Di dalam
Poliklinik, pasien akan dilayani oleh seorang perawat dan dokter.
Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan pada pasien. Dari
pemeriksaan ini, selanjutnya akan dketahui apakah pasien memerlukan
perawatan rawat inap atau cukup dengan melakukan perawatan rawat jalan
saja (lihat bagian h, i, dan j).
Jika pasien diharuskan untuk mendapatkan perawatan rawat inap,
maka akan menuju ke bagian Kasir 2 untuk mengurus biaya registrasi
menginap di rumah sakit (lihat bagian k, l, dan m). Setelah itu, pasien
dapat menuju ke kamar rawat inap yang telah disediakan (lihat bagian n
dan o). Selama pasien berada dalam kamar rawat inap akan mendapat
pemeriksaan rutin dari perawat yang berguna untuk memantau
perkembangan kesehatan pasien dan melaporkannya kepada dokter jika
terjadi gangguan kesehatan. Selain itu, akan mendapat kunjungan dari
dokter yang berguna untuk memantau perkembangan kesehatan pasien dan
melakukan konsultasi dengan pasien/keluarganya sehingga dokter dapat
mengetahui perkembangan pasien dengan lebih baik (lihat bagian p, q, r, s,
t, dan u).
Setelah sembuh, maka pasien/keluarganya akan menuju ke bagian
Kasir 2 untuk mengurus biaya administrasi yang berhubungan dengan
biaya selama menginap, mengisi data, dan lain-lain (lihat bagian v, w, dan
x). Selanjutnya setelah itu, pasien dapat keluar dari rumah sakit.
Atau secara singkat service cycle yang terjadi dapat ditulis seperti:
a-b-e-f-g-h-i-j-k-l-m-n-o-p-q-r-s-t-u-v-w-x.
Universitas Kristen Petra
43
b) Service cycle untuk rawat jalan
Gambar 4.3. Service cycle rawat jalan di RS Bhayangkara
Service cyle yang terjadi pada rawat jalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
• Pasien Baru
Service cycle di RS Bhayangkara dimulai pada saat pasien masuk
ke lingkungan rumah sakit. Pasien yang datang ke rumah sakit dengan
kendaraan akan menuju ke tempat parkir untuk memarkirkan
kendaraannya dan akan menuju ke bagian Informasi sedangkan pasien
yang datang ke rumah sakit dengan berjalan kaki akan langsung menuju ke
bagian Informasi (lihat bagian a, dan b). Di bagian Informasi, untuk pasien
yang baru pertama kali datang akan mengisi formulir untuk membuat kartu
berobat yang digunakan untuk keperluan berobat di RS Bhayangkara
selanjutnya (lihat bagian c). Setelah itu, akan menuju ke bagian Loket
pembayaran untuk membayar biaya pembuatan kartu berobat tersebut
(lihat bagian d).
Lalu pasien akan menuju ke bagian Kasir 1 untuk membeli karcis
sebagai tanda masuk poliklinik yang dituju (lihat bagian e). Setelah
Pasien masuk Pasien keluar
Mencari tempat
Masuk tempat parkir
Kasir 2
Dilayani dokter
Dilayani perawatTunggu giliran
Poliklinik
Kasir 1
Loket pembayaran
Informasi
Diberi resep obat
Apotik
Apotik a
m
n
k
j
i
hg
f
e
d
c
b
Universitas Kristen Petra
44
memperoleh karcis barulah pasien dapat masuk ke poliklinik (lihat bagian
f dan g). Di dalam Poliklinik, pasien akan dilayani oleh seorang perawat
dan dokter. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan pada pasien.
Dari pemeriksaan ini, selanjutnya akan dketahui apakah pasien
memerlukan perawatan rawat inap atau cukup dengan melakukan
perawatan rawat jalan saja (lihat bagian h, i, dan j). Jika pasien hanya perlu
mendapatkan perawatan rawat jalan saja, maka akan menuju ke bagian
Apotik untuk memberikan resep obat yang telah diberikan tadi (lihat
bagian k).
Setelah itu, pasien akan menuju ke Kasir 2 untuk membayar harga
obat tersebut (lihat bagian l). Setelah membayar obat, maka pasien akan
kembali menuju ke Apotik untuk mengambil obat yang telah dipersiapkan
oleh petugas apotik (lihat bagian m). Selanjutnya setelah itu, pasien dapat
keluar dari rumah sakit.
Atau secara singkat service cycle yang terjadi dapat ditulis seperti:
a-b-c-d-e-f-g-h-i-j-k-l-m.
• Pasien Lama
Pasien yang datang ke rumah sakit dengan kendaraan akan menuju
ke tempat parkir untuk memarkirkan kendaraannya sedangkan pasien yang
datang ke rumah sakit dengan berjalan kaki akan langsung menuju ke
bagian Kasir 1 (lihat bagian a, dan b).
Di bagian Kasir 1, pasien akan membeli karcis sebagai tanda
masuk poliklinik yang dituju (lihat bagian e). Setelah memperoleh karcis
barulah pasien dapat masuk ke poliklinik (lihat bagian f dan g). Di dalam
Poliklinik, pasien akan dilayani oleh seorang perawat dan dokter.
Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan pada pasien. Dari
pemeriksaan ini, selanjutnya akan dketahui apakah pasien memerlukan
perawatan rawat inap atau cukup dengan melakukan perawatan rawat jalan
saja (lihat bagian h, i, dan j).
Jika pasien hanya perlu mendapatkan perawatan rawat jalan saja,
maka akan menuju ke bagian Apotik untuk memberikan resep obat yang
telah diberikan tadi (lihat bagian k). Setelah itu, pasien akan menuju ke
Universitas Kristen Petra
45
Kasir 2 untuk membayar harga obat tersebut (lihat bagian l). Setelah
membayar obat, maka pasien akan kembali menuju ke Apotik untuk
mengambil obat yang telah dipersiapkan oleh petugas apotik (lihat bagian
m). Selanjutnya setelah itu, pasien dapat keluar dari rumah sakit.
Atau secara singkat service cycle yang terjadi dapat ditulis seperti:
a-b-e-f-g-h-i-j-k-l-m.
4.2. Pengolahan dan Analisis Data Servqual
Pengolahan data servqual akan dimulai dengan melakukan pengolahan
data pada gap 5 yang berfungsi sebagai indikator adanya masalah yaitu apakah
terjadi perbedaan antara harapan dan persepsi pasien. Dari data ini akan dilakukan
uji statistik untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara persepsi dan harapan
pasien atau tidak. Jika dari hasil uji statistik tersebut terdapat perbedaan maka
akan dilakukan analisis dengan metode servqual. Disamping itu, akan dilakukan
pengolahan data pada gap 1-4 dan menggunakan analisis dengan metode
servqual. Hal ini diperlukan sehingga dapat diketahui gap mana saja yang sudah
cukup baik dan gap mana yang mengalami penurunan sehingga dapat segera
dicari upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas layanan. Sebaliknya jika tidak
ada perbedaan maka penelitian servqual di RS Bhayangkara tidak perlu dilakukan
karena kualitas layanan yang ada sudah memenuhi harapan pasien. Pengolahan
data akan menggunakan data kuesioner yang telah dibuat dan dibagikan kepada
para responden sebelumnya.
4.2.1. Pengolahan dan Analisis Data Gap 5
Data yang diperlukan di gap 5, didapatkan dari kuesioner persepsi dan
harapan pasien. Kemudian data ini akan diolah dengan menggunakan uji
Wilcoxon untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara harapan dan persepsi
pasien pada masing-masing dimensi servqual. Setelah diketahui apakah ada
perbedaan antara persepsi dan harapan pasien maka akan dilakukan perhitungan
gap di masing-masing dimensi servqual untuk mengetahui seberapa besar nilai
beda tersebut. Detil pengujian Wilcoxon pada gap 5 untuk tiap dimensi, tiap
pernyataan, dan keseluruhan pernyataan dapat dilihat pada Lampiran 7-9 serta
Universitas Kristen Petra
46
detil perhitungan gap untuk masing-masing dimensi servqual dapat dilihat pada
Lampiran 10. Berikut ini merupakan hasil uji Wilcoxon dan hasil perhitungan
gap.
Tabel 4.1. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Dimensi Gap 5 Dimensi P-value Hipotesis Keterangan
Tangible 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Reliability 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Responsiveness 0,0310 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Assurance 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Empathy 0,0840 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa dimensi tangible, reliability,
responsiveness, dan assurance memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α
(<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara
harapan pasien dan persepsi pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya.
Sedangkan untuk dimensi empathy yang memiliki nilai P-value lebih besar dari
nilai α (>0,05) berarti gagal tolak Ho, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan
antara harapan pasien dan persepsi pasien terhadap kualitas layanan yang
diterimanya.
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Gap 5
Dimensi Mean
(persepsi
pasien)
Mean
(harapan
pasien)
Unweighted Bobot Weighted
(Unweighted*Bobot*5)
Tangible 5,4808 5,8942 -0,4134 0,1529 -0,3160
Reliability 5,6875 6,1188 -0,4313 0,2868 -0,6185
Responsiveness 5,7938 5,9125 -0,1187 0,2367 -0,1405
Assurance 6,0000 6,1438 -0,1438 0,1796 -0,1291
Empathy 5,9875 6,0250 -0,0375 0,1440 -0,0270
Mean 5,7899 6,0188 -0,2289 -0,2462
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa terdapat nilai negatif pada semua
dimensi servqual baik pada kolom unweighted maupun weighted yang berarti
Universitas Kristen Petra
47
bahwa harapan pasien lebih tinggi daripada persepsi pasien terhadap kualitas
layanan yang diterimanya. Pada kolom unweighted maupun weighted dapat dilihat
bahwa nilai negatif tertinggi terdapat pada dimensi reliability yaitu sebesar
-0,4313 (unweighted) dan -0,6185 (weighted) yang menunjukkan bahwa harapan
pasien terhadap dimensi ini sangat tinggi karena dianggap paling penting
dibandingkan dengan dimensi servqual lainnnya. Sedangkan nilai negatif terendah
terdapat pada dimensi empathy dengan nilai sebesar -0,0375 (unweighted) dan
-0,0270 (weighted) yang menunjukkan bahwa harapan pasien terhadap dimensi ini
juga masih belum terpenuhi walaupun nilainya lebih rendah bila dibandingkan
dengan dimensi servqual lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada
perbedaan antara harapan dan persepsi pasien pada semua dimensi servqual.
Tabel 4.3. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Tangible Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
1 0,0350 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
2 0,0010 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
3 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
4 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
5 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
6 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
7 0,3170 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
8 0,0010 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
9 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
10 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
11 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
12 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
13 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya pada pernyataan 7 saja yang
memiliki nilai P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal
tolak Ho, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi dan harapan
pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya pada dimensi tangible atau
sebagian besar pernyataan ini memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α
(<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya ada perbedaan yang signifikan antara
Universitas Kristen Petra
48
persepsi dan harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya pada
dimensi tangible.
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Tangible Pernyataan Mean (persepsi pasien) Mean (harapan pasien) Unweighted
1 5.8875 5.9750 -0.0875
2 5.8625 6.0250 -0.1625
3 5.7125 6.0375 -0.3250
4 5.7500 6.0750 -0.3250
5 5.3875 5.8000 -0.4125
6 5.6250 5.9500 -0.3250
8 6.0000 5.8000 0.2000
9 5.5500 5.9750 -0.4250
10 5.5750 5.9875 -0.4125
11 4.6375 5.6750 -1.0375
12 4.6000 5.6875 -1.0875
13 4.6625 5.6875 -1.0250
Dari tabel di atas dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi pasien
dan harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya di dimensi
tangible. Nilai beda negatif yang paling tinggi terdapat pada pernyataan 12 yaitu
kenyamanan pada ruangan rawat jalan dengan nilai sebesar -1,0875 sedangkan
nilai beda negatif terendah terdapat pada pernyataan 1 yaitu penampilan karyawan
yang rapi dan bersih dengan nilai sebesar -0,0875.
Perbedaan-perbedaan ini secara rinci dapat dilihat pada beberapa hal,
antara lain:
a) Penampilan karyawan yang rapi dan bersih (pernyataan 1)
Karyawan yang dimaksud disini adalah seluruh karyawan rumah sakit.
yang meliputi dokter, perawat, laboran, tenaga medis lainnya bahkan sampai
pada petugas non medis seperti cleaning service. Penampilan karyawan yang
rapi dan bersih sangat penting diperhatikan sebab penampilan yang rapi dan
bersih akan mencerminkan diri individu tersebut secara khusus dan
mencerminkan citra rumah sakit pada umumnya.
Universitas Kristen Petra
49
b) Penerangan yang cukup di ruang tunggu (pernyataan 2)
Penerangan pada ruang tunggu yang kurang sehingga kadang-kadang
pasien/keluarga pasien yang sedang menunggu tidak dapat melakukan
aktivitasnya dengan baik. Kurangnya penerangan pada ruang tunggu ini
disebabkan karena lampu yang menyala hanya sebagian.
c) Penerangan yang cukup di ruang periksa (pernyataan 3)
Penerangan pada ruang periksa yang kurang karena lampu yang menyala
hanya sebagian. Ada beberapa orang pasien yang mengeluhkan hal ini sebab
mereka merasa bahwa dalam melakukan pemeriksaan harus dilakukan dalam
ruangan yang cukup penerangannya sehingga dapat dilakukan pemeriksaan
dengan lebih jelas dan teliti.
d) Kebersihan di ruang tunggu (pernyataan 4)
Beberapa penyebab utama kurang bersihnya ruang tunggu di Poliklinik,
antara lain:
• Jangka waktu menunggu pemeriksaan dokter yang lama sehingga
pasien/keluarga pasien menghabiskan waktunya dengan merokok,
makan/minum, dan kemudian membuang bungkusannya dan abu/puntung
rokok di sembarang tempat atau selokan.
• Kurangnya frekuensi aktivitas pembersihan oleh petugas cleaning service
di ruang tunggu tersebut (dilakukan tiap 2 jam sekali oleh 2 orang petugas
cleaning service secara bergantian sesuai dengan jam pergantian shift
kerja).
• Kurangnya kesadaran dari pasien/keluarga pasien yang sedang menunggu
giliran pemeriksaan dokter untuk membuang sampah pada tempatnya.
e) Kebersihan di ruang periksa (pernyataan 5)
Beberapa penyebab utama kurang bersihnya ruang periksa di Poliklinik,
antara lain:
• Kurangnya frekuensi aktivitas pembersihan oleh petugas cleaning service
di ruang tunggu tersebut (dilakukan tiap 2 jam sekali oleh 2 orang petugas
cleaning service secara bergantian sesuai dengan jam pergantian shift
kerja).
Universitas Kristen Petra
50
• Kurangnya kesadaran dari perawat yang bertugas untuk melakukan
aktivitas pembersihan karena merasa bahwa hal itu bukan tanggung
jawabnya melainkan tanggung jawab petugas cleaning service.
f) Kenyamanan pada ruang tunggu (pernyataan 6)
Beberapa penyebab utama kurangnya kenyamanan pada ruang tunggu
Poliklinik, antara lain:
• Adanya sampah yang dibuang di sembarangan tempat atau selokan yang
disebabkan oleh pasien/keluarga pasien yang sedang menunggu giliran
pemeriksaan. Sampah-sampah tersebut biasanya berupa bungkusan
makanan, botol minuman, dan abu/puntung rokok.
• Kurangnya frekuensi aktivitas pembersihan oleh petugas cleaning service
di ruang tunggu tersebut (dilakukan tiap 2 jam sekali oleh 2 orang petugas
cleaning service secara bergantian sesuai dengan jam pergantian shift
kerja).
• Kurangnya kesadaran dari pasien/keluarga pasien yang sedang menunggu
giliran pemeriksaan dokter untuk membuang sampah pada tempatnya.
g) Kebersihan dan tata ruang ruangan rawat inap (pernyataan 9)
Kebersihan dan tata ruangan rawat inap kurang diperhatikan dokter dan
perawat karena mereka berpendapat bahwa hal ini tidak berpengaruh secara
langsung pada kesehatan pasien sehingga mereka tidak terlalu memperhatikan
hal tersebut. Kebersihan pada ruang rawat inap untuk tiap-tiap ruang berbeda.
Hal ini dapat dilihat pada ruang Edelweis yang hanya dibersihkan satu kali
sehari atau ruang Anak yang dibersihkan dua kali sehari. Perbedaan ini
disebabkan oleh kurangnya frekuensi aktivitas pembersihan oleh petugas
cleaning service (dilakukan dua kali sehari pada jam 08.00 dan 17.00 wib oleh
2 orang petugas cleaning service secara bergantian sesuai dengan jam
pergantian shift kerja). Hal inilah yang mengakibatkan pasien menjadi tidak
puas dan sering mengeluh.
h) Kenyamanan ruangan rawat inap (pernyataan 10)
Kurangnya kenyamanan pada ruangan rawat inap disebabkan karena
kebersihan ruang yang kurang diperhatikan sehingga pasien menjadi tidak
puas dan sering mengeluh.
Universitas Kristen Petra
51
i) Kebersihan dan tata ruang ruangan rawat jalan (pernyataan 11)
Kurangnya kebersihan di ruang rawat jalan disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu:
• Sampah yang dibuang di sembarangan tempat atau selokan yang
disebabkan oleh pasien/keluarga pasien yang sedang menunggu giliran
pemeriksaan. Sampah-sampah tersebut biasanya berupa bungkusan
makanan, botol minuman, dan abu/puntung rokok.
• Kurangnya frekuensi aktivitas pembersihan oleh petugas cleaning service
di ruang tunggu tersebut (dilakukan tiap 2 jam sekali oleh 2 orang petugas
cleaning service secara bergantian sesuai dengan jam pergantian shift
kerja).
• Kurangnya kesadaran dari pasien/keluarga pasien yang sedang menunggu
giliran pemeriksaan dokter untuk membuang sampah pada tempatnya.
j) Kenyamanan pada ruangan rawat jalan (pernyataan 12)
Kurangnya kenyamanan pada ruangan rawat jalan disebabkan karena
kebersihan ruang yang kurang diperhatikan sehingga pasien menjadi tidak
puas dan sering mengeluh.
k) Kebersihan kamar mandi dan WC (pernyataan 13)
Penyebab utama kondisi kamar mandi dan wc umum di Poliklinik yang
kurang bersih, adalah:
• Kurangnya frekuensi aktivitas pembersihan oleh petugas cleaning service
(dilakukan tiap 1 hari sekali oleh 2 orang petugas cleaning service secara
bergantian sesuai dengan jam pergantian shift kerja).
• Kurangnya kesadaran dari pasien/keluarga pasien untuk membuang
sampah pada tempatnya.
Universitas Kristen Petra
52
Tabel 4.5. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Reliability Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
14 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
15 0,0020 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
16 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
17 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
18 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
19 0,3940 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya pada pernyataan 19 saja yang
memiliki nilai P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal
tolak Ho, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi dan harapan
pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya pada dimensi reliability atau
dengan kata lain sebagian besar pernyataan ini memiliki nilai P-value yang lebih
kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya ada perbedaan yang
signifikan antara persepsi dan harapan pasien terhadap kualitas layanan yang
diterimanya pada dimensi reliability.
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Reliability Pernyataan Mean (persepsi pasien) Mean (harapan pasien) Unweighted
14 4.3875 5.6500 -1.2625
15 6.0375 6.2000 -0.1625
16 6.0375 6.3750 -0.3375
17 6.1125 6.5750 -0.4625
18 6.1125 6.5750 -0.4625
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi dan
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya pada dimensi
reliability. Nilai beda negatif yang paling tinggi terdapat pada pernyataan 14 yaitu
penampilan makanan (rasa, kualitas, dan menu) yang diterima dengan nilai
sebesar -1,2625 sedangkan nilai beda negatif terendah terdapat pada pernyataan
15 yaitu ketrampilan perawat dalam melakukan tindakan medis keperawatan
(menyuntik, pasang infus, dan lain-lain) dengan nilai sebesar -0,1625.
Universitas Kristen Petra
53
Perbedaan-perbedaan ini secara rinci dapat dilihat pada beberapa hal,
antara lain:
a) Penampilan makanan yang diterima (pernyataan 14)
Kadang-kadang penampilan makanan (rasa, kualitas, dan menu) yang
diterima tidak sesuai dengan kondisi tubuh pasien sehingga pasien tidak
menghabiskan makanannya dan akibatnya malah semakin memperburuk
kesehatannya. Ada beberapa perawat yang bersikap tidak perduli dengan hal
ini karena beranggapan bahwa hal ini bukan tanggung jawabnya melainkan
tanggung jawab dari ahli nutrisi yang ada di rumah sakit.
b) Ketrampilan perawat dalam melakukan tindakan medis keperawatan
(pernyataan 15)
Hal ini dapat dilihat di perawatan rawat inap, perawat membutuhkan
waktu yang lama untuk memasang infus, perawat melakukan kesalahan dalam
memasang botol infus sehingga harus diulang beberapa kali, dan perawat tidak
cepat tanggap terhadap keluhan-keluhan yang disampaikan pasien/keluarga
pasien.
c) Waktu kunjungan dokter yang teratur (pernyataan 16)
Pada perawatan rawat inap, waktu kunjungan dokter ke pasien tidak
menentu sehingga mengakibatkan pasien/keluarga pasien sulit berkomunikasi
dengan dokter karena mereka tidak mengetahui waktu kunjungan dokter yang
tepat. Ada beberapa dokter yang melakukan kunjungan satu kali sehari yakni
pada pukul 17.00 wib dan ada pula dokter yang melakukan kunjungan dokter
tiga hari sekali dan tidak menentu waktunya. Rata-rata kunjungan yang
dilakukan oleh dokter berlangsung singkat antara 5-10 menit. Padahal
pasien/keluarga pasien mengharapkan waktu kunjungan dokter yang lebih
lama agar dapat berdiskusi dengan baik dan jelas mengenai kondisi kesehatan
pasien.
d) Ketelitian dokter dalam memeriksa ((pernyataan 17)
Jumlah dokter yang terbatas di perawatan rawat inap mengakibatkan
penanganan yang terlambat pada pasien. Penanganan yang terlambat akan
berpengaruh pada ketelitian dokter dalam memeriksa pasien. Keterlambatan
ini biasanya terjadi saat pemindahan pasien dari ruang Unit Gawat Darurat
Universitas Kristen Petra
54
(UGD) ke ruang rawat inap. Dimana pasien akan diperiksa lagi oleh dokter
setelah 3 hari kemudian. Akibat dari keterlambatan penanganan ini, ketelitian
dokter dalam memeriksa pasien berkurang karena harus melakukan
pemeriksaan secara cepat.
e) Ketepatan waktu pemberian obat oleh perawat (pernyataan 18)
Pada perawatan rawat inap, ada beberapa perawat yang tidak melakukan
pengecekan dan pemeriksaan terhadap kondisi pasien jika tidak disuruh oleh
perawat yang lebih senior. Perawat-perawat tersebut menganggap remeh
tugasnya sehingga dilakukan dengan sikap malas-malasan.
Tabel 4.7. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Responsivenss Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
20 0,0010 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
21 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
22 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
23 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa semua pernyataan tersebut memiliki
nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya
ada perbedaan yang signifikan antara persepsi dan harapan pasien terhadap
kualitas layanan yang diterimanya pada dimensi responsiveness.
Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Responsivenss Pernyataan Mean (persepsi pasien) Mean (harapan pasien) Unweighted
20 5.3500 4.8750 0.4750
21 5.9250 6.1500 -0.2250
22 5.9000 6.2250 -0.3250
23 6.0000 6.4000 -0.4000
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi dan
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya pada dimensi
responsiveness. Nilai beda negatif yang paling tinggi terdapat pada pernyataan 23
yaitu kecepatan perawat dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya
dengan nilai sebesar -0,4000 sedangkan nilai beda negatif terendah terdapat pada
Universitas Kristen Petra
55
pernyataan 21 yaitu kecepatan penanganan perawat pada saat pasien
membutuhkan dengan nilai sebesar -0,1625.
Perbedaan-perbedaan ini secara rinci dapat dilihat pada beberapa hal,
antara lain:
a) Kecepatan penanganan perawat pada saat pasien membutuhkan
(pernyataan 21)
Pada perawatan rawat inap, perawat tidak cepat tanggap terhadap keluhan-
keluhan yang disampaikan oleh pasien/keluarga pasien. Hal ini dapat dilihat
pada saat pasien membutuhkan bantuan perawat untuk ke kamar mandi,
perawat yang bertugas tidak segera datang membantu pasien tetapi baru akan
datang sekitar 15 menit kemudian.
b) Kecepatan dokter dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya
(pernyataan 22)
Kurang cepatnya dokter dalam memberikan respon pada saat pasien
bertanya disebabkan karena ada beberapa dokter beranggapan bahwa tugas
memberikan penjelasan kondisi kesehatan pasien kepada pasien/keluarga
pasien adalah tugas dari perawat sehingga tidak terlalu perduli dengan hal
tersebut.
c) Kecepatan perawat dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya
(pernyataan 23)
Pada perawatan rawat inap, perawat tidak cepat tanggap terhadap keluhan-
keluhan yang disampaikan oleh pasien/keluarga pasien. Hal ini dapat dilihat
pada saat terjadi pemindahan pasien dari ruang Unit Gawat Darurat (UGD) ke
ruang rawat inap. Dimana pasien akan diperiksa lagi oleh dokter setelah 3 hari
kemudian. Selama kurun waktu tersebut pasien/keluarga pasien tidak
mendapat penjelasan yang berarti dari perawat yang bertugas.
Tabel 4.9. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Assurance Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
24 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
25 0,0460 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Universitas Kristen Petra
56
Tabel ini menunjukkan bahwa semua pernyataan tersebut memiliki nilai
P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya ada
perbedaan yang signifikan antara persepsi dan harapan pasien terhadap kualitas
layanan yang diterimanya pada dimensi assurance.
Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Assurance Pernyataan Mean (persepsi pasien) Mean (harapan pasien) Unweighted
24 6.0000 6.2375 -0.2375
25 6.0000 6.0500 -0.0500
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi dan
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya pada dimensi
assurance. Nilai beda negatif yang paling tinggi terdapat pada pernyataan 24 yaitu
kemampuan dokter di RS Bhayangkara dengan nilai sebesar -0,2375 sedangkan
nilai beda negatif terendah terdapat pada pernyataan 25 yaitu penyampaian
informasi yang jelas dari dokter tentang penyakit yang diderita pasien dengan
nilai sebesar -0,0500.
Perbedaan-perbedaan ini secara rinci dapat dilihat pada beberapa hal,
antara lain:
a) Kemampuan dokter di RS Bhayangkara (pernyataan 24)
Kemampuan dokter ahli di RS Bhayangkara yang masih kurang jumlahnya
terutama di bagian Poliklinik sehingga harus mengandalkan dokter tamu.
Pemeriksaan dokter di Poliklinik biasanya berkisar antara 15-20 menit
sehingga banyak pasien yang mengeluh karena terlalu lama menunggu. Selain
itu, pasien juga sering mengeluh karena ada dokter tamu yang sering terlambat
datang sehingga harus menunggu lama. Biasanya dokter tamu akan datang
apabila telah selesai mengerjakan tugas di tempat kerjanya yang pertama.
b) Penyampaian informasi yang jelas dari dokter tentang penyakit yang diderita
pasien (pernyataan 25)
Pada waktu kunjungan dokter ke pasien, komunikasi yang terjadi lebih
bersifat satu arah karena dokter menggunakan istilah-istilah kedokteran
sehingga pasien/keluarga pasien tidak mengerti dengan baik dan jelas
Universitas Kristen Petra
57
penjelasan yang disampaikan oleh dokter. Rata-rata kunjungan yang dilakukan
oleh dokter berlangsung singkat antara 5-10 menit.
Tabel 4.11. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 5 di Dimensi Empathy Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
26 0,1570 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
27 0,1020 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa semua pernyataan tersebut memiliki nilai
P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho, artinya
tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi dan harapan pasien terhadap
kualitas layanan yang diterimanya pada dimensi empathy.
Tabel 4.12. Hasil Uji Wilcoxon Keseluruhan Pernyataan Gap 5 P-value Hipotesis Keterangan
0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang
signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa keseluruhan pernyataan dalam dimensi
servqual memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti
tolak Ho, artinya ada perbedaan yang signifikan antara harapan dan persepsi
pasien terhadap kualitas layanan yang diterimannya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara harapan dan persepsi
pasien pada ke-5 dimensi servqual yaitu tangible, reliability, responsiveness,
assurance, dan empathy.
Tabel 4.13. Hasil Perhitungan Keseluruhan Pernyataan Gap 5 Mean (persepsi pasien) Mean (harapan pasien) Unweighted
5.6491 5.975 -0.3259
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi dan
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya pada keseluruhan
pernyataan yakni sebesar -0,3259. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Universitas Kristen Petra
58
terdapat perbedaan yang signifikan antara harapan dan persepsi pasien pada ke-5
dimensi servqual yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan
empathy.
4.2.2. Pengolahan dan Analisis Data Gap 1
Data yang diperlukan di gap 1, didapatkan dari kuesioner persepsi
manajemen mengenai harapan pasien dengan harapan pasien itu sendiri.
Kemudian data ini akan diolah dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk
mengetahui apakah ada perbedaan antara persepsi manajemen mengenai harapan
pasien dengan harapan pasien itu sendiri pada masing-masing dimensi servqual.
Setelah mengetahui apakah ada perbedaan antara persepsi manajemen mengenai
harapan pasien dengan harapan pasien maka akan dilakukan perhitungan gap di
masing-masing dimensi servqual untuk mengetahui seberapa besar nilai beda
tersebut. Detil pengujian Mann-Whitney pada gap 1 dapat dilihat pada Lampiran
11 dan detil perhitungan gap untuk masing-masing dimensi servqual dapat dilihat
pada Lampiran 12. Hasil pengujian Mann-Whitney gap 1 dapat dilihat pada Tabel
4.14 sedangkan perhitungan gap secara unweighted untuk tiap dimensi servqual
dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan hasil perhitungan gap secara weighted untuk
tiap dimensi servqual dapat dilihat pada Tabel 4.16 di bawah ini.
Tabel 4.14. Hasil Uji Mann-Whitney Gap 1 Dimensi P-value Hipotesis Keterangan
Tangible 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Reliability 0,4710 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Responsiveness 0,0010 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Assurance 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Empathy 0,0010 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa pada dimensi tangible, responsiveness,
assurance, dan empathy memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α
(<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara
persepsi manajemen mengenai harapan pasien dan harapan pasien sendiri
terhadap kualitas layanan yang diterimanya. Untuk dimensi reliability memiliki
Universitas Kristen Petra
59
nilai P-value lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho,
artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi manajemen mengenai
harapan pasien dan harapan pasien sendiri terhadap kualitas layanan yang
diterimanya.
Tabel 4.15. Hasil Perhitungan Unweighted Gap 1 Dimensi Persepsi manajemen
(Unweighted)
Harapan pasien
(Unweighted)
Gap 1
(Unweighted)
Tangible 6,0897 5,8942 0,1955
Reliability 6,2963 6,1188 0,1775
Responsiveness 6,2639 5,9125 0,3514
Assurance 6,5278 6,1438 0,3840
Empathy 6,1111 6,0250 0,0861
Mean 6,2578 6,0188 0,2389
Tabel 4.16. Hasil Perhitungan Weighted Gap 1
Dimensi Bobot Manajemen
Persepsi Manajemen (Weighted)
Bobot Pasien
Harapan Pasien
(Weighted)
Gap 1 (Weighted)
Tangible 0,1722 5,2432 0,1529 4,5061 0,7371 Reliability 0,2611 8,2198 0,2686 8,2175 0,0023 Responsiveness 0,2222 6,9592 0,2367 6,9974 -0,0382 Assurance 0,2000 6,5278 0,1796 5,5171 1,0107 Empathy 0,1444 4,4122 0,1440 4,3380 0,0742 Mean 6,2724 5,9152 0,3572
Dari Tabel 4.15 hasil perhitungan secara unweighted dapat dilihat bahwa
pada ke-5 dimensi servqual yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance,
dan empathy memiliki nilai gap yang positif. Hal ini berarti harapan pasien
terhadap kualitas layanan yang diterimanya lebih rendah daripada persepsi
manajemen mengenai harapan pasien dengan nilai mean sebesar 0,2389.
Selanjutnya pada Tabel 4.16 hasil perhitungan secara weighted dapat
dilihat bahwa pada ke-4 dimensi servqual yaitu tangible, reliability, assurance,
dan empathy memiliki nilai gap yang positif. Hal ini berarti harapan pasien
terhadap kualitas layanan yang diterimanya lebih rendah daripada persepsi
manajemen mengenai harapan pasien dengan nilai mean sebesar 0,3572.
Universitas Kristen Petra
60
Sedangkan untuk dimensi responsiveness yang memiliki nilai negatif berarti
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya lebih tinggi daripada
persepsi manajemen mengenai harapan pasien. Namun nilai negatif ini dapat
diabaikan karena nilainya kecil. Dengan demikian secara keseluruhan dapat
dikatakan bahwa pihak manajemen telah berhasil dalam menduga harapan pasien
terhadap kualitas layanan yang akan diterima khususnya pada dimensi tangible,
reliability, assurance, dan empathy. Sedangkan untuk dimensi responsiveness,
dapat dilihat dari adanya perbedaaan antara persepsi manajemen mengenai
harapan pasien dengan harapan pasien itu sendiri terhadap respon dokter yang
lambat dalam menangani pasien rawat inap. Perbedaan ini disebabkan karena
pihak manajemen berpendapat bahwa respon dokter tidak lambat dalam
menangani pasien jika sampai terlambat pun maka hal tersebut masih dapat
ditoleransi karena tidak sampai menimbulkan hal yang serius. Padahal menurut
pasien, respon dokter sangat lambat, misalnya pada pasien yang baru keluar dari
ruang Unit Gawat Darurat (UGD) dan masuk ke ruang rawat inap akan diperiksa
oleh dokter setelah tiga hari kemudian. Selama kurun waktu tersebut
pasien/keluarga pasien tidak mendapatkan penjelasan apapun dari dokter yang
bersangkutan sehingga pasien/keluarga pasien menunggu dengan cemas, takut,
dan khawatir.
4.2.3. Pengolahan dan Analisis Data Gap 2
Data yang diperlukan di gap 2, didapatkan dari kuesioner persepsi
manajemen mengenai harapan pasien dan spesifikasi standar layanan. Kemudian
data ini akan diolah dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui apakah
ada perbedaan antara persepsi manajemen mengenai harapan pasien dan
spesifikasi standar layanan pada masing-masing dimensi servqual. Setelah
mengetahui apakah ada perbedaan antara persepsi manajemen mengenai harapan
pasien dan spesifikasi standar layanan maka akan dilakukan perhitungan gap di
masing-masing dimensi servqual untuk mengetahui seberapa besar nilai beda
tersebut. Detil pengujian Wilcoxon pada gap 2 untuk tiap dimensi, tiap
pernyataan, dan keseluruhan pernyataan dapat dilihat pada Lampiran 13-15 serta
detil perhitungan gap untuk masing-masing dimensi servqual dapat dilihat pada
Universitas Kristen Petra
61
Lampiran 16. Berikut ini merupakan hasil uji Wilcoxon dan hasil perhitungan
gap.
Tabel 4.17. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Dimensi Gap 2 Dimensi P-value Hipotesis Keterangan
Tangible 0,0120 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Reliability 0,1410 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Responsiveness 0,0110 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Assurance 0,7050 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Empathy 0,0340 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa dimensi tangible, responsiveness, dan
empathy memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti
tolak Ho, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi manajemen
mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan
spesifikasi standar kualitas layanan yang ada. Sedangkan pada dimensi reliability
dan assurance memiliki nilai P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang
berarti gagal tolak Ho, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi
manajemen mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya
dengan spesifikasi standar kualitas layanan yang ada.
Tabel 4.18. Hasil Perhitungan Gap 2 Dimensi Mean (spesifikasi
standar kualitas
layanan)
Mean (persepsi
manajemen mengenai
harapan pasien)
Gap 2
Tangible 5,2564 6,0897 -0,8333
Reliability 6,2037 6,2963 -0,0926
Responsiveness 6,0556 6,2639 -0,2083
Assurance 6,5000 6,5278 -0,0278
Empathy 5,9444 6,1111 -0,1667
Mean 5,9920 6,2578 -0,2657
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa pada ke-5 dimensi servqual yaitu
tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy memiliki nilai
Universitas Kristen Petra
62
negatif yang berarti persepsi manajemen mengenai harapan pasien terhadap
kualitas layanan yang diterimanya lebih tinggi daripada spesifikasi standar
layanan yang ada dengan nilai mean sebesar -0,2657. Hal ini berarti bahwa desain
layanan yang ada kurang sesuai dengan kebutuhan dan harapan pasien serta
kebutuhan karyawannya sehingga terdapat perbedaan antara persepsi manajemen
mengenai harapan pasien dengan spesifikasi standar layanan yang ada.
Tabel 4.19. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Tangible Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
1 0,4800 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
2 0,0150 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
3 0,0110 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
4 0,0080 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
5 0,0080 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
6 0,0100 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
7 0,4800 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
8 0,0300 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
9 0,1800 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
10 0,0140 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
11 0,0080 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
12 0,0150 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
13 0,0100 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan 1, 7, dan 9 memiliki nilai
P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho, artinya
tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi manajemen mengenai
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan spesifikasi
standar kualitas layanan yang ada pada dimensi tangible. Sedangkan sebagian
besar pernyataan ini memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05)
yang berarti tolak Ho, artinya ada perbedaan yang signifikan antara persepsi
manajemen mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya
dengan spesifikasi standar kualitas layanan yang ada pada dimensi tangible.
Universitas Kristen Petra
63
Tabel 4.20. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Tangible Pernyataan Mean (spesifikasi standar
kualitas layanan)
Mean (persepsi manajemen
mengenai harapan pasien)
Unweighted
2 4.8889 6.0000 -1.1111
3 5.0000 6.3889 -1.3889
4 5.2222 6.0000 -0.7778
5 5.2222 6.0000 -0.7778
6 4.6667 6.0556 -1.3889
8 6.1111 6.6111 -0.5000
10 4.6667 6.0000 -1.3333
11 5.2222 6.0000 -0.7778
12 4.7778 6.0000 -1.2222
13 5.1111 6.1111 -1.0000
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi manajemen
mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan
spesifikasi standar kualitas layanan yang ada pada dimensi tangible. Nilai beda
negatif yang paling tinggi terdapat pada pernyataan 3 dan 6 yaitu penerangan yang
cukup di ruang periksa dan kenyamanan pada ruang tunggu dengan nilai sebesar
-1,3889 sedangkan nilai beda negatif terendah terdapat pada pernyataan 1 dan 7
yaitu penampilan karyawan yang rapi dan bersih, serta penampilan perawat yang
bertugas dengan nilai sebesar -0,1111.
Perbedaan-perbedaan ini secara rinci dapat dilihat pada beberapa hal,
antara lain:
a) Penerangan yang cukup di ruang tunggu (pernyataan 2)
Tidak adanya standarisasi yang jelas mengenai penerangan yang cukup di
ruang tunggu sehingga pasien/keluarga pasien yang sedang menunggu tidak
dapat melakukan aktivitasnya dengan baik. Standarisasi yang ada tidak
menjelaskan secara spesifik mengenai apa yang dimaksud dengan penerangan
yang cukup.
b) Penerangan yang cukup di ruang periksa (pernyataan 3)
Tidak adanya standarisasi yang jelas mengenai penerangan yang cukup di
ruang periksa. Standarisasi yang ada tidak menjelaskan secara spesifik
mengenai apa yang dimaksud dengan penerangan yang cukup
Universitas Kristen Petra
64
c) Kebersihan di ruang tunggu (pernyataan 4)
Penyebab utama dari hal ini adalah standarisasi tugas yang tidak jelas dan
tidak terdefinisikan dengan baik sehingga tidak ada keseragaman pemahaman
petugas cleaning service dalam mengerjakan tugasnya. Tidak adanya
standarisasi tugas yang jelas, membuktikan bahwa manajemen tidak
bersungguh-sungguh dalam melakukan komitmennya terhadap kualitas
layanan karena terlalu berfokus pada keuntungan jangka pendek yakni
mengurangi biaya operasional semaksimal mungkin.
d) Kebersihan di ruang periksa (pernyataan 5)
Penyebab utama dari hal ini adalah standarisasi tugas yang tidak jelas dan
tidak terdefinisikan dengan baik sehingga tidak ada keseragaman pemahaman
petugas cleaning service dalam mengerjakan tugasnya. Tidak adanya
standarisasi tugas yang jelas, membuktikan bahwa manajemen tidak
bersungguh-sungguh dalam melakukan komitmennya terhadap kualitas
layanan karena terlalu berfokus pada keuntungan jangka pendek yakni
mengurangi biaya operasional semaksimal mungkin.
e) Kenyamanan pada ruang tunggu (pernyataan 6)
Standarisasi yang tidak jelas mengenai kenyamanan yang diinginkan pada
ruang tunggu Poliklinik sehingga tidak ada keseragaman pemahaman diantara
karyawan rumah sakit.
f) Penampilan dokter yang bertugas (pernyataan 8)
Standarisasi mengenai hal ini sudah jelas tetapi ada beberapa dokter yang
melanggarnya. Hal ini dapat dilihat dari tidak terpasangnya kartu nama pada
jas dokter.
g) Kenyamanan ruangan rawat inap (pernyataan 10)
Standarisasi yang tidak jelas mengenai kenyamanan yang diinginkan pada
ruang rawat inap sehingga tidak ada keseragaman pemahaman diantara
perawat, dokter, atau petugas cleaning service.
h) Kebersihan dan tata ruang ruangan rawat jalan (pernyataan 11)
Standarisasi tugas yang tidak jelas dan tidak terdefinisikan dengan baik
sehingga tidak ada keseragaman pemahaman petugas cleaning service dalam
mengerjakan tugasnya. Tidak adanya standarisasi tugas yang jelas,
Universitas Kristen Petra
65
membuktikan bahwa manajemen tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan
komitmennya terhadap kualitas layanan karena terlalu berfokus pada
keuntungan jangka pendek yakni mengurangi biaya operasional semaksimal
mungkin.
i) Kenyamanan pada ruangan rawat jalan (pernyataan 12)
Standarisasi yang tidak jelas mengenai kenyamanan yang diinginkan pada
ruang rawat jalan sehingga tidak ada keseragaman pemahaman diantara
perawat, dokter, atau petugas cleaning service.
j) Kebersihan kamar mandi dan WC (pernyataan 13)
Penyebab utama dari hal ini adalah standarisasi tugas yang tidak jelas dan
tidak terdefinisikan dengan baik sehingga tidak ada keseragaman pemahaman
petugas cleaning service dalam mengerjakan tugasnya. Tidak adanya
standarisasi tugas yang jelas, membuktikan bahwa manajemen tidak
bersungguh-sungguh dalam melakukan komitmennya terhadap kualitas
layanan karena terlalu berfokus pada keuntungan jangka pendek yakni
mengurangi biaya operasional semaksimal mungkin.
Tabel 4.21. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Reliability Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
14 0,0080 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
15 0,1320 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
16 0,1900 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
17 0,0830 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
18 0,0250 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
19 0,0140 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan 15, 16, dan 17 memiliki
nilai P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho,
artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi manajemen mengenai
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan spesifikasi
standar kualitas layanan yang ada pada dimensi reliability. Sedangkan pernyataan
14, 18, dan 19 memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang
berarti tolak Ho, artinya ada perbedaan yang signifikan antara persepsi
Universitas Kristen Petra
66
manajemen mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya
dengan spesifikasi standar kualitas layanan yang ada pada dimensi reliability.
Tabel 4.22. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Realiability Pernyataan Mean (spesifikasi standar
kualitas layanan)
Mean (persepsi manajemen
mengenai harapan pasien)
Unweighted
14 4.6667 5.6111 -0.9444
18 7.0000 6.7222 0.2778
19 5.3333 6.0000 -0.6667
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi manajemen
mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan
spesifikasi standar kualitas layanan yang ada pada dimensi reliability. Nilai beda
negatif yang paling tinggi terdapat pada pernyataan 14 yaitu penampilan makanan
(rasa, kualitas, dan menu) yang diterima dengan nilai sebesar -0,9444 sedangkan
nilai beda negatif terendah terdapat pada pernyataan 19 yaitu penerapan jam
besuk sesuai aturan dengan nilai sebesar -0,6667.
Perbedaan-perbedaan ini secara rinci dapat dilihat pada beberapa hal,
antara lain:
a) Penampilan makanan yang diterima (pernyataan 14)
Tidak adanya standarisasi yang jelas mengenai penampilan makanan (rasa,
kualitas, dan menu) yang diterima oleh pasien yang satu dengan pasien yang
lain sehingga makanan yang diterima oleh pasien yang satu sama dengan yang
diterima pasien lainnya. Padahal belum tentu makanan tersebut sesuai dengan
kondisi tubuh pasien.
b) Penerapan jam besuk sesuai aturan (pernyataan 19)
Tidak adanya standarisasi yang jelas mengenai jam besuk pasien sehingga
hal ini menyebabkan gangguan pada pasien. Tidak jelasnya jam besuk pasien
akan menyebabkan keluarga pasien bebas datang berkunjung padahal hal ini
tentu akan menyebabkan gangguan bagi pasien lain yang sedang beristirahat.
Universitas Kristen Petra
67
Tabel 4.23. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Responsiveness Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
20 0,3170 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
21 0,3170 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
22 0,0250 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
23 0,0250 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan 20 dan 21 memiliki nilai
P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho, artinya
tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi manajemen mengenai
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan spesifikasi
standar kualitas layanan yang ada pada dimensi responsiveness. Sedangkan
pernyataan 22 dan 23 memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05)
yang berarti tolak Ho, artinya ada perbedaan yang signifikan antara persepsi
manajemen mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya
dengan spesifikasi standar kualitas layanan yang ada pada dimensi
responsiveness.
Tabel 4.24. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Resposiveness Pernyataan Mean (spesifikasi standar
kualitas layanan)
Mean (persepsi manajemen
mengenai harapan pasien)
Unweighted
22 6.0000 6.2778 -0.2778
23 6.0000 6.2778 -0.2778
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi manajemen
mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan
spesifikasi standar kualitas layanan yang ada pada dimensi resposiveness. Nilai
beda negatif yang paling tinggi terdapat pada pernyataan 22 dan 23 yaitu
kecepatan dokter dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya, dan
kecepatan perawat dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya dengan
nilai sebesar -0,2778.
Universitas Kristen Petra
68
Perbedaan-perbedaan ini secara rinci dapat dilihat pada beberapa hal,
antara lain:
a) Kecepatan dokter dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya
(pernyataan 22)
Standarisasi mengenai hal ini sudah ditetapkan tetapi dokter beranggapan
bahwa keterlambatan tersebut masih bisa ditoleransi karena tidak sampai
mengakibatkan hal yang buruk. Sikap dokter yang seperti inilah yang
membuat pasien merasa tidak diperdulikan dan akhirnya berpendapat bahwa
respon dokter terhadap pasien memang lambat.
b) Kecepatan perawat dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya
(pernyataan 23)
Standarisasi mengenai hal ini sudah ditetapkan tetapi ada beberapa
perawat yang bersikap tidak terlalu perduli kepada pasien.
Tabel 4.25. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Assurance Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
24 0,0415 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
25 0,0230 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa pernyataan 24 dan 25 memiliki nilai
P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya ada
perbedaan yang signifikan antara persepsi manajemen mengenai harapan pasien
terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan spesifikasi standar kualitas
layanan yang ada pada dimensi assurance.
Tabel 4.26. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Assurance Pernyataan Mean (spesifikasi standar
kualitas layanan)
Mean (persepsi manajemen
mengenai harapan pasien)
Unweighted
24 7.0000 6.8333 0.1667
25 6.0000 6.2222 -0.2222
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi manajemen
mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan
Universitas Kristen Petra
69
spesifikasi standar kualitas layanan yang ada pada dimensi assurance. Perbedaan
ini bisa dilihat pada penyampaian informasi yang jelas dari dokter tentang
penyakit yang diderita pasien dengan nilai sebesar -0,2222. Perbedaan ini terjadi
karena standarisasi yang tidak jelas dalam melakukan komunikasi dengan
pasien/keluarga pasien sehingga dokter berkomunikasi dengan pasien/keluarga
pasien dengan pemahamannya sendiri.
Tabel 4.27. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Empathy Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
26 0,3170 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
27 0,0460 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa pernyataan 26 memiliki nilai P-value yang
lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho, artinya tidak ada
perbedaan yang signifikan antara persepsi manajemen mengenai harapan pasien
terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan spesifikasi standar kualitas
layanan yang ada pada dimensi empathy. Sedangkan pernyataan 27 memiliki nilai
P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya ada
perbedaan yang signifikan antara persepsi manajemen mengenai harapan pasien
terhadap kualitas layanan yang diterimanya dengan spesifikasi standar kualitas
layanan yang ada pada dimensi empathy.
Tabel 4.28. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 2 di Dimensi Empathy Pernyataan Mean (spesifikasi standar
kualitas layanan)
Mean (persepsi manajemen
mengenai harapan pasien)
Unweighted
27 6.0000 6.2222 -0.2222
Dari tabel di atas dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi
manajemen mengenai harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya
dengan spesifikasi standar kualitas layanan yang ada pada dimensi empathy.
Perbedaan ini bisa dilihat pada komunikasi yang terjalin antara pasien atau
keluarganya dengan dokter yakni sebesar -0,2222. Perbedaan ini terjadi karena
standarisasi yang tidak jelas dalam melakukan komunikasi dengan
Universitas Kristen Petra
70
pasien/keluarga pasien sehingga dokter berkomunikasi dengan pasien/keluarga
pasien dengan pemahamannya sendiri.
Tabel 4.29. Hasil Uji Wilcoxon Keseluruhan Pernyataan Gap 2 P-value Hipotesis Keterangan
0,0120 Tolak Ho Ada perbedaan yang
signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa keseluruhan pernyataan dalam dimensi
servqual memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti
tolak Ho, artinya ada persepsi manajemen mengenai harapan pasien terhadap
kualitas layanan yang diterimanya dengan spesifikasi standar kualitas layanan
yang ada. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara persepsi manajemen mengenai harapan pasien terhadap kualitas
layanan yang diterimanya dengan spesifikasi standar kualitas layanan yang ada
pada ke-5 dimensi servqual yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance,
dan empathy.
Tabel 4.30. Hasil Perhitungan Keseluruhan Pernyataan Gap 2 Mean (spesifikasi standar
kualitas layanan)
Mean (persepsi manajemen
mengenai harapan pasien)
Unweighted
5.7284 6.1955 -0.4671
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara persepsi dan
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya pada keseluruhan
pernyataan yakni sebesar -0,4671. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara harapan dan persepsi pasien pada ke-5
dimensi servqual yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan
empathy.
4.2.4. Pengolahan dan Analisis Data Gap 3
Data yang diperlukan di gap 3, didapatkan dari kuesioner spesifikasi
standar kualitas layanan dan pelaksanaan standar kualitas layanan. Kemudian data
Universitas Kristen Petra
71
ini akan diolah dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk mengetahui
apakah ada perbedaan antara persepsi manajemen mengenai harapan pasien
dengan harapan pasien pada masing-masing dimensi servqual. Setelah
mengetahui apakah ada perbedaan antara dari kuesioner spesifikasi standar
kualitas layanan dan pelaksanaan standar kualitas layanan maka akan dilakukan
perhitungan gap di masing-masing dimensi servqual untuk mengetahui seberapa
besar nilai beda tersebut. Detil pengujian Mann-Whitney pada gap 3 dapat dilihat
pada Lampiran 16 dan detil perhitungan gap untuk masing-masing dimensi
servqual dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil pengujian Mann-Whitney gap 3
dapat dilihat pada Tabel 4.31 dan perhitungan gap untuk tiap dimensi servqual
dapat dilihat pada Tabel 4.32 di bawah ini.
Tabel 4.31. Hasil Uji Mann-Whitney Gap 3 Dimensi P-value Hipotesis Keterangan
Tangible 0,3600 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Reliability 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Responsiveness 0,0150 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Assurance 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Empathy 0,7980 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa pada dimensi reliability, responsiveness,
dan assurance memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang
berarti tolak Ho, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara spesifikasi
standar kualitas layanan yang ada dengan pelaksanaan standar kualitas layanan
tersebut. Sedangkan untuk dimensi tangible dan empathy memiliki nilai P-value
yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho, artinya tidak ada
perbedaan yang signifikan antara spesifikasi standar kualitas layanan yang ada
dengan pelaksanaan standar kualitas layanan tersebut.
Universitas Kristen Petra
72
Tabel 4.32. Hasil Perhitungan Gap 3 No Dimensi Mean (pelaksanaan
standar kualitas
layanan)
Mean (spesifikasi
standar kualitas
layanan)
Gap 3
1. Tangible 5,3364 5,2564 0,0800
2. Reliability 5,4644 6,2037 -0,7393
3. Responsiveness 5,6633 6,0556 -0,3923
4. Assurance 6,0800 6,5000 -0,4200
5. Empathy 5,9000 5,9440 -0,0440
Mean 5,6888 5,9920 -0,3031
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa pada dimensi reliability, responsiveness,
assurance, dan empathy memiliki nilai gap yang negatif. Hal ini berarti bahwa
spesifikasi standar kualitas layanan yang ada lebih tinggi daripada pelaksanaan
standar kualitas layanan tersebut, artinya pelaksanaan standar kualitas layanan
yang dilakukan oleh karyawan, dokter maupun perawat, atau tenaga medis lainnya
berada jauh dibawah spesifikasi standar kualitas layanan yang telah ditetapkan
oleh pihak manajemen.
Nilai negatif tertinggi terdapat pada dimensi reliability dengan nilai
sebesar -0,7393 yang menunjukkan bahwa pelaksanaan standar kualitas layanan
pada dimensi ini sangat berbeda jauh dengan yang ditetapkan di spesifikasi
standar kualitas layanan. Tingginya nilai negatif menunjukkan bahwa dimensi ini
dianggap paling penting oleh pihak manajemen sehingga ditetapkan spesifikasi
standar kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dimensi lainnya.
Sedangkan nilai negatif terendah terdapat pada dimensi empathy dengan nilai
sebesar -0,0440 yang menunjukkan bahwa sebagian besar spesifikasi standar
kualitas layanan pada dimensi ini sudah terpenuhi walaupun masih ada pasien
yang merasa kurang puas dengan pelaksanaan standar kualitas layanan tersebut.
Perbedaan secara rinci dapat dilihat pada ke-4 dimensi servqual yaitu
reliability, responsiveness, assurance, dan empathy berikut ini.
Pada dimensi reliability, perbedaan ini dapat terlihat pada beberapa hal,
antara lain:
a) Dokter yang kurang handal dan cekatan dalam menangani pasien di perawatan
rawat inap. Hal ini dapat dilihat dari penanganan dokter yang terlambat ketika
Universitas Kristen Petra
73
pasien keluar dari ruang Unit Gawat Darurat (UGD) dan akan masuk ke kamar
rawat inap. Dokter akan melakukan pemeriksaan pada pasien setelah 3 hari
kemudian. Selama kurun waktu tersebut pasien/keluarga pasien tidak
mendapatkan penjelasan apapun dari dokter yang bersangkutan. Hal ini
disebabkan karena jumlah dokter yang kurang di perawatan rawat inap yaitu 1
orang dokter harus menangani rata-rata 7-8 orang pasien sehingga
membutuhkan konsentrasi, perhatian, waktu, dan tenaga yang banyak sebab
tugas yang harus dilakukan berhubungan dengan nyawa manusia sehingga
membutuhkan kemampuan, keahlian, dan ketelitian yang lebih. Kurangnya
jumlah dokter ini disebabkan karena manajemen terlalu berfokus pada
keuntungan jangka pendek yaitu mengurangi biaya semaksimal mungkin,
padahal hal ini justru akan merugikan karena jika pasien merasa tidak puas
dengan dokter yang ada maka mereka tidak akan mau lagi berobat di rumah
sakit dan lama-kelamaan rumah sakit akan mengalami kerugian.
b) Masih terdapatnya kesalahan pemasangan jarum infus dan botol infus pada
pasien oleh beberapa perawat di perawatan rawat inap yang disebabkan karena
perawat tersebut malas mengikuti standarisasi yang sudah ditetapkan.
Perawat-perawat ini umumnya adalah perawat yang baru masuk (perawat
junior) dan biasanya karena banyaknya tugas yang harus dikerjakan maka
mereka akan bersikap acuh tak acuh apabila mengerjakan tugasnya.
Untuk dimensi responsiveness, perbedaan tersebut dapat dilihat pada
beberapa hal, yaitu:
a) Kurangnya kemauan dan kesadaran karyawan di bagian Informasi untuk
membantu pasien di Poliklinik yang disebabkan karena karyawan tersebut
malas memberikan penjelasan keterlambatan dokter pada pasien/keluarga
pasien.
b) Kurangnya respon yang diberikan dokter kepada pasien. Hal ini terlihat dari
respon dokter yang lambat pada pasien yang keluar dari ruang Unit Gawat
Darurat (UGD) dan masuk ke kamar rawat inap. Dokter baru akan memeriksa
pasien tersebut setelah 3 hari kemudian. Keterlambatan dokter dalam
memeriksa pasien disebabkan karena jumlah dokter yang kurang di perawatan
rawat inap sehingga banyak tugas yang harus diselesaikan oleh dokter terlebih
Universitas Kristen Petra
74
dahulu atau dapat juga diakibatkan oleh sikap beberapa dokter yang merasa
bahwa tugas memberi penjelasan kepada pasien/keluarga pasien bukan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab dokter saja melainkan juga merupakan
tanggung jawab perawat. Hal inilah yang membuat pasien merasa respon yang
diberikan oleh dokter lambat.
Lalu pada dimensi assurance, perbedaan tersebut dapat dilihat dari adanya
perbedaan jaminan yang diberikan oleh rumah sakit dengan fakta yang terjadi
rumah sakit itu sendiri. Perbedaan ini meliputi pemeriksaan yang tidak tepat
waktu di Poliklinik karena keterlambatan dokter, dan kemampuan beberapa
perawat yang masih kurang di perawatan rawat inap. Hal-hal inilah yang membuat
kepercayaan pasien kepada rumah sakit menjadi berkurang. Secara rinci,
perbedaan ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a) Tidak adanya informasi mengenai keterlambatan dokter di Poliklinik yang
sering terjadi sehingga pasien harus menunggu lama tanpa mendapatkan
penjelasan apapun mengenai keterlambatan tersebut dari karyawan di bagian
Informasi. Hal ini akan mengakibatkan pasien berpikir dua kali jika ingin
kembali berobat yang tentunya juga akan berdampak pada menurunnya citra
rumah sakit di mata pasien karena dinilai tidak berkompeten sehingga mereka
akan mencari rumah sakit lain untuk berobat.
b) Masih terjadinya kesalahan pemasangan jarum infus pada pasien sehingga
harus dilakukan beberapa kali, adanya kesalahan dalam pemasangan botol
infus, dan kemampuan penanganan beberapa perawat yang tidak handal dan
cekatan ketika harus menjawab pertanyaan atau keluhan dari pasien/keluarga
pasien mengenai kondisi kesehatan pasien tersebut pada saat dokter belum
datang.
Selanjutnya untuk dimensi empathy, dapat dilihat dari kurangnya
komunikasi antara dokter dan pasien/keluarga pasien, serta perawat dan
pasien/keluarga pasien di perawatan rawat inap. Hal ini disebabkan karena jadwal
kunjungan dokter yang tidak menentu dan rata-rata berlangsung singkat yaitu
5-10 menit, sikap dokter yang tidak mendengarkan keluhan dan pertanyaan
pasien/keluarga pasien dengan teliti karena waktu pemeriksaan yang singkat, dan
diskusi yang bersifat satu arah antara dokter dan pasien/keluarga pasien karena
Universitas Kristen Petra
75
dokter memakai istilah kedokteran dalam berdiskusi sehingga pasien/keluarga
pasien bingung dan tidak mengerti dengan penjelasan yang diberikan tersebut.
Kemudian pada dimensi tangible yang memiliki nilai gap positif sebesar
0,0800 memiliki arti bahwa spesifikasi standar kualitas layanan lebih rendah
daripada pelaksanaan standar kualitas layanan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pelaksanaan standar kualitas layanan di dimensi ini lebih tinggi bila
dibandingkan dengan spesifikasi standar kualitas layanan yang telah ditetapkan
oleh pihak manajemen.
4.2.5. Pengolahan dan Analisis Data Gap 4
Data yang diperlukan di gap 4, didapatkan dari kuesioner pelaksanaan
standar kualitas layanan dan komunikasi eksternal. Kemudian data ini akan diolah
dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui apakah ada perbedaan
antara persepsi manajemen mengenai harapan pasien dan spesifikasi standar
layanan pada masing-masing dimensi servqual. Setelah mengetahui apakah ada
perbedaan antara persepsi manajemen mengenai harapan pasien dan spesifikasi
standar layanan maka akan dilakukan perhitungan gap di masing-masing dimensi
servqual untuk mengetahui seberapa besar nilai beda tersebut. Detil pengujian
Wilcoxon pada gap 4 untuk tiap dimensi, tiap pernyataan, dan keseluruhan
pernyataan dapat dilihat pada Lampiran 18-20 serta detil perhitungan gap untuk
masing-masing dimensi servqual dapat dilihat pada Lampiran 21. Berikut ini
merupakan hasil uji Wilcoxon dan hasil perhitungan gap.
Tabel 4.33. Hasil Uji Wilcoxon Gap 4 Dimensi P-value Hipotesis Keterangan
Tangible 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Reliability 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Responsiveness 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Assurance 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Empathy 0,0270 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa pada tiap dimensi servqual yaitu tangible,
reliability, responsiveness, assurance, dan empathy memiliki nilai P-value yang
Universitas Kristen Petra
76
lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya terdapat perbedaan
yang signifikan antara komunikasi eksternal yang diberikan oleh rumah sakit pada
pasien dengan pelaksanaan standar kualitas layanan itu sendiri.
Tabel 4.34. Hasil Perhitungan Gap 4 Dimensi Mean (pelaksanaan
standar kualitas layanan)
Mean (komunikasi
eksternal)
Gap 4
Tangible 5,3364 4,6981 0,6383
Reliability 5,4644 5,0563 0,4081
Responsiveness 5,6633 6,0000 -0,3367
Assurance 6,0800 5,7125 0,3675
Empathy 5,9000 6,0000 -0,1000
Mean 5,6888 5,4934 0,1954
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dimensi responsiveness dan empathy
memiliki nilai gap yang negatif yang berarti bahwa komunikasi atau janji yang
ditawarkan rumah sakit pada pasien tidak sama dengan pelaksanaan standar
kualitas layanan yang terjadi di rumah sakit sehingga mengakibatkan pasien
menjadi tidak puas.
Tabel 4.35. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Tangible Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
1 0,0200 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
2 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
3 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
4 0,6750 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
5 0,2600 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
6 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
7 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
8 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
9 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
10 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
11 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
12 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
13 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Universitas Kristen Petra
77
Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan 4 dan 5 yang memiliki nilai
P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho, artinya
tidak ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar kualitas layanan
di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan oleh rumah sakit di
dimensi tangible atau dengan kata lain sebagian besar pernyataan ini memiliki
nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya
ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar kualitas layanan di
rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan oleh rumah sakit di
dimensi tangible.
Tabel 4.36. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Tangible Pernyataan Mean (pelaksanaan
standar kualitas layanan)
Mean (komunikasi
eksternal)
Unweighted
1 5.9600 5.8400 0.1200
2 5.3067 3.8000 1.5067
3 5.3467 3.9467 1.4000
6 4.9200 4.1067 0.8133
7 5.9333 5.5200 0.4133
8 6.0000 5.4267 0.5733
9 5.0000 4.5733 0.4267
10 5.0000 4.5867 0.4133
11 5.0000 4.6800 0.3200
12 5.0000 4.3867 0.6133
13 5.0000 4.3867 0.6133
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat nilai beda negatif tetapi
nilai beda positif. Hal ini dapat terjadi karena hasil pengujian Wilcoxon
menggunakan nilai dari tiap-tiap pernyataan sedangkan hasil perhitungan gap
menggunakan nilai mean dari tiap-tiap pernyataan tersebut. Nilai beda positif ini
diakibatkan oleh rendahnya pelaksanaan standar kualitas layanan di dimensi
tangible sehingga komunikasi eksternal yang terjadi menjadi tidak jelas dan kabur
sehingga seolah-olah tidak ada gap.
Universitas Kristen Petra
78
Tabel 4.37. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Reliability Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
14 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
15 0,0880 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
16 0,2970 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
17 0,0020 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan 18 0,0460 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan 19 0,0470 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa pernyataan 15 dan 16 yang memiliki
nilai P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal tolak Ho,
artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar kualitas
layanan di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan oleh rumah
sakit di dimensi reliability atau dengan kata lain sebagian besar pernyataan ini
memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho,
artinya ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar kualitas layanan
di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan oleh rumah sakit di
dimensi reliability.
Tabel 4.38. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Reliability Pernyataan Mean (pelaksanaan
standar kualitas layanan)
Mean (komunikasi
eksternal)
Unweighted
14 4.8400 2.8400 2.0000
17 6.1733 6.0000 0.1733
18 6.1333 6.0000 0.1333
19 4.3333 3.9200 0.4133
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat nilai beda negatif tetapi
nilai beda positif. Hal ini dapat terjadi karena hasil pengujian Wilcoxon
menggunakan nilai dari tiap-tiap pernyataan sedangkan hasil perhitungan gap
menggunakan nilai mean dari tiap-tiap pernyataan tersebut. Nilai beda positif ini
diakibatkan oleh rendahnya pelaksanaan standar kualitas layanan di dimensi
reliability sehingga komunikasi eksternal yang terjadi menjadi tidak jelas dan
kabur sehingga seolah-olah tidak ada gap.
Universitas Kristen Petra
79
Tabel 4.39. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Responsiveness Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
20 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
21 0,5770 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
22 0,0210 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan 23 0,0090 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya pada pernyataan 21 saja yang
memiliki nilai P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal
tolak Ho, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar
kualitas layanan di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan
oleh rumah sakit di dimensi responsiveness atau dengan kata lain sebagian besar
pernyataan ini memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang
berarti tolak Ho, artinya ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar
kualitas layanan di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan
oleh rumah sakit di dimensi responsiveness.
Tabel 4.40. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Responsiveness Pernyataan Mean (pelaksanaan
standar kualitas layanan)
Mean (komunikasi
eksternal)
Unweighted
20 4.9000 6.0000 -1.1000
22 5.8800 6.0000 -0.1200
23 5.8533 6.0000 -0.1467
Dari tabel ini dapat diketahui nilai beda negatif antara pelaksanaan standar
kualitas layanan di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan
oleh rumah sakit di dimensi responsiveness. Nilai beda negatif tertinggi terdapat
pada pernyataan 20 yaitu ketepatan waktu pemeriksaan di ruang rawat jalan
dengan nilai sebesar -1,1000. Sedangkan nilai beda terendah terdapat pada
pernyataan 23 yaitu kecepatan perawat dalam memberikan respon pada saat
pasien bertanya yakni sebesar -0,1467.
Perbedaan-perbedaan ini secara rinci dapat dilihat pada beberapa hal,
antara lain:
Universitas Kristen Petra
80
a) Ketepatan waktu pemeriksaan di ruang rawat jalan (pernyataan 20)
Tidak adanya informasi mengenai keterlambatan dokter di Poliklinik yang
sering terjadi sehingga pasien harus menunggu lama tanpa mendapatkan
penjelasan apapun mengenai keterlambatan tersebut dari karyawan di bagian
Informasi. Hal ini akan mengakibatkan pasien berpikir dua kali jika ingin
kembali berobat yang tentunya juga akan berdampak pada menurunnya citra
rumah sakit di mata pasien karena dinilai tidak berkompeten sehingga mereka
akan mencari rumah sakit lain untuk berobat.
b) Kecepatan dokter dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya
(pernyataan 22)
Kurang cepatnya dokter dalam memberikan respon pada saat pasien
bertanya disebabkan karena ada beberapa dokter beranggapan bahwa tugas
memberikan penjelasan kondisi kesehatan pasien kepada pasien/keluarga
pasien adalah tugas dari perawat sehingga tidak terlalu perduli dengan hal
tersebut.
c) Kecepatan perawat dalam memberikan respon pada saat pasien bertanya
(pernyataan 23)
Pada perawatan rawat inap, perawat tidak cepat tanggap terhadap keluhan-
keluhan yang disampaikan oleh pasien/keluarga pasien. Hal ini dapat dilihat
pada saat terjadi pemindahan pasien dari ruang Unit Gawat Darurat (UGD) ke
ruang rawat inap. Dimana pasien akan diperiksa lagi oleh dokter setelah 3 hari
kemudian. Selama kurun waktu tersebut pasien/keluarga pasien tidak
mendapat penjelasan yang berarti dari perawat yang bertugas.
Tabel 4.41. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Assurance Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
24 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
25 0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa pernyataan 24 dan 25 memiliki nilai
P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho, artinya ada
perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar kualitas layanan di rumah
Universitas Kristen Petra
81
sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan oleh rumah sakit di dimensi
assurance.
Tabel 4.42. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Assurance Pernyataan Mean (pelaksanaan
standar kualitas layanan)
Mean (komunikasi
eksternal)
Unweighted
24 6.2400 6.0000 0.2400
25 5.9200 5.4000 0.5200
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat nilai beda negatif tetapi
nilai beda positif. Hal ini dapat terjadi karena hasil pengujian Wilcoxon
menggunakan nilai dari tiap-tiap pernyataan sedangkan hasil perhitungan gap
menggunakan nilai mean dari tiap-tiap pernyataan tersebut. Nilai beda positif ini
diakibatkan oleh rendahnya pelaksanaan standar kualitas layanan di dimensi
assurance sehingga komunikasi eksternal yang terjadi menjadi tidak jelas dan
kabur sehingga seolah-olah tidak ada gap.
Tabel 4.43. Hasil Uji Wilcoxon Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Empathy Pernyataan P-value Hipotesis Keterangan
26 0,0240 Tolak Ho Ada perbedaan yang signifikan
27 0,1090 Gagal tolak Ho Tidak ada perbedaan yang signifikan
Tabel ini menunjukkan bahwa hanya pada pernyataan 27 saja yang
memiliki nilai P-value yang lebih besar dari nilai α (>0,05) yang berarti gagal
tolak Ho, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar
kualitas layanan di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan
oleh rumah sakit di dimensi assurance. Sedangkan untuk pernyataan 26 yang
memiliki nilai P-value lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti tolak Ho,
artinya ada perbedaan yang signifikan antara pelaksanaan standar kualitas layanan
di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan oleh rumah sakit di
dimensi assurance.
Universitas Kristen Petra
82
Tabel 4.44. Hasil Perhitungan Tiap Pernyataan Gap 4 di Dimensi Empathy Pernyataan Mean (pelaksanaan standar
kualitas layanan)
Mean (komunikasi
eksternal)
Unweighted
26 5.8800 6.0000 -0.1200
Dari tabel di atas dapat diketahui nilai beda negatif antara pelaksanaan
standar kualitas layanan di rumah sakit dengan janji atau komunikasi yang
ditawarkan oleh rumah sakit di dimensi assurance. Perbedaan ini bisa dilihat pada
Sikap dan perhatian perawat dalam menanggapi keluhan yakni sebesar -0,1200.
Perbedaan ini terjadi karena tidak adanya sikap perduli dan perhatian dari
beberapa orang perawat dalam menanggapi keluhan yang disampaikan oleh
pasien/keluarga pasien.
Tabel 4.45. Hasil Uji Wilcoxon Keseluruhan Pernyataan Gap 4 P-value Hipotesis Keterangan
0,0000 Tolak Ho Ada perbedaan yang
signifikan
Tabel di atas menunjukkan bahwa keseluruhan pernyataan dalam dimensi
servqual memiliki nilai P-value yang lebih kecil dari nilai α (<0,05) yang berarti
tolak Ho, artinya pelaksanaan standar kualitas layanan di rumah sakit berbeda
jauh dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan oleh rumah sakit. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara antara
pelaksanaan standar kualitas layanan di rumah sakit dengan janji atau komunikasi
yang ditawarkan oleh rumah sakit pada ke-5 dimensi servqual yaitu tangible,
reliability, responsiveness, assurance, dan empathy.
Tabel 4.46. Hasil Perhitungan Keseluruhan Pernyataan Gap 4 Mean (pelaksanaan standar
kualitas layanan)
Mean (komunikasi eksternal) Unweighted
5.5101 5.1378 0.3723
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat nilai beda negatif tetapi
nilai beda positif antara pelaksanaan standar kualitas layanan di rumah sakit
Universitas Kristen Petra
83
dengan janji atau komunikasi yang ditawarkan oleh rumah sakit yakni sebesar
0,3723. Hal ini dapat terjadi karena hasil pengujian Wilcoxon menggunakan nilai
dari tiap-tiap pernyataan sedangkan hasil perhitungan gap menggunakan nilai
mean dari tiap-tiap pernyataan tersebut. Nilai beda positif ini diakibatkan oleh
rendahnya pelaksanaan standar kualitas layanan sehingga komunikasi eksternal
yang terjadi menjadi tidak jelas dan kabur sehingga seolah-olah tidak ada gap.
4.3. Analisis Servqual Terintegrasi
Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak rumah sakit maka besar kecilnya
gap ditentukan sebagai berikut:
a) Gap kecil: 0-0,35
b) Gap cukup besar: 0,36-0,70
c) Gap besar: ≥ 0,71
Analisa integrasi ini dilakukan untuk mengetahui tiap-tiap gap dari
dimensi servqual mana saja yang termasuk dalam gap kecil, cukup besar, dan
besar. Selain itu dapat pula diketahui gap-gap mana saja yang tidak memiliki
kesenjangan atau gap. Hasil rekapitulasi dari keseluruhan gap dimensi servqual
dapat dilihat pada Tabel 4.47 di bawah ini.
Tabel 4.47. Rekapitulasi Keseluruhan Gap
Dimensi Gap 1 Gap 2 Gap 3 Gap 4 Gap 5
Tangible - *** - - *
Reliability - * *** - **
Responsiveness * * ** * *
Assurance - * ** - *
Empathy - * * * *
Keterangan:
* : Gap kecil
** : Gap cukup besar
*** : Gap besar
- : Tidak ada gap
Universitas Kristen Petra
84
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara persepsi
pasien dan harapan pasien (gap 5). Pada dimensi tangible, terjadi gap yang
bernilai kecil. Hal ini disebabkan oleh standarisasi tugas karyawan yang masih
kurang jelas dan tidak terdefinisi dengan baik (gap 2). Standarisasi tugas ini
dibuat oleh manajemen tanpa memperhatikan susunan kalimat yang digunakan.
Kalimat yang digunakan dalam standarisasi tugas tersebut tidak spesifik, misalnya
tidak menerangkan secara spesifik pengertian dari lantai kamar mandi yang
bersih, dan lain-lain sehingga karyawan dalam melakukan tugas berdasarkan pada
pemahamannya sendiri dan seolah-olah tidak terjadi gap (gap 3). Hal inilah yang
mengakibatkan pasien menjadi tidak puas karena tidak sesuai dengan yang
ditawarkan rumah sakit (gap 4).
Lalu pada dimensi reliability, terdapat gap yang cukup besar. Hal ini
disebabkan oleh pelaksanaan standar kualitas layanan yang tidak sesuai dengan
standarisasi tugas yang dibuat mengenai kualitas layanan (gap 3). Walaupun
ketidaksesuaian ini hanya terdapat pada beberapa spesifikasi standarisasi kualitas
layanan namun sangat berpengaruh, hal ini terlihat pada pelaksanaan standar
kualitas layanan karyawan yang rendah (gap 2). Rendahnya pelaksanaan standar
kualitas layanan karyawan ini mengakibatkan komunikasi eksternal yang terjadi
menjadi tidak jelas dan kabur sehingga seolah-olah tidak terjadi gap (gap 4).
Kemudian pada dimensi responsiveness, terjadi gap kecil yang disebabkan
oleh standarisasi tugas yang masih tidak jelas dan tidak terdefinisi dengan baik
(gap 2). Hal inilah yang menyebabkan karyawan melakukan tugas-tugasnya
berdasarkan pada pemahamannya sendiri (gap 3). Pelaksanaan tugas yang seperti
ini mengakibatkan pasien menjadi tidak puas karena tidak sesuai dengan yang
ditawarkan rumah sakit (gap 4).
Untuk dimensi assurance, terdapat gap kecil. Hal ini disebabkan oleh
pelaksanaan standar kualitas layanan yang tidak sesuai dengan standarisasi tugas
yang dibuat mengenai kualitas layanan yang harus diberikan (gap 3). Walaupun
ketidaksesuaian ini hanya terdapat pada beberapa standarisasi namun sangat
berpengaruh, hal ini terlihat pada pelaksanaan standar kualitas layanan karyawan
yang rendah (gap 2). Rendahnya pelaksanaan standar kualitas layanan karyawan
Universitas Kristen Petra
85
ini mengakibatkan komunikasi eksternal yang terjadi menjadi tidak jelas dan
kabur sehingga seolah-olah tidak terjadi gap (gap 4).
Selanjutnya untuk dimensi empathy, terdapat gap kecil yang disebabkan
oleh pelaksanaan standar kualitas layanan yang masih tidak sesuai dengan
standarisasi tugas yang dibuat mengenai kualitas layanan (gap 3). Walaupun
ketidaksesuaian ini hanya terdapat pada beberapa standarisasi namun sangat
berpengaruh, karena hal ini juga berpengaruh pada pelaksanaan standar kualitas
layanan karyawan (gap 2). Hal ini juga mengakibatkan komunikasi eksternal yang
terjadi menjadi tidak jelas dan kabur karena pasien merasa tidak sesuai dengan
yang ditawarkan rumah sakit.
Tabel 4.48. Rekapitulasi Perhitungan Unweighted Tiap Pernyataan Gap Pernyataan Gap 1 Gap 2 Gap 3 Gap 4 Gap 5
1 0.24 -0.11 -0.15 0.12 -0.09
2 -0.03 -1.11 0.42 1.51 -0.16
3 0.35 -1.39 0.35 1.40 -0.33
4 -0.08 -0.78 -0.33 -0.04 -0.33
5 0.20 -0.78 -0.22 0.16 -0.41
6 0.11 -1.39 0.25 0.81 -0.33
7 0.27 -0.11 -0.18 0.41 0.05
8 0.81 -0.50 -0.11 0.57 0.20
9 -0.42 -0.34 -0.22 0.43 -0.43
10 0.01 -1.33 0.33 0.41 -0.41
11 0.32 -0.78 -0.22 0.32 -1.04
12 0.31 -1.22 0.22 0.61 -1.09
13 0.42 -1.00 -0.11 0.61 -1.03
14 -0.04 -0.94 0.17 2.00 -1.26
15 0.02 0.34 -0.65 -0.09 -0.16
16 0.01 0.28 -1.27 -0.13 -0.34
17 0.25 0.17 -0.83 0.17 -0.46
18 0.14 0.28 -0.87 0.13 -0.46
Universitas Kristen Petra
86
Tabel 4.48. Rekapitulasi Perhitungan Unweighted Tiap Pernyataan Gap (Sambungan) Pernyataan Gap 1 Gap 2 Gap 3 Gap 4 Gap 5
19 0.66 -0.67 -1.00 0.41 0.10
20 1.12 -0.11 -0.93 -1.10 0.48
21 0.35 -0.17 -0.37 -0.04 -0.23
22 0.05 -0.28 -0.12 -0.12 -0.33
23 -0.12 -0.28 -0.15 -0.15 -0.40
24 0.59 0.17 -0.76 0.24 -0.24
25 0.17 -0.22 -0.08 0.52 -0.05
26 -0.03 -0.11 0.00 -0.12 -0.03
27 0.19 -0.22 -0.08 -0.08 -0.05
Dari tabel ini, dapat dilihat bahwa sebagian besar pernyataan pada gap 5
bernilai negatif yang berarti terdapat perbedaan antara persepsi pasien dan
harapan pasien terhadap kualitas layanan yang diterimanya. Terjadinya perbedaan
ini disebabkan oleh gap 2 (spesifikasi standar kualitas layanan) dan gap 3
(pelaksanaan standar kualitas layanan). Spesifikasi standar kualitas layanan yang
tidak jelas mengakibatkan pelaksanaannya menjadi rendah sehingga berpengaruh
pada kepuasan pasien.
Tabel 4.49. Rekapitulasi Tiap Pernyataan Gap Pernyataan Gap 1 Gap 2 Gap 3 Gap 4 Gap 5
1 + * * + * 2 * *** + + * 3 + *** + + * 4 * *** * * * 5 + *** * + ** 6 + *** + + * 7 + * * + + 8 + ** * + + 9 ** * * + ** 10 + *** + + **
Universitas Kristen Petra
87
Tabel 4.49. Rekapitulasi Tiap Pernyataan Gap (Sambungan) Pernyataan Gap 1 Gap 2 Gap 3 Gap 4 Gap 5
11 + *** * + *** 12 + *** + + *** 13 + *** * + *** 14 * *** + + *** 15 + + ** * * 16 + + *** * * 17 + + *** + ** 18 + + *** + ** 19 + ** *** + + 20 + * *** *** + 21 + * ** * * 22 + * * * * 23 * * * * ** 24 + + *** + * 25 + * * + * 26 * * - * * 27 + * * * *
Keterangan:
* : Gap kecil
** : Gap cukup besar
*** : Gap besar
- : Tidak ada gap
+ : Gap positif
Dari tabel ini, dapat dilihat bahwa pada sebagian besar pernyataan gap 5
terdapat gap yang kecil yang disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik
pasien. Hal ini perlu mendapat perhatian karena menunjukkan bahwa terjadi
ketidakpuasan pasien pada pernyataan tersebut. Selain itu, dapat dilihat pula
bahwa terjadi gap yang besar dan cukup besar yang harus mendapat
Universitas Kristen Petra
88
perhatian yang serius dari pihak rumah sakit karena hal ini menunjukkan bahwa
terdapat ketidakpuasan yang cukup besar nilainya pada pernyataan-pernyataan
tersebut.
4.4. Upaya Peningkatan Kualitas layanan
Adapun upaya-upaya peningkatan yang harus dilakukan RS Bhayangkara
untuk mengatasi penyebab terjadinya gap atau kesenjangan, antara lain:
1. Pada gap 5
a) Dimensi Tangible
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di dimensi ini dapat
dilakukan dengan cara, sebagai berikut:
• Mempercepat waktu pemeriksaan dokter menjadi ± 5-10 menit
sehingga pasien berikutnya tidak akan menunggu terlalu lama (secara
otomatis keluarga pasien juga tidak akan menunggu terlalu lama).
Untuk mencapai hal ini maka dokter yang ada harus memiliki
ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan yang baik, mampu
membuat analisa mengenai keluhan pasien dengan cepat dan tepat,
serta mampu membuat keputusan yang tepat mengenai perawatan yang
harus dijalani oleh pasien.
• Meningkatkan frekuensi aktivitas pembersihan di ruang tunggu
Poliklinik yaitu menjadi tiap 1 jam sekali oleh 2 orang petugas
cleaning service sesuai dengan jam pergantian shift kerja. Penjadwalan
petugas cleaning service tersebut akan disusun menurut jam pergantian
shift kerja, dimana tiap-tiap shift kerja (ada 3 shift kerja) akan dikepalai
oleh 1 orang mandor sehingga nantinya akan ada 3 orang mandor
untuk tiap-tiap shift yang ada. Selanjutnya mandor-mandor ini akan
bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Rawat Jalan.
• Meningkatkan kesadaran pasien/keluarga pasien agar tidak membuang
sampah sembarangan dengan cara menempatkan tempat sampah dan
memasang poster pada lokasi-lokasi yang strategis, misalnya
”Buanglah Sampah Pada Tempatnya”, ”Bersih Itu Sehat”, ”Cintailah
Kebersihan”, dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar mudah untuk dilihat
Universitas Kristen Petra
89
dan dijangkau oleh pasien/keluarga pasien jika ingin membuang
sampah.
• Meningkatkan frekuensi aktivitas pembersihan di kamar mandi dan
WC umum di Poliklinik yaitu menjadi 3 kali sehari oleh 2 orang
petugas cleaning service sesuai dengan jam pergantian shift kerja.
Penjadwalan petugas cleaning service tersebut akan disusun menurut
jam pergantian shift kerja, dimana tiap-tiap shift kerja (ada 3 shift
kerja) akan dikepalai oleh 1 orang mandor sehingga nantinya akan ada
3 orang mandor untuk tiap-tiap shift yang ada. Selanjutnya mandor-
mandor ini akan bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Rawat
Jalan. Aktivitas pembersihan kamar mandi dan wc umum tersebut
meliputi bak air, lantai dan dinding kamar mandi.
• Memberikan award dan sanksi kepada karyawan rumah sakit. Award
akan diberikan kepada karyawan yang berprestasi. Hal ini bertujuan
agar seluruh karyawan rumah sakit mengetahui bahwa mereka
memiliki arti dan peran yang penting bagi rumah sakit sehingga rumah
sakit sangat menghargai segala usaha dan kerja yang mereka lakukan.
Hal ini akan mengakibatkan karyawan memiliki sikap loyalitas dan
percaya kepada rumah sakit karena merasa dihargai dan akibatnya
secara otomatis mereka akan bekerja sebaik-baiknya. Selain itu juga
hal ini dapat memacu motivasi karyawan yang lain untuk melakukan
tugas-tugasnya dengan baik. Sebaliknya sanksi akan diberikan kepada
karyawan jika mereka melakukan kesalahan dalam melakukan
tugasnya. Sanksi peringatan akan diberikan sebanyak tiga kali dan bila
masih tetap melakukan kesalahan dalam tugasnya akan diambil
tindakan keras berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).
b) Dimensi Reliability
Untuk mengatasi permasalahan yang terdapat pada dimensi ini dapat
dilakukan dengan cara, sebagai berikut:
• Meningkatkan ketrampilan, pengetahuan, dan kemampuan perawat
dengan cara melakukan penugasan secara acak di ruang rawat inap.
Hal ini bertujuan untuk melatih kemampuan, ketrampilan, dan
Universitas Kristen Petra
90
pengetahuan perawat baik secara teknik maupun non teknik serta
untuk melatih kemampuan adaptasi perawat dengan menghadapi
berbagai jenis pasien. Penugasan perawat akan dilakukan oleh Kepala
Instalasi Rawat Inap.
• Memberikan pelatihan kepada perawat junior oleh perawat senior.
Pelatihan ini berguna untuk menambah kemampuan, ketrampilan, dan
pengetahuan perawat baik secara teknik maupun non teknik. Selama
pelatihan akan didampingi oleh perawat senior dan akan berlangsung
selama jangka waktu tertentu secara intensif. Pemilihan perawat senior
akan dilakukan oleh Kepala Perawat.
• Perawat melakukan pengecekan dan pemeriksaan pada pasien. Hal ini
bertujuan agar perawat senantiasa selalu mengetahui hal-hal apa saja
yang menjadi kebutuhan dan keinginan pasien.
• Mengikutsertakan dokter-dokter yang terpilih di dalam training,
seminar, dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan, ketrampilan,
dan pengetahuan dokter yang ada di rumah sakit. Dengan demikian
diharapkan kemampuan, ketrampilan, dan pengetahuan baik secara
teknik maupun non teknik dari dokter-dokter tersebut dapat meningkat.
Selain itu dapat pula dilakukan diskusi dengan dokter tamu. Kegiatan
diskusi ini dapat digunakan untuk tukar-menukar pengalaman (sharing
experience) sehingga dokter tetap rumah sakit dapat menambah
pengetahuannya baik secara teknik maupun non teknik.
• Meningkatkan koordinasi antar bagian yang berada di dalam rumah
sakit, misalnya antara bagian Perwira Urusan Material Kesehatan
dengan bagian Instalasi Perawatan melakukan konfirmasi mengenai
persediaan obat yang ada. Hal ini bertujuan agar obat selalu tersedia di
rumah sakit sehingga pasien/keluarga pasien tidak perlu untuk
membeli obat di luar rumah sakit. Koordinasi yang baik tentunya dapat
dicapai apabila sistem informasi yang ada berjalan baik. Sistem
informasi yang baik adalah adanya aliran informasi dari pihak
manajemen ke karyawan rumah sakit dengan level yang paling rendah
sekalipun, misalnya petugas cleaning service. Salah satu contoh
Universitas Kristen Petra
91
sistem informasi seperti ini yaitu dengan membangun jaringan sistem
komputer yang menghubungkan antar bagian di dalam rumah sakit
(intranet). Tentunya sistem informasi secara manual pun tetap
digunakan sebagai pelengkap dari sistem komputerisasi.
• Memberikan award dan sanksi kepada karyawan rumah sakit. Award
akan diberikan kepada karyawan yang berprestasi. Hal ini bertujuan
agar seluruh karyawan rumah sakit mengetahui bahwa mereka
memiliki arti dan peran yang penting bagi rumah sakit sehingga rumah
sakit sangat menghargai segala usaha dan kerja yang mereka lakukan.
Hal ini akan mengakibatkan karyawan memiliki sikap loyalitas dan
percaya kepada rumah sakit karena merasa dihargai dan akibatnya
secara otomatis mereka akan bekerja sebaik-baiknya. Selain itu juga
hal ini dapat memacu motivasi karyawan yang lain untuk melakukan
tugas-tugasnya dengan baik. Sebaliknya sanksi akan diberikan kepada
karyawan jika mereka melakukan kesalahan dalam melakukan
tugasnya. Sanksi peringatan akan diberikan sebanyak tiga kali dan bila
masih tetap melakukan kesalahan dalam tugasnya akan diambil
tindakan keras berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).
c) Dimensi Responsiveness
Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada dimensi ini dapat
dilakukan dengan cara, sebagai berikut:
• Memberikan pengarahan pada dokter-dokter yang ada di rumah sakit
mengenai tugas dan tanggung jawabnya baik itu secara teknik maupun
non teknik. Seorang dokter yang baik tidak hanya memiliki
ketrampilan dan kemampuan teknik yang baik tetapi juga harus
memiliki tekad yang kuat untuk menolong dan menyelamatkan
pasiennya.
• Memberikan award dan sanksi kepada karyawan rumah sakit. Award
akan diberikan kepada karyawan yang berprestasi. Hal ini bertujuan
agar seluruh karyawan rumah sakit mengetahui bahwa mereka
memiliki arti dan peran yang penting bagi rumah sakit sehingga rumah
sakit sangat menghargai segala usaha dan kerja yang mereka lakukan.
Universitas Kristen Petra
92
Hal ini akan mengakibatkan karyawan memiliki sikap loyalitas dan
percaya kepada rumah sakit karena merasa dihargai dan akibatnya
secara otomatis mereka akan bekerja sebaik-baiknya. Selain itu juga
hal ini dapat memacu motivasi karyawan yang lain untuk melakukan
tugas-tugasnya dengan baik. Sebaliknya sanksi akan diberikan kepada
karyawan jika mereka melakukan kesalahan dalam melakukan
tugasnya. Sanksi peringatan akan diberikan sebanyak tiga kali dan bila
masih tetap melakukan kesalahan dalam tugasnya akan diambil
tindakan keras berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).
d) Dimensi Assurance
Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada dimensi ini dapat
dilakukan dengan cara, sebagai berikut:
• Sebelum memulai aktivitas, perawat akan diberikan pengarahan
terlebih dahulu mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan pada hari
itu. Pengarahan tersebut dapat mencakup nama-nama dokter dan
perawat yang akan bertugas di Poliklinik sehingga ketika
pasien/keluarga pasien bertanya mengenai hal tersebut dapat dijawab
dengan segera, selalu menekankan pentingnya untuk bersikap ramah,
tulus dan sopan kepada setiap pasien yang datang dalam kondisi
apapun sehingga pasien akan merasa diterima dengan rasa
kekeluargaan yang hangat dan diperhatikan, serta seorang perawat
harus mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh pasien,
apabila tidak dapat menjawab maka harus dapat memberikan alasan
yang tepat sambil berusaha untuk mencari jawabannya. Salah satu
contoh jawaban yang diberikan bila perawat tidak dapat menjawab
dengan segera adalah dengan menjawab demikian ”Kalau begitu
Bapak/Ibu bisa menunggu sebentar, saya akan menanyakannya kepada
dokter yang bersangkutan dan akan segera menginformasikannya
langsung kepada Bapak/Ibu” dan jangan lupa mengucapkannya sambil
tersenyum sebab hal ini akan membuat pasien merasa diperhatikan.
• Memperbaiki sistem informasi yang ada di rumah sakit dengan cara
membuat jaringan sistem komputerisasi yang menghubungkan antara
Universitas Kristen Petra
93
bagian yang satu dengan bagian yang lain di dalam rumah sakit
(intranet). Hal ini bertujuan untuk mempermudah aliran informasi di
dalam rumah sakit sehingga nantinya aliran informasi dapat berjalan
dari Kepala Rumah Sakit sampai ke karyawan rumah sakit dengan
level yang rendah sekalipun, misalnya petugas cleaning service.
Tentunya selain membangun jaringan sistem komputerisasi, sistem
informasi secara manual juga tetap dipertahankan karena akan
digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi sistem komputerisasi
tersebut. Dengan adanya hal-hal ini diharapkan pelayanan rumah sakit
terhadap pasien akan membaik dan tentunya akan meningkatkan citra
rumah sakit yang secara otomatis akan berpengaruh juga terhadap
kepercayaan pasien itu sendiri.
• Memberikan pelatihan kepada perawat-perawat tersebut oleh perawat
yang lebih senior sehingga dapat meningkatkan ketrampilan,
pengetahuan, dan kemampuan mereka baik itu secara teknik maupun
non teknik. Pelatihan akan diberikan kepada perawat yang masih
kurang ketrampilan dan kemampuannya. Selama pelatihan perawat
senior akan terus mendampingi perawat tersebut selama jangka waktu
tertentu.
• Sebelum melakukan pemeriksaan ke kamar pasien, perawat harus
terlebih dahulu mengetahui riwayat kesehatan pasien dan diagnosa
hasil pemeriksaan pasien sehingga pada saat pasien/keluarga pasien
bertanya perawat dapat memberikan jawaban (meskipun hanya secara
garis besar saja). Jika pasien/keluarga pasien masih belum jelas dengan
penjelasan tersebut maka perawat dapat mengatakan untuk menunggu
kedatangan dokter yang bersangkutan sehingga mereka dapat
mengetahui kondisi kesehatan pasien dengan lebih jelas. Tentu saja
cara menjawab dan menyampaikan hal ini harus diperhatikan, agar
jangan sampai memperlihatkan sikap tidak profesional, serta dalam
menjawab dan menyampaikan tersebut harus disertai dengan
senyuman sehingga akan membuat pasien merasa diperhatikan.
Universitas Kristen Petra
94
• Memberikan award dan sanksi kepada karyawan rumah sakit. Award
akan diberikan kepada karyawan yang berprestasi. Hal ini bertujuan
agar seluruh karyawan rumah sakit mengetahui bahwa mereka
memiliki arti dan peran yang penting bagi rumah sakit sehingga rumah
sakit sangat menghargai segala usaha dan kerja yang mereka lakukan.
Hal ini akan mengakibatkan karyawan memiliki sikap loyalitas dan
percaya kepada rumah sakit karena merasa dihargai dan akibatnya
secara otomatis mereka akan bekerja sebaik-baiknya. Selain itu juga
hal ini dapat memacu motivasi karyawan yang lain untuk melakukan
tugas-tugasnya dengan baik. Sebaliknya sanksi akan diberikan kepada
karyawan jika mereka melakukan kesalahan dalam melakukan
tugasnya. Sanksi peringatan akan diberikan sebanyak tiga kali dan bila
masih tetap melakukan kesalahan dalam tugasnya akan diambil
tindakan keras berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).
e) Dimensi Empathy
Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan cara menyusun ulang
jadwal kunjungan dokter ke pasien dengan memperhatikan kepentingan
dan kebutuhan pasien serta dokter itu sendiri. Kunjungan dokter akan
dilakukan dua kali sehari yakni pada pukul 08.00 dan 19.00 wib karena
pada saat inilah jam besuk pasien sehingga pada saat dilakukan kunjungan,
dokter yang bersangkutan tidak hanya bertemu dengan pasien tetapi juga
dengan keluarga pasien sehingga dapat berdiskusi dengan baik mengenai
kondisi kesehatan pasien tersebut. Kegiatan berdiskusi tersebut akan
berlangsung dengan baik bila diantara keduanya dapat terjalin komunikasi
yang baik. Dokter hendaknya mendengarkan pertanyaan atau keluhan dari
pasien/keluarga pasien dengan baik dan seksama, hal ini bertujuan agar
dokter nantinya dapat memahami persoalan tersebut dan dapat
memberikan jawaban yang baik dan tepat serta jelas dengan menggunakan
bahasa yang sederhana dan mudah untuk dipahami pasien. Dengan adanya
komunikasi yang baik diantara kedua belah pihak, maka pasien akan
merasa diperhatikan dan dipenuhi kebutuhan serta kepentingannya dan
Universitas Kristen Petra
95
tentunya hal ini akan membuat kepercayaan pasien pada dokter semakin
meningkat dan rumah sakit tentunya.
2. Pada gap 1
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada gap ini dapat dilakukan
beberapa cara, antara lain:
a) Melakukan penelitian terhadap kepuasan pasien atas layanan kualitas yang
ada di rumah sakit. Penelitian ini dapat dilakukan dengan menyebarkan
angket kepada pasien/keluarga pasien mengenai kepuasan terhadap
kualitas layanan, membuat kotak saran dan kritik mengenai kepuasan
mereka terhadap kualitas layanan yang ada dan meletakkannya di lokasi-
lokasi yang mudah dilihat dan dijangkau oleh pasien/keluarga pasien. Hal-
hal ini diperlukan oleh pihak manajemen rumah sakit untuk mengetahui
hal-hal apa saja yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari
pasien/keluarga pasien sehingga dapat memenuhinya.
b) Melakukan evaluasi terhadap kualitas layanan secara kontinu. Hal ini
sangat penting dilakukan karena dengan adanya evaluasi ini, pihak
manajemen dapat mengetahui apakah standar kualitas layanan yang dibuat
sudah memenuhi harapan pasien/keluarga pasien atau belum sehingga
dapat segera dilakukan perbaikan. Evaluasi yang dilakukan secara kontinu
sangat diperlukan karena hal ini akan memjadi bukti keseriusan dari
manajemen rumah sakit terhadap komitmennya mengenai kualitas
layanan.
c) Meningkatkan interaksi antara pihak manajemen dengan pasien/keluarga
pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kotak saran dan
kritik mengenai kepuasan mereka terhadap kualitas layanan yang ada dan
meletakkannya di lokasi-lokasi yang mudah dilihat dan dijangkau oleh
pasien/keluarga pasien, menyediakan waktu (± 5-10 menit setiap minggu)
untuk berbicara kepada pasien/keluarga pasien yang sedang berobat.
Dengan melakukan hal ini, berarti pihak manajemen sedang membina
hubungan yang baik dan dekat dengan pasien/keluarga pasien sehingga
mereka akan lebih mengetahui kebutuhan dan keinginan dari mereka.
Universitas Kristen Petra
96
d) Meningkatkan komitmen mengenai kualitas layanan dengan memfokuskan
pada keuntungan jangka panjang seperti mulai membina, menciptakan,
dan memelihara hubungan dengan pasien/keluarga pasien, dan lain-lain.
3. Pada gap 2
Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada gap ini dapat dilakukan
dengan cara melakukan evaluasi terhadap standarisasi tugas yang dibuat. Evaluasi
ini diperlukan untuk mengetahui apakah standarisasi tugas yang dibuat sudah jelas
dan terdefinisi dengan baik sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk
menjalankan tugas-tugasnya. Standarisasi yang akan dibuat hendaknya harus
memperhatikan kebutuhan dan keinginan pasien/keluarga pasien serta karyawan
rumah sakit yang meliputi dokter, perawat, apoteker, dan sebagainya. Kebutuhan
dan keinginan pasien/keluarga pasien perlu diperhatikan karena bila mereka puas
berarti kualitas layanan yang ada sudah baik dan itu berarti bahwa spesifikasi
standar tugas yang ditetapkan sudah baik karena pelaksanaan tugasnya yang baik.
Selain itu, manajemen juga perlu untuk memperhatikan kebutuhan karyawan
rumah sakit yang meliputi dokter, perawat, apoteker, dan sebagainya karena
mereka adalah sumber daya potensial yang dimiliki oleh rumah sakit dalam
memenuhi kepuasan pasien/keluarga pasien dan menghadapi kompetitornya.
Kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh seorang karyawan akan mewakili
citra rumah sakit di mata pasien karena dianggap sebagai perwakilan rumah sakit
tanpa mempedulikan jabatan yang dimilikinya. Oleh karena itu, untuk
menciptakan kepuasan pasien/keluarga pasien diperlukan standarisasi tugas yang
jelas dan terdefinisi dengan baik sehingga karyawan melakukan tugas-tugasnya
dengan baik dan tidak didasarkan pada pemahamannya sendiri. Berikut ini
merupakan contoh standarisasi yang bisa diterapkan dalam melakukan kegiatan
pembersihan di kamar mandi dan wc umum yang terdapat pada Poliklinik, yaitu:
a) Aktivitas pembersihan dilakukan tiap 3 kali sehari sesuai dengan jam
pergantian shift kerja oleh 2 orang petugas cleaning service.
b) Penjadwalan petugas cleaning service akan disusun menurut jam
pergantian shift kerja, dimana pada tiap shift kerja (ada 3 shift kerja) akan
dikepalai oleh 1 orang mandor sehingga nantinya akan ada 3 orang
mandor.
Universitas Kristen Petra
97
c) Mandor-mandor ini akan melakukan pemeriksaan tiap jam pergantian shift
kerja dan akan melaporkan hasil pemeriksaan tersebut kepada Kepala
Instalansi Rawat jalan.
d) Aktivitas pembersihan kamar mandi dan wc umum meliputi lantai dan
dinding kamar mandi serta bak air.
e) Definisi bersih yang dimaksud adalah tidak adanya sampah, kotoran, atau
debu pada bak air dan lantai kamar mandi, tidak adanya tulisan atau coret-
coretan pada dinding kamar mandi.
f) Bagi karyawan yang tidak melakukan tugasnya dengan baik dan sungguh-
sungguh akan dikenakan sanksi berupa peringatan sebanyak tiga kali dan
jika hal ini terjadi lagi maka akan karyawan yang bersangkutan akan
terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
4. Pada gap 3
a) Dimensi Tangible
Pada dimensi ini, sebernanya terdapat masalah yang disebabkan oleh
standarisasi kualitas layanan yang ada kurang jelas dan tidak terdefinisi
dengan baik sehingga berpengaruh pada pelaksanaan tugas di lapangan.
Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain:
• Mengecek dan mengevaluasi kembali spesifikasi standarisasi tugas
yang sudah dibuat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah
spesifikasi standarisasi yang dibuat tersebut sudah mampu memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasien. Jika masih belum memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasien maka spesifikasi akan diubah dengan
lebih memperhatikan hal-hal apa saja yang menjadi kebutuhan dan
keinginan pasien sehingga spesifikasi standarisasi yang baru nanti akan
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien. Spesifikasi standar
yang baru nanti akan disusun secara jelas dan memiliki tujuan yang
terdefinisi dengan jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami sehingga nantinya karyawan tidak akan mengalami
kesulitan dalam menerjemahkannya ke dalam rutinitas mereka
(memiliki keseragaman pemahaman tentang tugas-tugasnya).
Universitas Kristen Petra
98
• Memberikan sanksi berupa peringatan sebanyak tiga kali kepada
karyawan yang tidak melakukan tugasnya dengan baik. Apabila masih
terjadi kesalahan maka akan diambil sanksi keras berupa tindakan
pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini bertujuan agar karyawan
tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
b) Dimensi Reliability
• Menambah jumlah dokter di perawatan rawat inap sehingga satu orang
dokter akan menangani satu atau dua orang pasien saja. Hal ini
tentunya akan membantu dan memudahkan dokter dalam memberikan
perawatan atau pengobatan secara efektif dan intensif kepada pasien,
membantu dokter dalam membagi waktunya untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya yang lain seperti, menyiapkan laporan pasien yang
sedang dirawat, dengan tugas untuk melakukan pemeriksaan kepada
pasien. Dengan demikian dokter dapat melakukan tugas-tugasnya
dengan baik karena tidak terburu-buru dan memiliki waktu yang cukup
untuk berdiskusi dengan pasien mengenai kondisi kesehatannya.
• Mengecek dan mengevaluasi spesifikasi standarisasi tugas yang dibuat
untuk dokter di perawatan rawat inap. Salah satu contohnya adalah
dengan melakukan perubahan pada spesifikasi standarisasi mengenai
kehandalan dokter dalam menangani pasien. Pada spesifikasi
standarisasi yang lama tidak dijelaskan secara spesifik arti dari
kehandalan dokter dalam menangani pasien. Oleh karena itu,
spesifikasi standarisasi yang baru harus menjelaskan secara spesifik
arti dari kehandalan dokter dalam menangani pasien, misalnya dokter
harus segera menangani pasien apabila pasien mengeluh tentang
kondisi kesehatannya.
c) Dimensi Responsiveness
Untuk mengatasi masalah kurangnya kemauan dan kesadaran
karyawan di bagian Informasi untuk membantu pasien dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
• Membuat job description yang jelas bagi karyawan rumah sakit
termasuk dokter, perawat, karyawan di bagian Informasi, dan lain-lain
Universitas Kristen Petra
99
sehingga mereka dapat mengetahui secara jelas, tepat dan baik
mengenai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing hingga dapat
melakukan tugasnya dengan baik.
• Memberikan pengarahan kepada karyawan di bagian Informasi
mengenai tugas-tugas yang akan dilakukan pada hari itu. Pengarahan
tersebut dapat mencakup mengenai nama-nama dokter dan perawat
yang akan bertugas di Poliklinik sehingga ketika pasien bertanya maka
karyawan tersebut dapat menjawab dengan segera, selalu menekankan
pentingnya untuk bersikap yang ramah, tulus dan sopan kepada setiap
pasien yang datang dalam kondisi apapun sehingga pasien akan merasa
diterima dengan rasa kekeluargaan yang hangat. Selain itu yang paling
penting adalah karyawan harus mampu menjawab setiap pertanyaan
yang diajukan oleh pasien, apabila tidak dapat menjawab maka harus
dapat memberikan alasan yang tepat sambil berusaha untuk mencari
jawabannya. Salah satu contohnya dengan menjawab demikian ”Kalau
begitu Bapak/Ibu bisa menunggu sebentar, saya akan menanyakannya
kepada atasan saya dan akan segera menginformasikannya langsung
kepada Bapak/Ibu” dan jangan lupa mengucapkannya sambil
tersenyum sebab hal ini akan membuat pasien merasa diperhatikan.
• Karyawan di bagian Informasi dapat melakukan pengecekkan sepuluh
menit sebelumnya terhadap dokter yang akan bertugas di Poliklinik.
Hal ini bertujuan agar karyawan dapat mengetahui secara pasti apakah
dokter yang bersangkutan terlambat datang atau tidak atau bahkan
tidak masuk sama sekali sehingga dapat langsung memberitahukannya
kepada pasien.
• Memberikan award dan sanksi kepada karyawan rumah sakit. Award
akan diberikan kepada karyawan yang berprestasi. Hal ini bertujuan
agar seluruh karyawan rumah sakit mengetahui bahwa mereka
memiliki arti dan peran yang penting bagi rumah sakit sehingga rumah
sakit sangat menghargai segala usaha dan kerja yang mereka lakukan.
Hal ini akan mengakibatkan karyawan memiliki sikap loyalitas dan
percaya kepada rumah sakit karena merasa dihargai dan akibatnya
Universitas Kristen Petra
100
secara otomatis mereka akan bekerja sebaik-baiknya. Selain itu juga
hal ini dapat memacu motivasi karyawan yang lain untuk melakukan
tugas-tugasnya dengan baik. Sebaliknya sanksi akan diberikan kepada
karyawan jika mereka melakukan kesalahan dalam melakukan
tugasnya. Sanksi peringatan akan diberikan sebanyak tiga kali dan bila
masih tetap melakukan kesalahan dalam tugasnya akan diambil
tindakan keras berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).
d) Dimensi Assurance
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada dimensi ini dapat
dilakukan beberapa cara, antara lain:
• Memperbaiki sistem informasi yang ada dengan cara melakukan
pengarahan sebelum memulai aktivitas pada hari tersebut. Hal ini
bertujuan agar setiap karyawan di bagian Informasi mengetahui dan
mengerti hal-hal apa saja yang terjadi, misalnya mengetahui nama-
nama dokter dan perawat yang bertugas yang bertugas di Poliklinik,
dan lain sebagainya. Dengan demikian apabila nanti ada dokter tamu
yang terlambat atau tidak masuk, karyawan tersebut dapat langsung
memberitahu pasien sehingga mereka tidak perlu menunggu lama.
Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara membuat sistem informasi
manajemen yang terintergrasi di seluruh rumah sakit (intranet). Hal ini
bertujuan untuk memudahkan dalam hal memberi, mengirim, dan
menerima, atau membagi informasi antar bagian yang satu dengan
bagian yang lain, misalnya bagian Apotik akan mudah mencari dan
menemukan informasi mengenai jumlah persediaan obat yang menjadi
tugas dari bagian material kesehatan tanpa harus pergi langsung ke
bagian Material Kesehatan (lebih menghemat waktu dan efisien).
Dengan adanya hal-hal tersebut diharapkan pelayanan rumah sakit
terhadap pasien akan membaik dan tentunya akan meningkatkan citra
rumah sakit yang secara otomatis akan berpengaruh juga terhadap
kepercayaan pasien itu sendiri.
• Karyawan di bagian Informasi dapat melakukan pengecekkan sepuluh
menit sebelumnya terhadap dokter yang akan bertugas di Poliklinik.
Universitas Kristen Petra
101
Hal ini bertujuan agar karyawan dapat mengetahui secara pasti apakah
dokter yang bersangkutan terlambat datang atau tidak atau bahkan
tidak masuk sama sekali sehingga dapat langsung memberitahukannya
kepada pasien.
e) Dimensi Empathy
Pada dimensi ini, sebernanya terdapat masalah yang disebabkan oleh
standarisasi kualitas layanan yang ada kurang jelas dan tidak terdefinisi
dengan baik sehingga berpengaruh pada pelaksanaan tugas di lapangan.
Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain:
• Mengecek dan mengevaluasi kembali spesifikasi standarisasi tugas
yang sudah dibuat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah
spesifikasi standarisasi yang dibuat tersebut sudah mampu memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasien. Jika masih belum memenuhi
kebutuhan dan keinginan pasien maka spesifikasi akan diubah dengan
lebih memperhatikan hal-hal apa saja yang menjadi kebutuhan dan
keinginan pasien sehingga spesifikasi standarisasi yang baru nanti akan
dapat memnuhi kebutuhan dan keinginan pasien. Spesifikasi standar
yang baru nanti akan disusun secara jelas dan memiliki tujuan yang
terdefinisi dengan jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami sehingga nantinya karyawan tidak akan mengalami
kesulitan dalam menerjemahkannya ke dalam rutinitas mereka
(memiliki keseragaman pemahaman tentang tugas-tugasnya).
• Memberikan sanksi berupa peringatan sebanyak tiga kali kepada
karyawan yang tidak melakukan tugasnya dengan baik. Apabila masih
terjadi kesalahan maka akan diambil sanksi keras berupa tindakan
pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini bertujuan agar karyawan
tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
• Untuk mengatasi waktu kunjungan dokter yang tidak menentu dapat
dilakukan dengan menyusun ulang jadwal kunjungan dokter. Jadwal
kunjungan yang baru tersebut akan memperhatikan kepentingan dan
kebutuhan pasien serta dokter itu sendiri sehingga tidak akan
Universitas Kristen Petra
102
merugikan kedua belah pihak. Kunjungan dokter yang baru akan
dilakukan dua kali sehari yakni pada pukul 08.00 dan 19.00 wib karena
pada saat-saat seperti inilah jam besuk pasien sehingga pasien/keluarga
pasien dapat berdiskusi dengan dokter mengenai kondisi kesehatan
pasien tersebut dengan lama waktu kunjungan 15-20 menit. Dengan
demikian diharapkan kepercayaan pasien/keluarga pasien terhadap
dokter dapat meningkat dan membuat pasien menjadi loyal dengan
rumah sakit ini.
5. Pada gap 4
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada gap ini dapat dilakukan
beberapa cara, antara lain:
a) Pihak manajemen harus berusaha memperlancar komunikasi dengan
pasien yang dapat dilakukan melalui survei kepuasan pasien yang
dilakukan pada jangka waktu tertentu dan kontinu, dan membuat kotak
saran dan kritik untuk pasien serta diletakkan di lokasi-lokasi yang
strategis dan mudah dijangkau. Kotak saran dan kritik dapat diletakkan di
pintu masuk setiap Poliklinik atau pintu keluar rumah sakit, atau di pintu
masuk setiap kamar rawat inap. Hal ini perlu dilakukan agar pihak
manajemen dapat mengetahui secara pasti dan langsung serta jelas
mengenai harapan pasien mengenai kualitas layanan yang diterimanya
selama melakukan pengobatan di rumah sakit. Apakah sudah sesuai
dengan harapan pasien atau belum. Dengan mengetahui hal ini maka pihak
manajemen akan lebih mudah dalam membuat spesifikasi mengenai
kualitas layanan yang sesuai sehingga nantinya pasien tidak akan merasa
kecewa atau merasa tertipu dengan tawaran yang dijanjikan oleh rumah
sakit. Untuk merangsang minat pasien dalam memberikan saran dan kritik
dapat dilakukan dengan cara memberikan award kepada saran dan kritik
yang paling baik. Hal ini bertujuan agar memacu motivasi pasien dalam
memberikan saran dan kritiknya.
b) Pihak manajemen harus berusaha memperlancar komunikasi dengan
karyawannya juga (meliputi dokter, perawat, apoteker, petugas cleaning
service, dan lain-lain) untuk mengetahui keinginan dan kebutuhannya
Universitas Kristen Petra
103
karena mereka merupakan aset yang paling penting dari rumah sakit dalam
melakukan kegiatan layanan kepada pasien dan juga dalam menghadapi
kompetitor runah sakit lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui survei
kepuasan karyawan yang dilakukan pada jangka waktu tertentu dan secara
kontinu, dengan membuat kotak saran dan kritik untuk karyawan serta
diletakkan di lokasi-lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. Kotak
saran dan kritik dapat diletakkan di pintu masuk tiap bagian rumah sakit,
misalnya bagian Pelayanan Medis dan Perawatan, bagian Instalasi
Perawatan, dan lain-lain. Dengan melakukan hal ini, akan dapat diketahui
secara langsung, pasti, dan jelas segala kebutuhan dan keinginan karyawan
sehingga dapat dibuat spesifikasi standar kualitas layanan yang sesuai
yaitu dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan pasien dan
juga dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan karyawan.
Dengan demikian karyawan tidak akan melakukan kesalahan dalam
menyajikan layanan kepada tiap pasien yang datang berobat ke rumah
sakit. Komunikasi yang lancar antara keduanya akan membuat karyawan
melakukan tugas-tugasnya dengan baik karena segala kebutuhan dan
keinginannya telah terpenuhi (mereka merasa diperhatikan dan dihargai
oleh rumah sakit) sehingga mereka akan membalasnya dengan melakukan
segala pekerjaan mereka dengan sebaik-baiknya. Jika hal terjadi maka
ketidakpuasan pasien dapat dihindari karena segala layanan yang
diterimanya sama dengan yang ditawarkan rumah sakit. Untuk
merangsang minat karyawan dalam memberikan saran dan kritik dapat
dilakukan dengan cara memberikan award kepada saran dan kritik yang
paling baik. Hal ini bertujuan agar memacu motivasi karyawan dalam
memberikan saran dan kritiknya.
Upaya-upaya peningkatan kualitas layanan yang diberikan di atas tidak
dijelaskan secara spesifik karena banyaknya faktor yang harus diperhatikan. Salah
satu contoh upaya peningkatan kualitas layanan yang dapat dilakukan secara
spesifik, yaitu dengan menyediakan tempat sampah pada lokasi-lokasi yang
dianggap strategis untuk memudahkan pasien/keluarga pasien melihat dan
Universitas Kristen Petra
104
menjangkaunya. Lokasi-lokasi strategis ini antara lain di pintu masuk tiap-tiap
Poliklinik, pintu masuk/keluar rumah sakit, di dalam ruangan tiap Poliklinik.