4 hasil penelitian 4.1 kondisi ... - repository.ipb.ac.id · berjarak dari desa penelitian kurang...

16
4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kondisi Perikanan Tangkap di Lokasi Penelitian 4.1.1 Teknologi alat penangkapan ikan Umumnya jenis teknologi penangkapan ikan yang digunakan nelayan Kecamatan Kao Utara Kabupaten Halmahera Utara adalah relatif sederhana. Alat tangkap yang rata-rata dipakai adalah pancing ulur dan jaring insang hanyut dan tetap (gillnet). Pancing ulur dapat digunakan dengan umpan atau dengan pemikat yang dibuat dari serabut kain, atau bulu ayam yang disebut lau. Pengoperasian alat penangkapan ikan dengan lau, biasanya dilakukan pada batas antara terumbu karang yang biasanya dangkal, dan perairan yang lebih dalam (pada kedalaman 40m 100 m). Ujung tali pancing dipasang pemberat (potongan besi), kait yang telah dipasangi lau diikat di tengah tali pancing (bisa 5 sampai dengan 25 kait dipasang berurutan dengan jarak 50 -100 cm), dan tali pancing diturunkan ke dalam air mengikuti pemberat sampai ke dasar perairan, dan ditarik kembali dengan gerakan turun naik. Lau yang terpasang pada kait memikat ikan (karena menyerupai ikan kecil yang sedang berenang), dan memakan pemikat tersebut, ikanpun terkait dan ditangkap. Pancing ulur yang menggunakan lau juga digunakan oleh nelayan hanya dengan 1 kait. Kait yang dipasang lau diikat di ujung tali pancing kemudian ditenggelamkan ke dasar perairan menggunakan batu yang diikat pada potongan daun kelapa, dan setelah batu menyentuh dasar, tali pancing ditarik dengan keras agar lepas dari potongan daun, kemudian tali pancing ditarik dengan cepat. Lau yang menyerupai ikan kecil sedang berlari ditangkap oleh ikan besar, ikan itupun terkait pada kait yang ada, dan ditarik naik ke atas perahu. Pancing ulur lainnya juga menggunakan kait, namun pemikat yang dipasang pada kait adalah potongan daging ikan, yang apabila dimakan oleh ikan sasaran akan terkait pada kait yang ada. Jenis alat tangkap ini sangat dominan digunakan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara. Perahu yang dipergunakan oleh nelayan setempat dalam mengoperasikan alat tangkap umumnya masih termasuk dalam skala tradisional yang dibuat dari

Upload: dinhhuong

Post on 02-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

35

4 HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Perikanan Tangkap di Lokasi Penelitian

4.1.1 Teknologi alat penangkapan ikan

Umumnya jenis teknologi penangkapan ikan yang digunakan nelayan

Kecamatan Kao Utara Kabupaten Halmahera Utara adalah relatif sederhana. Alat

tangkap yang rata-rata dipakai adalah pancing ulur dan jaring insang hanyut dan

tetap (gillnet). Pancing ulur dapat digunakan dengan umpan atau dengan pemikat

yang dibuat dari serabut kain, atau bulu ayam yang disebut lau. Pengoperasian

alat penangkapan ikan dengan lau, biasanya dilakukan pada batas antara terumbu

karang yang biasanya dangkal, dan perairan yang lebih dalam (pada kedalaman

40m – 100 m). Ujung tali pancing dipasang pemberat (potongan besi), kait yang

telah dipasangi lau diikat di tengah tali pancing (bisa 5 sampai dengan 25 kait

dipasang berurutan dengan jarak 50 -100 cm), dan tali pancing diturunkan ke

dalam air mengikuti pemberat sampai ke dasar perairan, dan ditarik kembali

dengan gerakan turun naik. Lau yang terpasang pada kait memikat ikan (karena

menyerupai ikan kecil yang sedang berenang), dan memakan pemikat tersebut,

ikanpun terkait dan ditangkap.

Pancing ulur yang menggunakan lau juga digunakan oleh nelayan hanya

dengan 1 kait. Kait yang dipasang lau diikat di ujung tali pancing kemudian

ditenggelamkan ke dasar perairan menggunakan batu yang diikat pada potongan

daun kelapa, dan setelah batu menyentuh dasar, tali pancing ditarik dengan keras

agar lepas dari potongan daun, kemudian tali pancing ditarik dengan cepat. Lau

yang menyerupai ikan kecil sedang berlari ditangkap oleh ikan besar, ikan itupun

terkait pada kait yang ada, dan ditarik naik ke atas perahu. Pancing ulur lainnya

juga menggunakan kait, namun pemikat yang dipasang pada kait adalah potongan

daging ikan, yang apabila dimakan oleh ikan sasaran akan terkait pada kait yang

ada. Jenis alat tangkap ini sangat dominan digunakan oleh nelayan di Kecamatan

Kao Utara.

Perahu yang dipergunakan oleh nelayan setempat dalam mengoperasikan

alat tangkap umumnya masih termasuk dalam skala tradisional yang dibuat dari

36

batang kayu yang digali dan dibentuk menjadi perahu, yang disebut jukung. Pada

jukung ini dipasang penyeimbang yang disebut sema-sema. Pada beberapa

nelayan tertentu, sudah ada yang mempergunakan perahu yang dibuat dari bahan

kayu lapis anti air, yang ditempelkan menjadi badan perahu pada rangka yang

telah dibuat, dan dipasang mesin ketinting di dalamnya. Mesin ini adalah mesin

serba guna yang biasanya digunakan juga dalam usaha-usaha parutan kelapa atau

singkong. Kapasitas mesin berkisar antara 3 – 5 horse power.

Dalam melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan

pancing ulur, nelayan-nelayan di Kecamatan Kao Utara biasanya melakukannya

secara sendiri-sendiri atau satu orang. Namun demikian, sebagian unit

penangkapan ikan terdiri dari 2 orang anak buah kapal (ABK)..

Alat tangkap yang juga dipergunakan oleh nelayan dalam melakukan

operasi penangkapan ikan di lokasi penelitian adalah, jaring insang tetap dan

jaring insang hanyut. Jaring insang tetap biasanya digunakan pada perairan-

perairan dangkal, seperti di atas terumbu karang dengan cara dilingkarkan pada

gerombolan ikan yang ada, atau ditempatkan di sekitar hutan mangrove, untuk

menghalau ikan-ikan pada saat air laut surut. Ikan yang terperangkap pada mata

jaring kemudian diangkat bersama jaring ke atas perahu dan dilepaskan dari

jeratan jaring yang ada. Penggunaan jaring hanyut biasanya dilakukan dengan

cara jaring dilepas di perairan yang dalam, dan dibiarkan hanyut terbawa arus.

Ujung jaring diikatkan pada pelampung, dan ujung jaring sebelahnya diikatkan

pada perahu. Penggunaan alat tangkap ini dilakukan oleh nelayan antara 2 – 4

orang, dengan mempergunakan perahu yang cukup untuk memuat nelayan, alat

tangkap dan hasil yang diperoleh. Apabila jumlah tangkapan melebihi dari daya

muat perahu, terkadang para nelayan setempat meminta bantuan kepada nelayan

lainnya yang sedang menangkap ikan untuk membantu mengangkat ikan yang ada

keatas perahu nelayan tersebut. Pembagian hasil akan dilakukan oleh nelayan

yang mempunyai jaring kepada nelayan yang menyertainya (ikut) dan kepada

nelayan lain yang turut membantu, apabila hasilnya lebih.

Hasil yang diperoleh oleh nelayan setelah melakukan operasi penangkapan

ikan, biasanya dijual ke pasar tradisional di ibukota kecamatan yang berjarak

kurang lebih 15 km, yang dibuka pada setiap hari Rabu dan Sabtu. Atau dijual

37

kepada penampung ikan (dibo-dibo) yang biasanya mengelilingi desa-desa di

pesisir Teluk Kao untuk mengumpulkan ikan hasil tangkapan nelayan, yang akan

dijual ke ibukota kabupaten, atau dijual kepada perusahaan tambang emas yang

berjarak dari desa penelitian kurang lebih 80 km. Harga perkilogram ikan apabila

dijual ke pasar, biasanya Rp.10.000.- sampai dengan Rp.15.000.- per kilogram,

namun apabila dijual kepada pedagang pengumpul, kisaran harganya bisa turun

sampai Rp.7.500.- per kilogram ikan.

Jenis dan jumlah unit penangkapan yang terdapat di ketiga desa lokasi

penelitian dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, jumlah nelayan

yang paling banyak berada di Desa Pediwang, yakni sebanyak 148 orang,

kemudian Desa Doro sebanyak 142, dan di Desa Bori sebanyak 111 orang.

Penggunaan alat tangkap yang dominan adalah pancing ulur, sebanyak 69 unit di

Desa Doro, 55 unit di Desa Pediwang dan 51 unit di Desa Bori. Alat tangkap

lainnya adalah jaring insang yang terlihat sedikit di masing-masing desa, dimana

yang terbanyak di Desa Pediwang 3 unit, di Desa Doro 2 unit, dan di Desa Bori 1

unit.

Tabel 13 Jenis dan jumlah unit penangkapan ikan di tiga lokasi penelitian

Desa Jumlah Jumlah alat tangkap (unit) Jumlah

nelayan Pancing Ulur Jaring Insang Perahu

Doro 142 69 2 36

Bori 111 51 1 30

Pediwang 148 55 3 39

Jumlah 401 175 6 105 Sumber: Kantor desa Doro, Bori dan Pediwang

Pemerintah telah memberikan bantuan alat tangkap dan perahu untuk lebih

memberdayakan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. Namun, jumlah nelayan

yang menerima bantuan ini masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil survei dan

wawancara yang dilakukan terhadap nelayan responden di ketiga desa, ternyata

nelayan di lokasi sampel penelitian ini juga sebagian kecil telah pernah menerima

bantuan tersebut, yaitu sebanyak 14 orang. Bantuan yang diperoleh nelayan

dalam bentuk perahu (pambut), alat tangkap jaring insang dan air compressor

untuk penyelaman teripang atau mutiara.

38

Tabel 14 Persepsi responden terhadap bantuan

Desa Menerima bantuan

belum sudah

Doro 17 3

Bori 18 2

Pediwang 11 9

Jumlah 46 14

4.1.2 Penangkapan ikan dengan menggunakan bom

Dalam melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan pada tiga desa

penelitian terkadang menggunakan bom sebagai alat penangkapannya. Hasil

survei yang dilakukan terhadap 60 responden nelayan yang berasal dari 3 desa

menunjukkan bahwa sebagian nelayan tidak melakukan pengeboman ikan lagi

karena takut kepada petugas. Namun demikian, masih banyak di antara nelayan

yang tetap menggunakan bom dalam penangkapan ikan. Nelayan ini hanya

mengambil ikan-ikan ukuran besar dan bernilai ekonomis tinggi, sedangkan ikan-

ikan ukuran kecil yang ikut mati atau terbius akibat bom dibiarkan, lalu pergi ke

lokasi lain mencari daerah yang lebih potensial. Ketika nelayan yang melakukan

pengeboman ikan pergi, biasanya ada nelayan lain yang mengambil ikan mati atau

terbius yang ditinggalkan oleh nelayan yang melakukan pengeboman ikan.

Adapun komposisi jumlah nelayan responden yang melakukan pengeboman ikan,

nelayan yang hanya sekedar mengambil ikan yang mati/terbius, dan nelayan yang

tidak melakukan pengeboman ikan disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Persepsi responden dalam penggunaan bom ikan

Desa Penggunaan bom

Melakukan Pengumpul sisa ikan Tidak lagi

Doro

Bori

Pediwang

7

8

3

4

1

3

9

11

14

Jumlah 18 8 34

Penggunaan bom di Kecamatan Kao Utara pernah dilakukan oleh banyak

nelayan dalam operasi penangkapan ikan. Berdasarkan Tabel 15, sebanyak 34

responden atau sebanyak 57% yang menyatakan bahwa mereka sudah tidak mau

lagi melakukan pengeboman ikan. Nelayan yang masih menggunakan bom ikan

39

adalah sebanyak 18 orang atau sekitar 30%. Sedangkan nelayan yang tidak

menggunakan bom dalam kegiatan penangkapan ikan tetapi mereka

mengumpulkan sisa ikan yang telah mati/terbius sebanyak 8 orang, atau sebesar

13%. Pengumpulan hasil tangkapan ini biasanya hanya mengumpulkan sisa-sisa

ikan, biasanya yang berukuran kecil untuk dijadikan umpan.

Tren menurunnya nelayan menggunakan bom pada ketiga desa lebih kuat

di desa Pediwang, karena tidak ada lagi nelayan responden yang mau ikut serta

dalam kegiatan penggunaan bom ikan. Namun demikian, masih ada sebanyak 3

responden yang aktif melakukan pemboman ikan di desa tersebut dan 3 responden

yang mengumpulkan sisa-sisa ikan yang dibom. Untuk Desa Bori, terdapat 8

orang responden atau 40% (dari total responden 20 orang) yang melakukan

pengeboman ikan, hanya 1 responden sebagai pengumpul sisa ikan, dan yang

lainnya tidak melakukan pengeboman ikan lagi. Sedangkan di Desa Doro, dari 20

responden, terdapat 7 orang yang masih melakukan pengeboman ikan, dan 4

orang sebagai pengumpul sisa ikan, dan 9 orang yang tidak mau melakukan lagi.

Alasan nelayan di 3 desa penelitian menggunakan alat penangkapan ikan

dengan bom berdasarkan hasil survei, menunjukkan bahwa dari 11 orang nelayan

yang melakukan pengeboman menyatakan, penggunaan bom yang mereka

lakukan dalam penangkapan ikan disebabkan karena: 1) bahan mudah ditemukan,

2) sederhana dalam proses perakitan dan penggunaannya, 3) memperoleh

tangkapan lebih banyak, dan 4) resiko kecelakaan yang timbul terhadap diri

merupakan kelalaian nelayan itu sendiri.

Nelayan yang melakukan kegiatan pengeboman ikan menyatakan bahwa

sebagian besar dari mereka telah berpengalaman melakukannya lebih dari 4 tahun,

yakni sebanyak 16 orang (88 %), dan sebanyak 2 orang (12 %) menyatakan

bahwa mereka telah berpengalaman selama 1 tahun. Responden nelayan yang

memiliki pengalaman selama 2 tahun dan 3 tahun tidak ada (Tabel 16). Hal ini

menunjukkan bahwa transfer pengalaman untuk menggunakan bom dalam

penangkapan ikan tidak terjadi setiap tahun, namun dapat terjadi sewaktu-waktu

tergantung keberanian dan dorongan tertentu yang menyebabkan seorang nelayan

menggunakan bom ikan.

40

Tabel 16 Persepsi responden tentang lama menggunakan bom

Desa Pengalaman menggunakan bom

1 tahun 2 tahun 3 tahun > 4 tahun

Doro 1 0 0 6

Bori 1 0 0 7

Pediwang 0 0 0 3

Jumlah 2 0 0 16

Bom yang digunakan oleh nelayan di 3 desa penelitian dalam operasi

penangkapan ikan, diperoleh dengan cara merakit sendiri, atau membeli dari

nelayan lain. Sebagian besar dari nelayan yang menggunakan bom memiliki

kemampuan untuk merakit bom ikan, walaupun sebagian kecil dari mereka hanya

membeli bom yang sudah jadi dari nelayan lain. Namun sebagian nelayan

melakukan penyelaman di dasar laut untuk mencari bom sisa waktu perang tempo

dulu (Tabel 17).

Tabel 17 Persepsi responden dalam memperoleh mesiu

Desa Memperoleh mesiu

beli menyelam

Doro 3 1

Bori 4 0

Pediwang 2 1

Jumlah 9 2

Harga 4 buah bom yang sudah dirakit jika dijual kepada nelayan berkisar

antara Rp.100.000.- sampai dengan Rp.200.000.- Hasil wawancara dengan

responden, diperoleh informasi bahwa, bahan bom yang berupa bubuk mesiu

dapat diperoleh dengan cara menyelam ke dasar laut menggunakan bantuan air

compressor di sekitar perairan Teluk Kao yang banyak terdapat bom-bom bekas

perang dunia kedua, yang banyak dibuang ke laut oleh tentara Jepang, setelah

kalah dari tentara Sekutu. Bom yang telah lama berada di dasar laut tersebut,

kemudian dibuka menggunakan gergaji besi sambil disiram air, atau bom tersebut

telah terbuka akibat termakan karat. Berat bom yang diangkat, bisa berkisar

antara 50 kg – 100 kg. Isi bom tersebut (mesiu) adalah bahan utama dari

pembuatan bom ikan yang dilakukan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara.

Harga 1 kg. bubuk mesiu yang dijual kepada nelayan lain berkisar Rp.50.000.-

41

sampai dengan Rp.100.000.-, dimana untuk 1 kg bubuk mesiu, dapat dirakit antara

3 – 4 bom rakitan

Proses pembuatan bom sangat sederhana dan bahan-bahan pendukungnya

mudah diperoleh. Botol bekas atau pipa bekas (Ø ¾ inchi) yang dipotong

sepanjang ± 10 – 20 cm, disumbat ujung sebelahnya dengan erat menggunakan

kayu, kemudian dimasukkan mesiu di dalamnya. Ujung sebelahnya kemudian

ditutup dengan kayu atau karet sandal bekas yang telah dilobangi bagian

tengahnya untuk dipasangi sumbu. Sumbu konfensional dibuat menggunakan

pipa sempit (Ø 2 – 3 mm) dan dipotong sepanjang 3 – 4 cm, dan diisi dengan

bahan kepala korek api yang digerus dan dipadatkan kedalam pipa sempit,

kemudian dipasang ke dalam lubang yang telah disiapkan pada perangkat bom.

Bom jenis ini adalah bom yang dilempar dari atas perahu setelah sumbu dibakar

menggunakan bara rokok atau bara obat nyamuk. Sumbu terbaru yang saat ini

juga digunakan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara adalah menggunakan

bohlam lampu pijar yang biasanya digunakan untuk senter, dipecahkan tanpa

merusak fillamen (yang berpijar dalam bohlam) bohlam. Fillamen tersebut

kemudian dimasukkan secara hati-hati kedalam lubang sumbu pada perangkat

bom, dan direkatkan agar kedap air, dimana pada kutub positif dan negatif

bohlam disambungkan dengan seutas kabel positif dan negatif yang cukup

panjang. Cara kerjanya, bom yang telah siap kemudian diturunkan ke kedalaman

laut tertentu yang telah diamati oleh seorang nelayan yang melakukan penyelaman

untuk melihat posisi ikan. Setelah bom diturunkan pada kedalaman yang

diinginkan (terdapat banyak ikan), ujung kabel positif dan negatif yang berada di

atas perahu kemudian disambungkan dengan kutub positif dan negatif pada

beterai atau accu sepeda motor, dan menyebabkan sumbu (fillamen) yang terdapat

di dalam mesiu menyala dan memicu bom meledak. Ikan-ikan yang telah

ditangkap dengan bom kemudian dikumpulkan dengan cara menyelam oleh para

nelayan yang ada, mempergunakan keranjang tali, ataupun dikumpulkan dengan

tangan.

Hasil wawancara dengan responden nelayan di ketiga desa menunjukkan

bahwa korban akibat penggunaan bom selama kurun waktu 5 tahun terakhir tidak

ada, baik yang cacat maupun meninggal. Korban pernah terjadi pada 10 sampai

42

15 tahun lalu yang menyebabkan cacat dan kematian pada beberapa nelayan

(Tabel 18), seperti Desa Doro korban meninggal 1 orang, di Pediwang korban

meninggal 1 orang dan cacat 1 orang, sedangkan korban di Desa Bori, 2 orang

cacat parmanen.

Tabel 18 Persepsi responden tentang korban penggunaan bom ikan

Desa Korban bom

cacat meninggal

Doro 0 1

Bori 2 0

Pediwang 1 1

Jumlah 9 2

4.1.3 Kondisi sosial budaya masyarakat nelayan

Kondisi umum sosial budaya masyarakat nelayan dijelaskan dengan

pendekatan responden. Variabel responden yang digunakan untuk meggambarkan

karakteristik tersebut, yaitu: jumlah penduduk, budaya, umur dan pendidikan.

Dengan mengetahui variabel kondisi responden tersebut diharapkan dapat

menjelaskan struktur sosial budaya masyarakat nelayan di Kecamatan Kao Utara

secara umum.

Penduduk Desa Doro, Bori dan Pediwang rata-rata adalah petani dan

nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil-hasil kebun dan hasil-hasil

laut. Lokasi ketiga desa ini saling bersebelahan, apabila diurutkan dari bagian

utara yaitu Desa Pediwang, Desa Bori, dan Desa Doro. Jumlah penduduk

terbanyak adalah Desa Doro, diikuti Desa Pediwang dan Desa Bori (Tabel 19).

Tabel 19 Jumlah penduduk Desa Doro, Bori dan Pediwang

Desa

Jumlah

Jiwa KK

Doro

Bori

Pediwang

1.695

1.145

1.456

394

260

338

4.296 992

Sumber: Data diolah dari Laporan Penduduk Kantor Kecamatan Kao Utara

43

Variabel umur responden di tiga desa, menunjukkan 25-45% responden

berumur antara 41-50 tahun, 15-40% berumur 51-60 tahun, 10-25% berumur 31-

40 tahun dan 15-20% berumur 20-30 tahun. Variabel umur ini menunjukkan

bahwa sebagian besar responden nelayan berusia 41-50 tahun. Kisaran 41-50

tahun didominasi responden Desa Pediwang (45%), Desa Bori (35%) dan Desa

Doro (25%), seperti disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Sebaran umur responden di lokasi penelitian

Sebaran umur responden nelayan sangat bervariasi dari sekolah dasar (SD)

hingga lulusan sekolah lanjutan atas (SMA), bahkan ada sebagian dari mereka

tidak pernah bersekolah (Gambar 4). Pendidikan responden tamatan SMA

berkisar 40-60%, tamatan SMP sebanyak 5-15%, tamatan SD sebanyak 5-20%,

tidak tamat SD sebanyak 5%, dan tidak sekolah sebanyak 10-35%. Responden

untuk tamatan SMA didominasi responden Desa Bori dan Pediwang dan

responden tidak sekolah banyak terdapat di Desa Doro dan Bori. Mayoritas

tingkat pendidikan masyarakat nelayan (responden) adalah tamatan SMA dan

tidak tamat sekolah. Kondisi tersebut di atas mengindikasikan bahwa SDM di

ketiga desa tersebut dapat digolongkan masih rendah.

20%

25%

35%

10%

35%

40%

15%

25%

45%

15%

20%

15%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

20 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun 51 - 60 tahun

Komposisi Umur

% R

esp

on

de

n

DORO BORI PEDIWANG

44

Gambar 4 Sebaran tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian

4.2 Kondisi Ekonomi Nelayan

Kondisi ekonomi masyarakat nelayan di lokasi penelitian dijelaskan

berdasarkan variabel tingkat pendapatan. Pendapatan dan tingkat kesejahteraan

nelayan di Kabupaten Halmahera Utara seyogianya cukup besar karena potensi

ikan cukup banyak, ikan memiliki nilai ekonomis/harga tinggi, dan permintaan

cukup banyak. Namun fakta menunjukkan bahwa nelayan di daerah tersebut

termasuk kelompok miskin. Bahkan atribut bagi mereka adalah termiskin di antara

yang miskin ”the poorest of the poor”. Kemiskinan itu terjadi karena nilai tukar

nelayan yang rendah yang disebabkan komoditas yang mereka hasilkan dibayar

murah (Nikijuluw, 2002).

Hasil survey dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata

pendapatan responden di tiga desa lokasi penelitian mayoritas antara

Rp.300.000,00 hingga Rp.600.000,00 per bulan (Gambar 5). Angka pendapatan

ini diketahui dari rata-rata pengeluaran keluarga nelayan per bulan. Jumlah

pendapatan diasumsikan sama dengan jumlah pengeluaran, karena dari sejumlah

belanja nelayan, tidak ada yang dialokasikan untuk ditabung.

35%

0%

10%

15%

40%

35%

0%

5%

0%

60%

10%

5%

20%

5%

60%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Tingkat Pendidikan

% R

esp

on

de

n

DORO BORI PEDIWANG

45

Gambar 5 Sebaran tingkat pendapatan responden di lokasi penelitian

Disamping hasil yang diperoleh dari usaha penangkapan, responden

nelayan di tiga desa lokasi penelitian juga mempunyai penghasilan dari usaha-

usaha perkebunan. Tanaman yang menjadi andalan mereka untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya adalah kelapa yang dibuat kopra. Dari hasil wawancara

dengan responden diperoleh data bahwa rata-rata jumlah tanaman kelapa yang

dimiliki oleh responden nelayan adalah 300 pohon kelapa dengan produksi

sebanyak 2,1 ton per kwartal atau per empat bulan. Harga produk ini berkisar

antara Rp.2.000.- sampai Rp.3.000.- per kilogramnya. Apabila masa panen

kelapa, seorang nelayan memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp.4.000.000.-

sampai Rp.6.000.000.- tergantung harga kopra. Penghasilan ini akan dibuka

untuk buruh tani yang melakukan pemetikan kelapa (nae), mengeluarkan daging

kelapa (kore) sampai dengan pengasapan (fufu), yang dihitung ½ dari hasil

penjualan kopra yang telah jadi. Hasil kebun nelayan di 3 desa lokasi penelitian

berkisar antara Rp.2.000.000.- sampai dengan Rp.3.000.000.- per empat bulan.

Dukungan permodalan yang biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga

perekonomian tidak pernah dinikmati oleh responden nelayan, disebabkan karena

rendahnya pengetahuan nelayan tentang hal tersebut. Dari responden yang

diwawancarai, sebanyak 87% dari mereka menyatakan bahwa mereka tidak tahu

caranya, dan sebanyak 13% dari responden takut melakukan pinjaman modal.

Ironisnya, dari 60 responden yang ada, terdapat 42% yang tidak melakukan

10%

40%

10%

40%

10%

60%

20%

10%

0%

50%

35%

15%

0 - < Rp.300.000 Rp.300.000 - <

Rp.600.000

Rp.600.000 - <

Rp.900.000

Rp.900.000 - < Rp

1.200.000

DORO BORI PEDIWANG

46

pinjaman kepada koperasi simpan pinjam, namun 58% responden nelayan

melakukan pinjaman kepada koperasi simpan pinjam yang dimiliki oleh orang-

orang tertentu secara pribadi dengan dikenakan bunga pinjaman sebesar 20% dari

total pinjaman yang dikembalikan setiap hari.

4.3 Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Bom Ikan

Tingkat penggunaan bom ikan dalam penangkapan ikan oleh nelayan di

Kecamatan Kao Utara diduga dipengaruhi variabel umur, tingkat pendidikan dan

pendapatan. Untuk melihat sejauh mana, setiap variabel tersebut mempengaruhi

penggunaan bom ikan, dilakukan analisis regresi linier berganda.

4.3.1 Penggunaan bom ikan di Desa Doro

Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak

bebas di Desa Doro pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2

adalah 0,988 (Lampiran 2). Artinya, sebanyak 98,8% perubahan-perubahan pada

variabel terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel

bebas yang terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain,

pengaruh variabel X terhadap Y cukup kuat. Hasil uji statistik anova disajikan

pada Tabel 20.

Tabel 20 Anova penggunaan bom ikan di Desa Doro

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 34,388 3 11,463 445,017 0,000a

Residual 0,412 16 0,026

Total 34,800 19

Predictors: (Constant), pendapatan, pendidikan, umur

Dependent Variable: aktifitas pengeboman ikan

Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada

taraf < 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan

sumbangan nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan

(p-value=0,000 < 0,05) seperti tersaji pada Tabel 21. Artinya bahwa, semakin

tinggi pendidikan, semakin berkurang penangkapan ikan dengan bom, sedangkan

47

untuk umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini

bisa dipahami, karena tingkat pendidikan akan membuka wawasan dalam berpikir

dan menganalisis resiko tinggi dari penggunaan bom. Bukan hanya kerusakan

ekosistem dan lingkungan perairan, tetapi dapat mengancam keselamatan dirinya.

Tabel 21 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Doro

No. Varibel Koefisien Regresi T Sig.

1. (Constant) 0.245 1,302 .211

2. X1 = Umur -0,108 -1,892 0,077

3.

4.

X2 = Pendidikan

X3 = Pendapatan

0,804

0,016

22,959

0,334

0,000*

0,743

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .

Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 21, maka dapat

dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata

terhadap perubahan tingkat aktifitas pengeboman ikan di Desa Doro. Model

persamaan tersebut adalah:

Y = 0,245 -0,108X1 + 0,804X2 + 0,016X3

Keterangan:

Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan

X1 = Umur

X2 = Pendidikan

X3 = Pendapatan

4.3.2 Penggunaan bom ikan di Desa Bori

Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak

bebas di Desa Bori pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2 adalah

0,982 (Lampiran 3). Artinya, sebanyak 98,2% perubahan-perubahan pada

variabel terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel

bebas yang terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain,

pengaruh variabel X terhadap Y cukup kuat. Hasil uji statistik anova disajikan

pada Tabel 22.

48

Tabel 22 Anova penggunaan bom ikan di Desa Bori

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 36,281 3 12,094 289,328 .000a

Residual 0,669 16 0,042

Total 36,950 19

Predictors: (Constant), Pendapatan, Pendidikan, Umur

Dependent Variable: Aktifitas pengeboman ikan

Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada taraf

< 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan sumbangan

nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan (p-

value=0,000 < 0,05) seperti tersaji pada Tabel 23. Artinya bahwa, semakin tinggi

pendidikan, semakin berkurang penangkapan ikan dengan bom, sedangkan untuk

umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Tabel 23 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Bori

No. Varibel Koefisien Regresi t Sig.

1. (Constant) 0,480 2,398 0,029

2. X1 = Umur 0,167 2,835 0,012

3.

4.

X2 = Pendidikan

X3 = Pendapatan

0,746

-0.225

15,554

-1,883

0,000*

0,078

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .

Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 23, maka dapat

dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata

terhadap perubahan tingkat pengeboman ikan di Desa Bori, sebagai berikut:

Y = 0,480 +0,168X1 + 0,746X2 - 0,225X3

Keterangan:

Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan

X1 = Umur

X2 = Pendidikan

X3 = Pendapatan

49

4.3.3 Penggunaan bom ikan di Desa Pediwang

Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak

bebas di Desa Bori pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2 adalah

0,565 (Lampiran 4). Artinya, sebanyak 56,6% perubahan-perubahan pada variabel

terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel bebas yang

terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain, pengaruh

variabel X terhadap Y kuat. Hasil uji statistik anova disajikan pada Tabel 24.

Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada taraf

< 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan sumbangan

nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan

(p-value=0,008 < 0,05), seperti tersaji pada Tabel 25. Artinya bahwa, semakin

tinggi pendidikan, semakin berkurang penangkapan ikan dengan bom, sedangkan

untuk umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Tabel 24 Anova penggunaan bom ikan di Desa Pediwang

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Regression 15,368 3 5,123 6,927 0,003a

Residual 11,832 16 0,740

Total 27,200 19

Predictors: (Constant), Pendapatan, Pendidikan, Umur

Dependent Variable: Aktifitas pengeboman ikan

Tabel 25 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Pediwang

No. Varibel Koefisien Regresi T Sig.

1. (Constant) 1,142 0,912 0,375

2. X1 = Umur 0,028 0,084 0,934

3.

4.

X2 = Pendidikan

X3 = Pendapatan

0,632

-0,357

3,050

-0,981

0,008*

0,341

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .

50

Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 25, maka dapat

dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata

terhadap perubahan tingkat pengeboman ikan di Desa Pediwang, sebagai berikut:

Y = 1,142 +0,028X1 + 0,632X2 - 0,357X3

Keterangan:

Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan

X1 = Umur

X2 = Pendidikan

X3 = Pendapatan