4 hasil penelitian 4.1 kondisi ... - repository.ipb.ac.id · berjarak dari desa penelitian kurang...
TRANSCRIPT
35
4 HASIL PENELITIAN
4.1 Kondisi Perikanan Tangkap di Lokasi Penelitian
4.1.1 Teknologi alat penangkapan ikan
Umumnya jenis teknologi penangkapan ikan yang digunakan nelayan
Kecamatan Kao Utara Kabupaten Halmahera Utara adalah relatif sederhana. Alat
tangkap yang rata-rata dipakai adalah pancing ulur dan jaring insang hanyut dan
tetap (gillnet). Pancing ulur dapat digunakan dengan umpan atau dengan pemikat
yang dibuat dari serabut kain, atau bulu ayam yang disebut lau. Pengoperasian
alat penangkapan ikan dengan lau, biasanya dilakukan pada batas antara terumbu
karang yang biasanya dangkal, dan perairan yang lebih dalam (pada kedalaman
40m – 100 m). Ujung tali pancing dipasang pemberat (potongan besi), kait yang
telah dipasangi lau diikat di tengah tali pancing (bisa 5 sampai dengan 25 kait
dipasang berurutan dengan jarak 50 -100 cm), dan tali pancing diturunkan ke
dalam air mengikuti pemberat sampai ke dasar perairan, dan ditarik kembali
dengan gerakan turun naik. Lau yang terpasang pada kait memikat ikan (karena
menyerupai ikan kecil yang sedang berenang), dan memakan pemikat tersebut,
ikanpun terkait dan ditangkap.
Pancing ulur yang menggunakan lau juga digunakan oleh nelayan hanya
dengan 1 kait. Kait yang dipasang lau diikat di ujung tali pancing kemudian
ditenggelamkan ke dasar perairan menggunakan batu yang diikat pada potongan
daun kelapa, dan setelah batu menyentuh dasar, tali pancing ditarik dengan keras
agar lepas dari potongan daun, kemudian tali pancing ditarik dengan cepat. Lau
yang menyerupai ikan kecil sedang berlari ditangkap oleh ikan besar, ikan itupun
terkait pada kait yang ada, dan ditarik naik ke atas perahu. Pancing ulur lainnya
juga menggunakan kait, namun pemikat yang dipasang pada kait adalah potongan
daging ikan, yang apabila dimakan oleh ikan sasaran akan terkait pada kait yang
ada. Jenis alat tangkap ini sangat dominan digunakan oleh nelayan di Kecamatan
Kao Utara.
Perahu yang dipergunakan oleh nelayan setempat dalam mengoperasikan
alat tangkap umumnya masih termasuk dalam skala tradisional yang dibuat dari
36
batang kayu yang digali dan dibentuk menjadi perahu, yang disebut jukung. Pada
jukung ini dipasang penyeimbang yang disebut sema-sema. Pada beberapa
nelayan tertentu, sudah ada yang mempergunakan perahu yang dibuat dari bahan
kayu lapis anti air, yang ditempelkan menjadi badan perahu pada rangka yang
telah dibuat, dan dipasang mesin ketinting di dalamnya. Mesin ini adalah mesin
serba guna yang biasanya digunakan juga dalam usaha-usaha parutan kelapa atau
singkong. Kapasitas mesin berkisar antara 3 – 5 horse power.
Dalam melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan
pancing ulur, nelayan-nelayan di Kecamatan Kao Utara biasanya melakukannya
secara sendiri-sendiri atau satu orang. Namun demikian, sebagian unit
penangkapan ikan terdiri dari 2 orang anak buah kapal (ABK)..
Alat tangkap yang juga dipergunakan oleh nelayan dalam melakukan
operasi penangkapan ikan di lokasi penelitian adalah, jaring insang tetap dan
jaring insang hanyut. Jaring insang tetap biasanya digunakan pada perairan-
perairan dangkal, seperti di atas terumbu karang dengan cara dilingkarkan pada
gerombolan ikan yang ada, atau ditempatkan di sekitar hutan mangrove, untuk
menghalau ikan-ikan pada saat air laut surut. Ikan yang terperangkap pada mata
jaring kemudian diangkat bersama jaring ke atas perahu dan dilepaskan dari
jeratan jaring yang ada. Penggunaan jaring hanyut biasanya dilakukan dengan
cara jaring dilepas di perairan yang dalam, dan dibiarkan hanyut terbawa arus.
Ujung jaring diikatkan pada pelampung, dan ujung jaring sebelahnya diikatkan
pada perahu. Penggunaan alat tangkap ini dilakukan oleh nelayan antara 2 – 4
orang, dengan mempergunakan perahu yang cukup untuk memuat nelayan, alat
tangkap dan hasil yang diperoleh. Apabila jumlah tangkapan melebihi dari daya
muat perahu, terkadang para nelayan setempat meminta bantuan kepada nelayan
lainnya yang sedang menangkap ikan untuk membantu mengangkat ikan yang ada
keatas perahu nelayan tersebut. Pembagian hasil akan dilakukan oleh nelayan
yang mempunyai jaring kepada nelayan yang menyertainya (ikut) dan kepada
nelayan lain yang turut membantu, apabila hasilnya lebih.
Hasil yang diperoleh oleh nelayan setelah melakukan operasi penangkapan
ikan, biasanya dijual ke pasar tradisional di ibukota kecamatan yang berjarak
kurang lebih 15 km, yang dibuka pada setiap hari Rabu dan Sabtu. Atau dijual
37
kepada penampung ikan (dibo-dibo) yang biasanya mengelilingi desa-desa di
pesisir Teluk Kao untuk mengumpulkan ikan hasil tangkapan nelayan, yang akan
dijual ke ibukota kabupaten, atau dijual kepada perusahaan tambang emas yang
berjarak dari desa penelitian kurang lebih 80 km. Harga perkilogram ikan apabila
dijual ke pasar, biasanya Rp.10.000.- sampai dengan Rp.15.000.- per kilogram,
namun apabila dijual kepada pedagang pengumpul, kisaran harganya bisa turun
sampai Rp.7.500.- per kilogram ikan.
Jenis dan jumlah unit penangkapan yang terdapat di ketiga desa lokasi
penelitian dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, jumlah nelayan
yang paling banyak berada di Desa Pediwang, yakni sebanyak 148 orang,
kemudian Desa Doro sebanyak 142, dan di Desa Bori sebanyak 111 orang.
Penggunaan alat tangkap yang dominan adalah pancing ulur, sebanyak 69 unit di
Desa Doro, 55 unit di Desa Pediwang dan 51 unit di Desa Bori. Alat tangkap
lainnya adalah jaring insang yang terlihat sedikit di masing-masing desa, dimana
yang terbanyak di Desa Pediwang 3 unit, di Desa Doro 2 unit, dan di Desa Bori 1
unit.
Tabel 13 Jenis dan jumlah unit penangkapan ikan di tiga lokasi penelitian
Desa Jumlah Jumlah alat tangkap (unit) Jumlah
nelayan Pancing Ulur Jaring Insang Perahu
Doro 142 69 2 36
Bori 111 51 1 30
Pediwang 148 55 3 39
Jumlah 401 175 6 105 Sumber: Kantor desa Doro, Bori dan Pediwang
Pemerintah telah memberikan bantuan alat tangkap dan perahu untuk lebih
memberdayakan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. Namun, jumlah nelayan
yang menerima bantuan ini masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil survei dan
wawancara yang dilakukan terhadap nelayan responden di ketiga desa, ternyata
nelayan di lokasi sampel penelitian ini juga sebagian kecil telah pernah menerima
bantuan tersebut, yaitu sebanyak 14 orang. Bantuan yang diperoleh nelayan
dalam bentuk perahu (pambut), alat tangkap jaring insang dan air compressor
untuk penyelaman teripang atau mutiara.
38
Tabel 14 Persepsi responden terhadap bantuan
Desa Menerima bantuan
belum sudah
Doro 17 3
Bori 18 2
Pediwang 11 9
Jumlah 46 14
4.1.2 Penangkapan ikan dengan menggunakan bom
Dalam melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan pada tiga desa
penelitian terkadang menggunakan bom sebagai alat penangkapannya. Hasil
survei yang dilakukan terhadap 60 responden nelayan yang berasal dari 3 desa
menunjukkan bahwa sebagian nelayan tidak melakukan pengeboman ikan lagi
karena takut kepada petugas. Namun demikian, masih banyak di antara nelayan
yang tetap menggunakan bom dalam penangkapan ikan. Nelayan ini hanya
mengambil ikan-ikan ukuran besar dan bernilai ekonomis tinggi, sedangkan ikan-
ikan ukuran kecil yang ikut mati atau terbius akibat bom dibiarkan, lalu pergi ke
lokasi lain mencari daerah yang lebih potensial. Ketika nelayan yang melakukan
pengeboman ikan pergi, biasanya ada nelayan lain yang mengambil ikan mati atau
terbius yang ditinggalkan oleh nelayan yang melakukan pengeboman ikan.
Adapun komposisi jumlah nelayan responden yang melakukan pengeboman ikan,
nelayan yang hanya sekedar mengambil ikan yang mati/terbius, dan nelayan yang
tidak melakukan pengeboman ikan disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Persepsi responden dalam penggunaan bom ikan
Desa Penggunaan bom
Melakukan Pengumpul sisa ikan Tidak lagi
Doro
Bori
Pediwang
7
8
3
4
1
3
9
11
14
Jumlah 18 8 34
Penggunaan bom di Kecamatan Kao Utara pernah dilakukan oleh banyak
nelayan dalam operasi penangkapan ikan. Berdasarkan Tabel 15, sebanyak 34
responden atau sebanyak 57% yang menyatakan bahwa mereka sudah tidak mau
lagi melakukan pengeboman ikan. Nelayan yang masih menggunakan bom ikan
39
adalah sebanyak 18 orang atau sekitar 30%. Sedangkan nelayan yang tidak
menggunakan bom dalam kegiatan penangkapan ikan tetapi mereka
mengumpulkan sisa ikan yang telah mati/terbius sebanyak 8 orang, atau sebesar
13%. Pengumpulan hasil tangkapan ini biasanya hanya mengumpulkan sisa-sisa
ikan, biasanya yang berukuran kecil untuk dijadikan umpan.
Tren menurunnya nelayan menggunakan bom pada ketiga desa lebih kuat
di desa Pediwang, karena tidak ada lagi nelayan responden yang mau ikut serta
dalam kegiatan penggunaan bom ikan. Namun demikian, masih ada sebanyak 3
responden yang aktif melakukan pemboman ikan di desa tersebut dan 3 responden
yang mengumpulkan sisa-sisa ikan yang dibom. Untuk Desa Bori, terdapat 8
orang responden atau 40% (dari total responden 20 orang) yang melakukan
pengeboman ikan, hanya 1 responden sebagai pengumpul sisa ikan, dan yang
lainnya tidak melakukan pengeboman ikan lagi. Sedangkan di Desa Doro, dari 20
responden, terdapat 7 orang yang masih melakukan pengeboman ikan, dan 4
orang sebagai pengumpul sisa ikan, dan 9 orang yang tidak mau melakukan lagi.
Alasan nelayan di 3 desa penelitian menggunakan alat penangkapan ikan
dengan bom berdasarkan hasil survei, menunjukkan bahwa dari 11 orang nelayan
yang melakukan pengeboman menyatakan, penggunaan bom yang mereka
lakukan dalam penangkapan ikan disebabkan karena: 1) bahan mudah ditemukan,
2) sederhana dalam proses perakitan dan penggunaannya, 3) memperoleh
tangkapan lebih banyak, dan 4) resiko kecelakaan yang timbul terhadap diri
merupakan kelalaian nelayan itu sendiri.
Nelayan yang melakukan kegiatan pengeboman ikan menyatakan bahwa
sebagian besar dari mereka telah berpengalaman melakukannya lebih dari 4 tahun,
yakni sebanyak 16 orang (88 %), dan sebanyak 2 orang (12 %) menyatakan
bahwa mereka telah berpengalaman selama 1 tahun. Responden nelayan yang
memiliki pengalaman selama 2 tahun dan 3 tahun tidak ada (Tabel 16). Hal ini
menunjukkan bahwa transfer pengalaman untuk menggunakan bom dalam
penangkapan ikan tidak terjadi setiap tahun, namun dapat terjadi sewaktu-waktu
tergantung keberanian dan dorongan tertentu yang menyebabkan seorang nelayan
menggunakan bom ikan.
40
Tabel 16 Persepsi responden tentang lama menggunakan bom
Desa Pengalaman menggunakan bom
1 tahun 2 tahun 3 tahun > 4 tahun
Doro 1 0 0 6
Bori 1 0 0 7
Pediwang 0 0 0 3
Jumlah 2 0 0 16
Bom yang digunakan oleh nelayan di 3 desa penelitian dalam operasi
penangkapan ikan, diperoleh dengan cara merakit sendiri, atau membeli dari
nelayan lain. Sebagian besar dari nelayan yang menggunakan bom memiliki
kemampuan untuk merakit bom ikan, walaupun sebagian kecil dari mereka hanya
membeli bom yang sudah jadi dari nelayan lain. Namun sebagian nelayan
melakukan penyelaman di dasar laut untuk mencari bom sisa waktu perang tempo
dulu (Tabel 17).
Tabel 17 Persepsi responden dalam memperoleh mesiu
Desa Memperoleh mesiu
beli menyelam
Doro 3 1
Bori 4 0
Pediwang 2 1
Jumlah 9 2
Harga 4 buah bom yang sudah dirakit jika dijual kepada nelayan berkisar
antara Rp.100.000.- sampai dengan Rp.200.000.- Hasil wawancara dengan
responden, diperoleh informasi bahwa, bahan bom yang berupa bubuk mesiu
dapat diperoleh dengan cara menyelam ke dasar laut menggunakan bantuan air
compressor di sekitar perairan Teluk Kao yang banyak terdapat bom-bom bekas
perang dunia kedua, yang banyak dibuang ke laut oleh tentara Jepang, setelah
kalah dari tentara Sekutu. Bom yang telah lama berada di dasar laut tersebut,
kemudian dibuka menggunakan gergaji besi sambil disiram air, atau bom tersebut
telah terbuka akibat termakan karat. Berat bom yang diangkat, bisa berkisar
antara 50 kg – 100 kg. Isi bom tersebut (mesiu) adalah bahan utama dari
pembuatan bom ikan yang dilakukan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara.
Harga 1 kg. bubuk mesiu yang dijual kepada nelayan lain berkisar Rp.50.000.-
41
sampai dengan Rp.100.000.-, dimana untuk 1 kg bubuk mesiu, dapat dirakit antara
3 – 4 bom rakitan
Proses pembuatan bom sangat sederhana dan bahan-bahan pendukungnya
mudah diperoleh. Botol bekas atau pipa bekas (Ø ¾ inchi) yang dipotong
sepanjang ± 10 – 20 cm, disumbat ujung sebelahnya dengan erat menggunakan
kayu, kemudian dimasukkan mesiu di dalamnya. Ujung sebelahnya kemudian
ditutup dengan kayu atau karet sandal bekas yang telah dilobangi bagian
tengahnya untuk dipasangi sumbu. Sumbu konfensional dibuat menggunakan
pipa sempit (Ø 2 – 3 mm) dan dipotong sepanjang 3 – 4 cm, dan diisi dengan
bahan kepala korek api yang digerus dan dipadatkan kedalam pipa sempit,
kemudian dipasang ke dalam lubang yang telah disiapkan pada perangkat bom.
Bom jenis ini adalah bom yang dilempar dari atas perahu setelah sumbu dibakar
menggunakan bara rokok atau bara obat nyamuk. Sumbu terbaru yang saat ini
juga digunakan oleh nelayan di Kecamatan Kao Utara adalah menggunakan
bohlam lampu pijar yang biasanya digunakan untuk senter, dipecahkan tanpa
merusak fillamen (yang berpijar dalam bohlam) bohlam. Fillamen tersebut
kemudian dimasukkan secara hati-hati kedalam lubang sumbu pada perangkat
bom, dan direkatkan agar kedap air, dimana pada kutub positif dan negatif
bohlam disambungkan dengan seutas kabel positif dan negatif yang cukup
panjang. Cara kerjanya, bom yang telah siap kemudian diturunkan ke kedalaman
laut tertentu yang telah diamati oleh seorang nelayan yang melakukan penyelaman
untuk melihat posisi ikan. Setelah bom diturunkan pada kedalaman yang
diinginkan (terdapat banyak ikan), ujung kabel positif dan negatif yang berada di
atas perahu kemudian disambungkan dengan kutub positif dan negatif pada
beterai atau accu sepeda motor, dan menyebabkan sumbu (fillamen) yang terdapat
di dalam mesiu menyala dan memicu bom meledak. Ikan-ikan yang telah
ditangkap dengan bom kemudian dikumpulkan dengan cara menyelam oleh para
nelayan yang ada, mempergunakan keranjang tali, ataupun dikumpulkan dengan
tangan.
Hasil wawancara dengan responden nelayan di ketiga desa menunjukkan
bahwa korban akibat penggunaan bom selama kurun waktu 5 tahun terakhir tidak
ada, baik yang cacat maupun meninggal. Korban pernah terjadi pada 10 sampai
42
15 tahun lalu yang menyebabkan cacat dan kematian pada beberapa nelayan
(Tabel 18), seperti Desa Doro korban meninggal 1 orang, di Pediwang korban
meninggal 1 orang dan cacat 1 orang, sedangkan korban di Desa Bori, 2 orang
cacat parmanen.
Tabel 18 Persepsi responden tentang korban penggunaan bom ikan
Desa Korban bom
cacat meninggal
Doro 0 1
Bori 2 0
Pediwang 1 1
Jumlah 9 2
4.1.3 Kondisi sosial budaya masyarakat nelayan
Kondisi umum sosial budaya masyarakat nelayan dijelaskan dengan
pendekatan responden. Variabel responden yang digunakan untuk meggambarkan
karakteristik tersebut, yaitu: jumlah penduduk, budaya, umur dan pendidikan.
Dengan mengetahui variabel kondisi responden tersebut diharapkan dapat
menjelaskan struktur sosial budaya masyarakat nelayan di Kecamatan Kao Utara
secara umum.
Penduduk Desa Doro, Bori dan Pediwang rata-rata adalah petani dan
nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil-hasil kebun dan hasil-hasil
laut. Lokasi ketiga desa ini saling bersebelahan, apabila diurutkan dari bagian
utara yaitu Desa Pediwang, Desa Bori, dan Desa Doro. Jumlah penduduk
terbanyak adalah Desa Doro, diikuti Desa Pediwang dan Desa Bori (Tabel 19).
Tabel 19 Jumlah penduduk Desa Doro, Bori dan Pediwang
Desa
Jumlah
Jiwa KK
Doro
Bori
Pediwang
1.695
1.145
1.456
394
260
338
4.296 992
Sumber: Data diolah dari Laporan Penduduk Kantor Kecamatan Kao Utara
43
Variabel umur responden di tiga desa, menunjukkan 25-45% responden
berumur antara 41-50 tahun, 15-40% berumur 51-60 tahun, 10-25% berumur 31-
40 tahun dan 15-20% berumur 20-30 tahun. Variabel umur ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden nelayan berusia 41-50 tahun. Kisaran 41-50
tahun didominasi responden Desa Pediwang (45%), Desa Bori (35%) dan Desa
Doro (25%), seperti disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Sebaran umur responden di lokasi penelitian
Sebaran umur responden nelayan sangat bervariasi dari sekolah dasar (SD)
hingga lulusan sekolah lanjutan atas (SMA), bahkan ada sebagian dari mereka
tidak pernah bersekolah (Gambar 4). Pendidikan responden tamatan SMA
berkisar 40-60%, tamatan SMP sebanyak 5-15%, tamatan SD sebanyak 5-20%,
tidak tamat SD sebanyak 5%, dan tidak sekolah sebanyak 10-35%. Responden
untuk tamatan SMA didominasi responden Desa Bori dan Pediwang dan
responden tidak sekolah banyak terdapat di Desa Doro dan Bori. Mayoritas
tingkat pendidikan masyarakat nelayan (responden) adalah tamatan SMA dan
tidak tamat sekolah. Kondisi tersebut di atas mengindikasikan bahwa SDM di
ketiga desa tersebut dapat digolongkan masih rendah.
20%
25%
35%
10%
35%
40%
15%
25%
45%
15%
20%
15%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
20 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun 51 - 60 tahun
Komposisi Umur
% R
esp
on
de
n
DORO BORI PEDIWANG
44
Gambar 4 Sebaran tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian
4.2 Kondisi Ekonomi Nelayan
Kondisi ekonomi masyarakat nelayan di lokasi penelitian dijelaskan
berdasarkan variabel tingkat pendapatan. Pendapatan dan tingkat kesejahteraan
nelayan di Kabupaten Halmahera Utara seyogianya cukup besar karena potensi
ikan cukup banyak, ikan memiliki nilai ekonomis/harga tinggi, dan permintaan
cukup banyak. Namun fakta menunjukkan bahwa nelayan di daerah tersebut
termasuk kelompok miskin. Bahkan atribut bagi mereka adalah termiskin di antara
yang miskin ”the poorest of the poor”. Kemiskinan itu terjadi karena nilai tukar
nelayan yang rendah yang disebabkan komoditas yang mereka hasilkan dibayar
murah (Nikijuluw, 2002).
Hasil survey dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata
pendapatan responden di tiga desa lokasi penelitian mayoritas antara
Rp.300.000,00 hingga Rp.600.000,00 per bulan (Gambar 5). Angka pendapatan
ini diketahui dari rata-rata pengeluaran keluarga nelayan per bulan. Jumlah
pendapatan diasumsikan sama dengan jumlah pengeluaran, karena dari sejumlah
belanja nelayan, tidak ada yang dialokasikan untuk ditabung.
35%
0%
10%
15%
40%
35%
0%
5%
0%
60%
10%
5%
20%
5%
60%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA
Tingkat Pendidikan
% R
esp
on
de
n
DORO BORI PEDIWANG
45
Gambar 5 Sebaran tingkat pendapatan responden di lokasi penelitian
Disamping hasil yang diperoleh dari usaha penangkapan, responden
nelayan di tiga desa lokasi penelitian juga mempunyai penghasilan dari usaha-
usaha perkebunan. Tanaman yang menjadi andalan mereka untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya adalah kelapa yang dibuat kopra. Dari hasil wawancara
dengan responden diperoleh data bahwa rata-rata jumlah tanaman kelapa yang
dimiliki oleh responden nelayan adalah 300 pohon kelapa dengan produksi
sebanyak 2,1 ton per kwartal atau per empat bulan. Harga produk ini berkisar
antara Rp.2.000.- sampai Rp.3.000.- per kilogramnya. Apabila masa panen
kelapa, seorang nelayan memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp.4.000.000.-
sampai Rp.6.000.000.- tergantung harga kopra. Penghasilan ini akan dibuka
untuk buruh tani yang melakukan pemetikan kelapa (nae), mengeluarkan daging
kelapa (kore) sampai dengan pengasapan (fufu), yang dihitung ½ dari hasil
penjualan kopra yang telah jadi. Hasil kebun nelayan di 3 desa lokasi penelitian
berkisar antara Rp.2.000.000.- sampai dengan Rp.3.000.000.- per empat bulan.
Dukungan permodalan yang biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga
perekonomian tidak pernah dinikmati oleh responden nelayan, disebabkan karena
rendahnya pengetahuan nelayan tentang hal tersebut. Dari responden yang
diwawancarai, sebanyak 87% dari mereka menyatakan bahwa mereka tidak tahu
caranya, dan sebanyak 13% dari responden takut melakukan pinjaman modal.
Ironisnya, dari 60 responden yang ada, terdapat 42% yang tidak melakukan
10%
40%
10%
40%
10%
60%
20%
10%
0%
50%
35%
15%
0 - < Rp.300.000 Rp.300.000 - <
Rp.600.000
Rp.600.000 - <
Rp.900.000
Rp.900.000 - < Rp
1.200.000
DORO BORI PEDIWANG
46
pinjaman kepada koperasi simpan pinjam, namun 58% responden nelayan
melakukan pinjaman kepada koperasi simpan pinjam yang dimiliki oleh orang-
orang tertentu secara pribadi dengan dikenakan bunga pinjaman sebesar 20% dari
total pinjaman yang dikembalikan setiap hari.
4.3 Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Bom Ikan
Tingkat penggunaan bom ikan dalam penangkapan ikan oleh nelayan di
Kecamatan Kao Utara diduga dipengaruhi variabel umur, tingkat pendidikan dan
pendapatan. Untuk melihat sejauh mana, setiap variabel tersebut mempengaruhi
penggunaan bom ikan, dilakukan analisis regresi linier berganda.
4.3.1 Penggunaan bom ikan di Desa Doro
Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak
bebas di Desa Doro pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2
adalah 0,988 (Lampiran 2). Artinya, sebanyak 98,8% perubahan-perubahan pada
variabel terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel
bebas yang terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain,
pengaruh variabel X terhadap Y cukup kuat. Hasil uji statistik anova disajikan
pada Tabel 20.
Tabel 20 Anova penggunaan bom ikan di Desa Doro
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regression 34,388 3 11,463 445,017 0,000a
Residual 0,412 16 0,026
Total 34,800 19
Predictors: (Constant), pendapatan, pendidikan, umur
Dependent Variable: aktifitas pengeboman ikan
Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada
taraf < 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan
sumbangan nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan
(p-value=0,000 < 0,05) seperti tersaji pada Tabel 21. Artinya bahwa, semakin
tinggi pendidikan, semakin berkurang penangkapan ikan dengan bom, sedangkan
47
untuk umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini
bisa dipahami, karena tingkat pendidikan akan membuka wawasan dalam berpikir
dan menganalisis resiko tinggi dari penggunaan bom. Bukan hanya kerusakan
ekosistem dan lingkungan perairan, tetapi dapat mengancam keselamatan dirinya.
Tabel 21 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Doro
No. Varibel Koefisien Regresi T Sig.
1. (Constant) 0.245 1,302 .211
2. X1 = Umur -0,108 -1,892 0,077
3.
4.
X2 = Pendidikan
X3 = Pendapatan
0,804
0,016
22,959
0,334
0,000*
0,743
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .
Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 21, maka dapat
dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata
terhadap perubahan tingkat aktifitas pengeboman ikan di Desa Doro. Model
persamaan tersebut adalah:
Y = 0,245 -0,108X1 + 0,804X2 + 0,016X3
Keterangan:
Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan
X1 = Umur
X2 = Pendidikan
X3 = Pendapatan
4.3.2 Penggunaan bom ikan di Desa Bori
Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak
bebas di Desa Bori pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2 adalah
0,982 (Lampiran 3). Artinya, sebanyak 98,2% perubahan-perubahan pada
variabel terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel
bebas yang terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain,
pengaruh variabel X terhadap Y cukup kuat. Hasil uji statistik anova disajikan
pada Tabel 22.
48
Tabel 22 Anova penggunaan bom ikan di Desa Bori
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regression 36,281 3 12,094 289,328 .000a
Residual 0,669 16 0,042
Total 36,950 19
Predictors: (Constant), Pendapatan, Pendidikan, Umur
Dependent Variable: Aktifitas pengeboman ikan
Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada taraf
< 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan sumbangan
nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan (p-
value=0,000 < 0,05) seperti tersaji pada Tabel 23. Artinya bahwa, semakin tinggi
pendidikan, semakin berkurang penangkapan ikan dengan bom, sedangkan untuk
umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Tabel 23 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Bori
No. Varibel Koefisien Regresi t Sig.
1. (Constant) 0,480 2,398 0,029
2. X1 = Umur 0,167 2,835 0,012
3.
4.
X2 = Pendidikan
X3 = Pendapatan
0,746
-0.225
15,554
-1,883
0,000*
0,078
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .
Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 23, maka dapat
dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata
terhadap perubahan tingkat pengeboman ikan di Desa Bori, sebagai berikut:
Y = 0,480 +0,168X1 + 0,746X2 - 0,225X3
Keterangan:
Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan
X1 = Umur
X2 = Pendidikan
X3 = Pendapatan
49
4.3.3 Penggunaan bom ikan di Desa Pediwang
Hasil analisis regresi linier berganda terhadap variabel bebas dan tidak
bebas di Desa Bori pada taraf kesalahan < 5%, menunjukkan hasil nilai R2 adalah
0,565 (Lampiran 4). Artinya, sebanyak 56,6% perubahan-perubahan pada variabel
terkait (aktifitas penggunaan bom) dapat diterangkan dengan variabel bebas yang
terlibat (umur, tingkat pendidikan dan pendapatan). Dengan kata lain, pengaruh
variabel X terhadap Y kuat. Hasil uji statistik anova disajikan pada Tabel 24.
Hasil analisis regresi linier berganda pada setiap variabel bebas pada taraf
< 5%, menunjukkan bahwa, variabel tunggal yang memberikan sumbangan
nyata/signifikan terhadap perubahan Y adalah variabel pendidikan
(p-value=0,008 < 0,05), seperti tersaji pada Tabel 25. Artinya bahwa, semakin
tinggi pendidikan, semakin berkurang penangkapan ikan dengan bom, sedangkan
untuk umur dan pendapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Tabel 24 Anova penggunaan bom ikan di Desa Pediwang
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regression 15,368 3 5,123 6,927 0,003a
Residual 11,832 16 0,740
Total 27,200 19
Predictors: (Constant), Pendapatan, Pendidikan, Umur
Dependent Variable: Aktifitas pengeboman ikan
Tabel 25 Hasil variabel, koefisien regresi, nilai t dan p-value di Desa Pediwang
No. Varibel Koefisien Regresi T Sig.
1. (Constant) 1,142 0,912 0,375
2. X1 = Umur 0,028 0,084 0,934
3.
4.
X2 = Pendidikan
X3 = Pendapatan
0,632
-0,357
3,050
-0,981
0,008*
0,341
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata < 5% .
50
Berdasarkan dari analisis regresi berganda pada Tabel 25, maka dapat
dituliskan model hubungan antara variabel bebas yang berpengaruh nyata
terhadap perubahan tingkat pengeboman ikan di Desa Pediwang, sebagai berikut:
Y = 1,142 +0,028X1 + 0,632X2 - 0,357X3
Keterangan:
Y = Tingkat aktifitas penggunaan bom ikan
X1 = Umur
X2 = Pendidikan
X3 = Pendapatan